Ramadhani:gangguan pendengaran
-
Upload
iin-armadasidas-klein-fraulent -
Category
Documents
-
view
88 -
download
1
Transcript of Ramadhani:gangguan pendengaran
GANGGUAN PENDENGARAN
Nurramadhani.A.Sida( F 1 f 1 1 1 1 1 4 )
PHARMACY STUDENT, HALUOLEO UNIVERSITY,SOUTH WEST SULAWESI
Presented :
Offered as a complement to the pharmaceutical pathology task. This paper contains everything about hearing loss and its treatment and therapy solutions that can be done for people with hearing loss, but it shows you how to prevent hearing loss. This paper is intended for additional knowledge for all students and professionals in the field of health.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya Makalah Patologi dengan judul
“Gangguan Pendengaran” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini, masih jauh dari
kesempurnaan. Namun, dengan segala kerendahan hati, penulis
mempersembahkan sebagai wujud keterbatasan kemampuan yang penulis miliki
dan untuk itu penulis sangat menghargai setiap koreksi, kritik, dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah
hasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kendari, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
I.I Latar Belakang.......................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
I.3 Tujuan................................................................................................................2
I.4 Manfaat..............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
I. Anatomi Lengkap Telinga......................................................................................4
A. Anatomi telinga luar...........................................................................................4
B. Anatomi telinga tengah......................................................................................5
C. Anatomi telinga dalam.......................................................................................6
II. Fisiologi Pendengaran Normal...............................................................................7
III. Definisi Gangguan Pendengaran........................................................................7
IV. Fisiologi Gangguan Pendengaran.......................................................................8
V. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran............................................9
a. Faktor Genetik....................................................................................................9
b. Faktor Didapat....................................................................................................9
VI. Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran.......................14
A. Penilaian Gangguan Pendengaran....................................................................14
B. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran.......................................16
VII. Jenis gangguan pendengaran............................................................................19
VIII. Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran........................................................23
BAB III SIMPULAN.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Manusia telah diciptakan sebagai satu-satunya makhluk hidup yang
sempurna. Salah satu bentuk kesempurnaan manusia yaitu lengkapnya
indra yang dimilikinya, dimana indra-indra ini sangat menopang
kehidupan manusia. indra manusia terbagi menjadi 5 macam yaitu indra
pendengaran, indra penglihatan, indra perasa, indra pembau dan indra
peraba. Masing-maisng indra apabila mengalami gangguan maka akan
mengubah kestabilan kehidupan manusia dan salah satu contoh adanya
gangguan pada indra pendengaran. Gangguan pendengaran diartikan
sebagai ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan
suara pada salah satu atau kedua telinga. Penyebab gangguan pendengaran
hingga saat ini didasarkan oleh adanya kelainan genetik dan adanya faktor
lain yang terjadi pada organ-organ dalam telinga, maka bisa saja yang
dianggap hal biasa oleh penderita dapat menyebabkan gangguan
pendengaran.
Menyadari pentingnya kesehatan indra pendengaran maka
diperlukan pengetahuan khusus mengenai penyebab-penyebab terjadinya
gangguan pendengaran, ciri-ciri adanya gangguan pada pendengaran dan
pengobatan yang dapat ambil untuk mengobati gangguan pendengaran.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah gangguan pendengaran ini
sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi lengkap telinga ?
2. Bagaimana fisiologi pendengaran normal ?
3. Apa pengertian gangguan pendengaran?
4. Bagaimana fisiologi gangguan pendengaran ?
5. Apa saja faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran?
6. Bagaimana penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan
pendengaran?
7. Apa saja jenis gangguan pendengaran?
8. Apa saja pencegahan gangguan pendengaran ?
I.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah gangguan pendengaran ini
sebagai berkut:
1. Untuk mengetahui anatomi lengkap telinga
2. Untuk mengetahui fisiologi pendnegaran normal
3. Untuk mengetahui pengertian gangguan pendengaran
4. Untuk mengetahui fisiologi gangguan pendengaran
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan pendengaran
6. Untuk mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan
pendengaran
7. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran
8. Untuk mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran
I.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah gangguan pendengaran ini
sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui anatomi lengkap telinga
2. Dapat mengetahui fisiologi pendnegaran normal
3. Dapat mengetahui pengertian gangguan pendengaran
4. Dapat mengetahui fisiologi gangguan pendengaran
5. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan pendengaran
6. Dapat mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan
pendengaran
7. Dapat mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran
8. Dapat mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Anatomi Lengkap Telinga
A. Anatomi telinga luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan
dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi
untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut
akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius
eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal
mandibular.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter.
Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat
kulit melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.
Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat
antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
B. Anatomi telinga tengah
Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan
bagian bawah pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian
luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Menurut Sherwood, pars
tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
C. Anatomi telinga dalam
Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat.
Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah
lamina spiralis membranasea.Ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua,
yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung
koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale
dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina
spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membrana
yang tipis yang disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli
dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga,
dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal
dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ Corti. Duktus
koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens.
Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung
organel-organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran.
Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000
sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-
jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat
strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang
dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan
disokong oleh limbus.
II. Definisi Gangguan Pendengaran
Definisi gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara
parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua
telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan,
sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat.
III. Fisiologi Pendengaran Normal
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang
suara mencapai membran tympani, membran tympani bergetar menyebabkan
tulang-tulang pendengaran bergetar. Tulang stapes yang bergetar masuk-
keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph di scala
vestibuli. Karena luas permukaan membran tympani 22 x lebih besar dari luas
tingkap oval, maka terjadi penguatan 15-22 x pada tingkap oval. Membran
basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan
bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Getaran yang bernada tinggi
pada perilymp scala vestibuli akan melintasi membrana vestibularis yang
terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan
bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun
ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga
tengah untuk direndam.
Sewaktu membrana basilaris bergetar, rambut-rambut pada sel-sel
rambut bergetar terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan suatu
potensial aksi yang akan berubah menjadi impuls. Impuls dijalarkan melalui
saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian
ke colliculus Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi
auditif. Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara.
Persepsi auditif berkaitan dengan kemampuan otak untuk memproses dan
menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara yang didengar oleh telinga.
Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak dapat
membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang
berbeda.
IV. Fisiologi Gangguan Pendengaran
Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan
ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur.
Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen
atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis. Tuli
sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah
satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin
yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural,
dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif
maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi
tulang
V. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran
dapat berasal dari genetik maupun didapat.
a. Faktor genetik.
Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya
berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asmetrik dan
mungkin bersifat statik maupun progresif. Kelainan dapat bersifat
dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh : Hunter’s
syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease) kelainan mitokondria
(contoh : Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada
satu atau beberapa organ telinga (contoh : stenosis atau atresia kanal
telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai
osikuler yang menimbulkan tuli konduktif.
b. Faktor Didapat
Antara lain dapat disebabkan :
1. Infeksi.
Rubela konginel, Cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus
herpes, simpleks (tabel 1), meningitis bakteri, otitis media kronik
purulenta, mastoiditid, endolabrintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma,
rubela, cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran dimana
gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi cytomogavirus
sebesar 50% dan toksoplasma konginetal 10-15%, sedangkan untuk
infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang
terjadi bersifat tulis sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa 70 % anak yang mengalami infeksi sitomegalovirus konginital
mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa
neonatus. Pad meningitis bakteri melalui laporan post-motem dan
beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau
saraf pendengaran, namun proses patologi yang terjadi tidka begitu
diketahui sehingga menyebabkan gangguan pendnegaran masih belum
dapat dipastikan.
2. Neonatal hiperbilirubinemia.
Neonatal hiperbilirubinemia merupakan penyakit hemolisis
pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal jaundice. Penyakit
neonatal jaundice kebanyakan disebabkan oleh jalur metabolisme
bilirubin yang belum matang pada bayi baru lahir. Neonatal
hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana kadar bilirubon total >5
mg/dl. Hiperbilirubinemia tampak secara ikterus. Ikterus neonatum
adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikhterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin yak
terkonjugasi yang berlebih. Penyebab terbanyak neonatum adalah
peningkat kadar bilirubin indirek. Bilirubin indirek inilah yang
bersifat neurotoksik bagi bayi. Berikut etiologi terjadinya
hiperbilirubinemia :
a) Etiologi yang sering : hiperbilirubinemia fisiologis,
inkompatibilitas golongan darah ABO dan rhesus, breast milk
jaundice, infeksi, hematom subdural/ sefalhematoma, ekimosis,
hemangioma, bayi dari ibu diabeter mellitus,
polisitemia/hiperviskositas.
b) Etiologi yang lebih jarang : definiensi G6PD, defisiensi piruvat
kinase. Lucey-Drisol syndrome, hipotiroidisme, hemoglobinopati.
Pengaruh hiperbilirubinemia terhadap gangguan pendengaran :
Kekhawatiran utama akibat hiperbilirubinemia yang berlebihan
adalah potensi efek neurotoksinya, walapun dapat juga terjadi jejas
pada sel-sel lainnya. Hal ini masih merupakan masalah yang
signitifikan mneskipun telah ada kemajuan-kemajuan dalam perawatan
neonatus ikterik. Sebuah penelitian terhadap kasus ken-icterus klasik
di Amerika serikat dan beberapa negara lainnya, serta laporan-laporan
trebaru tentang neuropati auditorik akibat hiperbilirubinemia tanpa
tanda-tanda kern-icterus klasik yang lain, menggarisbawahi perlunya
“model-model” untuk memberikan pehamanan yang lebih baik tentang
bagaimana ikterus terjadi pda 60% bayi baru lahir dan menyebabkan
kerusakan otka permanen.
Mekanisme :
Bilirubin tak terkonjugasi yang masuk dalam otak terutama
dalma bentuk bebas atau bilirubin anion, berikatan dengan fosfolipid
dan gangliosida pada permukaan membran plasma neuron. Ikatan
antara bilirubin anion fosfolipid kompleks merupakan ikatan yang
tidka stabil. Bilirubin anion mengambil ion hidrogen dan membentuk
asam bilirubin yang menenmpel kuat pada membran plasma sheingga
dapat mneyebabkan bilirubin anion masuk ke dalam sel neuron.
Bilirubin anion yang masuk ke dalam sel akan berikatan dengan
fosfolipid pada membran organel subseluler seperti mitokondira,
retikulum endoplasma dan nukleus. Ikatan ini akan menyebabkan
terbentuknya asam bilirubin dan kerusakan membran di tingkat
subseluler. Kerusakan tersebut memberikan dampak terhadap
multisistem enzim dan menyebabkan kerusakan sel neuron. Salah satu
bentuk neurotoksisitas bilirubin adalah abnormalitas sistem auditori
pada hiperbilirubinemia., berdasarkan bukti ter auditometrik
didapatkan gangguan pendengaran dominan bilateral pda frekuensi
tinggi dan simetris dengan fungsi perkembangan suara yang abnormal.
Bilirubin yang terdapat pada otak dapat merusak nuclei auditoria
sentral dan jalur vistibular, nuclei serebellar dan ganglia basalis yang
dihubungkan dengan hiperaktivitas vestibuler.
3. Masalah perinatal.
Masalah perinatal adalah masalah-masalah yang terjadi pada
masa perinatal. Masa perinatal adalah yakni masa antara 28 minggu
dalam kandungan sampai 77 hari setelah kelahiran yang merupakan
mas adalam proses tumbuh kembang anak khususnya kembang otak.
Masalah perinatal meliputi Prematuritas (suatu keadaan yang belu
matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia
kehamilan belum mencapai 37 minggu), anoksia berat,
hiperbilirubinemia, obat ototoksik (gangguan yang terjadi pada alat
pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obat-
obatan).
4. Obat ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran
adalah golongan antibiotika; Erythromycin, Gentamicin,
Streptomycin, Netilmicin, Amikacin, Neomycin (pada pemakaian
tetes telinga), kanamycin, etiomycin, vancomycin. Glongan diuretika :
furosemide.
5. Trauma
Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah atau
koklea, dislokasi osikular, trauma suara.
6. Neoplasma
7. Bilateral aoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine
tumor, tumor pada telinga tengah (contoh : rhabdomyosarcoma,
glomustumor).
Faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada neonatus :
1. Riwayat keluarga ditemukan ketulian
2. Infeksi intrauterin
3. Abnormalitas pada kraniofasial
4. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar
5. Penggunaan obat toksisik aminoglikosda lebih dari 5 hari atau
penggunaan antibiotik tersebut dengan obat golongan loop diuretic.
6. Meningitis bakteri
7. Apgar skor < 4 saat menit pertama setelah dilahirkan, atau apgar skor <6
pada menit kelima
8. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 5 hari
9. Berat lahir <1500 gram
10. Menifestasi dari suatu sindroma yang melibatkan ketulian.
Meskipun faktor risiko yang telah dissebutkan merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya suatu
gangguan pendengaran, akan tetapi di lapangan ditemukan bahwa 50%
neonatus dengan gangguan pendnegaran tidak mempunyai faktor risiko. Oleh
karena itu direkomendasikan suaut pemeriksaan gangguan pendengaran pada
seluruh neonatus setelah lahir atau setidaknya usia tiga bulan.
VI. Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran
A. Penilaian Gangguan Pendengaran
Anak terlalu kecil bukan sebagai halangan untuk melakukan
penilaian definitif gangguan pendnegaran pada anak terhadap status
fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara. Kecurigaan
terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus dilakukan
secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang
direkomendasikan oleh American Academyca of Pediatrics (AAP) adalah
pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus merasa
nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus dilakukan pada
tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio yang
minimal. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan :
1. Untuk segala usia, tes yang dilakukan yaitu ovoked otoacoustic
emissions. Teknik ini dilakukan selama 10 menit. Proses
pemeriksaannyab yaitu probe kecil yang berisi microphone sensitif
ditempatkan pada liang tlingan untuk mendeteksi hantaran stimulus
dan respon. Keuntungan dari metode ini yaitu utnuk mengetahui
fungsi outer hair cell pada koklea, tidak tergantung pada keasaan
anak tidur atau tidak, waktu pengerjaan cepat. Kerugian pada metode
ini bayi atau anak harus relatif tak aktif selama pemeriksaan, bukan
pemeriksaan pendengeran yang teliti karena tidak menilai prose
akses kortikal suara.
2. Untuk anak saat lahir hingga berumur 9 tahun. Pengujian dengan
menggunakan jenis tes automated auditory brainsteim respone
(ABR) selama 15 menit. Tipe pengukurannya yaitu elektrofiisologi
aktivitas sarap pendengaran dan jalur batang otak. Prosedur kerja
dari alat ini : elektroda pad akepala anak mendeteksi stimulus
saluran yang dihasilkan earphone pada salah satu telinga pada saat
pemeriksaan. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu lebih
spesifik menggambarkan keadaan telingga, terurama mengukur
terutama mengukur fungsi morfologi hingga batang otak. Kerugian
dari metodfe ini yaitu bayi atau anak harus tenang selama
pemeriksaan; tidak menilai proses akses kortikal suara.
B. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran
Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi
telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes
garputala dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang. Tes bisik
merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik
berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil
tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan
penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada
nilai normal tes berbisik ialah 5/6 – 6/6.
Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak
terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Menurut Guyton dan
Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya
diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala
dipegang di depan teling kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar
disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.
Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai
garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal
hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras
pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut.
Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana bunyi terdengar lebih
keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan,
tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan
diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach
sama dengan pemeriksa.
Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat
elektroakustik. Tes ini
meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri
nada murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran
tulang penderita dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat
menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan intensitasnya
yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara
penderita menerima suara dari sumber suara lewat heaphone,
sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita menerima
suara dari sumber suara lewat vibrator.
Gambar alat tes auditori
Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi
pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif (pendengaran
normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran
Pengecekan pendengaran dengan menggunakan alat auditori
jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran).
Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif
(normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat).
VII. Jenis gangguan pendengaran
Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural,
dan campuran.
1. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan
pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah.
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa
gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang
telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada
bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada
telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus
vestibulokoklearis.
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah
seperti berikut:
Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga
sebelumnya.
Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak
dengan perubahan posisi kepala.
Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara
lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal
telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga
tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada
otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang
pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak
dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar
kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai
Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran
tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke
arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach
didapati Schwabach memanjang.
2. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan
pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf
pendengaran. Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala
yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut :
Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara
percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas
bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan
pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan
dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-
obat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput
gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik,
dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima
meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf
konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari
pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes
Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
3. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan
pendengaran tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli
sensorineural. Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan
pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural.
Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya
otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan
sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis
sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya
presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut
dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus
mengenai telinga tengah dan telinga dalam.
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen
gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada
pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada
gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita
tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada
tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat.
Schwabach memendek.
VIII. Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran
1. Gunakanlah pelindung pendengaran, jika berada di lingkungan yang
memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran
seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan
kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.
2. Waspadai kebisingan, kapan pun waktunya usahakan untuk
mengecikan volume radio, televisi atau speaker.
3. Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan earphone
maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang
disebelah Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya
sudah terlalu keras.
4. Berikan waktu bagi telinga untuk beristirahat, semakin sering
seseorang terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan
pendengaran, bahkan suara dengan volume rendah sekalipun jika
terpapar dalam jangka waktu lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu
berilah waktu bagi telinga untuk beristirahat dengan berada di dalam
ruangan yang tenang.
5. Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan
telinga sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena
semakin cepat gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi
lebih mudah dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
BAB III
SIMPULAN
Simpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu :
1. Anatomi lengkap telinga yaitu terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam.
2. Fisiologi pendengaran diawali dari getaran suara ditangkap oleh daun telinga
yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga
membran timpani bergetar, rambut-rambut pada sel-sel rambut bergetar
terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan impuls dan impuls
diteruskan ke saraf otak dan diterjemahkan sebagai suara.
3. Gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau total
untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga
4. Fisiologi gangguan pendengaran, gangguan pendengaran, yaitu konduktif,
sensorineural, dan campuran, pada gangguan pendengaran konduktif terdapat
masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan
pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf
pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli sensorineural.
5. Faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran yaitu faktor genetik dan
faktor didapat
6. Penilaian gangguan pendengaran dengan menggunakan ovoked otoacoustic
emissions, dan automated auditory brainsteim respone (ABR), sedangkan
pemeriksaan dan diagnosis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi
telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala
dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang
7. Jenis gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran konduktif,
sensorineural, dan campuran
8. Cara pencegahan gangguan pendengaran : gunakanlah pelindung
pendengaran, waspadai kebisingan, berhati-hatilah menggunakan earphone,
periksalah telinga secara teratur, berikan waktu bagi telinga untuk
beristirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Behram.K., and Arvin, 1963, Nelson Textbook of Pediatrics 15th Ed. W.B. Saunders Comany, Philadelphia.
Corwin.E.J., 2008, Handbook Of Pathiphysiology, 3rd Ed., Arrangement with Lippincott Williams & Wilkins, USA.
Isselbacher, B., Wilson.M., Fauci.K., 2010, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.