Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

22
SEJARAH LAHIRNYA QO’IDAH FIQHIYAH Diajukan untuk salah satu tugas mata kuliah: Aplikasi Qawa’id Fiqhiyyah Dalam Istinbath Hukum Dosen Pembimbing: Dr. H. Sutrisno, RS, M.Ag Oleh: Wildana Setia Warga Dinata (08 3911015) Zaenal Arifin (08 3911016) PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA PROGRAM PASCA SARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER

description

Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintasan Sejarah

Transcript of Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

Page 1: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

SEJARAH LAHIRNYA QO’IDAH FIQHIYAH

Diajukan untuk salah satu tugas mata kuliah: Aplikasi Qawa’id

Fiqhiyyah Dalam Istinbath Hukum

Dosen Pembimbing:

Dr. H. Sutrisno, RS, M.Ag

Oleh:

Wildana Setia Warga Dinata (08

3911015)

Zaenal Arifin (08 3911016)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

PROGRAM PASCA SARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER

MARET 2013

Page 2: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Qawaid fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) merupakan salah satu kebutuhan bagi kita

semua. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah

dalam menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-

masalah fiqh dan lebih arif dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang

berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan

lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya

dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan

berkembang dalam masyarakat. Hal ini tidak lain karena kaidah fiqh sebagai hasil

dari cara berfikir induktif, dengan meneliti materi-materi fiqh yang banyak sekali

jumlahnya yang tersebar di dalam ribuan kitab fiqh.

Jika kita lihat, sejarah perkembangan hukum Islam (Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami)

tidak menguraikan qawaid fiqhiyyah secara komperhensif (menyeluruh). Kitab-kitab

sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji qawaid fiqhiyyah, apalagi sampai

menjelaskan kegunanaan (urgensi) dan kedudukannya dalam hukum Islam. Dengan

demikian, penelusuran terhadap sejarah pertumbuhan, perkembangan dan

pengkodifikasian qawaid fiqhiyyah sangat penting dilakukan. Penelusuran tersebut,

sedikit banyak akan dapat memberikan kejelasan tentang kegunaan (urgensi) dan

kedudukan qawaid fiqhiyyah dalam hukum Islam. Begitu juga, tentang latar belakang

sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji qawaid fiqhiyyah secara

menyeluruh.

Untuk itu penulis merasa perlu untuk melakukan sebuah kajian mengenai kaidah-

kaidah fiqhiyah ini yang nantinya kan menjadikan sebuah pemahaman secara

komprehensip tentang masalah kaidah fiqhiyah ini. Namun pada kesempatan kali ini

penulis hanya membahas pada seputar sejarah kaidah fiqhiyah tersebut.

Page 3: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

2

B. Rumusan Masalah

Agar supaya pada pembahasan kali ini tidak melebar dan fokus, maka penulis

merumskan sebuah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa Pembentukan?

2. Bagaimana Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa Perkembangan

dan masa kematangan?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mendiskripsikan Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa

Pembentukan.

2. Mendeskripsikan Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa

Perkembangan dan masa kematangan.

Page 4: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Dalam pengertian ini ada dua term yang perlu penulis jelaskan terlebih

dahulu, yaitu qawaid dan  fiqhiyah.

Kata qawaid merupakan bentuk jama' dari kata qaidah, dalam istilah bahasa

Indonesia dikenal dengan kata 'kaidah' yang berarti aturan atau patokan, dalam

tinjauan terminologi kaidah mempuyai beberapa arti. Ahmad ash-Syafi'i dalam

Bukunya Ushul Fiqih Islami menyatakan bahwa kaidah adalah:

كثيرة جزئيات حكم منها واحدة كل تحت يندرج التى الكلية القضايا

Arinya: "Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan

hukum juz'i yang banyak".1

Sedangkan bagi mayoritas ulama ushul mendefinisikan kaidah dengan:

جزئياته جميع على ينطبق كلي حكم

Artinya: "Hukum yang biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar

bagian-bagiannya". 2

Sedangkan arti Fiqhiyah diambil dari kata al-fiqh yang diberi tambahan ya'

nisbah yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan. Secara etimologi

makna fiqih lebih dekat dengan mekna ilmu sebagaimana yang banyak dipahami oleh

para sahabat, makna tersebut diambil dari firman Allah SWT:

الدين فى ليتفقهوا

Artinya: "Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama"(QS. at-Taubah:

122).

Dan berdasarkan hadith Nabi SAW

الدين فى يفقهه خيرا به الله يرد من

Artinya: "Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya diberikan

kepadanya kepahaman dalam agama".(HR. Bukhari Muslim)1 Ahmad Muhammad Asy-Syafii, Ushul Fiqh Al-Islami (Iskandariyah Muassasah Tsaqofah Al

Jamiiyah, 1983), 4.2 Fathi Ridwan, Min Falsafatil Tasyri' Islam, (Kairo: Darul katib al-Araby, 1969), 171-172.

Page 5: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

4

Dari uraian pengertian diatas baik mengenai Qawaid maupun Fiqhiyah maka

yang dimaksud dengan Qawaidul Fiqhiyah adalah sebagaimana yang dikemukakan

oleh Imam tajjudin as-Subki:

منها أحكامها يفهم كثيرة جزئيات عليه ينطبق الذى الكلى األمر

Artinya: "Suatu perkara yang bersesuaian dengan juziyah yang yang banyak yang

dari padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu".3

Atau dengan kata lain:

إليها قصد التى واألغراض أحكامه الشارع عليها بنى التى باألسس المتعلقة الفضايا

بتشريسعه

Artinya: "Hukum-hukum yang berkaitan dengan asas hukum yang di bangun oleh

syari' serta tujuan-tujuan yang dimaksud dalam pensyariatannya".4

B. Masa Pembentukan

Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah sebenarnya tidak terlepas dari masa terdahulu,

yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW, masa Sahabat, dan masa Tabi’in. Pada

masa-masa ini keberadaan sebuah ilmu masih dalam bentuk bakunya yang bersumber

dalam Al-Quran maupun keterangan-keterangan Nabi Muhammad yang dikenal

dengan Sunnah. Konteks keilmuan secara umum pada abad-abad pertama belum

memiliki sistematika dan metodologi khusus. Hal ini disebabkan segala persoalan

yang dihadapai ketika itu dijelaskan secara langsung oleh Nabi Muhammad.

Akibatnya ijtihad yang masih berada diantara benar atau salah tidak diperlukan. Akan

tetapi, benih-benih kaidah sebenarnya sudah ada semenjak masa Nabi.5

Beliau adalah penjelas utama dari kandungan ayat-ayat al-Quran dalam

menghadapi problematika kehidupan yang memerlukan hukum baru. Di sisi lain,

Rasululah akan menggali hukum dengan beristinbat terhadap ayat-ayat al-Quran

apabila keterangannya masih global. Prosesnya inilah yang selanjutnya melahirkan

proses pembentukan hukum-hukum Islam termasuk Qawaid Fiqhiyyah. Atas

3 Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 254 Ibid, 275 Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2004), 1

Page 6: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

5

Keterangan di atas dapat dipahami bahwa keberadaan Qawaid Fiqhiyyah pada

periode awal masih dalam tunas perkembangan.

Pada proses munculnya Qawaid Fiqhiyyah dapat dikelompokan dalam tiga

fase, yaitu:6

1. Periode Nabi Muhammad SAW

Berlangsung selama 22 tahun lebih (610-632 H), dan zaman tabi’in serta tabi’

tabi’in yang berlangsung selama 250 tahun (724-974 M / 100-351 H). Tahun 351 H /

1974 M, dianggap sebagai zaman kejumudan, karena tidak ada lagi ulama pendiri

mazhab. Ulama pendiri mazhab terakhir adalah Ibn Jarir al-Thabari (310 H/ 734 M),

yang mendirikan mazhab jaririyah.

Dengan demikian, ketika fiqh telah mencapai puncak kejayaan, kaidah fiqh

baru dibentuk dan ditumbuhkan. Ciri-ciri kaidah fiqh yang dominan adalah Jawami

al-Kalim (kalimat ringkas tapi cakupan maknanya sangat luas). Atas dasar ciri

dominan tersebut, ulama menetapkan bahwa hadith yang mempunyai ciri-ciri tersebut

dapat dijadikan kaidah fiqh. Oleh karena itulah periodesasi sejarah kaidah fiqih

dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Pada periode ini, tidak ada spesialisasi ilmu tertentu yang dikaji dari al-Qur’an

dan al-Hadith. Semangat Sahabat sepenuhnya dicurahkan kepada jihad dan

mengaplikasikannya apa yang diperoleh dari Nabi berupa ajaran al-Qur’an dan al-

Hadith. Ilmu pengetahuan hanya berkisar pada masalah qira’ah dan mendengarkan

Hadith-Hadith Nabi serta mengaplikasikan dan mengembangkan hukum-hukum yang

telah ditetapkan oleh Nabi ketika menghadapi persoalan-persoalan yang baru.

Artinya pada masa Nabi ini setiap ada permasalahan yang muncul, oleh

sahabat langsung ditanyakan kepada Nabi. Hadith-Hadith Nabi yang membicarakan

tentang hukum, banyak memaki pola qaidah umum yang artinya dapat mencakup dan

menempuh seluruh persoalan-persoalan fiqih (Jawami’ al Kalim). Seperti Hadith

yang berbunyi:7

6 Ibid, 127 Al-Allamah Jalal Al-Faqih Mustafa Dziraq, Qawa’id Fiqhiyyah (Jiddah: Da’r al-Basyir, 2000), 90

Page 7: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

6

a. بالضمانالخرج  (hak menerima hasil karena harus menanggung kerugian)

b. kerusakan yang dibuat oleh kehendak binatang sendiri) العجماء جرحها جبار

tidak dikenakan ganti rugi)

Menurut para ahli fiqih, Hadith-Hadith diatas berbentuk ungkapan yang

berpola qaidah fiqih. Walaupun Hadith tersebut secara formal belum disebut kaidah

tetapi tetap sebagai hadith saat itu, seperti:

a. Pinjaman adalah amanah

b. Hutang harus dibayar

c. Orang yang menjamin adalah penanggung

Hadith-Hadith diatas memiliki arti umum yang mencakup beberapa aspek

hukum dan merangkul masalah-masalah yang bersifat subordinatif.

Berdasarkan uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa dari sekian ribu Hadith

terdapat Hadith-Hadith yang memiliki karakter yang sama dengan kaidah fiqih yang

keberadaannya sangat penting dalam ilmu fiqh.8

2. Periode Sahabat

Sahabat juga berjasa dalam ilmu kaidah fiqh, karena turut serta membentuk

kaidah fiqh. Para sahabat dapat membentuk kaidah fiqh karena dua keutamaan, yaitu

mereka adalah murid Rasulullah SAW dan mereka tahu situasi yang menjadi

turunnya wahyu dan terkadang wahyu turun berkenaan dengan mereka.

Athar (pernyataan) sahabat yang dapat dikatagorikan Qawaid Fiqhiyyah

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pernyataan Umar bin Khatab ra (w.23 H) yang diriwayatkan oleh al-Bukhari

(w. 256 H) dalam kitabnya Shahih al-Bukhari:

  الشروط عند الحقوق Penerimaan) مقاطع hak berdasarkan kepada syarat-

syarat).

b. Pernyataan Ali bin Abi Thalib ra (w. 40 H) yang diriwayatkan oleh Abd al-

Razaq (w.211 H): عليه ضمان فال الزبح قاسم Orang) من yang membagi

keuntungan tidak harus menanggung kerugian).

8 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit, 9

Page 8: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

7

Athar Umar bin Khatab ra di atas menjadi kaidah dalam masalah syarat. Athar

Ali bin Abi Thalib menjadi kaidah yang subur dalam bidang persoalan harta benda,

seperti mudharabah dan syirkah.9

3. Periode Tabi’in

Mengenai keberadaan Qawaid Fiqhiyyah pada masa tabi’in, bisa dikatakan

pada masa ini adalah masa awal perkembangan fiqih. Dimana hal yang menonjol

pada masa ini yaitu dimulai pendasaran terhadap ilmu fiqih. Pada periode ini juga

ditandai dengan munculnya para ulama-ulama fiqih atau para pembesar dan murid-

muridnya yang memberikan pengarahan-pengarahan kepada kelompok masarakat

yang mengkaji fiqih ketika itu. Kelompok kajian ini pada setiap daerah biasanya di

kepalai oleh para tabi’in seperti:10

a. Said bin Musayyab di Madinah,

b. Atha bin Abi Rabah di Makah,

c. An-Nakahi di Kuffah,

d. Hasan al basri di Basrah,

e. Makhul di Syam, dan

f. Thawus di Yaman.

Berbeda dengan masa Khulafa al-Rasyidun, pada masa ini kajian fiqih masuk

dan lebih condong pada wilayah teori. Banyak hukum fiqih yang di produksi oleh

proses penalaran terhadap teori di bandingkan hukum fiqih yang di hasilkan dari

pemahaman terhadap kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya yang disamakan

dengan kasus baru. Sehingga, fiqih tidak hanya mampuh menjelaskan persoalan-

persoalan Waqi’iyyah (aktual) namun lebih dari itu.

C. Masa Perkembangan Dan Pembentukan

Uraian mula-mula metode ini diberi nama atau di kenal dengan al-Qowaid

atau ad-Dhawabid, al-Faruq, al-Alghaz, Muthorohat al- Afrad, Maarif al-Afrad dan

9 Nur Aslami, Sejarah Qaidah Fiqhiyah, (http://nurieas.blogspot.com, 2011) diakses tanggal 20 Maret 2013

10 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit, 12-13

Page 9: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

8

al-Khiyal.11 Melalui proses yang panjang dalam masa perkembangan dan

pembentukan akhirnya melahirkan nama baku untuk kajian keilmuan ini yaitu Ilmu

al-Qawaid al-Fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqih) atau dalam terminolgi lain dikenal al-

Asybah wa al-Nazhair (hal yang serupa dan sebanding).12

1. Masa Perkembangan

Perkembangan Qawaid fiqhiyyah terjadi pada masa tabi’in. Pada periode ini

adalah adalah masa awal perkembangan fiqh karena pada masa inilah dimulai

pendasaran terhadap ilmu fiqih. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa ada masa

pendasaran ini adalah awal dari kecenderungan fiqih untuk berada pada wilayah teori.

Hal ini berbeda dengan masa khulafa al-rasyidun yang menjadikan fiqih berada dalam

wilayah praktek sebagaimana yang ada pada masa Nabi.

Dengan masuknya fiqih pada wilayah teori, banyak hukum fiqih yang di

produksi oleh proses penalaran terhadap teori di bandingkan hukum fiqih yang di

hasilkan dari pemahaman terhadap kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya yang

disamakan dengan kasus baru. Sehingga, fiqih tidak hanya mampuh menjelaskan

persoalan-persoalan waqi’iyyah (aktual) namun lebih dari itu. Disamping itu juga,

periode ini merupakan awal perubahan fiqih dari sifatnya yang Waqi’iyah (aktual)

menjadi nazariyyah (teori).13

Setelah melewati masa pendasarannya ilmu fiqh mengalami perkembangan

yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan madzhab-

madzhab yang diantaranya adalah madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Madzhab

Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ahmad) sebagaimana yang telah kita ketahui.

Perkembangan berikutnya mengalami perkembangan yang sangat signifikan, dari

menulis, pembukuan, hingga penyempurnaannya pada akhir abad ke-13 H.

2. Masa Pembentukan

11 Al-Allamah Jalal Al-Faqih Mustafa Dziraq, Qawa’id Fiqhiyyah (Jiddah: Da’r al-Basyir, 2000), 13412 A. Djazuli, Kidah-Kaidah Fiqih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-

Masalah yang Praktis (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2010), 713 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit,

Page 10: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

9

Sulit diketahui siapa pembentuk pertama kaidah fiqih yang jelas dengan

meneliti kitab-kitab kaidah fiqih dan masa pembentukannya secara bertahap dalam

proses sejarah hukum Islam. Walaupun demikian, dikalangan ulama di bidang fiqih

menyebutkan bahwa Abu Thahir al-Dibasi, ulama dari mazhab Hanafi yang hidup

diakhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 H telah mengumpulkan Kaidah fiqih mazhab

Hanafi sebanyak 17 kaidah.14

Kemudian Abu Saad Al-Harawi, seorang ulama mazhab Syafi’i mengunjungi

Abu Thahir dan mencatat kaidah fiqih yang dihafalkan oleh Abu Thahir. Setelah

kurang lebih seratus tahun kemudian, datang Ulama besar Imam Abu Hasan al-

Karkhi yang kemudian menambah kaidah fiqih dari Abu Thahir menjadi 37 kaidah.

Keterangan diatas menerangkan bahwa kaidah-kaidah fiqih muncul pada akhir

abad ke-3 Hijriah. Ketika itu, tantangan dan masalah-masalah yang harus dicarikn

solusinya bertambah beriringan meluasnya wilayah kekuasaan kaum muslim. Maka

para Ulama membutuhkan metode yang mudah untuk menyelesaikan masalah

kemudian muncullah kaidah-kaidah fiqih. Dalam buku kaidah-kaidah fiqih karangan

A. Djazuli digambarkan bahwa skema pembentukan kaidah fiqih adalah sebagai

berikut:15

14 A. Djazuli, Op. Cit, 1215 Ibid, 13-14

Pengujian Kaidah (5)

Qanun (8)Fiqh (7)Kaidah Fiqh (6)

Kaidah Fiqh (4)Fiqh (3)Ushul Fiqh (2)Al-Qur’an, Hadith (1)

Page 11: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

10

D. Masa Kematangan dan Penyempurnaan

1. Masa Kematangan

Menurut. data sejarah bahwa ahli fiqih yang pertama kali menekuni kaidah

dan memperluas sampai pada furu’nya untuk dijadikan kaidah adalah ahli fiqih dari

kalangan mazhab Hanafi seperti yang dilakukan oleh Imam Muhammad dalam kitab

al-Ashal. Adapun orang yang pertama kali memberikan informasi tentang

pengumpulan kaidah fiqhiyyah dalam mazhab Hanafi adalah Imam al-Ala’i al-

Ayafi’i, al-Suyuti dan Ibnu Nujaim.16

Sedangkan dari mazhab syafi’i ialah Abu Saad Al-Harawi yang mengunjungi

Abu Thahir dan mencatat kaidah fiqih yang dihafalkan oleh Abu Thahir. Setelah

kurang lebih seratus tahun kemudian, datang Ulama besar Imam Abu Hasan al-

Karkhi yang kemudian menambah kaidah fiqih dari Abu Thahir menjadi 37 kaidah.

Pada abad ke-5, Imam Abu Zaid al-Dabusi menambah jumalah kaidah imam

karakhi. Oleh sebab itu, diperkirakan abad ke-4 H adalah tahap kedua dari periode

kemunculan dan awal penulisan kaidah fiqhiyyah. Hal ini terbukti dengan ditemukan

kitab tentang qaidah pada abad ini.12 Yaitu kitab Ta’sir al-Nadlar karya al-Dabusi.

Setelah ini, baru pada abad ke-6 muncul satu kitab yang ditulis oleh Ala’uddin

Muhammad bin ahmad al-Samarqandi dengan judul Idhah al-Qaidah.

Pada abad ke-7 H qaidah fiqhiyyah mengalami perkembangan yang sangat

signifikan walaupun terlalu dini untuk dikatakan matang. Diantara ulama yang

menulis kitab qaidah pada abad ini adalah Al Allamah bin Ibrohim AL Jurjani al

Sahlaki (W. 613 H) dengan karyanya al-qawaid fi furu’I al Syafi’iyyah, Imam

Izzudin Abdul as Salam (w. 660 H) dengan karyanya Qawaid al-Ahkam fi mashalih

al Anam, Muhammad bin Abdullah bin Rasyid al Bakri al Qafshi (w. 685 H) dengan

karyanya Al Mudzhab fi Qawaid al Madzhab.

Abad ke-8 H adalah masa perkembangan dan dan kemajuan dari qoidah fiqih.

Para ulama fiqih ikut andil besar dalam kemajuan ini. Urutan kitab-kitab qa’idah

terkenal yang ditulis pada abad ini sebagai berikut:

16 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit, 33-34

Page 12: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

11

a) Al-asybah wa al nazair, karya ibnu wakil as-syafi’i (w.716 H),

b) Kitab Al-qawa’id, karya maqori al-maliki (w.758 H),

c) Al-ma’ju’ al-mudzhab fi dlabti qawa’idi al-mazhab, karya al-la’i Al-

Ayafi’i. (w.761 H),

d) Al-Sybah wa al-Nazair, karya Tajuddin al-subkhi al-Syafi’i (w.771 H),

e) Al-Sybah wa al-Nazair, karya jamaluddin Al-isnawi Al-syafi’ i(w.772 H),

f) Al-Mantsur fi al-qawaid, karya bahruddin al-Zarkasyi al-Syafi’I (w.794

H),

g) Al- Qawa’id fi al-fiqhi, karya ibnu rajab al-hambali (w.795), dan

h) Al-Qawa’id fi al-Furu’, karya Ali bin Utsman al-Ghazi (w.799).

Pada abad ke-9 H bermunculan karya-karya baru yang masih menggunakan

metode lama. seperti ibnu mulaqqin(804 H) menulis kitab Qa’idah dengan mengikuti

pola kitab subkhi.kitab-kitab lainnya adalah:17

a) Asman al-Maqhasaid fi tahrir al-Qawa’id, karya Muhammad bin Muhammad

Al-Zubairiy(w.707 H)

b) Al-qawa’id; karya ibnu Haa’im al-Mqdisi (w.713 H). di samping itu, dia juga

menyeleksi kitab, Al-majmu’u Al- Muhadzab fi Qawa’idi Al-Mazhab, karya

al-‘Ala’i. kitab itu ia beri nama; Tahriru Al-Qawaidi al-‘Alayyah wa Tamhidu

al-Masaliki Al-fiqhiyyah,

c) Al-Qawaid, karya Taqiyuddin al-Hisniy (W.829 H)

d) Nazmu al-dakhoir fi al-asybah wa al-Nazair; karya Abdurrahman bin ali al

muquddasi yang biasa di panggil dengan;syuqair (w.876 H), dan

e) Al-Qawa’id wa al-dlawaabid karya abdul hadi (w.880 H).

17 Ibid, 38

Page 13: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

12

2. Masa Penyempurnaan

Setelah melewati masa pertumbuhan, masa perkembangan dan masa

kodifikasi akhirnya tibalah pada penyempurnaan qaidah fiqih yang dilakukan oleh

para pengikut dan pendukungnya. Periode ini ditandai dengan munculnya kitab

Majallah al Ahkam al Adliyyah. Melalui pengumpulan dan penyeleksian kitab-kitab

fiqih yang kemudian di bukukan dan di gunakan sebagai sumber acuan dalam

menetapkan hukum di beberapa Mahkamah pada masa pemerintahan Sultan Al Ghazi

Abdul Aziz Khan al Utsmani pada akhir abad ke-13 H.18

18 Ibid, 49-50

Page 14: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

13

BAB III

PENUTUP

Menurut penuis bahwa qawaid fiqihiyyah adalah sebuah metamorfosa ilmu

hukum yang tumbuh dan berkembang hingga sempurna itu tidak terlepas dari para

pendahulu kita yang berawal dari Nabi Muhammad SAW, Para sahabat Nabi,

Tabi’in, dan hingga tabi’in at-tabi’in yang sangat berjasa dalam pengadaan dan

penyempurnaannya.

Kaidah fiqih ini tumbuh dan berkembang setelah wafatnya Nabi Muhammad

SAW. Jika pada masa Nabi suatu masalah yang terjadi waktu itu, oleh para sahabat

langsung di hadapkan pada beliau akan tetapi setelah beliau wafat, banyak

bermunculan persoalan-persoalan baru yang tidak ada pada masa Nabi. Disinilah

mulai muncul Ijtihad dan penalaran-penalaran para mujtahid dalam memecahkan

persoalan hukum yang tentu dalam metode pengambilan hukumnya disandarkan

kepada al-Qur’an dan Al Sunnah.

Page 15: Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah

14

DAFTAR PUSTAKA

A. Djazuli,. 2010. Kidah-Kaidah Fiqih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam

Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis (Jakarta: Fajar Interpratama

Offset.

Abbas, Ahmad Sudirman. 2004. Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah. Jakarta: Radar Jaya

Offset.

Aslami, Nur. 2011. Sejarah Qaidah Fiqhiyah, (http://nurieas.blogspot.com, 2011)

diakses tanggal 20 Maret 2013

as-siddiqy, Hasbi. 1975. Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Asy-Syafii, Ahmad MuhammaD. 1983. Ushul Fiqh Al-Islami. Iskandariyah

Muassasah Tsaqofah Al Jamiiyah.

Dziraq, Al-Allamah Jalal Al-Faqih Mustafa. 2000. Qawa’id Fiqhiyyah Jiddah: Da’r

al-Basyir.

Dziraq, Al-Allamah Jalal Al-Faqih. 2000. Mustafa Qawa’id Fiqhiyyah Jiddah: Da’r

al-Basyir.

Ridwan, Fathi. 1969. Min Falsafatil Tasyri' Islam, Kairo: Darul katib al-Araby.