PENENTUAN MODEL SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM...
-
Upload
nguyenkhanh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of PENENTUAN MODEL SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM...
Saskya Sastavyana
Pemodelan Sistem Penyediaan Air Minum Perdesaan yang Berkelanjutan dengan Menggunakan Analytic Network Process
(Studi Kasus: Kabupaten Subang)
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 21 No. 2, Agustus 2010, hlm. 81 – 94
81
PENENTUAN MODEL SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERDESAAN
YANG BERKELANJUTAN DI KABUPATEN SUBANG
Saskya Sastavyana
PT. Unilever Indonesia
Jl. Soekarno Hatta No.287 Bandung
Email: [email protected]
Abstrak
Kabupaten Subang sebagian besar merupakan wilayah perdesaan yang masyarakatnya masih
kesulitan mengakses air bersih. Persoalan tersebut mendorong masyarakat untuk membuat
sistem penyediaan air besih komunal. Umumnya kemampuan masyarakat perdesaan sangat
terbatas sehingga memerlukan dukungan finansial maupun non-finansial. Oleh karena itu,
sebagian besar Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan tidak dihasilkan hanya
oleh masyarakat, melainkan bekerjasama dengan pemerintah atau pihak swasta. Tujuan studi
ini adalah untuk menentukan model sistem penyediaan air minum perdesaan yang
berkelanjutan. Tujuan ini akan dicapai menggunakan pendekatan Analytic Network Process
(ANP) yang merupakan pengembangan dari Analytic Hierarchy Process (AHP) oleh Saaty. Hasil akhir analisis yang merupakan sintesis keseluruhan model jaringan menunjukkan
bahwa SPAM Desa Ponggang merupakan model SPAM Perdesaan yang dinilai paling
berkelanjutan dibandingkan SPAM Desa Legonwetan dan SPAM Desa Batusari yang
dijadikan objek studi karena memenuhi parameter dengan lebih baik pada hampir semua
faktor yang berprioritas tinggi.
Kata kunci: Kabupaten Subang, Penyediaan Air Komunal, SPAM Perdesaan, Prioritas
Faktor Keberlanjutan, Analytic Network Process (ANP).
Abstract
Subang Regency is rural areas where people are still having trouble accessing clean water.
The problem encourages people to make the system of communal clean water supply.
Generally, the ability of rural communities is very limited and requires financial and non-
financial support. Therefore, most of the rural drinking water supply system (SPAM) is not
generated only by the public, but working with the government or private parties. The
purpose of this study was to determine the model of sustainable rural drinking water supply
system. This goal will be achieved using the approach of Analytic Network Process (ANP),
which is a development from Analytic Hierarchy Process (AHP) by Saaty. The result is a
synthesis of the overall analysis shows that Ponggang Village SPAM is a Rural SPAM model
which considered the most sustainable compared Village Legonwetan SPAM and Batusari
village SPAM which is used as the object of study because it meets better parameters in
almost all high-priority factors.
Keywords: Subang Regency, Communal Water Supply, Rural SPAM, Sustainability Factors
Priority, Analytic Network Process (ANP).
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, tanggung jawab pemerintah
terhadap pemenuhan hak atas air tertuang
dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber daya Air di mana
negara menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi
kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif.
Dalam kenyataannya, pemerintah belum dapat
memenuhi kebutuhan atas air seluruh
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
82
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya
keterbatasaan penyediaan air. Contohnya saja
di Pulau Jawa, ketersediaan air per kapita per
tahun hanya 1750 m3, masih di bawah standar
kecukupan air sebesar 2000 m3 per kapita per
tahun. Kondisi ini diperkirakan akan semakin
parah pada tahun 2020 dimana ketersediaan
hanya 1200 m3 per kapita per tahun
(BAPPENAS 2003 dalam Maryati, 2009).
Kabupaten Subang sebagai salah satu
kabupaten yang terletak di Jawa Barat bagian
utara memiliki keterlayanan PDAM yang
masih sangat terbatas dibandingkan
kabupaten/kota lainnya pada kawasan yang
sama. Berdasarkan data PDAM Kabupaten
Subang tahun 2010, disebutkan bahwa dari 35
kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
Subang, baru di 18 kecamatan saja yang
warganya sudah menikmati layanan air minum
dari PDAM. Persoalan pada sistem penyediaan
publik mendorong masyarakat untuk membuat
sistem penyediaan air besih secara swadaya,
baik dengan menggunakan sistem individu
(seperti sumur artesis atau membeli dari
penjual air keliling) maupun sistem komunal.
Penyediaan air bersih secara komunal menjadi
alternatif penting bagi kawasan yang tidak
terlayani oleh penyediaan air bersih publik
sebab bagaimana pun kebutuhan dasar air
dengan berstandar air minum (sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum) harus dapat
terpenuhi. Jika ditinjau berdasarkan sisi
ekonomi, sosial, dan lingkungan, penyediaan
air bersih komunal lebih bermanfaat dari pada
penyediaan air bersih yang dilakukan terpisah
secara individu (Kolikiana, 2003). Namun,
penyediaan air bersih komunal tidak mudah
dilakukan daripada penyediaan air bersih
individu karena kompleksitasnya lebih tinggi
baik dari pembangunannya infrastruktur
maupun pengelolaanya. Secara khusus
penyediaan air komunal pada masyarakat
perdesaan disebut penyediaan air minum
perdesaaan.
Kendala penyediaan air minum secara
komunal bagi daerah dengan kawasan
pedesaan relatif luas, berpenduduk miskin
relatif tinggi, dan mempunyai kapasitas fiskal
rendah, pada umumnya adalah terbatasnya
kemampuan masyarakat lokal sehingga
memerlukan dukungan finansial untuk
membiayai investasi yang dibutuhkan dalam
rangka meningkatkan kemampuan
pelayanannya, baik untuk investasi fisik dalam
bentuk sarana dan prasarana, maupun investasi
non-fisik yang terdiri dari manajemen, teknis
dan pengembangan sumber daya manusia.
Oleh karena itu, sebagian besar Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan
tidak dihasilkan hanya oleh masyarakat itu
sendiri, melainkan bekerjasama dengan pihak
independen yang peduli (Lembaga Swadaya
Masyarakat), pemerintah, dan atau pihak
swasta sekalipun.
Di Kabupaten Subang beberapa desa
mengupayakan penyediaan air minum
perdesaan, baik yang dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri, maupun bekerjasama
dengan pemerintah/pihak lain karena
Kabupaten Subang sebagian besar merupakan
wilayah perdesaan yang masyarakatnya masih
kesulitan mengakses air bersih. Namun,
layaknya penyediaan air komunal di wilayah
lain, tidak semuanya dapat berkelanjutan.
SPAM Desa Cipancar dan Desa Cikujang di
Kecamatan Sagalaherang merupakan desa
yang mendapatkan bantuan dari UNICEF-
Pemerintah pada tahun 1990. Namun, saat ini
SPAM tersebut tidak seluruhnya dapat
beroperasi untuk melayani kebutuhan
masyarakat akibat rusak dan tidak terpelihara
yang disebabkan oleh konflik kepentingan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
83
antar-desa. Di lain sisi, keberlanjutan
penyediaan air minum perdesaan sangatlah
penting agar masyarakat desa dapat terus
memenuhi kebutuhannya terhadap air dan juga
termanfaatkannya investasi yang relatif tinggi
nilainya pada infrastruktur air minum.
1.2 Metoda dan Sistematika Pembahasan
Analisis yang bersifat kuantitatif digunakan
dalam studi ini guna menentukan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap keberlanjutan
penyediaan air minum perdesaan. Adapun
metoda kuantitatif yang akan digunakan adalah
metoda ANP. Alasan digunakannya ANP
sebagai alat analisis utama adalah karena
terdapat banyaknya faktor. Di samping itu,
ANP merupakan pengembangan dari metoda
analisis hierarki proses (AHP) yang relevan
untuk menyelesaikan solusi permasalahan-
permasalahan di bidang perencanaan,
khususnya sebagai teknik untuk
mengoptimalisasi penyusunan prioritas
(Karyoedi dalam El Hakim, 2009).
Dibandingkan dengan metoda lain, ANP
memiliki kelebihan karena memperhitungkan
semua faktor penting, baik yang jelas dan
terdefinisi dengan baik maupun yang tidak,
serta baik yang kuantitatif maupun yang
kualitatif serta mampu memfasilitasi opini dan
konflik (Saaty dalam El Hakim, 2009).
Adapun kelebihan mempergunakan ANP
diantaranya adalah bahwa network yang
merepresentasikan sistem dapat digunakan
untuk menjelaskan keterkaitan dan hubungan
timbal balik antar-kriteria maupun kriteria
dengan alternatif walaupun berbeda level.
Sedangkan kelemahan mempergunakan
metoda ini adalah sulitnya mencari
responden/ahli yang benar-benar
merepresentasikan sebuah permasalahan
(tema). Kegagalan dalam menentukan ahli
menyebabkan rusaknya hasil penelitian.
Kemudian, untuk menentukan SPAM
Perdesaan yang paling baik kemungkinan
keberlanjutannya, digunakan analisis
perbandingan yang dalam ANP disebut sebagai
alternatif. Dari ketiga alternatif akan dilakukan
perbandingan terhadap kondisi faktor-faktor
yang mendukung keberlanjutannya sehingga
lokasi yang paling banyak memenuhi
parameter faktor pendukung menjadi model
yang berkelanjutan.
Tujuan studi ini adalah untuk menentukan
model sistem penyediaan air minum perdesaan
yang berkelanjutan. Studi ini diharapkan dapat
menghasilkan bahan masukan bagi
perencanaan penyediaan air komunal dalam
meningkatkan keberlanjutan bagi SPAM pada
kawasan perdesaan dan dalam
mengembangkan SPAM perdesaan di wilayah
yang belum terlayani air minum. Pembahasan
artikel akan dimulai dengan pendahuluan yang
memaparkan latar belakang dan tujuan artikel.
Di bagian kedua akan dilakukan pembahasan
mengenai keberlanjutan sistem penyediaan air
komunal. Dalam bagian ketiga, akan diuraikan
mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap keberlanjutan penyediaan air
komunal. Pada bagian keempat, pembahasan
akan difokuskan dalam menentukan prioritas
faktor yang mempengaruhi keberlanjutan
penyediaan air minum perdesaan. Di bagian
kelima, akan dipaparkan mengenai penentuan
model penyediaan air minum perdesaan
berkelanjutan yang kemudian akan diakhiri
dengan penarikan kesimpulan hasil studi yang
telah dilakukan.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
84
2. Konsep Keberlanjutan dalam Sistem
Penyediaan Air Komunal
2.1 Keberlanjutan Sistem Penyediaan Air
Komunal
Hal yang paling penting dalam penyediaan air
dan sanitasi adalah pembangunan
berkelanjutan. Menurut Hodkins dalam
Zakaria (2005), isu pembangunan
berkelanjutan berhubungan dengan : (1)
kelestarian lingkungan kinerja kelembagaan;
(2) pemenuhan kebutuhan yang langgeng; dan
(3) perspektif sistem dan waktu hidup jangka
panjang. Elliot (1994) menyatakan
pembangunan yang berkelanjutan adalah
pembangunan yang ditujukan untuk mencapai
kepuasan jangka panjang kebutuhan manusia
dan perbaikan kualitas dalam kehidupan
manusia.
Menurut Black (1998), dalam puluhan tahun
ke belakang, konsep keberlanjutan dengan
cepat diadaptasi dalam berbagai pembangunan,
tidak terkecuali dalam pelayanan air minum
dan sanitasi. Kebutuhan pelayanan menjadi
bentuk kearifan tersendiri. Secara esensial ini
berarti bahwa ketersebaran pelayanan dan
manajemen haruslah cost-effective, yakni
memperhitungkan keterbatasan sumber daya
itu sendiri dan ketersediaan sumber daya
finansial. Sistem penyediaan air minum secara
finansial harus dapat lebih self-sufficient
meskipun saat disediakan untuk komunitas
berpendapatan rendah.
Suatu pelayanan air bersih dinilai dapat
berkelanjutan ketika memenuhi syarat sebagai
berikut (Brikké dan Bredero, 2003).
Berfungsi dan dapat digunakan.
Menyediakan pelayanan sebagaimana
telah direncanakan, termasuk: memenuhi
kualitas dan kuantitas air yang dibutuhkan;
pelayanan mudah diakses; pelayanan
handal dan kontinyu; memiliki manfaat
dalam bidang ekonomi dan kesehatan.
Dapat berfungsi dalam jangka waktu yang
panjang bergantung pada siklus-umur alat
yang telah dirancang.
Pengelolaan pelayanan melibatkan
masarakat/komunitas (atau komunitas
tersebut yang mengelolanya secara
mandiri) melaui kelembagaan dengan
mengadaptasi pandangan yang sensitiv
terhadap isu gender, menjaga kerja sama
denganpemerintah lokal, serta melibatkan
sektor swasta sebagaimana dibutuhkan.
Biaya dari pengoperasian, pemeliharaan,
perbaikan, penggantian, dan administrasi
pelayanan tersebut terjangkau pada level
lokal melalui user fees atau alternatif
mekanisme pembiayaan yang
berkelanjutan lainnya.
Dapat diperasikan dan dirawat pada level
lokal secara terbatas, namun fisibel dan
dukungan luar (bantuan teknis, pelatihan,
dan pengawasan)
Tidak memberi dampak negatif terhadap
lingkungan. Pentingnya operasional dan
pemeliharaan untuk keberlanjutan
pelayanan diilustrasikan pada Gambar 1
dengan proyek yang dirancang untuk
memberi manfaat bagi
masyarakat/komunitasdari tingkat “A”
(manfaat tidak memuaskan, atau belum
ada), ke tingkat “B”. Siklus proyek
tersebut termasuk tiga fase utama: (i)
perencanaan dan perancangan (planning
and design); (ii) pembangunan
(construction); and (iii) pengoperasian dan
pemeliharaan (operational &
maintenance). Apabila pada fase
pengoperasian dan pemeliharaan
(operational & maintenance) iii) tidak
terpuaskan maka manfaat dalam siklus
maka proyek tersebut tidak berkelanjutan.
Pengelolaan pelayanan melibatkan
masarakat/komunitas (atau komunitas
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
85
tersebut yang mengelolanya secara
mandiri) melaui kelembagaan dengan
mengadaptasi pandangan yang sensitiv
terhadap isu gender, menjaga kerja sama
denganpemerintah lokal, serta melibatkan
sektor swasta sebagaimana dibutuhkan.
Beberapa makna keberlanjutan penyediaan air
pada bagian ini akan menjadi masukan dalam
penentuan literatur untuk menentukan faktor-
faktor yang mendukung keberlanjutan sistem
penyediaan air komunal yang akan dijelaskan
pada bagian berikutnya.
2.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh
terhadap Keberlanjutan Penyediaan
Air Komunal
Menurut Brikké dan Bredero (2003) terdapat
beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
keberlanjutan layanan yang lebih baik,
keberlanjutan bergantung terutama pada empat
faktor yang saling berhubungan: (i) teknis; (ii)
masyarakat; (iii) lingkungan; dan (iv) kerangka
hukum serta kelembagaan.
Madeleen Wegelin-Shuringa (1998)
menggunakan metoda pengembangan
masyarakat untuk penyediaan air komunal.
Menurut Madeleen, metoda pengembangan
masyarakat adalah tren yang dapat mendorong
daerah kecil seperti pedesaan, daerah pinggiran
kota, kota kecil untuk mengelola penyediaan
air mereka sendiri dengan dukungan dari
pemerintah. Faktor-faktor yang menunjang
keberhasilan program penyedian air komunal
lewat metoda pengembangan masyarakat ini
terbagi atas 5 faktor utama yaitu: sosial, teknis,
lingkungan, keuangan, dan kelembagaan
(institusional) (Tabel 1).
Jika suatu fasilitas tidak dipergunakan
sebagaimana mestinya (atau tidak digunakan
sama sekali) atau saat tidak beroperasi/tidak
dirawat dengan baik, fasilitas tersebut akan
rusak dan investasi akan hilang dalam jumlah
signifikan (UNESCO, 2004). Sebagian besar
keberhasilan dan keberlajutan dari proyek
penyediaan air bersih adalah pada pemilihan
teknologi yang tepat dan perencanaan yang
menjamin keberjalanan dan pengoperasian
jangka panjang serta kesesuaian kebutuhan
akan pemeliharaan dari teknologi tersebut
(UNESCO, 2004). Oleh karena itu, hasil studi
yang dilakukan oleh UNESCO dititikberatkan
pada pemilihan teknologi yang mendukung
keberlanjutan.
Tabel 1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Penyediaan Air Bersih Komunal
Menurut Wegelin-Shuringa Kriteria Subkriteria
Faktor Sosial
Kesadaran
Perilaku
Partisipasi
Manajemen
Kepemilikan
Perspektif gender
Faktor sosio-kultural
Kemampuan teknis
Kemampuan membayar
Faktor Teknis
Pemilihan Teknologi
Nilai-nilai masyarakat
Teknologi yang murah
Tahu harus bagaimana
Tingkat pelayanan
Suku cadang
Kompleksitas
Biaya operasional dan pemeliharaan
Faktor Lingkungan
Kualitas sumber air
Kuantitas Sumber air
Kontinuitas dari sumber air
Perlindungan lingkungan
Manajemen air bersih
Pengurangan faktor resiko
Faktor Kelembagaan
Konteks peraturan
Konteks legislatif
Kerjasama pemerintah-swasta
Kepercayaan terhadap pengembangan masyarakat
Kemampuan komunikasi
Hubungan yang positif dengan masyarakat
Desentralisasi
Faktor Keuangan
Iuran konsumen
Keterjangkauan biaya
Perbaikan menyeluruh
Akses kepada sistem kredit
Mekanisme keuangan yang inovatif
Air memiliki nilai sosial dan ekonomis
Sumber: Wegelin-Shuringa, 1998
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
86
Kriteria tersebut dikelompokan ke dalam lima
kategori dimana faktor-faktor yang memiliki
relevansi umum dipisahkan dari faktor-faktor
secara spesifik berhubungan dengan
operasional dan pemeliharaan. Namun, untuk
kepentingan studi pustaka penelitian ini, maka
yang dicantumkan pada Tabel 2 hanya yang
memiliki relevansi umum. Bagaimana pun
juga, perencanaan suatu sistem harus
memasukkan analisis mengenai pilihan dan
kebutuhan masyarakat, serta kapasitas
pengguna dan masyarakat untuk keberlanjutan
sistem manapun yang dipilih.
Tabel 2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan
Teknologi Penyediaan Air Bersih Komunal
Menurut UNESCO Kriteria Subkriteria
Faktor
Teknis
Permintaan (pola konsumsi saat ini dan di masa depan) dan penawaran
capital costs
Kapasitas tambahan
Kesesuaian dengan norma dan kerangka hukum
Kesesuaian dengan sistem penyediaan air
bersih yang telah ada sebelumnya
Kemampuan teknis yang dibutuhkan di dalam maupun
Perbandingan manfaat
Ketersediaan, aksesibilitas, dan kehandalan sumber air
Faktor
Lingkungan
Variasi musim
Kualitas air dan perawatan
Perlindungan sumber air
Resiko dampak negatif terhadap lingkungan
Faktor Kelembagaan
Kerangka kerja legal
Kerangka kerja regulasi
Strategi nasional
Pengaturan kelembagaan eksisting
Dukungan pemerintah, LSM, dan lembaga
pendukung Lainnya
Stimulasi pihak swasta
Transfer tahu bagaimana
Faktor Masyarakat
dan
Manajerial
Ekonomi lokal
Pola hidup dan pertumbuhan populasi
Standar hidup dan keseimbangan gender
Pendapatan rumah tangga dan variasi musim
Preferensi pengguna
Pengalaman sejarah dalam berkolaborasi
dengan berbagai macam mitra
Organisasi desa dan kohesi sosial
Faktor
Keuangan
capital costs
Alokasi budget dan kebijakan subsidi
Partsipasi pembiayaan dari pengguna
Ekonomi lokal
Sumber: UNESCO, 2004
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang
menurut Castro, Msuya, dan Makoye (2009)
menentukan keberlanjutan sistem air bersih.
(1) Faktor teknologi: kompleksitas; sumber
daya manusia; tingkat pelayanan; biaya
operasional dan pemeliharaan.
(2) Faktor lingkungan: kualitas air; kontinuitas
air; kuantitas air.
(3) Faktor masyarakat: kapasitas manajemen;
jenis kelamin; kultur sosial; willingness to
pay; manajemen finansial; kemampuan
teknis.
(4) Faktor lainnya: kelembagaan; kerangka
legal; peraturan; pengembangan sumber
daya.
Sedangkan menurut Kwaule dan Seager
(1995), ada beberapa elemen dalam
keberlanjutan sistem air bersih yang
diantaranya adalah sebagai berikut.
(1) Kelembagaan. Yang termasuk ke dalam
elemen ini adalah kekuatan lembaga lokal
dan mekanisme pengelolaan yang baik dari
lembaga pengelola air bersih, kelompok
wanita, sistem pengelolaan keuangan,dll
(2) Pengembangan keahlian. Semua
kemampuan teknis dan non teknis
masyarakat yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan pengelolaan
sistem air bersih oleh masyarakat dan
cakupan pelayanan yang dapat diberikan
oleh system penyediaan air bersih.
(3) Perilaku masyarakat yang mendukung.
Perilaku masyarakat secara umum sangat
berarti dalam pencapaian peningkatan
pelayanan dan pemanfaatan sistem
penyediaan air bersih secara keberlanjutan,
pengertian, dorongan, pemilihan, kemauan
untuk memiliki, tanggungjawab
operasional dan pemeliharaan, dll.
(4) Pengembangan Pelayanan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan penting seperti
pengaturan masyarakat, mobilisasi
masyarakat dan partisipasi masyarakat,
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
87
pendidikan kesehatan(kegiatan yang
berlangsung diawal dan secara menerus),
dan lain-lain perlu dibentuk oleh lembaga
baik lokal maupun luar.
(5) Tingkat pelayanan yang diterima oleh
masyarakat. Pemahaman masyarakat,
penerimaan dan persetujuan mengenai
tingkat pelayanan, ketersediaan air secara
menerus dan terjamin, bentuk
pemeliharaan yang diinginkan, biaya
pemeliharaan, kemauan masyarakat untuk
membayar, dsb.
(6) Teknologi yang sesuai. Teknologi sistem
air bersih yang dibangun sesuai dengan
situasi yang ada. Bersamaan dengan faktor
teknis dan non teknis, kemauan untuk
membayar dapat membantu menentukan
pilihan teknologi sarana air bersih yang
akan dibangun.
(7) Kegiatan operasional. Semua persyaratan
kegiatan operasional dalam bentuk
bahan/material, tenaga kerja, lahan
maupun uang disesuaikan dengan
penyediaan air bersih dengan tingkat
pelayanan yang disetujui.
(8) Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan
serta dukungan tingkat pelayanan.
Komponen sistem dan pelayanan
cadangan/pengganti tersedia atau mudah
dijangkau oleh masyarakat, misalnya
peralatan khusus, komponen sistem, tenaga
ahli yang dapat memperbaiki kerusakan
besar,dsb. Bagian ini meliputi pengawasan
fungsi dan keaktifan lembaga pengelola air
bersih.
(9) Pembagian tanggungjawab. Pembagian
tanggungjawab dan pengambilan
keputusan secara formal untuk semua
kegiatan di atas(elemen 1 sampai 8) antara
lembaga dan masyarakat harus jelas sejak
awal proyek pembangunan.
(10) Pelaksanaan tanggungjawab.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan dan
tanggungjawab operasional seperti yang
telah disetujui dalam elemen no.9.
Davis-Brikké (1995) mengungkapkan bahwa
terdapat beberapa elemen dalam keberlanjutan
sistem air bersih yang satu sama lain
mendukung efektivitas operasional dan
perawatan yaitu : (1) lingkungan yang
mendukung, lingkungan mendukung
keberlanjutan melalui keberadaan legalitas,
peraturan, pendidikan, informasi, dan insentif
lain yang memadai; (2) kesadaran akan
kebutuhan dan kesehatan, terdapat apresiasi
yang nyata akan manfaat penyediaan air bersih
sehingga para pengguna ikut bertanggung
jawab pada pengelolaan dan pemeliharaan; (3)
kelembagaan yang kuat, struktur masyarakat
dan lembaga pengelola air berdiri dengan
status legal, tanggungjawab yang jelas,
finansial yang cukup, organisasi yang baik,
dan terdapat representasi dari seluruh
pengguna (termasuk wanita dan masyarakat
miskin); (4) perilaku yang mendukung,
komitmen lembaga pengelola air dan
masyarakat untuk berbagi tanggung jawab,
membuat kepemilikan yang jelas, dan
berkontribusi secara finansial terhadap
layanan; (5) keahlian dan kemampuan,
Identifikasi kebutuhan operasional dan
pemeliharaan dengan jelas dan pelatihan staff
lembaga atau anggota masyarakat akan
keahlian / kemampuan yang dibutuhkan; (6)
tingkat layanan yang sesuai, tingkat layanan
yang terjangkau dan mampu dikelola yang
nantinya dapat di-upgrade sesuai peningkatan
kondisi sosial dan ekonomi; (7) teknologi yang
sesuai, praktis, terjangkau, dan teknologi yang
dapat diterima; material dan perlengkapan,
ketersediaan suku cadang untuk dapat menjaga
keberlangsungan fungsi sistem; (8) dukungan
pelayanan, operasianal dan pemeliharaan
sistem pendukung harus efektif; dan (9)
masalah finansial, faktor seperti kapasitas dan
willingness to pay, seperti juga pembagian
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
88
biaya dan pengelolaan finansial masyarakat,
mempengaruhi keberlanjutan finansial dari
sistem, pembiayaan semakin lama semakin
relevan terutama dalam konteks dimana
masyarakat diberdayakan dengan
tanggungjawab finansial yang baru.
3. Prioritas Faktor dan Model yang
Mempengaruhi Keberlanjutan
Penyediaan Air Minum Perdesaan
3.1 Penentuan Prioritas Faktor yang
Mempengaruhi Keberlanjutan
Penyediaan Air Minum Perdesaan
Penentuan prioritas faktor yang mempengaruhi
keberlanjutan penyediaan air minum perdesaan
dapat dilakukan dengan menentukan
subkriteria mana yang paling tinggi
nilai/bobotnya secara keseluruhan (prioritas
global) menggunakan nilai limit supermatrix.
Subkriteria yang memiliki nilai/bobot paling
tinggi secara keseluruhan adalah partisipasi
dan perilaku masyarakat dengan bobot sebesar
0,084230, disusul kemudian oleh subkriteria
peran pemerintah-swasta, pengembangan
kapasitas, tingkat pelayanan, dan kemapuan-
dan-kemauan membayar dengan bobot
masing-masing sebesar 0,068993; 0,060595;
0,058030; dan 0,053038. Sedangkan,
subkriteria dengan nilai/bobot terendah adalah
keterpaduan dengan sanitasi dengan bobot
sebesar 0,012275. Untuk lebih jelas mengenai
urutan prioritas subkriteria, berdasarkan
bobotnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi dan
perilaku masyarakat merupakan faktor utama
dalam menilai SPAM Perdesaan yang
berkelanjutan. Artinya desa lokasi SPAM yang
memiliki tingkat partsipasi masyarakat yang
tinggi akan sangat berpotensi untuk memiliki
SPAM yang keberlanjutan. Hal ini dapat
dipahami karena pengadaan SPAM Perdesaan
sangat membutuhkan partisipasi masyarakat
baik dalam tahap perencanaan, tahap
pembangunan, dan tahap operasional-
pemeliharaan. Keterlibatan masyarakat dalam
setiap tahapan akan meningkatkan kepuasan
masyarakat terhadap hasil rencana, kemudahan
dalam pembangunan SPAM, dan timbulnya
rasa kepemilikan sehingga akan berusaha
menjaga keberlanjutannya. Selanjutnya,
subkriteria peran pemerintahswasta dan
subkriteria pengembangan kapasitas memang
sangat penting dalam meningkatkan kapasitas
masyarakat perdesaan untuk dapat membangun
dan memelihara SPAM yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka. Pada umumnya inisiatif
dan kapasitas masyarakat perdesaan masih
sangat rendah sehingga peran dan bantuan
pihak lain sangat penting, meskipun aktor
utama dalam pembangunan dan pemiliharaan
sebaiknya tetap masyarakat. Untuk lebih jelas
mengenai urutan prioritas subkriteria,
berdasarkan bobotnya dapat dilihat pada
Gambar 2.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
89
Gambar 2
Urutan Prioritas Elemen/Subkriteria Sumber: Tabel 3
Tabel 3
Pembobotan Akhir Berdasarkan Limit
Supermatrix
Cluster Elemen Limiting Normalized
by Cluster
Kemasyarakatan
Kemampuan
dan kemauan membayar
0,053038 0,24861
Kemampuan Manajemen
0,052309 0,24519
Partisipasi dan
perilaku masyarakat
0,084230 0,39482
Pengetahuan
dan keahlian teknis
0,023762 0,11138
Lingkungan
Konservasi
lingkungan 0,020302 0,21484
Kontinuitas air 0,031937 0,33796
Kualitas air 0,042260 0,44720
Teknis
Keterpaduan
dengan sanitasi 0,012275 0,13368
Pemilihan
teknologi yang
sesuai
0,021518 0,23434
tingkat
pelayanan 0,058030 0,63198
Kelembagaan
Dukungan kebijakan dan
peraturan
0,048822 0,19987
Komunikasi dan pembagian
tanggung
jawab
0,042116 0,17242
Pengelola
lokal
terorganisasi dan diakui
0,023739 0,09719
Pengembangan
kapasitas 0,060595 0,24807
Cluster Elemen Limiting Normalized
by Cluster
Peran
pemerintah-swasta
0,068993 0,28245
Keuangan
Biaya
operasional dan
pemeliharaan
0,029967 0,37991
Inovasi dalam
investasi 0,025608 0,32465
Sistem tarif 0,023304 0,29544
Sumber: Hasil Analisis, 2010
3.2 Penentuan Model Penyediaan Air
Minum Perdesaan Berkelanjutan
Untuk menentukan urutan penyediaan air
minum perdesaan yang potensi keberlanjutan
tertinggi, nilai yang diambil adalah nilai limit
supermatrix alternatif yang kemudian
dinormalisasi dengan bobot clusternya. Hal ini
dilakukan karena yang dilihat hanya cluster
alternatif saja. Penentuan tersebut juga dapat
dihasilkan melalui sintesis keseluruhan model
sehingga secara otomastis mengeluarkan
alternatif terbaik sesuai model. Dari
pengolahan data, desa yang memiliki bobot
tertinggi adalah Desa Ponggang dengan
nilai/bobot sebesar 0,50644, disusul kemudian
secara berurutan oleh Desa Batusari dan Desa
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
90
Legonwetan dengan nilai/bobot masing-
masing 0,27303 dan 0,22053. Hal ini
menunjukan bahwa SPAM Desa Ponggang
merupakan model sistem penyediaan air
minum perdesaan yang paling berkelanjutan
berdasarkan model jaringan yang telah dibuat
dalam penelitian ini. Setelah itu barulah
kemudian Desa Batusari, dan terakhir Desa
Legonwetan. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4 dan Gambar 3.
Tabel 4
Pembobotan Akhir Alternatif Berdasarkan
Limit Supermatrix
Alternatif Limiting Normalized By
Cluster
Batusari 0,075682 0,27303
Legonwetan 0,061130 0,22053
Ponggang 0,140382 0,50644
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Gambar 3
Urutan Prioritas Spam Perdesaan Yang Berkelanjutan Sumber: Tabel 4
SPAM Perdesaan yang berada di Desa
Ponggang dinilai paling mendukung
keberlanjutan karena berhasil memenuhi
parameter beberapa subkriteria lebih baik dari
daripada desa lain. Terlebih Desa Ponggang
memiliki kepentingan yang unggul
dibandingkan dua desa lainnya pada beberapa
subkriteria yang memiliki bobot yang tinggi
(seperti yang dibahas pada bagian sebelumnya)
diantaranya partisipasi dan perilaku
masyarakat, peran pemerintahswasta,
pengembangan kapasitas, tingkat pelayanan,
dan kemapuan-dan-kemauan membayar.
Meskipun berada dalam program yang sama
dengan kedua desa lainnya yang menjadi objek
penelitian dimana bekerjasama dengan
pemerintah, namun partisipasi dan perilaku
masyarakat Desa Ponggang sangat berbeda dan
jauh lebih tinggi dibandingkan dua desa
lainnya. Perbedaan tersebut, salah satunya
diakibatkan adanya peran tokoh masyarakat
yang disegani dan dihormati masyarakat dalam
mendorong masyarakat untuk terus
berpartisipasi dan berperilaku mendukung.
Selain itu, Desa Ponggang memiliki faktor
lingkungan yang menguntungkan yaitu sumber
air berupa mata air yang baik kualitasnya dan
terletak di atas kawasan pelayanan sehingga
dapat menggunakan sistem gravitasi dengan
biaya operasional yang rendah.
SPAM Perdesaan di Desa Batusari dinilai lebih
berkelanjutan dibandingkan yang terdapat di
Desa Legonwetan. Hal ini disebabkan tingkat
kepentingan Desa Batusari lebih tinggi
dibandingkan Desa Legonwetan pada beberapa
subkriteria diantaranya pengembangan
kapasitas, kemampuan dan kemauan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
91
membayar, kemampuan manajemen, kualitas
air, biaya operasional, pengelola lokal yang
terorganisasi, dan pemilihan teknologi yang
sesuai. Sedangkan, Desa Legonwetan
meskipun mengungguli tingkat kepentingan
Desa Batusari, namun hanya pada tiga
subkriteria yaitu sistem tarif, tingkat
pelayanan, dan partisipasi-dan-perilaku
masyarakat. Meskipun secara jumlah kriteria
yang diungguli jauh lebih banyak Desa
Batusari dibandingkan Desa Legonwetan,
tetapi hasil analisis menunjukkan perbedaan
diantara keduanya tidak terlalu menonjol
karena turut memperhitungkan bobot
kepentingan setiap kriteria dan
subkriteria.Dengan kata lain, Desa Batusari
mengungguli Desa Legonwetan pada faktor-
faktor yang berprioritas tinggi.
4. Kesimpulan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Perdesaan di Kabupaten Subang beragam
dilihat dari jenis teknologi SPAM, sumber air
yang digunakan, dan sistem distribusinya.
Perbedaan ini disesuaikan dengan potensi yang
dimiliki setiap desa. SPAM Perdesaan
umumnya dikembangkan dengan berbasis
masyarakat agar lebih sesuai dengan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat. SPAM Perdesaan yang
berkelanjutan menjadi target utama dalam
berbagai pengembangan penyediaan air minum
yang diusahakan masyarakat maupun dengan
bantuan pemerintah atau pihak swasta.
Penyediaan air minum perdesaan sangat
penting untuk dapat berkelanjutan agar
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan air
minum secara menerus, meskipun bantuan dari
pihak lain tidak sampai tahap operasional dan
pemeliharaan.
Dilihat dari kriteria/cluster, faktor yang paling
berpengaruh pada alternatif dengan
mempertimbangkan keberlanjutan penyediaan
air minum perdesaan adalah faktor
kemasyarakatan dan faktor lingkungan. Oleh
karena itu, masyarakat yang menonjol dalam
aspek kemasyarakatan lebih berpotensi dalam
mendukung keberlanjutan SPAM yang telah
dibangunnya. Aspek kemasyarakatan
merepresentasikan kapasitas masyarakat yang
sangat penting dalam mendukung
keberlanjutan. Sedangkan, aspek lingkungan
merepresentasikan kondisi air dan
perlindungan lingkungan dalam mendukung
keberlanjutan.
Lima faktor pada prioritas teratas yaitu
partisipasi dan perilaku masyarakat, peran
pemerintah-swasta, pengembangan kapasitas,
tingkat pelayanan, dan kemapuan-dan-
kemauan membayar. Hal ini menunjukkan
bahwa partisipasi dan perilaku masyarakat
merupakan faktor utama yang menentukan
keberlanjutan SPAM Perdesaan. Artinya desa
lokasi SPAM yang memiliki tingkat partisipasi
masyarakat yang tinggi akan sangat berpotensi
untuk memiliki SPAM yang keberlanjutan. Hal
ini dapat dipahami karena pengadaan SPAM
Perdesaan sangat membutuhkan partisipasi
masyarakat baik dalam tahap perencanaan,
tahap pembangunan, dan tahap operasional-
pemeliharaan. Keterlibatan masyarakat dalam
setiap tahapan akan meningkatkan kepuasan
masyarakat terhadap hasil rencana, kemudahan
dalam pembangunan SPAM, dan timbulnya
rasa kepemilikan sehingga akan berusaha
menjaga keberlanjutannya.
Selanjutnya, subkriteria peran pemerintah-
swasta dan subkriteria pengembangan
kapasitas memang penting dalam
meningkatkan kapasitas masyarakat perdesaan
untuk dapat membangun dan memelihara
SPAM yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Pada umumnya inisiatif dan kapasitas
masyarakat perdesaan masih sangat rendah
sehingga peran dan bantuan pihak lain sangat
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
92
penting, meskipun aktor utama dalam
pembangunan dan pemiliharaan sebaiknya
tetap masyarakat.
SPAM Perdesaan yang berada di Desa
Ponggang dinilai paling berkelanjutan karena
berhasil memenuhi parameter beberapa
subkriteria lebih baik dari daripada desa lain.
Terlebih Desa Ponggang memiliki kepentingan
yang unggul dibandingkan dua desa lainnya
pada beberapa subkriteria yang memiliki bobot
yang tinggi (seperti yang dibahas pada bagian
sebelumnya) diantaranya partisipasi dan
perilaku masyarakat, peran pemerintah-swasta,
pengembangan kapasitas, tingkat pelayanan,
dan kemampuan-dan-kemauan membayar.
Tabel 4
Prioritas Faktor Secara Global yang
Berpengaruh terhadap Keberlanjutan SPAM
Perdesaan Prioritas Faktor Aspek
1 Partisipasi dan perilaku masyarakat
Kemasyarakatan
2 Peran pemerintah-swasta Kelembagaan
3 Pengembangan kapasitas Kelembagaan
4 Tingkat pelayanan Teknis
5 Kemampuan dan kemauan
membayar Kemasyarakatan
6 Kemampuan manajemen Kemasyarakatan
7 Dukungan kebijakan dan peraturan
Kelembagaan
8 Kualitas sumber air Lingkungan
9 Komunikasi dan pembagian tanggung jawab
Kelembagaan
10 Kontinuitas sumber air Lingkungan
11 Biaya operasional dan pemeliharaan
Keuangan
12 Inovasi dalam investasi Keuangan
13 Keahlian teknis Kemasyarakatan
14 Pengelola lokal terorganisasi dan diakui
Kelembagaan
15 Sistem tariff Keuangan
16 Pemilihan teknologi yang sesuai
Teknis
17 Konservasi lingkungan Lingkungan
18 Keterpaduan dengan sanitasi Teknis
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Partisipasi dan perilaku masyarakat Desa
Ponggang sangat berbeda dan jauh lebih tinggi
tingkatnya dibandingkan dua desa lainnya.
Perbedaan tersebut, salah satunya diakibatkan
adanya peran tokoh masyarakat yang disegani
dan dihormati masyarakat dalam mendorong
masyarakat untuk terus berpartisipasi dan
berperilaku mendukung sehingga Desa
Ponggang kuat dalam factor kemasyarakatan
dan faktor kelembagaan. Selain itu, Desa
Ponggang memiliki faktor lingkungan yang
menguntungkan yaitu sumber air berupa mata
air yang baik kualitasnya dan terletak di atas
kawasan pelayanan sehingga dapat
menggunakan sistem gravitasi dengan biaya
operasional yang rendah dan menghasilkan
tingkat pelayanan yang baik. Oleh karena itu,
Desa Ponggang pun unggul dalam subkriteria
tingkat pelayanan dan pemilihan teknologi
yang sesuai. Dapat disimpulkan, keberlanjutan
suatu SPAM Perdesaan tidak hanya didukung
oleh kapasitas masyarakat dan bantuan pihak
lain, melainkan juga potensi/keuntungan dari
segi lingkungan yang dimiliki daerah tersebut.
SPAM Desa Ponggang merupakan model
SPAM Perdesaan yang berkelanjutan.
Tabel 5
Prioritas Faktor Dalam Aspek yang
Berpengaruh terhadap Keberlanjutan SPAM
Perdesaan Aspek Prioritas Faktor
Kemasyarakatan
1 Partisipasi dan perilaku masyarakat
2 Kemampuan dan kemauan
membayar
3 Kemampuan manajemen
4 Keahlian teknis
Lingkungan
1 Kualitas sumber air
2 Kontinuitas sumber air
3 Konservasi lingkungan
Teknis
1 Tingkat pelayanan
2 Pemilihan teknologi yang
sesuai
3 Keterpaduan dengan sanitasi
Kelembagaan
1 Peran pemerintah-swasta
2 Pengembangan kapasitas
3 Dukungan kebijakan dan peraturan
4 Komunikasi dan pembagian
tanggung jawab
5 Pengelola lokal terorganisasi
dan diakui
Keuangan
1 Biaya operasional dan pemeliharaan
2 Inovasi dalam investasi
3 Sistem tarif
Sumber: Hasil Analisis, 2010
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
93
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Sri Maryati, ST., MIP. untuk arahan dan
bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis.
Terima kasih juga kepada dua mitra bestari
yang telah memberikan komentar yang
berharga.
Daftar Pustaka
Black, Maggie, 1998. Learning What Works A
20 Year Retrospective View on
International Water and Sanitation
Cooperation 1978-1998. UNDP-World
Bank Water and Sanitation Program.
Washington.
Brikké, François dan Bredero, Maarten, 2003.
Linking Technology Choice with
Operation`and Maintenance in The
Context of Community Water Supply and
Sanitation. Health Organization and IRC
Water and Sanitation Centre.
Castro, Vivian, 2009. Sustainable Community
Management of Urban Water and
Sanitation Schemes.Water and
Sanitation Program – Africa, World
Bank. Nairobi, Kenya.
Davis, Jan dan Brikké, François, 1995. Making
Your Water Supply Work: Operation and
Maintenance of Small Water Supply
Systems. IRC International Water and
Sanitation Centre The Hague. The
Netherlands.
El Hakim, Lukman. 2009. Penentuan Prioritas
Pengembangan Pelabuhan Sungai di
DAS Mamberamo Papua. Tugas Akhir
Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota ITB. Bandung.
Elliot, Jeniffer A., 1994. An Introduction to
Sustainable Development:The
Developing World. Biddles Ltd,
Guilford and King Lyon, Great Britain.
Kolikiana, Yunia E.S., 2003. Penelitian
Manfaat dan Biaya Penggunaan Sistem
Penyediaan Air Bersih secara Komunal.
Tugas Akhir Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota Institut
TeknologiBandung. Bandung.
Kwaule, Fabiano, 1995. Towards
Sustainability: Application of a
Resource Coverage. Asian Institute of
Technology. Bangkok.
Maryati, Sri, 2009. Keterkaitan Variabel
Lingkungan Terhadap Biaya Penyediaan
Air Minum. Disertasi Program Studi
Teknik Lingkungan Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2005 Tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
Wegelin-Schuringa, Madeleen. 1998.
Community Management Models For
Small- Scale Water Supply Systems.IRC
Water Sanitation Centre.
Zakaria, Ali, 2005. Penentuan Faktor-Faktor
Prioritas yang Mempengaruhi
Keberlanjutan Pelayanan Penyediaan
Air Komunal. Tugas Akhir Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2010
94