pjb asianotik
-
Upload
niken-faradila-kartika-utami -
Category
Documents
-
view
56 -
download
0
description
Transcript of pjb asianotik
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering
ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama
kematian pada masa neonatus. Penyakit jantung bawaan ditemui sekitar 1%
kelahira hidup di seluruh dunia dan sekitar 4-5% pada bayi dengan riwayat
keluarga ibu dengan PJB. Angka kematian PJB 50% terjadi dalam 6 bulan
pertama kehidupan, 80% pada usia 1 tahun kehidupan. Umumnya, neonatus
dengan penyakit jantung bawaan yang kompleks pada beberapa jam atau hari
setelah lahir sering tanpa disertai gejala klinis yang jelas. Kondisi tersebut
disebabkan karena perubahan sirkulasi fetal ke neonatal berlangsung dalam satu
bulan pertama kehidupan, sehingga selama proses tersebut perlu dilakukan
evaluasi yang cermat.1-3
Secara garis beras PJB dibagi menjadi dua jenis, yaitu sianotik dan
asianotik. Jenis PJB asianotik yang sering ditemukan antara lain defek septum
ventrikel (DSV), defek septum atrial (DSA), stenosis pulmonal, duktus arteriosus
paten (DAP), stenosis aorta, dan koartasio aorta.
Dengan berkembangnya ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek
anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa janin. Sekitar 30-
60% kelainan jantung kongenital dapat diketahui pada masa prenatal
menggunakan ekokardiografi transvaginal resolusi tinggi.2
Walaupun cara diagnostik canggih dan akurat telah berkembang dengan
pesat, namun hal ini tidak bisa dilakukan oleh setiap dokter terutama di daerah
dengan sarana diagnostik yang belum memadai. Hal ini tidak menjadi alasan
bahwa seorang dokter tidak mampu membuat diagnosis dini dan sekaligus terapi
awal, yang dilanjutkan dengan rujukan untuk terapi definitif yaitu bedah korektif
di pusat pelayanan jantung. Oleh karena itu, perlu dipahami perubahan-perubahan
sirkulasi fetal ke neonatal dan berbagai penyimpangannya dalam periode minimal
1 bulan pertama. Keberhasilan deteksi dini merupakan awal keberhasilan
tatalaksana lanjutan PJB kritis pada neonatus.2
1
BAB II
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
II.1 Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa
sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Kelainan
pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan, karena pembentukan jantung
sudah lengkap pada akhir kehamilan 7 minggu. Penyebab PJB seringkali tidak
bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai
penyebab. Faktor-faktor ini adalah: riwayat keluarga PJB, kelainan genetik,
infeksi virus pada ibu hamil (misalnya campak Jerman atau rubella), obat-obatan
atau jamu-jamuan, rokok dan alkohol.4
II.2 Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan yang terletak di
bagian atas dan ventrikel kiri dan kanan terletak dibagian bawah. Terdapat pula
katup jantung yang dapat membuka dan menutup sedemikian rupa sehingga darah
hanya dapat mengalir dalam satu arah. Katup tersebut yaitu: Katup trikuspid,
katup pulmonal, katup mitral dan katup aorta.5
Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan. Darah dalam tubuh mengandung
kadar Oksigen rendah. Darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan melalui
katup tricuspid. Darah kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru-paru
melewati katup pulmonal kemudian diteruskan oleh arteri pulmonal ke paru-paru
untuk mengambil oksigen. Darah yang sudah bersih yang kaya oksigen mengalir
ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Dari atrium kiri darah mengalir ke
ventrikel kiri melewati katup mitral. Ventrikel kiri kemudian memompa darah
keseluruh tubuh melalui katup aorta dan diteruskan oleh pembuluh aorta
keseluruh tubuh. Dari tubuh kemudian darah yang dari tubuh dengan kadar
oksigen yang rendah karena telah diambil oleh sel-sel tubuh kembali ke atrium
kanan dan begitu seterusnya.5
2
Gambar 1. Anatomi Jantung Normal
II.3 Fisiologi Jantung Neonatus
a. Sirkulasi Fetus
Tiga fitur utama dari sirkulasi fetus adalah :
1. Sirkulasi maternal (ibu) melalui placenta membawa oksigen dan nutrisi ke
fetus dan mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi fetus.
2. Foramen ovale adalah sebuh lubang yang terletak di septum (dinding) antara
kedua ruangan atas jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah
mengalir melalui jalur samping (shunt) dari atrium kanan ke atrium kiri.
3. Jalur samping yang lain, ductus arteriosus, mengizinkan darah yang miskin
oksigen mengalir dari arteri pulmonary kedalam aorta dan melalui itu ke
tubuh.6
b. Sirkulasi sesudah kelahiran
Perubahan-perubahan utama sirkulasi terjadi setelah kelahiran. Perubahan-
perubahan ini termasuk :
Sirkulasi maternal tidak dapat lagi membawa oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari sirkulasi bayi.
Foramen ovale menutup dan tidak bertindak lagi sebagai jalur samping
antara kedua atria jantung.
Ductus arteriosus menutup dan tidak lagi menyediakan komunikasi antara
arteri pulmonary dan aorta.6
3
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali
ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta
penurunan tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga
terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri
pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta
peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan
aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini
mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri
disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan
tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan
vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional
dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri
pulmonalis.2
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi
pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus
secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis,
proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi
penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan
duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.2
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler
sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava
inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga
menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan
foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke
arteri pulmonalis. 2
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena
menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik.
Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan
untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka
normal. 2
4
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali
penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel
dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).2
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan
masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah
difragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan
masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya
duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua
PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary
circulation. 2
II.4 Etiologi
Penyakit jantung bawaan dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab-
penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan
dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome,
penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui
(Idiopathic).6
Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang bersalah. Contohnya, jika
seorang ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka
infeksinya dapat mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi kandungannya
(dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama
kehamilan, maka fetusnya dapat menderita fetal alcohol syndrome (FAS)
termasuk PJB. 6
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga
menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid yang digunakan untuk
jerawat(acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat anticonvulsant, terutama
hydantoins (seperti Dilantin) dan valproate. 6
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko
mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus,
terutama pada wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol
selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai
5
penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada spesial dietnya
selama kehamilan bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB. 6
Kelainan chromosome dapat menyebabkan penyakit jantung congenital
(chromosome mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh
anak-anak dengan PJB dapat ditemukan kelainan chromosome. 6
II.5 Klasifikasi
PJB secara garis besar dibagi atas 2 kelompok, yakni PJB tidak biru
(asianosis) dan PJB biru (sianosis). Berdasarkan kelainan anatomis, PJB secara
garis besar dibagi atas 3 kelompok, yakni: 4
A. Stenosis
Adanya penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian
tertentu jantung, yakni: katup atau salah satu bagian pembuluh darah di luar
jantung. Penyempitan ini menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani
otot jantung. Pada kasus-kasus dengan penyempitan yang berat, aliran darah ke
bagian tubuh setelah area penyempitan akan sangat menurun, bahkan terhenti
sama sekali pada pembuntuan total. 4
1. Stenosis Katup Pulmonal
Definisi
Stenosis pulmonal menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel
kanan atau arteri Pulmonalis atau cabangnya yang disebut stenosis pulmonal
perifer. Stenosis pulmonal ini dapat merupakan kelainan tersendiri (stenosis
pulmonal murni) atau bagian dari kelainan lain seperti tetralogy of Fallot,
tranposisi arteri besar, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda.
6
Jenis stenosis Pulmonal
Berdasarkan letaknya stenosis pulmonal dapat dibagi menjadi :
1. Dibawah katup yaitu di infundibulum (stenosis subvalvular atau
infundibular)
2. Pada katup (valvular)
3. Diatas katup (supravalvular)
Prevalensi
Stenosis pulmonal murni sebagian besar berupa stenosis valvular dan merupakan
10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Lebih banyak terjadi pada perempuan.
Manifestasi Klinis
Pada stenosis pulmonal murni sering tidak memperlihatkan gejala
meskipun stenosis berat.
Biasanya seperti anak sehat, tumbuh kembang normal, tampak bergizi baik
dengan wajah moon face
Toleransi latihan normal
Tidak terdapat infeksi saluran nafasyang berulang
Pemeriksaan Fisik
Palpasi : pada stenosis sedang atau berat teraba getaran bising di sela iga
ke 2 tepi kiri sternum
Bunyi jantung I normal diikuti klik ejeksi, yang menandakan daun katup
masih cukup leluasa bergerak.
Klik terdengar di sela iga II parasternal kiri dan terdengar lebih keras saat
ekspirasi. Bila klik tidak terdengar lagi menunjukkan katup pulmonal
displastik atau tidak leluasa bergerak
Bunyi jantung II terdengar split yang makinm melebar dengan bertambah
beratnya stenosis
Komponen pulmonal bunyi jantung II (P2) terdengar lemah. Bila obstruksi
sangat berat maka bunyi jantung II terdengar tunggal
Bising sistolik kasar derajat 3/6, punctum maksimum di sela iga II
parasternal kiri dan menjalar ke sepanjang garis sternum kiri dan apeks.
7
Pada stenosis pulmonal murni makin berat stenosis makin keras derajat
bisingnya.
Radiologi
Dilatasi pasca stenosis pada arteri pulmonalis pada tipe valvular
Pada stenosis pulmonal murni vaskularisasi paru normal
Pada ToF, vaskularisasi paru menurun
EKG
Deviasu sumbu QRS ke kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan
Gelombang R tinggi dan gelimbang S dalam di V5 dan V6
Dilatasi atrium kanan ( P pulmonal)
Ekokardiografi
Pelebaran ventrikel kanan dengan atau tanpa pelebaran atrium kanan
Dooming katup pulmonal ( berbentuk seperti kubah)
Displasia katup pulmonal serta dilatasi pasca stenosis
Pada steonis infundibular tampak infundibulum yang sempit
Kateterisasi jantung
Perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan srteri pulmonalis antara 20-
100 mmHg bahkan dapat mencapai 200 mmHg pada stenosis berat
Perbedaan tekanan 20-40 mmHg : stenosis ringan
Perbedaan tekanan 40-60 mmHg ; stenosis sedang
Perbedaan tekanan lebih 60 mmHg : stenosis berat
Penatalaksanaan
Pada stenosis pulmonal ringan : tidak perlu tindakan apapun, pemamtauan
secara berkala meliputi pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi
Pada stenosis pulmonal sedang sampai berat dilakukan baloon pulminary
vavulotomy
Pencegahan terhadap endokarditis infektif
Prognosis
Stenosis valvular dapat menjadi berat karena bertambahnya umur
2. Stenosis Katup Aorta
8
Definisi
Penyempitan pada jalur keluar pada ventrikel kiri pada katup aorta ataupun pada
area diatas maupun dibawah katup aorta yang mengakibatkan perbedaan tekanan
antara ventrikel kiri dan aorta.
Prevalensi
Terjadi pada 3-8% pada penyakit jantung bawaan. Peningkatan insiden setara
dengan usia.
Tipe Stenosis Aorta Kongenital
Berdasarkan letaknya dibagi atas :
Stenosis valvular
Stenosia subvalvular
Stenosis supravalvular
Berdasarkan berat ringannya stenosis , dibagi menjadi ;
Stenosis aorta ringan dengan gradien katup < 25 mmHg
Stenosis aorta sedang dengan gradien katup antara 25-60 mmHg
Stenosis aorta berat dengan gradien katup > 65 mmHg
Stenosis aorta kritis dengan gradien katup > 100 mmHg
Patofisiologi
9
Katup aorta normal mempunyai tiga daun katup. Pada Stenosis bentuk daun
katup kadang tidak beraturan, terjadi penyatuan sebagian, kalsifikasi dan kaku.
Hal ini mengakibatkan keterbatasan gerakan pembukaan katup, sehingga
menyebabkan kesukaran alira darah dari ventrikel kiri ke aorta. Katup aorta yang
tidak membuka sempurna menyebabkan aliran turbulensi, hal ini yang
menyebabkan bising. Tekana ventrikel kiri akan meningkat bila belanjut
menyebabkan penebalan dinding ventrikel. Pada hipetrofi yang berat dan
obstruksi katup dapat menyebabkan terbatasnya curah jantung, berkurangnya
perfusikoroner, dan peningkatan pemakaina oksigen miokardium.
Peningkatan tekanan akhir distolik ventrikel menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan kapiler arteri pulmonalis, penurunan fraksi pancaran serta
curah jantung dan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Penurunan curah jantung
dapat mengakibatkan terjadi sinkop atau kematian mendadak.
Manifestasi klinis
Stenosis aorta valvular : gagal jantung konegtif pad minggu pertama pada
neonatus, pada anak yang lebih besar : tiba –tiba berhenti dari aktivitas
sambil memegangi dada karena nyeri dada, intoleransi aktivitas
Stenosis aorta supravalvular dengan sindrom Williams: wajah khas (Elfin),
masalah pada gigi, retardasi mental, pertumbuhan terlambat, intoleransi
aktivitas, angina dan sinkop
Pemeriksaan fisik
Stenosis aorta valvular : gizi baik, nadi perifer kecil dan tekanan nadi lebih
rendah dari normal, thrill sistolik pada fosa suprasternal, klik sistolik
mendahului bising sistolik kresendi dekresendo. Bisisng terdengar di sela
II iga kanan. Klik ejeksi disepanjang aksis aorta dan sering terdenngar di
apeks. Suara jantung IV menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
10
Pada neonatus didapatkan tanda syok berupa kulit warna abu-abu, nadi
keciil tidak teraba, dengan perfusi jelek. Takikardi, nafas cepat.
Stenosis aorta supravalvular, selain sinrom Williams, terdapat bisisng
sistolik pada basis jantung yang menjalar sampai leher. S2 terdengar lebih
keras
Pemeriksaan penunjang
X foto thorax
Stenosis valvular : dilatasi aorta ascenden pasca stenosis, pembesaran
jantung kiri
Stenosis subaorta : yidak didapatkan dilatasi aorta ascenden maupun
pembesaran jantung
Stenosis supravalvular : kardiomegali
EKG
Pada stenosis ringan : EKG normal, pada stenosis berat : segmen ST dan
gelombang T pada prekordial kiri, menunjukkan adanya hipertrofi
ventrikelkiri
Ekokardiografi
Dengan ekokardigrafi dapat menilai jumlah katup, ukuran aorta ascenden,
perbedaan tekanan maksimal di seberang katup, evaluasi fungsi ventrikel
dan fungsi katup
Kateterisasi
Untuk menentukan tingkat keparahan stenosis dan untuk melebarkan
obstruksi katup
Indikasi : kejadian pingsan, nyeri dada, perubahan segmen ST dan
gelombang T, perbedaan tekanan ekokardiografi > 60 mmHg
Penatalaksanaan
Medikamentosa : untuk gagal jantung kongestif : diuretika dan
digoksin
Operatif : ballon valvulotomy, operasi penggantian katup
11
Prognosis
Resiko endokarditis meningkat
Obstruksi terus berlanjut
3. Coarctatio Aorta
Definisi
Koartasio aorta adalah obstruksi pada aorta akibat penyempitan aorta yang
sebagian terletak di distal percabangan a. subcavia sinistra. Lokasi koatasio
hampir selalu ditempat masuknya duktus arteriosus.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat 6-8% dari penyakit jantung bawaan. Perbandingan laki-
laki :perempuan = 2:1.sekitar 90% tidak terkoreksi menimbulkan kematian pada
umur rata-rata 35 tahun.
Menurut letaknya bisa terdapat pada :
Muara duktus arteriosus
Ligamentum arteriosum
Menghubungkan arkus aorta dengan a.pulmonalis
Proksimal koartasio
Distal koartasio
Tipe koartasio aorta :
Tipe preduktal ( penyempitan difus ismus aorta)
Tipe pascaduktal (diskret)
Patofisiologi
Tipe penyempitan difusi ismus aorta merupakan akibat hipolpasia arkus
aorta Iv ventrikel kir. Hipoplasia ini dapat disertai kelainan – kelianan intrakardial
lainnya seperti septum defek ventrikel , stenosis katup aorta, defek sekat
ventrikel.pada tipe deskretpenyempitana banyak terjadi pada sambungan antara
duktus arteriosus dengan aorta. Tipe ini jarang ditemukan beserta dengan kelainan
intrakardial lainnnya.
Pada kehidupan intrauterin, aliran darah janin yang melalui aorta descenden
sebagian besar dipasok oleh darah dari ventrikel kanan melalui duktus arteriosus.
Sementara itu, aliran darah dari ventrikel kiri menyuplai ke aorta ascenden dan
12
cabang-cabangnya. Bila terdapat koartasio aorta yang cukup berat masih bisa
terkompensasi oleh ventrikel kanan melalui duktus arteriosus. Setelah bayi lahir
akan terjadi penutupan duktus, sehingga menyebabkan ventrikel kiri tidak dapat
mengkompensasi. Kegagalan ventrikel kiri akan menyebabkan hipertensi atrium
kiri yang diikuti hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal akan menyebabkan
beban kerja ventrikel kanan bertambah berat sehingga menyebabkan gagal jantung
kongestif. Pada koartasio aorta yang ringan, beban ventrikel kiri akan meningkat
secara bertahap sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri. Kejadian ini akan
dikompensasi dengan pembentukan pembuluh darah kolateral untuk menyuplai
darah ke bagian tubuh bagian bawah. Anak tampak asimtomatik sampai terjadi
hipertensi atau komplikasi lainnya.
Bila terjadi gagal jantung kongestif, sistem saraf simpatis akan terpacu
shingga terjadi peningkatan denyut nadi dan tekanan darah.
Manifestasi klinis
Pada tipe penyempitan ismus aorta pada minggu-minggu pertama tampak
bayi anak malas minum, takipneu, letargi, berkembang progresif ke arah gagl
jantung kongestif.
Pada tipe diskret biasanya tanpa gejala karena pembentukan pembuluh darah
koleteral. Dengan bertampahnya, koartasio menjadi relatif lebih sempit sehingga
anak mengeluh lemah, sakit dad, sakit kepala, dan claudicatio intermiten.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Pada tipe penyempitan ismus aorta :
Bayi takikardia dan takipneu
Perbedaan tekanan darah antara ekstremitas atas dan bawah
( ekstremitas atas lebih tinggi dari bawah) serta penurunan atau
tidak terabanya denyut nadi pada ekstremitas bawah.
Bising ejeksi sistolik pada infraklavikula dan dibawah skapula kiri
Pada tipe diskret
Hipertensi pada ekstremitas atas, pengukuran tensi sebaiknya pada
kekempat ekstremitas. Bila koartasio aorta terdapat pada atau
13
proksimal percabangan a. subklavia, tekanan darah pada lengan
kiri akan lebih rendah daripada lengan kanan.
Bising pada daerah infraklavikula dan skkapula kiri
EKG
Pada bayi dan neonatus : hipertrofi ventrikel kanan : rR’ dan R tinggi pada
V1-V2 serta S yang dalam di V5-V6
Pada anak 1 tahun dapat normal atau hipertrofi ventrikel kiri :
meningginya R pada V5-V6, depresi ST pada V5-V6 serta S yang dalam
di V1-V2
X foto Thorax
Dua penanda koartasio aorta adalah lesi pada tepi bawah kosta ( rib
notching) dan gambaran angka 3 ( figure 3 sign) pada bagian proksimal
aorta descenden. Rib notching terjadi karena kompresi tulang iga akibat
arteri kolateral posterior yang berdilatasi, berlekuk-lekuk dan berdenyut.
Gambaran angka 3 menunjukkan koartasio.
Ekokardiografi
Pandangan suprasternal melihat arkus aorta untuk evaluasi arkus aorta
transversa, ismus dan menilai keparahan koartasio. Doppler berguna untuk
menggambarkan lebar aliran pancar.
Pada ekokardiografi 2 dimensi tampak adanya penyempitan lumen aorta di
diistal percabangan a. subklavia sinistra.
Tata laksana
Terapi dini : atasi gagal jantung dengan diuretik, digoksin, prostaglandin
E1. Bila penderita stabil disarankan terapi bedah
Terapi mulai lambat : atasi hipertensi
Terapi pembedahan : dilakukan jika keluhan berat, tekanan darah lengan
lebih tinggi 30 mmHg dari normal, hipertrofi ventrikel kiri, kardiomegali,
notching rib. Macam teknik pembedahan : end to end anastomosis, patch
aortoplasty, left subclevian flap aortoplasty
Komplikasi
Koartasio rekuren, aneurisma aorta, aneurisma serebri, paralisis, kardiomiopati
14
Prognosis
Pada asimptomatis memiliki prognosis lebih baik. Pada anak yang tidak terkoreksi
angka harapan hidup sekitar sekitar 35 tahun.
Gambar 2. Coarctatio aorta
B. Defect
Adanya lubang pada sekat pembatas antar ruang jantung (septum),
sehingga terjadi aliran pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi
lainnya. Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi dibanding sisi
kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran
darah paru berlebihan/banjir (contoh: ASD = Atrial Septal Defect/ lubang di sekat
serambi, VSD = Ventricular Septal Defect/ lubang di sekat bilik). Aliran pirau ini
juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh
pulmonal tetap terbuka (PDA = Patent Ductus Arteriosus). 4
Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah bersih ke sirkulasi
darah kotor, maka penampilan pasien tidak biru (asianosis). Namun, beban yang
berlebihan pada jantung akibat aliran pirau yang besar dapat menimbulkan gagal
jantung kiri maupun kanan. Tanda-tanda aliran darah paru yang berlebih adalah:
debaran jantung kencang, cepat lelah, sesak nafas, pada bayi sulit menyusu,
pertumbuhan terganggu, sering batuk panas (infeksi saluran nafas bagian bawah).4
15
Dalam kondisi seperti tersebut diatas, perlu diberikan obat-obatan yang
bermanfaat untuk mengurangi beban jantung, yakni obat diuretik
(memperlancar kencing) dan obat vasodilator (pelebar pembuluh darah). 4
1. Atrial Septal Defect (ASD)
Defek septum atrium (DSA) merupakan setiap lubang pada sekat atrium
yang menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri. Lebih kurang 10%
dari seluruh penyakit jantung bawaan. DSA sekundum berkisar 80 % dari seluruh
defek septum atrium. Angka kejadian lebih banyak pada wanita dari pada pria
(rasio pria : wanita = 1 : 2). Sekitar 30 – 50 % anak dengan defek jantung bawaan
mengalami defek septum atrium sebagai bagian dari defek jantung
Embriologi
Tumbuhnya sekat yang akan memisahkan atrium terjadi mulai minggu kelima
kehamialan. Sekat berasal dan tumbuh dari 2 tempat yaitu :
1. Septum primum
Septum ini tumbuh terlebih dahulu pada minggu kelima. Septum berasal
dari atap atrium komunis ke arah kaudal menuju endocardium cushion
( bantalan endokardium) dan sekat ventrikel yang sedang tumbuh juga.
2. Septum sekundum
Septum tumbuh setelah pertumbuhan septum primum, pada minggu
keenam, dari sebelah kanan septum primum, dari kaudal dan anterior
Bila septum sekundum tidak tumbuh dengan baik, terjadilah defek sekat atrium
tipe sekundum (tipe II) dengan tetap terbukanya ostium sekundum dari septum
16
primum. Bila septum primum tidak menutup sempurna dan tidak berfusi dengan
bantalan endokardium, terjadilah defek sekat atrium tipe primum (tipe I) dengan
ostium primum yang terbuka. Defek sekat atrium tipe I kadangkala disertai
dengan kelainan pada katup mitral atau trikuspidal.
Klasifikasi
Berdasarkan kelainan anatomi, dibagi menjadi :
1. Defek sekat atrium tipe primum (tipe I)
Beberapa variasi anatomis defek tipe ini :
Atrium tunggal (atrium komunis) yang sangat jarang terjadi,
dengan sekat atrium benar-benar tidak ada karena kegagalan total
pertumbuhan septum primum
Adanya defek septum primum sekat atrium yang disertai dengan
defek pada daun katup mitral anterior dan trikuspidal (defek kanal
atrioventrikuler inkomplet)
Adanya defek septum primum sekat atrium, defek katup mitral dan
trikuspidal dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian
atas (defek kanal atrioventrikuler komplet)
2. Defek sekat atrium tipe sekundum (tipe II)
Tipe ini paling banyak sekitar 70%. Berdasarkan lokasi terbagi menjadi :
Defek pada fosa ovalis.
Defek ini paling sering terjadi. Dapat tunggal maupun multipel
3. Defek tipe sinus venosus, terbagi menjadi :
Defek tipe sinus venosus vena cava superior.
Defek teerjadi di superior sampai fosa ovalis. Insersi vena cava
superior terletak pada septum atrium sehingga terbentuk hubungan
interatria dalam mulut vena tersebut.
Defek tipe sinus venosus vena cava inferior.
Defek terjadi di posterior dan inferior sampai fosa ovalis. Jenis ini
sangat jarang dengan lubang yang terletak di bagian bawah
orifisium vena kava inferior.
17
Patofisiologi
Beratnya pirau dari kiri ke kanan ditentukan oleh ukuran defek dan daya
tampung relatif ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Karena daya tampung ventrikel
kanan lebih besar daripada ventrikel kiri, terjadi pirau kiri ke kanan. Pada DSA
terjadi dilatasi atrium kanan, ventrikel kanan, dan arteri pulmonalis akibat
penambahan volume darah yang masuk ke dalam atrium kanan karena adanya
defek pada septum atrium. Hal ini tampak pada x foto thorax sebagai pembesaran
ventrikel kanan, atrium kanan, arteri pulmonalis, dan adanya corakan pulmoner-
vaskular yang meningkat. Atrium kiri tidak mengalami dilatasi karena
penambahan volume dari vena pulmonalis (akibat penambahan volume di arteri
pulmonalis) tidak berhenti di atrium kiri tetapi langsung masuk ke atrium kanan.
Hal ini dapat membedakan defek septum atrium dengan defek septum ventrikel.
Dilatasi ventrikel kanan yang mengalami dilatasi memperpanjang waktu
yang diperlukan untuk depolarisasi ventrikel kanan karena jalurnya menjadi lebih
panjang menimbulkan pola RBBB (right bundle branch block) (dengan rsR’
dalam V1) pada EKG. Pola RBBB pada anak dengan DSA bukanlah akibat dari
blok yang aktual di berkas kanan. Jika durasi kompleks QRS tidak memanjang
secara abnormal, EKG mungkin terbaca sebagai hipertrophi ventrikel ventrikel
kanan ringan. Oleh karena itu RBBB atau hipertrofi ventrikel kanan ringan
nampak pada gambaran EKG anak dengan DSA.
Bising jantung DSA tidak disebabkan karena pirau pada tingkat atrium.
Karena gradien tekanan antara atrium begitu kecil dan pirau terjadi di seluruh
siklus jantung baik dalam sistol maupun diastol, maka pirau kiri ke kanan adalah
tanpa gejala. Bising jantung pada DSA berasal dari klep pulmonalis karena
meningkatnya aliran darah (dua panah) melalui klep yang berukuran normal (yang
menimbulkan stenosis paru relatif), oleh karena itu saat bising adalah sistolik.
Peningkatan aliran darah melalui klep Trikuspid (dua panah) mengakibatkan
stenosis relatif pada klep ini dan diastolic rumble di daerah klep trikuspid (LLSB).
S2 yang terbelah lebar dan menetap, yang tipikal pada DSA, secara parsial adalah
akibat RBBB (penundaan listrik pada depolarisasi ventrikel kanan). Di samping
itu pirau atrium besar cenderung meniadakan fluktuasi yang berkaitan dengan
18
respirasi dalam venous return besar ke atrium kanan di seluruh siklus respirasi,
dan karenanya S2 menetap.
Patologi
Anak jarang mengalami gagal jantung kongestif. Bahkan dalam keadaan
tedapat pirau dari kiri ke kanan, tekanan arteri pulmonal tetap normal selama
bertahun-tahun. Arteri pulmonal menangani meningkatnya jumlah aliran darah
paru (tanpa transmisi langsung tekanan sistemik) dengan sangat baik untuk jangka
panjang. Tetapi gagal jantung kongestif dan hipertensi paru akhirnya berkembang
dalam dekade ketiga atau keempat.
Manifestasi Klinis
1. Bayi dan anak dengan DSA sering asimtomatik
2. Pemeriksaan klinis
Tipe bentuk badan relatif kurus / kerempeng (berat badan kurang dari
persentil 10)
Pada auskultasi jantung :
o Bunyi jantung II fixed dan terpisah lebar
o Bising ejeksi sistolik gr 2-3/6
o Bising mid diastolik di linea parasternal kiri akibat
Stenosis Tricuspidal relatif (pada pirau kiri ke kanan yang besar)
Auskultasi pada bayi dengan DSA biasanya normal bahkan pada bayi-bayi
dengan defek yang besar.
3. Elektrocardiografi :
o RAD +90 s/d +180
o mid-RVH
o RBBB dengan pola rsR’ di V1
4. X foto thorak:
o Kardiomegali
o Arteri pulmonal yang menonjol dan corakan paru yang meningkat
19
Perjalanan Alamiah
a. Laporan awal mengatakan bahwa penutupan spontan dari ostium sekundum
terjadi pada 40 % pasien pada 4 tahun pertama kehidupan. Pada beberapa
pasien defek mungkin akan mengecil.
b. Laporan terbaru menyatakan bahwa angka keseluruhan dari penutupan
spontan defek adalah 87%
c. Pada pasien yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan
o defek <3 mm 100% akan menutup pada usia 1,5 tahun
o defek 3-8mm 80%akan menutup sebelum usia 1,5 tahun
o defek >8 mm jarang yang dapat menutup spontan
d. Jika tidak diterapi pada usia 20-30an pasien akan menderita gagal jantung
kongestif dan hipertensi pulmonal
e. Dengan atau tanpa operasi akan muncul aritmia atrial pada usia dewasa
f. Endokarditis infektif tidak muncul pada pasien dengan DSA kelainan
tunggal
g. Cerebrovascular accident karena embolisasi paradoxal merupakan
komplikasi yang jarang
Pembedahan
a. Indikasi
Pirau dari kiri ke kanan dengan aa Qp/Qs 1,5:1. Beberapa ahli
merekomendasikan operasi pada pirau yang lebih kecil karena resiko
embolisasi paradoksikal dan cerebrovascular accident.
b. Kontraindikasi
Resistensi vena pulmonal yang tinggi (10 unit/m2, >7 unit/m2 dengan
vasodilator)
c. Waktu
- Operasi biasanya ditunda sampai usia 3-4 tahun karena adanya
kemungkinan penutupan spontan dari defek
- Namun operasi dapat dilakukan pada usia bayi bila gagal jantung
kongestif yang terjadi tidak berespon pada terapi medikamentosa atau
jika oksigen dan terapi medikamentosa lain diperlukan pada bayi-bayi
yang juga menderita displasia bronkopulmonal
20
d. Komplikasi
Cerebrovascular accident dan aritmia postoperative
Gambar 3. Atrial Septal Defect
2. Ventricular Septal Defect (VSD)
Definisi
DSV adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum
antara ventrikel jantung kanan dan kiri sehingga keduanya terdapat lubang yang
saling menghubungkan. Defek ini bisa muncul senagai kelainan tunggal atau
muncul bersama dengan malformasi kongenital lain, misalnya stenosis pulmonal,
PDA, koartasio aorta, tetralogi of Fallot, TGA, atresia pulmonal.
Prevalensi
DSV meliputi 15-20% dari seluruh penyakit jantung bawaan (tidak
termasuk DSV yang merupakan bagian dari penyakit jantung bawaan sianotik).
1,5-3,5 dari 1000 kelahiran hidup. Frekuensi wanita 56%, laki-laki 44%. Sering
dijumpai pada sindrom Down. Insiden tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-
3 kali lebih sering dibanding bayi aterm.
Klasifikasi
Secara anatomis :
1. Defek pada regio septum pars membranosa disebut juga defek
paramembranosa atau perimembran, yang dibagi menjadi :
Defek perimembran inlet
Defek perimembran outlet
21
Defek trabekuler
Defek perimembran konfluen
2. Defek muskular, dibagi menjadi defek
Defek muskular inlet
Defek muskular trabekuler
Defek muskular outlet
3. Defek septum subarterial (dobly commited subarterial defect)
Menurut ukurannya, dibagi menjadi :
VSD kecil ( diameter defek 0-3 mm saat lahir atau defek <1/3 diameter
aorta)
VSD sedang (diameter defek 3-5mm saat lahir atau defek antara 1/3-2/3
diameter aorta)
VSD besar ( diameter defek >5mm saat lahir atau defek mendekati ukuran
aorta)
Patofisiologi
Arah pirau DSV dari kiri ke kanan. Beratnya DSV ditentukan oleh ukuran
defek dan resistensi pulmonar-vaskular. Makin berat pirau makin kecil resistensi
pulmonal-vaskular, hal ini disebut dependent shunt. Onset gagal jantung kongestif
biasanya tertunda sampai umur 6-8 minggu
Pada DSV yang bekerja berlebihan adalah ventrikel kiri karena
peningkatan volume, hal ini mengakibatkan terjadinya dilatasi ventrikel kiri.
Karena saat terjadinya pirau adalah pada fase sistolik saat ventrikel kanan juga
berkontraksi maka darah dari ventrikel kiri melalui defek tanpa berhenti di
ventrikel kanan langsung menuju ke arteri pulmonal, sehingga tidak terjadi
dilatasi ventrikel kanan.
Pada defek besar, ukuran jantung lebih besar dibanding pada defek sedang
karena pirau yang lebih besar. Karena tekanan dan pirau yang besar dari ventrikel
kiri langsung ke ventrikel kanan, maka terjadi hipertrofi dan dilatasi ventrikel
kanan. X foto thorak nampak pembesaran biventrikuler, pembesaran atrium kiri,
vaskularitas pulmonal yang sangat meningkat. EKG menunjukkan adanya
kombinasi hipertrofi ventrikel, dan kadang-kadang hipertrofi atrium kanan. Dapat
terjadi gagal jantung kongestif.
22
Bila defek yang besar pada DSV tidak diterapi, terjadi perubahan yang
ireversibel pada arteriol paru. Yaitu terjadinya pulmonary vascular obstruktive
disease (PVOD atau Eisenmenger’s sindrome). Perubahan nampak pada ukuran
jantung, EKG, dan penemuan klinis. Karena resistensi pulmonar-vaskular yang
sangat besar, mencapai level sistemik, beratnya pirau akan menurun, sehingga
ukuran jantung akan mengecil, gambaran hipertrofi ventrikel kiri pada EKG akan
menghilang tetapi gambaran hipertrofi ventrikel kanan tetap nampak karena
persistensi dari hipertensi pulmonal. Dengan kata lain, PVOD akan menyebabkan
ukuran jantung mengecil kecuali arteri pulmonal, dan pada EKG hanya dijumpai
hipertrofi ventrikel kanan. Pirau dua arah akan mengakibatkan sianosis. Bising
akan melemah bahkan hilang karena pirau yang mengecil. S2 akan mengeras dan
terdengar tunggal karena adanya hipertensi pulmonal.
Manifestasi Klinis
Riwayat :
Pada DSV kecil, anak asimtomatik dengan pertumbuhan dan perkembangan
yang normal.
Pada defek sedang sampai besar terjadi hambatan pertumbuhan dan
perkembangan, penurunan toleransi latihan, infeksi paru yang berulang, dan
gagal jantung kongestif.
Pada hipertensi pulmonal yang lama dapat terjadi sianosis dan penurunan
level aktivitas.
Pemeriksaan klinis:
Anak dengan defek kecil akan tumbuh normal dan asianosis.
Sebelum usia 2-3 bulan bayi dengan DSV besar dapat mengalami
penambahan berat badan yang buruk dan dapat terjadi gagal jantung
kongestif.
Sianosis dan clubbing dapat muncul pada pasien dengan PVOD.
Inspeksi jantung :
nampak sistolik thrill pada LPSS bawah
nampak pembonjolan prekordial dan hiperaktivitas
Auskultasi jantung :
o Pada pirau kecil P2 normal, dan meningkat pada pirau besar.
23
o S2 yang keras dan tunggal pada PVOD
o Bising sistolik regurgitasi grade 2-5 / 6 terdengar pada LPS bawah.
Bising dapat holosistolik atau sistolik awal.
o Bising diastolik di apeks pada pirau sedang-besar
o Pada DSV infundibuler, terdengar bising diastolik dini dekresendo grade
1-3 /6 di atrium kanan. Bising ini terdengar karena adanya herniasi katup
aorta.
EKG :
o DSV kecil, EKG normal
o DSV sedang, LVH dan kadang-kadang LAH
o DSV besar, kombinasi hipertrofi ventrikel, dengan atau tanpa LAH
o PVOD, hannya gambaran RVH
X foto thorak :
o Kardiomegali
o Corakan pulmonar-vaskular yang meningkat
o Pada PVOD :
ukuran jantung normal
pembesaran arteri pulmonal
lskemik lapangan paru perifer
Echocardiografi : dapat mengidentifikasi jumlah, ukuran dan lokasi pasti
defek, memperkirakan tekanan arteri pulmonal, mengidentifikasi defek lain,
dan memperkirakan berat pirau.
Perjalanan Alamiah
Penutupan spontan terjadi pada 30-40% pada 6 bulan pertama kehidupan.
Defek inlet dan infundibular tidak dapat mengecil atau menutup spontan.
Gagal jantung kongestif muncul pada bayi dengan DSV besar setelah usia 6-8
minggu.
PVOD dapat mulai terjadi pada usia 6-12 bulan pada pasien dengan DSV
besar, tetapi pirau dari kanan ke kiri baru timbul pada usia remaja.
24
Stenosis infundibular dapat muncul pada bayi dengan DSV besar dan
mengakibatkan penurunan pirau dari kiri ke kanan dan kadang-kadang dapat
terjadi pirau dari kanan ke kiri.
Endokarditis infektif jarang muncul.
Tata Laksana
• Pasien VSD dengan rasio aliran pulmonal ke sistemik 1.5:1 harus
dipertimbangkan untuk menjalani operasi penutupan defek. Pilihan lain
selain operasi adalah penutupan dengan alat trans-kateter.
• Terapi gagal jantung simtomatis pada VSD adalah diuretik (furosemid 1-3
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis), penghambat ACE (kaptopril 0.5-2
mg/kgBB/hari) dan bila gejala masih menetap digoksin (5-10
ug/kgBB/hari)
Komplikasi pembedahan
1. Residu VSD (20%)
2. RBBB (30-35%)
3. Blokade AV total
4. Kontraksi ventrikuler prematur
5. Endokarditis bacterial
Gambar 4. Ventricular Septal Defect
3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Definisi
25
PDA adalah terbukanya duktus arteriosus setelah bayi lahir. Penutupan fungsional
duktus normlnya terjadi segera setelah lahir. Pada bayi prematur biasanya
mempunyai susunan anatomi yang normal dan terbukanya duktus ini merupakan
akibat dari hipoksia dan imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup
bulan berusia beberapa minggu jarang menutup secara spontan. Prevalensi sekitar
5-10 % dari seluruh PJB, berhubungan dengan prematuritas, wanita > laki-laki
(3:1)
Patofisiologi
Hemodinamika DAP adalah serupa dengan DSV. Besarnya pirau kiri ke
kanan ditentukan oleh tahanan yang diberikan oleh duktus (yaitu diameter,
panjang, dan banyaknya lekukan) apabila duktus kecil. Jika duktus besar (pirau
dependen di tentukan oleh tingkat tahanan vaskuler paru. Oleh karena itu awitan
gagal jantung kongestif pada DAP adalah sama dengan awitan gagal jantung
kongestif pada DAP sama dengan awitan gagal jantung kongestif pada DSV.
Serambi dan pembuluh yang membesar sama seperti pada DSV, kecuali
untuk pembesaran aorta sampai ketinggian PDA (yaitu aorta asendens yang
membesar). Oleh karena itu, pada DAP, foto sinar-X memperlihatkan pembesaran
atrium kiri dan ventrikel kiri, aorta asendens besar dan MPA, dan peningkatan
PVM. Walaupun aorta membesar, tetapi ini biasanya tidak menimbulkan
bayangan jantung abnormal, karena aorta tidak membentuk bayangan jantung.
Oleh karena itu toraks DAP tidak dapat dibedakan dengan foto toraks DSV.
DAP besar yang tidak dirawat juga dapat menimbulkan PVOD, dengan
mengakibatkan pirau dua arah (yaitu kanan ke kiri dan kiri ke kanan) pada tingkat
duktus. Pirau dua arah tersebut dapat menimbulkan sianosis hanya pada sseparuh
26
bagian bawah tubuh (yaitu sianosis diferensial). Seperti halnya DSV pada sindrom
Eisenmenger, ukuran jantung kembali normal karena berkurangnya ukuran pirau.
Vaskularisasi paru tepi berkurang, tetapi pembuluh hilus di tengah dan segmen
MPA mengalami dilatasi mencolok diebabkan hipertensi paru berat. EKG
memperlihatkan hipertrofi ventrikel kanan murni karena ventrikel kiri tidak lagi
mengalami overload volume. Auskultasi tidak lagi memperlihatkan bising
kontinyu atau bunyi apeks karena berkurangnyapirau. S2 adalah tunggal dan keras
disebabkan oleh hipertensi paru.
Klasifikasi
Tingkat Hipertrofi
ventrikel dan
atrium kiri
Tekanan
arteri
pulmonal
Saturasi
oksigen
Perbandingan
sirkulasi
pulmonal-
sistemik
I Tidak ada Normal Normal <1,5
II Minimal 30-60 mmHg Normal 1,5-2,5
III Signifikan +
hipertrofi
ventrikel
kanan yang
minimal
>60 mmHg
tapi masih
dibawah
tahan sistemik
Kadang
sianosis
>2,5
IV Hipertrofi
biventrikel +
atrium kiri
Lebih tinggi
dari tahanan
sistemik
sianosis <1,5
Manifestasi Klinis
Pasien pada umumnya asimptomatis. Pada bayi 3-6 minggu dapat
ditemukan dengan takipnea, diaforesis, kesulitan makan, dan penurunan (atau
tidak ada kenaikan) berat badan. PDA dengan pirau ukuran sedang hingga besar
sering mengalami tangisan serak, batuk, infeksi salura nafas bawah, atelektasis,
atau pneumonia. Pasien dengan defek besar biasanya memiliki riwayat gagal
tumbuh.
27
Pada pemeriksaan fisik biasanya pasien memiliki frekuensi pernafasan dan
nadi yang normal. Jika terdapat sirkulasi berlebih di pulmonal, maka dapat
ditemukan takipnea, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi. Pemeriksaan jantung
akan memperlihatkan peningkatan aktivitas prekordial, impuls apex bergeser ke
lateral, dan mungkin teraba thrill pada daerah suprasternal notch atau di regio
infraklavikula kiri. Bunyi jantung I umumnya normal dan bunyi jantung II
biasanya sulit didengar karena tertutup oleh bising kontinu. Tanda patognomonik
PDA adalah bising jantung yang terus-menerus, terdengar dari sistol hingga
diastol (bising kontinu)
Ekokardiografi merupakan alat diagnostik utama untuk mendiagnosis dan
mengevaluasi PDA. Temuan foto thorax dapat normal atau didapatkan
kardiomegali, pembesaran arteri-vena pulmonal, hingga edema paru. Pada EKG
dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, dan bila terdapat
hipertensi pulmonal signifikan, hipertrofi ventrikel kanan.
Tata Laksana
Sebagian PDA akan menutup sendiri. Pada bayi prematur, penutupan
secara farmakologis dapat dilakukan dengan ibuprofen (10 mg/KgBB bolus
kemudian diikuti 5 mg/KgBB selama 2-3 hari setelahnya). Terapi ini tidak
responsif terhadap bayi matur. Agen diuretik dan digoksin dapat digunakan
bilatimbul gejala gagal jantung. Penutupan PDA secara trans-kateter dapat
dilakukan bila penutupan secara farmakologis gagal
Prognosis
Pada penderita yang tidak bergejala, prognosisnya baik tapi masih mungkin
terjadi endokarditis infektif. Dapat terjadi gaggal jantung, yang mungkin terjadi
diatas 20 tahun. Angka harapan hidup menurun pada duktus dengan ukuran besar.
C. Malposisi
Pembuluh darah utama jantung keluar dari ruang jantung dalam posisi
tertukar (pembuluh darah aorta keluar dari bilik kanan sedangkan pembuluh darah
pulmonal/paru keluar dari bilik kiri). Kelainan ini disebut transposisi arteri besar
(TGA = Transposition of the Great Arteries). Akibatnya darah kotor yang kembali
ke jantung dialirkan lagi ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis/biru di bibir,
28
mukosa mulut dan kuku. Bayi dapat bertahan hidup bila darah kotor yang
mengalir ke seluruh tubuh mendapat pencampuran darah bersih melalui PDA atau
lubang di salah satu sekat jantung (ASD/VSD). 4
Gambar 6. Transposition of the Great Arteries
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ontoseno, T., Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Yang
Kritis Pada Neonatus ( Diagnosis And Management Of Critical Congenital
Heart Disease In The Newborn), Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, FK Unair – RSU Dr. Soetomo, Surabaya, 2005.
2. Dwi, Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi untuk indikasi
pembedahan, dalam simposium, Majalah Farmacia Edisi Maret, 2007.
3. Rahmawan, A., Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan
Asianotik Pada Anak, Bagian/Ilmu Kesehatan Anak, FK UNLAM – RSUD
Ulin, Banjarmasin, 2008.
4. Wishnuwardhana, M., Manfaat Pemberian Diet Tambahan Terhadap
Pertumbuhan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan Asianotik,
Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.
30