Pestis Ida
-
Upload
marlintan-sukma-ambarwati -
Category
Documents
-
view
18 -
download
4
Transcript of Pestis Ida
Tabel 1. Klasifikasi Pestisida
Klasifikasi Bentuk Kimia Bahan Aktif Keterangan1. Insektisida Botani
Carbamat
Organophosphat
Organochlorin
NikotinePyrethrineRotenonCarbarylCarbofuranMethiocorb
ThiocarbDichlorovosDimethoat
PalathionMalathionDiazinonChlorpyrifosDDTLindaneDieldrinEldrinEndosulfangammaHCH
TembakauPyrtrum-toksik kontaktoksik sistemikbekerja pada lambungjuga moluskisidatoksik kontaktoksik kontak, sistemik
toksik kontaktoksik kontakkontak dan ingesti
kontak, ingestipersistenpersistenkontak, ingestikontak, ingesti
Herbisida Aset anilidAmidaDiazinoneCarbamate
Triazine
Triazinone
AtachlorPropachlorBentazaoneChlorprophanAsulamAthrazinMetribuzineMetamitron
Sifat residu
Kontak
Toksin kontakFungisida Inorganik
BenzimidazoleHydrocarbon-phenolik
Bordeaux mixtureCopper oxychloridMercurous chlorideSulfurThiabendazoleTar oil
ProtektanProteoktan
Protektan, sistemikProtektan, kuratif
2.1 Organophosphat
Lebih dari 50.000 komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan
tidak lebih dari 500 jenis saja. Semua produk organophosphate tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan
penggunaannya untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida digunakan untuk keperluan medis misalnya fisostigmin, edroprium dan
neostigmin yang digunakan utuk aktivitas kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat tersebut digunakan untuk pengobatan gangguan
neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi
antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek
langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada bola mata.
Struktur komponen organophosphate
Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan
tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang
sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang
poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.
Nama Structure
Tetraethylpyrophosphate (TEPP)
Parathion
Malathion
Sarin
Mekanisme toksisitas
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada
orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat
menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam
sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan
perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang
stabil.
Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.
Tabel 2. Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen LD50 (mg/Kg)AktonCoroxonDiazinonDichlorovosEthionMalathionMecarbanMethyl parathionParathionSevinSystoxTEPP
14612
1005627
137536103
2742,51
Gejala keracunan
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin
persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Tabel 3. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek Gejala1. Muskarinik - Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
- Kejang perut- Nausea dan vomitus- Bradicardia- Miosis- Berkeringat
2. nikotinik - Pegal-pegal, lemah- Tremor- Paralysis- Dyspnea- Tachicardia
1. sistem saraf pusat - Bingung, gelisah, insomnia, neurosis- Sakit kepala- Emosi tidak stabil- Bicara terbata-bata- Kelemahan umum- Convulsi- Depresi respirasi dan gangguan jantung- Koma
Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga
kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
2.2 Carbamate
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia
dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.
Struktur Carbamate insektisida
Name Structure
Physostigmine
Carbaryl
Temik
Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah
secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR.
Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi.
Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi
2.3 Organochlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya.
Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.
Tabel 4. Klasifikasi insektisida organokhlorin
Kelompok Komponen
Cyclodienes Aldrin, Chlordan, Dieldrin, Heptachlor, endrin, Toxaphen,
Kepon, Mirex.
Hexachlorocyclohexan Lindane
Derivat Chlorinated-ethan DDT
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi
pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik
adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang
menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk
manusia adalah 300-500 mg/Kg.
DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian,
bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut:
- Nausea, vomitus- Paresthesis pada lidah, bibir dan muka- Iritabilitas- Tremor- Convulsi- Koma- Kegagalan pernafasan- Kematian
A. KERACUNAN PESTISIDA
1. Defenisi
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan
absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare.
b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan
denyut nadi meningkat, pingsan.
c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan
kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat
pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.
2. Epidemiologi
Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, terutama di negara-negara berkembang. Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat
keracunan pestisida telah didasarkan pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan
bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit akibat usaha
bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan
sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara
berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000 kasus
keracunan pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk memperkirakan jumlah keracunan pestisida kronis di seluruh dunia sangat
sulit.
3. Penyebab
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan
bunuh diri, pajanan melalui kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
3.1 Kecelakaan dan Tindakan Bunuh diri
Tindakan bunuh diri dengan pestisida merupakan masalah kesehatan besar yang tersembunyi masyarakat. Ini adalah salah satu bentuk
keracunan pestisida yang paling umum dan banyak terjadi. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 300.000 orang meninggal dari
menyakiti diri setiap tahun di wilayah Asia-Pasifik (WHO, 2004). Sebagian besar kasus keracunan pestisida yang disengaja adalah tindakan
impulsif yang dilakukan oleh seseorang pada kondisi tertekan atau stres, dan ketersediaan pestisida yang sangat mudah diperoleh memiliki
peran atas kejadian keracunan.
3.2 Okupasional
Keracunan pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada lingkungan kerja karena pestisida digunakan pada sejumlah besar
industri. Hal ini menyebabkan kondisi kategori pekerja beresiko langsung terhadap paparan pestisda. Namu pekerja di industri lain pun bahkan
beresiko untuk terkena juga. Sebagai contoh, ketersediaan pestisida secara komersial di toko-toko menyebabkan pekerja ritel berada pada
risiko pajanan dan penyakit ketika mereka menangani produk-produk pestisida (Calvret, 2004)
Fungsi pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan. Eksposur pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh
penyerapan melalui kulit yang terbuka seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan ini kadang-kadang ditingkatkan dengan inhalasi
pengaturan termasuk penyemprotan operasi di rumah kaca dan lingkungan tertutup lain, taksi traktor, dan penyemprotan pestisida
menggunakan blower atau spray (Ecobichon, 2001).
Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan pestisida yakni :
a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida yang belum di encerkan).
b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
d. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
e. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama
menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan
konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.
4. Patofisiologi
4.1 Organoklorin
Rumus kimia organoklorin
Pestisida organoklorin, seperti DDT , Aldrin , dan dieldrin sangat kuat dan terakumulasi dalam jaringan lemak. Melalui proses
bioakumulasi (jumlah yang lebih rendah di lingkungan bertambah besar berurutan naik seiring rantai makanan), sejumlah besar organoklorin
dapat terakumulasi dalam spesies atas seperti manusia. Ada bukti substansial yang menunjukkan bahwa DDT, dan perusahaan metabolit DDE
mengganggu fungsi hormon estrogen, testosteron, dan hormon steroid lainnya.
4.2 Anticholinesterase compounds
Rumus kimia Malathion, sebuah antikolinesterasi organofosfat
Beberapa jenis organofosfat tertentu telah lama diketahui memiliki efek toksisitas delayed onset pada sel-sel saraf, yang sering kali
bersifat ireversibel. Beberapa studi telah menunjukkan defisit terus-menerus dalam fungsi kognitif pada pekerja terpajan terhadap pestisida.
Bukti Baru menunjukkan bahwa pestisida dapat menyebabkan neurotoksisitas perkembangan pada dosis yang lebih rendah dan tanpa depresi
kadar cholinesterase di plasma (Jamal et al, 2002).
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni melalui kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination),
terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).
Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen
selubung sel syaraf (Schwanncells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Keracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan
bukan disebabkan karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai
oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad
hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat keracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dosis
kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi.
Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan keracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis)
yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu. Semua senyawa OF(organofosfat,o
rganophospates) dan KB (karbamat,carbamate s) bersifat perintang ChE (ensimcho line esterase), ensim yang berperan dalam penerusan
rangsangan syaraf. Keracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih
kembali. waktu residu dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama sehingga keracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi
karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun
demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena
bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang
digunakan saat ini adalah dari golongan OF dan KB.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek keracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %)
yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50
ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberidose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan
LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000)
menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal
sebaliknya.
5. Diagnosis
Sebagian penyakit terkait pestisida memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan kondisi medis umum (seperti pada gejala keracunan
yang dijelaskan sebelumnya), sehingga riwayat lingkungan dan pekerjaan yang lengkap dan rinci sangat penting untuk mendiagnosis dengan
benar sebuah keadaan keracunan pestisida. Pertanyaan skrining tambahan tentang pekerjaan pasien dan lingkungan rumah juga dapat
menunjukkan apakah ada potensi keracunan pestisida (Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999).
Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar
enzim Cholinesterase sebagai data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-kelompok kimia
yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim
cholinesterase, salah satunya adalah golongan pestisida. Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian tersangka keracunan, kita dapat
mengidentifikasi tingkat masalah dengan perbandingan tingkat cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada data awal. Hal ini
sangat bermanfaat untuk mendiagnosis keracunan pestisida terkait kerja pada pekerja beresiko.
Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika
aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan
disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida.
6. Pencegahan Keracunan Pestisida
a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik
gejala dan tanda keracunan pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya
keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat dan mensosialisasikan sebuah pedoman bagi masyarakat yang
memanfaatkan Pestisida
PEDOMAN PENCEGAHAN KERACUNAN PESTISIDA
PESTISIDA atau bahan pembasmi serangga kini digunakan secara luas oleh masyarakat petani. Pestisida, selain merupakan alat pembasmi serangga, juga merupakan racun yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Karena itu perlu ditangani dengan baik dan hati-hati. Pestisida yang biasa kita dapat di pasaradalah dalam bentuk cair, tepung atau butiran. Ketiganya sama berbahayanyabagi kesehatan. Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernapasan, mulut, dan mata.
MEMBELI PESTISIDA1. Belilah pestisida di tempat penjualan resmi2. Belilah pestisida yang masih mempunyai label. “LABEL” adalah merek dan keterangan singkat tentang pemakaian dan bahayanya. 3. Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.
MENGANGKUT PESTISIDA1. Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat 2. Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.
MENYIMPAN PESTISIDA1. Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih utuh dan jelas.2. Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas3. Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh darimakanan, bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.4. Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor5. Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaranudara ).6. Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung7. Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.8. Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satuwadah dan satu macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut ukuran wadahnya.
MENYIAPKAN PESTISIDA1. Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celanapanjang, masker (penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung tangankaret. 2. Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yangakan dipakai. Jangan gunakan tangan
b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus eracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari
kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:
Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun terlelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila
kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot: pralidoxime(Contrathion). Pengobatan keracunan
organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan
dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat,
pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt cholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi
dan gejala segera timbul. Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut
nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam
dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg
iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.
Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg
oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain.
c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:
1) Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban.
2) Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius
tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolong korban.
3) Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memepari korban dengan
membawa label kemasan pestisida.
4) Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga
dapat memberikan pertolongan pertama.
7. Penanganan Keracunan Pestisida
Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas organophosphat.. Bila dilakukan terlambat dalam
beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah
kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur
dan bila kandungannya jauh dibawah normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul.
Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan
memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan
organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.