PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA...

16
Anastasia Ratna Wahyu Wijayanti Perubahan Pekerjaan Masyarakat Sebagai Akibat Dari Bencana Studi Kasus: Kawasan Wisata Volcano Tour Gunung Merapi, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1, April 2013, hlm.19 34 19 PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA STUDI KASUS: KAWASAN WISATA VOLCANO TOUR GUNUNG MERAPI, DESA UMBULHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN Anastasia Ratna Wahyu Wijayanti SKHA Consulting Jalan Letjen TB. Simatupang Kav. 22-26 Jakarta Email: [email protected] Abstrak Bencana Gunung Merapi pada tahun 2010 menyebabkan berbagai dampak dalam tatanan kehidupan masyarakat. Aset penghidupan masyarakat hancur dan produksi ekonomi pun menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah bencana mengalami kehilangan pekerjaan. Di sisi lain, kerusakan wilayah akibat bencana justru menjadi daya tarik wisata yang dapat memunculkan peluang kerja baru sehingga dibuka lah Kawasan Wisata Volcano Tour. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak bencana gunung api terhadap perubahan pekerjaan masyarakat di wilayah studi. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif semi-etnografi dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bencana berdampak pada perubahan pekerjaan masyarakat karena masyarakat yang kehilangan pekerjaan mampu memanfaatkan peluang kerja di tempat lain sebagai sumber penghidupan baru. Ada pun hal utama yang direkomendasikan adalah keberadaan dukungan pemerintah untuk menciptakan pekerjaan berkelanjutan bagi masyarakat. Kata Kunci: bencana, dampak, Gunung Merapi, pekerjaan, wisata Abstract Mount Merapi disaster in 2010 led to impacts on the livelihood of the community. Livelihoods asssets destroyed and economic production also decreased. This indicates that people living in the affected areas have lost jobs. On the other hand, the damage from the disaster area became a tourist attraction that could bring new job opportunities, so it opened the Volcano Tour Tourist Area. This study aims to analyze the impact of volcanic disasters to changes in community work in the study area. The method used was a semi - ethnographic qualitative analysis by purposive sampling technique. From this study it can be concluded that the catastrophic impact on society because people change jobs who lost their jobs were able to take advantage of employment opportunities elsewhere as a new livelihood. There was the main thing that is recommended is the existence of government support to create sustainable jobs for the community. Keywords: disaster, impact, Mount Merapi, work, tourism 1. Pendahuluan Bencana alam dapat memberikan dampak dalam penurunan ekonomi lokal serta hilangnya pekerjaan masyarakat. Aset natural, finansial, fisik, manusia, dan sosial dapat terdampak sehingga pasar menjadi kacau dan efek dari semua itu adalah terganggunya kondisi sosial serta ekonomi wilayah yang mengalami bencana (FAO & ILO, 2009). Melemahnya kinerja perekonomian suatu wilayah tersebut juga diperparah oleh hancurnya sarana pendukung kegiatan ekonomi seperti saluran telekomunikasi, pembangkit energi, dan sarana transportasi (Sukandarrumidi, 2010). Gunung Merapi kembali mengalami erupsi pada tanggal 26 Oktober 2010 dan 5 November 2010. Akibat erupsi tersebut, Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi mengalami

Transcript of PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA...

Page 1: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Anastasia Ratna Wahyu Wijayanti

Perubahan Pekerjaan Masyarakat Sebagai Akibat Dari Bencana Studi Kasus: Kawasan Wisata Volcano Tour Gunung

Merapi, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1, April 2013, hlm.19 – 34

19

PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT

DARI BENCANA

STUDI KASUS: KAWASAN WISATA VOLCANO TOUR GUNUNG

MERAPI, DESA UMBULHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN,

KABUPATEN SLEMAN

Anastasia Ratna Wahyu Wijayanti

SKHA Consulting

Jalan Letjen TB. Simatupang Kav. 22-26 Jakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Bencana Gunung Merapi pada tahun 2010 menyebabkan berbagai dampak dalam tatanan

kehidupan masyarakat. Aset penghidupan masyarakat hancur dan produksi ekonomi pun

menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah bencana

mengalami kehilangan pekerjaan. Di sisi lain, kerusakan wilayah akibat bencana justru

menjadi daya tarik wisata yang dapat memunculkan peluang kerja baru sehingga dibuka lah

Kawasan Wisata Volcano Tour. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak bencana

gunung api terhadap perubahan pekerjaan masyarakat di wilayah studi. Metode yang

digunakan adalah analisis kualitatif semi-etnografi dengan teknik pengambilan sampel

purposive sampling. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bencana berdampak pada

perubahan pekerjaan masyarakat karena masyarakat yang kehilangan pekerjaan mampu

memanfaatkan peluang kerja di tempat lain sebagai sumber penghidupan baru. Ada pun hal

utama yang direkomendasikan adalah keberadaan dukungan pemerintah untuk menciptakan

pekerjaan berkelanjutan bagi masyarakat.

Kata Kunci: bencana, dampak, Gunung Merapi, pekerjaan, wisata

Abstract Mount Merapi disaster in 2010 led to impacts on the livelihood of the community. Livelihoods

asssets destroyed and economic production also decreased. This indicates that people living in

the affected areas have lost jobs. On the other hand, the damage from the disaster area became

a tourist attraction that could bring new job opportunities, so it opened the Volcano Tour

Tourist Area. This study aims to analyze the impact of volcanic disasters to changes in

community work in the study area. The method used was a semi - ethnographic qualitative

analysis by purposive sampling technique. From this study it can be concluded that the

catastrophic impact on society because people change jobs who lost their jobs were able to take

advantage of employment opportunities elsewhere as a new livelihood. There was the main

thing that is recommended is the existence of government support to create sustainable jobs for

the community.

Keywords: disaster, impact, Mount Merapi, work, tourism

1. Pendahuluan

Bencana alam dapat memberikan dampak

dalam penurunan ekonomi lokal serta hilangnya

pekerjaan masyarakat. Aset natural, finansial,

fisik, manusia, dan sosial dapat terdampak

sehingga pasar menjadi kacau dan efek dari

semua itu adalah terganggunya kondisi sosial

serta ekonomi wilayah yang mengalami

bencana (FAO & ILO, 2009). Melemahnya

kinerja perekonomian suatu wilayah tersebut

juga diperparah oleh hancurnya sarana

pendukung kegiatan ekonomi seperti saluran

telekomunikasi, pembangkit energi, dan sarana

transportasi (Sukandarrumidi, 2010).

Gunung Merapi kembali mengalami erupsi

pada tanggal 26 Oktober 2010 dan 5 November

2010. Akibat erupsi tersebut, Kawasan Rawan

Bencana Gunung Merapi mengalami

Page 2: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

20

kerusakan parah, tercatat dampak bencana

erupsi Gunung Merapi tersebut telah

menimbulkan total kerusakan dan kerugian

sebesar Rp 3, 557 triliun (Bappenas, 2011).

Sebelum terjadi bencana, masyarakat yang

tinggal di kawasan bencana Gunung Merapi

hidup dengan berbagai macam aktivitas.

Sebagian besar masyarakat lereng Merapi

bekerja sebagai peternak dengan komoditi

unggulan berupa sapi perah (Bappenas, 2011).

Akibat erupsi Gunung Merapi, ribuan ternak

mati dan jumlah produksi komoditas unggulan

peternakan mengalami penurunan sehingga

mengindikasikan bahwa banyak peternak

kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain, kerusakan wilayah yang

ditimbulkan oleh bencana justru menimbulkan

rasa penasaran wisatawan untuk berkunjung ke

bekas daerah bencana. Jika dikelompokkan

dalam jenis pariwisata, kegiatan wisata ini dapat

masuk ke dalam jenis pariwisata gelap (dark

tourism). Dark tourism mengacu pada produk

dan tempat yang dapat menarik pengunjung

yang berminat pada bencana, tempat

pembantaian, dan peristiwa mengerikan lainnya

(Seaton, 1996; Stone, 2006 dalam Petford et al,

2010).

Melihat adanya peluang untuk mengubah

bencana menjadi berkah, maka kawasan

bencana pun dibuka menjadi kawasan wisata

dengan nama resmi Volcano Tour. Menurut

Inskeep (1991) dan Miller & Morisson (1985),

kemunculan kawasan wisata dapat membuka

peluang pekerjaan bagi masyarakat secara

langsung maupun tidak langsung. Dengan

demikian, diperkirakan sebagian besar

masyarakat lokal yang semula bekerja di bidang

pertanian dan peternakan kini berganti

pekerjaan menjadi pekerja di kawasan wisata

sebagai salah satu strategi untuk bertahan hidup.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

dampak erupsi Gunung Merapi terhadap

perubahan pekerjaan masyarakat sehingga kini

mereka memiliki pekerjaan di Kawasan Wisata

Volcano Tour Gunung Merapi, Desa

Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan,

Kabupaten Sleman. Untuk mencapai tujuan

tersebut, terdapat beberapa sasaran dalam

penelitian ini, antara lain:

1. Menganalisis dampak dari bencana

terhadap hilangnya pekerjaan masyarakat

pada wilayah studi;

2. Menganalisis peran kawasan wisata

Volcano Tour sebagai peluang kerja dan

sumber pendapatan baru bagi masyarakat;

3. Menganalisis alasan masyarakat

melakukan perubahan pekerjaan.

Fokus dari penelitian ini adalah dampak tidak

langsung bencana, khususnya pada pekerjaan

masyarakat. Pengetahuan serta pemahaman

mengenai dampak, baik langsung maupun tidak

langsung merupakan hal yang penting untuk

dilakukan dalam rangka mewujudkan

pemulihan bencana yang berkelanjutan (IRP,

2009), akan tetapi pemahaman mengenai

dampak tidak langsung masih minim dilakukan

pada upaya penanggulangan bencana.

Pemerintah seringkali hanya terfokus pada

pemulihan dampak langsung seperti kerusakan

fisik wilayah tanpa memperhatikan dampak

tidak langsung khususnya penurunan

kemampuan masyarakat untuk kembali ke

pekerjaan semula. Padahal penilaian terhadap

dampak langsung dapat memberikan gambaran

pada langkah-langkah pemulihan sosial dan

ekonomi yang harus terintegrasi dengan

pemulihan fisik. Dengan terintegrasinya

pemulihan fisik dengan pemulihan sosial

ekonomi, maka suatu komunitas akan mampu

untukmemiliki ketahanan (resilience). Melalui

ketahanan dan keberlanjutan ini maka

masyarakat akan mampu meminimalisir

dampak dan memulihkan diri secara cepat

Page 3: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

21

dengan mengggunakan vitalitas sosioekonomi

yang mereka miliki pada bencana yang terjadi

di masa mendatang (Tobin, 1999). Dengan

demikian penelitian ini bermanfaat untuk

keilmuan Perencanaan Wilayah dan Kota,

khususnya pada perencanaan komunitas.

Penelitian ini terdiri dari lima bagian utama.

Bagian pertama membahas latar belakang dan

tujuan penelitian. Bagian kedua membahas

tinjauan literature terkait dampak bencana

gunung api, manajemen bencana, pariwisata

dan bencana gunung api, dan penghidupan

berkelanjutan. Bagian ketiga membahas

metodologi penelitian. Bagian keempat berisi

analisis dampak bencana terhadap hilangnya

mata pencaharian, peran kawasan wisata

volcano tour bagi masyarakat, alasan perubahan

mata pencaharian, dan keberlanjutan kawasan

wisata volcano tour. Bagian terakhir berisi

kesimpulan.

2. Tinjauan Literature

2.1 Dampak Bencana Gunung Api

Tidak semua peristiwa alam dapat digolongkan

sebagai bencana. Bencana terjadi apabila suatu

peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

benda dan bahkan korban jiwa

(Sukandarrumidi, 2010). Dengan kata lain,

selama peristiwa alam tidak menimbulkan

korban, maka hal itu belum dapat dikatakan

sebagai bencana alam. Dengan demikian,

dampak terjadi apabila suatu komunitas

mengalami ketidakmampuan dalam mengatasi

peristiwa alam yang ekstrem (Sukandarrumidi,

2010).

Terdapat dua jenis dampak bencana, yaitu

dampak langsung dan tidak langsung (AusAid,

2005). Dampak langsung terjadi ketika

peristiwa bahaya sedang berlangsung.

Sementara dampak tidak langsung dirasakan

setelah peristiwa bahaya telah berlalu, dampak

tidak langsung terjadi akibat dampak langsung

sehingga aliran barang dan jasa tidak berjalan

seperti seharusnya. Kedua jenis dampak

tersebut dibagi lagi menjadi terukur dan tidak

langsung (AusAid, 2005). Dampak terukur

adalah dampak yang menyebabkan kerusakan

pada barang dan jasa yang memiliki nilai pasar,

dengan demikian dampak terukur merupakan

dampak yang dapat diukur. Dampak tidak

terukur adalah dampak yang menyebabkan

kerusakan pada barang dan jasa yang tidak

memiliki nilai pasar sehingga nilai dari

kerusakan tersebut tidak dapat diukur. Hal yang

perlu diperhatikan dalam menilai dampak

terhadap suatu sektor adalah membandingkan

aset yang ada sebelum bencana dan setelah

bencana (AusAid, 2005).

Berikut adalah dampak-dampak yang

ditimbulkan dari erupsi gunung berapi.

1. Dampak Langsung, dampak yang terjadi

pada saat peristiwa bencana terjadi (AusAid,

2005).

a. Dampak Langsung Terukur, yakni

dampak yang terjadi pada saat peristiwa

bencana baru saja terjadi dan besaran

dampak tersebut dapat diukur. Dampak

langsung terukur yang paling umum

terjadi adalah kerusakan fisik suatu

wilayah (Lindell & Prater, 2003).

b. Dampak Langsung Tidak Terukur,

yakni dampak yang terjadi ketika

peristiwa bahaya baru saja terjadi dan

akan tetapi besaran dampak ini tidak

dapat terukur (AusAid, 2005). Misal,

kematian atau luka.

2. Dampak Tidak Langsung, dampak

yang terjadi dalam jangka waktu

tertentu setelah peristiwa bencana

terjadi (AusAid, 2005).

a. Dampak Tidak Langsung Terukur,

merupakan dampak yang terjadi ketika

peristiwa bahaya baru saja terjadi, akan

Page 4: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

22

tetapi besaran dampak ini dapat terukur

(AusAid, 2005). Contoh-contoh dampak

tindak langsung terukur antara lain

penurunan produksi pertanian,

peternakan, industri, serta bidang

ekonomi lainnya

b. Dampak Tidak Langsung Tidak Terukur

merupakan dampak yang terjadi dalam

jangka waktu tertentu setelah peristiwa

bahaya dan besaran dampak ini tidak

dapat terukur (AusAid, 2005). Misal

penyakit dan dampak psikososial

2.2 Manajemen Bencana

Manajemen bencana adalah seluruh kegiatan,

program, dan langkah-langkah yang dapat

diambil sebelum, selama, dan setelah bencana

dengan tujuan untuk menghindari bencana,

mengurangi dampak, dan memulihkan wilayah

beserta penduduk yang tinggal di dalamnya dari

kerugian (Khan & Vasilescu, 2008).

Manajemen bencana yang baik adalah

manajemen bencana yang terintegrasi

(Miththapala, 2008). Pemahaman mengenai

dampak akan memberikan pemahaman

mengenai tindakan rehabilitasi dan

rekonstruksi. Ada pun definisi dari rehabilitasi

dan rekonstruksi antara lain:

i. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah aktivitas untuk

mengembalikan pelayanan dasar dan

infrastruktur ke standar operasi minimum

(Khan & Vasilescu, 2008).

ii. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali

semua prasarana dan sarana, kelembagaan

pada wilayah pascabencana, baik pada

tingkat pemerintahan maupun masyarakat

dengan sasaran utama tumbuh dan

berkembangnya kegiatan perekonomian,

sosial dan budaya, tegaknya hukum dan

ketertiban, dan bangkitnya peran serta

masyarakat dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat pada wilayah pascabencana

(Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana).

2.3 Pariwisata dan Bencana Gunung Api

Jika dikelompokkan dalam jenis pariwisata,

pariwisata yang dilakukan di daerah bencana

dapat masuk ke dalam jenis pariwisata gelap

(dark tourism). Dark tourism mengacu pada

produk dan tempat yang dapat menarik

pengunjung yang berminat pada bencana,

tempat pembantaian, dan peristiwa mengerikan

lainnya (Seaton, 1996; Stone, 2006 dalam

Petford et al, 2010). Contohnya adalah pada

tsunami Aceh di Indonesia.

Kekuatan daya tarik dalam pariwisata gelap

(dark tourism) tergantung pada seberapa besar

peristiwa dan waktu terjadinya peristiwa

tersebut. Semakin dekat dengan waktu

kejadian, maka sifat dari pariwisata tersebut

semakin gelap sehingga semakin memiliki daya

tarik. Hal ini karena sisa-sisa dampak peristiwa

bencana, perang, pembantaian, atau peristiwa

mengerikan lainnya masih sangat terasa. Sifat

semakin gelap dari suatu pariwisata juga

dipengaruhi oleh besarnya peristiwa. Semakin

besar peristiwa yang terjadi, semakin banyak

korban, dan semakin besar dampak maka

semakin kuat pula daya daya tarik yang ada di

tempat pariwisata tersebut.

Pariwisata gelap (dark tourism) juga seringkali

dilakukan di daerah pegunugan berapi. Erfurt-

Cooper & Cooper (2010) mendefinisikan

pariwisata gunung api sebagai suatu kegiatan

yang melibatkan eksplorasi dan pembelajaran

mengenai gunung api aktif dan bentang alam

geothermal, di dalam nya terdapat pula kegiatan

mengunjungi wilayah sekitar gunung api yang

masih aktif atau yang telah hancur di mana sisa-

sisa aktivitas menjadi daya tarik pengunjung

yang datang dengan minat untuk mempelajari

warisan geologi. Cohen (1972, 1974) dalam

Page 5: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

23

Petford et al (2010) mengategorisasikan

wisatawan dalam empat tipe, yaitu wisatawan

massal yang terorganisasi, wisatawan massal

individual, eksplorer, dan drifter. Orang-orang

yang melakukan wisata gunung api

dikelompokkan ke dalam kelompok eksplorer.

Eksplorer merupakan tipe wisatawan yang

menghindari untuk melakukan wisata pada rute

yang umum atau sering dilewati oleh sebagian

besar wisatawan lain. Wisatawan jenis ini suka

untuk mengeksplor jalan baru untuk menuju ke

tujuan dan tidak pernah mengharapkan

kemewahan dan kenyamanan. Tujuan mereka

berwisata adalah untuk melakukan aktualisasi

diri dan belajar tentang kebudayaan lokal

dengan ide baru dan pikiran yang terbuka.

Menurut Kelman dan Mather (2008), kegiatan

wisata memang dapat menjadi kegiatan

ekonomi yang menguntungkan di daerah

pegunungan berapi, namun di sisi lain, ketika

aktivitas gunung api menunjukkan puncaknya,

kerugian pada kehidupan masyarakat menjadi

sangat mungkin terjadi, terlebih dengan

bertambahnya uang yang harus dikeluarkan

untuk memperbaiki properti serta infrastruktur.

Meskipun demikian, pada saat ini Volcano

Tourism memiliki pasar yang baik, berkelas

tinggi, dan ekslusif (Petford & al, 2010). Hal ini

karena poin yang dijual pada pariwisata gunung

api merupakan sesuatu yang unik, yakni

campuran antara rasa ingin menantang diri

sendiri dengan sesuatu berbahaya yang

dikombinasikan dengan rasa penasaran

terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Dengan demikian kegiatan pariwisata gunung

api merupakan kegiatan wisata yang sangat

berpotensi untuk memberikan keuntungan.

2.4 Penghidupan Berkelanjutan

Bencana alam dapat memberikan dampak

dalam menghilangkan mata pencaharian

masyarakat serta penurunan ekonomi lokal.

Modal natural, finansial, fisik, manusia, dan

sosial terkikis sehingga pasar menjadi kacau

dan efek dari ini semua membuat terganggunya

kondisi sosial serta ekonomi wilayah yang

terdampak (FAO & ILO, 2009) Selama masa

krisis, masyarakat menjadi tergantung pada

bantuan tapi tidak bisa berlangsung lama,

terlebih apabila bantuan tersebut tidak dapat

memenuhi seluruh kebutuhan dan

mengembalikan kehidupan masyarakat pada

titik normal. Maka dari itu, diperlukan usaha

perlindungan serta pengembalian penghidupan

masyarakat yang dilakukan dengan cara

memulihkan mata pencaharian.

Penghidupan dapat dikatakan berkelanjutan

apabila dapat mengatasi dan memulihkan diri

dari stres dan guncangan, memelihara atau

meningkatkan kemampuan dan aset sehingga

dapat memberikan kontribusi berupa

keuntungan bersih untuk kehidupan lain pada

tataran lokal dan global, baik dalam jangka

pendek dan panjang (Chambers & Conway,

1991).

Perubahan mata pencaharian merupakan salah

satu strategi untuk mencapai penghidupan yang

berkelanjutan. Perubahan mata pencaharian

merupakan salah satu reaksi masyarakat dalam

menghadapi perubahan tren, musim, dan

tekanan (Ashley et al, 2003; Twigg, 2001).

Perubahan yang terjadi karena tren dan musim

pada umumnya lebih mampu diprediksi, akan

tetapi hal yang datangnya tiba-tiba seperti

tekanan seringkali menyerang rumah tangga

perdesaan tanpa peringatan sama sekali

sehingga membatasi kemampuan masyarakat

untuk mempersiapkan diri dan mengurangi

dampak yang akan dialami.

Perubahan mata pencaharian dilakukan dengan

tujuan untuk menolong rumah tangga untuk

keluar dari kemiskinan (Ashley et al, 2003),

artinya perubahan mata pencaharian termasuk

Page 6: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

24

dalam upaya meningkatan keberlanjutan sosial

dengan menurunkan kerentanan dan

mengurangi tekanan eksternal seperti yang

dikatakan oleh Chambers dan Conway (1992).

Strategi penghidupan lain yang diterapkan

untuk mengatasi bencana adalah hidup

bersepakat dengan bencana. Sebagian besar

masyarakat memilih untuk tetap tinggal di

kawasan bencana karena potensi yang dimiliki

oleh kawasan tersebut dapat memberikan

penghidupan. Pada kawasan rawan bencana

gunung api misalnya, alasan yang membuat

masyarakat tetap tinggal adalah karena tanah di

sekitar gunung tersebut subur dan terdapat

sumber air bersih yang baik bagi kehidupan

masyarakat lokal. Potensi wilayah dapat

menyeimbangkan bahaya yang terdapat di

dalam wilayah tersebut sehingga masyarakat

berkeputusan untuk tidak pindah dari daerah

bencana meski daerah tersebut berbahaya. Ada

4 opsi tindakan yang dapat dilakukan oleh

masyarakat untuk hidup dengan risiko bencana

(Kelman & Mather, 2008), antara lain:

1. Tidak melakukan apapun (do nothing);

2. Melindungi masyarakat dari bahaya

(protect the society from hazard);

3. Menghindari bencana ( avoid hazards);

4. Hidup dengan bahaya dan risiko (live with

the hazards and risks).

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan semi-etnografi. Tujuan dari riset

semi-etnografi adalah untuk memformulasikan

pola analisis untuk menghasilkan suatu

kesimpulan yang masuk akal dari setiap

perbuatan manusia dalam konteks waktu dan

tempat yang spesifik. Penggunaan semi-

etnografi dalam studi ini juga dimaksudkan agar

peneliti memahami sudut pandang hidup dari

sudut pandang penduduk asli.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan

pendekatan makro dan mikro. Pendekatan

makro dilakukan di awal agar penulis dapat

memahami permasalahan secara makro

sebelum secara langsung melihat kasus di

lapangan. Pendekatan ini menggunakan tiga

sumber utama, yakni sumber ilmiah terkait,

surat kabar dan media massa lainnya, serta

laporan pemerintahan. Sementara itu

pendekatan mikro dilakukan dengan cara

observasi wilayah studi dan wawancara. Ada

pun informan dari golongan masyarakat yang

diwawancarai antara lain pekerja di Volcano

Tour, peternak, pengelola, sementara informan

dari golongan pemerintah dan instansi lainnya

adalah kepala dusun, kepala bidang peternakan

Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

Kabupatan Sleman, staff bidang pemasaran

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala

bidang Perencanaan Perdesaan Badan

Perencanaan Daerah Kabupaten Sleman, dan

NGO Infront. Informan dari kalangan

masyarakat diwawancarai untuk mendapatkan

informasi mengenai dampak bencana, dampak

dari bencana terhadap pekerjaan, serta

karakteristik dan peran Volcano Tour.

Sementara informan dari kalangan pemerintah

diwawancara untuk mendapatkan informasi

mengenai dampak bencana serta peran

pemerintah dalam menanggulangi dampak

bencana tersebut. Penentuan informan

dilakukan dengan teknik snowball di mana

informan sebelumnya merekomendasikan

informan selanjutnya

Metode analisis data sendiri dilakukan dengan

analisis kualitatif, di mana analisis ini

menguntungkan karena kebenaran hanya bisa

didapatkan dari lapangan. Terdapat tiga analisis

yang berurutan, yakni reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.

Page 7: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

25

a. Reduksi Data

Pada tahap ini data yang didapatkan baik

dari sumber makro dan mikro dianggap

sebagai bahan mentah untuk disingkat,

disusun lebih sistematis, dan ditonjolkan

pokok-pokok pentingnya agar didapatkan

gambaran persoalan yang lebih tajam

untuk diolah ke tahap selanjutnya.

b. Penyajian Data

Di dalam penyajian data, data

diorganisasikan dan dikelompokkan dalam

suatu organisasi yang jelas untuk

disandingkan dengan indikator dan teori

yang digunakan. Penyajian data akan

dilakukan dalam bentuk grafik, gambar,

dan diagram.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan

memberikan penjelasan yang masuk akal

berdasarkan teori dan hasil pengamatan di

lapangan terhadap emua poin-poin

kesimpulan dalam penelitian ini.

4. Analisis

4.1 Dampak Bencana Terhadap Hilangnya

Mata Pencaharian

Sebelum bencana, sebagian besar masyarakat

Umbulharjo bekerja sebagai peternak. Data dari

Potensi Desa Umbulharjo menunjukkan bahwa

pada tahun 2008, jumlah penduduk yang

bekerja sebagai peternak adalah 2.520 orang

atau sebesar 57,53% dari total penduduk Desa

Umbulharjo, sedangkan pada tahun 2011,

setelah terjadi bencana, masyarakat yang

bekerja sebagai peternak hanya sebesar 327

orang atau sebesar 6,99% dari jumlah penduduk

Desa Umbulharjo secara keseluruhan. Artinya

jumlah peternak berkurang sebesar 2.193 orang

jika dibandingkan pada tahun 2008.

Penurunan jumlah peternak tersebut disebabkan

oleh banyaknya ternak yang menjadi korban

erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, akan

tetapi bukan hanya hal tersebut saja yang

menjadi alasan. Pemerintah sebenarnya telah

berusaha untuk memberikan uang ganti rugi

pada ternak yang mati, yakni 8,5 juta untuk

ternak induk, 5,5 juta untuk ternak dara, dan 3,5

juta untuk ternak yang masih kecil. Sebenarnya

dengan uang tersebut bisa saja masyarakat

kembali membeli ternak dan kembali menjadi

peternak, akan tetapi karena dampak yang

terjadi akibat bencana mencakup hampir

seluruh aspek kehidupan, maka sebagian besar

masyarakat lebih memilih menggunakan uang

tersebut sebagai simpanan untuk pemenuhan

kebutuhan sehari-hari. Oleh Chambers dan

Conway (1991), strategi bertahan hidup seperti

ini disebut dengan strategi penyimpanan

(hoard), hal ini dilakukan agar masyarakat

mampu mengatasi tekanan yang terjadi pada

kehidupannya.

Hal lain yang juga menyebabkan masyarakat

kehilangan pekerjaan adalah kondisi yang serba

sulit dalam memelihara ternak di tempat

penampungan. Sebelum bencana, masyarakat

peternak memiliki kandang ternak di setiap

rumahnya, namun kehancuran rumah membuat

masyarakat harus mengungsi. Di tempat

pengungsian, kondisi kandang komunal yang

disediakan oleh pemerintah sangat tidak

mendukung. Luas kandang begitu sempit dan

air sulit dicari untuk memelihara ternak. Belum

lagi sumber pakan ternak juga sulit didapatkan

akibat tidak adanya rumput yang tumbuh

beberapa saat pascabencana. Dengan demikian

ternak yang masih hidup dijual. Hal ini lah yang

membuat peternak kehilangan pekerjaan meski

ternaknya tidak menjadi korban dalam erupsi

Merapi 2010.

Page 8: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

26

Gambar 1. Dampak Bencana terhadap Hilangnya Mata Pencaharian Peternak di Dusun Palemsari dan

Dusun Pangekrejo Sumber: Hasil Analisis, 2012

4.2 Peran Kawasan Wisata Volcano Tour

Sebagai Peluang Kerja Baru Bagi

Masyarakat

Kawasan Wisata Volcano Tour dibuka pada

awal Desember 2010 dengan nama resmi

Kawasan Wisata Volcano Tour. Selain karena

adanya potensi wisata, faktor lain yang juga

mempengaruhi pembukaan kawasan wisata ini

adalah adanya kemampuan masyarakat Dusun

Pelemsari dan Pangukrejo, Desa Umbulharjo

untuk melihat potensi dan bergerak bersama

dalam memanfaatkan potensi tersebut. Dengan

demikian, atas inisiatif masyarakat maka

kawasan ini dibuka sebagai kawasan wisata.

Usaha masyarakat untuk bersama-sama

membuka Kawasan Wisata Volcano Tour dapat

diartikan sebagai keberadaan modal sosial

warga Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo,

Desa Umbulharjo. Menurut Adger (2003),

modal sosial merupakan komponen yang sangat

diperlukan untuk mengatasi bahaya dan

dampak yang disebabkan oleh bencana, modal

sosial juga memungkinkan masyarakat untuk

mengambil peluang baru dalam bencana

sehingga kemiskinan dan kerentanan yang

dialami masyarakat dapat berkurang. Dalam hal

ini peluang baru yang dimanfaatkan oleh

masyarakat adalah kerusakan wilayah. Dengan

demikian, masyarakat korban bencana Merapi

di Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo,

Desa Umbulharjo dapat bangkit dari

keterpurukan ekonomi.

Pembukaan Kawasan Wisata Volcano Tour

membuka peluang kerja sehingga masyarakat

yang pada mulanya kehilangan pekerjaan

sebagai peternak kini dapat memiliki aktivitas

baru. Hal ini selaras dengan yang dikatakan

oleh Inskeep (1991) dan Mill & Morrison

(1985) bahwa kegiatan wisata dapat

menciptakan berbagai lapangan kerja baik

langsung ataupun tidak langsung bagi

masyarakat. Ada pun berbagai jenis mata

pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat di

Page 9: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

27

kawasan Volcano Tour antara lain petugas

lapangan seperti petugas parkir dan tiket serta

penyedia barang dan jasa seperti penjual

makanan, penjual suvenir, dan penyedia jasa

angkut.

Segala kegiatan ekonomi yang berlangsung di

kawasan wisata Volcano Tour dikelola dan

dikoordinir oleh seluruh masyarakat melalui

wadah pengelolaan bernama Tim Pengelola

Volcano Tour yang diketuai oleh Kepala Desa

Umbulharjo. Dalam Laporan Hasil Evaluasi

Kegiatan Volcano Tour Desa Umbulharjo

(2011), dipaparkan bahwa Tim Pengelola

Volcano Tour dibuat dengan tujuan:

1. Memberikan kenyamanan dan keamanan

bagi pengunjung yang datang ke lokasi

kawasan wisata Volcano Tour;

2. Memberdayakan masyarakat dan

membuka lapangan mata kerja, khususnya

untuk korban erupsi Merapi;

3. Memberikan alternatif pemulihan ekonomi

bagi warga masyakat khususnya yang

terkena dampak langsung erupsi Merapi;

4. Melindungi, mengamankan, dan menjaga

semua fasilitas barang maupun potensi

wilayah, baik milik warga maupun

pemerintah;

5. Menjalin tali silaturahmi dan persaudaraan

warga masyarakat.

Berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh

Tim Pengelola Kawasan Wisata Volcano Tour

Desa Umbulharjo, masyarakat yang diizinkan

untuk bekerja di kawasan ini hanya masyarakat

yang sebelum erupsi bermukim di Dusun

Pelemsari atau Dusun Pangukrejo, Desa

Umbulharjo, kecuali untuk masyarakat yang

bekerja sebagai pemilik warung. Masyarakat

yang berasal dari luar Dusun Pelemsari dan

Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo

diperbolehkan untuk menjadi pemilik warung,

akan tetapi mereka harus membayar harga sewa

tanah dengan biaya yang lebih mahal.

Untuk memasuki Kawasan Volcano Tour,

pengunjung diminta untuk membayar tiket

sebesar Rp 5.000,00. Hasil penjualan tiket ini

tidak hanya digunakan untuk retribusi

pendapatan pekerja, tapi juga dialokasikan

kepada beberapa kepentingan masyarakat

secara luas. Dengan demikian manfaat yang

dihasilkan dari keberadaan Kawasan Wisata

Volcano Tour diharapkan dapat dirasakan oleh

semua pihak. Berikut ini merupakan alokasi

penggunaan hasil penjualan tiket di Kawasan

Wisata Volcano Tour.

Gambar 2. Alokasi Hasil Penjualan Tiket Volcano Tour Sumber: Laporan Hasil Evaluasi Volcano Tour Desa Umbulharjo,2011

Page 10: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

28

Lima belas persen dari hasil penjualan tiket dan

pendapatan dari tarif parkir di kawasan wisata

Volcano Tour dialokasikan pada pembangunan

dusun di Desa Umbulharjo yang hancur akibat

erupsi Gunung Merapi. Dengan demikian

keberadaan Kawasan Wisata Volcano Tour

tidak hanya bermanfaat bagi pemulihan

ekonomi saja, tetapi juga pemulihan fisik.

Dusun Pelemsari dan Pangukrejo mendapatkan

alokasi terbesar dari pedapatan Kawasan

Wisata Volcano Tour. Alokasi dana

pembangunan dari Volcano Tour pada Dusun

Pangukrejo pada tahun 2011 adalah Rp

36.222.848, sedangkan Dusun Pelemsari

mendapatkan jatah sebesar Rp 25.873.463 (Tim

Pengelola Volcano Tour Desa Umbulharjo,

2011). Dua dusun di Desa Umbulharjo yang

mengalami kerusakan terparah pada erupsi

Gunung Merapi pada tahun 2010 lalu adalah

Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari atau

Kinahrejo (Harwati, 2011) sehingga

memerlukan rekonstruksi dengan dana yang

lebih besar dibanding dusun-dusun lain di Desa

Umbulharjo.

Pemberian dana bantuan dari hasil penjualan

tiket masuk dan parkir Kawasan Wisata

Volcano Tour diprioritaskan kepada

masyarakat-masyarakat yang rentan, seperti

lansia, anak yatim piatu, dan ekonomi lemah.

Dana ini juga diprioritaskan kepada mereka

yang mengalami kerusakan dan kerugian

terparah seperti anggota keluarga meninggal

dan juga anggota Volcano Tour yang

mendapatkan risiko akibat keberadaan Volcano

Tour itu sendiri. Dengan Tour untuk

pembangunan dusun dan dana sosial, berarti

Volcano Tour juga turut berkontribusi bagi

rehabilitasi dan rekonstruksi di Desa

Umbulharjo.

Gambar 3. Peran Kawasan Wisata Volcano Tour Sebagai Peluang Kerja Baru Sumber: Hasil Analisis, 2012

Page 11: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

29

4.3 Alasan Perubahan Mata Pencahariaan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Dove dan

Hudayana (2008) di Dusun Turgo, Kawasan

Rawan Bencana Gunung Merapi, diketahui

bahwa erupsi tahun 1994 telah menjadi agen

perubahan ekonomi masyarakat dimana

sebelum erupsi ekonomi masyarakat berbasis

pada pertanian, tapi setelah erupsi

perekonomian menjadi berbasis peternakan.

Pergantian sumber penghidupan ini ternyata

terjadi pula pada masyarakat Dusun Pelemsari

dan Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo

setelah erupsi tahun 2010

Peristiwa erupsi Gunung Merapi pada tahun

2010 telah menyebabkan banyak kerusakan

yang membuat masyarakat Dusun Pelemsari

dan Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo

mengalami ketidakmampuan dalam mengatasi

tekanan ekstrem. Menurut FAO & ILO (2009),

tekanan ekstrem tersebut membuat aset

penghidupan masyarakat menjadi hilang atau

berkurang. Pada bencana erupsi Gunung

Merapi ini, aset penghidupan yang hilang serta

berkurang adalah aset natural, fisik, dan

finansial.

Akibat dampak langsung tersebut, masyarakat

tidak mampu kembali ke mata pencaharian

sebelumnya, yaitu sebagai peternak sapi perah.

Hal ini karena beberapa peternak mendapatkan

ternaknya mati padahal ternak merupakan salah

satu sumber daya penghidupan. Ternak yang

mati diganti oleh pemerintah, akan tetapi karena

bencana berdampak dalam menghilangkan

segala harta benda maka tidak semua

masyarakat menggunakan uang ganti tersebut

untuk membeli kembali ternak, melainkan

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sementara itu peternak yang ternaknya tidak

mati mengalami kesulitan dalam memelihara

ternak karena kondisi tempat penampungan

yang tidak dilengkapi dengan fasilitas

pemeliharaan ternak yang memadai serta

sumber pakan ternak. Dikatakan pula oleh

Tobin & Whiteford (2001) bahwa seringkali

tempat penampungan berada jauh dari sumber

daya penghidupan masyarakat.

Menurut Chambers dan Conway (1991), salah

satu upaya mempertahankan hidup bagi

masyarakat yang sedang mengalami tekanan

adalah melakukan diversifikasi, artinya mencari

jenis aktivitas pekerjaan dan sumber

penghasilan baru. Oleh karena itu, masyarakat

melakukan perubahan mata pencaharian dan

memanfaatkan kesempatan kerja di sektor

pariwisata.

Hal yang membuat sektor pariwisata muncul

adalah dampak langsung bencana berupa

kerusakan lingkungan serta modal sosial. Isu

mengenai kerusakan lingkungan yang parah

memunculkan rasa penasaran wisatawan untuk

berkunjung dan menyaksikan dampak bencana

di Gunung Merapi secara langsung. Sirkulasi

manusia untuk pergi ke daerah bencana untuk

secara visual mengonsumsi kerusakan, trauma,

dan bencana disebut dengan dark tourism

(Petford & al, 2010). Terbukanya peluang kerja

baru di Kawasan Wisata Volcano Tour juga

didukung oleh adanya modal sosial masyarakat.

Masyarakat dari Dusun Pangukrejo dan Dusun

Pelemsari, Desa Umbulharjo menyadari bahwa

dirinya mengalami keterpurukan ekonomi

pascabencana dan mereka meyakini bahwa

bekerjasama satu sama lain akan

mempermudah pemulihan kondisi ekonomi.

Dengan demikian masyarakat secara bergotong

royong membuka daerah bekas bencana sebagai

kawasan wisata dengan nama resmi Kawasan

Wisata Volcano Tour. Keberadaan modal sosial

dalam memungkinkan masyarakat untuk

mengambil peluang baru dalam bencana

sehingga kemiskinan dan kerentanan yang

Page 12: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

30

dialami masyarakat dapat berkurang (Adger,

2003).

Keberadaan suatu kegiatan wisata dapat

menciptakan berbagai lapangan kerja baik

langsung ataupun tidak langsung bagi

masyarakat (Inskeep, 1991; Mill and Morrison,

1985). Dengan demikian, dibukanya kawasan

wisata Volcano Tour memberikan kesempatan

bagi masyarakat lokal untuk bekerja sebagai

penjual suvenir, tukang ojek, penyedia jasa

antar motor trail dan jeep, pemilik warung, serta

petugas lapangan. Oleh karenanya, sebagian

besar masyarakat yang kehilangan pekerjaan

sebagai peternak kini berganti mata

pencaharian menjadi pekerja di sektor

pariwisata.

Dalam keberjalanannya, masyarakat

membentuk suatu tim pengelola kawasan

wisata yang membawahi beberapa paguyuban

dan kelompok kerja. Paguyuban pekerja dan

kelompok kerja memberlakukan sistim jadwal

(shift) serta retribusi pendapatan yang

ketentuannya berbeda-beda tergantung pada

jenis pekerjaan. Sistim jadwal diberlakukan

agar semua pekerja mendapatkan proporsi kerja

yang adil, sedangkan retribusi pendapatan dan

hasil penjualan tiket dimasukkan ke dalam kas

dusun untuk pembangunan wilayah dan

membantu masyarakat rentan. Keberadaan

pengelolaan terpadu di Kawasan Wisata

Volcano Tour dapat mendistribusikan manfaat

dari keberadaan kegiatan wisata kepada

semakin banyak orang dan hal tersebut

berpotensi untuk mengurangi kemiskinan dan

kerentanan korban bencana.

Gambar di bawah ini menunjukkan proses

bergantinya perubahan mata pencaharian

masyarakat peternak di Desa Umbulharjo

akibat dampak bencana gunung api.

Gambar 4. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Mata Pencarian Masyarakat Dusun Palemsari dan

Dusun Pangurejo Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pada dasarnya masyarakat yang tinggal di KRB

Gunung Merapi merupakan masyarakat yang

rentan karena lokasi tempat tinggal mereka

menyimpan potensi bahaya. Meski demikian,

kerentanan tersebut dapat tereduksi dengan

adanya ketahanan yang telah dimiliki.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sagala et al (2009), ketahanan sosial

masyarakat lereng Merapi dipengaruhi oleh

variabel komunitas dan institusi. Artinya

Page 13: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

31

hubungan sosial antarmasyarakat dan peran

pemerintah sangat penting untuk memperkuat

ketahanan sosial masyarakat lereng Merapi.

Ternyata modal sosial di dalam masyarakat

tersebut telah ada, akan tetapi dukungan dari

pemerintah dalam menciptakan ketahanan

sosial masih kurang.

Modal sosial yang menciptakan ketahanan

sosial masyarakat lereng Merapi kembali

terlihat pascaerupsi 2010, di mana mereka

mampu mengatasi dampak bencana dengan

menggunakan modal sosial yang dimiliki. Hal

tersebut terlihat dari kapasitas masyarakat

Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo, Desa

Umbulharjo untuk bergotong-royong membuka

daerah bekas bencana sebagai kawasan wisata.

Dengan kemampuan ini, masyarakat korban

bencana dapat sedikit demi sedikit memulihkan

dampak ekonomi yang dialaminya sehingga

ketahanan yang dimiliki masyarakat

menurunkan kerentanan ekonomi.

Pembukaan Kawasan Wisata Volcano Tour ini

sebenarnya juga merupakan salah satu praktik

dari konsep hidup dengan bencana (living with

risk) seperti yang dikatakan oleh Kelman &

Mather (2008) karena melalui kegiatan ini

masyarakat dapat menganggap bahaya bencana

gunung api sebagai sumberdaya dan

memanfaatkannya. Dengan demikian kegiatan

ini mampu diintegrasikan dengan kehidupan

sehari-hari dan mata pencaharian masyarakat.

Selain itu, Kelman & Mather (2008) juga

mengatakan bahwa konsep ini mengarahkan

masyarakat pada penghidupan yang

berkelanjutan yang merupakan suatu indikator

terwujudnya ketahanan. Meski demikian

menciptakan masyarakat yang berkelanjutan

serta memiliki ketahanan adalah hal yang

kompleks dan membutuhkan pertimbangan

sosial, ekonomi, dan politik. Dikatakan pula

oleh Sagala (2009) bahwa masyarakat lereng

Merapi membutuhkan peran pemerintah untuk

memperkuat ketahanan sosial yang dimilikinya.

Gambar 5. Peran Perubahan Mata

Pencaharian dalam Menciptakan Ketahanan

dan Keberlanjutan Sumber: Hasil Analisis, 2012

4.4 Keberlanjutan Kawasan Wisata

Volcano Tour

Meski Kawasan Wisata Volcano Tour

sebenarnya mampu membantu masyarakat

bangkit dari keterpurukan ekonomi, namun

jumlah pengunjung Kawasan Wisata Volcano

Tour semakin lama semakin menurun. Hal ini

karena rasa penasaran masyarakat telah

terjawab dan kerusakan wilayah akibat bencana

semakin lama semakin pulih. Hal ini sesuai

dengan teori Petford (2009) bahwa seiring

berjalannya waktu, tingkat kegelapan dari dark

tourism semakin lama semakin menurun.

Artinya, daya tarik wisata semakin lama

semakin menurun. Sekarang sudah terlihat

kerusakan berangsur-angsur pulih, sehingga

menimbulkan penurunan jumlah wisatawan dan

hasil pendapatan.

Menurunnya daya tarik wisata, jumlah

pengunjung, dan pendapatan mengindikasikan

Page 14: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

32

bahwa Kawasan Wisata Volcano Tour mungkin

tidak akan berlanjut. Dengan alasan yang sama,

Harjito (2011) juga meramalkan bahwa

kegiatan wisata di kawasan Volcano Tour tidak

prospektif untuk dilakukan. Meski demikian,

tidak semudah itu untuk mengatakan

ketidakberlanjutan suatu kegiatan penghidupan

tanpa melakukan penilaian terlebih dahulu.

Menurut Chambers dan Conway (1991),

keberlanjutan suatu penghidupan dapat dinilai

berdasarkan aspek ekologis dan sosial. Secara

ekologis, meskipun kerusakan lingkungan

berangsur-angsur mulai pulih, tetapi setidaknya

kegiatan wisata di Kawasan Wisata Volcano

Tour belum menunjukkan tanda-tanda dapat

merusak lingkungan sehingga ia masih

memiliki kesempatan untuk berlanjut. Meski

demikian, kemampuan masyarakat lokal untuk

tetap mengelola dan menjaga keberjalanan

kegiatan wisata adalah suatu tantangan

tersendiri untuk mewujudkan keberlanjutan

sosial kegiatan penghidupan di Kawasan

Wisata Volcano Tour. Jika kegiatan

penghidupan ini dapat bertahan meski

menghadapi segala tekanan dan ancaman, maka

kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai

penghidupan yang berkelanjutan (Chambers

dan Conway, 1991).

Melihat semakin menurunnya daya tarik

Kawasan Wisata Volcano Tour, pemerintah

tidak juga mengambil tindakan untuk

mendukung pengembangan kegiatan wisata di

kawasan ini. Ketiadaan dukungan optimal dari

pemerintah ini juga mungkin menjadi salah satu

faktor yang membuat daya tarik Kawasan

Wisata Volcano Tour tidak berkembang. Maka

dari itu, jika Kawasan Wisata Volcano Tour

ingin terus menjadi suatu kawasan wisata yang

berkelanjutan maka dukungan optimal dari

pemerintah sangat dibutuhkan. Seperti yang

dikatakan oleh Tobin (1999) bahwa salah satu

hal yang diperlukan untuk mempertahankan

suatu keberlanjutan dan ketahanan komunitas

adalah dukungan dari agensi atau pemimpin

politik yang bertanggung jawab.

Pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata

Volcano Tour memang tidak dapat diarahkan

kepada pengembangan fisik karena lokasinya

yang terletak di KRB III Gunung Merapi, meski

demikian bukan berarti perencanaan pariwisata

tidak dibutuhkan di kawasan ini. Hal lain yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi

wisata kebencanaan di Kawasan Wisata

Volcano Tour adalah membuat inovasi baru

yaitu menghubungkan Volcano Tour di Desa

Umbulharjo dengan Volcano Tour di Desa

Kepuharjo dan Desa Glagaharjo karena di

kedua desa tersebut pemandangan kerusakan

wilayah masih sangat terasa.

Meski perencanaan pariwisata diperlukan, akan

tetapi hal lain yang perlu diketahui adalah

masyarakat kini sudah banyak yang kembali

bekerja sebagai peternak. Beberapa di antara

mereka bahkan lebih cenderung memilih

bekerja sebagai peternak dibandingkan pekerja

di Volcano Tour. Alasan yang mendasari

pekerja untuk kembali menjadi peternak adalah

pekerjaan sebagai peternak dinilai lebih

menjanjikan karena memberikan penghasilan

yang relatif tetap setiap bulannya, sedangkan

pendapatan sebagai pekerja di sektor pariwisata

cenderung fluktuatif karena besarannya

tergantung dari jumlah wisatawan yang datang.

Meski saat ini sapi yang dipelihara belum bisa

memproduksi susu, akan tetapi masyarakat

menganggap sapi yang mereka miliki adalah

aset investasi yang nantinya akan memberikan

penghasilan.

Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa

pekerjaan di Kawasan Wisata Volcano Tour

menunjukkan indikasi ketidakberlanjutan.

Untuk membuat pekerjaan masyarakat di

kawasan ini menjadi berkelanjutan, sebaiknya

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Page 15: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

33

Sleman melakukan hal yang dapat mendukung

kegiatan wisata, namun yang sifatnya tidak

memicu pembangunan fisik di wilayah rawan

bencana seperti peningkatkan kualitas SDM

dan inovasi kegiatan wisata seperti

menghubungkan Volcano Tour yang terdapat di

Desa Umbulharjo dengan Volcano Tour yang

ada di Desa Kepuharjo dan Glagaharjo.

Meski demikian, pemerintah juga perlu

menyadari bahwa banyak masyarakat yang kini

telah kembali bekerja sebagai peternak karena

pekerjaan sebagai peternak dianggap lebih

menjanjikan. Apabila sebagian besar

masyarakat memilih untuk bekerja sebagai

peternak, maka sebaiknya masyarakat tetap

tidak diperbolehkan untuk kembali membangun

di lahan rumahnya yang termasuk dalam KRB

III karena hal ini akan sangat membahayakan.

5. Kesimpulan

Bencana erupsi Gunung Merapi 2010 membuat

peternak yang tinggal di wilayah studi

kehilangan pekerjaannya. Hal yang membuat

peternak kehilangan pekerjaan antara lain

kematian ternak, uang ganti rugi tidak

digunakan untuk membeli ternak, kondisi

tempat penampungan tidak mendukung, serta

kesulitan mencari pakan ternak. Meski

demikian, ternyata kerusakan wilayah akibat

bencana menjadi daya tarik wisata sehingga

dibuka lah Kawasan Wisata Volcano Tour.

Selain karena adanya daya tarik wisata, hal lain

yang menjadi alasan dibukanya Kawasan

Wisata Volcano Tour adalah kemauan

masyarakat untuk berusaha bersama

memulihkan kondisi ekonomi yang terpuruk

akibat bencana. Pembukaan Kawasan Wisata

Volcano Tour ini terbukti mampu memberikan

peluang kerja bagi masyarakat. Dengan

demikian, alasan perubahan pekerjaan

masyarakat di wilayah studi adalah hilangnya

pekerjaan masyarakat sebagai peternak dan

terbukanya peluang kerja di kawasan wisata

Volcano Tour. Ada pun jenis-jenis pekerjaan

yang ada di kawasan wisata tersebut antara lain

penjual makanan di warung, penjual suvenir,

penyedia jasa angkut ojek, motor trail, dan jeep,

serta petugas tiket dan parkir.

Meski mampu membantu masyarakat untuk

pulih dari bencana, namun daya tarik Kawasan

Wisata Volcano Tour menunjukkan

kecenderungan menurun, terlihat dari jumlah

pengunjung dan hasil penjualan tiket yang

semakin berkurang serta pemandangan

kerusakan yang semakin hilang. Dengan

demikian dikhawatirkan bahwa kegiatan di

kawasan ini tidak akan berlanjut. Sampai saat

ini belum ada dukungan optimal dari

pemerintah untuk mengembangkan kegiatan

wisata. Padahal kawasan Volcano Tour yang

dikembangkan dapat menjadi suatu

penghidupan yang berkelanjutan bagi

masyarakat serta menciptakan ketahanan sosial.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Saut Aritua H. Sagala, ST., M.Sc., Ph.D untuk

arahan dan bimbingan sehingga artikel ini

dapat ditulis. Terima kasih juga kepada dua

mitra bestari yang telah memberikan komentar

yang berharga.

Daftar Pustaka

Adger, N. (2003). Social Capital, Collective

Action, and Adaptation to Climate Change.

Economic Geography, Vol. 79, No. 4 , 387-

404

Ashley, C. (2003). Dynamics of Livelihood

Change. Understanding Livelihoods in

Rural India: Diversity, Change and

Exclusion.

AusAid. (2005). Economic Impact of Natural

Disaster on Development in The Pacific.

Vol.2 Economic Assesment Tool.

Bappenas. (2011). Rencana Aksi Rehabilitasi

dan Rekonstruksi Erupsi Gunung Merapi

Page 16: PERUBAHAN PEKERJAAN MASYARAKAT SEBAGAI AKIBAT DARI BENCANA ...sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Anastasia.pdf · peristiwa ekstrem mengakibatkan korban harta

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 1 April 2010

34

Provinsi DIY dan Jawa Tengah Tahun 2011-

2013

Chambers, R., & Conway, G. (1991).

Sustainable Rural Livelihood: Practical

Concepts for 21st Century. IDS Discussion

Paper 296 , 1-29.

Dove, M. R. (2008). Perception of Volcanic

Eruption as Agent of Change. Geoforum 39

, 736-746.

Eagles, P., McCool, S. F., & Haynes, C. D.

(2002). Sustainable Tourism on a Protected

Area. Best Practice Protected Area Vol.8.

Erfurt-Cooper, P., & Cooper, M. (2010).

Conclusions and Recommendations. Dalam

P. Erfurt-Cooper, & M. Cooper, Volcano

and Geothermal Tourism: Sustainable Geo-

resources for Leisure and Recreation (hal.

333-340).

Food Agriculture Organization & International

Labour Organization. (2009). Disaster

Livelihood Assesment Toolkit Analysing and

Responding The Impact of Disaster on The

Livelihoods of People. First Edition

Harjito, D. A. (2011). Recovery Pengembangan

Wisata Bencana Pascaerupsi. Seminar

Nasional: Pengembangan Kawasan

Merapi: Aspek Kebencanaan dan

Pengembangan Masyarakat Pascabencana ,

172-181.

Harwati. (2011). Analisis Dampak Bencana

Merapi terhadap Aktivitas Industri di

Kawasan Cangkringan. Seminar Nasional:

Pengembangan Kawasan Merapi: Aspek

Kebencanaan dan Pengembangan

Masyarakat Pascabencana .

Inskeep, E. (1991). Tourism Planning, An

Integrated And Sustainable Approach. New

York: Van.

International Recovery Platform(IRP). (2009).

Supporting Livelihood in Disaster Recovery.

Knowledge for Recovery Series Info Kit

Livelihoods 2

Kelman, I., & Mather, T. A. (2008). Living with

Volcanoes: The Sustainable Livelihoods

Approach for Volcano Related

Opportunities. Journal of Volcanology and

Geothermal Research 172 , 189–198.

Khan, H., & Vasilescu, L. G. (2008). Disaster

Management Cycle- A Theoretical

Approach. Disaster Management.

Miththapala, S. (2008). Integrating

Environmental Safeguards into Disaster

Management: a Field Manual. Volume 2:

Disaster Management Cycle.

Mill, R.C. and A.M. Morrison. (1985), The

Tourism System: An Introductory Text,

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice

Hall.

Miller, C.D., 1985, Holocene eruptions at the

Inyo volcanic chain, California-implications

for possible eruptions in the Long Valley

caldera: Geology, v. 13, p.14-17.

Petford, N., & al, e. (2010). On the Economics

and Social Typology of Volcano Tourism

with Special Reference to Montserrat, West

Indies. Dalam P. Ertfud-Cooper, & M.

Cooper, Volcano and geothermal tourism :

Sustainable Geo-resources for Leisure and

Recreation (hal. 85-93).

Sagala, S., Okada, N., & Paton, D. (2009).

Predictors of Intention to Prepare for

Volcanic Risks in Mt. Merapi. Indonesia.

Journal of Pacific Rim Psychology , 47-57.

Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam dan

Bencana Anthropogene. Jakarta: Penerbit

Kanisisus

Tim Pengelola Volcano Tour Desa Umbulharjo

(2011). Laporan Hasil Evaluasi Kegiatan

Volcano Tour Merapi 2011 Desa

Umbulharjo.

Tim Pengelola Volcano Tour Desa Kepuharjo

(2011). Laporan Hasil Evaluasi Kegiatan

Volcano Tour Merapi 2011 Desa

Kepuharjo.

Tobin, G. A., & Whiteford, L. M. (2001).

Economic Ramifications of Disaster:

Experience of Displaced Person. Papers of

the Applied Geography Conferences,

Volume 25 , 316-324.

Tobin, G. (1999). Sustainability and

Community Resilience The Holy Grail of

Hazards Planning. Environmental Hazards,

13-25.