Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

19

Transcript of Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Page 1: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam
Page 2: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{195

POLA INTERAKSI EDUKATIF DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Suatu Kajian Terhadap Pola Interaksi Edukatif Rasulullah SAW)

Afriani S Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah

ABSTRAK Kegiatan pendidikan dalam situasi pengajaran yang bersifat edukatif, senantiasa merupakan suatu proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni pendidik sebagai pihak yang mengajar dan peserta didik sebagai pihak yang belajar. Oleh karena itu interaksi yang efektif sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran. Dalam konsepsi pendidikan Islam, Rasulullah SAW adalah al-Mu’allim al-Awwal (pendidik pertama dan utama), telah menunjukkan keberhasilannya, terbukti mampu menghasilkan sumber daya manusia sehandal dan sekaliber Abu Bakar Siddik, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Kajian ini berkenaan dengan pola interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat, metode dan prinsip interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan mengemukakan beberapa hadits yang berkenaan, kemudian menganalisisnya dengan kerangka teoritis sebagai upaya untuk menemukan konsep penerapannya dalam pendidikan Islam kontemporer. Dari hasil kajian, pola interaksi Rasulullah SAW dengan sahabat dari segi bentuk komunikasi, terbentuk tiga pola komunikasi yaitu komunikasi satu arah, komunikasi dua arah dan komunikasi multi arah. Apabila ditinjau dari segi strategi pendidikan Rasulullah SAW telah membentuk pola hubungan student centered, yang bersifat instruksional tetapi juga bersifat emosional dan spiritual. Secara keseluruhan dapat dikonseptualisasikan bahwa pola interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat membentuk pola interaksi humanis teosentris. Keyword: pola, interaksi, edukatif, pendidikan, Islam

Page 3: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

196}

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan kegiatan yang penting dalam mewujudkan

kemajuan manusia. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua

belah pihak yaitu, pendidik dan anak didik. Keterlibatan dua pihak tersebut

merupakan hubungan antar manusia (human interaction).

Pendidik merupakan salah satu komponen yang sangat penting

dalam proses pendidikan setelah anak didik. Di pundaknya terletak

tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan anak didik ke arah

tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Secara umum, pendidik adalah

mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia

dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses

pendidikan.219 Menurut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah orang

yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Mereka

harus dapat mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik

kognitif, afektif maupun psikomotorik. Potensi-potensi ini sedemikian rupa

dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat optimal

berdasarkan Islam.220

Pendidik dalam proses pendidikan, di samping bertugas melakukan

transfer of knowledge, juga seorang motivator dan fasilitator bagi proses

belajar anak didik. Dalam melakukan tugas profesinya, pendidik

bertanggung jawab sebagai seorang pengelola belajar (manager of learning),

pengarah belajar (director of learning), dan perencana masa depan

masyarakat (planner of the future society). Dengan demikian sekurang-

____________

219 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII, (Bandung: Al-Ma’arif,

1989), hal. 37

220 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. II, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1994), hal. 74

Page 4: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{197

kurangnya ada tiga fungsi pendidik: pertama, fungsi instruksional yang

bertugas melaksanakan pengajaran; kedua, fungsi edukasional yang bertugas

mendidik anak didik agar mencapai tujuan pendidikan; ketiga fungsi

managerial yang bertugas memimpin dan mengelola proses pendidikan.221

Selain pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses

pendidikan adalah anak didik. Dalam paradigma pendidikan Islam, anak

didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi

dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Di sini, anak didik adalah makhluk

Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai taraf

kematangan, baik fisik, mental, intelektual maupun psikologisnya.222 Oleh

karena itu ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan, dan arahan

pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan

membimbingnya menuju kedewasaan.

Terdapat dalam interaksi edukatif proses pengaruh mempengaruhi.

Bukan hanya guru yang mempengaruhi anak didik, tetapi anak didik dapat

juga mempengaruhi pendidik. Prilaku pendidik akan berbeda, apabila

menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif, kelas yang berdisiplin

dengan kelas yang tidak berdisiplin. Interaksi ini bukan hanya terjadi antara

anak didik dan pendidik, tetapi antara anak didik dengan anak didik

lainnya dan dengan media pelajaran. 223

Rasulullah SAW dalam konsepsi Islam, adalah al-Mu’allim al-Awwal

(pendidik pertama dan utama) yang telah lebih dulu dididik oleh Allah

SWT. Rasulullah SAW merupakan sang pelopor pendidikan yang sukses.

____________

221 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka

Dasar Oprasionalnya, Cet.I, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 169-170

222 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet.I, (Jogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hal. 123

223 Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Cet ke-II, (Jakarta: Rineka Cipta,

2003), hal. 31

Page 5: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

198}

Bukti konkret keberhasilan Rasulullah SAW sebagai pelopor pendidikan

adalah keberhasilannya dalam mendidik para sahabat. Pendidikan model

Rasulullah SAW mampu menghasilkan sumber daya manusia sehandal dan

sekaliber Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi

Thalib, dan dengan potensi para sahabat tersebut Islam mampu meraih

masa keemasannya.

Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai

spritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan

sebagai mukjizat yang luar biasa, yang manusia siapa dan di manapun tidak

dapat melakukan hal yang sama. 224 Keberhasilan Rasulullah SAW dalam

mendidik para sahabat selaku anak didiknya,di samping karena sifat-sifat

luhur yang ditunjukkan beliau selaku seorang murabbi, juga tidak terlepas

dari pola pendidikan yang beliau terapkan.

Tulisan ini, mencoba mengungkap pola pendidikan Rasulullah

SAW terkait pola interaksi yang dibangun Rasulullah SAW dengan para

anak didiknya, dalam hal ini para sahabat, dalam proses pendidikannya,

yang tersirat dalam hadits-hadits beliau agar jelas dan nampak dan dapat

diaplikasikan oleh para pendidik dan pelaksana pendidikan agar

tercapainya suatu cita-cita pendidikan yang paripurna dan melahirkan

generasi Qur’ani.

B. Interaksi Edukatif Rasulullah SAW dengan Sahabat

1. Model Pendidikan Pada Masa Rasulullah

Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada masa Rasulullah

dibagi ke dalam dua tahapan (fase), baik dari segi waktu dan tempat,

maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu: fase Makkah, sebagai

fase awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat

kegiatannya, dan fase Madinah, sebagai fase lanjutan (penyempurnaan)

____________

224 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta: Prenada Media, 2007), hal. 1

Page 6: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{199

pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya. Peristiwa

hijrah telah membedakan antara kedua fase tersebut. 225

Pada fase Makkah, pola pendidikan Rasulullah SAW dibagi kepada

tiga tahapan, sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikan

kepada kaum Quraisy, yaitu:

a. Tahap Rahasia dan Perorangan

b. Tahap Terang-terangan

c. Tahap Untuk Umum

Adapun materi pendidikan pada fase Makkah ini, Mahmud Yunus

menguraikan sebagai berikut; 1) I’tiqad dan keimanan, meliputi iman kepada

Allah, iman kepada Nabi dan Rasul Allah dan iman pada hari akhir. 2)

Ibadah, yakni shalat. Mula-mula Rasulullah SAW shalat bersama sahabat di

rumah Arqam secara sembunyi-sembunyi. Kemudian setelah Umar bin

Khattab masuk Islam, ia shalat dengan terang-terangan di muka umum.

Shalat pada mulanya belumlah lima waktu dalam sehari semalam, baru

setelah Rasulullah SAW isra’ mi’raj, Allah mewajibkan shalat lima waktu. 3)

Akhlak, meliputi akhlak baik (mahmudah) dan akhlak buruk (mazmumah).226

Adapun fase Madinah dimulai sejak Rasulullah SAW Hijrah ke

Madinah. Pada fase ini, materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks

dibandingkan dengan materi pendidikan pada fase Makkah. Corak

pendidikan fase Madinah lebih ditekankan pada pembinaan sosial dalam

arti luas dan cara berpolitik secara Islami.227 Adapun aspek-aspek

pendidikan pada fase Madinah meliputi; 1) Pembentukan dan pembinaan

masyarakat baru menuju kesatuan sosial dan politik, 2) Pendidikan sosial

____________

225 Zukhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Cet V, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 18

226 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Cet VIII, (Jakarta: Mahmud Yunus

Wadzurriyah, 2008), hal. 6-10

227 Usman Husen, Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, (Yogyakarta: Ar-Raniry Press,

Darussalam Banda Aceh, 2008), hal. 24

Page 7: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

200}

politik dan kewarganegaraan, yang mencakup pendidikan ukhwah,

pendidikan kesejahteraan sosial, pendidikan kesejahteraan keluarga dan

kerabat, 3) Pendidikan anak dalam Islam, mencakup pendidikan tauhid,

pendidikan shalat, pendidikan adab sopan santun dalam keluarga,

pendidikan adab sopan santun dalam bermasyarakat, pendidikan

kepribadian, 4) Pendidikan Hankam. 228

Meskipun pada zaman Rasulullah SAW belum muncul lembaga

pendidikan semacam madrasah (lembaga pendidikan yang dikembangkan

oleh Nizam al-Mulk), akan tetapi pendidikan Islam secara institusional telah

berproses secara mapan terutama pada fase Madinah. Pada fase Makkah

lembaga pendidikan dibagi dua macam; 1) Rumah Arqam bin Arqam, ini

terjadi ketika proses pendidikan masih dalam tahapan sembunyi-sembunyi.

Rumah Arqam saat itu menjadi pusat pendidikan di Mekkah. 2) Kuttab,

istilah kuttab 229 telah dikenal di kalangan bangsa Arab pra-Islam.230

Pada fase Madinah lembaga pendidikan semakin berkembang tidak

hanya pada kuttab, meskipun eksistensi kuttab sebagai lembaga pendidikan

tetap dibawa dan dimanfaatkan setelah hijrah ke Madinah. Era Madinah

merupakan proses awal berdirinya pula kelembagaan pendidikan masjid,

terutama setelah Rasulullah SAW mendirikan masjid al-Taqwa di Quba.

Masjid memiliki multifungsi, di samping sebagai tempat beribadah juga

merupakan pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin,

baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.

____________

228 Zukhairini, Sejarah…, hal. 34-60

229 Secara etimologi Kuttab berasal dari bahasa Arab, yaitu kataba, yaktubu, kitaaban, yang

artinya, telah menulis, sedang menulis” dan “tulis”. Sedangkan Maktab artinya “meja” atau tempat

“menulis”

230 Teori asal usul kuttab masih diperdebatkan. Menurut Asma Hasan Fahmi, lembaga

pendidikan kuttab ini didirikan oleh orang Arab pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, yaitu

setelah mereka melakukan penaklukan-penaklukan, dan sesudah mereka memiliki hubungan dengan

bangsa-bangsa yang telah maju. Lihat Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, terj:

Ibrahim Husein, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hal. 30. sementara menurut Ahmad Syalabi, kuttab

telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum terkenal. Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah

Pendidikan Islam, terj: Muchtar Jahya dan M. Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 33

Page 8: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{201

Namun yang lebih penting sebagai lembaga pendidikan. Sebagai

lembaga pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai

sarana informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam.231 Adapun majelis

pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW bersama sahabat di masjid

dilakukan dengan sistem halaqah. 232

Selain masjid, dikenal juga lembaga pendidikan Suffah. Pada masa

Rasulullah SAW suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas

pendidikan.233 Al-Suffah merupakan ruang atau bangunan yang bersambung

dengan masjid. Suffah dapat dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan

pengajarannya dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik.

Contohnya mesjid Nabawi yang mempunyai suffah yang digunakan untuk

majelis ilmu. Lembaga ini juga menjadi semacam asrama bagi para sahabat

yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal permanen. Mereka yang

tinggal di suffah ini di sebut sebagai Ahl al-Suffah.234 Dengan kata lain suffah

merupakan pemondokan bagi orang-orang penuntut ilmu.

Pendidikan yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW pada masa

awal kelahiran Islam, baik pada fase Makkah maupun Madinah merupakan

prototype dari pendidikan Muslim selanjutnya. Oleh karena itu tidak

berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan

masterpiece dari Muhammad sang peletak dasar-dasar pendidikan Islam.

Pendidikan Islam periode awal sebagaimana terlihat dalam sejarah memiliki

karakteristik khas yang membedakannya dengan sistem pendidikan lain.

____________

231 A. Syalabi, History o Education, (Beirut: Dar al-Kash,1954), hal. 47

232 Yaqut, dikutip kembali oleh Samsul Nizar, , Sejarah dan Pergolakan…, hal. 13

233 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan (Versi Terjemahan),

(Canada:Montreal, 2000), hal. 12

234 Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, (Jakarta:

ProLM Centre, 2007), hal. 186. Lihat Shahih Al-Bukhari no 5971 Bab Kaifa Kana ‘Isyu al-Nabiyi SAW

Page 9: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

202}

Adapun karakteristik pendidikan Rasulullah SAW itu dapat dilihat dalam

tiga persoalan pokok yang berkaitan dengan landasan filosofis, kurikulum

dan metode pendidikan Rasulullah SAW.

2. Landasan Filosofis Pendidikan Rasulullah SAW

Filsafat pendidikan Rasulullah SAW terbentuk dan berkembang

sejalan dengan perkembangan masyarakat muslim pada saat itu. Unsur-

unsur filsafat pendidikan Rasulullah SAW seluruhnya termuat di dalam Al-

Qur`an yang kemudian dikomplikasikan dalam bentuknya seperti sekarang

sepeninggal Rasulullah SAW

Al-Qur`an diturunkan di tengah-tengah masyarakat yang sedang

dibelenggu oleh segala macam pola hidup yang tiranik. Oleh karena itu,

misi sang pembawa pesan-pesan Al-Qur`an yang pertama adalah

membebaskan manusia dari rantai-rantai tiranik itu. Misi Rasulullah SAW

tentang pembebasan menemukan kesesuaian dalam konsepsi Islam dalam

bentuk ajaran monoteisme murni atau tauhid.235

Al-Qur`an memberi perhatian terhadap manusia secara keseluruhan

meliputi aspek jasmani dan rohani, menurut keadaan apa adanya, sesuai

dengan fitrah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, tanpa

mengabaikan sedikit pun. Allah tidak akan mewajibkan kepada manusia

suatu kewajiban di luar struktur fitrah dasar manusia.236

Pandangan Al-Qur`an tentang manusia sebagaimana yang telah

dipaparkan sebelumnya, pada hakikatnya merupakan landasan filosofis

____________

235Rusli Karim, Pendidikan Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih

Usa, Pendidikan Islam diIndonesia; Antara Citra dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hal.

31

236 Muhammad Selamet Untung, Muhammad Selamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, Cet

I, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 67

Page 10: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{203

yang menjadi salah satu karakteristik pendidikan yang dikembangkan oleh

Rasulullah SAW.

3. Kurikulum Dan Materi Ajar Rasulullah SAW

Dalam setiap halaqah yang diselenggarakan Rasulullah SAW, Beliau

selalu mengajarkan Al-Qur`an. Dan melalui al Qur’an pula, Rasulullah SAW

mengajarkan ilmu-ilmu tentang macam-macam fadhilah, wawasan keilmuan,

akhlak, adat istiadat yang baik dan manfaat ilmu pengetahuan bagi

kehidupan manusia. Dengan demikian, prioritas pengajaran Al-Qur`an sejak

awal dakwah Rasulullah SAW dimaksudkan untuk membentuk pola pikir

dan perilaku para sahabat yang dijiwai oleh semangat Al-Qur`an, di

samping agar mereka menerima akidah-akidah Al-Qur`an terutama yang

berkaitan dengan keesaan Tuhan.237 Dengan demikian dapatlah

dianalogikan bahwa kurikulum pendidikan yang digunakan oleh

Rasulullah SAW adalah “Kurikulum Berbasis Qur’an” (KBQ)

4. Metode Pendidikan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW dalam kependidikannya menggunakan metode

yang sangat variatif. Metode-metode ini dapat dilacak dari hadits-hadits

beliau ketika beliau melakukan interaksi edukatif dengan para sahabat.

Adapun metode-metode itu meliputi; 1) Tharīqah al-Suāli (Metode

Pertanyaan), 2) Tharīqah al-Hiwār (Metode Dialok/ Diskusi), 3) Tharīqah al-

Qishah (Metode Cerita), 4) Tharīqah al-Ilqāiyah (Metode Ekplanasi/ Ceramah),

5) Tharīqah Qiyāsiyah (Metode Metafora/Perumpamaan), 6) Tharīqah al-

Tamthiliyah (Metode Demonstrasi), 7) Tharīqah al-Targhib wa al-Tarhib

(Metode Ganjaran dan Hukuman), 8) Tharīqah Hil Musykilah (Solving

____________

237M. Alawi al Maliki, Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, terj: M. Ihya Ulumuddin,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hal. 7

Page 11: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

204}

problem), 9) Tharīqah bi al-Hikmah wa al-Mauizah Hasanah, 10) Tharīqah al-

Qiyādah (Metode Keteladanan).

Begitu variatifnya metode pembelajaran Rasulullah SAW, namun

demikian keefektifan pembelajaran beliau bukan semata hanya karena

metode yang digunakannya sempurna. Efektivitas metode ditentukan juga

oleh kepribadian si pengguna metode. Apapun metode yang dipakai

Rasulullah SAW, tetap tidak akan efektif ketika pribadinya sendiri

bermasalah dengan para sahabatnya. Di samping itu juga faktor lain yang

patut diperhatikan adalah ketepatan penyampaian yang mengharuskan

adanya relasi yang dapat membawa kepada pengertian yang dimaksud si

pembicara dengan lawan bicara. Misalnya Rasulullah SAW dalam berbicara

menyesuaikan dengan kadar intelektual lawan bicaranya, Sehingga seorang

Arab pedalaman dengan kekerasan karakternya mampu memahami.

Demikian juga dengan lingkungan Arab kota lebih dapat memahaminya.

Faktor lain yang menjadi landasan metode kependidikan Rasulullah

adalah distribusi waktu belajar. Meskipun metode yang dipakai sudah

cocok dengan materi pengajaran yang disampaikan, akan tetapi apabila

waktu penyampaiannya tidak tepat akan menimbulkan kejenuhan sehingga

mengurangi efektivitas proses belajar.

Sehubungan dengan ini terdapat hadits dari Abi Mas’ud yang

artinya:

“Dari Abi Mas’ud, ia berkata: Rasulullah SAW selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami untuk menghindari kebosanan kami”.238

C. Pola dan Prinsip Interaksi Edukatif Rasulullah dengan Sahabat

Terkait dengan interaksi edukatif beliau dengan sahabat dalam

dimensi pendidikan, ada banyak hadits beliau yang menjelaskan tentang

____________

238 Imam Bukhārī, Shahīh Bukhārī, Juz 1 (Beirut: al-Maktabah al-Qāfī), hal. 46

Page 12: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{205

keluhuran pekerti beliau dalam berinteraksi, juga cara-cara mendidik beliau

yang sangat menakjubkan, baik secara verbal maupun tindakan. Sebagai

contoh, dapat dilihat dari beberapa riwayat berikut ini:

Bersumber dari Abi Hurairah, beliau berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: Bertanyalah kalian kepadaku! Para sahabat enggan bertanya. Lalu datang seorang lelaki. Dia duduk pada kedua lututnya dan berkata: Ya Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah SAW menjawab: Engkau tidak menyekutukan sesuatu apapun kepada Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan. Orang itu berkata: Engkau benar ya Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah menjawab: Yaitu engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-Nya, bertemu dengan-Nya, para utusan-Nya dan beriman Hari Kebangkitan, serta beriman kepada takdir seluruhnya. Orang itu berkata: Engkau benar ya Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah SAW bersabda: Yaitu engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak bisa berbuat seolah-olah engkau melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu. Orang itu berkata: Engkau benar ya Rasulullah, kapankah hari kiamat itu terjadi? Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah orang yang ditanya tentang persoalan itu, lebih tahu ketimbang orang yang bertanya. Tetapi akan kuberitahukan kepadamu tanda-tandanya. Apabila engkau telah melihat ada seorang perempuan melahirkan majikannya, maka itu merupakan sebagai dari tanda-tandanya. Apabila engkau melihat orang yang semula miskin papa dan bodoh sekali menjadi penguasa di bumi, itu adalah termasuk di antara tanda-tandanya. Apabila engkau melihat orang-orang yang tadinya menggembala ternak saling memperindah bangunan, maka itulah di antara tanda-tandanya. Ada lima perkara gaib yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah membaca surat Luqman ayat 34: Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui yang ada di dalam rahim. Dan tidak seorang pun dapat mengetahui dengan pasti apa yang diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal. Kemudian orang itu berdiri, lalu Rasulullah SAW bersabda: Panggillah dia kembali! Orang itu dicari-cari, tetapi para sahabat tidak dapat menemukannya, maka bersabdalah Rasulullah SAW: Itu tadi adalah

Jibril. Dia ingin mengajarkan manusia Agama mereka. (H.R. Muslῑm) 239

____________

239 Imam Abi Husain Muslīm al-Hujjāj al-Qusyairī al-Naisāburī, Shahīh Muslim, (al-Qahirah:

Dārul Hadīth),hal. 38-39

Page 13: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

206}

Riwayat lainnya: “Sesungguhnya al-Aqra’ bin Habis pernah melihat Rasulullah SAW memeluk Hasan. Al-Aqra’ lalu berkata: sesungguhnya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku tidak pernah memeluk satupun dari mereka. Kemudian Rasulullah berkata: Sesungguhnya barang siapa yang

tidak menyayangi, niscaya ia tidak disayangi”. (H.R. Muslῑm) 240

“Ada seorang wanita punya persoalan yang mengganjal pikirannya, ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ada perlu dengan anda, beliau bersabda: Wahai ibunya fulan, kamu ingin berbicara di gang mana, supaya aku bisa memenuhi keperluanmu?. Kemudian beliau menyendiri bersama wanita tersebut pada sebuah gang, sampai keperluannya selesai”.

(H.R. Muslῑm) 241 Hadits yang pertama tadi, menjelaskan akan cara-cara Rasulullah

melakukan proses belajar-mengajar yang penuh dengan nuansa

kekeluargaan. Di mana dijelaskan dalam Hadits tadi bahwa lutut malaikat

saling bersentuhan secara fisik dengan lutut Rasulullah SAW. Dan sentuhan

fisik itu sangat besar pengaruhnya terhadap psikologi anak didik. Anak

didik akan merasa lebih nyaman dan santai, tidak ada rasa canggung dan

segan yang berlebihan meskipun rasa ta’zim dan hormat itu tetap ada.

Dengan timbulnya rasa nyaman bagi anak didik, maka proses pembelajaran

akan semakin berarti bagi anak didik.

Di dalam hadits itu juga, menggambarkan adanya interaksi verbal

Rasulullah SAW yang sangat indah dan halus. Ungkapan Rasulullah SAW

“Tidaklah orang yang ditanya tentang persoalan itu, lebih tahu ketimbang orang

yang bertanya” mencerminkan pekerti Rasulullah yang halus dan sifatnya

yang tawadhu’, tidak merasa tahu akan segala sesuatu dan beliau tidak

merasa malu mengatakan tidak tahu, apabila beliau benar tidak tahu apa

____________

240 Ibid hal. 1808-1809

241 Ibid hal. 1812-1813

Page 14: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{207

yang ditanyakan itu. Ucapan Rasulullah yang lain yang terdapat dalam

hadits kedua “Sesungguhnya barang siapa yang tidak menyayangi, niscaya ia

tidak disayangi” begitu indah dan sarat dengan makna. Dia tidak perlu

mencela atau menceramahi panjang lebar si Aqra’ yang tidak pernah

memeluk anak-anaknya, akan tetapi cukup dengan ucapan yang sederhana

dan indah tapi mengandung makna yang sangat dalam. Bagi orang yang

mendengarkannya terutama si Aqra’ akan menimbulkan berbagai rasa

dalam jiwanya, merasa malu, sedih dan menyesal. Itu sudah cukup menjadi

teguran bagi si Aqra’. Ucapan-ucapan yang halus lagi bermakna seperti itu

tidaklah lahir kecuali dari seseorang yang punya kepribadian yang halus

juga.

Adapun hadits ketiga, menjelaskan tentang interaksi Rasulullah

SAW secara aksi (tindakan), di mana dia selalu berusaha menghargai

kebutuhan sahabatnya dan berusaha membuat sahabatnya nyaman dalam

menyampaikan hajatnya.

Di dalam interaksinya dengan para sahabatnya (anak didiknya),

terkadang Rasul berperan sebagai informator dan transmiter yang

memberikan segenap informasi yang berisikan wahyu dari Allah sebagai

materi ajarnya. Hal ini dapat dipahami dari haditsnya

“Dari Ibn ‘Abbas r.a dari Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Apabila hambaKu berniat hendak melakukan suatu kebajikan tetapi belum dilaksanakannya, Aku tulis untuknya satu kebajikan. Apabila dia berniat hendak melakukan suatu kejahatan, tetapi belum dilaksanakannya, Aku tulis untuknya satu kebajikan. Jika dilaksanakannya,

Ku tulis untuknya satu kejahatan”. (H.R Bukhārῑ- Muslīm) 242 Terkadang Rasulullah SAW juga menjadi seorang pembimbing yang

siap memberikan arahan-arahan dan solusi terhadap permasalahan anak

____________

242 Imam Nawawi, Hadīth Arba’in, No. 37

Page 15: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

208}

didiknya. Dengan begitu anak didiknya tak segan-segan bertanya apapun

yang ingin mereka ketahui, bahkan permasalahan pribadi yang butuh solusi

sekalipun mereka tak segan-segan mengutarakannya. Contoh sebuah

riwayat yang bersumber dari Anas bin Malik:

“Bersumber dari Anas bin Mālik, ia berkata bahwa Ummu Sulaim-neneknya Ishaq- pernah datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, sementara ‘Aisyah ada di samping beliau, wahai Rasulullah, perempuan itu juga melihat apa yang dilihat oleh laki-laki di dalam tidurnya, ia melihat pada dirinya apa yang dilihat laki-laki pada dirinya. ‘Aisyah berkata, hai Ummu Sulaim! Kamu membuka rahasia perempuan, rugilah kamu. Rasulullah SAW berkata kepada ‘Aisyah, sebaliknya kamulah yang rugi. Ia, maka mandilah kamu jika melihat itu”. (H.R Muslīm) 243 Dan apabila diperhatikan hadits-hadits di atas tadi, dapat

dianalogikan bahwa pola komunikasi Rasulullah SAW dalam interaksi

edukatifnya dengan para sahabat, dalam hal ini adalah anak didiknya,

terjadi dalam tiga bentuk yaitu pola komunikasi satu arah, komunikasi dua

arah dan komunikasi multi arah.

Pendidikan Rasulullah SAW juga tidak pernah dibatasi oleh ruang

dan waktu. Rasul memberikan pendidikan tidak hanya terbatas pada

halaqah-halaqah beliau di mesjid, melainkan pendidikan itu bisa terjadi kapan

dan di mana saja dan dengan siapa saja, tergantung dari kebutuhan para

sahabatnya saat itu. Materi pendidikan pun tidak kaku, dalam arti kata

tidak tergantung pada apa saja yang hendak di sampaikan Rasulullah SAW

semata, materi pendidikan bisa dimunculkan oleh para sahabat. Materi itu

muncul dari permasalahan sahabat yang butuh kepada solusi. Sebagai

contoh sebuah hadīts Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut:

“Bersumber dari Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair, bersumber dari Abi, bersumber dari ‘Amru bin ‘Usman, ia dari Musa bin Talhah ia berkata:

____________

243 Imam Abi Husain Muslīm al-Hujjāj al-Qusyairī al-Naisāburī, Shahīh..., hal. 250

Page 16: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{209

bersumber dari Abu Ayyūb, bahwasanya seorang desa menawarkan kepada Rasulullah SAW yang sedang dalam perjalanan untuk memegang tali onta beliau. Kemudian orang itu berkata: Ya Rasulullah –atau ya Muhammad-, beritahukanlah kepada kami apa yang bisa mendekatkanku kepada sorga dan apa yang menjauhkanku dari neraka”. Nabi tidak segera menjawab. Beliau memandang para sahabat beliau, seraya bersabda:”Dia benar-benar mendapat petunjuk”. Kemudian beliau bertanya kepada orang tersebut: “Apa tadi yang engkau tanyakan?”. Orang itupun mengulangi perkataannya. Lalu Nabi bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan Sesuatupun denganNya, mendirikan shalat, memberikan zakat dan menyambung hubungan kekeluargaan. Nah tinggalkanlah onta itu”. (H.R Muslīm) 244 Apabila dilihat dari strategi pendidikan Rasulullah SAW, baik

menyangkut segi waktu, tempat dan materi ajar, maka dapat

diidentifikasikan bahwa pendidikan Rasulullah SAW telah membentuk pola

hubungan student centered.

Tidak hanya itu, pendidikan Rasulullah SAW sarat dengan

kebermaknaan. Interaksi edukatif Rasulullah SAW dengan sahabat tidak

hanya bersifat instruksional semata, di mana Rasulullah SAW hanya

melakukan transformasi ilmu pengetahuan kepada sahabat, akan tetapi juga

meliputi bimbingan emosional, yang mampu menyentuh hati para sahabat,

sehingga para sahabat sangat tinggi loyalitasnya kepada Rasulullah SAW,

yang siap dan rela mati untuk melindungi Rasulullah SAW. Di samping itu

juga pendidikan Rasulullah SAW memuat internalisasi nilai-nilai

spritualisme, sebagaimana visi Rasulullah SAW diutus yaitu menyampaikan

pesan-pesan Ilahiyah, untuk menyeru umatnya agar beriman kepada Allah

dan untuk senantiasa berpegang pada Agama Allah (Islam) agar selamat

dunia akhirat. Nilai-nilai spiritual ini telah membentuk keimanan yang

kokoh dalam diri para sahabat, sehingga menimbulkan loyalitas yang tinggi

kepada Islam.

____________

244 Ibid. hal. 42-43

Page 17: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

210}

Keberhasilan Rasulullah dalam mendidik para sahabat selaku anak

didiknya didukung juga oleh prinsip-prinsip interaksi kependidikan yang

dikembangkan Rasulullah SAW. Adapun prinsip-prinsip itu juga dapat

dipahami dari hadīts-hadīts beliau, yang meliputi: a) Mabda’ li Tashil

(Prinsip Mempermudah), b) Mabda’ al-‘Adālati wa al-Hurriyati (Prinsip

Keadilan dan Kebebasan), c) Mabda’ al-Tawāzun (Prinsip Keseimbangan), d)

Mabda’ al-Fardhiyah/al-Zāti (Prinsip Individualisasi), e) Mabda’ al-Tajammu’i

(Prinsip Sosialisasi), f) Mabda’ al-Nasyāthi (Prinsip Aktivitas), g) Mabda’ al-

Daf’iyah (Prinsip Motivasi), h) Mabda’ al-Tathbiqiyah ( Prinsip Aplicable), i)

mendoakan anak didik.

Memperhatikan penjelasan di atas, secara keseluruhan, pola interaksi

edukatif yang dikembangkan Rasulullah SAW dengan sahabatnya dapat

dikonseptualisasikan sebagai sebuah pola hubungan humanis-teosentris,

yaitu sebuah hubungan yang didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiyah, yang

hidup pada pola pikir, sikap dan prilaku Rasulullah SAW, dan tercermin

dalam setiap interaksinya dengan sahabat-sahabatnya sehari-hari.

Dikatakan humanis karena mampu menyentuh semua kalangan

mulai dari kalangan kuffar sampai kalangan muslim, laki-laki dan

perempuan, Arab kota dan pedalaman, juga kaum bangsawan dan kaum

budak. Sedangkan dikatakan teosentris karena didasarkan atas nilai-nilai

spritual.

D. Penutup

Pendidikan Islam di Indonesia khususnya, dan di dunia Islam

umumnya, akhir-akhir ini sering kali berhadapan dengan berbagai

problematika yang terkait dengan sebuah sistem yang termasuk dalam

komponen pendidikan. Selain itu kenyataan juga menunjukkan adanya

kiblat pendidikan Islam yang belum jelas. Pendidikan Islam masih belum

menemukan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan tuntutan

Page 18: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

{211

ajaran Islam. Hal ini karena banyaknya konsep pendidikan yang ditawarkan

para ahli pendidikan yang belum jelas dasar keislamannya. Akibatnya

pendidikan Islam seakan-akan terombang-ambing dalam pusaran

modernitas dan kehilangan kendalinya.

Sementara itu pendidikan Islam merupakan masterpiece dari

Muhammad sang peletak dasar-dasar pendidikan Islam. Pola pendidikan

yang Rasulullah SAW kembangkan pada masanya sudah merupakan

sebuah sistem yang komplit dan teruji. Oleh karena itu sudah semestinya

pendidikan Islam saat ini mengambil formatnya dari sistem pendidikan

Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA

A. Syalabi. 1954. History o Education, Beirut: Dar al-Kash.

Al Maliki, M. Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, terj: M. Ihya Ulumuddin, Jakarta: Gema Insani Press.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2007. Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, Jakarta: ProLM Centre.

Bukhārī, Imam. Shahīh Bukhārī, Juz 1 Beirut: al-Maktabah al-Qāfī

Husen, Usman. 2008. Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, Yogyakarta: Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh.

Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2003. Perencanaan Pengajaran, Cet ke-II, Jakarta: Rineka Cipta.

Imam Abi Husain Muslīm al-Hujjāj al-Qusyairī al-Naisāburī, Shahīh Muslim, al-Qahirah: Dārul Hadīts

Karim, Rusli.1991. Pendidikan Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia; Antara Citra dan Fakta, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII, Bandung: Al-Ma’arif.

Page 19: Pola Interaksi Edukatif dalam Pendidikan Islam

Vol. 01, No. 01, Januari 2013

212}

Muhaimin dan Abdul Mujib.1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Oprasionalnya, Cet.I, Bandung: Trigenda Karya.

Murziqin, R., Tabrani ZA, & Zulfadli. (2012). Performative Strength in the Hierarchy of Power and Justice. Journal of Islamic Law and Culture, 10(2), 123–144.

Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan (Versi Terjemahan), Canada: Montreal.

Nawawi, Imam . Hadīth Arba’in

Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. V, Jakarta: Prenada Media.

Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam, Cet.I, Jogyakarta: Ar-Ruzz.

Tabrani ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (antara Tradisional dan Modern). Kuala Lumpur: Al-Jenderami Press.

Tabrani ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal of Democracy, 17(2), 99–113.

Tabrani ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy, 18(2), 271–284.

Tabrani ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent.

Tabrani ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.

Tabrani ZA. (2015). Persuit Epistemology of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. II, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Untung, Muhammad Selamet. 2002. Muhammad Selamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, Cet I, Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Yunus, Mahmud 2008. Sejarah Pendidikan Islam, Cet VIII, Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyah.

Zukhairini.1997. Sejarah Pendidikan Islam, Cet V, Jakarta: Bumi Aksara.