PERUBAHAN MUSIMAN TERHADAP TINGKAT … · Klorofil-a. pada fitoplankton merupakan parameter yang...
Transcript of PERUBAHAN MUSIMAN TERHADAP TINGKAT … · Klorofil-a. pada fitoplankton merupakan parameter yang...
52
PERUBAHAN MUSIMAN TERHADAP TINGKAT
PRODUKTIVITAS FITOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK
AMBON DALAM
PENDAHULUAN
Klorofil-a pada fitoplankton merupakan parameter yang sangat penting
dalam menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tingkat konsentrasi
klorofil-a berhubungan dengan kondisi oseanografi suatu perairan, lagi pula
konsentrasi klorofil-a yang tinggi terdapat pada daerah yang salinitasnya
mendekati 30 (Qiu et al. 2010). Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara
geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Lebih spesifik Nontji (2007)
menyatakan bahwa cahaya sangat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton
di laut. Hal ini disebabkan oleh fitoplankton biasa ditemukan di seluruh massa air,
mulai dari permukaan sampai pada kedalaman dengan intensitas cahaya masih
memungkinkan terjadinya fotosintesis.
Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik (Nybakken 1992), sedangkan
Parsons et al. (1984) menyatakan bahwa produktivitas primer adalah jumlah
bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrop yaitu organisme yang
mampu menghasilkan bahan organik (bahan berenergi tinggi) dari bahan
anorganik dengan bantuan energi matahari. Reaksi fotosintesis dapat terjadi pada
semua tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil-a, dan dengan adanya cahaya
matahari.
Menurut Putri dan Suciaty (2009), produktivitas primer di perairan Teluk
Ambon memiliki variasi musiman. Nilai produktivitas primer pada saat Musim
Timur lebih tinggi dibandingkan saat musim barat. Selama periode upwelling di
Laut Banda produktivitas primer berkisar dari 675.25 gC.m-2
tahun-1
di laut
terbuka sampai 2555 gC.m-2
tahun-1
di perairan pantai yang tertutup di Irian Jaya,
sedangkan selama tidak terjadi upwelling rata-rata 332.15 gC.m-2
tahun-1
(Gieskes
et al. 1990). Nixon (1995) mengklasifikasi perairan berdasarkan produksi primer
fitoplankton dimana oligotrofik: < 100 gC m-2
tahun-1
, mesotrofik 100–300 gC m-
2tahun
-1, eutrofik: 301–500 gC m
-2tahun
-1, dan hypertrofik: > 500 gC m
-2tahun
-1.
Produktivitas primer di perairan Teluk Ambon, baik di Teluk Ambon Dalam
maupun Teluk Ambon Luar yang menghadap ke Laut Banda, memiliki nilai yang
seragam. Hal ini menunjukkan bahwa perairan ini mendapat pengaruh dominan
dari laut Banda.
Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat perubahan musiman
produktivitas fitoplankton pada Perairan Teluk Ambon Dalam.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan pertimbangan karakteristik perairan, maka perairan TAD
dibagi atas 3 zona. Zona-1 sangat dipengaruhi oleh perairan dari Teluk Ambon
Luar, Zona-2 yang terletak dibagian tengah teluk, dan Zona-3 yang sangat
dipengaruhi oleh ekosistem mangrove dan sungai-sungai.
53
Tabel 21 Kedalaman masing-masing stasiun (m) pada TAD
Tabel 21 memperlihatkan kedalaman total masing-masing stasiun, Stasiun 2
mewakili Zona-1, Stasiun 5 mewakili Zona-2 dan Stasiun 8 mewakili Zona-3.
Setiap zona terdiri dari tiga titik kedalaman dengan persentase intensitas cahaya
matahari 50%, 25% dan 1% dari cahaya permukaan. Penentuan zonasi secara
vertikal berdasarkan pada metode standar inkubasi secara in situ (Gocke dan Lens
2004). Biomassa fitoplankton (Chl-a) diukur menggunakan CTD-ALEC, Model
ASTD-687. Penentuan posisi stasiun menggunakan GPS-Garmin, Model 76CSx.
oksigen terlarut dihitung dengan cara titrasi Winkler.
Mengukur Fotosintesis Bersih
Pengambilan contoh air laut untuk pengukuran fotosintesis bersih dilakukan
pada Stasiun 2, Stasiun 5, dan Stasiun 8 yang terdapat pada bagian tengah teluk di
setiap kedalaman dengan menggunakan botol Nansen , kemudian contoh air laut
dimasukkan ke dalam botol BOD (botol terang dan gelap) 300 ml dengan
menggunakan selang dengan terlebih dahulu disaring dengan plankton net dengan
mesh size 200 µm untuk mencegah masuknya macro zooplankton ke dalam botol
(Alpin dan Cloern 1988). Selanjutnya diinkubasi pada tiap kedalaman dengan
intensitas cahaya 50%, 25%, dan 1% selama 4 jam. Waktu inkubasi terbaik adalah
dari pukul 10.00 sampai 14.00 WIT (Tambaru 2000). Setelah diinkubasi
dilakukan titrasi Winkler untuk mengetahui konsentrasi oksigen pada setiap botol.
Pengukuran kandungan oksigen terlarut dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut (Strickland dan Parsons 1972) :
Keterangan :
-normalitas thiosulfat = 0.025 N
-reagen terpakai = 4 ml( 1 ml MnSO4dan NaOH +KI dan 2 ml H2SO4
untuk volume botol BOD 300 ml)
Nilai produktivitas primer dihitung berdasarkan nilai oksigen pada botol
terang dan botol gelap sebelum dan sesudah inkubasi dan mengkonversikannya ke
dalam nilai gram karbon per volume selama waktu inkubasi mgC m-3
4 jam-1
(Umaly dan Cuvin 1988).
Produktivitas primer bersih (Net Primary Productivity, NPP) dengan
perhitungan sebagai berikut:
Dimana:
NPP = Net Primary Productivity (mgC m-3
4 jam-1
)
L = Oksigen pada botol terang setelah inkubasi (mg L-1
)
D = Oksigen pada botol gelap setelah inkubasi (mg L-1
)
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kedalaman 42 27 7 38 29 29 29 26 10 16
54
A = Oksigen pada botol initial
x1000 = Konversi liter menjadi m3
PQ = Photosyntetic Quotien = 1.2, dengan asumsi bahwa hasil metabolisme
sebagian besar disebabkan oleh fitoplankton.
0.375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (=12/32).
Selanjutnya untuk mengetahui distribusi biomassa fitoplankton (klorofil-a)
secara temporal dan spasial, data dianalisis dengan ANOVA satu arah (one-way
ANOVA), dan jika terdapat perbedaan yang nyata, maka analisis dilanjutkan
dengan uji Post-doc Duncan.
Pengambilan contoh fitoplankton pada Stasiun 2 (Zona-1), Stasiun 5 (Zona
-2), dan Stasiun 8 (Zona-3). Pada masing-masing stasiun diambil contoh air laut
sebanyak 10 liter pada kedalaman intensitas cahaya matahari sebesar 50%, 25%,
dan 1% dari permukaan laut. Contoh air laut yang telah disaring dimasukkan ke
dalam botol sampel 100 ml kemudian diawetkan dengan lugol 1% (Rao dan Pan
1993)
Penanganan sampel untuk pencacahan fitoplankton dilakukan dengan
metode pengendapan yang dikembangkan oleh (Uthermol 1958 diacu dalam
Damar 2003). Identifikasi fitoplankton dilakukan hanya pada tahap genera.
Kelimpahan sel fitoplankton dihitung dengan persamaan menurut Utermohl
1958, diacu dalam Damar (2003) sebagai berikut:
Dimana :
N = Kelimpahan fitoplankton (sel mL-1
)
n = Jumlah sel yang tercacah (sel)
Ls = Luas Sedgwick-rafter (mm2)
Lp = Luas Sedgwick-rafter yang diamati (mm2)
Vol.1 =Volume air contoh hasil pengendapan (mL)
Vol.2 =Volume air contoh yang diendapkan (mL)
Vol.S =Volume Sedgwick-rafter counting cell (mL)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas Primer
Nilai produktivitas primer bersih yang diperoleh selama waktu inkubasi di
TAD dengan kisaran nilai produktivitas primer pada Musim Timur, Musim
Peralihan II, Musim Barat dan Musim Peralihan I di Zona-1, 2, dan 3 (Tabel 22
dan Gambar 29). Nilai produktivitas yang tinggi pada Musim Timur pada zona 2
(562 mgC/m3/jam) dengan intensitas cahaya 25 % dan terendah pada Zona-1 (21
mgC/m3/jam) pada intensitas cahaya 1 % . Musim Peralihan II nilai tertinggi di
Zona-2 pada intensitas cahaya 50 % dan terendah pada Zona-3 pada intensitas 1 %,
Musim Barat nilai tertinggi pada Zona-2 pada intensitas cahaya 25 % dan rendah
di Zona-3 pada intensitas cahaya 1 %, dan Musim Peralihan I tertinggi di Zona-2
pada intensitas cahaya 50 % dan rendah pada Zona-2 pada intensitas cahaya 1 %.
55
Tabel 22 Rerata nilai produktivitas primer (mg C/m3/jam) pada setiap zona
berdasarkan intensitas cahaya.
Zona Musim
Timur Peralihan II Barat Peralihan I
1 21 - 50 294-884 658-958 737-842
2 30 - 562 362-1629 754-1004 129-867
3 120 - 257 85-721 650-858 267-767
Nilai produktivitas yang tinggi pada keempat musim terdapat di Zona-2 pada
kedalaman intensitas cahaya 25% dan 50%, hal ini disebabkan karena nilai
kekeruhan yang rendah yang berkisar antara 0.82 sampai 1.18 FTU. Rendahnya
nilai produktivitas primer pada kedalaman intensitas cahaya I % dari intensitas
cahaya permukaan air, disebabkan karena pada daerah ini laju fotosintesis sama
dengan laju respirasi. Berdasarkan hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil
yang diperoleh Alianto (2011) di perairan Teluk Banten dengan nilai rata-rata
7.95 sampai 53.87 mgC/m3/jam, maka perairan TAD memiliki nilai produktivitas
primer yang lebih tinggi.
Gambar 29 Rerata nilai produktivitas primer pada tiap kedalaman Berdasarkan
intensitas cahaya.
Kelimpahan fitoplankton tertinggi pada Musim Peralihan II sebesar
28.5x106
sampai 54.5x106 sel/m
3 dan terendah pada Musim Peralihan I sebesar
5.5x106 sampai 17.6x10
6 sel/m
3 (Gambar 30). Musim Timur dan Musim Barat di
Zona-1 pada intensitas cahaya 1 % dari permukaan air dengan kelimpahan
fitoplankton yang tinggi, sedangkan Musim Peralihan II di Zona-3 pada intensitas
cahaya 50% dari permukaan air. Kelimpahan fitoplankton yang tinggi pada
Musim Timur dan Musim Barat pada kedalaman intensitas cahaya 1 %
disebabkan karena terjadi percampuran massa air yang masih berada pada zona
eufotik, sehingga fitoplankton terseret oleh massa air ke kedalaman dengan
intensitas cahaya 1 %.
56
Gambar 30 Rerata kelimpahan fitoplankton pada tiap kedalaman berdasarkan
intensitas cahaya
Kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas primer pada Musim Timur,
Peralihan II, Barat, dan Peralihan I tidak memiliki hubungan masing-masing
(ANOVA;P=0.69,P=0.87,P=0.56, dan P=0.25), sebaliknya klorofil-a dengan
produktivitas primer pada Musim Barat menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.81, hal ini disebabkan saat
pengambilan contoh fitoplankton maka fitoplankton yang berukuran ultra dan
nano-fitoplankton lolos pada jaring plankton.
Gambar 31 Hubungan produktivitas primer dengan intensitas cahaya
57
Gambar 31 menunjukkan hubungan antara intensitas cahaya dengan
produktivitas primer. Hasil analisis regresi pada Musim Peralihan II, Barat dan
Peralihan I diperoleh nilai koefisien korelasi (r) berturut-turut adalah 0.864, 0.998,
dan 0.927. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
intensitas cahaya dengan produktivitas primer, lagi pula semakin tinggi intensitas
cahaya maka semakin tinggi produktivitas sampai batas tertentu kemudian turun
kembali seiring dengan kenaikan intensitas cahaya. Pada intensitas cahaya tertentu
produktivitas akan mencapai maksimum, tetapi bila intensitas cahaya yang
terlampau kuat akan menyebabkan produktivitas menurun (photo
inhibition)( Parsons et al. 1984, Lalli and Parsons 1993,).
Distribusi Klorofil-a di TAD
Klorofil-a merupakan pigmen penting yang diperlukan fitoplankton dalam
melakukan proses fotosintesis, konsentrasi klorofil-a di suatu perairan dapat
menggambarkan besarnya produktivitas primer di suatu perairan. Distribusi
klorofil-a pada Musim Timur di TAD bervariasi dari 0.71 sampai 1.22µg/L
(0.94±0.17). Pada Musim Timur rata-rata konsentrasi klorofil-a tertinggi di Zona-
1 dan terendah di Zona-2 (Tabel 23 dan Gambar 32). Klorofil-a berkorelasi
dengan nitrat, nitrit, suhu dan salinitas masing-masing (Pearson’s r = -0.741;
P<0.05., -0.754; P<0,05., -0.745;P<0.05 dan r = -0.765;P<0.01). Klorofil-a
berkorelasi negatif dengan nitrat dan nitrit disebabkan karena peningkatan
klorofil-a menyebabkan nitrat dan nitrit berkurang atau sebaliknya.
Distribusi rata-rata klorofil-a pada Musim Peralihan II berkisar dari 0.55
sampai 1.17 µg/L (0.73±0.17). Distribusi konsentrasi klorofil-a pada Musim Barat
berkisar dari 0.36 sampai 0.59 µg/L (0.44±0.08). Distribusi klorofil-a pada Musim
Peralihan I berkisar dari 0.44 sampai 0.68 µg/L (0.56±0.07). Pada musim ini
konsentrasi klorofil-a berkorelasi dengan salinitas (Pearson’s r = -0.681;P<0.05)
(Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a meningkat jika
salinitas turun atau sebaliknya. Pada Musim Peralihan I rata-rata salinitas 32,11
psu, sedangkan menurut Qui et al. (2010) konsentrasi klorofil-a tinggi pada
stasiun dengan salinitas mendekati 30 psu, konsentrasi klorofil-a paling tinggi
didominasi oleh mikro dan nano-fitoplankton dengan salinitas 28.9 dan 28.3 psu.
Salinitas dengan klorofil-a memiliki hubungan yang sangat berbeda nyata
(ANOVA; P<0.01), Hasil analisis regresi diperoleh nilai regresi (r) adalah 0.64.
Secara temporal dan spasial, klorofil-a di permukaan perairan (Gambar 32)
menunjukkan ada perbedaan nyata (ANOVA; P<0.01), dan secara temporal tiap-
tiap musim memberikan pengaruh terhadap klorofil-a pada taraf nyata α = 5%,
Pada Musim Barat nilai konsentrasi klorofil-a lebih rendah sedangkan Musim
Timur lebih tinggi. Konsentrasi klorofil-a pada Musim Timur lebih tinggi di
Zona-1 dan lebih rendah di Zona-2 (Tabel 23).
Tabel 23 Rerata konsentrasi klorofil-a (µg/L) pada setiap Zona
Zona MUSIM
Timur Peralihan II Barat Peralihan I
1 1.06 0.68 0.40 0.61
2 0.78 0.65 0.45 0.55
3 0.92 0.87 0.49 0.52
58
Musim Timur konsentrasi klorofil-a tinggi di zona 1 (Tabel 23), disebabkan pada
musim ini terjadi upwelling di Laut Banda yang berpengaruh langsung ke TAD
dengan masukkan nitrat (104.86 ton/bulan) dan fosfat (61.05 ton/bulan) yang
berpengaruh langsung pada Zona-1. Musim Peralihan II dan Musim Barat
konsentrasi klorofil-a lebih tinggi di Zona-3, disebabkan oleh masukkan fosfat
yang tinggi dari sungai (11.5 ton/bulan) pada Musim Peralihan II dan nitrat (4.45
ton/bulan) pada Musim Barat.
Gambar 32. Peta distribusi klorofil-a secara horisontal di perairan TAD
Tabel 24 Rerata kedalaman zona eufotik (M) pada TAD
Zona MUSIM
Timur Peralihan II Barat Peralihan I
1 8.2 9.8 10.2 9.0
2 8.8 11.0 11.3 9.7
3 9.2 10.8 10.9 9.5
-3.6
7°L
S-3
.66°L
S-3.6
5°L
S-3
.64°L
S-3
.63°LS
128.19 °BT 128.2 °BT 128. 21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24°BT 128.25°BT
Poka
Passo
Neg . LamaWaiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U-3.6
7°L
S-3
.66°LS
-3.6
5°L
S-3
.64
°LS
-3.6
3°L
S
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24°BT 128.25°BT
Poka
Passo
Neg . LamaWaiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°LS
-3.6
6°L
S-3
.65
°LS
-3.6
4°L
S-3
.63
°LS
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128. 24°BT 128.25°BT
Poka
PassoNeg. Lama
WaiheruHunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3.6
6°L
S-3
.65°LS
-3.6
4°L
S-3
.63
°LS
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128. 24°BT 128.25°BT
Poka
PassoNeg. Lama
WaiheruHunuth
R. Tiga
Lateri
LattaHalong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3
.66°L
S-3.6
5°L
S-3
.64°L
S-3
.63°LS
128.19 °BT 128.2 °BT 128. 21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24°BT 128.25°BT
Poka
Passo
Neg . LamaWaiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°LS
-3.6
6°L
S-3
.65
°LS
-3.6
4°L
S-3
.63
°LS
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23 °BT 128.24°BT 128.25 °BT
Poka
PassoNeg. Lama
WaiheruHunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3
.66
°LS
-3.6
5°LS
-3.6
4°L
S-3
.63
°LS
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128. 24°BT 128.25°BT
Poka
PassoNeg. Lama
Waiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3
.66°L
S-3.6
5°L
S-3
.64°L
S-3
.63
°LS
128.19 °BT 128.2 °BT 128. 21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24°BT 128.25°BT
Poka
PassoNeg . Lama
Waiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3.6
6°L
S-3
.65°L
S-3
.64°L
S-3
.63°L
S
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128. 24°BT 128. 25°BT
Poka
Passo
Neg . LamaWaiheru
Hunuth
R.Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3
.66°LS
-3.6
5°L
S-3
.64°L
S-3
.63°LS
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24 °BT 128.25°BT
Poka
PassoNeg. Lama
Waiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3.6
6°L
S-3.6
5°L
S-3
.64
°LS
-3.6
3°L
S
128.19°BT 128.2 °BT 128.21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24°BT 128.25°BT
Poka
Passo
Neg . LamaWaiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
-3.6
7°L
S-3
.66°L
S-3.6
5°L
S-3
.64°L
S-3
.63°LS
128.19 °BT 128.2 °BT 128. 21°BT 128.22°BT 128.23°BT 128.24°BT 128.25°BT
Poka
Passo
Neg . LamaWaiheru
Hunuth
R. Tiga
Lateri
Latta
Halong
Galala
Tantui
U
0.0 0.6 1.2 1.8 2.4 3.0
Klorofil [ug/l]
Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011
September 2011 Oktober 2011 November 2011
Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012
Maret 2012 April 2012 Mei 2012
P.A M B O N P. A M B O NP. A M B O N
P. A M B O NP. A M B O N
P. A M B O NP. A M B O N
P. A M B O N
P. A M B O N P. A M B O N P. A M B O N
P. A M B O N
MT
MP
2M
BM
P1
59
Gambar 33. Peta distribusi klorofil-a (µg/L) secara vertikal di perairan TAD
Gambar 33 dan Tabel 24 memperlihatkan bahwa distribusi klorofil-a secara
vertikal dan kedalaman zona eufotik pada TAD bervariasi dari musim ke musim.
Pada Musim Timur dan Musim Peralihan II di Zona-2 terdapat konsentrasi yang
tinggi pada 2 kedalaman yaitu di zona eufotik dan di bawah zona eufotik.
Penyebabnya pada zona ini terjadi pertemuan massa air dari Zona-1 dan Zona-3
yang menenggelamkan massa air dengan konsentrasi klorofil-a yang tinggi,
sedangkan pada Musim Timur di Zona-3 konsentrasi klorofil-a tinggi pada
kedalaman 6 m, jadi masih berada pada zona eufotik.
Musim Barat konsentrasi klorofil-a tertinggi pada Zona-1 dan Zona-3 di
kedalaman 6 m, sedangkan Musim Peralihan I terdapat pada Zona-3 di
kedalaman 5 m yang masih berada pada zona eufotik. Pada keempat musim
terlihat bahwa terjadi proses downwelling pada Zona-2 lagi pula fitoplankton
terseret ke bawah zona eufotik.
SIMPULAN
Tingkat perubahan musiman produktivitas fitoplankton di perairan TAD
menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada Musim Timur
dibandingkan dengan musim lainnya. Tingginya konsentrasi klorofil-a
dipengaruhi oleh upwelling yang terjadi dari Laut Banda. Korelasi antara klorofil-
a dengan produktivitas primer menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
pada Musim Barat, hal ini disebabkan produktivitas primer tidak hanya
dipengaruhi oleh biomassa fitoplankton (klorofil-a), tetapi juga oleh intensitas
cahaya, suhu, dan nutrien.