Radang Dan Kesembuhan Luka

13
Universitas Gadjah Mada 1 BAB III Radang dan Kesembuhan Luka Oleh : Dhirgo Adji Radang Radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan seluler dari jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsang/ iritasi akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral (Celloti dan Laufer, 2001). Kemampuan tubuh dalam membuat reaksi radang bertujuan untuk mendukung jaringan pada proses kerusakan, pertahanan terhadap serangan mikroorganisme dan memperbaiki jaringan yang rusak serta proses kesembuhan luka (NN, 2003). Walaupun efek inflamasi sering digambarkan menyebabkan beberapa kerugian, namun proses tersebut tetap menguntungkan, antara lain adalah pengaruhnya dalam menanggulangi pengaruh stres yang selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab radang sangat banyak dan bervariasi, namun pada umumnya radang merupakan proses respon imun terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Beberapa penyebab radang lainnya adalah : trauma, operasi, bahan kimia kaustik, pangs dan dingin yang ekstrem dan iskhemia (Baratawidjaja, 2002 ;NN. 2003). Terdapat 2 tipe radang : (1) Akut (eksudatif): merupakan respon awal terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh yang fatal. Durasi biasanya pendek, umumnya terjadi sebelum respon immun menjadi jelas dan ditujukan terutama untuk menghilangkan agen penyebab gangguan dan membatasi jumlah jaringan yang rusak (2) Kronis (proliferatif): Berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bisa bertahuntahun. Radang kronis bisa merupakan hasil perkembangan radang akut. Ciri radang kronis adalah adanya infiltrasi sel mononuklear (makrofag). limfosit dan proliferasi fibroblas. Agen penyebab biasanya merupakan iritan yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan penetrasi lebih dalam atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang kronis antara lain : benda asing, talk, silikon, asbes dan benang jahit operasi.
  • date post

    18-Dec-2015
  • Category

    Documents

  • view

    57
  • download

    10

description

kesembuhan luka dan radang

Transcript of Radang Dan Kesembuhan Luka

  • Universitas Gadjah Mada 1

    BAB III

    Radang dan Kesembuhan Luka

    Oleh :

    Dhirgo Adji

    Radang

    Radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan seluler dari

    jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsang/ iritasi

    akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral (Celloti dan Laufer,

    2001). Kemampuan tubuh dalam membuat reaksi radang bertujuan untuk

    mendukung jaringan pada proses kerusakan, pertahanan terhadap serangan

    mikroorganisme dan memperbaiki jaringan yang rusak serta proses kesembuhan

    luka (NN, 2003). Walaupun efek inflamasi sering digambarkan menyebabkan

    beberapa kerugian, namun proses tersebut tetap menguntungkan, antara lain

    adalah pengaruhnya dalam menanggulangi pengaruh stres yang selalu ada dalam

    kehidupan sehari-hari. Penyebab radang sangat banyak dan bervariasi, namun

    pada umumnya radang merupakan proses respon imun terhadap mikroorganisme

    penyebab infeksi. Beberapa penyebab radang lainnya adalah : trauma, operasi,

    bahan kimia kaustik, pangs dan dingin yang ekstrem dan iskhemia (Baratawidjaja,

    2002 ;NN. 2003).

    Terdapat 2 tipe radang : (1) Akut (eksudatif): merupakan respon awal

    terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh

    yang fatal. Durasi biasanya pendek, umumnya terjadi sebelum respon immun menjadi jelas

    dan ditujukan terutama untuk menghilangkan agen penyebab gangguan dan membatasi

    jumlah jaringan yang rusak (2) Kronis (proliferatif): Berlangsung selama berminggu-minggu,

    berbulan-bulan bahkan bisa bertahuntahun. Radang kronis bisa merupakan hasil

    perkembangan radang akut. Ciri radang kronis adalah adanya infiltrasi sel mononuklear

    (makrofag). limfosit dan proliferasi fibroblas. Agen penyebab biasanya merupakan iritan

    yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan penetrasi lebih dalam

    atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang kronis antara lain : benda

    asing, talk, silikon, asbes dan benang jahit operasi.

  • Universitas Gadjah Mada 2

    Tujuan dari adanya keradangan secara umum adalah untuk mengeluarkan,

    membuang dan menetralkan agen iritan. Efek samping keradangan adalah hipersensitif

    akut, deformitas fibrotik, pembentukan keropeng, obstruksi dan pembatasan mobilitas.

    Komponen reaksi keradangan berupa plasma, sei-sel darah dalam sirkulasi berupa

    neutrofil, monosit, eosinofil, limfosit, basofil, platelet, komponen jaringan konektivus

    seperti sel Mast ; Fibroblas dan makrofag dan jaringan ekstraseluler seperti : protein

    penyusun jaringan fibrosa; kolagen; elastin; fibronektin; laminin dan pembuluh darah

    (Celloti dan Laufer, 2001).

    Gambar 1. Sebab-sebab keradangan akut (Baratawiwidjaja, 2002)

    Tanda-tanda keradangan

    Menurut Celloti dan Laufer (2001), keradangan akut ditandai dengan adanya warna

    merah (rubor), sebagai hasil peningkatan aliran darah pada daerah radang/hiperemi; panas

    (kalor) sebagai hasil hiperemi vaskuler; bengkak (tumor), sebagai hasil eksudasi seluler

    dan cairan; sakit (dolor) disebabkan oleh adanya iritasi akibat tekanan dan adanya

    produk metabolisme serta Kehilangan fungsi (functio laesa), karena fungsi jaringan

    berjalan secara tidak normal. Gejala tersebut merupakan gejala umum sebagai

    manifestasi yang berkaitan dengan proses konstriksii arteriola diikuti dengan dilatasi

    yang melanjut dengan dilatasi kapiler dan venula; kongesti venula; peningkatan

    permeabilitas pembuluh darah kecil; eksudasi cairan radang kaya protein (eksudat);

    hemokonsentrasi , marginasi dan adesi sel darah, transmigrasi menembus venula,

    kemotaksis, agregasi dan fagositosis.

  • Universitas Gadjah Mada 3

    Terdapat 3 komponen histologis dasar pada daerah keradangan : (1) vaskularisasi

    yang disertai peningkatan namun statis dari aliran darah yang menyebabkan panas dan

    kemerahan, (2) eksudasi seluler terutama sel fagosit (neutrofil dan monosit) yang

    menyebabkan kebengkakan dan (3) eksudasi cairan yang mengandung protein tinggi

    (fibrinogen) menyebabkan kebengkakan disertai iritasi nervus yang menyebabkan sakit dan

    gangguan fungsi.

    Manifestasi keradangan

    1. Radang akut

    Manifestasi keradangan akut dibedakan menjadi 2 kategori : (a) respon vaskuler

    dan (b) respon seluler. Respon vaskuler atau respon hemodinamik terjadi scat

    timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah kecil didaerah radang. Vasokonstriksi

    akan segera diikuti vasodilatasi arteriola dan venula yang mensuplai daerah

    radang. Sebagai hasil dari reaksi tersebut, maka daerah radang menjadi kongesti

    yang menyebabkan jaringan berwarna merah dan panas. Bersamaan dengan itu,

    permeabilitas kapiler akan meningkat, yang menyebabkan cairan berpindah ke

    jaringan dan menyebabkan kebengkakan, rasa sakit dan gangguan fungsi.

    Respon seluler pada keradangan akut ditandai dengan adanya proses fagositosis

    dari sel darah putih (Celloti dan Laufer ,2001) .

    2. Radang kronis

    Berbeda dengan radang akut, radang kronis menciri dengan adanya infiltrasi sel

    mononuklear termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel; jaringan yang terdestruksi,

    proliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis) dan fibrosis (Cotran dkk, 1994).

    Mediator dan efeknya

    lnflamasi akut terjadi akibat pelepasan berbagai mediator yang berasal dari

    jaringan yang rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Meskipun pemicu keradangan

    dapat berbeda-beda, namun jalur keradangan tetap sama, kecuali radang yang

    disebabkan oleh reaksi alergi (Ig-E-sel mast) yang terjadi Iebih cepat dan dapat menjadi

    sistemik. Mediator-mediator tersebut menimbulkan edema, kebengkakan, merah, sakit

    dan gangguan fungsi organ/ jaringan yang terkena.

    Jaringan yang rusak akan mengeluarkan mediator seperti trombin, histamin dan

    TNFa. Mikroba dapat melepaskan endotoksin dan/ atau eksotoksin, yang mana

    keduanya dapat memacu pelepasan mediator pro-inflamasi. Komponen bakteri LPS

    (lipopolisakarida) komponen dinding sel bakteri gram negatif, apabila diinjeksikan dapat

    menyebabkan munculnya berbagai sitokin pro-inflamasi seperti Interleukin (IL)-1, 6, 12,

  • Universitas Gadjah Mada 4

    18, TNF- dan TNF-. Toksin bakteri juga menimbulkan kerusakan jaringan dan

    melepaskan trombin, histamin, sitokin dan merusak ujung-ujung saraf. Mikroba juga

    dapat mengaktifkan komplemen jalur klasik atau alternatif. Kejadian pada tingkat

    molekuler/ seluler yang terjadi pada keradangan adalah vasodilatasi, peningkatan

    permeabilitas vaskuler dan infiltrasi seluler. Hal tersebut berkaitan dengan kerja mediator

    kimia yang disebarkan keseluruh tubuh dalam bentuk aktif maupun non aktif. Mediator

    akan diaktifkan ditempat keradangan itu terjadi. TNF- dan IL-1 yang diproduksi

    makrofag dan diaktifkan oleh endotoksin mikroba, juga berperanan dalam perubahan

    permeabilitas vaskuler (Baratawidjaja, 2002).

    Komplemen

    Aktivasi komplemen terjadi melalui jalur klasik dan alternatif. Hal ini

    berhubungan dengan tahap awal dari invasi bakteri Aktivasi komplemen akan

    melepas berbagai mediator seperti C3a, C4a dan C5a yang merupakan

    anafilatoksin dan merangsang sel mast jaringan untuk melepas histamin dengan

    efek pelebaran serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Cairan dan

    protein yang keluar dari rongga intravaskuler, menimbulkan edema dan

    kebengkakan. Vasodilatasi akan melambatkan aliran darah yang memungkinkan

    timbulnya marginasi leukosit dan menempel pada endotel (Baratawidjaja, 2002).

    Mediator Asal Efek

    Histamin Sel mast, basofil Peningkatan permeabilitas kontraksi

    Otot polos, kemokinosis

    1 5-Hidroksi triptamin Trombosit, mastosit Permeabilitas vaskuler

    Platelet activating Basofil, neutrofil, Pelepasan mediator dari trombosit,

    factor makrofag permeabilitas vaskuler meningkat,

    kontraksi otot polos, aktivasi neutrofil

    Neutrofil Mastosit Kemotaksis neutrofil

    chemotactic factor

    Chemokines Leukosit Merangsang kemotaksis

    C3a Komplemen C3 Degranulasi mastosit, kontraksi otot

    polos

    C5a Komplemen C5 Degranulasi mastosit, kemotaksin

    neutrofil dan makrofag, aktivasi

    neutrofil, kontraksi otot polos,

    permeabilitas vaskuler meningkat

  • Universitas Gadjah Mada 5

    Bradikinin Sistem kinin Vasodilatasi, kontraksi otot polos,

    peningkatan permeabilitas, rasa sakit

    Fibrinopeptida dan Sistem penjendalan Permeabilitas vaskuler, kemotaksis

    produk asal fibrin darah neutrofil dan makrofag

    Prostaglandin E-2 Jalur siklooksigenase Vasodilatasi, peningkatan

    permeabilitas vaskuler oleh histamin

    dan bradikinin

    Leukotrin B4 Jalur Lipoksigenase Kemotaksis neutrofil, sinergistik

    dengan prostaglandin E2 dalam

    meningkatkanpermeabilitas vaskuler

    Leukotrin D4 i Jalur lipoksigenase Kontraksi otot polos, permeabilitas

    vaskuler meningkat

    Tabel 1. Mediator pada inflamasi akut (Baratawidjaja, 2002). .

    Reaksi iaringan selama radang

    Berdasarkan proses kimiawi dan kerjasama berbagai sel dan jaringan dalam

    tubuh, penampakan perubahan jaringan selama keradangan dibedakan menjadi 3

    stadium : (1). Stadium hiperemis : selama stadium ini, perubahan gambaran jaringan

    disertai dengan aaanya dilatasi pembuluh darah setempat, peningkatan aliran darah

    dan peningkatan aliran limfe. (2) Stadium stagnasi : Pada stadium ini aliran darah justru

    menurun, namun tekanan setempat meningkat. Timbul eksudasi leukosit di jaringan

    interseluler, perubahan sel menjadi fagosit dsan jaringan ikat setempat berubah

    menjadi fibroblas. (3) Stadium Resolusi : Stagnasi sedikit demi sedikit berkurang,

    sistem limfe kembali normal, deposit fibrin karena diserap leukosit dan munculnya

    kapiler-kapiler darah yang baru.

  • Universitas Gadjah Mada 6

    Gambar 2. Interaksi antara granulosit dan Kinin Pada keradangan (Thomson, 1978)

    Kesembuhan Luka

    Yang dimaksud dengan kesembuhan luka adalah proses pergantian sel-sel

    atau jaringan rusak dan mati dengan jaringan yang sehat derivat parenkim atau

    jaringan konektivus (Celluti dan Lauferb, 2001). Kesembuhan luka merupakan respon

    alamiah terhadap jaringan yang rusak, merupakan interaksi dari cascade kompleks

    dari sel-sel yang menghasilkan pembentukan jaringan baru sehingga jaringan yang

    rusak akan kembali baik dan memiliki kekuatan seperti sedia kala (Romo, 2001).

    Kesembuhan luka merupakan proses yang dinamis, interaktif yang melibatkan

    mediator, sel-sel darah, matriks ekstraseluler dan sel-sel parenkim (Singer and Clarck,

    1999). Proses kesembuhan luka ini secara umum dibedakan atas 3 fase (1)

    Keradangan (2) Formasi jaringan dan (3) Pembentukan kembali jaringan luka (Singer

    dan Ciarck, 1999) sedangkan Romo (2001) membedakan fase kesembuhan menjadi

    (1) keradangan, (2) proliferasi dan (3) maturasi.

  • Universitas Gadjah Mada 7

    Keradangan

    Jaringan yang mengalami kerusakan menyebabkan disrupsi pembuluh darah

    dan ekstravasasi darah ketempat luka. Darah yang membeku sebagai hasil hemostasis

    dipergunakan untuk migrasi sel matriks ekstraseluler. Platelet tidak hanya memfasilitasi

    formasi proses hemostasis, namun jugs mensekresikan beberapa mediator

    kesembuhan luka seperti PDGF (Platelet Derived Growth factor), yang mengaktivasi

    makrofag dan fibroblas. Dalam keadaan tidak ada hemoragi, platelet tidak akan

    bermanfaat terhadap kesembuhan luka. Berbagai vasoaktif mediator dan kemotaktik

    faktor yang dihasilkan melalui proses koagulasi dan jalur faktor kemotaksis dan sel

    parenkim aktif atau luka. Substansi ini akan menarik leukosit pada daerah luka (Singer

    dan Clarck, 1999).

    Gambar 3: Luka pada kulit hari ke-3 setelah luka (Singer dan Clarck, 1999).

    Infiltrasi neutrofil akan membersihkan daerah luka terhadap adanya partikel

    asing dan bakteri kemudian dihancurkan oleh proses fagositosis makrofag. Sebagai

    respon terhadap kemoatraktan spesifik (protein matriks ekstraseluler, Transforming

    growth factor , dan monocyte chemoattracttant-1), monosit juga menginfiltrasi tepi luka

    kemudian menjadi makrofag aktif yang mengeluarkan growth factor seperti PDGF dan

    VEGF (vascular endothelial growth factor) yang menginisiasi formasi jaringan granulasi.

    Makrofag berikatan dengan protein spesifik dari matriks ekatraseluler melalui reseptor

    integrin, yang selanjutnya akan menstimulasi fagositosis mikroorganisme dan fragmen

    dari matriks ekstraseluler. Sitokin Iainnya seperti : transforming Growth factor,

    transforming growth factor , lnterleukin-1 dan Insulin-like growth factor 1 juga

  • Universitas Gadjah Mada 8

    diekspresikan oleh monosit. Monocyte dan Makrophag derived growth factor selalu

    diperlukan untuk inisisasi dan propagasi formasi jaringan Baru di daerah Iuka

    Gambar 4. Luka kulit pada hari ke 5 setelah luka (Singer dan Clarck, 1999).

    Epitelialisasi

    Reepitelialisasi dimulai dalam beberapa jam setelah luka. Sel epidermis kulit akan

    mengeluarkan jendalan darah dan stroma yang rusak dari permukaan luka. Pada waktu

    yang sama, sel akan berubah termasuk retraksi tenofilamen intraseluler; terputusnya

    kebanyakan desmosoma interseluler yang memungkinkan adanya hubungan antar sel; dan

    formasi filamen aktin sitoplasma perifer yang menyebabkan sel-sel bergerak. Selanjutnya

    sel-sel epidermis dan dermis akan lepas, disebabkan terputusnya hubungan

    hemidesmosomal dengan membrana basalis, yang memungkinkan sel epidermis dapat

    bergerak ke lateral.

  • Universitas Gadjah Mada 9

    Gambar Reepitelialisasi pada luka kulit babi (Snger dan Clarck, 1999)

    Ekspresi reseptor integrin pada sel epidermis memungkinkan untuk

    berinteraksi dengan berbagai protein matriks ekstraseluler (fibronektin dan

    vitronektin) yang akan berselang seling dengan kolagen stromal tipe-1 pada tepi luka

    dan menjalin dengan jendalan fibrin pada ruang luka. Migrasi epidermis akan

    memotong luka, memisahkan dan mengeringkan keropeng dari jaringan hidup.

    Degradasi matriks ekstraseluler, yang dibutuhkan jika sel epidermis bermigrasi

    antara kolagen dermis dan fibrin keropeng tergantung pada produksi kolagenase

    oleh sel epidermis sebagaimana aktivasi plasmin oleh aktivator plasminogen yang

    diproduksi oleh sel epidermis. Aktivator epidermis juga mengaktifkan kolagenase

    (matriks metalloproteinase-1) dan memfasilitasi degradasi kolagen dan protein

    matriks ekstraseluler. Satu sampai dua hari setelah luka, sel epidermis tepi luka

    mulai berproliferasi. Stimulus migrasi dan proliferasi sel epidermis selama

    reepitelialisasi mungkin berkaitan dengan tidak adanya sel tetangga pada tepi luka

    (the free edge effect) yang memberi sinyal untuk bermigrasi dan berproliferasi.

    Keluarnya growth factor lokal dan meningkatnya ekspresi reseptor growth factor

    kemungkinan juga akan menstimulasi proses ini. Menyebabkan persaingan termasuk

    epidermal growth factor, transforming growth factor dan keratinocyte growth factor.

    Seperti reepitelialisasi yang terjadi , protein membran basalis muncul kembali dengan

    rangkaian yang urut dari tepi luka kearah dalam. Sel-sel epidermis kembali ke fenotipenya,

    sekali lagi berada pada membrana basalis dan dermis.

  • Universitas Gadjah Mada 10

    Formasi jarinqan granulasi

    Stroma baru kemudian sering disebut sebagai jaringan granulasi, dimulai

    dengan masuk ke ruang luka kira-kira 5 hari setelah luka. Berbagai kapiler

    mendukung stroma baru dalam ujud jaringan granuler. Makrofag, fibroblas dan

    pembuluh darah bergerak ke ruang luka dalam waktu yang sama. Makrofag menjadi

    sumber grwoth factor yang perlu untuk stimulasi fibroplasia dan angiogenesis.

    Fibroblas menghasilkan matriks ekstraseluler baru yang perlu untuk mendukung

    pertumbuhan kedalam, dan pembuluh darah untuk mengangkut oksigen dan nutrisi

    yang diperlukan untuk mendukung metabolisme sel. Growth factor, kususnya PDGF

    dan TGF 1, bersama-sama dengan molekui matriks ekstraseluler memacu fibroblas

    dari jaringan sekitar luka untuk berproliferasi, mengekspresikan reseptor integrin

    yang sesuai dan berpindah kedalam ruang luka. Sebaliknya, PDGF mempercepat

    kesembuhan luka pada kondisi radang kronis dan ulcer diabetes, sementara fibroblas

    growth factor digunakan untuk menanggulangi gangguan kronis.

    Struktur molekul yang baru dibentuk matriks ekstraseluler membentuk jaringan

    granulasi yang berupa tangga-tangga atau pipa-pipa untuk migrasi sel. Molekul

    tersebut termasuk fibrin, fibronektin dan asam hialuronat. Kenyataannya munculnya

    fibronektin dan reseptor integrin yang sesuai akan mengikat fibronektin, fibrin atau

    keduanya. Fibroblas bertanggung jawab untuk sintesis, deposisi dan remodelling

    matriks ekstraseluler. Sel bergerak ke dalam jendalan darah atau melintasi fibrin atau

    anyaman matriks ekstraseluler mungkin membutuhkan sistem proteolitik aktif yang

    dapat memecah jalan untuk migrasi sel. Berbagai enzym derivat fibroblas sebagai

    tambahan serum derivat plasmin juga merupakan kandidat yang berpotensi pada jalan

    ini, termasuk aktivator plasminogen, kolagenase, gelatinase A dan stromelysin.

    Setelah bermigrasi kedalam luka, fibroblas memulai sintesis matriks ekstraseluler.

    Sedikit demi sedikit posisi matriks ekstraseluler diganti oleh matriks kolagen, kemungkinan

    sebagai hasil aksi TGF 1. Fibroblas kemudian berhenti memproduksi kolagen, dan

    fibroblas yang kaya jaringan granulasi ditempatkan oleh keropeng yaitu sel yang relatif

    tanpa inti. Sel pada luka kemudian mengalami apoptosis yang dipacu oleh sinyal yang

    tidak diketahui asalnya.

    Neovaskularisasi

    Formasi pembuluh darah baru sangat perlu untuk mendukung jaringan

    granulasi yang baru. Angiogenesis merupakan proses yang kompleks berkaitan

    dengan matriks ekstraseluler pada luka seperti halnya migrasi dan stimulasi mitogenik

    sel endothel. lnduksi angiogenesis pada awalnya dilengkapi dengan fibroblas growth

  • Universitas Gadjah Mada 11

    factor asam atau basa. Selanjutnya beberapa molekul akan ditemukan pada aktivitas

    angiogenesis tersebut. Urutan kejadian angiogenesis adalah sebagai berikut : Luka

    yang terjadi menyebabkan destruksi jaringan dan hipoksia. Faktor angiogenesis

    seperti asam dan basa fibroblast growth factor selanjutnya dikeluarkan oleh makrofag

    setelah sel rusak, dan produksi VEGF oleh sel epidermis yang distimulasi kondisi

    hipoksia. Enzim proteolitik kemudian dikeluarkan kedalam jaringan konektif dari

    protein matriks ekstraseluler terdegradasi. Fragmen dari protein ini akan menarik

    monosit darah perifer ke tepi luka. Ketika monosit menjadi makrofag aktif, makrofag

    akan mengeluarkan faktor angiogenesis. Makrofag-faktor angiogenesis menstimulasi

    sel endotel untuk mengeluarkan aktivator plasminogen dan prokolagenase. Aktivator

    plasminogen mengubah plasminogen menjadi plasmin, sedangkan prokolagenase

    menjadi kolagenase aktif. Masing-masing protease kemudian bergerak ke membrana

    basalis, fragmentasi membrana basalis memungkinkan sel endotel distimulasi oleh

    faktor angiogenesis untuk berpindah dan membentuk pembuluh darah baru. Luka diisi

    oleh jaringan granulasi baru, angiogenesis berhenti dan beberapa pembuluh darah

    baru dihancurkan melalui proses apoptosis. Program kematian sel kemungkinan

    diatur melalui berbagai molekul matriks seperti thrombospondins-1 dan 2, dan faktor

    antiangiogenesis, seperti angiostatin, endostatin dan angiopoietin 2.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka.

    Meskipun secara alamiah kesembuhan luka berjalan dengan sendirinya, banyak

    faktor dapat mempengaruhi kesembuhan luka, sehingga mekanisme yang seharusnya

    terjadi menjadi terhambat, sehingga kesembuhan berjalan lambat atau tidak terjadi

    sama sekali. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses kesembuhan luka antara

    lain : (1) Faktor Umum : defisiensi protein, defisiensi vitamin A, defisiensi asam

    askorbat, defisiensi Zn, obesitas, faktor genetik, anemia, leukopenia, hormon dan umur.

    (2) faktor Lokal : Vaskularisasi lokal, trauma luka, hematoma, durasi operasi, infeksi,

    adanya benda asing, jahitan yang tidak baik serta suplai nervus (Archibald, 1974).

  • Universitas Gadjah Mada 12

    Gambar 6. Neovaskularisasi kulit babi (Singer dan Clarck, 1999)

  • Universitas Gadjah Mada 13

    Pustaka Acuan

    Archibald, J., 1974, Canine Surgery, 2 ed, 22-29.

    Baratawidjaja, K.G., 2002, Imunologi Dasar, Edisi ke 5,Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia, Jakarta,314-325

    Celloti, F and Laufer, S., 2001, Inflammation, Healing and Repair Synopsis, J. Phar. Res.,

    Vol. 43, No. 5, 2001

    Cotran, R.S., Kumar, V., and Robbins, S.L., 1994, Robbins Pathologic basis of

    Disease, 5 ed, WB. Saunders Company, Philadelphia, London, toronto,

    Montreal, Sydney, Tokyo,51-92.

    NN, 2003, Inflammation, Tissue repair and Fever dalam

    Connection.lww.com/go/porth, Chapter 9. halaman 150-167.

    Romo III, T.,2001, Skin Wound Healing, JMS., sepetmber 10, 2001, Department of

    Otolaryngology, Division of Plastic Surgery and reconstructive Surgery, New York

    Eye and ear Infirmy,

    Singer, A.J. and Clarck, R.A.F., 1999, Cutaneous Wound Healing, NEJM, Vol 341,

    September 2, 1999, Number 10, pp. 738-746

    Thomson, R.G., 1978, General Veterinary Pathology, W.B. Saunders Company,

    Phyladelphia, London, Toronto, 152-211.