Referat asma

59
PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak di negara maju. Sejak dua decade terakhir, dilaporka bahwa prevalensi asma meningkat pada anak maupun dewasa. Namun, akhir-akhir ini di Amerika dilaporkan tidak terjadi peningkatan lagi di beberapa negara bagian. Asma memberikan dampak negatif bagi kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga. Prevales total asma di dunia diperkirakan 7,2 % (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalens tersebut sangat bervariasi. Terdapat perbedaan prevalens antar negara dan bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Terdapat variasi prevalens, angka perawatan dan mortalitas asma, baik regional maupun local. Angka kejadian asma di berbagai negara sulit dibandingkan, tidak jelas apakah perbedaan angka tersebut timbul karena adanya perbedaan kriteria diagnosis atau karena benar- benar terdapat perbedaan . berbagai penelitian yang ada saat ini menggunakan definisi penyakit asma yang berbeda, sehingga untuk membandingkan antara penelitian satu dan lainnya perlu diketahui kriteria yang digunakan oleh peneliti. untuk mengatasi hal tersebut, penelitian multisenter tela dilakasanakan di beberapa negara dengan 1

description

Asma

Transcript of Referat asma

Page 1: Referat asma

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak di negara

maju. Sejak dua decade terakhir, dilaporka bahwa prevalensi asma meningkat pada

anak maupun dewasa. Namun, akhir-akhir ini di Amerika dilaporkan tidak terjadi

peningkatan lagi di beberapa negara bagian. Asma memberikan dampak negatif bagi

kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan

membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga. Prevales total asma di

dunia diperkirakan 7,2 % (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalens tersebut

sangat bervariasi. Terdapat perbedaan prevalens antar negara dan bahkan perbedaan

juga didapat antar daerah di dalam suatu negara.

Terdapat variasi prevalens, angka perawatan dan mortalitas asma, baik

regional maupun local. Angka kejadian asma di berbagai negara sulit dibandingkan,

tidak jelas apakah perbedaan angka tersebut timbul karena adanya perbedaan kriteria

diagnosis atau karena benar-benar terdapat perbedaan . berbagai penelitian yang ada

saat ini menggunakan definisi penyakit asma yang berbeda, sehingga untuk

membandingkan antara penelitian satu dan lainnya perlu diketahui kriteria yang

digunakan oleh peneliti. untuk mengatasi hal tersebut, penelitian multisenter tela

dilakasanakan di beberapa negara dengan menggunakan definisi asma yang sama dan

kuesioner standar. Salah satu penelitian multitester yang dilaksanakan adalah

international study of astma and allergy in children (ISAAC). Dengan menggunakan

kuesioner standar, prevalens dan berbagai factor resiko dapat dibandingkan.

Masalah epidemiologi yang lain saat ini adalah morbiditas dan mortalitas

asma yang relative tinggi. WHO memperkirakan terdapat 250.000 kematian akibat

asma. Beberapa waktu yang lalu, penyakit asma bukan penyebab kematian yang

berarti. Namun, belakangan ini berbagai negara melaporkan bahwa terjadi

peningkatan kematian akibat penyakit asma, termasuk pada anak.

Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan mengancam

kehidupan. Berbagai factor dapan menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara

lain adalah olahraga, allergen, infeksi, perubahan suhu u;dara yang mendadak atau

pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok dan lain-lain. Selain berbgai

1

Page 2: Referat asma

factor turut mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat,

misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi dan factor lingkungan. Factor-faktor

tersebut dapat mempengaruhi prevalens asma, derajat penyakit asma, terjadinya

serangan asma, berat ringannya serangan dan kematian akibat asma. 1

DEFINISI

Asma mempunyai komponen genetik dan environmental yang signifikan,

tetapi karena patogenesisnya masih menjadi diskusi, banyak definisi yang

dideskripsikan. Berdasarkan konsekuensi fungsional dari inflamasi respiratorik,

definisi operasional asma berdasarkan Global Initiative for Asma updated 2008, asma

didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak

sel yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan airway

hyperresponsiveness yang menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak

nafas, rasa dada tertekan dan batuk khusunya pada malam atau dini hari. Gejala ini

biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang sering bersifat

reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.2

Berdasarkan National Heart, Lung and Blood Institute 2007, asma

didefinisikan sebagai gangguan kronis umum dari saluran respiratorik yang kompleks

dan dikarakterisktikan oleh gejala yang bermacam-macam dan berulang, penyempitan

saluran respiratorik, bronchial hyperresponsiveness dan underlying inflammation.3

Pedoman Nasional Asma Anak 2004 menggunakan definisi yang praktis

dalam bentuk definisi operasional yaitu wheezing dan atau batuk dengan karakteristik

sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam atau

dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan

bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta ada riwayat

asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah

disingkirkan.1

EPIDEMIOLOGI

2

Page 3: Referat asma

Prevalensi asma meningkat. Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa

sekitar 7 % orang dewasa dan 15 % anak-anak menderita asma. Peningkatan ini

terjadi karena adanya perubahan pada lingkungan termasuk paparan dini pada alergen

udara dan rokok, sedikitnya infeksi pada masa anak-anak dan perubahan pada diet.

Terdapat banyak variasi tentang prevalensi secara geografis. Jumlah terbesar

ditemukan di Selandia Baru, Australia dan Inggris sedangkan di Cina dan Malaysia

ditemukan sedikit.

Penelitian ISAAC fase I telah dilaksanakan di 56 negara meliputi 155 senter pada

anak usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun. Penelitian ini menggunakan kuesioner standar

dengan pertanyaan ”have you (your child) had wheezing or whistling in chest in last

12 months?” Untuk mengelompokkan dalam diagnosis asma bila jawabannya ”Ya”.

Pada anak usia 13-14 tahun selain diminta mengisi kuesioner juga diperlihatkan video

asma. Ternyta hasilnya bervariasi. Untuk usia 13-14 tahun yang terendah di Indonesia

(1,6%) dan yang tertinggi di Inggris sebanyak 36,8%.

Survey mengenai prevalensi asma di Eropa telah dilakukan di 7 negara (Asma

insights and Reality in Europe = AIRE) meliputi 73.880 rumah tangga yang

berjumlah 213.158 orang. Hasil survey mendapatkan prevalensi populasi current

asma sebesar 2,7%.

Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia telah dilakukan beberapa

pusat pendidikan, namun belum semuanya menggunakan kuesioner standar.1

Peneliti (Kota) Tahun Jumlah

Sampel

Umur

(tahun)

Prevalensi

(%)

Dajajanto B (Jakarta) 1991 1200 6-12 16,4

Rosmayudi O 1993 4865 6-12 6,6

Dahlan (Jakarta) 1996 - 6-12 17,4

Arifin (Palembang) 1996 1296 13-15 5,7

Rosalina I (Bandung) 1997 3118 13-15 2,6

Yunus F (Jakarta) 2001 2234 13-14 11,5

Kartasasmita CB (Bandung) 2002 2678 6-7 3,0

3

Page 4: Referat asma

2836 13-14 5,2

Rahajoe NN (Jakarta) 2002 1296 13-14 6,7

FAKTOR RESIKO

Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejaidan asma berat,

berat ringannya penyakit, serta kematian akibat asma. Beberapa faktor tersebut sudah

disepakati oleh para ahli sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-

faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia, sosio-ekonomi, alergen, infeksi,

atopi, lingkungan dan lain-lain.

Genetik

Asma memiliki komponen genetik. Data menunjukkan bahwa banyak gen

yang terlibat di dalam patogenesis asma, dan gen yang berbeda bisa terdapat

pada group ethnic yang berbeda. Penelitian terhadap gen yang berhubungan

dengan perkembangan asma difokuskan pada 4 mayor area: produksi allergen

spesifik IgE antibodi (atopy), airway hyperresponsiveness expression,

produksi mediator inflamasi, dan penentuan rasio antara Th1 dan Th2 immune

response.

Obesitas

Obesitas juga dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko untuk asma.

Mediator tertentu, seperti leptin, dapat mempengaruhi fungsi respiratorik dan

meningkatkan kemungkinan perkembangan asma.

Sex

Laki-laki merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya asma pada anak-

anak. Sebelum berumur 14 tahun, prevalensi asma 2 kali lebih besar pada

anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Dengan bertambahnya

usia anak, perbedaan risiko antar sex makin sempit, dan di saat usia dewasa

risiko terjadinya asma pada wanita lebih besar daripada pria. Alasan yang

pasti untuk perbedaan ini belum pasti, bagaimanapun, ukuran paru-paru pada

4

Page 5: Referat asma

pria lebih kecil daripada wanita pada saat lahir, dan lebih besar pada usia

dewasa.2

Faktor Lingkungan

Dua faktor lingkungan yang mayor dapat dikatakan sebagai faktor yang

sangat penting dalam perkembangan, persistence, dan tingkat keparahan asma, yaitu

airborne allergen dan infeksi virus respiratorik.3 Dibawah ini akan dibahas kedua

faktor tersebut dan faktor-faktor lain yang berperan.

Gambar Host Factors and Environmental Exposures3

Alergen

Paparan indoor dan home alergen pada individu yang tersensitisasi dapat menginisiasi

timbulnya airway inflammation dan hipersensitivitas terhadap paparan iritan yang

lain, dan sangat berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit dan persistensi. Jadi,

eliminasi dari alergen yang menjadi pencetus dapat menghasilkan resolusi dari gejala-

gejala asma dan terkadang dapat “menyembuhkan” asma.4 Paparan dari alergen yang

dapat mencetuskan asma juga bergantung pada alergennya, jumlah, waktu paparan,

umur anak, dan faktor genetik.2

Infection

Selama masa infancy, beberapa virus diketahui sangat berhubungan dengan

munculnya asmatic phenotype. Respiratory syncytial virus (RSV) dan parainfluenza

virus menyebabkan bronchiolitis yang dapat bersamaan munculnya dengan gejala-

gejala asma yang lain pada anak-anak.2,3 Episode wheezing yang berulang pada masa

5

Page 6: Referat asma

early childhood juga sangat erat hubungannya dengan common respiratory virus,

antara lain RSV, rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus, dan human

metapneumovirus.4

Beberapa penelitian prospective jangka panjang terhadap anak-anak yang

masuk ke rumah sakit dengan infeksi RSV menunjukkan bahwa sekitar 40% anak-

anak akan tetap memiliki gejala wheezing atau memiliki asma di akhir masa anak-

anaknya.2,3 Infeksi rhinovirus yang simtomatis pada awal kehidupan juga merupakan

salah satu faktor risiko terhadap terjadinya wheezing yang berulang.3

“Hygiene Hypothesis” asma menyatakan bahwa paparan terhadap infeksi

pada awal kehidupan sangat mempengaruhi perkembangan system imun pada anak-

anak melalui “nonallergic pathway”, yang menyebabkan menurunnya risiko

terjadinya asma dan penyakit allergic lain. Walaupun teori ini masih dalam penelitian

yang lebih lanjut, hubungan tersebut dapat menjelaskan hubungan antara jumlah

keluarga yang besar, later birth order, daycare attendance dengan menurunnya risiko

terjadinya asma.3

Interaksi antara atopi dan infeksi virus mempunyai hubungan yang kompleks,

dimana keadaan atopi dapat mempengaruhi lower airway response terhadap infeksi

virus, infeksi virus dapat mempengaruhi perkembangan allergic sensitization, dan

interaksinya tersebut dapat terjadi ketika individu terpapar allergen dan virus secara

bersamaan.2

Occupational sensitizers

Lebih dari 300 substansi berhubungan dengan occupational asma,

diantaranya:2

6

Page 7: Referat asma

Occupational asma biasanya terjadi pada orang dewasa.

Asap rokok

Merokok dapat mempercepat penurunan fungsi paru pada orang dengan asma,

meningkatkan tingkat keparahan, dan dapat berefek tehadap penurunan respon

terhadap pengobatan dengan inhalasi, glukokortikoid sistemik dan mengurangi

kemungkinan asma dapat dikontrol. Paparan terhadap rokok baik selama masa

prenatal ataupun setelah lahir, dapt dihubungkan dengan efek berbahaya yang

ditimbulkan, termasuk meningkatkan risiko berkembangnya asma-like symptoms

pada masa early childhood. Penelitian terhadap fungsi paru segera setelah lahir

menunjukkan ibu yang merokok selama masa kehamilan mempengaruhi

perkembangan paru-paru dari bayi. Bayi dengan ibu yang merokok selama masa

7

Page 8: Referat asma

kehamilan mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan wheezing illness

pada setahun pertama kehidupannya.2

Polusi

Peranan outdoor pollution dalam menyebabkan asma masih menjadi

kontroversi. Anak-anak yang dibesarkan pada lingkungan yang penuh dengan

mempunyai fungsi paru yang menurun, tetapi menurunnya fungsi paru dan

berkembangnya asma belum diketahui hubungannya.2

Diet

Peranan diet, terutama ASI, dalam perkembangan asma masih dalam

penelitian. Secara umum, terdapat data yang menunjukkan bahwa anak yang

meminum formula dari intact cow’s milk atau soy protein mempunyai tingkat

insidensi yang tinggi terjadinya wheezing illnesses pada early childhood

dibandingkan dengan anak yang meminum ASI.2

PATOGENESIS

Mekanisme imunologis inflamasi saluran respiratorik

Pada banyak kasus terutama anak dan dewasa muda, asma dihubungkan

dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE dependent. Pada populasi

diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan

dewasa.

Sedikitnya ada 2 jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal

profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL-3

dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama

memproduksi IL-2, IF-g dan TNF-b. Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin

yang etrlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang

dihasilkan oleh Th2 bertanggungjawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe

lambat maupun yang cell mediated.

Langkah terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen

yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan

molekul MHC/ major histocompatibility complex (MHC kelas II pada sel T CD4+

8

Page 9: Referat asma

dan MHC kelas I pada sel CD8+). Sel dendritik merupakan antigen presenting cell

yang utam dalam saluran napas. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam

sumsum tulang dan membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan

pada epitel saluran respiratorik. Kemudian sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan

sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi

sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel

dendritik berpindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di sana,

dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai

antigen presenting cell yang efektif. Sel dendritik juga mendorong polarisasi sel T –

Th0 menuju Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang termasuk pada

klaster kromosom 5q31-33 (IL-4 genecluster).

Adanya eosinofil dan limfosit yang teraktivasi pada biopsi bronkus pasien

asma atopik dan non-atopik wheezing mengindikasikan bahwa interaksi sel limfosit T

– eosinofil sangat penting, dan hipotesis ini lebih jauh lagi diperkuat oleh

ditemukannya sel yang mengekspresikan IL-5 pada biopsi bronkus pasien asma

atopik. IL-5 merupakan sitokin yang penting dalam regulasi eosinofil. Tingkat

keberadaanya pada mukosa saluran respiratosik pasien asma berkorelasi dengan

aktivasi sel limfosit T dan eosinofil.

Inflamasi akut dan kronik.

Paparan alergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respon alergi

fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase lambat. Reaksi

cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE spesifik

terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien-pasien dengan komponen alergi yang

kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE

mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator

seperti histamin, proteolitik dan enzim glikolitik dan heparin serta mediator newly

generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan oksigen reaktif . Bersama-

sama dengan mediator-mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-

mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran respiratorik da menstimulasi

saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran mikrovaskular. Reaksi

9

Page 10: Referat asma

fase lambat dipikirkan sebagai model sistem model untuk mempelajari mekanisme

inflamasi pada asma. Selama respons fase lambat dan selamaberlangsung paparan

alergen, aktivasi sel-sel pada saluran respiratorik menghasilkan sitokin-sitokin ke

dalam sirkulasi dan merangsang lepasnya sel leukosit pro inflamasi terutam eosinofil

dan sel prekursornya dari sumsum tulang ke sirkulasi.

Remodelling saluran respiratorik

Remodelling saluran respiratorik merupakan serangkaian proses yang

menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran

respiratorik melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi dan maturasi stuktur

sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan sel epitel yang berlanjut, produksi

berlebihan faktor pertumbuhan profibrotik/ transforming growth factors (TGF- b) dan

proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi myofibroblas diyakini merupakan

proses yang penting dalam remodeling. Myofibroblas yang teraktivasi akan

memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan

proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratorik dan meningkatkan permeabilitas

mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi dan jaringan saraf.

Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk proteoglikan kompleks pada dinding

saluran respiratorik dapat diamati pada pasien yang meninggal karena asma dan hal

ini secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratorik, sel goblet kelenjar

submukosa timbul pada bronkus pasien terutama pada yang kronik dan berat. Secara

keseluruhan, saluran respiratorik pada asma memperlihatkan perubahan struktur

saluran respiratorik yang bervariasi yang dapat menyebabkan penebalan dinding

saluran respiratorik. Selama ini, asma diyakini merupakan obstruksi saluran

respiratorik yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang

dapat menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi

dengan inhalasi kortikosteroid. Namun beberapa penderita asma mengalami obstruksi

saluran respiratorik residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan

gejala, hal ini mencerminkan adanya remodelling saluran napas.

10

Page 11: Referat asma

Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperreaktivitas

saluran respiratorik non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu

lama (lebih dari 1 sampai 2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi

steroid hirupan.1

PATOFISIOLOGI

Penyempitan saluran nafas adalah hasil akhir dari gejala-gejala dan

perubahan-perubahan yang terjadi pada asma. Beberapa faktor yang berperan

terjadinya penyempitan saluran nafas pada asma adalah:

Airway smooth muscle contraction: merupakan respon akibat banyaknya

mediator bronkokonstriksi.

Airway edema: karena peningkatan kebocoran mikrovaskular akibat respon

dari mediator inflamasi.

Airway thickening: karena adanya perubahan structural, sering disebut juga

“remodeling”.

Mucus hypersecretion: karena adanya peningkatan sekresi mucus dan

inflammatory exudates yang menyebabkan penyumbatan lumen (“mucus

plugging”).2

Airway hyperresponsiveness, merupakan karakteristik fungsional yang abnormal

pada pasien asma, yang bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas pada

pasien asma akibat respon dari stimulus yang sebenarnya tidak akan menimbulkan

reaksi apapun pada orang normal. Beberapa mekanisme yang diduga berperan dalam

airway hyperresposiveness antara lain:

Kontraksi otot-otot pernafasan yang berlebihan: dapat disebabkan oleh

peningkatan volume dan atau kontraktilitas dari airway smooth muscle cells.

Uncoupling of airway contraction: akibat adanya perubahan pada diding

saluran nafas akibat proses inflamasi yang menyebabkan penyempitan saluran

nafas dan hilangnya maximum plateau of contraction yang ditemukan pada

normal airway ketika substansi bronkokonstriksi diinhalasi.

11

Page 12: Referat asma

Penebalan diniding saluran nafas: karena adanya edema dan perubahan

structural yang memperburuk penyempitan saluran nafas karena

kontraksiairway smooth muscle untuk alas an geometric.

Sensory nerves: dapat disensitisasi oleh inflamasi yang berakibat pada

bronkokonstriksi yang berlebihan terhadap respon stimulus sensori.2

MANIFESTASI KLINIS

Gejala kronik asma yang paling sering muncul antara lain batuk kering yang

intermittent, dan atau expiratory wheezing.

Pada older children dan dewasa didapatkan adanya keluhan sesak nafas dan

chest tightness, sementara pada younger children, lebih mengeluhkan

intermittent, nonfocal chest “pain”

Gejala respiratorik biasanya memburuk pada malam hari, terutama selama

masa eksaserbasi yang lama yang dipicu oleh infeksi respiratori atau allergen

yang terinhalasi.

Gejala yang muncul pada siang hari, sering berhubungan dengan kegiatan

fisik, sangat sering terjadi pada anak-anak. Gejala-gejala yang lain pada anak

kadangkala bias tidak terlihat atau tidak spesifik seperti membatasi diri untuk

melakukan aktivitas fisik, kelelahan yang menyeluruh (mungkin disebabkan

adanya gangguan tidur), dan kesulitan untuk bermain dengan anak-anak yang

seumuran.

Selama terjadinya eksaserbasi, expiratory wheezing dan pemanjangan fase

ekspirasi dapat diperoleh melalui auskultasi. Penurunan suara pernafasan di

beberapa area paru-paru, biasanya di lobus kanan bawah posterior,

berhubungan dengan adanya hipoventilasi akibat obstruksi saluran nafas.

Crackles dan ronchii kadang-kadang dapat terdengar akibat adanya produksi

mucus dan inflammatory exudates pada saluran nafas.4

12

Page 13: Referat asma

KLASIFIKASI

GINA membagi asma berdasarkan asma severity didasari atas tingkat gejala,

airflow limitation, dan lung function kedalam 4 kategori: intermittent, mild persistent,

moderate persistent dan severe persistent.2

Klasifikasi derajat berat ringan penyakit asma menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)1

Parameter klinis kebutuhan obat dan faal paru

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten

Frekuensi serangan < 1x / bulan > 1x / bulan SeringLama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang

tahun, tidak ada remisi

Intensitas serangan di antara serangan

Biasanya ringan tanpa gejala

Biasanya sedang sering ada gejala

Biasanya berat gejala siang dan malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat tergangguPemeriksaan fisik Normal Mungkin Tidak pernah

13

Page 14: Referat asma

di luar serangan terganggu normalObat pengendali Tidak perlu Perlu PerluUji faal paru >80% 60-80% <60%Variabilitas >15%0 >30% >50%

Klasifikasi derajat serangan asma1

Parameter klinis faal paru laboratorium

Ringan\ Sedang Berat Ancaman henti nafas

Sesak Berjalan, bisa tidur

Berbicara lebih enak duduk

Istirahat membungkuk ke depan

Posisi Bisa berbaring

Lebih suka duduk

Duduk bertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat

Kata-kata

Kesadaran / kebingungan

Mungkin irritable

Biasanya irritable

Biasanya irritable

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang, akhir

ekspirasiNyaring, sepanjang ekspirasi dan inspirasi

Sangat nyaring, tanpa stetoskop

Tidak terdengar

Penggunaan otot bantu respiratorik

Biasanya tidak

Biasanya ya Ya Paradoks torakoabdominal

Retraksi Dangkal interkostal

Sedang suprasternal

Dalam nafas cuping hidung

Dangkal/hilang

Frekuensi nafas

Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea

Frekuensi nadi Normal Takikardia Takikardia BradikardiaPEFR/FEV1Pre bronkodilator

>60% 40-60% <40%

Post bronkodilator

>80% 60-80% <60%

Sat O2 >95% 91-95% <91%PaO2 Normal >60mmHg <60mmHgPaCO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHg

DIAGNOSIS

14

Page 15: Referat asma

Hingga saat ini, asma tetap sulit didiagnosis sehingga sering undertreated. Hal

ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain perjalanan gejala respiratorik asma yang

dianggap sudah biasa oleh orang tua / anak atau gambaran klinis yang tidak khas

sehingga sering didiagnosis sebagai penyakit lain. Tidak jarang asma didiagnosis

sebagai bronchitis sehingga klinisi memberikan antibiotik dan obat batuk. Diagnosis

asma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Wheezing berulang dan / atau batuk kronik berulang merupakan titik awal

untuk menegakkan diagnosis. Meskipun tidak semua wheezing disebabkan oleh

asma, tetapi gejala wheezing harus dianggap asma sampai terbukti bukan asma.

Alur Diagnosis Asma Anak

Batuk dan/atau wheezing

Riwayat Penyakit, Pemeriksaan Fisik, Uji tuberkulin

Patut diduga asma:- Episodik dan/atau kronik- Nokturnal / morning dip- Musiman- Pajanan terhadap pencetus- Riwayat atopi

pasien/keluarga

Tidak jelas:- Timbul masa neonatus- Gagal tumbuh- Infeksi kronis- Muntah/tersedak- Kelainan fokal paru- Kelainan sistem

kardiovaskular

Periksa peak flow meter / Spirometer untuk menilai:- Reversibilitas > 15%- Variabilitas > 15%

Pertimbangkan: Foto toraks dan sinus Uji faal paru Uji respon terhadap

bronkodilator selama 5 hari Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologis Pemeriksaan motilitas silia Pemeriksaan refliks GETidak berhasil

Berikan bronkodilator

Diagnosis kerja: AsmaTidak mendukung

Mendukung diagnosis lain

15

Page 16: Referat asma

diagnosis lain

Berikan obat anti asma, bila tak berhasil, nilai ulang diagnosis dan ketaatan berobat

Diagnosis dan pengobatan penyakit lain

Pertimbangkan asma disertai penyakit lain

Bukan asma

Anamnesis

Riwayat penyakit / gejala :

Riwayat sesak nafas yang episodic, seringkali reversible dengan atau tanpa

pengobatan.

Wheezing atau wheezing berulang

Rasa dada seperti tertekan

Adanya variabilitas musim

Gejala timbul / memburuk terutama malam/dini hari.

Batuk atau wheezing setelah beraktivitas dan berdahak.

Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu, misalnya allergen udara /

polutan.

Menderita common cold sampai dada terasa tertekan atau perlu waktu >10

hari untuk sembuh.

Gejala membaik setelah pemberian obat anti asma

Yang termasuk perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah anak yang

menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat setelah diperiksa tanda

wheezing, sesak, dan lain-lainnya sedang tidak timbul.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

Riwayat asma keluarga (atopi)

Riwayat alergi / atopi

Penyakit lain yang memberatkan

Perkembangkan penyakit dan pengobatan

16

Page 17: Referat asma

Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan

pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru akan lebih meningkatkan nilai

diagnostik.

Pemeriksaan fisik

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat

normal. Kelainan pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi

(Wheezing) pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar

normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan

jalan nafas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran nafas, edema dan

hipersekresi dapat menyumbat saluran nafas, maka sebagai kompensasi penderita

bernafas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran

nafas. Hal itu meningkatkan kerja pernafasan dan menimbulkan tanda klinis berupa

sesak nafas, mengi dan hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.

Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest ) pada serangan yang

sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar

bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu nafas.

Pemeriksaan penunjang

Respon terhadap bronkodilator dan steroid sistemik bermanfaat untuk diagnosis

asma anak < 3 tahun.

Uji provokasi bronkus, dengan histamin, metakolin, exercise, udara kering atau

dingin, NaCL hipertonis. Penurunan > 20% pada FEV1 setelah provokasi maka

didiagnosa asma. Uji provakasi bronkus membantu menegakan diagnosis asma.

Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan

uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai

sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah, artinya hasil negatif dapat

menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti

bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain

17

Page 18: Referat asma

seperti rhinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan nafas

seperti PPOK, bronkoektasis dan fibrosis kistik.

Exercise Challanges

Misalnya dengan melakukan latihan aerobik atau lari selama 6-8 menit. Tes ini

dapat mengidentifikasi exercise-induced bronchospasm. Pada asma, didapatkan

FEV1 turun sebanyak > 15% pada saat atau setelah latihan. Onset biasanya

terjadi 15 menit setelah latihan dan dapat hilang dengan spontan setelah 60

menit. Tapi tes ini dapat mencetuskan serangan eksaserbasi asma berat pada

pasien yang beresiko tinggi.

Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital

paksa (KVP) dilakukan dengan maneuver ekspirasi paksa melalui prosedur

yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita

sehingga dibutuhan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk

mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang

reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan nafas diketahui dari nilai rasio

VEP1, KVP < 75% atau VEP1 < 80 % nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

1. Obstruksi jalan nafas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau

VEP1 < 80 % nilai prediksi.

2. Reversibiltas, yang perbaikan VEP1 ≥ 15 % secara spontan , atau setelah

inhalasi bronkodilator ( uji bronkodilator ), atau setelah pemberian

bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid

(inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibilitas ini dapat membantu diagnosis asma

3. Menilai derajat berat asma

Uji faal paru pada anak > 6 tahun. Ada dua metode pemeriksaan, yaitu

pengukuran FEV1 dan Forced Vital Capacity (FVC) memakai spirometer dan

Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) memakai peak flow meter. Pemeriksaan ini

berguna mendukung diagnosis asma, bila didapatkan:

1. Variabilitas pada PEFR atau FEV1 > 15%

18

Page 19: Referat asma

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan.penurunan) PEFR

dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas

mingguan yang pemeriksaan berlangsung > 2 minggu.

2. Reversibilitas pada PEFR atau FEV1 > 15%

Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PEFR atau FEV1

setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

3. Penurunan > 15% pada PEFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus

Arus Puncak Ekspirasi

Nilai APE dapat diperolehi melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan

yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter)

yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastic dan mungkin

tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun

instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/difahami baik

oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-

hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan

ekspirasi paksa membutuhkan kerjasama penderita dan instruksi yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma :

1. Reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15 % setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau

respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu)

2. Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabilitas

APE harian selama 1-2 minggu. Variabilitas juga dapat digunakan menilai

derajat berat penyakit.

Cara pemeriksaan variabilitas APE harian

Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk

mandapatkan nilai tertinggi.

Rata-rata APE harian dapat diperolehi melalui 2 cara :

Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE

pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya

sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam

19

Page 20: Referat asma

sebelumnya bronkodilator menunjukkan percentase rata-rata nilai APE harian.

Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

Variabiltas harian = APE malam – APE pagi X 100 %

½ (APE malam + APE pagi)

Metode lain untuk menetapkan variabilitas APE adalah nilai terendah APE

pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan

persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari)

Indeks Sederhana dari Variabilitas PEF2

Pemeriksaan status alergi

Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasikan melalui pemeriksaan uji

kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil

untuk memdiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi factor

risiko/pencetus sehingga dapat dilaksanakan control lingkungan dalam

penatalaksanaan.

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya

dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat

untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negative

palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan allergen yang releven dan

hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik

dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain

dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan

20

Page 21: Referat asma

lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis

alergi/atopi.

Foto rontgen toraks (Posteroanterior and lateral)

Pada anak dengan asma, gambaran radiologinya biasanya normal. Bisa juga

didapatkan gambaran yang nonspesifik yaitu hiperinflasi (pendataran

diafragma) dan penebalan peribronkhial. Foto thorax membantu untuk

mengidentifikasi penyakit yang gejalanya menyerupai asma (aspirasi

pneumonitis dan gambaran hiperlusen pada bronkiolitis obliterans) dan

komplikasi pada saat eksaserbasi asma (ateletaksis, pneumothoraks)

Uji tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang diduga asma maupun

bukan. Di Indonesia tuberculosis (TB) masih merupakan penyakit yang

banyak dijumpai dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik. Oleh karena

itu uji tuberculin dapat dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma

maupun yang bukan asma. Dengan cara tersebut, maka penyakit TB yang

mungkin bersamaan dengan asma akan terdiagnosis dan diterapi.

Diagnosa Banding

Asma merupakan salah satu penyebab gejala saluran pernafasan tersering dan

hanya salah satu penyebab penyakit paru. Langkah penting dalam menegakkan

diagnosisnya adalah adanya keterbatasan aliran udara yang reversibel dan bervariasi

yang ditunjukkan dengan spirometer.

Meskipun pada asma dan infeksi saluran nafas akut menghasilkan wheezing

sebagai akibat obstruksi yang tersebar, gejala saluran nafas juga bisa diakibatkan oleh

obstruksi lokal dan adanya benda asing sehingga hal ini juga harus dipertimbangkan

dalam diagnosis banding. Diagnosis lain yang harus dipertimbangkan adalah pseudo-

asma yang disebabkan oleh disfungsi pita suara.

Diagnosa banding asma pada anak antara lain sbb :

Pada Saluran Nafas Bagian Atas

1. Rinitis alergi

2. Rinitis kronik

3. Sinusitis

21

Page 22: Referat asma

Pada sinusitis kronik tidak didapatkan gejala spesifik seperti nyeri

tekan pada tempat tertentu (terderness) Rinosinusitis komorbid dengan

asma.

4. Adenoidal atau hipertrofi tonsiler

5. Nasal foreign body

Pada Saluran Nafas Bagian Tengah

1. Laringotrakheobronkhomalasia

2. Laringotrakheobronkhitis ( cth.Pertusis)

3. Laringeal web, cyst or stenosis

4. Vocal cord dysfunction (VCD)

Terjadi penutupan pita suara yang tidak normal saat inspirasi atau

ekspirasi sehingga menimbulkan nafas yang pendek, batuk, nyeri

tenggorokan, dan sewaktu-waktu menimbulkan wheezing laryngeal

yang jelas terdengar dan / stridor. Pada tes spirometer didapatkan

kurva volume inspirasi dan ekspirasi yang tidak konsisten Bisa

muncul bersamaan dengan asma.

5. Vocal cord paralysis

6. Tracheoesofagela fistula

7. Vaskular ring, sling, or externa mass compressing on the airway (cth.

Tumor, Tuberkulosis kelenjar)

Tuberkulosis kelenjar yang menekan trakea atau bronki kadang-

kadang menimbulkan wheezing persisten

8. Aspirasi benda asing

Pada anamnesa ada riwayat tersedak (misalnya susu, makanan, dll)

9. Bronkitis kronis karena terpapar asap rokok

10. Toxic inhalation

Pada Saluran Nafas Bagian Bawah

1. Bronchopulmonary dysplasia or chronic lung disease of preterm infant

2. Viral bronkiolitis

22

Page 23: Referat asma

Perlu dipikirkan bila bayi < 2 tahun mengalami serangan wheezing

dan sesak untuk pertama kali. Untuk membedakan antara bronkiolitis

dan asma serangan pertama dilakukan tes bronkodilator. Bila sesak

segera hilang, diagnosisnya adalah asma serangan pertama, tetapi bila

sesak tidak berkurang maka kemungkinan asma belum dapat

disingkirkan.

3. Gastroesofageal reflux

Pada anak, secara klnis tidak memperlihatkan gejala. Dapat timbul

komorbid dengan asma.

4. Cause of bronchiectasis (cystic fibrosis, Imunne deficiency, Allergic

bronchopulmonary mycoses, Chronic aspiration, Immotile cilia

syndrome)

5. Bronchiolitis Obliterans

6. Interstitial Lung disease

7. Hypersensitivity pneumonitis

8. Pulmonary Eosinofilia

9. Pulmonary hemosiderosis

10. Tuberculosis

11. Pneumonia

12. Gulmonary edema (CHF)

13. Medication associated with cough cronic

Acetylcolinesterase Inhibitor

Β-adrenergic antagonist

KOMPLIKASI

1. Emfisema

2. Ateletaksis

3. Bronkiektasis

4. Pneumothoraks

5. Pneumomediastinum

23

Page 24: Referat asma

6. Gagal nafas

7. Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)

8. Permanent hypoxic brain damage

PENATALAKSANAAN ASMA

Pengobatan asma menurut GINA ( Global initiative for Asma). Program

penatalaksanaan asma diantaranya melalui 6 komponen dalam dibawah ini :

1. Edukasi pada anak / keluarganya

Dengan bantuan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, anak dan keluarganya

akan secara aktif turut serta dalam penatalaksanaan penyakit asmanya untuk

mencegah timbulnya masalah dan dapat hidup secara produktif. Sehingga

dapat menjauhi faktor resiko, berobat dengan benar, mengetahui perbedaan

obat ‘controller’ dan ‘reliever’, monitoring, mengenali gejala serangan asma

dan mencari pertolongan medis secara apropriate.

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

penilaian dan monitor berat asma baik melalui pengukuran gejala,

pemeriksaan uji faal paru, dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk

menilai hasil pengobatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak

penderita asma yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan faal parunya

menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas.

3. Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus

Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus yang dapat menimbulkan

proses inflamasi saluran nafas merupakan tahap pertama pada penatalaksaan

penyakit asma. Menghindari factor pencetus dapat mengurangi gejala dan

dalam jangka panjang dapat menekan proses inflamasi maupun

hiperreaktivitas saluran nafas. Yang termasuk induced trigger antara lain

allergen, bahan-bahan kimia yang iritatif, obat-obatan, infeksi virus. Sedang

inciter trigger antara lain exercise, udara dingin, dan emosi, dll.

4. Program penatalaksanaan asma jangka panjang

24

Page 25: Referat asma

Program ini meliputi 3 hal yang harus dipertimbangkan yaitu obat-obatan

asma, pengobatan secara farmakologis berdasarkan system anak tangga,

pengobatan berdasarkan sistem zona atau wilayah bagi penderita.

5. Merencanakan pengobatan asma akut

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi atau

kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari

yang ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa

mendadak atau bisa juga perlahan-lahan dalam jangka waktu berhari-hari.

Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut menunjukan rencana

pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor

pencetus.

6. Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada

umumnya memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan.

Kunjungan yang teratur diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara

pemakaian obat, cara menghindari factor pencetus serta penggunaan alat peak

flow meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan ini akan semakin

jarang.2

Penatalaksanaan Serangan Asma

Tujuan : Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di

ruang gawat darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dat dicegah,

setidaknya dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.

Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk :

meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

mengurangi hipoksemia

mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

25

Page 26: Referat asma

Tahapan Tatalaksana Serangan Asma.

Alur tatalaksana serangan asma terhadap anak

Klinik / Unit Gawat Darurat

Nilai derajat serangan

Tatalaksana awalNebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menitNebulisasi ketiga + antikolinergikJika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik

Serangan ringan:(nebulisasi 1x, respon baik) Observasi 1 jam Efek bertahan, boleh

pulang Gejala timbul lagi,

perlakukan sebagai serangan sedang

Serangan sedang:(nebulisasi 2x, respon parsial) Berikan oksigen Nilai kembali derajat

serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari

Steroid oral Pasang jalur parenteral

Serangan berat:(nebulisasi 3x, respon buruk) Sejak awal berikan O2

saat/di luar nebulisasi Pasang jalur parenteral Steriod intravena Nilai ulang klinisnya,

jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inap

Foto rontgen toraks

Boleh pulang: Bekali obat-obat b-

agonis (hirupan/oral) Jika sudah ada obat

pengendali, teruskan Jika infeksi virus

sebagai pencetus, beri steroid oral (3-5 hari)

Dalam 24-48 jam kontrol ke klinik R. Jalan, untuk reevaluasi

Ruang rawat sehari / observasi Oksigen teruskan Steroid oral dilanjutkan Nebulisasi tiap 2 jam Bila dalam 12 jam

perbaikan klinis, stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik/bahkan memburuk, alih ke Ruang Rawat Inap

Ruang Rawat Inap: Oksigen teruskan Atasi dehidrasi dan

asidosis jika ada Steroid IV tiap 6-8 jam Nebulisasi tiap 1-2 jam Aminofilin iv awal,

lanjutkan rumatan Jika membaik dalam 4-

6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam

Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang

Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak

26

Page 27: Referat asma

membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif

Catatan:

Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01

ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali

Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 l/menit

Tatalaksana di Unit Gawat Darurat.

Semua pasien yang mengalami serangan asma harus dinilai derajat serangan, apakah

serangan ringan, sedang, berat, atau ancaman henti nafas. Cara nebulisasi dan jenis

obat yang digunakan tergantung pada derajad serangan asma yang terjadi dan

kemudian dinilai hasil nebulisasi yang diberikan. Pertimbangan obat untuk nebulisasi

adalah sebagai berikut:

Serangan asma derajat ringan dan sedang.

Untuk serangan asma derajat ringan dan sedang, nebulisasi dilakukan dengan

menggunakan obat tunggal yaitu - agonis. Nebulisasi dapat dilakukan 2 kali

berturut-turut, tergantung respon terapi. Jarak antara nebulisasi I dan kedua adalah 20

menit, setelah nebulisasi ke dua juga dinilai selama 20 menit. Nilai perbaikan klini

setiap selesai nelisasi. Tindakan berikutnya adalah sebagai berikut :

Jika dengan nebulisasi I dan atau II, serangan mereda, penderita diobservasi selama 1

jam di Unit Gawat Darurat (UGD). Jika selama observasi tersebut, tetap membaik,

pasien dipulangkan. Jika selama observasi 1 jam di UGD, serangan kambuh ulang,

maka penderita dipindahkan ke ruang Rawat sehari untuk tatalaksana berikutnya

(Lihat tatalaksana di RRS).

Jika setelah 2 kali nebulisasi, hanya terjadi perbaikan parsial, maka penderita dialih

rawat ke RRS untuk tatalaksanan lebih lanjut (Lihat tatalaksana di ruang rawat

Sehari).

Serangan asma berat .

27

Page 28: Referat asma

Bila sejak awal dinilai sebagai serangan berat, maka nebulisasi pertama kali langsung

dengan - agonis. yang langsung dikombinasi antikolonergik. Oksigen 2-4 L/menit

diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan lakukan

foto thoraks. Penderita langsung dialih rawat ke ruang rawat inap (Lihat tatalaksana

di ruang rawat inap).

Serangan asma dengan ancaman henti nafas.

Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti nafas, pasien harus

langsung dirawat di ruang rawat intensif (Lihat tatalaksana di ICU).

Tatalaksana di Ruang di Ruang Rawat sehari (RRS) .

Penderita yang dialih rawat dari UGD ke RRS, harus diberikan tindakan sebagai

berikut :

Nebulisasi .

Di RSS, nebulisasi yang dilakukan adalah nebulisasi tahap ke tiga, yaitu

setelah 2 kali nebulisasi UGD yang hanya dengan - agonis. Pada tahap ketiga

ini, nebulisasi dilakukan dengan kombinasi - agonis. dengan antikolinergik.

Nebulisasi dengan kombinasi 2 obat ini dilakukan tiap 2 jam, hingga

pemantauan 12 jam.

Steroid

Kepada penderita juga diberikan steroid sistemik atau oral berupa metil

prednisolon atau prednison.

Oksigen.

Pemberian oksigen sejak dari UGD dilanjutkan.

Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, pasien dipulangkan dan dibekali obat untuk rawat

jalan. Bila dalam 12 jam responnya tetap tidak baik, maka pasien alih rawat ke Ruang

Rawat Inap dengan tatalaksanan asma berat (Lihat tatalaksana di RRI)

Tatalaksana di Ruang Rawat Inap (RRI)

Penderita yang tidak mengalami perbaikan selama observasi dan tindakan di ruang

rawat Sehari, dengan pantauan selama 12 jam, maka dialih rawat ke ruang rawat inap.

Tindakan yang dilakukan di RRI adalah :

Oksigen

28

Page 29: Referat asma

Pemberian oksigen diteruskan.

Rehidrasi dan koreksi asidosis

Jika terdapat dehidrasi, maka dilakukan rehidrasi. Demikian juga, jika

terdapat asidosis, maka perlu dilakukan koreksi terhadap asidosis tersebut.

Steroid

Pemberian streoid dilakukan secara intravena dengan cara bolus tiap 6-8 jam.

Dosis steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari.

Nebulisasi

Di RRI, nebulisasi dilakukan dengan menggunakan obat kombinasi antara -

agonis. dengan antikolonergik. Jarak nebulisasi adalah tiap 1 – 2 jam. Jika

dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak nebulisasi dapat

diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.

Aminofilin

Pemberian aminofilin sesuai dengan dosis inisial dan dosis rumatan.

Inisial : Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, aminofilin yang

lah sebesar 6-8 mg/kgBB yang dilarutkan dalam dekstrosa atau garam

fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30 menit. Jika pasien telah

mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya.

Rumatan : Untuk rumatan aminofilin diberikan dengan dosis 0,5-1

mg/kgBB/jam.

Selama perawatan di RRI, penderita diobservasi apakah terjadi perbaikan atau tidak.

Bila terjadiperbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam.

Pemberian steroid dan aminofilin diganti dari pemberian intravena menjadi peroral..

Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dipulangkan. Jika tidak ada pernbaikan

selama tatalaksana di ruang rawat inap, maka penderita dialih rawat ke ruang Intensif

(PICU).1

Tatalaksana di ruang rawat Intensiv (ICU = Intensive Care Unit) .

Pasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah memperlihatkan tanda-tanda ancaman

henti nafas, langsung dirawat di Ruang Rawat Intensiv (PICU). Kriteria pasien yang

memerlukan PICU ialah :

29

Page 30: Referat asma

Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalksana awal di UGD dan/atau

perburukan asma yang cepat.

Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti nafas, atau

hilang kesadaran.

Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di Ruang Rawat Inap.

Ancaman henti nafas : hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi

oksigen (Kadar PaO2 < 60 mmHg dan/atau PaO2 > 45 mmHg, walaupun

tentu saja gagal nafas dapat terjadi dalam kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau

lebih rendah).

Pemberian Obat-obatan Waktu dipulangkan .

Penderita dapat dipulangkan dengan pertimbangan sebagai berikut :

Untuk penderita yang mengalami serangan ringan atau sedang yang dengan

satu atau dua kali nebulisasi terjadi respon baik/perbaikan yang sempurna

(complete respons) dan setelah observasi 1 jam di UGD tidak timbul

serangan ulang.

Penderita yang dirawat di Ruang Rawat Sehari (RRS) karena tidak

mengalami respon dengan dua kali nebulisasi di UGD, tetapi mengalami

perbaikan sempurna setelah perawatan selama 12 jam di RRS.

Penderita dengan derajat serangan berat, yang mengalami perbaikan yang

sempurna setelah observasi pengobatan selama 24 jam di Ruang rawat inap.

Obat yang digunakan pada waktu dipulangkan sama untuk semua penderita, baik

yang tidak mengalami perawatan maupun yang sempat dirawat di RRS atau di RRI.

Obat tersebut adalah :

Obat - agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 – 6 jam.

Steroid oral diberikan jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, namun

hanya diberikan untuk jangka waktu pendek (3-5 hari).

Pasien dianjurkan untuk kontrol ke Klinik Rawat Jalan dalam waktu 24-48 jam untuk

evaluasi tatalaksananya.1

Tatalaksana Asma Jangka Panjang

30

Page 31: Referat asma

Alur tatalaksana asma anak jangka panjang:Asma episodik jarang Obat pereda b-agonis atau teofilin (hirupan oral bila

perlu)

4-6 minggu, obat > 3x < 3xdosis/minggu

Asma episodik sering Tambahkan obat pengendali: kortikosteroid hirupan dosis rendah

6-8 minggu, respon: (-) (+)

Asma persisten Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat: B-agonis kerja panjang (LABA) Teofilin lepas lambat Antileukotrien Dosis kortikosteroid ditingkatkan (medium)

6-8 minggu, respon: (-) (+)

Kortikosteroid dosis medium ditambahkan salah satu obat: b-agonis kerja panjang teofilin lepas lambat antileukotrien dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

6-8 minggu, respon: (-) (+)

Obat diganti steroid oralKeterangan:

Kortikosteroid dosis rendah:

- Usia < 12 tahun : 100-200 ug/hari bodesonid (50-100 ug/hari flutikason)

- Usia > 12 tahun : 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason)

Kortikosteroid dosis medium:

31

Page 32: Referat asma

- Usia < 12 tahun : 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason)

- Usia >12 tahun : 400-600 ug/hari budesonid (200-300 ug/hari flutikason)

Kortikosteroid dosis tinggi:

- Usia < 12 tahun : >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason)

- Usia > 12 tahun : >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari flutikason)

Tatalaksana asma jangka panjang bergantung pada derajat penyakit yang diderita oleh

seorang pasien, yaitu asma episodik jarang, asma episodik sering, atau asma

persisten. Tatalaksana tersebut adalah sebagai berikut:

Tatalaksana Asma Episodik Jarang

Pemberian obat-obatan untuk pasien yang menderita asma episodik jarang

hanya jika ada gejala/serangan. Obat yang diberikan adalah obat pereda

berupa bronkhodilator -agonis hirupan kerja pendek (short acting 2-

Agonist, SABA). Dapat juga digunakan teofilin karena -agonis tidak selalu

ada. Selama pemakaian obat dipantau munculnya gejala selama 4 – 6

minggu. Jika penggunaan -agonis sudah lebih dari 3 kali per minggu atau

serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka

tatalaksana disesuaikan/diperlakukan sebagai asma episodik sering.

Tatalaksana Asma Episodik Sering.

Untuk tatalaksana asma episodik sering, disamping menggunakan -agonis

atau teofilin perlu ditambahakan anti inflamasi berupa steroid hirupan dosis

rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan adalah budesonid,

sehingga digunakan sebagai standar.

Dosis steroid yang digunakan adalah dosis rendah

- Usia < 12 th : 100-200 mcg/hr budesonid (50-100 mcg/hr flutikason)

- Usia > 12 th : 200-400 mcg/hr budesonid (100-200 mcg/hr flutikason)

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali

berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi.

Karena itu, penilaian efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu

yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Jika tidak ada respon,

maka tatalaksana disesuaikan/diperlakukan sebagai asma persisten.

32

Page 33: Referat asma

Tatalaksana Asma Persisten .

Dalam tahap pertama penatalaksanaan asma persisten, ada 2 alternatif yang

dilakukan, yaitu :

Steroid hirupan tetap dalam dosis rendah, tetapi dikombinasi dengan salah

satu obat yaitu: LABA (Long Acting -agonist), atau Teofilin lepas lambat

(TSR = Theofilline Slow Release), atau Anti Leucotrien Receptor (ALTR).

Obat-obatan golongan LABA adalah: prokaterol, bambuterol, salmeterol, dan

klenbuterol. Golongan ALTR adalah : zafirlukas dan muntelukas.

Meningkatkan dosis steroid hirupan menjadi dosis medium yaitu :

- Usia < 12 th : setara dengan 200-400 mcg/hari budesonid (100-200 mcg/hr

futikason)

- Usia > 12 th : 400-600 mcg/hr budesonid (200-300 mcg/hr flutikason)

Dilakukan pemantauan selama 6-8 minggu untuk melihat muncul tidaknya gejala

asma dengan salah satu alternatif terapi diatas. Jika selama waktu tersebut masih

terdapat gejala asma, maka dilanjutkan dengan memilih salah satu dari 2 alternatif

berikut, yaitu :

Steroid hirupan tetap dalam dosis medium dengan menambahkan salah satu obat :

LABA, atau TSR, atau ALTR.

Meningkatkan dosis hirupan menjadi dosis dosis tinggi.

- Usia < 12 th : > 400 mcg/hari budesonid (>200 mcg/hr flutikason)

- Usia > 12 th : >600 mcg/hr budesonid (>300 mcg/hr flutikason)

Dilakukan pemantauan kembali selama 6-8 minggu dengan alternatif di atas. Apabila

dosis streroid hirupan sudah mencapai > 800 mcg/hari namun tetap tidak mempunyai

respon, maka baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan steroid oral

sebagai kontroler (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan steroid

hirupan atau alternatif di ats dijalankan. Langkah ini diambil bila bahaya dari

asmanya lebih besar dari pada bahaya efek samping obat.

Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau

perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid dapat dikurangi

33

Page 34: Referat asma

bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya.

Sementara itupenggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.

Cara Pemberian Obat

Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena perbedaan

kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak perlu

dipertimbangkan. Lebih dari 50 % anak asma tidak dapat memakai alat hirupan biasa

(metered dose inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dann berulang kali.

Tabel berikut memperlihatkan anjuran pemakaian alat inhalasi disesuaikan dengan

usianya.

Jenis Alat Inhalasi Disesuaikan Dengan Umur1

< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler2 – 4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler

Alat hirupan (MDI) dengan alat perenggang (spacer)5 – 8 tahun Nebuliser

MDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

> 8 tahun NebuliserMDI (Metered Dose Inhaler)Alat hirupan bubukAutohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya deposisi dalam paru akan lebih baik sehingga didapat efek terapetik yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak sekolah.

Sebagian alat bantu spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman, atau menggunakan obat dengan dot yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.

Obat Asma Jangka Panjang Yang Ada di Indonesia

Fungsi Nama Generik Nama Dagang Sediaan Keterangan

Golongan - agonis (kerja pendek)

34

Page 35: Referat asma

Obat Pereda

(reliever)

Terbutalin Bricasma, brasmatic, Bintasma, Fartolin, Lasmalin, dll

Sirup, tablet, MDI Turbuhaler

0,05 mg/kgBB/x tablet 2,5 mg

Salbutamol Ventolin, Respolin, Salbuven, Suprasma, Salbron, Dilatamol, Asmacel, Librentin, dll

Sirup, tablet, MDI, Rotahaler, Diskhaler

Orsiprenalin Alupent Sirup, tablet, MDI

Heksoprenalin Ipradol TabletFenoterol Berotec MDITrimetokuinol Inolin Peed.drop, tabletGolongan santinTeofilin Bronsolvan,

Kalbron, Amilex, Bronchophylin

Sirup, tablet

Obat Pengendali(controller)

Golongan anti – inflamasi non – steroidKromoglikat Intal – 5 MDINedokromil Tilade MDI Izin di

Indonesia untuk >12 tahun

Golongan anti – inflamasi steroidBudesonid Pulmicort

InflammideMDI, Turbuhaler

Flutikason Flixotide MDI, DiskhalerBeklometason Becotide MDI, Rotahaler,

DiskhalerGolongan - agonis kerja panjangProkaterol Meptin Sirup, tablet,

MDIBambuterol Bambec TabletSalmeterol Serevent MDI, Disk halerKlenbuterol Spiropent Sirup, tabletGolongan obat lepas lambat / lepas terkendaliTerbutalin Asthmoprotect

RetardKapsul

Salbutamol Volmax TabletTeofilin Quibron SR,

Euphyllin Retard, Phyllocontin continus

Tablet salut

35

Page 36: Referat asma

Golongan antihistamin baruKetotifen Zaditen, Profilas,

Astifen, Infiten, dllSirup, tablet <3 th: 2 x

0,5mg3 th : 2x1,0mg

Golongan antileukotrinZafirlukas Accolate Tablet

PROGNOSA

Beberapa penelitian mengatakan bahwa prognosa asma buruk pada anak yang

menderita asma lebih muda dari 3 tahun. Induvidu dengan asma sejak kecil memiliki

FEV1 yang rendah secara signifikan, reaktivitas saluran nafas dan gejala

bronkospasme yang persisten dibandingkan dengan wheezing yang berhubungan

dengan infeksi virus. Anak dengan asma ringan yang tidak bergejala diantara

serangan dapat bebas dari gejala asma setelah dewasa. Anak yang memasuki usia

remaja akan memiliki gejala yang lebih ringan dibandingkan pada saat sebelumnya,

namun setengah dari mereka tetap memiliki asma. Asma memiliki tendensi untuk

mengalami remisi saat pubertas, lebih besar kemungkinannya pada anak perempuan

dibanding laki-laki.

PENCEGAHAN

Pencegahan meliputi :

Pencegahan primer

yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma.

Meliputi pencegahan periode prenatal dan periode postnatal. Pencegahan

perinatal seperti : menghindari makanan yang bersifat allergen pada ibu hamil

dengan resiko tinggi tetapi pada prinsipnya belum ada pencegahan primer

yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan. Sedang periode postnatal

seperti : diet menghindari allergen pada ibu menyusui resiko tinggi

menurunkan resiko dermatitis atopik pada anak.

Pencegahan sekunder

Yaitu mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi

asma.

36

Page 37: Referat asma

Contohnya adalah pemberian anti histamin H-1 dalam menurunkan onset

mengi pada penderita anak dermatitis atopik.

Pencegahan tersier

Yaitu untuk mencegah agar tidak terjadi serangan atau bermanifestasi klinis

pada penderita yang sudah menderita asma. Contohnya menghindari allergen

yang menyebabkan tercetusnya serangan asma.1

DAFTAR PUSTAKA

37

Page 38: Referat asma

1. Rahajoe. Noenoeng.dkk. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK

Pulmonologi PP IDAI. Jakarta : 2004

2. Global Initiative for Asthma. 2011. Global Strategy for Asthma

Management and Prevention.

3. National Heart, Lung, and Blood Institute. 2007. National Asthma

Education and Prevention Program.

4. Jenson. Berhrman Kliegman. Nelson Textbook of Pediatric 17 th

edition. Philadelphia : 2004

38