Plagiarism Checker X - Report

9
Plagiarism Checker X - Report Originality Assessment Overall Similarity: 6% Date: Oct 15, 2020 Statistics: 129 words Plagiarized / 2309 Total words Remarks: Low similarity detected, check your supervisor if changes are required.

Transcript of Plagiarism Checker X - Report

Page 1: Plagiarism Checker X - Report

Plagiarism Checker X - ReportOriginality Assessment

Overall Similarity: 6%Date: Oct 15, 2020

Statistics: 129 words Plagiarized / 2309 Total wordsRemarks: Low similarity detected, check your supervisor if changes are required.

Page 2: Plagiarism Checker X - Report

DWI LINGGA DALAM BAHASA BALI SEBUAH PERENUNGAN Oleh: Gusti Nyoman Mastinil

Abstract In essence, language is a system, that system of phonology, morphology,

sisntaksis, and semantic. Morfems process that occurs in every language is part ofthe

system morphology. In the Balinese language morfems process produces a rich application

that can be affixed words (Tiron or Kluna Kruna doings), reduplication generate repeated

words (Kruna bi phallus), and the compounding process to produce a compound (Kruna

Kruna satma or bi bina phallus eka sruti) Kruna Dwi Lingga as the topic ofthis article when

viewed from the concept ofa repetition ofa basic process in whole or in part, either with

sound or not changes should be necessary in œü•ospect. As a bi phallus that element

ofunknown origin form, bilingual virtual phallus, bi and bi wesana prototype. Keywords:

Dwi Lingga, Bahasa Bali Abstrak Pada hakekatnya Bahasa adalah sebuah sistem, yakni

sistem fonologi, morfologi, sisntaksis, dan semantic. Proses morfems yang terjadi pada

setiap bahasa merupakan bagian dari sistem morfologi. Dalam Bahasa Bali proses morfems

dapat berupa aplikasi yang mengahsilkan kata berafiks (kruna tiron atau kruna polah),

reduplikasi dalam menghasilkan kata ulang (kruna dwi lingga), dan proses pemajemukan

dalam menghasilkan kata majemuk (kruna satma atau kruna dwi bina lingga eka sruti)

KrunaDwi Lingga sebagai topic inijikadilihat dari konsepnyayaitu proses pengulangan

bentuk dasar baik seluruh atau sebagian, baik dengan perubahan bunyi atau tidak

hendaknya perlu direnungkan kembali. Seperti dwi lingga yang unsurnya tidak diketahui

bentuk asalnya, dwi maya lingga, dwi purwa dan dwi wesana. Kata Kunci: Dwi Lingga,

Bahasa Bali Pendahuluan I Dra. Gusti Nyoman Mastini,M.Ag Si dosen Pengajar Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama IHDN Denpasar Proses morfemisumumterjadi

dalamsuatu bahasa. Pross morfesis dari masing-masing bahasa itu tentu tidak semua

persis. Dalam bahasa Bali proses morfesis itu dapat berupa afiksasi, reduplikasi ,

danpamjemukan. Dalam proses afiksasi hasil yang didapatkan berupa kataberafik/kata

berimbuhan/katajadian atau dalam istilah tata bahsa Bali lebih dikenal dengan

istilahkrunatiron(danatakruna polah); hasil proses reduplikasi berupa kata ulang atau kruna

dwi lingga dan hasil proses pamajemukan menghasilkan kata majemuk atau kruna satma

Page 3: Plagiarism Checker X - Report

(dulu disebut dengan dwi bina lingga eka sruti). Sesuai denganjudul di atas maka masala

yang akan dibahas adalah launa lingga yang merupakan hasil dari suatu pmses morfesis

yang diseut dengan œsuplikasi. Sudah begitu banyak para ahli yang mengemukakan

tentang batasan reduplikasi besertajenisnya. Pada hakekatnya œduplikasi itu merupakan

proses pengulangan bentul, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan perubahan

bunyi atau tidak (lihat Matthews, 1979:127; Ramlan. 1983:55; Simatupang, 1983 : 14-15).

Darijenisnya dapat dibedakan menjadi reduplikasi fonologis reduplikasi morfesis dan

reduplikasi sintaksis. Dengan demikian pembicaraan tentang dwi lingga ini tentunya

merupakan hasil dari œduplikasi yang bersifat morfesis. Dalam tulisan ini akan dicoba

dibahas berbagai perkembangan tentang batasan, proses, hasil, dan perenungan kembali

tentang hal-hala yang t*rkaitan dengan kruna dwi lingga dengan sedikit perbandingan

pada data bahsa Hasil perenungan ini diaharapkan dapat membuahkan hasil berupa

deskripsi yang sistematis itu kiranya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa

pada umumnya dan tentunya bermanfaat bagi pengajaran Bahasa Renungan dan

Pembahasan Sepintas telah dipaparkan di depan tentang apa itu dwi lingga (kata ulang)

yang merupakan hasil dari reduplikasi. Sebelum sampai pada tahap perenungan dan

pembahasan ada baiknya di sini dikutip beberapa pendapat tentang dwi lingga dalam

bahasa Bali. Pendapat yang dikemukakan di sini antara Iain: 1. Anom dkk. (1983:56-59)

membagi jenis kata ulang dalam bahsa Bali menjdi dsar enamjnis, yaitu (a) kata ulang

murni (dwi sama lingga), yaitu bentuk dasar diulang dutuhnya, sepeni sai-sai, enjok-enjok;

(b) kata ulang berubah bunyi (dwi samatra lingga), yaitu kata ulang yang dalam proses

pengulangan salah satu unsurnya mengalami perubahan fonem , seperti budanf-badinh,

saab-seeb, (c) kata ulang yang anggota unsumya tidak dapat diingat lagi bentuk asalnya,

seperti kulang-kaling, ugal-agil, (d) kata ulang sebagian dengan pengulangan suku

pertama bentuk dasar dengan mengubah fonem vokalnya menjadi e pepet //. Bila susku

pertama mempunyai struktur KV, KVK, KKV akan menjadi KV dengan V = //, seperti sate >

sesate , lampah >lelampah, (e) kata ulang sebagian dengan pengulangan suku akhir (dwi

wesana), yaitu proses pengulangan pada suku akhir bentuk dasar pada umumnya

Page 4: Plagiarism Checker X - Report

berprefiks pa-, seperti cebur > paceburbur, ketel> paketeltel , dan (t) kata ulang

berimbuhan, seperti majejer-jejer, jaranjaranan. 2. Suparka dan Anom (1993: 30-31)

membagi dwi lingga menjadi (a) dwi sama lingga, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar

(mis. Kijap-kijap); (b) dwi samatra lingga, yaiu pengulangan dengan perubahan bunyi vkal

(mis. Dengakdengok); (c) dwi maya lingga, kata ulang yang dibangun dari dua kata yang

tidak jelas dasamya (mis. Uncah-ancih); (d) dwi purwa, perubahan suku awal dengan

perubahan bunyi e pepet (mis. Santun> sesantun, sari> sesari); dan (e) dwi wesana,

pengulangan suku akhir dengan penambahan prefiks pa- (mis. Keber > pakeberber). 3.

Antara (1994: 59-62) membedakan dwi lingga menjadi (a) dwi sama lingga yaitu

pengulangan penuh, seperti putih-putih; (b) dwi samatra lingga, yaitu pengulangan dengan

perubahan bunyi vocal, seperti 70 jerat-jerit; (c) dwi maya lingga, kata yang bentuk

dasarnya tidak bermakna dan akan bermaknajika diulang, seperti pici-pici, kunang-kunang;

(d) dwi purwa, pengulangan suku kata awal dengan pembahan bunyi vocal menjadi e

pepet, seperti gegumuk, kekomoh, dan • dwi wesana, pengulangan suku akhir bentuk

dasar, seperti pakenyitnyit, pacepolpol. 4. Sulaga dkk, ed (1996: 162-165) membagi dwi

lingga menjadi (a) dwi sama lingga, mis. Enjok> enjok-enjok, (b) dwi samatra lingga, mis.

Srandang-srendeng; (c) dwi maya lingga, 1kata ulang yang unsurnya tidak dapat

didentifikiasi lagi sebagai bentuk asal/dasar, mis. Uncah-uncih, ubag-abig; (d) dwi purwa„

seperti sate>sesate, luput> leluput, dan (e) dwi wesana, pengulangan suku akhir bentuk

dasar, seperti cebur>paceburbur. Dari uraian yang dikemukakan di atas ada beberapa hal y

ang perlu diberikan catattan, yaitu yang berkaitan dengan kata ulang yang anggota

unsurnya tidak dapat diingati lagi bentuk asalnya, dwi maya lingga, dwi purwa, dam dwi

wesana. Perhdtikan data berikut . (l) Uncah-ancih (2) Bulak-balik Ugal-agil Dengak-dengok

Ubag-abig Sledat-sledet Kulang-kaling Kejat-kejit Bentuk-bentuk I seperti di atas disebut

sebagai 1kata ulang yang anggotanya unsurnya tidak dapa diingati bentuk asalnya (Anom,

1983 yang dalam Tatabasa Basa Bali Anyar ( 1993) dan Tatabahasa Baku Bahasa Bali (1996)

dikelompokkan ke dalam dwi maya lingga. Hal inilah yang perlu direnungkan kembali.

Dapat dilihat bahwa kelompok data I di atas secara struktur kelihatan sama seperti bentuk

Page 5: Plagiarism Checker X - Report

dwi samaü•a lingga )kata ulang berubah bunyi) pada data 2, tetapi kenyataannya secara

sinkronis bentuk seperti itu bukan kata ulang teteapi merupakan bentuk (kata) dasar. Sama

halnya dengan bentuk dwimaya lingga (data 3) yang dikemukakan oleh Antara ( 1994)

yang struktut bentuknya sama dengan dwi sama lingga (data 4) seperti berikut . (3) Pici-pici

(4) Gede-gede Omang-omang Jerit-jerit Kunang-kunang Bareng-barenng Geti-geti Berag-

berag Dilihat dari segi makna, bentuk-bentuk pada data I dan 3 tentunya akanjauh berbeda

dengan data 2 dan 4. Sebagai bagian dari dwi lingga bentuk 2 dan 4 sesuai dengan makna

yang umum dari proses reduplikasi/dwi linnga, yaitu bennakna pluratif, frekwentatif,

imitative, dan sebagainya. Pembahasan berikut adalak reduplikas parsial/sebagian yang

meliputi dwi purwa dan dwi wesana. Sesuai dengan istilahnya, redupikasi parsial tentunya

merupakan pengulangan 1sebagian dari bentuk dasarnya. Dwi purwa dalam beberapa

bahasa,juga dalam bahasa Bali, didefinisikan sebagai pengulangan suku kata awal dari

bentuk dasar, dengan perubahan bunyi menjadi e pepet // pada suku kata awal yang

diulang (olih Suparka dan Anom, 1993; Antara, 1994). Perhatikan data berikut: (5) Godoh>

gegodoh Sate> sesate Gulit (-an)> geguritan Reka> rerekaan (6) Lampah (-an)>

lelampahan Gambar (-an)> gegambaran Cimped (-an)> cecimpedan Kanten (-an)>

kekantenan (7) Blakas> beblakasan Plekos> peplekosan Klecan> keklecan (8) Clantung>

ceclantungan Grantang> gegrantangan Dari definisi yang selama ini dipakai (seperti di

atas), rupanya hanya data 5 saja yang dapat dimasukkan ke dalam system tersebut. Suku

kata awal memang konsisten diulang dengan perubahan vocal pada suku yag diulang //

(terjadi proses morfofonemis perubahan bunyi). Godoh Bandingkanlah dengan data dwi

purwa berikut : Bahasa Tagalog : Bili> bibili 'akan membeli' Kain> kakain 'akan makan'

Pasok> papasok 'akan masuk (6a)* Lam-pah (-an)> lemlampahan Gam-bar (-an)>

gemgambaran Cim-ped (-an)> cemcimpedan Kan-ten (-an)> kenkantenan Bahasa Sunda

buka> bubuka 'pembukaan' langan> lalangan 'langit-langit' kolot> kokolot 'orang yang

dituakan' Data bahasa Tagalog dan Sunda di atas jelas sekali berpedoman pada system

yang ada. System 1yang dimaksud adalah kekonsistenan pada pengulangan suku kata awal

tanp ada perubahan sedikitpun. Jika system di atas masih digunakan digunakan (ditambah

Page 6: Plagiarism Checker X - Report

dengan perubahan bunyi menjadi //, data kelompok 6 dan 7 semestinya akan berproses

seperti berikut : lemlampahan * lela zpahan lem- lampahan Lampahan (7a)* Bla-kas>

bleblakasan Ple-kos> pleplekosan Kle-can> kleklecan bleblakasan * beblakasan ble- (-an)

blakas be- (-an) blakas R Suf R Suf (8a)* Clan-tune clenclantungan Gran-tang>

grengrantangan grengrantangan * gegrantangan gren- (-an) grantang R Suf Proses seperti

ini sebenarnya sudah diantisipasi dengan memberikan tambahan definisi pada proses dwi

purwa oleh Anom dkk. (1983) dan Sulaga dkk.ed (1996), yaitujika suku pertama berstruktur

KV, KVK, KKV akan menjadi KV dengan V = e pepet. Dengan tambahan seperti itu

sebenarnya masih juga terdapat kekurangan yang dapat mencakup data 8 di atas yang

suku penamanya berstrukutr KKVK. Pada data 6 menunjukkan bahwa suku kata awalnya

berupa seuku tertutup pada data 7 suku awalnya berupa kluster (gugus konsonan) terbuka,

sedangkan data 8 berupa kluster tertutup. Dengan kata lain definisi yang ditambahkan

pada dwi purwa itu adalah ffierjadi penghilangan fonem konsosnan pada suku kata awa

yang tertutup dan suku kata yang berbentuk kluster". Dengan tambahan seperti itu

rumusan reduplikasi parsial (sebagian) suku awaV dwi purwa dalam bahasa Bali adalah

pengulangan suku kata awal bentuk dasar yang diikuti dengan perubahan fonem vocal

menjadi // serta penghilangan konsonanjika suku awal merupakan suku tertutup dank

luster. Pada proses ini terjadi tiga kali proses, yaitu proses merfesis pengulangan dan dua

kali proses morfofonemis yaitu perubahan dan penghilangan fonem pada suku kata awal.

Sebagai bandingan untuk proses data 6, 7, dan 8 di atas perhatikanlah formasi bentuk

plural dalam reduplikasi bahasaAgta (Kitigawa, 1987: 72) berikut yang dengan konsisten

grantang ge- (-an) R Suf mengulang suku kata awal 1bentuk dasar tanpa ada perubahan

sedikitpun : Tak-ki > taktakki 'kaki-kaki ' Uf-fu > ufuffu 'paha-paha' Untuk definisi ini perlu

kiranya disusun suatu system/kerangka yang lebih sederhana sehingga dapat mencakup

semua data. Perhatikan analisis data berikut . (5b) gegodoh (7b) keklecan (8b)

gegrantangan g- (+e) (-an) grantang R Suf Dilihat dari analisis data 5b, 6b, Th, dan 8b di

atas maka dapat dirumuskan suatu definisi dan kaidah tentang reduplikasi parsial / dui

purwa dalam bahasa Bali, yaitu pengulangan konsonan awal bentuk dasar dengan

Page 7: Plagiarism Checker X - Report

penambahan bunyi //. Pada proses pengulangan ini morfofonemis hanya ada sekali saja

yaitu penambahan bunyi vokal //. Kaidahnya dapat digambarkan sebagai berikut . Dui

Purwa = R(Kons.Awal+ /ð/)BD Berbeda halnya dengan dui purwa, dui wesana (reduplikasi

parsial 4suku akhir) dalam bahasa Bali memang terjadi secara konsisten. Proses dui wesana

ini memang selalu mengulang suku akhir bentuk dasar. Selama ini yang tersaji dalam buku-

buku pelajaran dan tatabahasa, dui wesana ini selalu terjadi bersamaan dengan

penambahan prefiks pa- (data 9). (9) ke-cos > pakecoscos k--nyit > pakenyitnyit ke-tel >

paketeltel Sebagai tambahan informasi, dari hasil penelitianAntara (1996) proses dui

wesana ini ternyata tidak hanya terjadi bersamaan dengan prefiks pa-, tetapi dapat juga

bersamaan dengan prefiks N- (ng-) (data 10). Jika diteliti leih lanjut, temyata bentuk dui

wesana 1ini suku awal bentuk dasamya (BI)) selalu bervokal //. Perhatikan data berikut.

(10)ke-teb > ngetebleb ke-mel > ngemelmel ke-sir > ngesirsir ge-dir > ngedirdir Dari data

di atas kaidah dui wesana dalarn bahasa Bali dapat digambarkan seperti berikut. Dui

Wesana = pa- / N- BD R(Suku Akhir) Dengan demikian reduplikasi 1sebagian dalam bahasa

Bali seperti yang dikemukakan di atas semestinya dibagi menjadi (l ) dui purwa yaitu

reduplikasi konsonan awal (bukan reduplikasi suku awal) dan (2) dui wesana atau

reduplikasi suku akhir. Simpulan Dari uraian yang telah dipaparkan di depan maka

perenungan tentang dui lingga dalam bahasa Bali dapat dipilah-pilah menjadi: (a) kata

ulang mumi / dui sama lingga, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar, (b) kata ulang

berubah / dui samatra lingga, yaitu pengulangan bentuk dasar dengan perubahan bunyi

vokal; kata ulang sebagian yang meliputi: (c) dui purwa, yaitu pengulangan konsonan awal

bentuk dasar dengan perubahan bunyi // ; (d) dui wesana, yaitu pengulangan suku akhir

5bentuk dasar dengan kombinasi prefiks pa- atau N-; dan (e) kata ulang

berimbuhan/brefiks, yaitu pengulangan baik sebagian maupun keseluruhan bentuk dasar

dengan kombinasi afiks. Daftar Pustaka Antara, IGP. 1994 sari Tatabasa Bali. Singaraja : PS

Program Guru Sekolah Dasar, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Antara, I Gede

Nala. 1994. "Reduplikasi Berafiks dalam Bahtusa Bali". Dalam Widya Pustaka tahun XI No. 2.

Halaman 15-20. Denpasar : Fakultas Sastra Universitas Udayana. 74 . 1996. "Reduplikasi

Page 8: Plagiarism Checker X - Report

Berafiks dalam Bahasa Bali ; Kajian Struktur dan Semantik". Bandung : Tesis Program

Pascasarjana Unversitas Padjadjaran. 2001. "Reduplikasi Berafiks dalam Bahasa Bali".

Bandung : Makalah Seminar Filsafat Gramatika Program Pascasarjana Universitas

Padjadjaran. Anom dkk, I Gusti Ketut. 1983. Tata Bahasa Bali. Denpasar : Pemda Provinsi

Daerah TingkatlBali. Granoka, Ida Wayan Oka. 1985. Pengulangan sebagai Refleksi

Kesemestaan dan Kekhususan Lingusitik. Dalam Widya Pustaka Tahun Il No.6. Halaman

23-35. Denpasar : Fakultas Sastra Universitas Udayana. . 1987. Beberapa Tipe 1Pengulangan

Berubah Bunyi dalam Bahasa Bali. Dalam Widya Pustaka Tahun V Edisi Khusus. Halaman

23-30. Denpasar : Fakultas Sastra Universitas Udayana. Kridalaksana, Harimurti. 1989.

Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Gramedia. Ramlan, M. 1983. 11mu

Bahasa Indonesia Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : CV Karyono.

Simatupang, M. D. S. 1983. Reduplikasi Morfemis Bahasa Indonesia. Jakarta Jambatan.

Sulaga dkk., I Nyoman (editor). 1996. 4Tata Bahasa Baku Bahasa Bali. Denpasar . Pemerintah

Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Suparka, I Wayan dan I Gst. Kt. Anom. 1993. Tata Basa Basa

Bali Anyar. Denpasar Upada Sastra. Sutawijaya, Alam dkk. 1981. Sistem Perulangan Bahasa

Sunda. Jakarta : 2Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Tim Peneliti Fakultas Sastra Universitas Udayana. 1976/1977. Morfologi

Bahasa Bali. Jakarta : Proyek Penelitian 3Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. DWI

LINGGA DAI-AM BAHASA BALI 75 SEBUAH PERENUNGAN KALANGWAN Gusti Nyoman

Mastini DWI LINGGA DAI-AM BAHASA BALI 75 SEBUAH PERENUNGAN KALANGWAN Gusti

Nyoman Mastini DWI LINGGA DAI-AM BAHASA BALI 75 SEBUAH PERENUNGAN

KALANGWAN Gusti Nyoman Mastini DWI LINGGA DAI-AM BAHASA BALI 75 SEBUAH

PERENUNGAN KALANGWAN Gusti Nyoman Mastini

Page 9: Plagiarism Checker X - Report

Sources

1https://id.scribd.com/doc/288810968/Pengertian-ReduplikasiINTERNET

4%

2http://nusapenida.nl/index.php/nusa-penidian/dialects-adithi-1984INTERNET

1%

3https://labbineka.kemdikbud.go.id/files/upload/bbs_HZJMYSCT_1568256018.pdfINTERNET

1%

4http://blog.unnes.ac.id/idazulaeha/wp-content/uploads/sites/2732/2017/03/Dialektologi.docINTERNET

<1%

5https://www.slideshare.net/Rakatajasa/morfologi-dan-morfofonemik-bahasa-sumbawa-dialek-tongoINTERNET

<1%