PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS …iv PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER...
Transcript of PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS …iv PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER...
i
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016
PROFESIONALISME KONSELORMENGHADAPI ERA GLOBALISASIBengkulu, 17 Desember 2016
Diselenggarakan oleh:BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNIVERSITAS BENGKULU
Bekerja sama dengan:Ikatan Konselor Indonesia (IKI) BengkuluAsosiasi B imbingan Konseling Indonesia (ABKIN) BengkuluMusyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Bengkulu
ISBN: 978 – 602 – 8043 – 64 – 9
ii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016
PROFESIONALISME KONSELORMENGHADAPI ERA GLOBALISASI
TIM EDITOR:
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (UPI - Bandung)
Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Universitas Negeri Semarang)
Prof. Dr. Pudji Hartuti, M.Pd (Universitas Bengkulu)
Prof. Dr. Mujiran, M. Psi (Universitas Negeri Padang)
Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si. (Universitas Lampung)
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Copyright @ 2016
ISBN: 978-602-8043-64-9
Diterbitkan oleh:
Penerbitan FKIP Universitas Bengkulu
Alamat Penerbit:
Jalan WR. Supratman Kandang Limun BengkuluSumatera-Indonesia 38371
Telp : 0736- 21186email: [email protected]
iii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016DEWAN REDAKSI
Penasehat dan PenanggungJawab:
Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd (Dekan FKIP Universitas Bengkulu)
Dr. Manap, M.Pd (Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNIB)
Dr. Hadiwinarto, M.Psi (Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UNIB)
Editor:
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (Universitas Pendidikan Indonesia-Bandung)
Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Universitas Negeri Semarang)
Prof. Dr. Pudji Hartuti, M.Pd (Universitas Bengkulu)
Prof. Dr. Mujiran, M.Psi (Universitas Negeri Padang)
Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si. (Universitas Lampung)
Diterbitkan oleh:
Penerbitan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu
Alamat Penerbit:
Jalan WR. Supratman Kandang Limun BengkuluSumatera-Indonesia 38371
Telp : 0736- 21186email: [email protected]
iv
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan
Konseling FKIP UNIB 2016 dapat terwujud. Prosiding Seminar Nasional ini merupakan
kumpulan artikel/makalah baik berupa hasil penelitian dan kajian teori yang disusun dan
disajikan oleh para pakar, dosen, guru, praktisi, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi,
sekolah dan instansi di Indonesia.
Prosiding ini merupakan bagian dari kegiatan Seminar Nasional Bimbingan dan
Konseling FKIP UNIB tahun 2016 dengan tema: “Profesionalisme Konselor Menghadapi Era
Globalisasi” yang dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2016. Keberhasilan pelaksanaan
seminar nasional dan terkumpulnya artikel dalam prosiding ini tercapai berkat kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, panitia pelaksana mengucapkan terima kasih yang tulus dari
hati kami kepada:
1. Dekan FKIP Universitas Bengkulu, Bapak Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd yang telah
memberikan dukungan dan memfasilitasi semua rangkaian kegiatan seminar nasional
ini.
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Bengkulu, Bapak Dr. Manap Somantri,
M.Pd yang telah memberikan dukungan moral dan partisipasi aktif dalam kegiatan
seminar nasional ini.
3. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Bapak Dr.
Hadiwinarto, M.Psi yang telah memberikan pengarahan akademik dan teknis pada
semua rangkaian kegiatan seminar nasional ini.
4. Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd dan Guru Besar Bimbingan dan Konseling
Universitas Negeri Padang bapak Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd yang telah
meluangkan waktu untuk membagi ilmunya sebagai narasumber pada kegiatan
seminar nasional ini.
5. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Bapak Drs. Ade Erlangga, M.Si yang telah
bersedia membagikan ilmu dan berbagai informasi-informasi terkait kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah mengenai pengembangan profesionalisme guru bimbingan dan
konseling di Provinsi Bengkulu.
6. Semua anggota panitia pelaksana yang terdiri dari Bapak/Ibu dosen, mahasiswa
Bimbingan Konseling dan karyawan FKIP Universitas Bengkulu yang telah bekerja
v
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016keras dengan peran masing-masing sehingga kegiatan seminar nasional ini berjalan
dengan lancar dan sukses.
7. Bapak/ibu dosen, guru, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan sekolah-
sekolah di Indonesia yang telah memberi kontribusi menuliskan artikel ilmiah dalam
prosiding ini.
Semoga Prosiding SEMNAS BK FKIP UNIB 2016 dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktik bimbingan dan konseling di Indonesia
demi terwujudnya profesi konselor yang memiliki kompetensi dan daya saing dunia pada era
globalisasi. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tentunya prosiding ini masih memiliki
beberapa keterbatasan yang perlu dimaklumi. Saran dan kritik yang membangun akan menjadi
masukan bagi peningkatan kualitas prosiding pada masa-masa mendatang.
Bengkulu, 17 Desember 2016
Ketua Panitia
Dr. Yessy Elita, S.Psi., M.A., PsikologNIP. 19791111 200604 2001
vi
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016DAFTAR ISI
Halaman Judul
Dewan Redaksi iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
1. Kompetensi profesional konselor dalam melaksanakan konseling di eraMEA (keterampilan konseling)Oleh : Herman Nirwana
1-9
2. Pelayanan konseling diperluas (konseling spiritual)Oleh : Dr. Hadiwinarto, M.Psi
10-20
3. Bimbingan karier di era globalisasi sebuah antisipasiOleh : Bambang Suwarno dan Bernadine L. Yanwar
21-27
4. Kompetensi konselor dalam memahami nilai sosiokultural peserta didikSekolah Menengah PertamaOleh : Andika Ari Saputra dan Indah Permatasari
28-35
5. Layanan Penempatan dan Penyaluran dalam Mempersiapkan KarierSiswaOleh : Amilia Nopitasari dan Gristianty Veronica
36-43
6. Menumbuhkembangkan Karakter Peserta DidikOleh : E. Handayani Tyas
44-48
7. Layanan Penempatan dan Penyaluran dalam Mempersiapkan KarierSiswaOleh : Heni Sulusyawati
49-54
8. Facebook sebagai alternatif media konseling yang menarik bagi siswaOleh : Hermi Pasmawati
55-61
9. Layanan Konseling Individual Berbasis Internet Sebagai AlternatifPengembangan KomunikasiOleh : Indana Zulfa
62-68
10. Pentingnya character building dalam pendidikanOleh : Junierissa Marpaung
69-79
11. Perbedaan pembelajaran bahasa kedua pada anak dan orang dewasaOleh : Irma Diani
80-83
12. Model komunikasi interpersonal guru bimbingan dan konseling dalamkonteks kelekatan sebagai upaya peningkatan psikologi sekolah siswaOleh : Dian Mustika Maya
84-89
vii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 201613. Peranan teknologi informasi dalam bimbingan dan konseling
Oleh : Asniti Karni90-96
14. Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam MembentukKesadaran Bersekolah Siswa SD di Kabupaten Banjar KalimantanSelatanOleh : Dwi Nur Rachmah
97-104
15. Strategi layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkankemampuan resolusi konflik untuk menangani konflik interpersonal siswaOleh : Khairi Bintani dan Shufiyanti Arfalah
105-112
16. Kematangan sosial remaja yang diasuh orang tua tunggal (single parent)Oleh : Melda Rumia Rosmery Simorangkir
113-120
17. Urgensi bimbingan penyuluhan Islam dalam keluargaOleh : Mirna Ari Mulyani
121-125
18. Pengaruh keterikatan kerja dan konflik pekerjaan-keluarga terhadapkepuasan kerja pada ibu yang bekerjaOleh : Nita Sri Handayani dan Intaglia Harsanti
126-136
19. Layanan bimbingan belajar dalam pendidikan yang menjadi sistemOleh : Nurlatifah Alauddin,Ismi Komariatun Nisa, Handamari AngganaRaras, Liya Husna Risqiyain
137-142
20. Profesionalisasi bimbingan dan konseling sebagai helping professionOleh : Permata Sari dan Ishlakhatus Sa’idah
143-150
21. Peningkatan Kinerja Guru BK Berkaitan Tugas dan Kewajiban konselor“Problematika Konselor yang tidak Melaksanakan Evaluasi ProgramBimbingan dan Konseling Disekolah”Oleh : Pujang Putri
150-157
22. Konseling Kelompok Sebagai Intervensi Permasalahan Siswa UsiaRemajaOleh : Rika Vira Zwagery
158-164
23. Aplikasi Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Sistem Pakar UntukMengidentifikasi Prilaku Seksual Siswa Menggunakan Visual Basic 6.0.Oleh : Selvia Tristianti Hidajat dan Sriyanto
165-171
24. Penerapan Lesson Study Untuk Meningkatkan Kualitas PembelajaranOleh : Rita Sinthia
172-177
25. Gawat Darurat Kebutuhan Profesi Konselor Disekolah DasarOleh : Dian Fithriwati Darusmin
178-183
viii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 201626. Resiko Penyalahgunaan Nafza : Apa yang Bisa Dilakukan Konselor Kota
dan DesaOleh : Eny Purwandari
184-195
27. Pergeseran Etika Dalam Komunikasi Dosen-Mahasiswa di Era DigitalOleh : Mahargyantari Purwani Dewi dan Hendro Prabowo
196-202
28. Cybercounceling : Memanfaatkan Teknologi Di Era Digital. BagaimanaKelebihan dan KelemahannyaOleh : Nidya Dudija
203-210
29. Strategi Orang Tua dalam Mengembangkan Interaksi Komunikatifdengan Anak Untuk Meningkatkan Kemampuan Membina HubunganSosial AnakOleh: Vira Afriyati
211-222
30. Tantangan Profesi Guru BK/ Konselor Sekolah Sekarang dan AkanDatangOleh: Wahid Suharmawan
223-231
31. Benarkah Standar Ganda Seksual Mempengaruhi Prilaku Seks PranikahPada MahasiswaOleh: Wahyu Rahardjo, Ajeng Furida Citra, Maizar Saputra, MetaDamariyanti, Aprillia Maharani Ayuningsih, Marcia Martha Siahay
232-238
32. Peran Outbond Management Training Terhadap Motivasi KerjasamaOleh: Wiwien Dinar Pratisti dan Zainudin
239-245
33. Profesionalisasi Konselor Di Era Globalisasi Pentingnya PeranPenyeliaan KlinisOleh: I Wayan Dharmayana
246-253
34. Membentuk Problem Focused Coping melalui Cognitive BehaviorTherapyOleh: Eko Sujadi dan Bukhari Ahmad
35. Dilema anak berbakat dalam pengambilan keputusan karierOleh: Yessy Elita
36. Pentingnya Bimbingan dan Konseling di PAUDOleh: Mona Ardina
37. Penerapan Pendidikan Karakter Berbasis Religi Dalam PembelajaranPendidikan Agama IslamOleh: Arsyadani Mishbahuddin
254-261
262-267
268-276
277-286
277
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RELIGI
DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Arsyadani Mishbahuddin
E-mail: [email protected]
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu
Abstrak
Pendidikan karakter berbasis religi ini mengupayakan pendidikan yang mengembangkanpotensi peserta didik, membantu menemukan pribadi peserta didik yang berkarakter danberbudaya, menanamkan nilai-nilai karakter yang terpuji secara konsisten pada diri individu(peserta didik) diiringi dengan penanaman nilai-nilai agama di dalamnya. Prinsippembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengupayakanagar setiap individu peserta didik dapat mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagaimiliknya dan juga dapat bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melaluitahapan mengenal, menilai, dan menentukan pilihannya, serta selanjutnya menjadikansuatu nilai sesuai dengan keyakinan diri yang ada pada setiap individu (peserta didik).Dengan prinsip tersebut, peserta didik dapat belajar melalui proses berpikir, bersikap, danberbuat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
PENDAHULUANSecara konstitusional, PAI merupakan bagian integral dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan nasional yang bersifat sistemik dan berkelanjutan agar peserta didik
menjadi orang-orang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana amanat yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Undang-Undang di atas secara tegas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional diarahkan pada pembentukan empat aspek yaitu: aspek religius, aspek moral,
aspek intelektual, dan aspek kebangsaan. Semua aspek itu diwujudkan dalam rangka
membentuk manusia yang utuh dan paripurna (insan kamil). Pendidikan agama mengambil
peran utama dalam membina aspek religius dan aspek moralitas.
Selanjutnya dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 Tentang
Pendidikan Tinggi kembali dikukuhkan wajib adanya mata kuliah pendidikan agama, yang
sudah dapat dipastikan merupakan suatu entitas utuh psikopedagogis/andragogis dalam
278
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016kurikulum program diploma dan sarjana. Secara konseptual dan paradigmatik, tujuan akhir
atau capaian pembelajaran (learning outcomes) pendidikan agama Islam adalah
terbentuknya kepribadian mahasiswa secara utuh (kaffah) dengan menjadikan ajaran Islam
sebagai landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam pengembangan keilmuan dan
profesinya. Artinya, kepribadian yang utuh hanya dapat diwujudkan apabila pada diri setiap
mahasiswa tertanam iman dan takwa kepada Allah SWT. Namun, perlu dicatat bahwa
keimanan dan ketakwaan, hanya akan terwujud apabila ditopang dengan pengembangan
elemen-elemennya, yakni: wawasan/pengetahuan tentang Islam (Islamic knowledge), sikap
keberagamaan(religion dispositions), keterampilan menjalankan ajaran Islam (Islamic skills),
komitmen terhadap Islam (Islamic committment), kepercayaan diri sebagai seorang muslim
(moslem confidence), dan kecakapan dalam melaksanakan ajaran agama (Islamic
competence). Secara keseluruhan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia sangat
diperlukan oleh setiap mahasiswa muslim agar mau dan mampu mewujudkan ajaran Islam
dalam kehidupan pribadi, pengembangan keilmuan dan profesinya secara aktif, kreatif,
cerdas, dan bertanggung jawab sebagai seorang muslim yang taat beragama.
Adanya wacana dan semangat membentuk pribadi bangsa yang berkarakter,
muncullah berbagai variasi dari pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter terdapat
banyak nilai-nilai yang wajib untuk ditumbuhkan, dikembangkan, dan dilaksanakan. Nilai-
nilai yang terdapat dalam pendidikan karakter diantaranya adalah jujur, disiplin, toleransi,
cinta tanah air dan sebagainya. Dari nilai-nilai tersebut terbentuklah banyak model
pembelajaran karakter.
Tentu saja dengan model-model pembelajaran nilai karakter yang berbeda-beda
akan semakin memudahkan guru dalam menyampaikan dan mengajarkan serta mendidik
nilai-nilai karakter pada peserta didik. Semakin mudah guru menyampaikan makin mudah
pula peserta didik dalam menangkap dan menumbuhkan nilai-nilai karakter dalam dirinya
masing-masing. Tidak dapat dikatakan mudah pula untuk dapat menerapkan nilai-nilai
karakter secara konsisten. Kita tahu bahwa kondisi yang ada pada bangsa ini telah terlalu
memprihatinkan. Sehingga perlu kerja keras untuk dapat menumbuhkan dan melaksanakan
nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam model pembelajaran pendidikan karakter terdapat beberapa variasi seperti
yang telah dipaparkan di atas, bahwa terdapat pendidikan nilai karakter dengan basis kasih
sayang, media massa, IT, agama dan sebagainya. Dari adanya berbagai basis yang dapat
digunakan untuk pembelajaran nilai karakter, dalam makalah ini penulis akan memaparkan
mengenai salah satu basis pembelajaran dari nilai-nilai karakter berbasis religi, dimana
pembelajaran nilai-nilai karakter dengan basis ini dirasa paling pokok, mendasar, dan efektif
untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter, mengontrol perilaku dan membentuk karakter
bangsa.
279
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016PEMBAHASANPendidikan Islam dan Pendidikan Karakter
Pendidikan Islam menurut Muhammad Fadhil al-Jamali dalam (Abdul Mujib, 2010:26)
mengartikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia untuk
lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga
terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun
perbuatan. Pengertian ini memiliki tiga unsur pokok dalam pendidikan Islam yaitu:
1. aktivitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong dan mengajak peserta didik
untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya. Peserta didik yang tidak memiliki
pengetahuan dan pengalaman apa-apa dibekali dan dipersiapkan dengan seperangkat
pengetahuan, agar ia mampu merespon dengan baik.
2. upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai-nilai akhlak yang luhur dan mulia.
Peningkatan pengetahuan dan pengalaman harus dibarengi dengan peningkatan kualitas
akhlak dan
3. upaya pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia baik potensi kognitif (akal), afektif
(perasaan), dan psikomotorik (perbuatan).
Ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan),
bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian akhlak
(karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang
utuh yang saling mempengaruhi. Aqidah merupakan pondasi yang menjadi tumpuan untuk
terwujudnya syari’ah dan akhlak. Sementara itu, syari’ah merupakan bentuk bangunan yang
hanya bisa terwujud bila dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan mengarah pada
pencapaian akhlak (karakter) yang seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter)
sebenarnya merupakan hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang
dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan
terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.
Pendidikan akhlak (karakter) adalah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai akhlak
yang karimah (karakter mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Di samping
membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, peserta didik juga membutuhkan
pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian (al-Abrasyi, 1987:
1). Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan
kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pelajaran akhlak (karakter) dan setiap
guru atau dosen haruslah memperhatikan sikap dan tingkah laku peserta didiknya.
Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu, akan tetapi yang
dimaksud adalah ilmu yang amaliyah. Artinya, seorang yang memperoleh suatu ilmu akan
dianggap berarti apabila ia mau mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini, Imam Al-
Ghazali mengatakan, “Manusia seluruhnya akan hancur, kecuali orang-orang yang berilmu,
280
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016semua orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal, semua orang
yang beramal pun akan hancur, kecuali orang-orang yang ikhlas dan jujur” (al-Abrasyi, 1987:
46). Al-Ghazali memandang pendidikan sebagai teknik atau skill, bahkan sebagai sebuah
ilmu yang bertujuan untuk memberi manusia pengetahuan dan watak (disposition) yang
dibutuhkan untuk mengikuti petunjuk Tuhan, sehingga dapat beribadah kepada-Nya dan
mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup.
Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Pendidikan Agama mempunyai peran yang
sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan Pasal 2 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan
Agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan
hubungan inter dan antarumat beragama.
Melihat demikian pentingnya Pendidikan Agama di sekolah dan perguruan tinggi
sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan di atas, maka Pendidikan
Agama (Islam dan yang lain) memainkan peran dan tanggung jawab yang sangat besar
dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional, terutama untuk mempersiapkan
peserta didik dalam memahami ajaran-ajaran agama dan berbagai ilmu yang dipelajari serta
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agama Islam hendaknya lebih
ditekankan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki budi pekerti atau karakter
mulia (al-akhlaq al-karimah), yang ditunjang dengan penguasaan ilmu dengan baik
kemudian mampu mengamalkan ilmunya dengan tetap dilandasi oleh iman yang benar
(tauhid). Dengan kriteria seperti ini, diharapkan Pendidikan Agama Islam mampu
mengangkat derajat para peserta didik sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya.
Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Agama di atas, bukanlah hal yang mudah.
Banyak hal yang harus diperhatikan mulai dari materinya, pengelolaan atau manajemennya,
metodologinya, sarana dan prasarananya, hingga guru/dosen dan peserta didiknya.
Pendidikan Agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah (mata kuliah di PT) harus
diupayakan agar bisa mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman sehingga mampu
mengemban fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang ditegaskan di atas tanpa
harus meninggalkan ajaran-ajaran pokoknya.
Sementara itu karakter menurut Alwisol dalam (Zubaedi, 2011:11) diartikan sebagai
gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara
eksplisit, maupun implisit. Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan yakni:
moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral) dan moral behavior
(perilaku moral). Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan, (knowing the
281
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016good), keinginan terhadap kebaikan (desiring the good) dan berbuat kebaikan (doing the
good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran (habist of the mind),
pembiasaan dalam hati (habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the
action).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,
sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi
seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan
dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep
pendidikan karakter (character education). Ahmad Amin menjadikan kehendak (niat)
sebagai awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan
dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku (Ahmad Amin, 1995: 62). Pendidikan karakter
tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi
lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik
sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dengan
demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau
pendidikan moral.
Seperti dijelaskan di atas bahwa karakter identik dengan akhlak. Dalam perspektif
Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan
syariah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Ibarat
bangunan, karakter/akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah
fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin karakter mulia akan terwujud pada diri
seseorang jika ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang benar. Seorang Muslim yang
memiliki aqidah atau iman yang benar pasti akan mewujud pada sikap dan perilaku sehari-
hari yang didasari oleh imannya.
Penerapan Nilai-nilai Karakter Berbasis ReligiDalam sejarah peradaban Islam, Nabi Muhammad SAW adalah model terbaik dalam
berkarakter sekaligus dalam penanaman karakter di kalangan masyarakatnya. Nabi
Muhammad berhasil membangun karakter masyarakat Arab menjadi berbalik dari karakter
sebelumnya, yakni yang sebelumnya jahiliyah (bodoh dan biadab) menjadi Islami (penuh
dengan nilai-nilai Islam yang beradab). Pembinaan karakter ini dimulai dengan membangun
aqidah orang-orang Arab selama kurang lebih tiga belas tahun, yakni ketika Nabi masih
berdomisili di Makkah dan dilanjutkan dengan pembentukan karakter mereka dengan
mengajarkan syariah (hukum Islam) untuk membekali ibadah dan muamalah mereka sehari-
hari selama kurang lebih sepuluh tahun. Dengan modal aqidah dan syariah serta didukung
282
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016dengan keteladanan sikap dan perilakunya, Nabi berhasil membangun masyarakat Arab
menjadi masyarakat madani (yang berkarakter mulia).
Para ahli akhlak (karakter) Islam memberikan wacana yang bervariasi dalam rangka
pencapaian manusia paripurna (insan kamil) yang dipengaruhi oleh landasan teologis yang
bervariasi pula. Di antara tokoh-tokoh karakter tersebut yang ide-idenya relevan banyak
dijadikan rujukan dalam pemikiran dan pembinaan karakter dalam Islam adalah Al-Raghib
Al-Asfahani dan al-Ghazali. Al-Asfahani menuangkan ide-ide penyucian jiwa (berkarakter
mulia) bagi manusia dalam kitabnya yang diberi judul al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah.
Menurut al-Asfahani, landasan kemuliaan agama adalah kesucian jiwa yang dicapai melalui
pendidikan dan melakukan kesederhanaan, kesabaran, dan keadilan. Kesempurnaannya
diperoleh dari kebijaksanaan yang ditempuh melalui pelaksanaan perintah-perintah agama,
kedermawanan dicapai melalui kesederhanaan, keberanian dicapai melalui kesabaran, dan
kebenaran berbuat diperoleh melalui keadilan (Majid Fakhry, 1996: 102). Itulah keterkaitan
yang sangat erat antara agama dengan karakter seseorang. Ditambahkan, bahwa siapa
saja yang memenuhi persyaratan tersebut ia akan memperoleh tingkat kemuliaan tertinggi
yang oleh al-Quran (QS. al-Hujurat (49: 13) adalah ketakwaan. Disamping itu, ia akan
menjadi khalifah yang mulia di muka bumi dan memasuki tingkatan ketuhanan, syahid, dan
orang suci (Majid Fakhry, 1996: 103). Al-Asfahani membedakan kemuliaan agama dengan
ketaatan beragama. Dalam pandangannya, ketaatan beragama terbatas pada ritus-ritus
(peribadatan), sedang kemuliaan agama sama sekali tidak terbatas. Aturan-aturan yang
berlaku bagi ketaatan beragama adalah kewajiban (fardlu) untuk memilih (nafal) atau
keadilan (‘adl) untuk mencapai keutamaan (fadll). Dengan melaksanakan keadilan manusia
diperbolehkan melakukan kewajiban yang menjadi prasyarat utama (Majid Fakhry, 1996:
103).
Telah dipaparkan dengan jelas pada pembahasan sebelumnya bahwa pendidikan
karakter memiliki pengertian yang terkait erat dengan moral dan etika. Dimana sehubungan
dengan hal itu, pada dasarnya agama atau religi juga mengutamakan aspek moral dan etika
dalam nilai-nilainya. Sehingga, ketika pembelajaran pendidikan karakter diberikan melalui
aspek-aspek keagamaan atau berbasis pada religi, maka akan membentuk suatu kombinasi
yang baik tanpa ada nilai-nilai yang saling berlawanan atau bertolak belakang. Hal ini
dikarenakan agama merupakan salah satu sumber nilai dalam membangun pembelajaran
pendidikan karakter. Dimana dari sumber keagamaan tersebut muncullah nilai religi sebagai
salah satu nilai yang menjadi bagian atau unsur yang membentuk karakter individu
(bangsa). Selain itu, pendidikan karakter yang diajarkan melalui nilai-nilai keagamaan atau
berbasis religi ini merupakan salah satu jenis dari pendidikan karakter yang dapat
dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah/ lembaga pendidikan.
283
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016Diantara nilai karakter yang baik untuk dikembangkan dalam pribadi seseorang
adalah bertanggungjawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli pada orang
lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tidak mudah putus asa, dapat berpikir
secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak
sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa mengendalikan
diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang buruk, mempunyai inisiatif, setia
menghargai waktu, dan bisa bersikap adil. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat
beragama. Karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada
ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari
pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai
pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang
berasal dari agama.
Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dapat diuraikan secara lebih spesifik,
bahwa pendidikan karakter yang berbasis religius mengacu pada nilai-nilai dasar yang
terdapat dalam agama Islam. Nilai-nilai karakter yang menjadi dasar pendidikan karakter
dapat bersumber dari keteladanan Rasulullah SAW yang dapat terwujud dalam kehidupan
sehari-hari beliau. Sumber yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pendidikan
karakter dapat disebut sebagai prinsip. Karena dalam pembahasan ini berkenaan dengan
karakter berbasis religi, maka sumber dari pendidikan karakter yang dapat dijadikan sebagai
prinsip pendidikan karakter yang berbasis religi berhubungan erat dengan nilai-nilai
keagamaan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti yang telah disinggung
pada kalimat sebelumnya. Prinsip-prinsip yang bersumber dari nilai agama Islam yang
digunakan dalam merekonstruksi pendidikan karakter berbasis religi yaitu:
1. Shiddiq; merupakan perilaku yang diartikan dan dimaknai secara harfiah atau bahasa
sebagai perilaku jujur. Pengertian dari shiddiq itu sendiri merupakan sebuah kenyataan
yang benar yang tercermin dalam perkataan, perbuatan, tindakan dan keadaan
batinnya. Pengertian shiddiq tersebut dapat diuraikan dalam beberapa butir, yakni:
a. Memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan
b. Memiliki kemampuan kepribadian yang stabil, arif, dewasa, mantap, jujur menjadi
teladan, berwibawa, dan berakhlak mulia. Kejujuran ini juga menjadi nilai-nilai yang
mendasar untuk diajarkan pada individu (peserta didik).
2. Amanah; merupakan sikap atau perilaku seseorang yang dapat menjalankan dan
menepati setiap janji serta tanggungjawabnya, atau dapat diartikan juga
bahwa amanah adalah sebuah kepercayaan yang harus ditanggung dalam mewujudkan
sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja keras dan konsisten.
Pengertian amanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-butir yakni:
a. rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi
284
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016b. memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal
c. memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup dan
d. memiliki kemampuan membangun kemitraan dan jaringan
3. Tabligh; merupakan perilaku seseorang yang berusaha menyampaikan pesan atau
amanat yang diberikan kepadanya untuk disampaikan pada seseorang yang dituju.
Sehingga, sifat Tabligh ini masih dalam runtutan dari sifat jujur dan amanah. Ketika
seseorang dapat dengan jujur dan mampu menyampaikan amanat yang diberikan
padanya, maka ia akan dipercaya. Karena itulah, sifat-sifat ini pantas menjadi prinsip dari
terbentuknya pendidikan nilai karakter berdasarkan nilai agama/ religi (Islam). Tidak
hanya itu, Tablîgh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang
dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu. Dapat diuraikan mengenai
pengertian ini diarahkan pada:
a. memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi,
b. memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif, dan
c. memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik yang tepat
4. Fathonah; merupakan salah satu sifat dari Rasulullah SAW, fathonah ini berarti cerdas.
Pengertian secara utuh dari fathonah adalah sifat yang meliputi kecerdasan, kemahiran,
atau penguasaan bidang tertentu yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual. Karakteristik jiwa fathanah meliputi arif dan bijak, integritas tinggi, kesadaran
untuk belajar, sikap proaktif, orientasi kepada Tuhan, terpercaya dan ternama, menjadi
yang terbaik, empati dan perasaan terharu, kematangan emosi, keseimbangan, jiwa
penyampai misi, dan jiwa kompetisi. Sifat fathanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-
butir:
a. memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman
b. memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing
c. memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual. Inilah prinsip keempat yang
melengkapi ketiga prinsip lainnya, dimana setiap prinsip masih saling
berkesiambungan dan membentuk sifat atau kepribadian yang luhur.
Melalui prinsip-prinsip secara agama (Islam) tersebut tanpa mengesampingkan
agama lain dimana sebenarnya terdapat ajaran yang tidak berbeda jauh dalam hal bermoral
dan beretika, pada dasarnya setiap agama sama dalam membentuk umat yang patuh pada
moral dan etika. Sehingga dengan prinsip tersebut, dapat dijadikan sebagai dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai karakter lainnya. Dimana dengan ditambah
berbagai sumber lainnya, maka muncul berbagai nilai karakter yang dapat ditanamkan pada
diri individu (peserta didik). Nilai religi yang merupakan hasil dari sumber keagamaan, dan
toleransi, peduli lingkungan sebagai hasil dari sumber sosial.
285
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016Pendidikan karakter merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa agar mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai
anggota masyarakat, dan sebagai warga negara. Berdasarkan hal tersebut, kemudian
dirangkai dengan pengertian agama atau religi yakni sistem keyakinan yang dimiliki setiap
individu terhadap Sang Pencipta dimana agama ini merupakan agama langit yang
datangnya atau turunnya dari Tuhan melalui firman-Nya (agama samawi) dan bukan
merupakan agama bumi atau buatan manusia. Agama juga merupakan sistem pengontrol
dan pemberi petunjuk serta menjadi pedoman bagi setiap individu dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Dari agama ini pula manusia telah mengenal dan diajarkan tentang
bagaimana berpikir baik, bertutur kata yang baik, dan berperilaku baik sesuai dengan nilai,
norma, dan moral yang sesuai dengan aturan. Sehingga, pada hakikatnya sejak lahir kita
telah diberi anugerah yakni agama yang mampu menjadi dinding kokoh dan pembatas dari
hal-hal yang menyimpang. Agama merupakan hak yang paling hakiki bagi setiap manusia.
Maka dari itu, setiap manusia berhak memeluk agamanya masing-masing. Apapun
agamanya pada dasarnya sama-sama menjadi pilar, pondasi, dinding pembatas, dan
pelindung dari berbagai pengaruh buruk dunia.
Berdasarkan hal tersebut, pendidikan karakter berbasis religi ini adalah kebenaran
wahyu Tuhan. Kebenaran wahyu tersebut yang selanjutnya dimasukan ke dalam mata
pelajaran. Pendidikan karakter berbasis religi ini mengupayakan pendidikan yang
mengembangkan potensi peserta didik, membantu menemukan pribadi peserta didik yang
berkarakter dan berbudaya, menanamkan nilai-nilai karakter yang terpuji secara konsisten
pada diri individu (peserta didik) dibarengi dengan penanaman nilai-nilai agama di
dalamnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa agama menjadi tembok
pembatas paling kuat terhadap berbagai penyimpangan, karena itulah dengan pendidikan
karakter yang berbasis agama/ religi, pembelajaran yang melibatkan nilai-nilai karakter
dapat berjalan baik dan konsisten dengan selalu dipantau dan dikontrol oleh agama. Ketika
individu telah menanamkan nilai karakter dalam dirinya dengan dibarengi adanya nilai
keagamaan yang membuatnya selalu merasa bahwa Tuhan selalu melihat dan bersamanya,
maka akan lebih kuat filter (penyaring) untuk melakukan hal-hal yang kurang baik. Berbeda
dengan individu yang hanya tahu tentang nilai karakter dan tidak dibekali dengan ilmu
agama, maka tidak akan menjadikannya konsisten dalam menerapkan nilai-nilai karakter
dan agama, masih terdapat kemungkinan melakukan penyimpangan. Dengan begitu
pentingnya agama di sekolah dan perguruan tinggi sebagaimana dirumuskan dalam
peraturan perundang-undangan, maka agama (Islam dan yang lain) memainkan peran dan
tanggung jawab yang sangat besar dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional
yang berhaluan pada karakter bangsa dan budaya.
286
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016KESIMPULAN
Pengembangan karakter yang ditawarkan para tokoh etika Islam mendasari
pengembangan karakter manusia dengan fondasi teologis (aqidah) yang benar, meskipun
pemahaman teologi mereka berbeda-beda. Dengan fondasi teologis itulah mereka
membangun ide bagaimana seharusnya manusia dapat mencapai kesempurnaan
agamanya sehingga menjadi orang yang benar-benar berkarakter mulia. Pendidikan
karakter berbasis nilai religi ini pada dasarnya merupakan pendidikan yang berpedoman
pada pembentukan dan pengembangan peserta didik yang sesuai dengan nilai karakter dan
nilai-nilai keagamaan. Dalam hal ini, agama sangat erat kaitannya dengan karakter dan
karakter berhubungan dengan akhlah manusia. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religi
ini di sekolah atau Perguruan Tinggi, dapat diimplementasikan dalam beberapa model
pembelajaran baik dalam kelas maupun luar kelas. Pendidikan dengan basis ini, dapat
dengan melalui Pendidikan Agama. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa belajar pendidikan
agama disini bukan hanya belajar saja untuk memperoleh nilai. Melainkan belajar dengan
menumbuhkan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKAAbdul, Mujiib. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: KencanaAhmad Amin. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Terjemah oleh Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan
Bintang Cet. VIII.Borba, Michele. (2008). Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak
Bermoral Tinggi. Terjemah oleh Lina Jusuf. Jakarta: Gramedia PustakaUtama
Darmiyati, Zuchdi, dkk. (2009). Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press
Ghazali, Imam dalam al-Qosimi, Muhammad Jamaluddîn. (1986). Bimbingan untukMencapai Tingkat Mu`min (Ringkasan Ihya`Ulumiddîn Al-Ghazali)terjemahan. Bandung: Diponegoro.
Majid, Fakhry. (1996). Etika dalam Islam. Terjemah oleh Zakiyuddin Baidhawi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Marzuki. (2009). Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar EtikaDalam Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press-FISE UNY
Muhammad, Rohmadi dan Taufiq, Ahmad. (2010). Pendidikan Agama : Pendidikan KarakterBerbasis Agama. Lingkar Media
Musfiroh, T. (2008). Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakterdalam Character Building. Yogyakarta : Tiara Wacana
Muwafik Saleh, Akh, (2012). Membangun Karakter dengan Hati Nurani; Pendidikan Karakteruntuk Generasi Bangsa. Jakarta: Erlangga
Syahidin dkk. (2014). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Aplikasinya Dalam LembagaPendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
O<)c{-{-
a\oOOc{
aEPd(.)a'
Fo
Alcs
d-J!JI t-
.r--r-{
) ra
fi X
Ec
Y-e
;ft)\./
co o-
fr€ ?g3 E
F -E
\o:iF
Aa
= =
F? E
tr
aSF
EE
+
HC
rh ,J
tr O
6
€26+E
A
E=
FlE
V
bu e*.
=-?fr-gPE
'd =E
gs4+;
€E
E $H
J $ ?.H
'Z
<D
7 cd
ca
SeE
s s+trl an7 p ea a5:A
^3vH
4
c
fr sP3 E
riifi
(t)cd.Fc)J
|+{
l!Fl
vrnFr
Fl '$
Ql $
n|sD
t s\c
i+{l tr
3* HE
,i-j
\, ^A
l8I
Hl :A
Ht E
l rF
t -l €6€?lEci
Al
Zz
Fl fi
.ol E^t)l?I E(u
F-{
vHFl{
ir{F{
&rI1C
NOOeq<
>+@C
F\
oc{
JcboC,
0)F
Arocda6.)