Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
Transcript of Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{195
POLA INTERAKSI EDUKATIF DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Suatu Kajian Terhadap Pola Interaksi Edukatif Rasulullah SAW)
Afriani S Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah
ABSTRAK Kegiatan pendidikan dalam situasi pengajaran yang bersifat edukatif, senantiasa merupakan suatu proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni pendidik sebagai pihak yang mengajar dan peserta didik sebagai pihak yang belajar. Oleh karena itu interaksi yang efektif sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran. Dalam konsepsi pendidikan Islam, Rasulullah SAW adalah al-Mu’allim al-Awwal (pendidik pertama dan utama), telah menunjukkan keberhasilannya, terbukti mampu menghasilkan sumber daya manusia sehandal dan sekaliber Abu Bakar Siddik, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Kajian ini berkenaan dengan pola interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat, metode dan prinsip interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan mengemukakan beberapa hadits yang berkenaan, kemudian menganalisisnya dengan kerangka teoritis sebagai upaya untuk menemukan konsep penerapannya dalam pendidikan Islam kontemporer. Dari hasil kajian, pola interaksi Rasulullah SAW dengan sahabat dari segi bentuk komunikasi, terbentuk tiga pola komunikasi yaitu komunikasi satu arah, komunikasi dua arah dan komunikasi multi arah. Apabila ditinjau dari segi strategi pendidikan Rasulullah SAW telah membentuk pola hubungan student centered, yang bersifat instruksional tetapi juga bersifat emosional dan spiritual. Secara keseluruhan dapat dikonseptualisasikan bahwa pola interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat membentuk pola interaksi humanis teosentris. Keyword: pola, interaksi, edukatif, pendidikan, Islam
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
196}
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam mewujudkan
kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua
belah pihak yaitu, pendidik dan anak didik. Keterlibatan dua pihak tersebut
merupakan hubungan antar manusia (human interaction).
Pendidik merupakan salah satu komponen yang sangat penting
dalam proses pendidikan setelah anak didik. Di pundaknya terletak
tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan anak didik ke arah
tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Secara umum, pendidik adalah
mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia
dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses
pendidikan.219 Menurut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Mereka
harus dapat mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik
kognitif, afektif maupun psikomotorik. Potensi-potensi ini sedemikian rupa
dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat optimal
berdasarkan Islam.220
Pendidik dalam proses pendidikan, di samping bertugas melakukan
transfer of knowledge, juga seorang motivator dan fasilitator bagi proses
belajar anak didik. Dalam melakukan tugas profesinya, pendidik
bertanggung jawab sebagai seorang pengelola belajar (manager of learning),
pengarah belajar (director of learning), dan perencana masa depan
masyarakat (planner of the future society). Dengan demikian sekurang-
____________
219 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII, (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), hal. 37
220 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. II, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), hal. 74
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{197
kurangnya ada tiga fungsi pendidik: pertama, fungsi instruksional yang
bertugas melaksanakan pengajaran; kedua, fungsi edukasional yang bertugas
mendidik anak didik agar mencapai tujuan pendidikan; ketiga fungsi
managerial yang bertugas memimpin dan mengelola proses pendidikan.221
Selain pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses
pendidikan adalah anak didik. Dalam paradigma pendidikan Islam, anak
didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi
dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Di sini, anak didik adalah makhluk
Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai taraf
kematangan, baik fisik, mental, intelektual maupun psikologisnya.222 Oleh
karena itu ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan, dan arahan
pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan
membimbingnya menuju kedewasaan.
Terdapat dalam interaksi edukatif proses pengaruh mempengaruhi.
Bukan hanya guru yang mempengaruhi anak didik, tetapi anak didik dapat
juga mempengaruhi pendidik. Prilaku pendidik akan berbeda, apabila
menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif, kelas yang berdisiplin
dengan kelas yang tidak berdisiplin. Interaksi ini bukan hanya terjadi antara
anak didik dan pendidik, tetapi antara anak didik dengan anak didik
lainnya dan dengan media pelajaran. 223
Rasulullah SAW dalam konsepsi Islam, adalah al-Mu’allim al-Awwal
(pendidik pertama dan utama) yang telah lebih dulu dididik oleh Allah
SWT. Rasulullah SAW merupakan sang pelopor pendidikan yang sukses.
____________
221 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Oprasionalnya, Cet.I, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 169-170
222 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet.I, (Jogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hal. 123
223 Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Cet ke-II, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hal. 31
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
198}
Bukti konkret keberhasilan Rasulullah SAW sebagai pelopor pendidikan
adalah keberhasilannya dalam mendidik para sahabat. Pendidikan model
Rasulullah SAW mampu menghasilkan sumber daya manusia sehandal dan
sekaliber Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib, dan dengan potensi para sahabat tersebut Islam mampu meraih
masa keemasannya.
Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai
spritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan
sebagai mukjizat yang luar biasa, yang manusia siapa dan di manapun tidak
dapat melakukan hal yang sama. 224 Keberhasilan Rasulullah SAW dalam
mendidik para sahabat selaku anak didiknya,di samping karena sifat-sifat
luhur yang ditunjukkan beliau selaku seorang murabbi, juga tidak terlepas
dari pola pendidikan yang beliau terapkan.
Tulisan ini, mencoba mengungkap pola pendidikan Rasulullah
SAW terkait pola interaksi yang dibangun Rasulullah SAW dengan para
anak didiknya, dalam hal ini para sahabat, dalam proses pendidikannya,
yang tersirat dalam hadits-hadits beliau agar jelas dan nampak dan dapat
diaplikasikan oleh para pendidik dan pelaksana pendidikan agar
tercapainya suatu cita-cita pendidikan yang paripurna dan melahirkan
generasi Qur’ani.
B. Interaksi Edukatif Rasulullah SAW dengan Sahabat
1. Model Pendidikan Pada Masa Rasulullah
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada masa Rasulullah
dibagi ke dalam dua tahapan (fase), baik dari segi waktu dan tempat,
maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu: fase Makkah, sebagai
fase awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat
kegiatannya, dan fase Madinah, sebagai fase lanjutan (penyempurnaan)
____________
224 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta: Prenada Media, 2007), hal. 1
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{199
pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya. Peristiwa
hijrah telah membedakan antara kedua fase tersebut. 225
Pada fase Makkah, pola pendidikan Rasulullah SAW dibagi kepada
tiga tahapan, sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikan
kepada kaum Quraisy, yaitu:
a. Tahap Rahasia dan Perorangan
b. Tahap Terang-terangan
c. Tahap Untuk Umum
Adapun materi pendidikan pada fase Makkah ini, Mahmud Yunus
menguraikan sebagai berikut; 1) I’tiqad dan keimanan, meliputi iman kepada
Allah, iman kepada Nabi dan Rasul Allah dan iman pada hari akhir. 2)
Ibadah, yakni shalat. Mula-mula Rasulullah SAW shalat bersama sahabat di
rumah Arqam secara sembunyi-sembunyi. Kemudian setelah Umar bin
Khattab masuk Islam, ia shalat dengan terang-terangan di muka umum.
Shalat pada mulanya belumlah lima waktu dalam sehari semalam, baru
setelah Rasulullah SAW isra’ mi’raj, Allah mewajibkan shalat lima waktu. 3)
Akhlak, meliputi akhlak baik (mahmudah) dan akhlak buruk (mazmumah).226
Adapun fase Madinah dimulai sejak Rasulullah SAW Hijrah ke
Madinah. Pada fase ini, materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks
dibandingkan dengan materi pendidikan pada fase Makkah. Corak
pendidikan fase Madinah lebih ditekankan pada pembinaan sosial dalam
arti luas dan cara berpolitik secara Islami.227 Adapun aspek-aspek
pendidikan pada fase Madinah meliputi; 1) Pembentukan dan pembinaan
masyarakat baru menuju kesatuan sosial dan politik, 2) Pendidikan sosial
____________
225 Zukhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Cet V, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 18
226 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Cet VIII, (Jakarta: Mahmud Yunus
Wadzurriyah, 2008), hal. 6-10
227 Usman Husen, Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, (Yogyakarta: Ar-Raniry Press,
Darussalam Banda Aceh, 2008), hal. 24
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
200}
politik dan kewarganegaraan, yang mencakup pendidikan ukhwah,
pendidikan kesejahteraan sosial, pendidikan kesejahteraan keluarga dan
kerabat, 3) Pendidikan anak dalam Islam, mencakup pendidikan tauhid,
pendidikan shalat, pendidikan adab sopan santun dalam keluarga,
pendidikan adab sopan santun dalam bermasyarakat, pendidikan
kepribadian, 4) Pendidikan Hankam. 228
Meskipun pada zaman Rasulullah SAW belum muncul lembaga
pendidikan semacam madrasah (lembaga pendidikan yang dikembangkan
oleh Nizam al-Mulk), akan tetapi pendidikan Islam secara institusional telah
berproses secara mapan terutama pada fase Madinah. Pada fase Makkah
lembaga pendidikan dibagi dua macam; 1) Rumah Arqam bin Arqam, ini
terjadi ketika proses pendidikan masih dalam tahapan sembunyi-sembunyi.
Rumah Arqam saat itu menjadi pusat pendidikan di Mekkah. 2) Kuttab,
istilah kuttab 229 telah dikenal di kalangan bangsa Arab pra-Islam.230
Pada fase Madinah lembaga pendidikan semakin berkembang tidak
hanya pada kuttab, meskipun eksistensi kuttab sebagai lembaga pendidikan
tetap dibawa dan dimanfaatkan setelah hijrah ke Madinah. Era Madinah
merupakan proses awal berdirinya pula kelembagaan pendidikan masjid,
terutama setelah Rasulullah SAW mendirikan masjid al-Taqwa di Quba.
Masjid memiliki multifungsi, di samping sebagai tempat beribadah juga
merupakan pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin,
baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.
____________
228 Zukhairini, Sejarah…, hal. 34-60
229 Secara etimologi Kuttab berasal dari bahasa Arab, yaitu kataba, yaktubu, kitaaban, yang
artinya, telah menulis, sedang menulis” dan “tulis”. Sedangkan Maktab artinya “meja” atau tempat
“menulis”
230 Teori asal usul kuttab masih diperdebatkan. Menurut Asma Hasan Fahmi, lembaga
pendidikan kuttab ini didirikan oleh orang Arab pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, yaitu
setelah mereka melakukan penaklukan-penaklukan, dan sesudah mereka memiliki hubungan dengan
bangsa-bangsa yang telah maju. Lihat Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, terj:
Ibrahim Husein, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hal. 30. sementara menurut Ahmad Syalabi, kuttab
telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum terkenal. Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah
Pendidikan Islam, terj: Muchtar Jahya dan M. Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 33
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{201
Namun yang lebih penting sebagai lembaga pendidikan. Sebagai
lembaga pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai
sarana informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam.231 Adapun majelis
pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW bersama sahabat di masjid
dilakukan dengan sistem halaqah. 232
Selain masjid, dikenal juga lembaga pendidikan Suffah. Pada masa
Rasulullah SAW suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas
pendidikan.233 Al-Suffah merupakan ruang atau bangunan yang bersambung
dengan masjid. Suffah dapat dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan
pengajarannya dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik.
Contohnya mesjid Nabawi yang mempunyai suffah yang digunakan untuk
majelis ilmu. Lembaga ini juga menjadi semacam asrama bagi para sahabat
yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal permanen. Mereka yang
tinggal di suffah ini di sebut sebagai Ahl al-Suffah.234 Dengan kata lain suffah
merupakan pemondokan bagi orang-orang penuntut ilmu.
Pendidikan yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW pada masa
awal kelahiran Islam, baik pada fase Makkah maupun Madinah merupakan
prototype dari pendidikan Muslim selanjutnya. Oleh karena itu tidak
berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan
masterpiece dari Muhammad sang peletak dasar-dasar pendidikan Islam.
Pendidikan Islam periode awal sebagaimana terlihat dalam sejarah memiliki
karakteristik khas yang membedakannya dengan sistem pendidikan lain.
____________
231 A. Syalabi, History o Education, (Beirut: Dar al-Kash,1954), hal. 47
232 Yaqut, dikutip kembali oleh Samsul Nizar, , Sejarah dan Pergolakan…, hal. 13
233 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan (Versi Terjemahan),
(Canada:Montreal, 2000), hal. 12
234 Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, (Jakarta:
ProLM Centre, 2007), hal. 186. Lihat Shahih Al-Bukhari no 5971 Bab Kaifa Kana ‘Isyu al-Nabiyi SAW
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
202}
Adapun karakteristik pendidikan Rasulullah SAW itu dapat dilihat dalam
tiga persoalan pokok yang berkaitan dengan landasan filosofis, kurikulum
dan metode pendidikan Rasulullah SAW.
2. Landasan Filosofis Pendidikan Rasulullah SAW
Filsafat pendidikan Rasulullah SAW terbentuk dan berkembang
sejalan dengan perkembangan masyarakat muslim pada saat itu. Unsur-
unsur filsafat pendidikan Rasulullah SAW seluruhnya termuat di dalam Al-
Qur`an yang kemudian dikomplikasikan dalam bentuknya seperti sekarang
sepeninggal Rasulullah SAW
Al-Qur`an diturunkan di tengah-tengah masyarakat yang sedang
dibelenggu oleh segala macam pola hidup yang tiranik. Oleh karena itu,
misi sang pembawa pesan-pesan Al-Qur`an yang pertama adalah
membebaskan manusia dari rantai-rantai tiranik itu. Misi Rasulullah SAW
tentang pembebasan menemukan kesesuaian dalam konsepsi Islam dalam
bentuk ajaran monoteisme murni atau tauhid.235
Al-Qur`an memberi perhatian terhadap manusia secara keseluruhan
meliputi aspek jasmani dan rohani, menurut keadaan apa adanya, sesuai
dengan fitrah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, tanpa
mengabaikan sedikit pun. Allah tidak akan mewajibkan kepada manusia
suatu kewajiban di luar struktur fitrah dasar manusia.236
Pandangan Al-Qur`an tentang manusia sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya, pada hakikatnya merupakan landasan filosofis
____________
235Rusli Karim, Pendidikan Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih
Usa, Pendidikan Islam diIndonesia; Antara Citra dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hal.
31
236 Muhammad Selamet Untung, Muhammad Selamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, Cet
I, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 67
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{203
yang menjadi salah satu karakteristik pendidikan yang dikembangkan oleh
Rasulullah SAW.
3. Kurikulum Dan Materi Ajar Rasulullah SAW
Dalam setiap halaqah yang diselenggarakan Rasulullah SAW, Beliau
selalu mengajarkan Al-Qur`an. Dan melalui al Qur’an pula, Rasulullah SAW
mengajarkan ilmu-ilmu tentang macam-macam fadhilah, wawasan keilmuan,
akhlak, adat istiadat yang baik dan manfaat ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia. Dengan demikian, prioritas pengajaran Al-Qur`an sejak
awal dakwah Rasulullah SAW dimaksudkan untuk membentuk pola pikir
dan perilaku para sahabat yang dijiwai oleh semangat Al-Qur`an, di
samping agar mereka menerima akidah-akidah Al-Qur`an terutama yang
berkaitan dengan keesaan Tuhan.237 Dengan demikian dapatlah
dianalogikan bahwa kurikulum pendidikan yang digunakan oleh
Rasulullah SAW adalah “Kurikulum Berbasis Qur’an” (KBQ)
4. Metode Pendidikan Rasulullah SAW
Rasulullah SAW dalam kependidikannya menggunakan metode
yang sangat variatif. Metode-metode ini dapat dilacak dari hadits-hadits
beliau ketika beliau melakukan interaksi edukatif dengan para sahabat.
Adapun metode-metode itu meliputi; 1) Tharīqah al-Suāli (Metode
Pertanyaan), 2) Tharīqah al-Hiwār (Metode Dialok/ Diskusi), 3) Tharīqah al-
Qishah (Metode Cerita), 4) Tharīqah al-Ilqāiyah (Metode Ekplanasi/ Ceramah),
5) Tharīqah Qiyāsiyah (Metode Metafora/Perumpamaan), 6) Tharīqah al-
Tamthiliyah (Metode Demonstrasi), 7) Tharīqah al-Targhib wa al-Tarhib
(Metode Ganjaran dan Hukuman), 8) Tharīqah Hil Musykilah (Solving
____________
237M. Alawi al Maliki, Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, terj: M. Ihya Ulumuddin,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal. 7
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
204}
problem), 9) Tharīqah bi al-Hikmah wa al-Mauizah Hasanah, 10) Tharīqah al-
Qiyādah (Metode Keteladanan).
Begitu variatifnya metode pembelajaran Rasulullah SAW, namun
demikian keefektifan pembelajaran beliau bukan semata hanya karena
metode yang digunakannya sempurna. Efektivitas metode ditentukan juga
oleh kepribadian si pengguna metode. Apapun metode yang dipakai
Rasulullah SAW, tetap tidak akan efektif ketika pribadinya sendiri
bermasalah dengan para sahabatnya. Di samping itu juga faktor lain yang
patut diperhatikan adalah ketepatan penyampaian yang mengharuskan
adanya relasi yang dapat membawa kepada pengertian yang dimaksud si
pembicara dengan lawan bicara. Misalnya Rasulullah SAW dalam berbicara
menyesuaikan dengan kadar intelektual lawan bicaranya, Sehingga seorang
Arab pedalaman dengan kekerasan karakternya mampu memahami.
Demikian juga dengan lingkungan Arab kota lebih dapat memahaminya.
Faktor lain yang menjadi landasan metode kependidikan Rasulullah
adalah distribusi waktu belajar. Meskipun metode yang dipakai sudah
cocok dengan materi pengajaran yang disampaikan, akan tetapi apabila
waktu penyampaiannya tidak tepat akan menimbulkan kejenuhan sehingga
mengurangi efektivitas proses belajar.
Sehubungan dengan ini terdapat hadits dari Abi Mas’ud yang
artinya:
“Dari Abi Mas’ud, ia berkata: Rasulullah SAW selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami untuk menghindari kebosanan kami”.238
C. Pola dan Prinsip Interaksi Edukatif Rasulullah dengan Sahabat
Terkait dengan interaksi edukatif beliau dengan sahabat dalam
dimensi pendidikan, ada banyak hadits beliau yang menjelaskan tentang
____________
238 Imam Bukhārī, Shahīh Bukhārī, Juz 1 (Beirut: al-Maktabah al-Qāfī), hal. 46
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{205
keluhuran pekerti beliau dalam berinteraksi, juga cara-cara mendidik beliau
yang sangat menakjubkan, baik secara verbal maupun tindakan. Sebagai
contoh, dapat dilihat dari beberapa riwayat berikut ini:
Bersumber dari Abi Hurairah, beliau berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: Bertanyalah kalian kepadaku! Para sahabat enggan bertanya. Lalu datang seorang lelaki. Dia duduk pada kedua lututnya dan berkata: Ya Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah SAW menjawab: Engkau tidak menyekutukan sesuatu apapun kepada Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan. Orang itu berkata: Engkau benar ya Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah menjawab: Yaitu engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-Nya, bertemu dengan-Nya, para utusan-Nya dan beriman Hari Kebangkitan, serta beriman kepada takdir seluruhnya. Orang itu berkata: Engkau benar ya Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah SAW bersabda: Yaitu engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak bisa berbuat seolah-olah engkau melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu. Orang itu berkata: Engkau benar ya Rasulullah, kapankah hari kiamat itu terjadi? Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah orang yang ditanya tentang persoalan itu, lebih tahu ketimbang orang yang bertanya. Tetapi akan kuberitahukan kepadamu tanda-tandanya. Apabila engkau telah melihat ada seorang perempuan melahirkan majikannya, maka itu merupakan sebagai dari tanda-tandanya. Apabila engkau melihat orang yang semula miskin papa dan bodoh sekali menjadi penguasa di bumi, itu adalah termasuk di antara tanda-tandanya. Apabila engkau melihat orang-orang yang tadinya menggembala ternak saling memperindah bangunan, maka itulah di antara tanda-tandanya. Ada lima perkara gaib yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah membaca surat Luqman ayat 34: Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui yang ada di dalam rahim. Dan tidak seorang pun dapat mengetahui dengan pasti apa yang diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal. Kemudian orang itu berdiri, lalu Rasulullah SAW bersabda: Panggillah dia kembali! Orang itu dicari-cari, tetapi para sahabat tidak dapat menemukannya, maka bersabdalah Rasulullah SAW: Itu tadi adalah
Jibril. Dia ingin mengajarkan manusia Agama mereka. (H.R. Muslῑm) 239
____________
239 Imam Abi Husain Muslīm al-Hujjāj al-Qusyairī al-Naisāburī, Shahīh Muslim, (al-Qahirah:
Dārul Hadīth),hal. 38-39
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
206}
Riwayat lainnya: “Sesungguhnya al-Aqra’ bin Habis pernah melihat Rasulullah SAW memeluk Hasan. Al-Aqra’ lalu berkata: sesungguhnya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku tidak pernah memeluk satupun dari mereka. Kemudian Rasulullah berkata: Sesungguhnya barang siapa yang
tidak menyayangi, niscaya ia tidak disayangi”. (H.R. Muslῑm) 240
“Ada seorang wanita punya persoalan yang mengganjal pikirannya, ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ada perlu dengan anda, beliau bersabda: Wahai ibunya fulan, kamu ingin berbicara di gang mana, supaya aku bisa memenuhi keperluanmu?. Kemudian beliau menyendiri bersama wanita tersebut pada sebuah gang, sampai keperluannya selesai”.
(H.R. Muslῑm) 241 Hadits yang pertama tadi, menjelaskan akan cara-cara Rasulullah
melakukan proses belajar-mengajar yang penuh dengan nuansa
kekeluargaan. Di mana dijelaskan dalam Hadits tadi bahwa lutut malaikat
saling bersentuhan secara fisik dengan lutut Rasulullah SAW. Dan sentuhan
fisik itu sangat besar pengaruhnya terhadap psikologi anak didik. Anak
didik akan merasa lebih nyaman dan santai, tidak ada rasa canggung dan
segan yang berlebihan meskipun rasa ta’zim dan hormat itu tetap ada.
Dengan timbulnya rasa nyaman bagi anak didik, maka proses pembelajaran
akan semakin berarti bagi anak didik.
Di dalam hadits itu juga, menggambarkan adanya interaksi verbal
Rasulullah SAW yang sangat indah dan halus. Ungkapan Rasulullah SAW
“Tidaklah orang yang ditanya tentang persoalan itu, lebih tahu ketimbang orang
yang bertanya” mencerminkan pekerti Rasulullah yang halus dan sifatnya
yang tawadhu’, tidak merasa tahu akan segala sesuatu dan beliau tidak
merasa malu mengatakan tidak tahu, apabila beliau benar tidak tahu apa
____________
240 Ibid hal. 1808-1809
241 Ibid hal. 1812-1813
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{207
yang ditanyakan itu. Ucapan Rasulullah yang lain yang terdapat dalam
hadits kedua “Sesungguhnya barang siapa yang tidak menyayangi, niscaya ia
tidak disayangi” begitu indah dan sarat dengan makna. Dia tidak perlu
mencela atau menceramahi panjang lebar si Aqra’ yang tidak pernah
memeluk anak-anaknya, akan tetapi cukup dengan ucapan yang sederhana
dan indah tapi mengandung makna yang sangat dalam. Bagi orang yang
mendengarkannya terutama si Aqra’ akan menimbulkan berbagai rasa
dalam jiwanya, merasa malu, sedih dan menyesal. Itu sudah cukup menjadi
teguran bagi si Aqra’. Ucapan-ucapan yang halus lagi bermakna seperti itu
tidaklah lahir kecuali dari seseorang yang punya kepribadian yang halus
juga.
Adapun hadits ketiga, menjelaskan tentang interaksi Rasulullah
SAW secara aksi (tindakan), di mana dia selalu berusaha menghargai
kebutuhan sahabatnya dan berusaha membuat sahabatnya nyaman dalam
menyampaikan hajatnya.
Di dalam interaksinya dengan para sahabatnya (anak didiknya),
terkadang Rasul berperan sebagai informator dan transmiter yang
memberikan segenap informasi yang berisikan wahyu dari Allah sebagai
materi ajarnya. Hal ini dapat dipahami dari haditsnya
“Dari Ibn ‘Abbas r.a dari Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Apabila hambaKu berniat hendak melakukan suatu kebajikan tetapi belum dilaksanakannya, Aku tulis untuknya satu kebajikan. Apabila dia berniat hendak melakukan suatu kejahatan, tetapi belum dilaksanakannya, Aku tulis untuknya satu kebajikan. Jika dilaksanakannya,
Ku tulis untuknya satu kejahatan”. (H.R Bukhārῑ- Muslīm) 242 Terkadang Rasulullah SAW juga menjadi seorang pembimbing yang
siap memberikan arahan-arahan dan solusi terhadap permasalahan anak
____________
242 Imam Nawawi, Hadīth Arba’in, No. 37
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
208}
didiknya. Dengan begitu anak didiknya tak segan-segan bertanya apapun
yang ingin mereka ketahui, bahkan permasalahan pribadi yang butuh solusi
sekalipun mereka tak segan-segan mengutarakannya. Contoh sebuah
riwayat yang bersumber dari Anas bin Malik:
“Bersumber dari Anas bin Mālik, ia berkata bahwa Ummu Sulaim-neneknya Ishaq- pernah datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, sementara ‘Aisyah ada di samping beliau, wahai Rasulullah, perempuan itu juga melihat apa yang dilihat oleh laki-laki di dalam tidurnya, ia melihat pada dirinya apa yang dilihat laki-laki pada dirinya. ‘Aisyah berkata, hai Ummu Sulaim! Kamu membuka rahasia perempuan, rugilah kamu. Rasulullah SAW berkata kepada ‘Aisyah, sebaliknya kamulah yang rugi. Ia, maka mandilah kamu jika melihat itu”. (H.R Muslīm) 243 Dan apabila diperhatikan hadits-hadits di atas tadi, dapat
dianalogikan bahwa pola komunikasi Rasulullah SAW dalam interaksi
edukatifnya dengan para sahabat, dalam hal ini adalah anak didiknya,
terjadi dalam tiga bentuk yaitu pola komunikasi satu arah, komunikasi dua
arah dan komunikasi multi arah.
Pendidikan Rasulullah SAW juga tidak pernah dibatasi oleh ruang
dan waktu. Rasul memberikan pendidikan tidak hanya terbatas pada
halaqah-halaqah beliau di mesjid, melainkan pendidikan itu bisa terjadi kapan
dan di mana saja dan dengan siapa saja, tergantung dari kebutuhan para
sahabatnya saat itu. Materi pendidikan pun tidak kaku, dalam arti kata
tidak tergantung pada apa saja yang hendak di sampaikan Rasulullah SAW
semata, materi pendidikan bisa dimunculkan oleh para sahabat. Materi itu
muncul dari permasalahan sahabat yang butuh kepada solusi. Sebagai
contoh sebuah hadīts Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut:
“Bersumber dari Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair, bersumber dari Abi, bersumber dari ‘Amru bin ‘Usman, ia dari Musa bin Talhah ia berkata:
____________
243 Imam Abi Husain Muslīm al-Hujjāj al-Qusyairī al-Naisāburī, Shahīh..., hal. 250
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{209
bersumber dari Abu Ayyūb, bahwasanya seorang desa menawarkan kepada Rasulullah SAW yang sedang dalam perjalanan untuk memegang tali onta beliau. Kemudian orang itu berkata: Ya Rasulullah –atau ya Muhammad-, beritahukanlah kepada kami apa yang bisa mendekatkanku kepada sorga dan apa yang menjauhkanku dari neraka”. Nabi tidak segera menjawab. Beliau memandang para sahabat beliau, seraya bersabda:”Dia benar-benar mendapat petunjuk”. Kemudian beliau bertanya kepada orang tersebut: “Apa tadi yang engkau tanyakan?”. Orang itupun mengulangi perkataannya. Lalu Nabi bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan Sesuatupun denganNya, mendirikan shalat, memberikan zakat dan menyambung hubungan kekeluargaan. Nah tinggalkanlah onta itu”. (H.R Muslīm) 244 Apabila dilihat dari strategi pendidikan Rasulullah SAW, baik
menyangkut segi waktu, tempat dan materi ajar, maka dapat
diidentifikasikan bahwa pendidikan Rasulullah SAW telah membentuk pola
hubungan student centered.
Tidak hanya itu, pendidikan Rasulullah SAW sarat dengan
kebermaknaan. Interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat tidak
hanya bersifat instruksional semata, di mana Rasulullah SAW hanya
melakukan transformasi ilmu pengetahuan kepada sahabat, akan tetapi juga
meliputi bimbingan emosional, yang mampu menyentuh hati para sahabat,
sehingga para sahabat sangat tinggi loyalitasnya kepada Rasulullah SAW,
yang siap dan rela mati untuk melindungi Rasulullah SAW. Di samping itu
juga pendidikan Rasulullah SAW memuat internalisasi nilai-nilai
spritualisme, sebagaimana visi Rasulullah SAW diutus yaitu menyampaikan
pesan-pesan Ilahiyah, untuk menyeru umatnya agar beriman kepada Allah
dan untuk senantiasa berpegang pada Agama Allah (Islam) agar selamat
dunia akhirat. Nilai-nilai spiritual ini telah membentuk keimanan yang
kokoh dalam diri para sahabat, sehingga menimbulkan loyalitas yang tinggi
kepada Islam.
____________
244 Ibid. hal. 42-43
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
210}
Keberhasilan Rasulullah dalam mendidik para sahabat selaku anak
didiknya didukung juga oleh prinsip-prinsip interaksi kependidikan yang
dikembangkan Rasulullah SAW. Adapun prinsip-prinsip itu juga dapat
dipahami dari hadīts-hadīts beliau, yang meliputi: a) Mabda’ li Tashil
(Prinsip Mempermudah), b) Mabda’ al-‘Adālati wa al-Hurriyati (Prinsip
Keadilan dan Kebebasan), c) Mabda’ al-Tawāzun (Prinsip Keseimbangan), d)
Mabda’ al-Fardhiyah/al-Zāti (Prinsip Individualisasi), e) Mabda’ al-Tajammu’i
(Prinsip Sosialisasi), f) Mabda’ al-Nasyāthi (Prinsip Aktivitas), g) Mabda’ al-
Daf’iyah (Prinsip Motivasi), h) Mabda’ al-Tathbiqiyah ( Prinsip Aplicable), i)
mendoakan anak didik.
Memperhatikan penjelasan di atas, secara keseluruhan, pola interaksi
edukatif yang dikembangkan Rasulullah SAW dengan sahabatnya dapat
dikonseptualisasikan sebagai sebuah pola hubungan humanis-teosentris,
yaitu sebuah hubungan yang didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiyah, yang
hidup pada pola pikir, sikap dan prilaku Rasulullah SAW, dan tercermin
dalam setiap interaksinya dengan sahabat-sahabatnya sehari-hari.
Dikatakan humanis karena mampu menyentuh semua kalangan
mulai dari kalangan kuffar sampai kalangan muslim, laki-laki dan
perempuan, Arab kota dan pedalaman, juga kaum bangsawan dan kaum
budak. Sedangkan dikatakan teosentris karena didasarkan atas nilai-nilai
spritual.
D. Penutup
Pendidikan Islam di Indonesia khususnya, dan di dunia Islam
umumnya, akhir-akhir ini sering kali berhadapan dengan berbagai
problematika yang terkait dengan sebuah sistem yang termasuk dalam
komponen pendidikan. Selain itu kenyataan juga menunjukkan adanya
kiblat pendidikan Islam yang belum jelas. Pendidikan Islam masih belum
menemukan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan tuntutan
Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
{211
ajaran Islam. Hal ini karena banyaknya konsep pendidikan yang ditawarkan
para ahli pendidikan yang belum jelas dasar keislamannya. Akibatnya
pendidikan Islam seakan-akan terombang-ambing dalam pusaran
modernitas dan kehilangan kendalinya.
Sementara itu pendidikan Islam merupakan masterpiece dari
Muhammad sang peletak dasar-dasar pendidikan Islam. Pola pendidikan
yang Rasulullah SAW kembangkan pada masanya sudah merupakan
sebuah sistem yang komplit dan teruji. Oleh karena itu sudah semestinya
pendidikan Islam saat ini mengambil formatnya dari sistem pendidikan
Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
A. Syalabi. 1954. History o Education, Beirut: Dar al-Kash.
Al Maliki, M. Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, terj: M. Ihya Ulumuddin, Jakarta: Gema Insani Press.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2007. Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, Jakarta: ProLM Centre.
Bukhārī, Imam. Shahīh Bukhārī, Juz 1 Beirut: al-Maktabah al-Qāfī
Husen, Usman. 2008. Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, Yogyakarta: Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh.
Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2003. Perencanaan Pengajaran, Cet ke-II, Jakarta: Rineka Cipta.
Imam Abi Husain Muslīm al-Hujjāj al-Qusyairī al-Naisāburī, Shahīh Muslim, al-Qahirah: Dārul Hadīts
Karim, Rusli.1991. Pendidikan Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia; Antara Citra dan Fakta, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII, Bandung: Al-Ma’arif.
Vol. 01, No. 01, Januari 2013
212}
Muhaimin dan Abdul Mujib.1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Oprasionalnya, Cet.I, Bandung: Trigenda Karya.
Murziqin, R., Tabrani ZA, & Zulfadli. (2012). Performative Strength in the Hierarchy of Power and Justice. Journal of Islamic Law and Culture, 10(2), 123–144.
Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan (Versi Terjemahan), Canada: Montreal.
Nawawi, Imam . Hadīth Arba’in
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. V, Jakarta: Prenada Media.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam, Cet.I, Jogyakarta: Ar-Ruzz.
Tabrani ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (antara Tradisional dan Modern). Kuala Lumpur: Al-Jenderami Press.
Tabrani ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal of Democracy, 17(2), 99–113.
Tabrani ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy, 18(2), 271–284.
Tabrani ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent.
Tabrani ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.
Tabrani ZA. (2015). Persuit Epistemology of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. II, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Untung, Muhammad Selamet. 2002. Muhammad Selamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, Cet I, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Yunus, Mahmud 2008. Sejarah Pendidikan Islam, Cet VIII, Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyah.
Zukhairini.1997. Sejarah Pendidikan Islam, Cet V, Jakarta: Bumi Aksara.