Porfol Asma
Transcript of Porfol Asma
-
7/30/2019 Porfol Asma
1/40
Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangAsma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan.1
Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan
bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang
dengan menggunakan kuesionerInternational Study of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang
64% diantaranya mempunyai gejala klasik.2
Prevalensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh tahun terakhir
terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat terjadi pada laki-laki dan
wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia diperkirakansekitar 3-8,02%. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan
meningkat di seluruh dunia.Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi ini
berpotensi menjadi masalah kesehatan di masa depan.Dampak buruk asma meliputi penurunan
kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma menyebabkan mereka
kehilangan 16 % hari sekolah di Asia, 34 % pada anak-anak di Eropa, dan 40 % pada anak-
anak di Amerika Serikat.1,2
Pada tahun 2002, di Amerika Serikat sekitar 14 juta dewasa dan 6 juta anak-anak
didiagnpenderitaa dengan asma (berdasarkan CDC).Setiap hari di Amerika, terdapat 30.000
orang yang terkena serangan asma. Dari laporan pada peringatan hari asma sedunia pada
tanggal 4 Mei 2004 yang lalu, menyatakan bahwa prevalensi asma diperkirakan akan terus
megalami peningkatan dalam beberapa tahun mendatang, dengan kenaikan setiap 180.000
penderita setiap tahunnya.1,2
Pada kehamilan prevalensinya 1-4%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7 %. 3,4,5
Kepustakaan lain menyatakan asma berpengaruh pada 1-9% wanita atau pada 200.000 -
-
7/30/2019 Porfol Asma
2/40
Page | 2
376.000 kehamilan di Amerika setiap tahunnya. Rata - rata morbiditas dan mortalitas pada
wanita hamil sebanding dengan populasi umum. Rata - rata mobilitas asma di Amerika adalah
2,1 per 100.000. 3
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering dijumpai
kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma selalu sama
terhadap setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangan tidak sama pada
kehamilan pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan yang serius pada wanita hamil.
Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh terhadap ibu dan janin.6,7
Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk.
Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian perinatal dua
kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa hiperemesis, preeklampsia,
dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma, begitupula halnya terjadi peningkatan angka
kematian neonatal dan persalinan prematur. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
penanganan aktif pasien hamil untuk menghindari eksaserbasi akut asma bronkhial.2
1.2.Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pemahaman klinis asma
bronkial khususnya asma bronkiale pada kehamilan dari segi diagnosis, pengenalan etiologi,
faktor risiko, patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus.
-
7/30/2019 Porfol Asma
3/40
Page | 3
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama Wahana : Kutai kartanegara
Topik : G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma Bronkiale dan Anemia, janin tunggal,
hidup preskep
Tanggal(kasus) : 02 Oktober 2012
Nama pasien : Ny. A
No.RM : RS0431
Tanggal Presentasi :
Pendamping : dr. Maurits Silalahi,SpP
Tempat presentasi : RSU A.M Parikesit
Obyektif presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Dewasa
Deskripsi : Wanita, 18 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu, 1hari sesak nafas, Riw Asma(+), Anemia
Tujuan : Mengetahui penanganan ddan terapi Asma bronkiale pada kehamilan
Bahan bahasan : Tinjauan pustaka Riset Kasus
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email
Data Pasien
Nama : Ny. A Nomor registrasi RS0431
Nama klinik : RSU A.M Parikesit Telp : Terdaftar sejak : 02-10-2012
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinisG1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma bronkiale, keadaan umum tampak sakit sedang, sesak
nafas dan batuk berdahak, Riw Asma (+).
2. Riwayat pengobatanJika serangan asma timbul biasanya pasien hanya membeli obat warung dan selama hamil
periksa ke bidan.
-
7/30/2019 Porfol Asma
4/40
Page | 4
3. Riwayat kesehatan / PenyakitRiwayat asma (+), riwayat hipertensi(-), riwayat DM (-), riwayat alergi (+) makanan laut.
4. Riwayat keluargaPasien mengaku keluarganya ada yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien yaitu ibu
pasien
5. Riwayat pekerjaanTidak bekerja
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Asma Bronkiale pada kehamilan2. Patofisiologi Asma Bronkiale pada kehamilan3. Managemen terapi Asma Bronkiale pada kehamilan4. Komplikasi Asma Bronkiale pada kehamilan dan persalinan5. Pencegahan eksaserbasi Asma Bronkiale
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
Subjektif : Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit disertai batukberdahak. Pasien memiliki riwayat asma dan penyakitnya sering timbul saat bekerja berat maupun
malam hari saat istirahat dan cuaca dingin. Pasien saat ini sedang hamil anak ke1 dan merasa
lemas. Selama kehamilan ini pasien jarang memeriksakan kehamilannya. Serangan asmapasien
biasa terjadi 3-4 kali dalam sebulan dan serangan malam terjadi kurang lebih dua kali dalam
sebulan. Asma pada kehamilan perlu diperhatikan dengan baik karena kehamilan berpengaruh
terhadap penyakit asma dan penyakit asmapun sangat berpengaruh terhadap kehamilannya. Wanita
yang menderita asma yang berat mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah
(BBLR) dan bayi prematur. hipoksia neonatal, komplikasi selama persalinan, dengan tingkat
mortalltas perinatal dan maternal yang tinggi pula.
ObjektifHasil pemeriksaan jasmani, USG, pemeriksaan laboratorium darah perifer. Pada kasus ini
diagnosis ditegakkan berdasarkan
o Anamnesao Gejala klinis (sesak nafas dan mengi yang berulang )o USG abdomeno Laboratorium
-
7/30/2019 Porfol Asma
5/40
Page | 5
Assessment (Penalaran klinis)Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan
sel dan elemen-elemen seluler.Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif
saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas, dan batuk-batuk
terutama pada malam hari atau awal pagi. Asma bronkial merupakan salah satu penyakit
saluran napas yang sering dijumpai kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya serangan asma selalu sama terhadap setiap penderita, bahkan pada seorang penderita
asma, serangan tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan
yang serius pada wanita hamil. Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh
terhadap ibu dan janin.Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma
memburuk. Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian
perinatal dua kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa hiperemesis,
preeklampsia, dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma, begitupula halnya terjadi
peningkatan angka kematian neonatal dan persalinan prematur. Perubahan fungsi paru pada
kehamilan meliputi 20% karena peningkatan kebutuhan oksigen dan metabolisme ibu, 40%
peningkatan ventilasi semenit dan peningkatan tidal volume.Terdapat sejumlah perubahan
fisiologik dan struktural terhadap fungsi paru selama kehamilan. Hiperemia, hipersekresi dan
edema mukosa dan saluran pernapasan merupakan akibat dari meningkatnya kadar estrogen.
Pada uterus gravid terjadi peningkatanukuran lingkar perut, diafragma meninggi, dan semakin
dalamnya sudut antar kosta. Wanita hamil mengalami peningkatan tidal volume, volume
residu, serta kapasitas residu fungsional, penurunan volume balik ekspirasi, sementara
kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi alveolar terjadi bila PCO2 menurun dari 34-40
mmHg menjadi 27-34 mmHg, yang biasanya terlihat pada umur kehamilan 12 minggu. Seperti
yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan eksaserbasi asma puncaknya pada umur
kehamilan sekitar enam bulan, gejala yang berat biasanya terjadi antara umur kehamilan 24
minggu - 36 minggu. Sementara pada 4 minggu terakhir masa kehamilan, keadaan justru
membaik. Bahkan, selama proses persalinan dan kelahiran hanya 10% ibu hamil penderita
asma yang menunjukkan gejala asma, hal ini diduga disebabkan oleh membaiknya fungsi paru.
Asma yang memburuk selama kehamilan biasanya kembali membaik dalam waktu 3 bulan
setelah partus. Asma yang terjadi pada kehamilan sebelumnya, pada 60% penderitanya akan
terulang lagi pada kehamilan berikutnya. Pasien ini memiliki riwayat asma sejak kecil. Usia
kehamilan pasien saat ini adalah 38 minggu dan pasien jarang memeriksakan kehamilannya ke
dokter. Pada kasus ini perlu diperhatikan untuk kasus penyakit Asma bronkiale pada kehamilan
yang meliputi diagnosa, pemeriksaan penunjang, pemberian terapi saat kehamilan, persalinan
-
7/30/2019 Porfol Asma
6/40
Page | 6
maupun masa menyusui dan juga komplikasi yang mungkin terjadipada kehamilannya.
PlanningDiagnosis : G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma Bronkiale dan Anemia, janin tunggal,
hidup, preskep
Pengobatan : Pengobatan untuk asma dibagi menjadi controller jangka panjang obat yang
mencegah manifestasi asma (dihirup kortikosteroid, lama--agonis bertindak, pengubah
leukotriene, cromolyn, dan teofilin) dan terapi yang menyelamatkan memberikan bantuan cepat
gejala (terutama pendek bertindak dihirup -agonis). Dalam penelitian yang melibatkan pasien
yang tidak hamil, menghirup kortikosteroid adalah kontroler yang paling efektif obat dalam hal
mengurangi gejala dan eksaserbasi dan meningkatkan fungsi paru, dan semua obat controller
telah ditunjukkan untuk meningkatkan hasil-hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo. Long-
acting -agonis telah terbukti lebih efektif dari antagonis leukotriene-reseptor atau teofilin
sebagai add-on terapi kortikosteroid inhalasi. Studi-studi menunjukkan bahwa beclomethasone
hirup lebih efektif daripada teofilin dalam meningkatkan fungsi paru dan bahwamenghirup
beclomethasone selain kortikosteroid oral dan menghirup -agonissetelah rawat inap untuk
hasil asma di readmissions berikutnya lebih sedikit untuk asma dibandingkan dengan
kortikosteroid oral dan menghirup -agonis sendirian.
Pendidikan : dilakukan pada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan
dan pemulihan dengan memberikan edukasi. Semua pasien harus dididik mengenai hubungan
antara asma dan kehamilan, dan mereka harus diajarkan tentang self-perawatan, termasuk
teknik inhaler, kepatuhan terhadap pengobatan, dan pengendalian dari lingkungan yang
potensial memicu. Yang sesuai kondisi hidup bersama manajemen umum yang dapat
memperburuk asma, seperti rinitis, sinusitis, dan gastroesophageal reflux, dapat meningkatkan
kontrol asma. Wanita yang merokok harus diinformasikan dari dampak negatif dari merokok
pada janin, yang dapat menambah efek janin asma tidak terkontroldan harus akan sangat
dianjurkan untuk berhenti. Nasihat pada kontrol lingkungan langkah-langkah untuk
mengurangi paparan alergen dapat diberikan berdasarkan hasil pengujian alergi.
-
7/30/2019 Porfol Asma
7/40
Page | 7
2.1.ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 3 Oktober 2012)
IDENTIFIKASI
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 18 tahun
Alamat : Jln LetJend S. Parman RT 002 Desa Sepakat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Kawin
MRS : 2 Oktober 2012
Medical Record : RS0431
KELUHAN UTAMA
Sesak nafas sejak 1 hari SMRS
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Kurang lebih 10 jam SMRS penderita mengeluh sesak nafas yang berat tidak seperti biasanya,
sesak timbul saat pagi hari setelah mandi pagi, pasien merasa sulit bernafas dan berdebar debar.
Sebelum ke RS pasien sudah ke Puskesmas dan diberi O2 dan obat di Puskesmas namun keluhan
tidak berkurang. 3 hari sebelumnya pasien batuk berdahak, warna putih kekuningan, mual, muntah
dan nyeri kepala. Pasien berobat ke bidan dan diberi obat nyeri dan mual namun keluhan tak
berkurang. Pasien mengaku mempunyai riwayat sesak berulang dan berbunyi, sesak sering timbul
saat cuaca dingin, setelah kerja berat, terkena debu dan makan makanan laut. Biasanya, timbulnya
serangan sesak dalam satu minggu terjadi lebih dari satu kali, pada malam hari biasanya dalam
satu bulan terjadi serangan sekitar 4 kali. Hal ini telah mengganggu tidur penderita. Demam (-),
nyeri dada(-), tidur dengan satu bantal, sembab tubuh tidak ada. Penurunan nafsu makan (-), BAK
dan BAB biasa.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat asma (+) sejak berusia 5 tahun. Penderita biasa minum obat warung atu ke Puskes jikatidak berkurang. Pernah dirawat karena asma usia 8 tahun
- Riwayat alergi debu/asap (+), makanan laut(+), cuaca dingin(+)- Riwayat kebiasaan merokok disangkal.- Riwayat darah tinggi disangkal.
-
7/30/2019 Porfol Asma
8/40
Page | 8
- Riwayat sakit kencing manis disangkal.- Riwayat minum obat yang menyebabkan kencing berwarna merah disangkal.RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu penderita).RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : tahun Siklus : Pasien tidak ingat Banyaknya : 5 kali ganti kain Lama Haid : 4hari Disminorhea : disangkal
RIWAYAT PERNIKAHAN
I : ini merupakan pernikahan yang pertama
RIWAYAT PERSALINAN : -
RIWAYAT KELUARGA BERENCANA : Tidak pernah
RIWAYAT ANTENATAL CARE : tidak rutin periksa
RIWAYAT OPERASI : Pasien belum pernah dioperasi
RIWAYAT KEBIASAAN: Pasien tidak merokok dan tidak minum alcohol
2.2.PEMERIKSAAN FISIK( 3 Oktober 2012)
A. STATUS GENERALISKeadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 kali/menit
Temperatur : 37,3 C
Tinggi badan : 154 cm
Berat badan : kg
-
7/30/2019 Porfol Asma
9/40
Page | 9
KEADAAN SPESIFIK
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), scar (-), keringat umum (+),
keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal,
sianosis (-).
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher, submandibula dan supraklavikula.
Kepala
Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit sedang.
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-).
Hidung
Epistaksis (-)
Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau
pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O.
Thorax : Penggunaan otot bantu pernafasan (-)
Paru
Inspeksi : statis: simetris kanan=kiri; dinamis: simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada
(-).
Palpasi : stemfremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi
minimal pada kedua lapangan paru.
Jantung
Bunyi jantung S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status obstetri
Genital
Tidak ada kelainan.
Ekstremitas
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
-
7/30/2019 Porfol Asma
10/40
Page | 10
B. STATUS OBSTETRIAbdomen:
Inspeksi : Perut tampak buncit besar sesuai masa kehamilan, linea nigra
(+), striae gravidarum (+)
Palpasi : L1: kesan bokong, TFU 3jari di bawah px
L2: punggung kanan
L3: kesan kepala
L4: belum masuk PAP
His (-)
Perkusi: Pekak
Auskultasi: DJJ: 136x/mnt
2.3.PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Pemeriksaan Hematologi (2 Oktober 2012)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1. Hemoglobin 7, 3g/dl P: 12-16 g/dl
2. Hematokrit 27 vol% P: 37-43 vol%
3. Leukosit 12.200 /mm 5000-10000 /mm
4. Trombosit 320.000/ mm 200000-500000/ mm
5. GDS 126 mg/dL6. Ureum 15
7. Creatinin 0,6
USG 3 Oktober 2012Janin tunggal hidup, presentasi kepala.
TBJ : 1848
Plasenta di fundus grade II
Cairan ketuban (+)
Kesan : Hamil 33-34 minggu
2.4.DAFTAR MASALAH
1. Sesak nafas2. Batuk berdahak3. Riwayat asma dan alergi4. Anemia
-
7/30/2019 Porfol Asma
11/40
Page | 11
2.5.DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma Bronkiale dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep
2.6.DIAGNOSIS BANDING
Bronkitis akut
PPOK
2.7.RENCANA TERAPI
Non Farmakologi
Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek samping obatTerapi UGD
O2 2-4 liter/menit Nebulisasi dengan ventolin. Apabila masih sesak, maka nebulisasi diulangi tiap 20 menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika TD > 100mmHg Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari Rawat bersama bagian Obstetri
2.8.PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN
Follow up pasien 3 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang
Sensorium compos mentis N 84kali/menit
TD 110/80 mmHg RR 22 kali/menit
Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing
ekspirasi (+) minimal dikedua lapangan paru.
Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: dbn
Extremitas: Akral hangat, edema (-)
Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam
-
7/30/2019 Porfol Asma
12/40
Page | 12
perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep
Planning Non Farmakologi
Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek
samping obat
Farmakologi
O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika
TD > 100mmHg
Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari Visit dr. Edi, SpOG : Inbion 1x1 Visit dr. Mauritx, Sp.P : Terapi lanjutkan, konsul
bagian jantung
Follow up pasien 4 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang, nyeri di seluruh persendian
Sensorium compos mentis
TD 110/80 mmHg
Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing
ekspirasi (+) minimal dikedua lapangan paru.
Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: dbn
Extremitas: Akral hangat, edema (-)
Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam
perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep
Planning Non Farmakologi Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek
samping obat
Farmakologi
O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika
TD > 100mmHg
Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg
-
7/30/2019 Porfol Asma
13/40
Page | 13
Combivent nebulisasi 3x sehari PCT ekstra Visit dr. Mauritx, Sp.P : Terapi lanjutkan Visit dr. Miftah, Sp. JP : Saran Echocardiografi
dalam batas normal
Follow up pasien 5 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang, nyeri di seluruh persendian
Sensorium compos mentis
TD 110/80 mmHg
Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing
ekspirasi (-) dikedua lapangan paru.Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: dbn
Extremitas: Akral hangat, edema (-)
Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam
perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep
Planning Non Farmakologi
Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek
samping obat
Farmakologi
O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika
TD > 100mmHg
Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari PCT ekstra Visit dr. Mauritx, Sp.P : Aminophilin stop, konsul
interna, rencana transfuse PRC
Follow up pasien 6 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang, nyeri di seluruh persendian
Sensorium compos mentis
TD 110/80 mmHg
-
7/30/2019 Porfol Asma
14/40
Page | 14
Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing
ekspirasi (-) dikedua lapangan paru.
Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: dbnExtremitas: Akral hangat, edema (-)
Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam
perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep
Planning Non Farmakologi
Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek
samping obat
Farmakologi
O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ 12 tpm jika Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari PCT ekstra
Visit dr. Mauritx, Sp.P : rencana transfuse PRC Visit dr. Mulyani, Sp,.PD : analgetik ekstra
-
7/30/2019 Porfol Asma
15/40
Page | 15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
4.1.Definisi
Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu asthma yang berarti terengah-engah. Asma
bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan sel dan
elemen-elemen seluler.Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif saluran
pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafa, dan batuk-batuk terutama pada
malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yangbersifat reversibel baik secara spontan maupun secara terapi.3
Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok,
dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial menurut Departemen Kesehatan R.I. adalah
suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti
dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas, tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan
sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.4
Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai oleh bronkospasme
rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respon terhadap stimulus yang tidak
menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.5
-
7/30/2019 Porfol Asma
16/40
Page | 16
4.2.Klasifikasi
Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perncanaan
penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Klasifikasi
derajat berat asma berdasakan gambaran klinis adalah sebagai berikut:
Gejala (siang) Gejala (malam) Faal ParuSTEP 1
Intermiten < 1 x/mgg Serangan singkat Asimptomatik
diluar serangan
2 x/bln VEP1 80% APE 80% Variabiliti APE < 20%
STEP 2
Persisten
Ringan
> 1 x/mgg,tetapi 2 x/bln VEP1 80% APE 80% Variabiliti APE < 20-
30%
STEP 3
PersistenSedang
Setiap hari Aktivitasterganggu Butuh
bronkodilator
setiap hari
> 1 x/mgg VEP1 60-80% APE 60-80% Variabiliti APE > 30%
STEP 4
Persisten
Berat
Kontinyu Sering kambuh Aktivitas fisik
terbatas
Sering VEP1 60% APE 60% Variabiliti APE > 30%
VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (Forced Expiratory Volume in 1
second/FEV1)
APE = Arus Puncak Ekspirasi (Peak Expiratory Flow/FEV)
1.3.Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkial.6
1. Faktor predisposisia. Genetik
Belum diketahui cara penurunanbakat alergi asma yang jelas. Penderita dengan penyakitalergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
2. Faktor presipitasia. Alergen :Inhalan, sesuatu yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi, makanan
b. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
c. Stress
-
7/30/2019 Porfol Asma
17/40
Page | 17
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol
dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun.
d. Lingkungan kerjaMisalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
1.4. Patogenesis
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Adanya inflamasi
hiperaktivitas saluran napas dijumpai pada asma baik pada asma alergi maupun non-alergi. Oleh
karena itu dikenal dua jalur untuk mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologi utama didominasi oleh
IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE , masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC
(Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel
Th (T penolong). Sel ini akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel
plasma membentuk serta sel- sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinifil, neotrofil,trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti histamin
prostaglandin (PG), leukotrin (LT),platelet activating factor(PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan
lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler,
edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga
menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non- alergi selain merangsang sel inflamasi,
juga merangsang sistem saraf otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran
napas.5
Hiperreaktivitas saluran napas diduga sebagian didapat sejak lahir. Berbagai keadaan dapat
meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas yaitu : inflamasi saluran napas, kerusakan epitel,
mekanisme neurologis, gangguan intrinsik, dan obstruksi saluran napas.5
-
7/30/2019 Porfol Asma
18/40
Page | 18
3.5.Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen, virus, dan
iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur
imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada
orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar,
golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast
pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian
berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,
leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal
pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot
polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran nafas.1
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah
pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8
jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel
mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci fdalam patogenesis asma. 1
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan menbuat
-
7/30/2019 Porfol Asma
19/40
Page | 19
epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada
beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi,
inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek
syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid
sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah
yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir,
dan aktifasi sel-sel inflamasi.1
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut
dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektifberatnya hipereaktivitas
bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut antara lain dengan
uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, dan inhalasi zat nonspesifik.1
-
7/30/2019 Porfol Asma
20/40
Page | 20
Gambar 1. Skema patofisiologi asma bronkial
ASMA DALAM KEHAMILAN
SISTEM PERNAFASAN SELAMA KEHAMILAN
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh
perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi
peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus.
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil yaitu 3200
cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc, yang menyebabkan
terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal
ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan
meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Paparan alergen/iritan
Aktivasi sistem imun Degranulasi sel mast
Mediator kemotaktikMediator vasoaktif
Infiltrasi selulerVasodilatasi
Bronkospasme
Kongesti vaskular
Sekresi mucus
Kegagalan fungsi mukosiliar Penebalan
Disregulasi otonom
Hiperresponsif bronkial
Pelepasan neuropeptida
Deskuamasi epitel & fibrosis
-
7/30/2019 Porfol Asma
21/40
Page | 21
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua kehamilan
akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional, yang merupakan
volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi
penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah.
Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan pO2
tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme sekunder ginjal
untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah tidak mengalami
perubahan.
Wanita hamil mengalami peningkatan tidal volume, volume residu, serta kapasitas residu
fungsional, penurunan volume balik ekspirasi, sementara kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi
alveolar terjadi bila PCO2 menurun dari 34-40 mmHg menjadi 27-34 mmHg, yang biasanya terlihat
pada umur kehamilan 12 minggu. Seperti yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan eksaserbasi
asma puncaknya pada umur kehamilan sekitar enam bulan, gejala yang berat biasanya terjadi antara
umur kehamilan 24 minggu - 36 minggu.2
Secara anatomi terjadi peningkatan sudut subkostal dari 68,5 103,5 selama kehamilan.
Perubahan fisik ini disebabkan karena elevasi diafragma sekitar 4 cm dan peningkatan diameter
tranversal dada maksimal sebesar 2 cm. Adanya perubahan-perubahan ini menyebabkan
perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan
pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan.
Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan
konsumsi oksigen. Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru
terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan
-
7/30/2019 Porfol Asma
22/40
Page | 22
mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress dapat terjadi.
PENGARUH PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN
Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan
mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan memberikan
pengaruh terhadap fungsi paru. Progesteron tampaknya memberikan pengaruh awal dengan
meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan, yang bisa
disebut sebagai dispnea selama kehamilan. Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos.
Pengaruh total progesteron selama kehamilan karena peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari
keadaan tidak hamil, masih diperdebatkan dengan adanya berbagai temuan klinis yang terbuka
diperdebatkan.
Selama kehamilan kadar estrogen meningkat, dan terdapat data-data yang menunjukkan bahwa
peningkatan ini menyebabkan menurunnya kapasitas difusi pada jalinan kapiler karena meningkatnya
jumlah sekresi asam mukopolisakarida perikapiler. Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma
selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid sehingga terjadi peningkatan
kadar kortisol. Estrogen juga mempotensiasi relaksasi bronkial yang diinduksi oleh isoproterenol.
Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama kehamilan, demikian pula kadar total kortisol plasma.
Peningkatan kadar kortisol ini seharusnya memberikan perbaikan terhadap keadaan penderita asma,
akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Tampaknya beberapa wanita hamil refrakter terhadap
kortisol meskipun terjadi peningkatan kadar dalam serum 2-3 kali lipat. Hal ini mungkin disebabkan
terjadinya kompetisi pada reseptor glukoortikoid oleh progesteron, deoksikortikosteron dan aldosteron
yang semuanya meningkat selama kehamilan.
Semua tipe prostaglandin meningkat dalam serum maternal selama kehamilan, terutamamenjelang persalinan aterm. Meskipun dijumpai adanya peningkatan kadar matabolit prostalandin
-
7/30/2019 Porfol Asma
23/40
Page | 23
PGF 2x yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat, dalam serum sebesar 10%-30%, hal ini tidak
selalu memberikan pengaruh buruk pada penderita asma selama persalinan.
Pada jaringan janin ditemukan histamin dalam konsentrasi tinggi. Sebagai respon terhadap stimulus ini
maka plasenta menghasilkan histaminase (diaminoksidase) dalam jumlah besar mencapai 1000 kali
lipat dibandingkan wanita yang tidak hamil. Penelitian dewasa ini belum membuktikan perubahan
biokkimiawi ini dengan pengaruh klinik yang ditimbulkannya.
Perubahan fisiologis selama kehamilan mengubah prognosis asma, Hal ini berhubungan
dengan perubahan hormonal selama kehamilan. Bronkodilatasi yang dimediasi oleh progesteron serta
peningkatan kadar kortisol serum bebas merupakan salah satu perubahan fisiologis kehamilan yang
dapat memperbaiki gejala asma, sedangkan prostaglandin F2 dapat memperburuk gejala asma karena
efek bronkokonstriksi yang ditimbulkannya (Nelson and Piercy, 2001).
Pengaruh kehamilan pada asma
Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan mempengaruhi hidung , sinus dan paru.
Peningkatan hormon estrogen menyebabkan kongesti kapiler hidung, terutama selama trimester ketiga,
sedangkan peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan peningkatan laju pernapasan
(ACAAI, 2002).
Beecroft dkk mengatakan bahwa jenis kelamin janin dapat mempengaruhi serangan asma pada
kehamilan. Pada studi prospektif blind, ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami peningkatan
gejala asma selama kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki. Ibu dengan bayi laki-
laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak satu pun ibu dari bayi perempuan
mengalami perbaikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gejolak adrenergik yang dialami ibu selama
mengandung janin laki-laki dapat meringankan gejala asma (Frezzo et al., 2002).
Ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan. Pada asma
ringan 13 % mengalami serangan pada kehamilan, pada asma moderat 26 %, dan asma berat 50 %.
Sebanyak 20 % dari ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan intrapartum, serta
peningkatan risiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea jika dibandingkan
dengan persalinan per vaginam.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan
pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan
berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan
akan berkurang pada akhir kehamilan.
-
7/30/2019 Porfol Asma
24/40
Page | 24
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan asma,
karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan
memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang
tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Turner et al dalam suatu penelitian yang melibatkan
1054 wanita hamil yang menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya
kehamilan, 49% kasus tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan
bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan asma dapat
menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami eksaserbasi pada persalinan.
Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan 18 kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan
seksio sesarea dibandingkan dengan pervaginam
Pengaruh asma pada kehami lan
Asma pada kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi janin, namun serangan asma berat dan
asma yang tak terkontrol dapat menyebabkan hipoksemia ibu sehingga berefek pada janin (Nelson and
Piercy, 2001). Hipoksia janin terjadi sebelum hipoksia ibu terjadi. Asma pada kehamilan berdampak
penting bagi ibu dan janin selama kehamilan dan persalinan. Dampak yang terjadi dapat berupa
kelahiran prematur, usia kehamilan muda, hipertensi pada kehamilan, abrupsio plasenta,
korioamnionitis, dan seksio sesaria (Liu et al.,2000; Bhatia and Bhatia,2000).
1.5.Manifestasi Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai
serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan,
sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat
atau tiba-tiba menjadi lebih berat.5
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi.Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau
lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot
pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper
selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka
keluhan sesak akan semakin berat.5
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.Posisi ini didapati juga pada pasien dengan
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah
pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
-
7/30/2019 Porfol Asma
25/40
Page | 25
meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase
permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau
sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan
penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah
dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah
akibat respons hipoksemia.5
1.6.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapatkan:
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan Darah- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktuserangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan RadiologiDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
3. EKGGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwiserotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundlebranch block).
-
7/30/2019 Porfol Asma
26/40
Page | 26
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atauterjadinya depresi segmen ST negative.
4. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari
20% menunjukkan diagnosis asma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Banyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Diagnosis asma ditegakkan berdasar gejala episodic obstruksi aliran jalan nafas, yang
bersifat reversibel atau reversibel sebagian. Derajat berat asma dapat dikelompokkan sebagai
asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang dan asma persisten berat,
tergantung pada frekwensi dan derajat berat gejalanya, termasuk gejala malam, episode
serangan dan faal paru (Sharma, 2004).
Kelompok kerja National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)
berpendapat bahwa pasien asma persisten harus dievaluasi minimal setiap bulannya selama
kehamilan. Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi gejala, asma malam hari, gangguan
aktivitas, serangan dan penggunaan obat ), auskultasi paru, serta faal paru (NAEPP, 2005).
Uji spirometri dilakukan pada diagnosis pertama kali, dan dilanjutkan dengan
pemantauan rutin pada kunjungan pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan peak
flow meter biasanya sudah cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi meningkatkan risiko
terjadinya asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang dari 60% prediksi memiliki
risiko yang lebih tinggi (NAEPP, 2005).
Asma pada kehamilan berhubungan dengan kejadian Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR) dan kelahiran prematur, sangatlah penting untuk menegakkan waktu kehamilan
secara akurat melalui pemeriksaan USG pada trimester pertama. Menurut pendapat kelompok
kerja NAEPP, evaluasi aktivitas dan perkembangan janin dengan pemeriksaan USG rutin
dipertimbangkan bagi : 1) wanita dengan asma terkontrol; 2) wanita dengan asma sedang
sampai berat, mulai kehamilan minggu ke-32; 3) wanita setelah pulih dari serangan asma
berat (NAEPP, 2005).
-
7/30/2019 Porfol Asma
27/40
Page | 27
1.7.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma selama kehamilan membutuhkan pendekatan kooperatif antara
dokter kandungan, bidan, dokter paru serta perawat yang khusus menangani asma dan ibu hamil itu
sendiri. Tujuan serta terapi pada prinsipnya sama dengan pada penderita asma yang tidak hamil.
Terapi medikasi asma selama kehamilan hampir sama dengan terapi penderita asma tidak hamil,
dengan pelega kerja singkat serta terapi harian jangka panjang untuk mengatasi inflamasi (Nelson
and Piercy, 2001). Pentingnya pengobatan asma adalah mencegah kematian, kegagalan pernapasan,
status asmatikus, perawatan di ruang emergensi, dan cacat wheezing.
1. Penatalaksaan asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut.Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380 550 liter/menit. Tiap pasien
memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan.
Menghindari faktor pencetus asma
Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan kesejahteraan ibu
dengan kebutuhan medikasi yang minimal (NAEPP, 2005). Asma dapat dicetuskan oleh
berbagai faktor termasuk alergi, infeksi saluran napas atas, sinusitis, exercise, aspirin, obat-
obatan anti inflamasi non steroid (NSAID), dan iritan, misalnya: asap rokok, asap kimiawi,
kelembaban, emosi (Kramer, 2001; ACAAI, 2002). Di samping itu, pencetus terkemuka
serangan asma termasuk serbuk/tepung, tungau, jamur, amukan hewan, makanan, dan
hormone. Pada umumnya kucing merupakan hewan kesayangan yang menyebabkan asma.
Semua hewan pengerat, kelinci, dan hewan peliharaan dapat menyebabkan asma, termasuk
kecoak.
Gastroesophageal reflux (GER) dikenal sebagai pencetus asma dan terjadi pada hampir 1/3
wanita hamil. Asma yang dicetuskan oleh GER dapat disebabkan oleh aspirasi isi lambung
kedalam paru sehingga menyebabkan bronkospasme, maupun aktivasi arkus refleks vagal dari
esofagus ke paru sehingga menyebabkan bronkokonstriksi (Kahrilas, 1996).
Wanita hamil perokok harus berhenti merokok, dan menghindari paparan asap tembakau serta
iritan lain di sekitarnya. Wanita hamil yang merokok berhubungan dengan peningkatan risiko
wheezing dan kejadian asma pada anaknya (Blaiss, 2004; Nelson and Piercy, 2001; NAEPP,
2005).
Edukasi
Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin. Ibu hamil harus mampu
mengenali dan mengobati tanda-tanda asma yang memburuk agar mencegah
hipoksia ibu dan janin. Ibu hamil harus mengerti cara mengurangi paparan agar dapat
-
7/30/2019 Porfol Asma
28/40
Page | 28
mengendalikan faktor-faktor pencetus asma (NAEPP, 2005).
Terapi farmakologi selama kehamilan
Kelompok kerja NAEPP merekomendasikan prinsip serta pendekatan terapi farmakologi dalam
penatalaksanaan asma pada kehamilan dan laktasi (tabel.1). Prednison, teofilin, antihistamin,
kortikosteroid inhalasi, 2 agonis dan kromolin bukan merupakan kontra indikasi pada
penderita asma yang menyusui. Rekomendasi penatalaksanaan asma selama laktasi sama
dengan penatalaksanaan asma selama kehamilan (NAEPP, 2005). Terapi asma modern dengan
teofilin, kortikosreoid dan beta agonis menurunkan risiko komplikasi kehamilan menjadi
rendah baik pada ibu maupun janin. Farmakoterapi tdak boleh bersifat teratogenik pada janin
atau berbahaya pada ibu. Penggunaan beta agonis, seperti metaproterenol, dan albuterol, dapat
digunakan dalam pengobatan darurat pada asma berat dalam kehamilan, tetapi penggunaan
jangka panjang seharusnya dihindari pada kehamilan muda, terutama sekali sejak efek pada
janin tidak diketahui.(Greenberger, 1985).
2. Tahap 1: Asma IntermittenBronkodilator kerja singkat, terutama 2 agonis inhalasi direkomendasikan sebagai pengobatan
pelega cepat untuk mengobati gejala pada asma intermiten. Aksi utama 2 agonis adalah untuk
merelaksasikan otot polos jalan napas dengan menstimulus 2 reseptor, sehingga meningkatkan
siklik AMP dan menyebabkan bronkodilatasi. Salbutamol adalah 2 agonis inhalasi yang
memiliki profil keamanan baik. Belum terdapat data yang membuktikan kejadian cidera janin
pada penggunaan 2 agonis inhalasi kerja singkat maupun kontra indikasi selama menyusui
(NAEPP, 2005).
3. Tahap 2 : Asma Persisten RinganTerapi yang dianjurkan untuk pengobatan kontrol jangka lama pada asma persisten ringan
adalah kortikosteroid inhalasi dosis rendah. Kortikosteroid merupakan terapi preventif dan
bekerja luas pada proses inflamasi. Efek klinisnya ialah mengurangi gejala beratnya serangan,
perbaikan arus puncak ekspirasi dan spirometri, mengurangi hiperresponsif jalan napas,
mencegah serangan dan mencegah remodeling dinding jalan napas (NAEPP, 2005).
Kortikosteroid mencegah pelepasan sitokin, pengangkutan eosinofil jalan napas dan pelepasan
mediator inflamasi (NAEPP, 2003). Kortikosteroid inhalasi mencegah eksarsebasi asma dalam
kehamilan dan merupakan terapi profilaksis pilihan (Nelson and Piercy, 2001).
Dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi lainnya, budesonid lebih banyak digunakan pada
wanita hamil. Belum terdapat data yang menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid
inhalasi selain budesonid tidak aman selama kehamilan. Oleh karenanya, kortikosteroid
inhalasi selain budesonid juga dapat diteruskan pada pasien yang sudah terkontrol dengan baik
-
7/30/2019 Porfol Asma
29/40
Page | 29
sebelum kehamilan, terutama bila terdapat dugaan perubahan formulasi dapat membahayakan
asma yang terkontrol (NAEPP, 2005).
Kortikosteroid oral selama kehamilan meningkatkan risiko preeklampsia, kelahiran prematur
dan berat bayi lahir rendah (Nelson and Piercy, 2001; Gluck and Gluck,2005; NAEPP,2005;
Sharma,2004). Bagaimanapun juga, mengingat pengaruh serangan asma berat bagi ibu dan
janin, penggunaan kortikosteroid oral tetap diindikasikan secara klinis selama kehamilan
(Nelson and Piercy, 2001). Selama kehamilan, penggunaan prednison untuk mengontrol gejala
asma penting diberikan bila terdapat kemungkinan terjadinya hipoksemia ibu dan oksigenasi
janin yang tidak adekuat (Greenberger, 1997).
Prednisolon dimetabolisme sangat rendah oleh plasenta (10%). Beberapa studi menyebutkan
tidak ada peningkatan risiko aborsi, bayi lahir mati, kelainan kongenital, reaksi penolakan janin
ataupun kematian neonatus yang disebabkan pengobatan ibu dengan steroid (Nelson and
Piercy,2001; NAEPP,2003; Rotschild et al.,1997)
Kromolin sodium memiliki toleransi dan profil keamanan yang baik, tetapi kurang efektif
dalam mengurangi manifestasi asma baik secara objektif maupun subjektif bila dibandingkan
dengan kortikosteroid inhalasi. Kromolin sodium memiliki kemampuan anti inflamasi,
mekanismenya berhubungan dengan blokade saluran klorida. Kromolin ialah suatu terapi
alternatif, bukan terapi yang dianjurkan bagi asma persisten ringan (NAEPP, 2005).
Antagonis reseptor leukotrien (montelukast dan zafirlukast) digunakan untuk mempertahankan
terapi terkontrol pada pasien asma sebelum hamil. Menurut opini kelompok kerja NAEPP, saat
memulai terapi baru untuk asma pada kehamilan, antagonis reseptor leukotrien merupakan
terapi alternatif, dan tidak dianjurkan sebagai terapi pilihan bagi asma persisten ringan
(NAEPP, 2005).
Teofilin menyebabkan bronkodilatasi ringan sampai sedang pada asma. Konsentrasi rendah
teofilin dalam serum beraksi sebagai anti inflamasi ringan. Teofilin memiliki potensi toksisitas
serius bila dosisnya berlebihan atau terdapat interaksi dengan obat lain (misal dengan
eritromisin). Penggunaan teofilin selama kehamilan membutuhkan dosis titrasi yang hati-hati
serta pemantauan ketat untuk mempertahankan konsentrasi teofilin serum 5 12 mcg/mL.
Penggunaan teofilin dosis rendah merupakan terapi alternatif, tapi tidak dianjurkan pada asma
persisten ringan (NAEPP, 2005).
4. Tahap 3 : Asma Persisten SedangTerdapat dua pilihan terapi : kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan 2 agonis
inhalasi kerja lama atau meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi sampai dosis medium. Data
yang menunjukkan keefektivan dan atau keamanan penggunaan kombinasi terapi ini selama
-
7/30/2019 Porfol Asma
30/40
Page | 30
kehamilan sangat terbatas, tetapi menurut data uji coba kontrol acak pada orang dewasa tidak
hamil menunjukkan bahwa penambahan 2 agonis inhalasi kerja lama pada kortiko steroid
inhalasi dosis rendah menghasilkan asma yang lebih terkontrol daripada hanya meningkatkan
dosis kortikosteroid (NAEPP, 2005).
Profil farmakologi dan toksikologi 2 agonis inhalasi kerja lama dan singkat hampir sama,
terdapat justifikasi bahwa 2 agonis inhalasi kerja lama memiliki profil keamanan yang sama
dengan salbutamol, dan 2 agonis inhalasi kerja lama aman digunakan selama kehamilan.
Contoh 2 agonis inhalasi kerja lama adalah salmeterol dan formoterol (NAEPP, 2005).
Bracken dkk menyimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada berat lahir
dan panjang lahir bayi, kelahiran prematur, maupun preeklampsia, pada penggunaan 2 agonis
inhalasi kerja lama bila dibandingkan dengan Salmeterol selama kehamilan (Gluck and Gluck,
2005).
5. Tahap 4 : Asma Persisten BeratJika pengobatan asma persisten sedang telah dicapai tetapi masih membutuhkan tambahan
terapi, maka dosis kortikosteroid inhalasi harus dinaikkan sampai batas dosis tinggi, serta
penambahan terapi budesonid. Jika cara ini gagal dalam mengatasi gejala asma, maka
dianjurkan untuk penambahan kortikosteroid sistemik (NAEPP, 2005).
Penatalaksaan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut.
Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan non-hamil, tetapi hospitaliyy threshold
lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemberian masker oksigen,
pemeriksaan analisis gas darah, pengukuran FEV1 (forced expiratory volume in one second),
PEFR,pulse oximetry, danfetal monitoring.
Penanganan lini pertama adalah adrenergic agonis (sub-kutan, oral, inhalasi) loading dose 4
6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8 1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar
terapeutik dalam plasma sebesar 10 20 g/ml, Dan kortikosteroid, metilprednisolon 40- 60
mg I.V. tiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan respons hasil terapi.
Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30 60 menit dimasukkan dalam
kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta penggunaan
ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki
morbiditas dan mortalitas.
6. PENATALAKSANAAN ASMA PADA PERSALINANSerangan asma akut selama kelahiran dan persalinan sangat jarang ditemukan. Ibu hamil dapat
melanjutkan penggunaan inhaler rutin sampai persalinan. Pada ibu dengan asma yang selama
kehamilan telah menggunakan steroid oral (>7,5 mg prednisolon setiap hari selama lebih dari 2
-
7/30/2019 Porfol Asma
31/40
Page | 31
minggu) saat awal kelahiran atau persalinan harus mendapatkan steroid parenteral
(hidrokortison 100mg setiap 6-8 jam) selama persalinan, sampai ia mampu memulai kembali
pengobatan oralnya.
Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri
awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi dan parameter-parameter
klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen,
karena mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan
janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan
untuk alasan obstetrik.
Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 l/menit, maka persalinan harus
berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat;
peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.
Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang
sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena,
dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan. Bila mendapat serangan akut selama persalinan,
penanganannya sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah
diuraikan di atas.
Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk penderita
asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio sesarea. Jika dilakukan
seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional daripada anestesi
umum karena intubasi trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang berat.
Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan pervaginam,
memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat.
Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator yang aman digunakan sebagai induksi persalinan
untuk mematangkan serviks atau untuk terminasi awal kehamilan. Prostaglandin F2 yang
diindikasikan untuk perdarahan post partum berat, harus digunakan dengan hati-hati karena
menyebabkan bronkospasme (Nelson and Piercy, 2001).
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan histamin
seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas histamin.
Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka sebaiknya
anestesi cara spinal.
Selama kehamilan semua bentuk penghilang rasa sakit dapat digunakan dengan aman,
termasuk analgetik epidural. Hindarkan penggunaan opiat pada serangan asma akut. Bila
dibutuhkan tindakan anestesi, sebaiknya menggunakan epidural anestesi daripada anestesi
-
7/30/2019 Porfol Asma
32/40
Page | 32
umum karena peningkatan risiko infeksi dada dan atelektasis. Ergometrin dapat menyebabkan
bronkospasme, terutama pada anestesi umum. Sintometrin (oksitosin/ergometrin) yang
digunakan untuk mencegah perdarahan post partum, aman digunakan pada wanita asma.
Sebelum menggunakan obat-obat analgetik harus ditanyakan mengenai sensitivitas pasien
terhadap aspirin atau NSAID (Nelson and Piercy, 2001).
7. PENANGANAN ASMA POST PARTUMPenanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan
penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada
wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini.
Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang
diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti
halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang
belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin.
-
7/30/2019 Porfol Asma
33/40
Page | 33
MDI : Metode-dose inhaler
*Aktifitas janin di pantau melalui observasi jumlah tandangan janin apakah menurun sesuai dengan berjalannya
waktu
Gambar 1. Penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : pengobatan di rumah 20
Untuk penatalaksanaan di rumah sakit dapat di gambarkan sebagai berikut :
Pengobatan Awal
Inhalasi MDI 2-4 semprot
atau nebulizer boleh samapi
3x den an selan waktu 15
Respons Buruk
- Eksaserbasi berat- APE 80% prediksi- Tidak ada mengi / sesak napas- Respons terhadap inhalasi
agonis 2bertahan selama 4 jam- Aktivitas janin wajar*Pengobatan
- Agonis 2 inhalasi setiap 3-4jam untuk 1-2 hari
- Pada pasien yang telahmenggunakan kortikosteroid
inhalasi dosis ditingkatkan 2x
nya untuk 7-10 hari
Kunjungi segera InstalasiGawat Darurat
Hubungi dokter untuk instruksi
berikutnya
Hubungi dokter untuk
instruksi berikutnya
-
7/30/2019 Porfol Asma
34/40
Page | 34
Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : di Ruang
Gawat Darurat dan Rumah Sakit20
Rawat ICU
42 mmHg
Penilaian Awal
Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1,saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektroniksecara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.
Ancaman / actual henti napas
Intubasi dan ventilasi mekanikdengan O2 100%
Agonis 2 kerja singkat +ipatropium bromide dengan
nebulizer
Steroid intravena
VEP 1 atau APE < 50%
(Eksaserbasi Berat)
Agonis 2 kerja singkat dosis tinggi setiap20 menit atau terus menerus selama 1 jam+ ipatropium bromide inhalasi
Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%Steroid oral sistemik
VEP 1 atau APE > 50%
Agonis 2 kerja singkat dengan MDIatau nebulizer sampai dengan 3dosis pada jam pertama
Oksigen untuk mencapai saturasi >95%
Steroid oral bila tidak responssegera atau pasien telah minum
steroid oral sebelumnya
PENILAIAN ULANG
Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes
lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin.
Eksaserbasi Berat
VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaanfisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaanotot napas tambahan, retraksi dinding dada.
Agonis 2 kerja singkat setiap jam atau terusmenerus + ipatropium bromide inhalasi
Oksigen Steroid sistemik
Eksaserbasi Sedang
VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaanfisik : gejala sedang
Agonis 2 kerja singkat setiap 60 menit Steroid sistemik Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2> 95% Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada
perbaikan
Respons Buruk
VEP 1 atau APE < 50% PCO2>42 mmHg Pemeriksaan fisik : sesak hebat,
bingung, mengantuk Lanjutkan penilaian janin
Respons Tidak Komplit
VEP 1 atau APE > 50% tapi 70% Respons bertahan 60 menit setelah
pengobatan terakhir Tidak ada distress pernapasan Pemeriksaan fisik normal Pastikan kembali keadaan janin
Keputusan perawatan berdasarkan
tiap individu
-
7/30/2019 Porfol Asma
35/40
Page | 35
Tabel 1. Langkah penanganan asma pada kehamilan
Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kahamilan dan asma, serta pengobatan.
Penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi,
Hindari factor pencetus, alergen.
Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.
Selama kehamilan Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilkin dalam
darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yanglebih tinggi.
Pengobatn untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan.
Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik pada janin.
Pemeriksaan fungsi paru ibu.
Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester II/awal trimester
III.
Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.
Saat persalinan Pemeriksaan FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang bila timbul
gejala.
Pemberian oksigen adekuat.
Kortikosteroid sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam) diberika 4
minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance diberikan selama persalinan.
Anestesi epidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada persalinan
operatif lebih baik digunakan anestesi regional untuk menghindari rangsangan
pada intubasi trakea. Penanganan hemoragi pascapersalinan sebaiknya
menggunakan uterotonika atau PGE2 karena PGE dapat merangsang
bronkospasme.
Pascapersalian Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernapasan untuk
Rawat di ICU
o Inhalasi agonis 2 kerja singkatsetiap jam atau terus menerus +inhalasi ipapropium bromide
o Steroid intravenao Oksigeno Pikirkan kemungkinan intubasi
dan ventilasi mekaniko Lanjutkan penilaian janin
sampai pasien stabil
Dipulangkan ke rumah
o Lanjutkan terapi dengan agonis2 kerja singkat
o Lanjutkan steroid oralo Mulai atau lanjutkan steroid
inhalasi sampai follow upselanjutnya
o Edukasi pasieno Tinjau ulang penggunaan obato Tinjau ulang / mulai rencana
tindakano Dianjurkan untuk tindak lanjut
secara ketat
Rawat di Rumah Sakit
o Inhalasi agonis 2 kerja singkat +ipatropium bromide
o Steroid oral atau intravenao Oksigeno Pantau VEP 1 atau APE, saturasi
oksigen, nadio Lanjutkan penilaian janin sampai
pasien stabil
PERBAIKAN
-
7/30/2019 Porfol Asma
36/40
Page | 36
mencegh atau meminimalisasi atelektasis, mnulai pemberian terapi
maintenance.
Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat
antiasma termasuk prednisone.
(Dikutip dari : Williams Obstetrics 22nd
ed, 2005)
Tabel 2. Terapi farmakologi asma selama kehamilan dan laktasi
Derajat Penyakit : Gambaran Klinis sebelum terapi atau
control
Pengobatan yang dibutuhkan untuk
memelihara efek jangka panjang
Tahap 4
Persisten Berat
Gejala harian
Gejala malam
Terus menerus
Sering
APE atau VEP1
Variabilitas APE
60%
>30%
Pengobatan harian
Terapi yang dianjurkan :
Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,
dan
-2 Agonis inhalasi kerja lama, dan
jika perlu
Kortikosteroid tablet atau sirup
(2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari)
Terapi alternatif :
Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,
dan
Teofilin lepas lambat sampai kadar
serum 5-12mcg/mL
Tahap 3
Persisten
Sedang
setiap hari
> 1 malam dlm 1
minggu
-
7/30/2019 Porfol Asma
37/40
Page | 37
dan
Teofilin atau antagonis reseptor
leukotrien, jika perlu
Kortikosteroid inhalasi dosis sedang
dan
Teofilin atau antagonis reseptor
leukotrien
Tahap 2
Persisten
Ringan
>2 hari dalam 1
minggu
tetapi < setiap
hari
>2 malam dalam
1 bulan
80%
20%-30%
Terapi yang dianjurkan :
Kortikosteroid inhalasi dosis rendah
Terapi alternatif :
Kromolin
Antagonis reseptor leukotrien, atau
Teofilin lepas lambat sampai kadar
serum 5-12mcg/mL
Tahap 1
Intermitten
2 hari dalam 1
Minggu
2 malam dalam
1 bulan
80%
20%
Tidak diperlukan pengobatan harian
Bila terjadi serangan asma berat,
dianjurkan
pemberian kortikosteroid sistemik
untuk jangka waktu singkatPelega cepat
Bronkodilator kerja singkat : 2-4
semprot -2 agonis inhalasi kerja
singkat,untuk mengatasi gejala
semua pasien
Intensitas terapi tergantung pada
berat serangan, jika intensitasnya
lebih dari 3
pengobatan dalam interval waktu 20
menit atau memerlukan terapi
inhalasi, maka
dianjurkan pemberian kortikosteroid
sistemik
Penggunaan -2 agonis inhalasi kerja
singkat lebih dari 2 kali dalam 1
minggu pada asma intermitten
(setiap hari,atau kebutuhan inhaler
yang meningkat pada asma persisten)
-
7/30/2019 Porfol Asma
38/40
Page | 38
menandakan peningkatan kebutuhan
terapi kontrol jangka lama
Dikutip dari (NAEPP, 2005)
KOMPLIKASI ASMA PADA KEHAMILAN
Asma pada kehamilan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan penurunan asupan oksigen ibu,
sehingga berefek negative bagi janin. Asma tak terkontrol pada kehamilan menyebabkan komplikasi
baik bagi ibu maupun janin (OSUMC, 2005).
Komplikasi asma pada kehamilan bagi ibu
Asma tak terkontrol dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu. Komplikasi asma tak
terkontrol bagi ibu termasuk : 1) Preeklampsia (11 %), ditandai dengan peningkatan
tekanan darah, retensi air serta proteinuria; 2) Hipertensi kehamilan, yaitu tekanan darah tinggi selama
kehamilan; 3) Hiperemesis gravidarum, ditandai dengan mual-mual, berat badan turun serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; 4) Perdarahan pervaginam Induksi kehamilan dan atau
komplikasi kehamilan (OSUMC, 2005).
Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma. Status asmatikus dapat menyebabkan gagal
napas, pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, dan aritmia jantung. Mortalitas
meningkat pada penggunaan ventilasi mekanik. Penyulit yang mengancam nyawa adalah pnemotoraks,
pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, dan kelelahan otot disertai henti napas.
Angka kematian secara substantive meningkatkan apabila asmanya memerlukan ventilasi mekanis.
(Obstetri Williams, 1376-1377)
Komplikasi asma pada kehamilan bagi janin
Kekurangan oksigen ibu ke janin menyebabkan beberapa masalah kesehatan janin, termasuk : 1)
Kematian perinatal; 2) IUGR (12 %) , gangguan perkembangan janin dalam rahim menyebabkan janin
lebih kecil dari umur kehamilannya; 3) Kehamilan preterm (12 %); 4) Hipoksia neonatal, oksigen tidak
adekuat bagi sel-sel; 5) Berat bayi lahir rendah (OSUMC, 2005).
Satu studi mencatat kematian janin disebabkan oleh asma berat sebagai akibat episode wheezingyang
tidak terkontrol. Mekanisme penyebab berat bayi lahir rendah pada wanita asma masih belum
diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang mendukung seperti perubahan fungsi plasenta,
derajat berat asma dan terapi asma (Murphy et al., 2003; Clifton et al., 2001).
Plasenta memegang peranan penting dalam mengontrol perkembangan janin dengan memberi suplai
nutrisi dan oksigen dari ibu. Plasenta juga mencegah transfer konsentrasi kortisol dalam jumlah besar
dari ibu ke janin. Enzim plasenta 11-hidroksisteroid dehidrogenase tipe-2 (11-HSD2) berperan
-
7/30/2019 Porfol Asma
39/40
Page | 39
sebagai barier dengan memetabolisme kortisol menjadi kortison inaktif, sehingga dapat menghambat
perkembangan janin (NAEPP, 2003; Clifton et al., 2001).
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa selain factor lingkungan, faktor genetik ikut menentukan
kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma. Penyakit ini dapat dijumpai pada ibu yang sedang
hamil, dan dapat menyebabkan komplikasi pada 7% kehamilan (Blaiss, 2004).
-
7/30/2019 Porfol Asma
40/40
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurafiatin, Atin. 2007. Asma. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa EsaUnggul. Jakarta.
2. Muchid, dkk. 2007, September. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses 24September 2008 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
3. OByrne P, et al. 2006. Global Initiative for Asthma. Medical Communications Resource. Inc.4. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 10 Oktober 2012 dari Medicafarma:
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
5. Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan Penerbit IDAI.Jakarta, Indonesia.
6. Tanjung, D. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 09 Oktober 2012 dari USUdigital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf
7. Medlinux. 2008.Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 09 Oktober 2012dari Medicine andLinux:http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html
8. Krohner RG. Asthma and Pregency. Available from:http://www..ramanathaus.com/ASTHMA%20AND PREGENCY.htm. Accessed on: 09 Oktober 2012
9. Sundaru H, Asma Bronkial. Dalam: Suyono S, Waspadji S, Lesmana L,Alwi I Setiani S,Sundaru H, Djojoningrat D, Suhardjono, Sudoyo AW, Bahar A, Mudjadid E. Eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit UI; 2001. hal. 21-32.
10.Rengganis, I. 2008.Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu PenyakitDalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11;Nopember 2008.
11.Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetric Williams. Ed. 21. Vol. 2. EGC12.Price, Sylvia Anderson et al. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.Edisi 4.
13.Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
14.Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Revisi 20. Jakarta : PT. Bina PustakaSarwono Prawirohardjo.
15.Arifin, Laily. 12 Juni 2007. Pregnancy and Tuberculosis. http://lely-nursinginfo.blogspot.com/2007/06/Pregnancy-and-tuberculosis/html
16.Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University Press.17.Mirmayanti, Bernadeta. 21 Desember 2007. Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Ibu
Hamil.http://yosefw.wordpress.com/2007/12/21/Penggunaan-Obat-Antituberkulosis-Pada-Ibu-Hamil/
18.Rao, Sanjay dkk. 2006. Journal : Tuberculosis in Pregnancy and The Impact of DirectlyObserved-Short Course (DOTS).http://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htm
19.Frieri, Marianne. Management of Asthma in Women. 402-412 WOMENS HEALTH INPRIMARY CARE. Volume 7 Number 8 September 2004.
20.Greenberger, Paul A. dan Patterson, Roy. 1985. Management of Asthma during Pregnancy.(3436). Obstetrical and Gynecological Survey. Williams and Wilkins (Eds.) Vol. 1 Number
1. January 1986.
21.Rosenstreich, David L et al. Asthma and the Environment (24-29). JOURNAL OFASTHMA Editor David G. Tinkelman, M. D etc. Vol. 40 2003
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.htmlhttp://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdfhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdfhttp://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html