Rahasia Biru

14
RAHASIA BIRU by Fanny Budiman Memilikimu serasa mimpi. Lebih tepatnya, seperti lembaran tak terduga yang terselip dalam buku kehidupan, ditulis dengan tinta penuh kejutan dan menghidupkan kembali "aku". Sejak awal mengenalmu, batinku mengenalimu lebih dulu. Hari kita tertawa ria adalah waktu dimana muncul rasi bintang orion di sudut langit-langit hatiku. Detik-detik langka. Dan beberapa minggu setelah kita mem"baca" satu sama lain adalah fase dimana aku ber"pikir" atau ber"rasa" bahwa.... Hidupku takkan pernah sama. Atau kongruen. Atau kembar. Atau apalah sebutannya aku juga tak tahu. ************* Hidupku sebelum bertemu dia? Entah. Tak ada satu katapun di dunia ini yang dapat mendeskripsikan bagaimana hidupku sebelum dia. Kecuali entah. Suram? Tidak. Bosan? Sedikit. Hampa? Tepat. Aku teringat setiap harinya. Menerawang langit, meneliti setiap sudut langit, dan mencari jawaban. Seakan Tuhan menorehkan rumus atas semua kesalahpahaman di atas tudung biru yang bernama langit.

description

Rahasia Biru

Transcript of Rahasia Biru

RAHASIA BIRUby Fanny Budiman

Memilikimu serasa mimpi. Lebih tepatnya, seperti lembaran tak terduga yang terselip dalam buku kehidupan, ditulis dengan tinta penuh kejutan dan menghidupkan kembali "aku". Sejak awal mengenalmu, batinku mengenalimu lebih dulu. Hari kita tertawa ria adalah waktu dimana muncul rasi bintang orion di sudut langit-langit hatiku. Detik-detik langka.Dan beberapa minggu setelah kita mem"baca" satu sama lain adalah fase dimana aku ber"pikir" atau ber"rasa" bahwa....Hidupku takkan pernah sama. Atau kongruen. Atau kembar. Atau apalah sebutannya aku juga tak tahu.*************Hidupku sebelum bertemu dia? Entah. Tak ada satu katapun di dunia ini yang dapat mendeskripsikan bagaimana hidupku sebelum dia. Kecuali entah.Suram? Tidak.Bosan? Sedikit.Hampa? Tepat.Aku teringat setiap harinya. Menerawang langit, meneliti setiap sudut langit, dan mencari jawaban. Seakan Tuhan menorehkan rumus atas semua kesalahpahaman di atas tudung biru yang bernama langit.Aku hanya memandang dan terdiam. Lembaran biru yang dinamakan langit itu memang kosong dan dalam. Tapi entah mengapa pikiranku ingin menyelami lembaran itu dalam, dan lebih dalam, walau tak berujung. Dan aku mengerti, pikiranku saat ini belum menembus titik stratosfer. Titik troposfer setengah pun belum habis kujejak. Aku dangkal. Sungguh langit, aku masih perlu beberapa kulit pisang "kegagalan" dan beberapa batu "kesalahan" untuk menyegarkan otakku dari imajinasi dongeng yang tak kunjung padam.Aku ingat setiap kesalahan-kesalahan yg kuukir dalam dinding putih yang dinamai hidup. Besar, kecil, sama sajalah. Mereka seperti goresan-goresan abstrak yang mengambang di udara. Berkat goresan itu, kini hidupku bukan lagi sebuah dinding putih. Hidupku punya warna yang menyerukan kebebasan, seperti graffiti. Mungkin mereka terlihat kotor, lusuh, atau ngotor-ngotorin istilahnya. Tapi inilah hidupku.Ada hasil, ada jerih lelah. Tentu untuk membingkai sebuah mahakarya yang dinamai hidup, butuh kerja keras dan keringat. Proses yang menggoreskan luka di dada. Membekas. Menyakitkan.Dan setiap aku mengingat mereka, aku berlari ke langit. Ya, ke langit. Langit yang diam, berjiwa mengalir, menerima semua yg terbuang dari bumi, dan KOSONG.Aku terkagum dengan sang langit. Sebenarnya, dia ibarat tong sampah. Semua jiwa yg mematikan dirinya, semua cacian makian dunia, semua harapan yg terbakar keputusasaan sampai karbondioksida, nitrogen, dan sebagainya. Semua terlarut menjadi satu. Dan dia mempertahankan satu warna, yang adalah dirinya. Biru.Biru tenang. Biru yg membuat setiap pribadi melihatnya melepaskan sesuatu darinya dan membuangnya ke langit. Itulah mengapa aku kagum dengan langit.Dan mengapa aku 'bisa sampai' kagum dengan langit? Jawabannya tak panjang.Karena hanya dia yang kupunya. Yang tak seorangpun bisa mengambilnya dariku. Tak seorangpun bisa mengubahnya. Bahkan aku.*************Takdir mempertemukan kita. Begitu kata orang. Tapi aku berpikir lain. Langit mempertemukan kita, sama sekali bukan campur tangan takdir.Apakah takdir menyuruhku mengundangmu ke acara itu? Tidak, tidak sama sekali. Karena takdir tahu persis, kita tidak mengenal satu sama lain. Baik di masa lalu, maupun sekarang. Langit yang mengirimkan sinyal ajaibnya padaku. Dan entah indra apa dalam tubuhku yang menangkap sinyal ajaib itu.Dan dari sekian banyak nama yg terdaftar di contact BBM-ku, aku memilihmu. Mungkin, kalau yang kupilih berbeda, aku takkan menulis ini dan kamu takkan membaca tulisan ini.Tapi kamu yang kupilih.Dan itu keajaiban.Dan bagaimana aku tahu itu keajaiban? Kata 'ajaib' selalu menyimpan sekarung misteri yang tidak akan pernah bisa terpecahkan oleh siapapun di bawah langit. Bahkan Einstein sekalipun.Dan satu-satunya jawaban yang bisa 'hatiku' berikan adalah seperti yang kukatakan di awal.Batinku mengenalimu lebih dulu.*************Hai, langit. Lama tak jumpa.Bukan berjumpa, lebih tepatnya lama tak bersapa. Hari ini aku mengalami sesuatu yang luar biasa. Cinta mengajarkanku sesuatu.Tidak, aku tidak akan membuang sampah dan unek-unek hatiku kepadamu. Aku ingin menghadiahimu dengan sebuah cerita hati yang kualami hari ini."Malam ini aku bertemu dengan seorang adik kelasku. Bukan bertemu dengan sengaja. Aku sebenarnya mengajaknya ke sebuah acara. Tapi........."Sejenak aku membisu.Langit tersenyum."Perasaan itu bukan?" "Bukan, bukan! Kau tahu hasilnya ketika terakhir kali aku jatuh hati pada seseorang. Dan itu buruk. Sangat buruk," ujarku pada sang langit sembari tertawa."Aku hanya merasa.......... heran. Nah itu lebih tepat!"Langit tampaknya hanya mendengarkanku dan berpikir. Kemudian aku melanjutkan ceritaku."Aku heran karena, ya kau tahulah, aku tak mahir bergaul dengan banyak orang dan aku sangat introvert. Tapi sewaktu bertemu dengan dia, untuk pertama kalinya aku dapat berbicara bebas tanpa rasa canggung dengan adik kelas, lawan jenis, dan baru pertama kali ngobrol!""Lalu aku mulai bertanya. Apakah aku yg hebat, atau dia yang hebat. Atau ada sesuatukah dibalik semua ini?"Langit diam saja."HEI! Kau pasti tahu sesuatu dibalik semua ini!" teriakku agak curiga.

"Semua hal yang di alam ini bereaksi. Bersentuhan. Berpegangan. Membentuk sebuah rantai kehidupan. Tanpa reaksi, alam ini mati," langit menjelaskan."Untuk membentuk air, dibutuhkan reaksi 2 atom hidrogen dengan 1 atom oksigen, dan jadilah air.""Untuk membentuk amoeba baru, butuh sebuah 'reaksi' dari sang pencipta untuk membentuk inti sel yang baru. Lalu bereaksi lagi dengan perlahan membelah sitoplasmanya menjadi dua bagian sama besar. Dan terbentuklah 2 amoeba." "Untuk membentuk sebuah tanaman baru, magma harus keluar dari bumi, membeku dan membentuk batu. Batu harus terkikis dan bereaksi secara biologis membentuk tanah. Tanah harus bereaksi dengan berbagai macam dekomposer untuk mendapatkan tanah yang subur. Dan ketika sebuah biji atau spora jatuh di tanah yg subur, kehidupan di dalamnya akan bereaksi dengan menyeruak menembus epidermis biji itu dan menumbuhkan tunas.""Begitupun hatimu."Aku terdiam. Agak bingung. "Jadi maksudmu, hatiku bereaksi dengan kehadiran dia?"Langit tersenyum. Senyumnya seperti senyum bangga bapak kepada anaknya melihat anaknya men'dewasa'."Lebih tepatnya, hatimu bereaksi dengan hatinya."Bagaimana bisa? Mungkin sudah biasa baginya mendapat teman ngobrol 'kilat' seperti itu. Mungkin bukan suatu ke'ganjil'an baginya ketika hal ini terjadi.Bagaimana bisa hatinya yang ikut bereaksi dengan hatiku? Sungguh langit sok tahu.Seakan menyangkal dibilang sok tahu, walau dalam benakku, langit menyahut."Bahkan manusia paling extrovert sekalipun masih merasakan kecanggungan dalam dirinya dan orang yg diajak ngobrol pertama kali, karena setiap hati membutuhkan proses adaptasi, sama seperti hal lainnya di bawahku.""Tapi apakah kau merasa kecanggungan?"Tidak sedikitpun."Aku berani bertaruh dia merasakan hal yang sama.""Karena hati kalian tidak butuh proses adaptasi seperti yang lainnya. Hati kalian langsung bereaksi. Seperti teman lama yang mengenal satu sama lain."Tapi berani bersumpah, aku tidak pernah bertemu dengan dirinya sebelumnya. Oke, oke, aku tahu ini bukan yg langit maksud."Cinta hanya menyatukan 2 hati yang spesial, tidak serupa, tapi sama.""Dan dia baru saja selesai menyatukan hatimu."Hatiku berdegup kencang, hanya sekali. Seperti menyerukan kata "YES! BETUL!". Dan pikiranku masih berusaha memproses semuanya.Dan aku? Oh my.

*************

Beberapa waktu setelah percakapan yang aneh dengan sang langit, aku berusaha memfokuskan diriku pada hal lain. Semua berjalan seperti seharusnya.Seperti seharusnya. Bukan seperti keinginanku. Lalu aku mulai menyadari bahwa sejak bertemu dirinya, hari Sabtu adalah salah satu hari favoritku. Dimana aku bisa bertemu 2 pribadi favoritku yaitu Tuhan dan dia. Tunggu sebentar.HEI! Sejak kapan dia menjadi favoritmu? Apakah kau menyukainya? Gila!Maksudku, kau tak boleh menyukainya! Dia sudah punya pacar, demi Tuhan yang hidup. Dan kau tahu, seumur hidup belum pernah kau mengalami cinta seperti ini bukan?Aku memaki-maki diriku sendiri dalam hati. Saat selesai memaki diriku sendiri, aku menyadari bahwa saat itu aku sedang berada di sampingnya. Mendengarkan ceritanya tentang One Piece dan hal lain yang membuatku agak geli.Pertama, dia tidak bisa berenang. Dan dia sangat benci kolam renang.Kedua, dia sangat suka Luffy. Dan sangat hapal semua tentang One Piece.Sementara membaca komiknya saja sudah ribetnya luar biasa. Entah logika macam apa yang bisa membuatnya mengerti tentang semua gambar yang ada di komik itu.Ketiga, dia takut gelap! Bahkan dia bercerita kalau dia berada di rumah sendirian, dia akan menyalakan semua lampu yang ada di rumahnya. Tanpa terkecuali.Semua fakta tentang dirinya mengundang kembali tawaku setiap aku mengingatnya."Nad? Nadya? Kok ketawa sendiri?"Sedetik kemudian, bak ditimpuk kayu gelondongan, aku tersadar bahwa aku tertawa sendiri. Untungnya orang lain tak peduli, hanya dia."Nggak apa-apa. Ingat sesuatu aja, jadi pengen ketawa," ujarku riang."Cerita dong!" balasnya."Nggak mau ah! Kepo! Biar saja mati penasaran." "Oh jadi gitu. Gak mau cerita. Yaudah," ujarnya dengan tampang memelas."Hahaha. Gak mempan tau, huuuuuuu tukang ngambek!" balasku mengejek.Kami berdua tertawa dan tersenyum satu sama lain. Senyumnya manis bak pangeran. Persis seperti pangeran.Dan sorot matanya. Seperti menyimpan sesuatu. Kuharap itu untukku, karena menurutku, itu sesuatu yang spesial.Dan kau tahu? Itulah salah satu alasan mengapa hingga kini aku tak kuasa menatap lurus mata hitamnya yang dalam. Aku takut "tenggelam" dalam tatapan matanya. Dan hanya ada dua kemungkinan yang terjadi kalau aku berani. Aku akan kelihatan seperti orang bodoh yg jatuh cinta dan "klepek-klepek" di hadapannya.Atau aku akan mendapatkan tatapan mata yang sama seperti yang kuberikan padanya. Sorot mata berharap.Berharap apa? Entah. Mungkin hanya sekeping hatinya.

*************

Hari-hari selanjutnya kuhabiskan dengan berharap dan bermimpi. Tetap bermimpi. Meskipun kadang-kadang lupus, tapi entah dari sudut hatiku yang mana, seperti ada yang menyengatku untuk kembali berjuang.Meyakinkanku bahwa aku harus tetap bermimpi. Di bawah langit.Kadang aku dihadapkan dengan realitas cemburu, ketika mendengar sekilas cerita dari teman sekelasnya tentang dia dan pacarnya.Rasanya mau menangis. Tapi aku terus berjuang."Ayo, Nadya! Semangat! Kamu gadis yang sudah dewasa! Semangat!"Walau air mata itu tetap tumpah, aku tetap berjuang menahan segala sesuatunya.Di lain waktu, aku berhadapan dengan setan-setan yang kerap memberitahuku bahwa langit berbohong. Tidak mudah menyangkal mereka, bukan karena aku tidak percaya langit. Hanya saja, aku merasa hampa.Setelah trauma yang dulu-dulu, aku mulai menganalisa perasaanku sendiri. Aku lebih mengandalkan teori dan pikiran dibanding rasa dan hati.Dan menurut teori, aku tidak mungkin jatuh cinta secepat itu. Tetapi hatiku seakan tidak mau kalah. Dia egois. Dia selalu memenangkan aku.*************Waktu bergulir sebegitu cepatnya dan seperti ritual sehari-hariku yang lainnya, aku berchatting ria dengannya. Kadang aku bertanya mengenai hubungannya dengan pacarnya. Hanya untuk basa-basi, tentunya. Karena jauh dalam lubuk hatiku, aku sungguh tak mau tahu."Oh iya, gimana kamu sama pacar kamu? Baik-baik aja kan?" Aku meluncurkan kalimat itu dengan menekan "Send" dengan agak sumringah.Biasanya aku akan mendapat jawaban, "Baik-baik aja kok. Tapi jarang smsan. Dia kalo di sms gak dibales." Atau "Ya gitu deh. Hahaha."Hubungan mereka terkesan datar. Jauh beda dengan perkiraanku sebelumnya. Ini tidak membuatku senang, tidak membuatku cemburu juga. Entah apa yang kurasakan.Tapi perkiraanku kali ini salah. Banget."Hehehe, udah putus."Aku tidak percaya ini. Apakah aku senang? Tidak. Bahkan dalam hatiku berseliweran pertanyaan besar : mengapa mereka putus. Seperti tidak rela. Tapi juga tidak ingin. Sungguh aku aneh. Ini yang membuat pikiranku kerap mengoceh."Perasaan macam apa itu cinta. Tidak masuk akal. Ada orang yang rela mati demi menyelamatkan kekasih yang dicintainya. Ada yg rela sakit hati seumur hidupnya, selama orang yg dicintainya bahagia. Dan kau, Nadya.""Kau tidak bahagia mendengar calon gebetanmu itu putus dengan pacarnya? Gila! Ini kesempatanmu. Gunakan logikamu. Hatimu sungguh telah mengacaukanmu rupanya."Oh my.

*************

"Wajar bila kau tidak senang. Bukankah hatimu sudah menyatu dengan hatinya?"Langit tiba-tiba menyeletuk di tengah lamunanku."Aku hanya ingin dia senang. Sejak awal sudah kukatakan, walau dia tidak menyukaiku, aku akan baik-baik saja," ucapku pasrah. Tapi itu memang benar yang kupikirkan sejak awal. Tak perlu memiliki. Cinta memang tak harus memiliki bukan?Aku tidak menyerah, aku hanya menunggu.Aku tidak malas berjuang, hanya menurutku, cinta adalah sesuatu yang tidak bisa dipaksakan, demi apapun.Dan satu lagi.Apa yang dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia.Dan aku percaya, kalau kami memang ditakdirkan untuk bersama, kami pasti akan bersama. Meski butuh waktu lama untuk memprosesnya, seribu tahun sekalipun."Percayalah pada hatimu, bukan otakmu. Otak sudah punya perkaranya sendiri, dan ini perkara hati.""Jangan paksa otakmu menyelesaikan semua ini. Ini bukan bagiannya.""Mengapa?" Aku bertanya heran.Selama ini aku selalu mengandalkan hati, tapi yang kudapat tak lain adalah tambahan ekstra luka."Cinta adalah hal yang sederhana, tapi jika kau menguraikannya lebih dalam, kau akan menemukan kekompleksan tiada ujung. Persamaan-persamaan linear yang tak kunjung selesai. Pembagian desimal yang melebihi panjang phi. Pemfaktoran yang sudah tidak bisa disederhanakan.""Dan hanya hati yang tahu kemana arah jalan keluar dari labirin itu.Bagaimana bisa?Langit tersenyum, lalu sedikit menghembuskan angin tenang untukku sambil berujar,"Karena cinta dan hati adalah keajaiban. Keajaiban itu sendiri.""Hanya berbeda letak.""Cinta adalah keajaiban yang dapat kau tangkap dan kau temukan mengambang di mana-mana.""Sedangkan hati adalah keajaiban yang Tuhan karuniakan kepada semua yang 'hidup' di bawahku.""Termasuk dia dan kamu."*************Langit benar. Hatiku benar. Dia memang patut diperjuangkan.Sekarang setiap hari, setiap pagi dan malam, aku disuguhi dengan kata-kata manis yang penuh cinta darinya. Dan aku yakin mereka hanya bukan sekedar kata-kata, mereka adalah cinta yang dibungkus rapi nan cantik dan dikirimkan melalui media sosial BBM.Bukan hanya itu. Sorot matanya. Ah, sorot mata yang menakjubkan itu akhirnya jadi milikku seutuhnya.Dan suaranya. Pernahkah aku mengatakan bahwa suaranya adalah suara terlembut yang paling ingin kudengar? Sehingga ketika aku mendengarnya, terbayang padang rumput yang luas, hijau dan segar, dan semilir angin menemani kami berdua berlarian dan mencinta?Tahukah kamu satu hal yang membuatku beruntung memilikinya?Ketulusan. Cinta yang benar-benar tanpa motivasi.

Pernah suatu hari aku mendengarkan dari salah satu sahabatku yang satu tempat kursus dengannya."Dia baik kok. Waktu itu aku pernah bertanya mengapa dia menyukai pacarnya dulu. Dan dia menjawab, Menurut aku, dia cantik dari dalamnya, jadi ya aku suka aja, tidak ada alasan tertentu."Tentu aku dilanda cemburu ketika mendengar hal ini. Jangan ditanya.Demi membuktikan kebenarannya, aku rela membuang-buang waktuku, menunggu loading BBku yang super lelet, dan menelusuri timeline-nya hingga tweet pertamanya. Melihat bagaimana sebagian kecil dari hidupnya melaju melalui Twitter sebelum aku mengenalnya. Dan teori sahabatku terbukti benar. Ya, memang membutuhkan sedikit pengorbanan hati untuk dicekik sesaat tapi semua terbayar dengan sebuah kebenaran.Dia tulus.Kebenaran itu menyembuhkanku dari sakit hati setelah menelusuri perjalanan cintanya. Dan sebaliknya, membuat hati kecilku bertanya-tanya tak percaya, "Tuhan, masih ada seseorang sepertinya di antara ribuan lelaki tak berperasaan itu?"Dan Tuhan seakan menjawab hati kecilku ini."Kamu spesial."Salah satu fragmen yang membuatku sedikit terhentak. Dengan nada bercanda, aku menjawab, "Spesial apaan? Emangnya nasi goreng. Hahaha."Dan kami mengenang fragmen-fragmen itu dalam chat kami sekarang ini."You're special.""Waaaaaaaaaaaa:$""Dulu inget nggak waktu aku ngomong kayak gitu, terus kamu bilang 'emangnya nasi goreng' hahaha.""Iya kan dulu aku pikir kamu cuma bercanda.""Jadi waktu itu kamu ga percaya sama aku?"Bukannya tidak percaya. Hanya sulit mempercayainya."Waktu itu kan belum begitu deket, ga sedeket sekarang.""Aku tulus lho. Kamu emang bener-bener spesial."Dan jauh di lubuk hatiku, aku menangis bahagia.*************