Referat PJB Awie
-
Upload
awie-william-chandra -
Category
Documents
-
view
129 -
download
1
Transcript of Referat PJB Awie
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
BAB. I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Penyakit jantung didapat merupakan kelainan jantung karena infeksi. Jenis yang
paling banyak ditemukan dari golongan ini adalah penyakit jantung rematik, sebagai
dampak dari demam rematik yang disebabkan oleh kuman Streptokokus Beta
Hemolitikus tipe A. Penyakit ini merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang justru
banyak ditemukan pada keluarga miskin, kurang gizi, penduduk dengan jumlah rumah
yang padat, kumuh dan berpendidikan rendah.
Bermula dari demam, batuk dan pilek yang dianggap remeh pada masa anak-
anak sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat dan berlangsung berulang
kali. Kemudian berakhir dengan demam rematik oleh kuman Streptokokus Beta
Hemolitikus tipe A. Kuman ini mengeluarkan zat racun atau toksin yang akan bereaksi
dengan katup jantung, reaksi ini disebut reaksi imunologis. Akibatnya lambat laun katup
jantung menjadi rusak, biasanya terjadi setelah usia dewasa muda. Jika reaksi
imunologisnya berat maka bisa saja langsung terjadi kelainan pada katup jantung pada
usia sekolah. Dan ketika telah terjadi kelainan pada jantung, maka penyakit ini disebut
penyakit jantung rematik.
Hal ini tentu akan berakibat menurunnya kondisi badan, gizi bahkan pertumbuhan
dan perkembangan anak akan terganggu. Jika kondisinya lebih berat lagi, maka akan
terjadi gagal jantung bahkan kematian. Di Indonesia sendiri diperkirakan prevalensi PJR
sebesar 0,3-0,8 anak sekolah berusia 5-15 tahun.
Oleh karena itu penyakit jantung rematik, harus sesegera mungkin diatasi secara
konprehensif dan terpadu, agar kejadian penyakit jantung rematik ini jumlahnya dapat
ditekan.
Bertolak dari masalah tersebut diatas, kami mencoba menguraikan dan
menginformasikan mengenai penyakit jantung rematik lebih lanjut.
Page | 1
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
1.2. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas sebagai prasyarat kelulusan dokter muda yang bertugas
diBagian Anak RS. Mardi Waluyo Lampung
Untuk menginformasikan mengenai Penyakit Jantung Rematik kepada pembaca,
khususnya bagi setiap dokter muda selaku calon dokter umum.
Page | 2
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
BAB. II.
DEMAM REMATIK
2.1. Definisi.
Demam rematik ialah satu penyakit autoimune yang disebabkan oleh infeksi
Streptokokus Beta Hemolitikus tipe A. Penyakit ini termasuk penyakit vaskular kolagen
multisistem sehingga melibatkan jantung, kulit, sendi dan juga otak yang disertai satu
atau lebih manifestasi mayor (karditis, poliartritis migran, khorea, nodul subkutan,
eritema marginatum), dan mempunyai ciri khas untuk kambuh.
2.2. Epidemiologi.
Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi
masalah kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang. Puncak
insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang
dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan
penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika
Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000
anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000.
Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an
berkisar 1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan
diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka yang
didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak sekolah.
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun
beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa revalensi penyakit
jantung rematik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara
kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi
dan angka tersebut, mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam
rematik.
Page | 3
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
2.3. Etiologi dan Faktor prediposisi
Infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu
mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun pada
serangan ulang. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, streptococcus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Infeksi ini
dapat dibedakan dari kolonisasi dengan munculnya respon antibodi sekurang –
kurangnya satu antigen streptococcus, misalnya anti – streptolisin O. Infeksi farings
tidak perlu bergejala dan mungkin dapat dideteksi hanya secara retrospektif dengan
naiknya titer antibodi terhadap streptococcus. Karena pentingnya demam reumatik
dalam kesehatan masyarakat negara berkembang, maka penelitian epidemiologis
infeksi streptococcus di negara berkembang masih perlu dilakukan.
Faktor yang penting untuk manifestasi penyakit ini meliputi sifat organisme,
tempat infeksi, serta predisposisi genetik. Streptococcus grup A sp pyogenes
merupakan salah satu dari 20 serogrup. Streptococcus beta hemolyticus dikenali oleh
karena morfologi koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis pada
agar plat darah kambing. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga
lapisan membrane, yang disusun terutama dari lipoprotein. Di luar membrane
sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga komponen, yaitu :
Komponen pertama / dalam : peptidoglikan yang memberi kekakuan dinding
sel. Senyawa ini digabung dengan polisakarid dinding sel, menimbulkan
arthritis, serta reaksi nodular pada kulit binatang percobaan.
Komponen kedua : polisakarid dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup.
Strukur imunokimia komponen tesebut menentukan spesifisitas serologis
bermacam – macam serogrup. Karbohidrat grup A merupakan polimer
polisakarid, yaitu yang terdiri dari pendukung utama ramnose dengan rantai
samping ramnose yang diakhiri ujung terminal N – asetilgluktosamin. Gula
amino ini merupakan determinan antigenik spesifik dari karbohidrat
streptococcus grup A. karbohidrat ini terbukti memiliki determinan antigenik
bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia.
Page | 4
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Komponen ketiga : mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R, dan T.
Dari ketiga protein ini yang paling penting adalah protein M, yakni antigen
spesifik – tipe dari streptococcus grup A. Adanya protein M pada permukaan
streptococcus menghambat fagositosis, hambatan tersebut dinetralkan oleh
antibodi terhadap protein M, yaitu antibodi spesifik – tipe. Imunitas terhadap
infeksi streptococcus grup A adalah spesifik tipe, bukannya spesifik grup dan
dihubungkan dengan adanya antibodi spesifik tipe. Dari permukaan keluar
bentuk menyerupai rambut sebagai lapisan fimbrie yang tersusun oleh asam
lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan streptococcus terhadap sel
epitel.
Beberapa strain streptococcus grup A pada demam reumatik, memiliki kapsul
mukoid yang terdiri dari asam hialuronat. Kapsul tersebut hanya kadang – kadang
ada, kemungkinan karena hidrolisis oleh hialuronidase yang dihasilkan selama masa
pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu streptococcus juga menghasilkan enzim
ekstraseluler, termasuk dua hemolisin atau streptolisin. Pelepasan enzim ini pada saat
terjadi infeksi merangsang pembentukan antibodi terhadap produk ekstraseluler.
Kebanyakan streptococcus grup A menghasilkan toksin eritrogenik yang
menyebabkan ruam kulit dan skarlatina.
Hubungan etiologis antara kuman streptococcus dengan demam reumatik
diketahui dari data sebagai berikut :
Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar
antibodi terhadap streptococcus, atau dapat diisolasi kuman beta streptococcus
hemolyticus grup A, atau keduanya.
Insiden demam reumatik yang tinggi bersamaan dengan insidens infeksi oleh
beta streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Sebaliknya insiden
demam reumatik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu
golongan penduduk diobati dengan baik.
Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita
mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.
Page | 5
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Valvulitis merupakan tanda utama rematik karditis yang paling banyak mengenai
katup mitral (76%), katup aorta (13%) dan mengenai katup mitral + katup aorta
(97%).
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
reumatik dapat dibagi menjadi faktor pada pejamu dan faktor lingkungan. Faktor pada
pejamu mencakup :
Faktor genetik : banyak demam reumatik terdapat pada satu keluarga atau
pada saudara kembar. Jenis HLA tertentu juga rentan terhadap demam
reumatik, penelitian menyimpulkan bahwa kerentanan herediter terhadap
demam reumatik melibatkan lebih dari satu gen resesif.Pemeriksaan fenotip
antigen limfosit manusia ( HLA ) terhadap demam reumatik menunjukkan
hubungan dengan alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi
monoklonal, dengan status reumatikus.Antigen HLA – DR 4 dan HLA – DR 2
sering ditemukan pada penderita demam reumatik ras kaukasoid dan kulit
hitam dibanding yang sehat, hal ini mendukung konsep predisposisi genetik
demam reumatik.
Jenis kelamin : dahulu disangka anak perempuan lebih sering terkena demam
reumatik daripada anak lelaki, namun ternyata tidak benar. Jenis kelamin
berpengaruh terhadap kelainan katubnya dimana stenosis mitral lebih sering
ditemukan pada pasien perempuan, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering
terjadi pada lelaki.
Golongan etnik dan ras : data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan
pertama maupun serangan ulang demam reumatik lebih sering didapatkan
pada orang kulit hitam daripada kulit putih, akan berarti penilaian ini harus
dilakukan dengan hati – hati karena faktor lingkungan ikut berperan atau
bahkan dapat sebagai sebab sebenarnya.
Umur : merupakan faktor terpenting pada timbulnya demam reumatik. Paling
sering ditemukan pada usia 5 – 15 tahun dengan puncak usia 8 tahun, dan
tidak biasa ditemukan pada usia 3 – 5 tahun, dan , sangat jarang sebelum anak
usia 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Page | 6
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Status gizi : keadaan gizi serta adanya penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
Telah diketahui bahwa pasien anemia sel sabit ( sickle cell anemia ) jarang
yang menderita demam reumatik.
Faktor lingkungan mencakup :
Keadaan sosial ekonomi yang buruk : hal ini terpenting sebagai predisposisi
terjadinya demam reumatik. Insiden demam reumatik di negara yang maju
sudah jelas menurun sebelum era antibiotik. Termasuk dalam keadaan sosial
ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan
penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera
mengobati anak yang menderita sakit kurang, pendapatan yang rendah
sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang, dan lainnya.
Iklim dan geografi : demam reumatik adalah penyakit kosmopolit, sehingga
penyakit ini dahulu dianggap terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang,
tetapi ternyata daerah tropis mempunyai angka kejadian yang tinggi. Di
dataran tinggi angka kejadian demam reumatik lebih tinggi daripada di dataran
rendah.
Cuaca : perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan angka kejadian
infeksi saluran napas bagian atas meningkat, sehingga angka kejadian demam
reumatik juga meningkat
2.4. . Patogenesis
Banyak hal yang diketahui tentang streptococcus, dan banyak pula hal yang
diketahui tentang demam reumatik, akan tetapi sedikit sekali diketahui tentang apa
yang menghubungkan keduanya. Bagaimana rantai proses antara infeksi streptococcus
pada tenggorok dengan demam reumatik, yang mulai sesudah faringitis mereda dan
yang hanya mengenai organ dan jaringan yang jauh dari tenggorok ? Satu hal telah
pasti, yaitu bahwa kuman streptococcus tidak berpindah dari tenggorok ke jantung
atau sendi, semuanya terbukti steril saat diteliti.
Page | 7
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Banyak ahli yang berpendapat bahwa kerentanan genetik terhadap demam
reumatik berhubungan dengan hiperaktivitas terhadap antigen streptococcus.
Pemeriksaan respon imun pasien reumatik terhadap antigen bakteri maupun
nonbakteri memberikan data yang saling bertentangan dengan hipotesis tersebut.
Penelitian Rojholek menyatakan terdapat kerentanan terhadap demam reumatik
berkaitan dengan respon imun yang berlebihan terhadap imunisasi dengan antigen
brusela, akan tetapi sampai sekarang tidak ada bukti yang pasti bahwa respon imun
yang berlebihan pada pasien demam reumatik terhadap antigen streptococcus.
Dudding dan Ayoub melaporkan bahwa terdapat respon berlebih terhadap karbohidrat
streptococcus grup A pada pasien penyakit katup reumatik. Respon berlebihan
terhadap antigen streptococcus dikaitkan dengan pewarisan petanda HLA – DR 2 atau
DR 4 yang ditentukan secara genetik. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa
demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun. Streptococcus diketahui dapat
menghasilkan tidak kurang 20 produk eksternal yang dapat menimbulkan reaksi
antibodi ( streptolisin O dan S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase,
deoksiribonuklease, serta streptococcal erytrogenic toxin ). Kaplan mengemukakan
hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot
jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang
menyebabkan reaksi autoimun.
Pasien yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira – kira 20 sistem
antigen – antibody, beberapa diantaranya menetap lebih lama dari yang lainnya. Anti
DNA-ase misalnya dapat bertahan sampai beberapa bulan sehingga dapat digunakan
untuk penelitian terhadap pasien yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi
tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainya sudah normal kembali. Anti
streptolisin O ( ASTO ) paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi
streptococcus. Lebih dari 80 % pasien demam reumatik menunjukkan kenaikan titer
ASTO saat diperiksa antibodi streptococcusnya.
Page | 8
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
2.5.Manifestasi klinis
Didahului dengan infeksi tenggorokan akut (faringitis akut) sekitar 20 hari
sebelumnya. Selama masa tersebut merupakan periode laten yang asimptomatik. Rata-
rata onset sekitar 3 minggu sebelum timbul gejala.
Manifestasi klinis dapat dikelompokkan menjadi (5) kriteria mayor, kriteria minor
dan bukti didahului oleh infeksi kuman streptokokus dan terdiri dari 4 stadium.
2.6. Diagnosis
Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk
pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal
sebagai kriteria Jones.
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya
merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan
selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan
menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya (Tabel 1).
Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriterium mayor dan 2 kriteria minor,
ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar
menandakan adanya demam rematik.
Tanpa didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam
rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi
mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya
terjadi jika demam rematik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi
streptokokus.
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai
suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik. Kriteria ini bermanfaat
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa
overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Page | 9
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Tabel 1. Kriteria Jones (yang diperbaiki) untuk diagnosis demam rematik
Kriteria Mayor
Karditis
Poliartritis
Korea
Eritema marginatum
Nodulus subkutan
Kriteria Minor
Klinik
Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya
Artralgia
Demam
Laboratorium
Peningkatan kadar reaktan fase akut :
Protein C reaktif (CRP +),
Laju endap darah meningkat
Leukositosis
EKG dengan P-R Interval yang memanjang
Ditambah
Tanda- tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya : kenaikan titer
antistreptolisin 0 (ASTO) atau antibodi antistreptokokus lainnya, biakan usapan(swab)
tenggorokan yang positif untuk streptokokus grup A atau baru menderita demam
skarlatina.
Page | 10
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
KRITERIA MAYOR
1) Karditis
merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada
fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung
rematik. Manifestasi ini ditemukan pada 50% kasus.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya
salah satu tanda berikut:
a. bising baru atau perubahan sifat bising organik,
b. kardiomegali akibat miokarditis berat sehingga dapat menunjukkan gangguan
kontraktilitas miokard pada EKG,
c. perikarditis (friction rub, efusi pericardium, nyeri dada), dan
d. gagal jantung kongestif.
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama
kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru
timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik dapat berupa bising
pansistol didaerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal
(regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang
timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.
2) Poliartritis
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Ditemukan pada 70% kasus.
Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota
gerak bawah (lutut, mata kaki, baru kemudian siku dan pergelangan tangan). Kelainan ini
hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian
berpindah (poliartritis migrans), sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang
tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda
pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat.
Page | 11
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Poliartritis ini sangat responsif terhadap salisilat. Dan gejala tersebut dapat hilang
dalam 4-6 minggu.
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak
dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai
suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang- kurangnya dua kriteria minor,
seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer
ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3) Korea Syndenham
Merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat
dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria
yang lain. Ditemukan pada 15% kasus, terutama pada perempuan prapubertas.
Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan
yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Penderita dengan korea ini menunjukkan gerakan- gerakan
yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih
nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan tertekan.
Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan
emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa
pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.
Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat,
sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea
mulai timbul.
4) Eritema marginatum
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak
sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,
berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal.
Ditemukan pada kurang dari 10% kasus, berupa bercak kemerahan yang berbatas tegas.
Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan
terutama timbul didaerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak
Page | 12
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap,
berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh
pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.
5) Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah
ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Ditemukan pada 2-
10% kasus, terutama pada kekambuhan.
Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari
kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Biasanya
simetrik pada daerah ekstensor sendi, sepanjang tulang belakang dan berlangsung
beberapa minggu.
Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
KRITERIA MINOR
1) Riwayat demam rematik
Sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat
dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama.
Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit
dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.
2) Artralgia
Rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan
gerak sendi. Biasanya melibatkan sendi-sendi besar. Kadang nyerinya sangat berat
sehingga tidak mampu bergerak.
Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular
lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.
Page | 13
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah
dipakai sebagai kriteria mayor.
3) Demam
Pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39ºC,
terutama jika terdapat karditis.
Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama
beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena
dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti
diagnosis banding yang bermakna.
Demam biasa terjadi pada serangan poliartritis reumatik, sering pada karditis
reumatik murni, namun tidak ada pada korea syndenham murni.
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut
Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik,
kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Ketiga uji
ini juga abnormal pada beberapa infeksi bakteri dan penyakit kolagen.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan
tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar
protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C
reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat
dipertanyakan
.
5) Interval P-R yang memanjang
Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada
nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan
gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang
memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.
Page | 14
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Adapun keadaan- keadaan yang merupakan pengecualian pemakaian kriteria
jones antara lain :
1. Korea yang terjadi sebagai satu- satunya manifestasi klinis demam
rematik.
2. ”Indolent carditis” yang menjadi satu- satunya manifestasi klinis pada
pasien yang datang beberapa bulan setelah onset demam rematik.
3. Seringkali pasien yang mengalami kekambuhan (recurrens) tidak
memenuhi kriteria jones.
2.7. Pemeriksaan penunjang
Selain pemeriksaan penunjang yang terdapat pada kriteria jones (Laboratorium :
CRP, LED, Lekosit darah perifer; EKG), pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
ASTO dan Swab tenggorok sebagai bukti infeksi kuman streptokokus.
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus.
Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa
atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar
70% sampai 80% kasus demam rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun,
biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi
streptokokus akut.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat pula dilakukan pada penderita demam rematik
untuk membantu diagnosis miokarditis. Dan dengan pemeriksaan ini dapat dinilai berat
ringannya miokarditis, terdapatnya regurgitasi dan derajat regurgitasi mitral dan aorta.
Page | 15
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam rematik meliputi:
1. Tirah baring di rumah sakit,
2. Eradikasi kuman streptokokus,
3. Pemberian obat-obat antiradang,
4. Pengobatan korea,
5. Penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri, atau
trombo-emboli, serta
6. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin.
Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan
artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah
baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal
jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan
kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling
menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah
penilaian klinik dokter yang merawat.
Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam
rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat
antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi
jantung secara optimal.
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik
dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat
diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2
juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4
kali sehari diberikan selama 10hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50
mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi
pengganti.
Page | 16
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini
dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan
respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis
100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan
menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti
salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi
selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang
dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.
Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini
bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden
dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2
minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya
dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko
terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75
mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.
Secara ringkas, indikasi dan dosis pemberian obat antiradang pada demam
rematik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Indikasi dan dosis obat antiradang pada demam rematik
Manifestasi Pengobatan
Artritis, dan/atau karditis tanpa
kardiomegali
Karditis dengan kardiomegali atau
Gagal jantung
Salisilat 100 mg/kg/hari selama 2 minggu,
kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari
selama 4-6 minggu.
Prednison 2 mg/kg/hari selama 2minggu,
kemudian diturunkan 1mg/kg/hari sampai habis
selama 2 minggu, ditambah dengan salisilat 75
mg/kg/hari mulain minggu ke 3 selama 6
minggu.
Page | 17
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Pengobatan Korea Sydenham.
Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada
kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea.
Obat yang sering digunakan adalah fenobarbital dan haloperidol. Fenobarbital diberikan
dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis
rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2,0 mg tiap 8 jam, bergantung kepada
respon klinis . Pada kasus berat, kadang diperlukan 0,5 mg setiap 8 jam.
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama
beberapa minggu sampai 3 bulan.
Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol
dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya
tidak diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun.
Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung
pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian
kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator.
Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya.
Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas
jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia, disamping batas keamanannya yang
sempit.
Tatalaksana berdasarkan Taranta dan Markowitz yang telah dimodifikasi
1. Tindakan umum dan tirah baring
Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan
Aktivitas Artritis Karditis
minimal
Karditis sedang Karditis berat
Tirah baring 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan
Aktivitas dalam 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
Page | 18
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
rumah
Aktivitas di
luar rumah
2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
Aktivitas penuh Setelah 6-10
minggu
Setelah 6-10
minggu
Setelah 3-6
bulan
bervariatif
2. Pemusnahan streptokok
Rekomendasi yang dianjurkan untuk pengobatan faringitis streptokok.
Benzatin penicillin G, dosis tunggal. Dosis 1,2 juta U i.m. untuk BB>30 kg, dan
600.000 U i.m. bila BB<30 kg. Jika alergi terhadap nenzatin penicillin G : Eritromisin
40mg/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis dalam 10 hari..
Alternatif lain : Oral penicilin V, 2x250 mg
Oral sulfadiazin, 1 gr sekali sehari
Oral eritromisi, 2x250 mg
3. Pengobatan anti nyeri dan anti radang
Cukup antiinflamasi asetosal saja diberikan pada karditis ringan sampai sedang
sedangkan prednison hanya diberikan pada karditis berat.
Artritis Karditis ringan Karditis sedang Karditis berat
Prednison 0 0 0 2-6 minggu
Aspirin 1-2minggu 3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan
Dosis : Prednison : 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
Aspirin : 100 mg/kGBB/hari dibagi 4-6 dosis
Dosis prednison ditappering off pada minggu terakhir pemberian dan mulai diberikan
aspirin. Setelah minggu ke-2 aspirin diturunkan 60mg/kgBB/hari
2.9. Prognosis.
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan,
umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta
jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan
karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat
Page | 19
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia
21 tahun.
2.10. Pencegahan
Pencegahan Sekunder
Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk mengidap serangan
ulangan demam rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya.
Oleh karena itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat
penting.
Setiap pasien dengan riwayat demam rematik tanpa gejala sisa katup memerlukan
pengobetan profilaksis sekunder. Karena resiko kekambuhan paling tinggi terjadi dalam 5
tahun setelah serangan pertama, maka profilaksis sekunder diberikan setidaknya selama 5
tahun dan diperlukan evaluasi setelah 5 tahun.
Pasien dengan gejala sisa katup direkomendasikan untuk profilaksis sampai usia
dewasa (21-25 tahun), namun pada keadaan yang berat dianjurkan lebih lama bahkan
seumur hidup. Pasien dengan gejala sisa katup yang berisiko tinggi untuk terpajan
Streptokokus Beta Hemolitikus (dokter, perawat, guru sekolah) juga dianjurkan untuk
memperoleh profilaksis seumur hidup.
Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara
teratur pada penderita yang pernah mengidap demam rematik agar tidak terjadi infeksi
streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang
demam rematik.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik sebagai
berikut:
1. penisilin G benzatin 600.000 U im untuk BB<27 kg, dan 1,2 juta U/im
untukBB>27 kg, setiap 28 hari
2. sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan
berat badan di atas 27 kg
3. penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau
4. bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2
kali sehari.
Page | 20
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
BAB. III.
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
3.1. Definisi
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan kelainan katup jantung yang menetap
akibat demam reumatik akut dengan karditis sebelumnya.
3.2.Epidemiologi
PJR merupakan penyakit jantung yang didapat yang sering ditemukan pada anak.
PJR terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup
trikuspid dan tidak pernah mengenai katup pulmonal.
Kelainan yang terjadi dapat berupa insufisiensi, stenosis, atau keduanya.
3.3. Stenosis mitral
Stenosis mitral paling sering ditemukan pada usia dewasa, karena diperlukan
waktu sekitar 5-10 tahun setelah serangan demam rematik akut. Namun, di Indonesia
seperti dinegara berkembang lain, stenosis mitral yang bermakna sudah dapat terjadi pada
masa pra-remaja.
Manifestasi klinis
Anamnesis
Stenosis mitral ringan tidak menimbulkan keluhan yang berarti. Stenosis yang lebih berat
akan menimbulkan sesak nafas dengan atau tanpa aktivitas, ortopnoe, dan palpitasi.
Pemeriksaan fisik
Peningkatan impuls sepanjang garis parasternal kiri
Denyut nadi perifer melemah, tekanan nadi menyempit
Pada stenosis mitral yang berat dapat ditemukan tanda- tanda hipertensi pulmonal
(bunyi jantung I mengeras, komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras)
Bising mid- diastolic/ presistolik
Page | 21
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : deviasi aksis kekanan, pembesaran atrium kiri, hipertrofi
ventrikel kanan.
2. Foto thoraks : pembesaran atrium kiri dan atrium kanan, segmen
pulmonal menonjol dan kongesti vena pulmonalis.
3. Echokardiografi : katup mitral menebal, kalsifikasi, gerakan terbatas,
perlekatan katup dengan korda. Dapat dideteksi dilatasi atrium kiri, atrium kanan,
arteri pulmonalis, ventrikel kanan.
Tata laksana
Antibiotik profilaksis
Pembatasan aktivitas bergantung pada derajat penyakit
Pasien dengan gejala klinis dapat dilakukan baloon valvuloplasty atau operasi
3.4. Insufisiensi mitral
Insufisiensi mitral merupakan kelainan katup yang tersering ditemukan akibat
demam rematik akut yang disertai karditis (valvulitis mitral). Proses penyembuhan valvulitis mitral menyebabkan daun katup menebal sehingga
tidak dapat menutup dengan sempurna selama fase systole.
Perlengketan antara tepi daun katup.
Pelebaran ventrikel kiri, kerusakan otot papilaris serta korda tendinae menambah
kebocoran tersebut.
Manifestasi klinis
Anamnesis
Insufisiensi mitral ringan dan sedang pada anak sering tidak menimbulkan keluhan. Pada
insufisiensi mitral berat dapat ditemukan gejala- gejala gagal jantung kongestif dari yang
ringan sampai yang berat.
Page | 22
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Pemeriksaan fisik
Peningkatan impuls di daerah apeks pada insufisiensi mitral berat
Bunyi jantung I normal atau melemah
Bunyi jantung II dapat terdengar terpecah lebar
Bunyi jantung III sering dijumpai
Pansistolik murmur di daerah apeks menjalar kearah aksial kiri
Pemeriksaan penunjang
1. EKG : pada kasus ringan tidak didapat kelainan, pada kasus berat
terdapat hipertofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.
2. Foto Thoraks : pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri, kongesti vena
pulmonalis jika ada gagal jantung.
3. Echokardiografi : didapatkan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
4. Dopler dan dopler warna dapat memetakan derajat regurgitasi dari
ventrikel kiri ke atrium kiri.
Tata laksana
Antibiotik profilaksis sesuai dengan demam rematik akut.
Pemberian ACE inhibitor seperti kaptopril dapat dipertimbangkan.
Pembatasan aktivitas tergantung derajat penyakit.
Operasi repair atau replacement.
3.5. Insufisiensi aorta
Kelainan katup aorta pada demam reumatik hampir selalu berupa insufisiensi
aorta.Pada sebagian kecil dapat disertai dengan stenosis aorta,tetapi stenosis aorta murni
tidak pernah ditemukan akibat reuma.Insufisiensi aorta reumatik yang ditemukan
tersendiri lebih jarang dibandingkan insufisiensi mitral. Kelainan ini dapat terjadi sejak
awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang
reumatik pada katup aorta.
Page | 23
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Manifestasi klinis
Anamnesis
Insufisiensi aorta yang ringan biasanya asimptomatis. Pada yang lebih berat toleransi
latihan menurun.
Pemeriksaan fisik
Impuls prekordium meningkat
Dapat dijumpai getaran bising (thrill) diastolik pada sela 3 garis parasternal kiri
Bunyi jantung I melemah, bunyi jantung II normal atau tunggal.
Bising diastolik pada sela iga 3-4 kiri
Bising sistolik pada sela iga 2 kanan karena stenosis aorta relatif
Pada insufisiensi aorta yang berat dapat terdengar bising middiastolik di apeks
Pemeriksaan penunjang
1. EKG : insufisiensi aorta ringan tidak memberikan
kelainan pada EKG. Pada kasus berat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri
dilatasi atrium kiri.
2. Foto Thoraks : memperlihatkan kardiomegali dengan dilatasi
aorta desendens.
3. Echokardiografi : dapat memperlihatkan dilatasi aorta asendens.
4. Doppler dan doppler berwarna dapat memperlihatkan saat diastolik dini.
Tata laksana
Antibiotik profilaksis seperti pada demam rematik akut.
Pada kasus ringan tidak perlu pembatasan aktivitas. Pada kasus berat pembatasan
aktivitas bergantung nyeri angina atau sesak saat aktivitas, dan kardiomegali
bermakna tergantung pada derajat klinis.
Tindakan bedah untuk repair atau penggantian katup.
Page | 24
Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212
Referensi
1. Wikipedia
Indonesia.http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Deman_Rheumatoid . Demam
Rheumatoid. 1 February 2008.
2. Hassan Rusepno, Alatas Husein (editor). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, jilid II :Kelainan Jantung didapat: Demam reumatik dan penyakit jantung
reumatik, h: 734-757 Cetakan ke sebelas. Jakarta : INFOMEDIKA, 2007
3. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM : ...., h ..... Jakarta: RSCM, 2007
4. Kisworo Bambang. Cermin dunia Kedokteran No. 116: Demam
rematik, h25-8 . Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, 1997.
5. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi, volume .. :…., h:
…., Cetakan pertama. Jakarta : EGC, 2006.
6. Madiyono Bambang, Endah Sri, dkk. Penanganan Penyakit Jantung
Pada Bayi dan Anak.. h :37-46. Jakarta : 2005
7. Behrman E. Richard, Kliegman M. Robert; editor edisi bahasa
Indonesia: Prof. Dr. Dr. Wahab A. Samik, Sp. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol 3 Ed.15.
h: 811-815. EGC. Jakarta 2000.
8. Madiyono, B. Epidemiologi Penyakit Jantung Rheumatik di Indonesia.
Kardiol. Indones.2005 : 23-33.
9. Rheumatic fever and Rheumatic Heart Disease. Report of WHO. 1988 ;
44.
10. Taranta, A. Markowitz M. Rheumatic Fever.Boston 2nd Edisi 1989.
Page | 25