PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ......

23
i Paper ke-VI CULTURE AND HUMAN RIGHT (BUDAYA DAN HAM) Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk: Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia Dosen: Dr. EPI SUPIADI, M.Si Dra. SUSILADIHARTI, M.SW Oleh: HERU SUNOTO NRP: 13.01.03 PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013

Transcript of PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ......

Page 1: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

i

Paper ke-VI

CULTURE AND HUMAN RIGHT

(BUDAYA DAN HAM)

Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:

Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia

Dosen:

Dr. EPI SUPIADI, M.Si

Dra. SUSILADIHARTI, M.SW

Oleh:

HERU SUNOTO

NRP: 13.01.03

PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2013

Page 2: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil „alamiin. Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa

menyelesaikan tugas ke-VI, paper tentang Culture and Human Right (Budaya dan HAM)

dengan referensi utama buku Jim Ife, “Human Right and Social Work” Bab IV untuk mata

kuliah Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa selesai, pertemuan ke-VI.

Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1,

dan lebih khusus lagi dosen kami.

Bandung, 23 September 2013

Heru Sunoto

Page 3: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

Dominasi Barat dalam Wacana HAM

Individualisme

Patriarkhi

Kolonialisme, Rasisme, dan Kemajuan

Rasionalitas

Kulturisme, Keberagaman, dan Perubahan

Universalisme dan Relativisme

Warga Negara Dunia

Praktik Global

BAB III. PEMBAHASAN 16

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

1

BAB I

PENDAHULUAN

Budaya dan Hak Asasi Manusia (HAM). Manusia dalah makhluk yang berbudaya. Budaya

artinya adalah hasil olah fikir, rasa, jiwa, manusia dalam bentuk sesuatu yang dianggap baik

untuk kehidupan.

Kata kultur/budaya dalam kaitannya dengan perilaku manusia, pertama kali dikemukakan

oleh Edward Burnett Taylor (1832-1917). Ia mengatakan:

Culture or civilization, taken in its wide ethnographic sense, is that complex whole which

includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits

acquired by man as a member of society.”1

“Budaya atau peradaban, diambil dalam arti luas etnografi, adalah bahwa keseluruhan

kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan setiap

kemampuan lain dan kebiasaan yang ada oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

Kaitannya dengan tema kita kali ini adalah budaya Barat seolah menjadi begitu dominan

dalam mendefinisikan HAM. Istilah budaya Barat telah datang untuk mendefinisikan budaya

negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang telah sangat dipengaruhi oleh imigrasi

Eropa. Budaya Barat berakar pada Periode Klasik era Yunani-Romawi dan kebangkitan

agama Kristen di abad ke-14.2

Dikorelasikan dengan HAM, sejatinya setiap budaya bangsa manapun sudah mengandung

penghargaan terhadap HAM. Akan tetapi, terjadi penyempitan arah, ketika HAM dimaknai

sebagai wujud pencapaian Barat dalam menghargai martabat manusia. Ini adalah

kekeliruan pandangan dari mayoritas orang Barat, bahkan. Bagaimana sebenarnya kita

mendudukkan posisi HAM dalam konstelasi antar budaya dunia?

Inilah kira-kira urgensi pembahasan Culture and Human Right: gerakan apa saja yang

dominan di Barat, efeknya terhadap HAM, dan bagaimana peran pekerja social terkait

dengan poin-poin di atas.

***

1 Edward Burnett Taylor (1832-1917), “Primitive Culture”, 4

th Ed., London, John Murray Albemarle Street, 1903,

hal. 1. 2 Sumber: http://www.livescience.com/21478-what-is-culture-definition-of-culture.html.; downloaded at

September 22th 2013.

Page 5: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

2

BAB II

BUDAYA DAN HAM

Masalah relativisme budaya telah menjadi satu hal yang utama bagi teori HAM, argumen

tentang perbedaan budaya mungkin merupakan kritik terkuat dari gagasan HAM. Bagi

banyak pihak, ini adalah hal yang paling sulit untuk dicapai.(Brown 1998, 1999). Hal ini

terutama berlaku untuk pekerja sosial dari tradisi Barat, yang umumnya menyadari peran

Barat yang menjajah “pandangan dunia lain” dan ingin menghargai nilai keragaman budaya.

Hal ini menyebabkan pekerja sosial Barat (di antara banyak yang lainnya) merasa agak

bersalah mendukung sesuatu yang disebut “HAM” dan menjadi sangat rentan terhadap kritik

HAM sebagai “sebuah konsep Barat” dan susah bisa dipercaya. Tujuan dari bab ini adalah

untuk menggali daerah yang sulit ini, dengan maksud untuk mengembangkan pendekatan

HAM untuk mengatasi dilema tersebut.

Di sinilah letak kunci dalam menghadapi perbedaan budaya:

(i) Kemampuan untuk melihat secara kritis semua tradisi budaya;

(ii) Untuk melihat HAM penting dalam semua kebudayaan,

(iii) Untuk melihat bagaimana HAM dikontekstualisasikan secara berbeda dalam budaya

yang berbeda, dan

(iv) Melihat bahwa pelanggaran HAM dan perjuangannya terjadi pada semua konteks

budaya.

Tantangan bagi pekerja sosial Barat adalah untuk bergerak di luar dua sifat ekstrem:

western triumphalism3 and western self-flagellation4 untuk kemudian lebih sensitif dan

realistis menghadapi perbedaan budaya.

Budaya adalah benar-benar aspek penting yang merupakan pusat eksistensi manusia; kita

tidak berarti apapun tanpa konteks budaya. Budaya-lah yang memberikan kepada kita arti

kehidupan; ia memberi kita pengaruh dalam menentukan perilaku yang baik bagi manusia.

(Jenk, 1993). Pemahaman tentang isu-isu budaya adalah sangat esensial bagi seorang

peksos, dan ini bisa diaplikasikan dalam banyak isu-isu lintas budaya atau isu keberagaman

3 Merasa dirinya adalah yang paling hebat. Dalam konteks Barat, maka Barat merasa sebagai bangsa yang

superior daripada bangsa lain. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Triumphalism; downloaded at September 23th 2013; 03.41 AM)

4 Self-Flagellation tindakan mencambuk diri sendiri sebagai bukti menyalahkan diri. Flagellation atau

mencambuk adalah tindakan mencambuk tubuh manusia dengan menggunakan instrumen lentur, seperti cambuk. Dera dapat ditemukan dalam konteks hukum, agama, obat-obatan, atau eksitasi seksual. (Sumber: Peter J. Bräunlein, "Flagellation." Religions of the World, Second Edition: A Comprehensive Encyclopedia of Beliefs and Practices. Ed. Martin Baumann, J. Gordon Melton. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO, 2010, 1120-1122.

Page 6: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

3

budaya; dalam memahami banyak individu, keluarga atau komunitas, budaya tempat

individu dan kelompok berada adalah punya pengaruh signifikan.

Dominasi Barat dalam Wacana HAM

Tidak ada keraguan bahwa tradisi intelektual Barat telah mendominasi mainstream wacana

HAM sejak abad 18. Tapi, ini tidak berarti bahwa HAM adalah murni penemuan Barat.

Meskipun istilah “HAM” tidak boleh digunakan seperti itu, namun gagasan HAM dapat

ditemukan di banyak tradisi filosofis dan agama, termasuk Yahudi, Islam, Budha, Hindu dan

Kristen, serta dalam bahasa Yunani, filsafat Arab dan India (Von Senger 1993; Ishay 1997;

Hayden 2001). Semua tradisi ini mengandung beberapa pengertian tentang orang-orang

yang berhak untuk diperlakukan dengan cara tertentu, dan menilai dari pengalaman

kemanusiaan. Klaim bahwa HAM adalah murni sebuah konstruksi Barat, ini tidak hanya

menyesatkan tetapi mengurangi nilai tradisi agama dan filsafat lainnya, dan ironisnya

mencerminkan asumsi yang cukup rasis yang menyatakan bahwa hanya pemikir Barat-lah

yang datang dengan gagasan itu. Namun, dominasi Barat pada wacana HAM memang perlu

diakui kenyataanya.

Dominasi Barat dalam ranah HAM, bukanlah satu alasan untuk menolak semua gagasan

dari seluruh dunia tentang HAM. Dan adalah menjadi tugas kita semua untuk melakukan

konstruksi secara baik tentang HAM sehingga tidak ada dominasi Barat terhadap

pandangan dunia. Apa maksud dari ungkapan “Tradisi Barat telah mendominasi wacana

tentang HAM?” Ada beberapa karakteristik Barat dalam melihat dunia yang telah

berpengaruh kepada pemahaman tentang HAM, dan ini penting untuk diindentifikasi dan

didiskusikan.

Individualisme

Pertama, karakteristik individualisme berasal dari pemikiran liberal Barat. Liberalisme,

merupakan ideologi yang prinsipil dari tradisi intelektual Barat yang telah menjadi ideologi

individu (Machan 1989). Pengalaman pribadi adalah penting, dan prestasi individu harus

dirayakan. Frase 'kodrat manusia' dan 'roh manusia' menekankan individualisme ini

(terlepas dari implikasi gender, yang akan dipertimbangkan pada waktunya).

Kita seringkali berbicara tentang sejarah sebagai sebuah “prestasi individual”, padahal

sejatinya itu merupakan keberhasilan kolektif. Misalnya:

Columbus “penemu” benua Amerika (apakah tidak ada orang lain yang bersamanya di

atas kapal, kala itu?),

Page 7: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

4

Wellington mengalahkan Napoleon di Waterloo (tanpa menyebutkan tentara yang juga

benar-benar melakukan pertempuran)?

Christopher Wren yang membangun Gereja St. Paulus Katedral (sendirian?),

Herbert von Karajan membuat musik yang indah (tanpa bantuan para pemain dari Berlin

Philharmonic)?

Dan sebagainya.

Pencapaian manusia secara kolektif sebagian besar selalu disimbolkan dengan individu,

dan sebaliknya, ketika ada kejahatan, kita spontan mencari seseorang untuk

dikambinghitamkan. Misalnya: Hitler secara individual disalahkan atas tragedi PD-II dan

Holocaust, seolah tidak mengakui kontribusi orang lain, atau pentingnya faktor-faktor politik,

ekonomi dan sejarah lainnya. Dan pada tingkat yang lebih lokal, setiap kali ada semacam

kecelakaan atau bencana kita tampaknya berniat mencari tahu “siapa yang bertanggung

jawab” sehingga kesalahan dapat menjadi label ke individu daripada dipahami secara

sistemik (fenomena dimana pekerja sosial sangat familiar dengan perlindungan anak).

Individualisme begitu melekat dalam pemikiran Barat; sering kali bagi orang yang hidup

dalam budaya Barat sulit untuk mengenali dominasinya. Maka pandangan alternatif, seperti

posisi Konfusianisme menekankan harmoni dan nilai keseluruhan. Hal ini hampir tidak bisa

dimengerti oleh mayoritas orang Barat. Di universitas-universitas Australia misalnya, banyak

“arus utama” akademisi merasa sulit untuk memahami keengganan akademisi Aborigin

untuk mengambil kredit kuliah tema “individualism” dengan cara akademis tradisional Barat,

karena Aborigin mengakui kebersamaan, kolektivitas, semangat berbagi, kebijaksanaan dan

kesefahaman, dan keengganan untuk mempromosikan kepentingan individu di atas urusan

kolektif. Namun contoh seperti ini mengingatkan kita bahwa individualisme Barat bukanlah

hal lumrah, bahwa hanya satu tradisi terhadap sesama.

Dominasi individualisme dalam pemahaman tradisional HAM telah disebutkan, dan ini telah

menjadi penyebab banyak ketidakpercayaan terhadap gerakan HAM oleh individu dan

pemerintah dari non-Barat. Ini adalah argumen yang kuat untuk validasi pemahaman kolektif

tentang HAM , yang berpotensi melihat hak-hak kolektif sebagai lebih dari sekedar jumlah

total dari hak-hak individu. Dengan demikian, sebuah eksplorasi lebih lanjut tentang hak-hak

kolektif adalah penting dalam rekonstruksi pemahaman kita mengenai HAM universal. Ini

tidak berarti bahwa hak-hak individu harus ditinggalkan, melainkan bahwa konstruksi, baik

individual maupun kolektif hak, harus diakui dan divalidasi, dan dibahas dan diperdebatkan.

Bagi pekerja sosial, dominannya individualisme pada tradisi Barat telah menyebabkan

dominasi di Barat tentang pemahaman individu terhadap masalah sosial, dan bentuk praktek

yang juga individualis. Meskipun retorika sejumlah penulis pekerjaan sosial, di sebagian

Page 8: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

5

besar analisis kolektif Negara-negara Barat dan praktek kolektif (seperti pengembangan

masyarakat) telah mengambil tempat kedua setelah praktik individu, dalam urutan 'terapi'

untuk “casework” kepada public welfare (kesejahteraan masyarakat).

Jika pekerja sosial ingin melihat diri mereka sebagai profesi HAM, dan jika mereka serius

menerima kritik HAM karena HAM selama ini telah dibingkai dalam perspektif Barat, maka

mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori dan praktek --tidak

menolak perspektif pribadi yang sama sekali-- melainkan untuk memvalidasi kebersamaan

dan menyertakan keduanya, pada istilah yang sama. Ini telah menjadi argumen lama dari

para penulis peksos yang peduli dengan analisis struktural dan praktek community

development (Fisher & Karger 1997; Mullaly 1997; Gil 1998; Pease & Fook 1999; Healy

2000), sehingga hal ini merupakan argumen baru untuk pekerja sosial, tetapi itu adalah

perspektif HAM yang inklusif, tuntutan yang akan diambil lebih serius dalam pekerjaan sosial

Barat daripada yang dalam beberapa dekade terakhir. Bagi pekerja sosial, ini berarti

penegasan kembali hubungan antara individu dan kolektif, atau pribadi dan politik, di semua

pekerjaan sosial, dan integrasi dari pendekatan 'makro' dan 'mikro' untuk praktek peksos.

Patriarkhi

“Pandangan dunia” dari Barat karakteristiknya adalah bersifat patriarkal, dan ini telah

mempengaruhi pembangunan HAM dalam cara-cara yang telah ditunjukkan. Frase seperti

'roh manusia' dan 'sifat manusia', yang disebutkan di atas dalam kaitannya dengan

individualisme, mencerminkan asumsi patriarkal dalam pandangan tradisional Barat akan

jiwa manusia. Sejarah perempuan sebagian besar telah dikeluarkan dari catatan sejarah,

namun sekarang sedang direhabilitasi melalui upaya sejarawan feminis (Du Bois, 1998).

Tentu saja, budaya barat bukan satu-satunya budaya yang dipengaruhi oleh struktur

patriarkal dan cara berpikir. Patriarki yang dialami di banyak tradisi budaya, dan kelompok-

kelompok seperti Taliban di Afghanistan, misalnya, berusaha untuk bereaksi melawan

dominasi Barat. Partiarkhal di Afghanistan memaksakan secara lebih terang-terangan

menindas perempuan dari apa yang saat ini dipraktekkan di Barat karena lebih halus dan

lebih mudah disembunyikan. Perjuangan untuk pembebasan perempuan, dan kebutuhan

untuk membongkar struktur dominasi patriarki, melampaui batas-batas budaya, dan ini

sebenarnya contoh yang baik tentang perlunya kerangka HAM. Untuk frase 'penindasan

perempuan' atau 'pembebasan perempuan' memiliki makna yang dapat digunakan untuk

mengkritik praktik Taliban (sebagai contoh ekstrim), adalah mencakup beberapa gagasan

tentang hak-hak perempuan, dan cara dimana perempuan ditolak HAM-nya, yang

Page 9: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

6

melampaui landasan dalam suatu budaya tertentu dan yang dijelaskan dengan mengacu

pada semacam kerangka HAM universal.

Meskipun tidak sempurna, banyak catatan tentang negara non-Barat dalam kaitannya

dengan hak-hak perempuan. Titik pentingnya adalah bahwa pandangan Barat tentang

dunia, sebagian besar telah didefinisikan oleh laki-laki, untuk kepentingan laki-laki,

mengenali prestasi pria dan menghargai pencapaian laki-laki. Hal ini telah menyebabkan

penerimaan dipertanyakan struktur dominasi dan kekerasan, dan marjinalisasi perempuan,

laki-laki diistimewakan. Jika kita ingin terlibat dalam rekonstruksi HAM dan visi dari jiwa

manusia yang bergerak di luar keterbatasan tradisional barat-dalam memandang dunia,

maka penting hal ini ditangani. Dan karenanya analisis feminis adalah komponen penting

dari seperti sebuah upaya membentuk ulang tenang definisi HAM. Oleh karena itu, tidak

bisa membuat gambaran holistic tentang HAM secara universal tanpa memasukkan unsur

feminism di dalamnya.

Bagi pekerja sosial, ini berarti bahwa praktek peksos yang progresif harus diinformasikan

oleh feminisme. Tentu saja tidak ada feminisme tunggal, dan ada cukup ruang untuk

mengeksplorasi beragam pemikiran yang telah memberikan kontribusi terhadap berbagai

untaian pemikiran feminis. Hal ini penting untuk disampaikan kembali, bagaimanapun,

bahwa feminisme liberal sederhana (membantu perempuan untuk bersaing dengan laki-laki

dan sama dengan laki-laki) tidak lagi cukup. Beberapa bentuk radikal, struktural atau pasca-

struktural feminisme diperlukan jika struktur dan wacana patriarki harus diatasi dan

pandangan yang lebih inklusif HAM dikembangkan. Misalnya, perspektif feminis dapat

menginformasikan pekerjaan sosial di semua tingkatan. Hal ini tidak hanya tentang bekerja

dengan perempuan sebagai klien atau korban pelanggaran HAM. Juga, analisis feminis bisa

menginformasikan praktek pekerjaan sosial dengan laki-laki, anak-anak, keluarga, atau

kelompok penduduk, karena kita semua dipengaruhi oleh struktur patriarkal dan penindasan

terus perempuan. Sebuah wilayah penting lainnya adalah konteks organisasi pekerjaan

sosial. Hal ini dalam struktur dan proses organisasi di mana pekerjaan pekerja sosial, dan

yang menimpa pada klien mereka, patriarki dipraktekkan dan direproduksi. Suatu bagian

penting dari praktek pekerjaan sosial progresif untuk mengatasi masalah organisasi dan

menemukan cara untuk bekerja secara transformative dalam organisasi untuk membantu

mengatur lebih inklusif, menerima, struktur berbasis organik dan konsensus beserta proses-

prosesnya.

Page 10: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

7

Kolonialisme: Rasisme, dan Kemajuan

Pandangan Barat tentang dunia berasal dari kuatnya tradisi kolonialisme dan ini terkait

dengan rasisme. Pentingnya Pencerahan dalam proses ini perlu ditekankan. Periode yang

dikenal sebagai Pencerahan menjelang akhir abad 18, terkait dengan pemikir seperti

Voltaire, Locke, Adam Smith dan lain-lain, memberikan alasan intelektual bagi Barat modern

dalam “memandang dunia” berhubungan dengan kebebasan individu, alasan, kemajuan,

ilmu pengetahuan, dan kebebasan dari peran takhayul dan agama.

Salah satu aspek penting Pencerahan adalah keyakinan akan kemajuan: bahwa kita terlibat

dalam sebuah petualangan untuk penemuan dan pengembangan manusia, di mana

manusia terus:

(i) Meningkatkan pada apa yang telah terjadi sebelumnya,

(ii) Saat ini adalah perbaikan masa lalu dan masa depan akan menjadi perbaikan pada saat

ini.

Ide kemajuan ini begitu mendarah daging dalam pemikiran Barat modern bahwa sangat sulit

untuk melangkah keluar dan menyadari bahwa hal ini tidak selalu menjadi dominasi

terhadap pandangan dunia atau konstruksi aktivitas manusia. Dalam budaya lain (seperti

traditional Hindu atau budaya Budha: Hershock 2000) dan pada waktu lain (seperti periode

abad pertengahan di Eropa: Cook & Herzman 1983), gagasan yang diperlukan untuk

kemajuan belum terlalu kuat dihayati.

Rasisme merupakan konsekuensi alamiah dari suatu pandangan dunia. Jika orang benar-

benar percaya bahwa mereka telah mencapai tingkat pencerahan, sementara bangsa lain

tidak, maka mereka bisa mendefinisikan diri mereka sebagai “superior” dan bangsa lain

tidak terlalu “manusia”. Kemudian mereka sepenuhnya dianggap benar mengeksploitasi

bangsa tersebut (misalnya, dengan mengekstraksi sumber daya yang didirikan kapitalisme

industri modern) atau “menyelamatkan” mereka (seperti dalam banyak pekerjaan misionaris

Kristen). Masih ada sampai hari ini sebuah rasisme tak terucap pada sebagian orang Barat,

pandangan yang entah bagaimana mereka telah mencapai kualitas hidup yang unggul dan

bahwa seluruh dunia harus banyak belajar dari kebijaksanaan mereka. Ini adalah keahlian

Barat karena menyediakan solusi bagi banyak masalah dunia, meskipun faktanya ketika

solusi itu diterapkan di Barat, justeru, juga menyebabkan banyak masalah di tempat mereka.

Dalam sebuah pandangan dunia, tidak mengherankan bahwa perumusan HAM telah dikritik

sebagai kolonialis oleh negara non-Barat (Davis 1995; Pereira 1997; De Bary & Weiming

1998; Bauer & Bell 1999). Tantangannya adalah, untuk mengatasi hal ini dengan melakukan

validasi secara serius dan memasukkan gagasan “tradisi budaya lainnya” dalam perdebatan

tentang HAM dan artikulasi tentang apa artinya menjadi manusia.

Page 11: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

8

Bagi pekerja social, sama seperti menghargai feminism, juga memasukkan “anti-rasis” dan

“anti-kolonialisme” dalam teori dan praktik peksos. Diantara praktik kolonialisme adalah:

Hanya membaca teks pekerjaan sosial dan jurnal dari negara-negara “maju”

Mengorganisir program pelatihan bagi para pekerja sosial dari “dunia bagian selatan”

sehingga mereka dapat belajar dari utara, sebagai satu cara berkomunikasi

Memaksakan satu pandangan dunia pada orang lain

Memainkan peran “mengunjungi yang ahli”, atau memvalidasi pihak lain dalam

memainkan peran tersebut.

Menentukan tujuan dan hasil praktek sebelum terlibat dalam dialog dengan orang-orang

yang seharusnya membantu

Mengistimewakan kebijaksanaan sendiri atas yang lain.

Rasionalitas

Barat dalam memandang dunia, begitu kuat didasarkan pada Pencerahan, menekankan

rasionalitas dan logika berpikir rasional, atau secara lebih spesifik, menekankan jenis

rasionalitas tertentu. Ia didasarkan pada logika positivisme. Ini sangat mempengaruhi apa

yang dianggap sebagai pengetahuan “nyata” sebagai legitimasi kebenaran penelitian, teori,

dan praktek. Sekali lagi, sejalan asumsi kemajuan, penerimaan suatu bentuk logika rasional

begitu mendarah daging dalam kesadaran Barat. Ini sangat sulit bagi mereka untuk nilai

cara lain dalam mengetahui atau tiba di sesuatu yang mungkin dilihat sebagai 'kebenaran'.

Meskipun mungkin diterima penerimaan bahwa ada cara lain untuk mengetahui, tetap kasus

yang, dalam banyak cendekiawan Barat, dianggap rasional, ilmiah, logis (dan, banyak yang

akan berpendapat, patriarkal) sebagai bentuk pemikiran yang lebih istimewa daripada yang

lain (Touraine 1995 ).

Tradisi Barat menilai pengetahuan positif, yaitu pengetahuan yang dipahami sebagai

'faktual', dalam arti obyektif, dapat diperoleh melalui obyektif, penyelidikan ilmiah yang

bebas nilai, dan dapat didefinisikan secara tepat, jelas dan terukur. (Fay 1975 ; Lloyd &

Thacker 1997). Rasionalitas juga berarti menghargai pengetahuan yang diperoleh sebagai

hasil dari hati-hati dan argumen 'logis' yang ketat, dan didasarkan pada pengamatan

empiris. Adapun perasaan, emosi, subjektivitas atau sesuatu yang tidak terukur tidak punya

tempat dalam rasionalitas, ia harus dibuang kalau perlu. Rasionalitas ini mendapat tempat

di cara kerja intelektual 'nyata'.

Hal ini, bagaimanapun juga, hanya satu jenis pengetahuan dan hanya salah satu cara untuk

'mengetahui' dunia. Ada serangkaian tantangan yang signifikan terhadap rasionalitas yang

demikian. Masyarakat Adat telah menekankan pentingnya sihir, agama, spiritualitas, mimpi,

Page 12: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

9

dan sebagainya –sebuah pemahaman yang sangat berbeda dan sebuah dimensi

pengetahuan yang berbeda yang tidak bisa diredam oleh ajaran formal logika Barat

(Knudtson & Suzuki 1992). Kaum feminis juga mempertanyakan asumsi patriarkal terhadap

banyak penalaran Barat Tradisional (Plumwood 1993) dan berpendapat bahwa ada cara lain

untuk mengetahui dunia dan satu sama lain yang timbul dari tradisi perempuan yang telah

tidak dihargai dalam wacana dominan laki-laki.

Aspek lain dari rasionalitas Barat ialah ketergantungan pada biner, pemikiran dualistik.

Pemikiran semacam itu terus-menerus membuat dua hal secara dikotomis dan menentang

kategori: pikiran-tubuh, pria-wanita, benar-salah, radikal-konservatif, pemenang-pecundang,

lulus-gagal, bersalah-tidak bersalah, memadai-tidak memadai, individu-kolektif, swasta-

publik, baik-jahat, sehat-tidak sehat.

Ini adalah cara orang Barat untuk memahami dunia, cara mereka mengatur dan

menemukan tempat untuk segala sesuatu dan semua orang. Tapi berpikir dualistik memiliki

keterbatasan: ia selalu membagi bukan menyatukan, dan eksklud tidak inklud. Memandang

dunia berdasarkan “baik X atau Y” bukan 'baik X dan Y', dunia hitam dan putih yang kadang-

kadang dapat, dengan susah payah, mentolerir nuansa abu-abu, tetapi tidak memiliki

konsep kekayaan beberapa warna. Dalam modernitas, penciptaan setiap biner tersebut

mengarah pada asumsi bahwa salah satu 'sisi' adalah, atau seharusnya, entah baik

daripada yang lain. Biner A menjadi dasar untuk perbandingan, untuk penghakiman

superioritas, dan gagasan tentang 'berbeda namun sama' sulit untuk diterima.

Sebuah contoh yang baik adalah feminisme liberal, dualisme pria-wanita berarti bahwa

seseorang harus dilihat sebagai superior, dan dalam masyarakat patriarkal disebut laki-laki,

sehingga respon dari feminis liberal, menerima pemikiran biner tersebut, adalah untuk

berusaha untuk menunjukkan bagaimana perempuan hanya “menjadi baik seperti laki-laki”,

di tempat kerja, prestasi olahraga, dan sebagainya, daripada menerima dan menghargai

perbedaan dalam cara yang non-hirarkis. Beberapa ide yang bernuansa feminis, seperti

pemikir Plumwood (1993), telah mengidentifikasi pentingnya dan keterbatasan pemikiran

dualistik dan telah berusaha untuk bergerak ke arah bentuk-bentuk logika dan rasionalitas

yang melampaui dualisme tersebut. Feminisme ini tentu saja bukan satu-satunya sumber

kritik terhadap dualisme, sebagai kritik tersebut telah tersebar luas di banyak tradisi filosofis

dan religius non-dualistik (misalnya Hindu dan, baru-baru ini, postmodernisme).

Aspek lain dari rasionalitas Barat adalah kecenderungan untuk berpikir linier. Penalaran

hasil sepanjang garis-tunggal, dengan “awal dan akhir”, satu langkah pada satu waktu,

dengan “tidak kembali ke belakang” atau “melompat ke depan”, dan tidak ke 'lapangan kiri'.

Bentuk lain yang lebih holistik atau berpikir sistemik kurang dihargai, dan mereka yang

Page 13: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

10

mencoba untuk mengikuti hal ini mengalami kesulitan untuk menjadi 'standar yang dapat

diterima'. Keterbatasan berpikir linier telah diidentifikasi oleh sejumlah kritikus, dan

sementara ada minat yang signifikan dalam pendekatan yang lebih holistik, masih ada

kendala serius yang dihadapi oleh para pemikir holistik, yang disebabkan oleh struktur dan

praktek pola komunikasi Barat.

Semua ini memiliki implikasi yang jelas bagi peksos. Pekerjaan sosial Barat telah

mendasarkan dirinya dalam bentuk-bentuk rasionalitas Barat. Ilmiah, tradisi positivis dalam

peksos telah dihargai, penelitian empiris yang ketat dengan tujuan membentuk 'tubuh

pengetahuan' yang bebas konteks. Dualisme, pemikiran linear, dan mengistimewakan

pengetahuan positif telah menjadi tradisi yang kuat dalam Peksos. (Ife 1997b). Di era

komputer, bentuk seperti pengetahuan bahkan lebih sangat dihargai: 'pengetahuan'

dipandang sebagai sesuatu yang dapat disimpan dan ditransmisikan secara digital dan

tersedia melalui internet. Dan ini berarti lebih menghargai pengetahuan positif dan proses

linear dan meminggirkan bentuk pengetahuan lainnya yang tidak dapat begitu mudah

dikomunikasikan melalui impuls digital.

Pengalaman pekerja sosial, bagaimanapun, sering bertentangan dengan rasionalitas Barat

yang sempit. Misalnya: intuisi, sihir, cinta, tawa, permainan, drama, musik, dan sebagainya

adalah cara-cara penting dimana kita bisa 'tahu' diri kita sendiri dan orang lain, dan mereka

selalu menjadi bagian dari praktek pekerjaan sosial, meskipun ditolak oleh tradisi ilmiah

pekerjaan sosial akademis. Memang, peksos terkadang dikenal sebagai peksos yang

sukses bukan pada perencanaan dan evaluasi ilmiah terhadap proses membantu klien,

melainkan pada bagaimana ia berbagi tentang pengalaman kemanusiaanya (Ragg 1977;

Wilkes 1981), dan sesuatu yang tidak pernah bisa diukur secara empiris, dimasukkan dalam

data base, atau bisa di-upload ke internet. Dan pekerja sosial telah sangat peduli dengan

pemahaman sistemik-holistik, yang menyangkal pemikiran linear sederhana, dan mencari

cara pemahaman yang sangat berbeda, berkomunikasi, dan berbagi. Pengaruh tradisi

teoritis lainnya, seperti kritik positivisme, ilmu sosial interpretif, narasi, metodologi feminis,

postmodernisme, teori kritis dan sebagainya, juga membantu pekerja sosial untuk bergerak

melampaui “sucinya” positivisme dan tradisi Barat.

Kulturalisme, Keberagaman dan Perubahan

Satu kesalahan terbesar dalam berfikir tentang budaya adalah godaan 'kulturalisme' (Booth

1999). Asumsi bahwa jika sesuatu yang disebut “tradisi budaya” maka tidak bisa dikritik dan

suci. Kulturalisme terkait kultur/budaya, dan pengaruhnya terhadap keberlangsungan

mayoritas praktik pelanggaran dan penindasan, semua itu demi nama integritas budaya. Ini

Page 14: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

11

adalah godaan yang sangat rentan bagi banyak pekerja sosial, dalam keinginan mereka

untuk mengerti nilai dan mengakomodir keragaman dan untuk terlibat dalam praktek yang

bersinggungan dengan budaya. Tapi menghargai keragaman dan keinginan untuk praktek

yang bersinggungan dengan budaya tidak berarti menerima kulturalisme yang bermakna

“jika itu adalah bagian dari budaya, maka itu adalah baik”.

Sikap budayawan membuat dua asumsi yang salah tentang budaya. Pandangan pertama

mengatakan bahwa budaya adalah statis, padahal kenyataannya, mereka selalu berubah

dan berkembang. Tidak ada budaya yang keadaan hari ini sama dengan keadaan 10 tahun

lalu. Norma, nilai dan praktik selalu berubah, dan pernyataan pengkategorian tentang

karakteristik budaya tertentu mungkin kala itu mungkin saat ini sudah tidak selaras lagi.

Pandangan kedua adalah bahwa budaya adalah monolitik5. Padahal, faktanya tradisi

budaya itu cenderung pluralistik, Ada beberapa nilai dan praktik budaya dari bagian

kelompok atau masyarakat itu tidak universal, maka ia selalu bisa diuji dan diperdebatkan.

HAM mungkin universal, tetapi dapat didefinisikan secara berbeda, menyadari berbeda,

dijamin berbeda, dan dilindungi secara berbeda, dalam konteks yang berbeda. Hak mungkin

sama, tetapi dapat dipenuhi dengan cara yang berbeda. Kita bisa mengatakan, misalnya,

bahwa ada hak universal untuk diperlakukan dengan hormat dan bermartabat, tapi apa

'menghormati' dan 'martabat' berarti akan bervariasi secara signifikan dengan konteks

budaya, dan hak universal ini tidak berarti bahwa orang di mana pun harus diperlakukan

dengan cara yang persis sama. Misalnya, perilaku yang mungkin sangat hormat dalam satu

konteks budaya mungkin sangat menghina di negara lain. Tantangan bagi pekerja HAM

adalah mempertahankan perspektif HAM yang kuat yang mengatakan bahwa HAM universal

adalah penting, tetapi juga untuk bekerja menuju cara yang selaras dengan budaya di mana

mereka berada. HAM dapat diwujudkan dalam konteks budaya yang berbeda, mengingat

bahwa konteks budaya itu sendiri dapat berubah dan nilai budaya cenderung pluralistik,

tidak monolitik.

Hal ini menjadi focus peksos. Peksos biasanya diposisikan “membantu perjuangan HAM

dan hak-hak yang kontekstual dengan tradisi budaya yang berbeda. Untuk itu, titik penting

adalah ada cara untuk menemukan cara bergerak melampaui batasan melumpuhkan

kulturalisme dan mencari bentuk budaya sensitif dan menghormati kerja HAM, melintasi

batas-batas budaya, memang jika HAM yang benar-benar universal dan melibatkan

perjuangan seperti seperti yang untuk pembebasan perempuan dibahas dalam bagian ini,

praktek seperti menjadi penting. Dan tentu saja apa yang berlaku bagi perjuangan feminis,

juga berlaku bagi perjuangan HAM lainnya, termasuk dalam masalah anak-anak,

5 Monolitic adalah kesatuan tunggal dari beragam sesuatu, menjadi satu dan berpengaruh kepada yang lain.

(Sumber: http://glosarium.org/arti/?k=monolitik;downloaded at September 23th 2013; 01.57AM).

Page 15: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

12

penyandang cacat, ras, kecenderungan seks, kemiskinan, atau lain-lain. Dengan

membingkai hal ini sebagai perjuangan HAM, berarti membingkai dalam “perjuangan HAM

universal”. Ia menjadi perhatian semua orang dan yang mesti berlangsung dalam lintas

batas nasional dan budaya.

Universalisme dan Relativisme: Diluar Koridor sederhana

Masalah universalisme dan relativisme biasanya dinyatakan sebagai biner: seseorang harus

memiliki satu hal atau yang lain, keduanya dipertentangkan, dan itu adalah masalah

perdebatan; mana yang harus mendominasi. Namun ini adalah pandangan yang sangat

sederhana tentang universalisme dan relativisme. Jelas, memang, bahwa keduanya;

universalisme naif dan relativisme naif adalah posisi yang tidak bisa dipertahankan untuk

pekerja HAM. Sebuah universalisme naif, bersikeras bahwa semua HAM berlaku di mana-

mana, untuk semua orang, dengan cara yang sama, tidak memperhitungkan perbedaan

budaya. Padahal faktanya, pemahaman setiap orang tentang HAM dibentuk oleh budaya

mereka dan konteks yang ada. Pada saat yang sama, relativisme naif, sering ditandai

dengan kulturalisme, yaitu tidak ada posisi moral yang menentang pelanggaran HAM di luar

budaya sendiri, namun pelanggaran berat mungkin akan tampak. Oleh karena itu, perlu

mencoba bergerak melampaui biner sederhana universal/ relatif dan untuk mencapai posisi

yang lebih bernuansa yang “bukan universalisme atau relativisme” yang akan diterima tanpa

kritik, melainkan di mana keduanya digabungkan.

Salah satu cara di mana hal ini dapat dicapai adalah dengan membuat perbedaan antara

kebutuhan dan hak-hak; memahami hak sebagai pernyataan umum dan universal, dan

kebutuhan sebagai cara hak-hak tersebut dikontekstualisasikan. Ini mensyaratkan bahwa

hak dinyatakan dalam istilah yang sangat umum, misalnya 'hak untuk perawatan kesehatan,

bukan' hak untuk obat farmasi terjangkau 'atau' hak untuk tempat tidur rumah sakit. Dalam

contoh ini, yang terakhir menjadi kebutuhan 'yang bervariasi dari satu konteks ke konteks

lainnya.

Cara kedua adalah dengan memahami pernyataan universal hak sebagai aspirasi normatif

universal, bukan sebagai pernyataan universal yang empiris. Jadi untuk berbicara tentang

hak universal untuk pendidikan, misalnya, berarti orang membuat pernyataan tentang

keinginan bahwa pendidikan harus diwujudkan bagi seluruh umat manusia. Pendekatan ini

menunjukkan bahwa setiap orang secara sah dapat menentukan hak atas dasar harapan

orang itu atas dasar kemanusiaan; orang lain mungkin akan menentukan hak berbeda, atas

dasar nilai-nilai dan aspirasi yang berbeda, dan karenanya universalisme berada dalam

aspirasi pendefinisi yang tepat, bukan dari yang dibuat seolah-olah hak-hak universal entah

Page 16: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

13

bagaimana 'ada' di mana-mana. Seperti pendekatan untuk universalisme membuka ruang

dialog antara berbagai pakar yang mendefinisikan hak secara berbeda.

Yang lebih penting adalah untuk bergerak di luar pendekatan universalisme dan relativisme

yang menganggap mereka saling eksklusif. Sebaliknya, dapat kita katakan bahwa keduanya

saling bergantung, dan masing-masing diperlukan untuk yang lain. Setiap kali kita membuat

pernyataan universal, hanya memiliki makna dalam konteks di mana kita membuatnya.

Sehingga setiap penegasan hak universal untuk, katakanlah, pendidikan membuat asumsi

tentang apa pendidikan, dan mengapa penting, yang terbuat dari dalam konteks.

Pernyataan seperti itu tidak bisa bebas konteks, dan dari konteksnya bahwa hal itu dapat

diberi makna. Jadi, segala yang universal paasti didasarkan pada kontekstual, namun

banyak bahasa yang digunakan dapat mengaburkan itu. Demikian pula, setiap pernyataan

tentang konteks yang lebih luas memerlukan beberapa keterangan yang lebih luas,

kerangka kuasi-universal. Jadi untuk mengklaim bahwa budaya sangat materialistik, atau

patriarki, atau kooperatif, atau militeristik adalah membandingkannya dengan norma yang

lebih luas, yang berjalan pada klasifikasi yang lebih tinggi dari konteks budaya. Dengan cara

ini, kontekstual tergantung pada universal, dan universal tergantung pada kontekstual,

masing-masing saling membutuhkan untuk memberikan makna. Jadi, pernyataan bahwa

hak akan selalu bersifat universal dan kontekstual, tidak bisa diakui hanya satu atau yang

lain, tapi akan selalu bergandengan. Ini mungkin cara yang paling ampuh untuk bergerak

melampaui universalisme/relativisme dualisme, dengan memahami bahwa HAM tidak hanya

bisa, tetapi harus, menggabungkan keduanya, dan bahwa setiap pernyataan atau klaim hak

melibatkan interaksi elemen universal dan kontekstual.

Warga Negara Dunia

Konsep tentang HAM, yang dipahami sebagai yang universal, sangat terkait dengan

pemahaman tentang kewarganegaraan, kewargaan kita adalah hak kita untuk hak-hak

tertentu yang harus dipenuhi oleh negara dimana kita adalah warga negara, dan ini telah

menjadi dasar bagi perumusan kebijakan sosial. Dalam era globalisasi, meski kita belum

melihat globalisasi kewarganegaraan yang sesuai dengan globalisasi ekonomi. Sebagai

negara yang 'cekung' (Jessop 1994), hal ini membuktikan bahwa negara kurang mampu

memenuhi semua hak-hak kewarganegaraan dari orang yang mengklaimnya. Lebih khusus

lagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tergantung pada tingkatan mendasar pada belanja

publik, yang mana pemerintah tidak mungkin mempertahankan kekuatan ekonomi global

dan ideologi pasar bebas. Oleh karena itu, diperlukan dalam dunia yang mengglobal, untuk

Page 17: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

14

menguji gagasan kewarganegaraan global, meskipun hal ini sampai saat ini sudah saatnya

untuk didefinisikan atau direalisasikan.

Kelemahan dalam merealisasikan ide “warga dunia” dapat diilustrasikan dengan kasus

mobilitas individu. Untuk orang kaya, dalam dunia global, bergerak di seluruh dunia dengan

mudah dan disambut di manapun mereka pergi. Mereka sangat dicari, dan dalam beberapa

kasus mudah mengubah kewarganegaraan demi kenyamanan, keuntungan finansial, dan

untuk menghindari penahanan jika terkait dengan kriminalitas mereka. Bagi mereka,

identitas nasional dan kewarganegaraan memiliki arti yang kecil, karena mereka lebih

bangga menyebut diri mereka sebagai “warga dunia”. Namun sebaliknya, para pengungsi,

pencari suaka, dan pekerja migran, yang melarikan diri dari penganiayaan atau hanya

mencari kehidupan yang lebih baik bagi mereka dan keluarganya, didiskriminasi, dipaksa,

pindah, ditolak hak-hak dasar manusia, dihukum dan dipenjara (Loescher 1999).

Gagasan tentang “warga dunia” merupakan muatan dari HAM universal. Hal itu sebagai

kelanjutan proses globalisasi, dan dengannya terhubung pencarian tentang konsepsi warga

dunia, gagasan tentang HAM pasti mencapai makna yang signifikansinya lebih besar. Kita

tidak perlu heran, karena itu, bahwa pada waktu tertentu dalam sejarah tampaknya ada

minat baru dalam gagasan tentang HAM, dan istilah ini sering digunakan oleh lawan dari

bentuk arus globalisasi.

Praktik Global

Implikasi bagi pekerjaan sosial terkait gagasan kewarganegaraan global mulai diakui dalam

literatur pekerjaan sosial. Ini adalah daerah utama pembangunan untuk pekerjaan sosial

masa depan, jika pekerjaan sosial ingin tetap relevan di era globalisasi dan jika praktek kerja

sosial yang didasarkan pada HAM hendak direalisasikan.

Salah satu cara untuk memahami praktek peksos adalah dengan melihatnya sebagai proses

membantu orang untuk mengartikulasikan hak-hak mereka dan agar hak mereka terpenuhi

dan terlindungi. Ini berarti bahwa pekerjaan sosial harus memiliki perspektif internasional,

dan bahwa hal itu tidak cukup untuk hanya peduli dengan lokasi dan konteks langsung di

mana pekerjaan sosial berada. Di sisi lain, adalah penting bahwa pekerjaan sosial tidak

mengabaikan lokal, karena hal ini tetap menjadi lokasi penting bagi kegiatan manusia, dan

jika sesuatu menjadi bermakna jika dikaitkan dengan konteksnya.

Praktik peksos bisa dalam dua segmen: global dan local. Jadi lokasi untuk aksi sosial dan

advokasi kebijakan perlu bergeser dari nasional ke lokal maupun global, dan itu adalah

kemampuan untuk menghubungkan kedua hal tersebut yang akan menentukan

Page 18: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

15

keberhasilan masa depan pekerjaan sosial. Kekuatan yang mempengaruhi klien pekerja

sosial 'sekarang sangat global, sedangkan pengalaman masalah pribadi, dan memang

pengalaman besar kehidupan bagi sebagian besar penduduk bumi, tetap pada lokal. Jika

pekerjaan sosial ingin menjadi efektif, maka harus mampu beroperasi pada kedua tingkatan,

dan untuk menghubungkan dua hal tersebut dalam bingkai acuan “lokal-global” yang

kadang-kadang disebut 'glocal'. (Lawson 2000).

***

Page 19: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

16

BAB III

PEMBAHASAN

BUDAYA DAN HAM

Budaya adalah hasil cipta karya manusia, baik fisik maupun non fisik dalam menghadapi

kehidupan. Cipta karya fisik seperti bangunan, jalan, jembatan, pengelolaan alam, dan

seterusnya. Cipta karya non-fisik, seperti pranata social, tata-krama, system keyakinan, dan

lain-lain.

Kata kultur/budaya dalam kaitannya dengan perilaku manusia, pertama kali dikemukakan

oleh Edward Burnett Taylor (1832-1917). Ia mengatakan:

Culture or civilization, taken in its wide ethnographic sense, is that complex whole which

includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits

acquired by man as a member of society.”6

“Budaya atau peradaban, diambil dalam arti luas etnografi, adalah bahwa keseluruhan

kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan setiap

kemampuan lain dan kebiasaan yang ada oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

Dari definisi budaya di atas, terdapat garis merah antara budaya dengan HAM. Karena

budaya merupakan kompleksitas produk manusia, fisik maupun non-fisik. Dan HAM adalah

salah satu dari bentuk budaya manusia. Secara singkat, HAM dan budaya bagai dua sisi

mata uang logam.

Universalitas dan Spesialitas

HAM secara umum adalah sama dalam definisi universal antar beragam budaya dunia,

wujud pernghargaan atas martabat manusia. Akan tetapi dalam implementasinya, terkadang

satu budaya tidak sama dengan budaya bangsa lain. Contoh: Setiap bangsa memerintahkan

untuk menghormati kedua orang tua. Penghormatan terhadap orang tua, disikapi berbeda

dalam bentuk pelaksanaanya. Suku Jawa memahaminya dengan seorang anak mencium

tangan ibu-bapaknya ketika bertemu atau akan berpamitan; sementara orang Timur-Tengah

menyatakannya dengan mencium kening kedua orang tuanya.

Contoh kedua: Setiap bangsa menghargai dan memberikan kebebasan kepada warganya

untuk menyampaikan pendapat. Dalam pelaksanaanya, orang Indonesia, penyampaian

6 Edward Burnett Taylor (1832-1917), “Primitive Culture”, 4

th Ed., London, John Murray Albemarle Street, 1903,

hal. 1.

Page 20: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

17

pendapat akan dianggap kurang baik jika disampaikan dalam orasi di muka umum tanpa

langsung kepada yang bersangkutan. Namun, di Barat barangkali menjadi hal yang biasa

menyampaikan hal yang demikian dengan cara yang demikian pula.

Rambu-rambu Pelaksanaan HAM

Ada sejumlah rambu-rambu dalam pelaksanaan HAM agar bisa berjalan dengan baik. Hal

ini penting agar niat mulia untuk memuliakan manusia tidak berujung para perang

kepentingan antar klaim hak. Rambu-rambu tersebut adalah:

1. Pelaksanaan HAM tidak bisa secara mutlak. Hal ini maksudnya adalah apa yang

menjadi hak kita apabila dijalankan maka akan bergesekan dengan hak orang lain.

Maka, ketidakmutlakannya dibatasi oleh hak orang lain yang juga mengklaim HAM.

Maka, dari hasil gesekan itu, muncul tata-krama, saling menghargai, tidak saling

mengganggu, dan lain-lain;

2. Pelaksaan hak harus diimbangi dengan pelaksanaan kewajiban. Hal ini adalah

karena dalam hidup bermasyarakat, setiap anggotanya memiliki hak dan kewajiban.

Apa yang menjadi hak kita, artinya itu adalah kewajiban pihak lain untuk

memenuhinya. Demikian juga, hak orang lain, ada yang menjadi kewajiban kita untuk

memberikannya.

3. Pelaksanaan HAM tersebut harus dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan.

Hal ini untuk menghindari bentrok horizontal antar sesame masyarakat dan vertical:

masyarakat dengan Negara. Apabila sudah bisa dibuat dalam peraturan tertulis yang

disepakati bersama, maka keserasian pelaksaan HAM bisa dicapai secara lebih

konkret. Berikutnya, segala macam pelanggaran HAM bisa dihindari, diminimalisir,

dan sanksi pun jelas dan akuntabel bagi pelanggar HAM, termasuk bagaimana

proses perjuangan mendapatkan HAM yang terlanggar tersebut.

Peran Pekerja Sosial

Pekerja Sosial hendaknya memahami beragam budaya dunia. Hal ini karena setiap perilaku

manusia, demikian juga klien, dipengaruhi oleh budaya dimana ia tinggal. Ketidaktahuan

pekerja social akan budaya klien, akan berakibat fatal terhadap engagement dan solusi yang

ditawarkan. Ibarat seorang yang melihat ikan diakuarium, lalu ia merasa iba karena ikan

tenggelam, lalu diangkatnya ikan tersebut, dan akhirnya mati. Jangan sampai seorang

pekerja social “merasa telah berbuat yang terbaik” untuk klien, ternyata adalah sebaliknya.

Hal ini karena ketidaktahuan akan budaya setempat.

Page 21: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

18

Pekerja social yang ingin berkiprah dalam ranah HAM, hendaknya juga mengetahui

berbagai prinsip HAM, mensosialisasikannya kepada masyarakat --khususnya klien, apa

yang menjadi hak-haknya, dan bagaimana ia membantu klien untuk mendapatkan haknya

tersebut.

Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh seorang Peksos dalam fungsinya pada ranah

HAM:

1. Sosialisasi tentang HAM, baik kepada klien individu, keluarga, kelompok, komunitas,

masyarakat, bangsa, maupun kepada institusi pemerintah;

2. Pendidikan HAM

3. Advokasi HAM

4. Penguatan lembaga pelindung HAM

5. Pelestarian budaya

6. Pemberdayaan hokum

7. Mendorong munculnya berbagai kebijakan yang mendukung HAM.

***

Page 22: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

19

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat kami

simpulkan hal-hal sebagai berikut:

Topik kajian tentang Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan wacana semua orang, semua

disiplin ilmu, karena pada hakikatnya semua cabang ilmu didedikasikan untuk kemajuan

peradaban manusia.

Budaya adalah hasil cipta karya manusia, baik fisik maupun non fisik dalam menghadapi

kehidupan. Cipta karya fisik seperti bangunan, jalan, jembatan, pengelolaan alam, dan

seterusnya. Cipta karya non-fisik, seperti pranata social, tata-krama, system keyakinan, dan

lain-lain.

Terdapat garis merah antara budaya dengan HAM. Karena budaya merupakan kompleksitas

produk manusia, fisik maupun non-fisik. Dan HAM adalah salah satu dari bentuk budaya

manusia. Secara singkat, HAM dan budaya bagai dua sisi mata uang logam.

SARAN

1. Pekerja Sosial harus memahami seluk-beluk ragam budaya dunia, khususnya budaya

tempat ia berlokasi, berkiprah, dan bekerja.

2. Meski secara universalitasnya, HAM adalah sama,namun karena dalam

implementasinya masing-masing berbeda sesuai konteksnya, maka sangat mungkin

terjadi kekeliruan, baik sengaja ataupun tidak. Kekeliruan ini disebut pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, peksos harus bisa melakukan korelasi mutualistic antara agenda HAM

yang universal dengan budaya daerah yang sangat spesifik.

3. Para stakeholder di Indonesia, termasuk di dalamnya IPSPI, perlu untuk secara regular

duduk bersama, melakukan kristalisasi budaya universal Indonesia dalam bentuk

“budaya tertulis” sehinga beragam pelanggaran bisa diminimalisir.

***

Page 23: PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 · PDF fileBudaya Barat berakar pada Periode Klasik era ... Columbus “penemu ... mereka perlu mempertanyakan lebih kuat bias individualis dalam teori

20

DAFTAR PUSTAKA

Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge

Univercity Press, 2008;

Edward Burnett Taylor, “Primitive Culture”, 4th Ed., London, John Murray Albemarle

Street, 1903

Peter J. Bräunlein, "Flagellation." Religions of the World, Second Edition: A

Comprehensive Encyclopedia of Beliefs and Practices”. Ed. Martin Baumann, J. Gordon

Melton. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO, 2010, 1120-1122

Susan C. Mapp, “Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an

Introduction to Int’l. Social Work”, Oxford Univercity Press, 2008.

http://en.wikipedia.org/wiki/ Confucianism. Downloaded at September 15th 2013; 2.16PM.

http://www.livescience.com/21478-what-is-culture-definition-of-culture.html; downloaded

at September 22th 2013.

http://en.wikipedia.org/wiki/Triumphalism; downloaded at September 23th 2013; 03.41

AM)

http://glosarium.org/arti/?k=monolitik;downloaded at September 23th 2013; 01.57AM