PERSEPSI MANAJER DAN AUDITOR EKSTERNAL …eprints.undip.ac.id/26843/1/jurnal_skripsi.pdf ·...

26
1 PERSEPSI MANAJER DAN AUDITOR EKSTERNAL MENGENAI EFEKTIVITAS METODE PENDETEKSIAN DAN PENCEGAHAN TINDAKAN KECURANGAN KEUANGAN Afhita Dias Rukmawati Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph.D, Akt Universitas Diponegoro ABSTRACT This research aims to test managers’ and external auditors’ perceptions regarding the effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud action, procedures or techniques and software or technology in detecting and preventing financial fraud. This research was conducted by distributing questionaires directly to the Master of Management students which represents managers and auditors working in Public Accounting Firms in Semarang, data were analysed using independent sample t-test. Result of this research shows that there is no difference between managers’ and external auditors’ perceptions regarding the effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud action; corporate code of conduct/ethichs policy, bank reconciliations, internal control review and improvement, fraud vulnerability reviews, and fraud reporting policy are procedures or techniques which is believed to be effective in reducing financial fraud; and password protection, virus protection, and firewall are software or technology which is effective in detecting and preventing financial fraud. Keywords : perceptions, financial fraud action, managers, external auditors, the effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud action.

Transcript of PERSEPSI MANAJER DAN AUDITOR EKSTERNAL …eprints.undip.ac.id/26843/1/jurnal_skripsi.pdf ·...

1

PERSEPSI MANAJER DAN AUDITOR EKSTERNAL

MENGENAI EFEKTIVITAS METODE PENDETEKSIAN DAN

PENCEGAHAN TINDAKAN KECURANGAN KEUANGAN

Afhita Dias Rukmawati

Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph.D, Akt

Universitas Diponegoro

ABSTRACT

This research aims to test managers’ and external auditors’ perceptions

regarding the effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud

action, procedures or techniques and software or technology in detecting and

preventing financial fraud.

This research was conducted by distributing questionaires directly to the

Master of Management students which represents managers and auditors working

in Public Accounting Firms in Semarang, data were analysed using independent

sample t-test.

Result of this research shows that there is no difference between

managers’ and external auditors’ perceptions regarding the effectiveness of

detection and prevention methods of financial fraud action; corporate code of

conduct/ethichs policy, bank reconciliations, internal control review and

improvement, fraud vulnerability reviews, and fraud reporting policy are

procedures or techniques which is believed to be effective in reducing financial

fraud; and password protection, virus protection, and firewall are software or

technology which is effective in detecting and preventing financial fraud.

Keywords : perceptions, financial fraud action, managers, external auditors, the

effectiveness of detection and prevention methods of financial fraud

action.

2

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Baru-baru ini skandal akuntansi keuangan perusahaan (misalnya Enron,

WorldCom, Global Crossing, Tyco, dll) telah meningkatkan perhatian tentang

tindakan kecurangan. Selain itu, skandal akuntansi keuangan ini merugikan

miliaran dolar nilai pemegang saham dan menimbulkan hilangnya kepercayaan

investor di pasar keuangan (Peterson dan Buckhoff, 2004; Rezaee et al., 2004).

Secara global, rata-rata rugi per organisasi dari kejahatan ekonomi diperkirakan

sebesar $ 2.199.930 selama periode dua tahun (PriceWaterhouseCoopers, 2003).

Di Amerika Serikat, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)

memperkirakan bahwa sekitar enam persen dari pendapatan perusahaan, atau

sekitar $ 660 miliar, hilang per tahun sebagai akibat dari tindakan kecurangan

kerja (Association of Certified Fraud Examiners, 2004).

Bisnis yang lebih besar lebih mungkin mengalami tindakan kejahatan

ekonomi, namun tindakan kecurangan mungkin lebih mahal untuk usaha kecil

(Thomas dan Gibson, 2003; PriceWaterhouseCoopers, 2003). Sebagai contoh,

Association of Certified Fraud Examiners (2004) menyebutkan bahwa tindakan

kecurangan usaha kecil rata-rata sebesar $ 98.000 per kejadian dibandingkan

dengan $ 105.500 per kejadian untuk perusahaan besar. Berarti persentase

tindakan kecurangan pada usaha kecil adalah 51,84% dan untuk usaha yang lebih

besar adalah 48,16%. Atas setiap karyawan, kerugian dari tindakan kecurangan

dapat sebanyak 100 kali lebih besar pada perusahaan kecil daripada perusahaan

besar (Association of Certified Fraud Examiners, 2004; Wells, 2003).

Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan kecurangan

melampaui kerugian keuangan langsung. Kerusakan tersebut termasuk merugikan

hubungan eksternal bisnis, semangat kerja karyawan, reputasi perusahaan, dan

branding (PriceWaterhouseCoopers, 2003). Bahkan, beberapa efek dari tindakan

kecurangan, seperti reputasi perusahaan yang buruk, dapat memiliki dampak

jangka panjang (PricewaterhouseCoopers, 2003). Di samping meningkatnya

kejadian mengenai tindakan kecurangan dan berlakunya undang-undang baru anti-

tindakan kecurangan, namun usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk

3

memerangi tindakan kecurangan tidak berjalan dengan lancar dan hanya bersifat

formalitas (Andersen, 2004). Oleh karena itu, banyak perusahaan mencoba cara

baru dan berbeda untuk memerangi tindakan kecurangan (KPMG Forensik, 2003;

PriceWaterhouseCoopers, 2003).

Salah satu alasan bahwa entitas dari semua jenis mengambil langkah-

langkah lebih dan berbeda untuk melawan tindakan kecurangan adalah bahwa

pendekatan red flags dianggap tidak efektif, karena pendekatan ini terkenal

melibatkan penggunaan suatu daftar indikator tindakan kecurangan. Red flags

tidak meramalkan adanya tindakan kecurangan, tetapi merupakan kondisi yang

terkait dengan tindakan kecurangan. Red flags memberi tanda yang dimaksudkan

untuk memberitahukan auditor terhadap kemungkinan terjadinya aktivitas

tindakan kecurangan. Banyak komentator meragukan pendekatan red flags karena

dua keterbatasan (Krambia-Kardis, 2002):

1) red flags berhubungan dengan tindakan kecurangan, tetapi tidak dapat

mengungkapkan secara pasti (tidak menunjukkan hubungan asli), dan

2) karena memfokuskan perhatian pada tanda tertentu mungkin red flags

menghambat auditor internal dan auditor eksternal dari identifikasi alasan-

alasan lain bahwa tindakan kecurangan bisa terjadi (Krambia-Kardis,

2002).

Alasan kedua perlunya perusahaan mengambil langkah yang lebih baik

dan berbeda untuk melawan tindakan kecurangan adalah banyak perusahaan telah

menggunakan strategi tidak praktis dari pendeteksian tindakan kecurangan (Wells,

2004). Wells (2004) juga menerangkan bahwa ada strategi yang lebih layak

daripada pendeteksian tindakan kecurangan, yaitu pencegahan tindakan

kecurangan karena seringkali sulit untuk memulihkan kerugian akibat tindakan

kecurangan setelah mereka terdeteksi. Banyak perusahaan dan auditor mereka

menangani tindakan kecurangan berdasarkan kasus per kasus bukan dengan

menerapkan hal tersebut dalam rencana jangka panjang mereka.

Pertumbuhan kasus tentang tindakan kecurangan yang terjadi akhir-akhir

ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang sangat kuat untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan penelitian yang

4

lebih baik yang memungkinkan auditor untuk mencegah dan mendeteksi adanya

kondisi yang berpotensial menimbulkan tindakan kecurangan dengan teknik

beragam.

Penelitian persepsi manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas

metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan merupakan

replikasi dari penelitian Bierstaker, et al. (2006) dengan sampel 86 akuntan,

auditor internal dan para pemeriksa akuntan bersertifikasi yang betugas menelaah

tindakan kecurangan. Hasil penelitian Bierstaker menunjukkan bahwa firewall,

virus dan proteksi password, review pengendalian internal seta perbaikannya

cukup umum digunakan untuk memberantas dan mencegah kecurangan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada

model penelitian dan objek yang menjadi sampel penelitian. Penelitian ini

menggunakan sampel mahasiswa Magister Manajemen Universitas Diponegoro

yang merepresentasikan manajer dan auditor eksternal yang bekerja pada Kantor

Akuntan Publik (KAP) di Kota Semarang. Penelitian ini tidak hanya

mengeksplorasi persepsi manajer mengenai metode pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan keuangan, melainkan juga mengeksplorasi persepsi auditor

eksternal mengenai metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan

keuangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui persepsi manajer

dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan keuangan, dirumuskan permasalahan berikut:

1. Apakah manajer dan auditor eksternal memiliki persepsi yang sama

mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan

kecurangan keuangan?

2. Prosedur atau teknik manakah yang diyakini efektif mengurangi tindakan

kecurangan keuangan?

3. Software atau teknologi manakah yang efektif mendeteksi dan mencegah

tindakan kecurangan keuangan?

5

2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Persepsi

Teori ini termasuk dalam teori psikologis perilaku, bahwa persepsi

merupakan faktor psikologis yang mempunyai peranan penting dalam

mempengaruhi perilaku seseorang. Perbedaan persepsi sangat dipengaruhi oleh

interpretasi yang berbeda pada setiap individu atau kelompok (Mahmud, 1990).

Persepsi menurut Robbins (2008) adalah proses dimana individu mengatur

dan menginterpretasikan kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya dapat

berbeda dari realitas objektif. Perilaku individu didasarkan pada persepsi mereka

tentang kenyataan, bukan kenyatan itu sendiri.

Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah

persepsi. Faktor-faktor ini dapat terletak dalam diri pelaku persepsi, target yang

dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat.

Faktor-faktor tersebut bila digambarkan akan tampak seperti pada gambar 2.1.

Ketika seorang individu melihat sebuah target dan mencoba

menginterpretasikannya, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai

karakteristik pribadi dari pelaku persepsi tersebut. Karakteristik target yang

diobservasi juga bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Selain itu, konteks di

mana berbagai objek dan peristiwa itu dilihat juga penting.

Gambar 2.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Robbins

Faktor dalam Situasi

Waktu

Kejadian Tempat Kerja

Keadan Sosial

PERSEPSI

Faktor pada

Pemersepsi

Sikap

Motif

Kepentingan

Pengalaman

Pengharapan

Faktor pada Target

Hal Baru

Gerakan

Bunyi

Ukuran

Latar Belakang

Kedekatan

Sumber: Robbins, 2008

6

Berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yang

dikemukakan Robbins, pelaku persepsi dalam penelitian ini adalah manajer dan

auditor eksternal. Manajer dan auditor eksternal dapat memiliki persepsi yang

sama atau berbeda terhadap efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan berdasarkan faktor yang melatarbelakanginya, seperti sikap,

motivasi, kepentingan, pengalaman, pengharapan, serta situasi dan pengaruh dari

luar.

2.1.2 Teori The Fraud Triangle

Analisis mengenai red flags tidak akan terlepas dari pemahaman tentang

fraud. Seperti yang dinyatakan oleh Montgomery dkk. (dikutip Suartana dan

Kartana, 2008) bahwa ada fenomena segitiga kecurangan (the fraud triangle).

Konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan dalam SAS No. 99 yaitu

standar audit di Amerika Serikat yang terdiri dari tekanan, kesempatan dan

rasionalisasi.

Pertama, Tekanan yaitu insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan

karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku

gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja

(Salman, 2005). Tekanan ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu nyata

(direct) dan persepsi (indirect). Tekanan nyata disebabkan oleh kondisi faktual

yang dimiliki oleh pelaku seperti orang sering gambling atau menghadapi

persoalan-persoalan pribadi, sedangkan tekanan karena persepsi merupakan opini

yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan seperti

misalnya executive need.

Kedua, Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa

dapat menjalankan aksinya yang disebabkan oleh kontrol yang lemah,

ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme

audit, dan sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah dalam hal kontrol.

Kontrol yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan

kecurangan.

Ketiga, Rasionalisasi yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pelaku dengan

melakukan justifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Hal ini merujuk pada sikap,

7

karakter atau sistem nilai yang dianut oleh pelakunya. Rasionalisasi mengacu

pada fraud yang bersifat situasional. Sikap dan perilaku rasionalisasi bisa juga

akan melahirkan perilaku serakah.

Gambar 2.3

Sumber-sumber Fraud

2.2 Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian sebelumnya yang mambahas tentang pencegahan

kecurangan dan metode pendeteksiannya sudah mengacu pada penerapan red

flags. Misalkan , Albrecht and Roomey (1986) dalam Bierstaker, et al. (2006)

yang menyatakan dalam sebuah survei tentang para praktisi auditor yang

menyatakan ada sekitar 31 standard yang berhubungan dengan pengendalian

internal dalam perusahaan dan dianggap sebagai prediktor adanya tindakan

kecurangan yang lebih baik. Survei yang dilakukan ini berbentuk daftar dengan 87

red flags.

Loebbecke and Willingham (1988) dalam Bierstaker, et al. (2006)

menawarkan sebuah model yang dapat mempertimbangkan probabilitas dari

adanya kesalahan penulisan pada laporan keuangan dikarenakan adanya tindakan

kecurangan yang mengandung tiga faktor berikut:

1. Tingkat di mana pihak berwenang dalam perusahaan memiliki alasan untuk

melakukan tindakan kecurangan di bidang manajemen.

2. Tingkat di mana terdapat kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan

kecurangan di bidang manajemen akan dilakukan.

3. Keberadaan pihak berwenang yang memiliki sikap atau seperangkat nilai-nilai

etika yang akan memfasilitasi kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan.

Tekanan

Kesempatan Rasionalisasi

8

Pendekatan red flags digunakan untuk mengembangkan model konseptual

lain untuk mengevaluasi probabilitas adanya tindakan kecurangan (Loebbecke

and Willingham, 1989). Sebuah instrumen penelitian berupa survei yang

digunakan untuk menanyakan pada 277 rekan audit dari enam perusahaan besar.

Para peneliti menyimpulkan bahwa penilaian auditor terhadap pengendalian

internal klien signifikan untuk mengevaluasi probabilititas terjadinya tindakan

kecurangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Pincus (1989) mengungkapkan bahwa

auditor yang tidak menerapkan pendekatan daftar red flag akan memiliki kinerja

yang lebih baik dalam sebuah bentuk studi eksperimental. Dalam studi lain,

auditor dinyatakan memiliki pendapat yang berbeda mengenai tingkat risiko

terjadinya tindakan kecurangan yang diindikasikan dari berbagai indikator red

flag. Auditor dengan pengalaman terhadap klien yang berbeda dinyatakan

memiliki persepsi yang berbeda pula tentang indikator dari pendekatan red flag

(Hackenbrack, 1993).

Peneliti lain telah meneliti efektivitas dari berbagai prosedur audit dalam

mendeteksi tindakan kecurangan. Hylas and Ashton (1982) melakukan studi

empiris dengan 281 kesalahan yang memerlukan penyesuaian laporan keuangan

terhadap 152 audit. Para peneliti ini menyatakan bahwa prosedur review analitis

dan diskusi dengan klien akan memberikan perkiraan persentase besarnya

kesalahan yang terjadi.

Wright and Ashton (1989) meneliti efektivitas dari metode pendeteksian

tindakan kecurangan dari penyidikan terhadap klien, ekspektasi didasarkan pada

penelitian tahun sebelumnya, dan tinjauan analisis dari sampel sebanyak 186

tindakan yang melibatkan 368 penyesuaian audit. Peneliti ini menemukan bahwa

sekitar setengah dari kesalahan tersebut terjadi dan disinyalir dari adanya tiga

prosedur tercatat.

Blocher (1992) menemukan bahwa hanya empat dari 24 kasus tindakan

kecurangan kecurangan disinyalir melalui prosedur analitis. Calderon and Green

(1994) menemukan prosedur analitis merupakan sinyal awal dengan tingkat

persentase sebesar 15 persen dari 455 kasus tindakan kecurangan.

9

Kaminski and Wetzel (2004) melakukan sebuah uji longitudinal dengan

menggunakan beragam rasio keuangan pada 30 perusahaan yang saling

dipasangkan. Dengan menggunakan metodologi teori chaos, uji metriks dilakukan

untuk menganalisis perilaku dari data time-series. Para peneliti tidak menemukan

perbedaan dalam dinamika antara perusahaan yang melakukan tindakan

kecurangan dan perusahaan yang tidak melakukan tindakan kecurangan dengan

memberikan bukti adanya kemampuan rasio keuangan yang terbatas untuk

mendeteksi adanya tindakan kecurangan.

Apostolou, et al. (2001) melakukan survei terhadap 140 auditor internal

dan auditor eksternal terhadap faktor risiko adanya tindakan kecurangan yang

terdapat dalam SAS 82. Mereka membuat dokumentasi tentang karakteristik

manajemen sebagai prediktor yang paling signifikan atas tindakan kecurangan

yang diikuti dengan operasi perusahaan klien atau fitur stabilitas keuangan dan

kondisi industri.

Chen and Senneti (2005) menerapkan sebuah sistem audit yang strategis

dengan karakteristik industri yang spesifik dan terbatas serta menggunakan model

logistik regresi terhadap pasangan sampel dari 52 perusahaan yang diduga

melakukan tindakan kecurangan terhadap laporan keuangan oleh pihak SEC.

Model yang diperoleh berdasarkan tingkat prediksi secara keseluruhan sebesar 91

persen untuk perusahaan yang melakukan tindakan kecurangan dan perusahaan

yang tidak melakukan tindakan kecurangan.

Moyes and Baker (2003) melakukan sebuah survei terhadap praktisi

auditor tentang efektivitas dari metode pendeteksian tindakan kecurangan

terhadap 218 standar prosedur audit. Hasil yang diperoleh mengindikasikan

bahwa 56 dari 218 prosedur dianggap lebih efektif dalam mendeteksi tindakan

kecurangan. Secara umum, prosedur yang paling efektif adalah prosedur yang

memberikan bukti tentang keberadaan dan/atau kekuatan dari pengendalian

intrenal dalam perusahaan.

Survei yang dilakukan Biestaker, et al. (2006) terhadap 86 akuntan,

auditor internal dan para pemeriksa akuntan bersertifikasi yang bertugas menelaah

kecurangan, memperoleh hasil yang mengindikasikan bahwa penerapan metode

10

firewall, perlindungan terhadap virus dan sandi kunci (password), pengendalian

internal serta peningkatannya umumnya adalah metode yang paling sering

digunakan untuk memberantas dan mencegah adanya kecurangan. Sedangkan

penetapan sampel untuk pendeteksian, pengambilan data, akuntan forensik dan

analisis perangkat sofware digital tidak terlalu sering digunakan, meskipun

penggunaan metode ini memberikan tingkat efektivitas yang lebih tinggi. Secara

khusus, perusahaan menggunakan akuntan forensik dan analisis digital yang

paling jarang digunakan sebagai metode anti kecurangan yang memiliki nilai

mean terhadap efektivitas yang paling tinggi.

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas

Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan

Keuangan

Dari banyak kasus kecurangan yang berhasil dibongkar selama ini dapat

disimpulkan bahwa siapapun bisa terbelit atau terlibat kecurangan, hanya

penyebabnya/pendorongnya saja yang berbeda. Manajer apalagi eksekutif

perusahaan, wajib memahami seluk-beluk kecurangan dalam operasional

perusahaan. Karena cara terbaik dalam mencegah kecurangan (korupsi) adalah

dengan memahami apa yang sebenarnya menjadi penyebabnya dan kemudian

mengeliminirnya. Fraud bisa terjadi dimana saja dan di lingkungan apa saja mulai

dari tingkatan yang paling tinggi sampai yang paling rendah dan oleh siapa saja.

Menurut SAS No. 53, The Auditor’s Responsibility to Detect and Report

Errors and Irregularities, yang menggantikan standar sebelumnya SAS No. 16,

menjelaskan bahwa tanggung jawab auditor eksternal adalah untuk mendeteksi

salah saji material. Hal ini dicapai dengan mendiskusikan karakteristik klien yang

disebut red flag – yang meningkatkan risiko salah saji material dan harus

meningkatkan sikap skeptisisme oleh auditor (Koroy, 2008).

Manajer dan auditor eksternal kemungkinan akan memiliki persepsi yang

sama mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan

kecurangan keuangan. Kemungkinan persamaan persepsi ini dikarenakan manajer

sebagai pihak dalam perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap pengendalian

11

internal perusahaan, kegiatan operasional perusahaan, serta menginginkan

perusahaannya bebas dari tindakan kecurangan keuangan, sehingga ia juga

bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya tindakan kecurangan pada

perusahaan; sedangkan auditor eksternal merupakan pihak independen yang

bertugas untuk mendeteksi adanya tindakan kecurangan. Karena terdapat

persamaan tanggung jawab untuk mengatasi adanya tindakan kecurangan

keuangan, maka manajer dan auditor eksternal akan memiliki persepsi yang sama.

Berdasarkan uraian di atas dapat dituliskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Terdapat persamaan persepsi antara manajer dan auditor eksternal

mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan

kecurangan keuangan.

3. Metode Penelitian

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel yang diukur dengan instrumen-

instrumen yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu, yaitu prosedur atau teknik

dan software atau teknologi pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan

keuangan.

3.1.2 Definisi Operasional

Metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan

dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan oleh

Bierstaker, et al. (2006). Terdiri dari 34 metode yang terbukti efektif untuk

mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan. Ke-34 metode ini telah

dipaparkan dalam telaah pustaka.

Untuk mengukur persepsi manajer dan auditor eksternal mengenai

efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan

menggunakan 8 sampai dengan 9 item pertanyaan mengenai profil responden, 25

item pertanyaan mengenai prosedur atau teknik pendeteksian tindakan kecurangan

keuangan keuangan dan 9 item pertanyaan mengenai software atau teknologi

untuk mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan. Instrumen yang

12

digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi

dari penelitian Bierstaker, et al. (2006). Masing-masing responden diminta untuk

menilai tingkat efektivitas menggunakan skala likert tujuh poin.

3.2 Penentuan Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Magister Manajemen

yang sedang menempuh pendidikan pada Universitas di Semarang dan auditor

eksternal yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang yang

terdaftar dalam direktori Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia tahun 2009. Pengambilan populasi ini dilakukan dengan alasan

bahwa mahasiswa Magister Manajemen dianggap merepresentasikan manajer,

sedangkan auditor eksternal adalah pihak independen yang bertugas untuk

mendeteksi adanya tindakan kecurangan keuangan.

3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Magister Manajemen yang

sedang menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro, serta auditor eksternal

yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal

dari jawaban responden atas kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa

Magister Manajemen dan auditor eksternal yang memenuhi kriteria sampel.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data berasal dari skor total yang diperoleh dari pengisisan

kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa Magister Manajemen UNDIP dan

auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang.

3.4 Metode Analisis

3.4.1 Analisis Data

Pengujian hipotesis untuk penelitian ini dengan menggunakan Software

SPSS Statistics versi 17 for Windows, dimana metode yang dipilih adalah

Independent Sample t-Test atau uji beda t-test. Software tersebut dipilih dengan

13

alasan karena selama ini terbukti handal dalam membantu pengujian dan analisis

data dalam aktivitas penelitian.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini uji hipotesis dilakukan dengan Independent Sample t-

Test atau uji beda t-test. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan

Tabel 4.2 :

Tabel 4.1

Hasil Uji Hipotesis

(Prosedur atau Teknik Pendeteksian dan Pencegahan

Tindakan Kecurangan Keuangan)

Variabel

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Sig. (2-tailed)

P1 .298 .587 .998 .321

P2 .658 .420 2.183 .032

P3 3.153 .080 1.946 .056

P4 .214 .645 2.379 .020

P5 1.965 .165 .969 .336

P6 1.660 .202 1.729 .088

P7 3.978 .050 2.582 .012

P8 3.310 .073 -.746 .458

P9 .889 .349 -1.602 .113

P10 1.823 .181 1.575 .120

P11 1.566 .215 -.091 .928

P12 .003 .955 1.124 .265

P13 20.871 .000 3.572 .001

P14 1.078 .303 -.777 .440

P15 2.657 .107 .089 .929

P16 2.215 .141 -.764 .447

P17 .374 .543 .990 .326

P18 .949 .333 -.771 .443

P19 7.249 .009 3.032 .003

P20 .325 .571 .224 .824

P21 .418 .520 .309 .758

P22 10.536 .002 2.513 .014

14

P23 8.943 .004 2.209 .030

P24 .054 .816 .675 .502

P25 .217 .643 .260 .796

Ptotal .374 .543 1.435 .156

Sumber: Data primer diolah, 2011

Tabel 4.1 menunjukkan hasil uji beda antara manajer dan auditor eksternal

mengenai prosedur atau teknik pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan

keuangan. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada 7 variabel yang memiliki

perbedaan secara signifikan (p<0,05) antara persepsi manajer dan auditor

eksternal tentang efektivitas prosedur atau teknik pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan keuangan. Ketujuh variabel tersebut antara lain P2 (Review

terhadap pengendalian internal dan perbaikannya), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review

terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan

etika), P19 (Rotasi pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai) dan

P23 (Observasi persediaan).

Tabel 4.2

Hasil Uji Hipotesis

(Software atau Teknologi Pendeteksian dan Pencegahan

Tindakan Kecurangan Keuangan)

Variabel

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Sig. (2-tailed)

S1 .020 .887 1.471 .146

S2 .404 .527 .535 .594

S3 .367 .547 -.214 .831

S4 28.013 .000 2.782 .007

S5 3.279 .074 1.527 .131

S6 .099 .754 1.180 .242

S7 .293 .590 1.186 .239

S8 .780 .380 1.605 .113

S9 7.297 .009 .541 .590

Stotal 1.780 .186 1.460 .149

Sumber: Data primer diolah, 2011

Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji beda antara manajer dan auditor

eksternal mengenai software atau teknologi pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan keuangan. Dari Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa ada 1

15

variabel yang memiliki perbedaan secara signifikan (p<0,05) antara persepsi

manajer dan auditor eksternal tentang efektivitas prosedur atau teknik

pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan. Variabel tersebut

adalah S4 (Audit berkelanjutan).

4.1.1 Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas

Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan

Dari hasil uji statistik di atas dapat dilihat bahwa secara umum manajer

dan auditor eksternal memiliki persepsi yang sama mengenai efektivitas metode

pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan. Hanya ada delapan

variabel yang memliki persepsi yang berbeda, yaitu P2 (Review terhadap

pengendalian internal dan perbaikannya), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap

bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika), P19

(Rotasi pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23

(Observasi persediaan) dan S4 (Audit berkelanjutan).

Perbedaan persepsi muncul pada 8 variabel metode pendeteksian dan

pencegahan tindakan kecurangan keuangan dari total 34 variabel. Total 8 variabel

tersebut menunjukkan bahwa efektivitas dari metode tersebut dipandang efektif

oleh manajer, ternyata dipandang tidak efektif oleh auditor eksternal atau

sebaliknya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Rata-rata Perbedaan Persepsi antara Manajer dan Auditor Eksternal

mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan

Kecurangan Keuangan: Prosedur dan Software

Variabel Responden N Mean

P2 Manajer 36 6.03

Auditor Eksternal 39

5.54

P4 Manajer 36

5.75

Auditor Eksternal 39

5.15

P7 Manajer 36

6.06

Auditor Eksternal 39

5.41

P13 Manajer 36

5.69

Auditor Eksternal 39

4.64

P19 Manajer 36

5.78

16

Auditor Eksternal 39

4.90

P22 Manajer 36

6.03

Auditor Eksternal 39

5.26

P23 Manajer 36

5.86

Auditor Eksternal 39

5.15

S4 Manajer 36

6.00

Auditor Eksternal 39

5.28

Sumber: Data primer diolah, 2011

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa P2 (Review terhadap pengendalian

internal dan perbaikannya) dipandang efektif oleh manajer (mean 6,03) tetapi

dipandang agak efektif oleh auditor eksternal (mean 5,44). Hal ini terjadi pada

variabel lain seperti P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap bagian yang rawan

tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika), P19 (Rotasi pegawai), P22

(Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23 (Observasi persediaan) dan S4

(Audit berkelanjutan) yang menunjukkan mean atau rata-rata manajer lebih besar

dibandingkan rata-rata auditor eksternal. Hal ini berarti 8 variabel tersebut

dipandang efektif oleh manajer tetapi dipandang agak efektif oleh auditor

eksternal.

Berdasarkan analisis tersebut, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan hasil

temuan ini menunjukkan terdapat persamaan persepsi antara manajer dan auditor

eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan

kecurangan. Maka untuk hipotesis dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.

Alasannya karena, dengan melihat tingkat signifikansi pada Tabel 4.1 dan 4.2 dari

nilai t untuk Ptotal dan Stotal masing-masing sebesar 0,156 dan 0,149 lebih besar

dari p = 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat persamaan persepsi antara

manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan

pencegahan tindakan kecurangan.

4.1.2 Prosedur atau Teknik yang Diyakini Efektif Mengurangi Tindakan

Kecurangan Keuangan

Tabel 4.4 menunjukkan prosedur atau teknik pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan keuangan dengan persentase tingkat penggunaan yang

17

disusun berdasarkan tingkat efektivitasnya, mulai dari prosedur dengan tingkat

paling efektif hingga tingkat yang tidak efektif.

Tabel 4.4

Prosedur atau Teknik yang Diyakini Efektif Mengurangi

Tindakan Kecurangan Keuangan

(Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal)

Metode Pendeteksian dan

Pencegahan Tindakan Kecurangan

Keuangan

Persentase Efektivitas

Metode Rangking

Manajer Auditor

Eksternal

Prosedur atau Teknik Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan

Kode etik perusahaan atau kebijakan

etika 97,22 92,31 5,844 1

Rekonsiliasi bank 88,89 84,62 5,791 2

Review terhadap pengendalian internal

dan perbaikannya 97,22 89,74 5,783 3

Review terhadap bagian yang rawan

tindakan kecurangan keuangan 100 84,62 5,733 4

Kebijakan untuk melaporkan tindakan

kecurangan keuangan 94,44 84,62 5,716 5

Audit kinerja (operational audits) 94,44 84,62 5,662 6

Review keberadaan dan jumlah uang

tunai 97,22 76,92 5,642 7

Meningkatkan peranan komite audit 91,67 87,18 5,565 8

Observasi persediaan 91,67 71,79 5,508 9

Kontrak kerja pegawai 94,44 84,62 5,452 10

Fraud Auditing 83,33 87,18 5,419 11

Pemasangan peralatan pengawas

(CCTV) 77,78 84,62 5,395 12

Rotasi pegawai 91,67 69,23 5,338 13

Meningkatkan perhatian pada manajer

senior 80,56 87,18 5,321 14

Pelatihan pencegahan dan pendeteksian

tindakan kecurangan keuangan 86,11 76,92 5,274 15

Pelatihan etika 94,44 58,97 5,168 16

Departemen keamanan (satuan

pengamanan) 80,56 79,49 5,161 17

Mengecek latar belakang pegawai 86,11 66,67 4,987 18

Penerapan akuntansi forensik oleh

perusahaan 66,67 71,79 4,933 19

Pengawasan terhadap korespondensi

elektronik 63,89 71,79 4,861 20

Program konseling pegawai 63,89 64,10 4,803 21

Kode pemberian sanksi terhadap

pemasok/kontraktor 58,33 69,23 4,648 22

Petugas atau bagian khusus yang 58,33 61,54 4,509 23

18

menangani etika (pejabat)

Hot line service untuk melaporkan

tindakan kecurangan keuangan 52,78 66,67 4,474 24

Kebijakan yang berkaitan dengan

adanya whistle-blowing 38,89 64,10 4,149 25

Sumber: Data primer diolah, 2011

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa prosedur yang paling banyak

digunakan menurut manajer adalah review terhadap bagian yang rawan tindakan

kecurangan keuangan (100%), kode etik perusahaan atau kebijakan etika

(97,22%), review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya (97,22%),

review keberadaan dan jumlah uang tunai (97,22%) dan kebijakan untuk

melaporkan tindakan kecurangan keuangan (94,44%). Sedangkan prosedur yang

sedikit atau jarang digunakan adalah kebijakan yang berkaitan dengan adanya

whistle-blowing (38,89%), hot line service untuk melaporkan tindakan kecurangan

keuangan (52,78%), kode pemberian sanksi terhadap pemasok/kontraktor

(58,33%), petugas atau bagian khusus yang menangani etika (pejabat) (58,33%)

dan pengawasan terhadap korespondensi elektronik (63,89%).

Menurut auditor eksternal prosedur yang paling banyak digunakan oleh

auditor eksternal adalah kode etik perusahaan atau kebijakan etika (92,31%),

review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya (89,74%), meningkatkan

peranan komite audit (87,18%), fraud auditing (87,18%) dan meningkatkan

perhatian pada manajer senior (87,18%). Sedangkan prosedur yang sedikit atau

jarang digunakan adalah pelatihan etika (58,97%), petugas atau bagian khusus

yang menangani etika (pejabat) (61,54%), kebijakan berkaitan dengan adanya

whistle-blowing (64,10%), program konseling pegawai (64,10%) dan hot line

service untuk melaporkan tindakan kecurangan (66,67%).

Selain terdapat perbedaan untuk penggunaan prosedur pendeteksian dan

pencegahan tindakan kecurangan keuangan, juga terdapat perbedaan untuk tingkat

efektivitas masing-masing prosedur tersebut. Prosedur dengan tingkat efektivitas

tertinggi adalah kode etik perusahaan atau kebijakan etika (5,844), rekonsiliasi

bank (5,791), review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya (5,783),

review terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan (5,733) dan

kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan keuangan (5,716).

19

4.4.3 Software atau Teknologi yang Efektif Mendeteksi dan Mencegah

Tindakan Kecurangan Keuangan

Tabel 4.5 menunjukkan software atau teknologi pendeteksian dan

pencegahan tindakan kecurangan keuangan dengan persentase tingkat penggunaan

yang disusun berdasarkan tingkat efektivitasnya, mulai dari sofware dengan

tingkat paling efektif hingga tingkat yang tidak efektif.

Tabel 4.5

Software atau Teknologi yang Efektif Mendeteksi dan Mencegah Tindakan

Kecurangan Keuangan

(Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal)

Metode Pendeteksian dan

Pencegahan Tindakan Kecurangan

Keuangan

Persentase Efektivitas

Metode Rangking

Manajer Auditor

Eksternal

Software atau Teknologi Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan

Perlindungan password 97,22 94,87 5,886 1

Perlindungan terhadap virus 94,44 89,74 5,673 2

Perlindungan dengan metode firewall 94,44 87,18 5,649 3

Audit berkelanjutan 100 74,36 5,641 4

Rasio keuangan 94,44 82,05 5,635 5

Seleksi pemakaian software dengan

ketat 86,11 94,87 5,457 6

Penggalian data (Data mining) 88,89 82,05 5,390 7

Penggunaan sampel untuk menemukan

kecurangan keuangan 88,89 79,49 5,249 8

Analisis digital 72,22 71,79 5,066 9

Sumber: Data primer diolah, 2011

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa software yang banyak digunakan

menurut manajer di dalam perusahaannya adalah audit berkelanjutan (100%),

perlindungan password (97,22%) dan perlindungan terhadap virus (94,44%).

Sedangkan software yang sedikit atau jarang digunakan adalah analisis digital

(72,22%), seleksi pemakaian software dengan ketat (86,11%) dan penggunaan

sampel untuk menemukan kecurangan keuangan (88,89%).

Menurut auditor eksternal software yang banyak digunakan adalah

perlindungan password (94,87%), seleksi pemakaian software dengan ketat

(94,87%) dan perlindungan terhadap virus (89,74%). Sedangkan software yang

sedikit atau jarang digunakan adalah analisis digital (71,79%), audit berkelanjutan

20

(74,36%) dan penggunaan sampel untuk menemukan kecurangan keuangan

(79,49%).

Selain terdapat perbedaan untuk penggunaan software pendeteksian dan

pencegahan tindakan kecurangan keuangan, juga terdapat perbedaan untuk

tingkat efektivitas masing-masing software tersebut. Software dengan tingkat

efektivitas tertinggi adalah perlindungan password (5,886), perlindungan terhadap

virus (5,6 73) dan perlindungan dengan metode firewall (5,649).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal Mengenai Efektivitas

Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan

Berdasarkan analisis di atas, pada hasil uji hipotesis pada Tabel 4.1 dan

4.2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan hasil temuan penelitian ini adalah

tidak signifikan, yang berarti bahwa terdapat persamaan persepsi antara manajer

dan auditor eksternal. Dari total 34 variabel metode pendeteksian dan pencegahan

tindakan kecurangan, hanya 8 variabel yang memiliki persepsi yang berbeda.

Kedelapan variabel tersebut antara lain, P2 (Review terhadap pengendalian

internal dan perbaikannya), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap bagian yang

rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika), P19 (Rotasi

pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23 (Observasi

persediaan) dan S4 (Audit berkelanjutan).

Adanya persamaan maupun perbedaan persepsi antara manajer dan auditor

eksternal dapat disebabkan karena terdapat perbedaan tingkat pendidikan dari

masing-masing responden, selain itu dipengaruhi juga oleh pengalaman kerja,

serta latar belakang dari masing-masing responden. Secara teoritis, hal ini sesuai

dengan teori persepsi yang dikemukakan oleh Robbins (2008) bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi persepsi dapat terletak dalam diri pelaku persepsi (sikap,

motif, kepentingan, pengalaman, dan pengharapan), target yang dipersepsikan (hal

baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan), dan situasi di mana

persepsi tersebut dibuat (waktu, kejadian tempat kerja, dan keadaan sosial).

21

4.2.2 Prosedur atau Teknik yang Diyakini Efektif Mengurangi Tindakan

Kecurangan Keuangan

Berdasarkan analisis hasil uji hipotesis pada Tabel 4.4, hasil temuan

penelitian ini adalah bahwa prosedur atau teknik, seperti kode etik perusahaan

atau kebijakan etika, rekonsiliasi bank, review terhadap pengendalian internal dan

perbaikannya, review terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan,

dan kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan keuangan diyakini efektif

mengurangi tindakan kecurangan keuangan. Prosedur yang efektif dan yang

paling banyak digunakan untuk mengurangi tindakan kecurangan keuangan

adalah review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya.

Banyaknya kasus-kasus mengenai tindakan kecurangan keuangan yang

belakangan ini terjadi, dapat dijelaskan oleh teori the fraud triangle. Menurut teori

the fraud triangle, tindakan kecurangan dapat timbul karena tiga faktor, yaitu

tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Karena adanya tekanan, seperti tuntutan

gaya hidup, ketidakmampuan dalam keuangan, mencoba-coba untuk mengalahkan

sistem dan ketidakpuasan kerja menjadi pemicu seseorang untuk melakukan

tindakan kecurangan. Tekanan didukung dengan kesempatan yang ada, seperti

kontrol perusahaan yang lemah, kelemahan dalam mengakses informasi dan tidak

ada mekanisme audit menyebabkan pelaku dengan leluasa dapat menjalankan

aksinya. Selain itu, sikap, karakter dan perilaku rasionalisasi dapat melahirkan

perilaku serakah yang kemudian menjadi salah satu faktor timbulnya tindakan

kecurangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu prosedur yang efektif yang mampu

mengurangi terjadinya tindakan kecurangan.

Berdasarkan pada teori tersebut, kode etik perusahaan atau kebijakan etika

merupakan prosedur yang dinilai efektif dapat mengurangi tindakan kecurangan

yang disebabkan karena faktor rasionalisasi. Rasionalisasi berhubungan dengan

sikap/perilaku seorang individu. Perilaku individu dalam pekerjaannya dapat

dibentuk melalui kode etik yang berlaku dalam perusahaan. Faktor lain seseorang

melakukan tindakan kecurangan karena ada kesempatan yang mendukungnya.

Kesempatan tersebut dapat diminimalisir dengan penerapan prosedur, seperti

review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya, review terhadap bagian

22

yang rawan tindakan kecurangan keuangan dan kebijakan untuk melaporkan

tindakan kecurangan keuangan.

Tingkatan efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan

kecurangan keuangan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan Bierstaker et al. (2006). Dalam penelitiannya, penerapan akuntansi

forensik, fraud auditing dan rekonsiliasi bank termasuk dalam top ten metode

yang efektif. Sedangkan dalam penelitian ini yang termasuk dalam top ten metode

yang efektif adalah kode etik perusahaan, rekonsiliasi bank, review terhadap

pengendalian internal dan perbaikannya, review terhadap bagian yang rawan

tindakan kecurangan keuangan, kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan

keuangan dan audit kinerja (operational audits).

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Loebbecke and

Willingham (1989) yang menemukan bahwa pengendalian internal signifikan

untuk mengevaluasi probabilitas terjadinya tindakan kecurangan. Hal ini juga

konsisten dengan penelitian Bierstaker, et al. (2006) yang menyatakan

pengendalian internal serta perbaikannya merupakan metode yang paling sering

digunakan untuk memberantas dan mencegah tindakan kecurangan.

4.2.3 Software atau Teknologi yang Efektif Mendeteksi dan Mencegah

Tindakan Kecurangan Keuangan

Berdasarkan analisis hasil uji hipotesis pada Tabel 4.5, hasil temuan

penelitian ini adalah perlindungan password, perlindungan terhadap virus, dan

perlindungan dengan metode firewall merupakan software yang efektif dan umum

digunakan untuk mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan.

Kecurangan bermula dari hal yang kecil, kemudian membesar dan pada

akhirnya akan merugikan perusahaan. Untuk itu, perlu ada semacam program

terstruktur serta tertata baik, dapat berupa software atau teknologi untuk menekan

praktik kecurangan. Tujuan utamanya adalah mencegah dan mendeteksi

kecurangan serta melakukan langkah penyelamatan kerugian yang tidak

diinginkan (Supriadi, 2010).

Berdasarkan teori the fraud triangle, software seperti, perlindungan

password, perlindungan terhadap virus, dan perlindungan dengan metode firewall

23

merupakan software yang dapat mencegah timbulnya tindakan kecurangan dari

faktor kesempatan. Kesempatan untuk melakukan tindakan kecurangan

disebabkan karena kontrol yang lemah dan kelemahan dalam mengakses

informasi. Ketiga software tersebut dapat menjadi kontrol yang baik agar

seseorang tidak dapat mengakses info penting perusahaan secara leluasa.

Tingkatan efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan

kecurangan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

Bierstaker et al. (2006). Dalam penelitiannya, perlindungan terhadap virus,

perlindungan dengan metode firewall, seleksi pemakaian software dengan ketat,

penggalian data (data mining), perlindungan password, audit berkelanjutan dan

analisis digital merupakan metode yang termasuk dalam top ten metode yang

efektif. Sedangkan dalam penelitian ini yang termasuk dalam top ten metode yang

efektif adalah perlindungan password, perlindungan terhadap virus dan

perlindungan dengan metode firewall.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Bierstaker, et al. (2006)

yang menunjukkan bahwa penerapan metode firewall, perlindungan terhadap

virus dan proteksi password paling sering digunakan untuk memberantas dan

mencegah kecurangan.

5. Penutup

5.1.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data pada hasil dan pembahasan, penelitian ini

menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara keseluruhan hasil temuan penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat

perbedaan persepsi antara manajer dan auditor eksternal tentang efektivitas

metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan. Dari total 34

variabel metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan, hanya 9

variabel yang memiliki persepsi yang berbeda. Kesembilan variabel tersebut

antara lain, P2 (Review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya), P3

(Mengecek latar belakang pegawai), P4 (Kontrak kerja), P7 (Review terhadap

bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan), P13 (Pelatihan etika),

24

P19 (Rotasi pegawai), P22 (Review keberadaan dan jumlah uang tunai), P23

(Observasi persediaan) dan S4 (Audit berkelanjutan).

2. Prosedur atau teknik yang efektif mengurangi tindakan kecurangan keuangan

antara lain, kode etik perusahaan atau kebijakan etika, rekonsiliasi bank,

review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya, review terhadap

bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan, dan kebijakan untuk

melaporkan tindakan kecurangan keuangan. Prosedur yang efektif dan yang

paling banyak digunakan untuk mengurangi tindakan kecurangan keuangan

adalah review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya.

3. Perlindungan password, perlindungan terhadap virus, dan perlindungan

dengan metode firewall merupakan software yang efektif dan umum

digunakan untuk mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Cakupan penelitian ini dibatasi oleh ukuran dan jumlah sampel, di mana

responden terbatas hanya pada manajer dan auditor eksternal yang bekerja di

Kantor Akuntan Publik di Semarang. Tidak banyak auditor eksternal yang

bersedia menjadi sampel sehingga kurang dapat digeneralisasikan.

5.3 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya yang akan mengambil tema sama adalah

dengan memperluas sampel dan jumlah responden. Hal ini dapat dilakukan

dengan memperbanyak sampel Kantor Akuntan Publik dan dengan

memperluas lokasi Kantor Akuntan Publik yang dijadikan objek

penelitian.

2. Penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi penggunaan metode

pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan keuangan oleh anggota

lain dari profesi akuntansi seperti praktisi pajak.

25

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. 1996. Employee Fraud. The Internal Auditor, 26-37.

Amrizal. 2004. “Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal

Auditor.” http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/cegah_deteksi.pdf

Apostolou, B., J. Hassell, S. Webber, dan G. Sumners. 2001. “The Relative

Importance of Management Fraud Risk Factors.” Behavioral Research in

Accounting, Vol. 13, h. 1-24.

Association of Certified Fraud Examiners, 2004, Report to the Nation:

Occupational Fraud and Abuse, Austin, TX.

Berry, L. E. 1983. “Coordinating Total Audit Coverage: Trend and Practices. The

Institute of Internal Auditors Research Foundation, Vol. 24.

Bierstaker, James L., R. G. Brody, and C. Pacini. 2006, “Accountants’

Perceptions Regarding Fraud Detection and Prevention Methods.”

Managerial Auditing Journal, Vol. 21 No. 5, h. 520-535.

Blocher, E. 1992. The Role of Analytical Procedures in Detecting Management

Fraud. Institute of Management Accountants, Montvale, NJ.

Budi, S. 2008. “Internal Auditor dan Dilema Etika”. Ringkasan Penelitian,

http://www.theakuntan.com/riset/internal-auditor-dan-dilema-etika/-31k.

Calderon, T.G. and Green, B.P. 1994. “Signaling Fraud by Using Analytical

Procedures.” Ohio CPA Journal, Vol. 53 No. 2, h. 27-38.

Chen, C. and Sennetti, J. 2005. “Fraudulent Financial Reporting Characteristics of

The Computer Industry Under A Strategic-Systems Lens.” Journal of

Forensic Accounting, Vol. VI No. 1, h. 23-54.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (Edisi

III). Semarang: Badan Penerbit Undip.

Gramling, A. dan P.M. Myers. 1997. “Practicioners’ and User’s Perceptions of

The Benefits Certification of Internal Auditors.” Accounting Horizons,

Vol. 11.

Hackenbrack, K. 1993. “The Effect of Experience with Different Sized Clients on

Auditor Evaluations of Fraudulent Financial Reporting Indicators.”

Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 12, h. 99-110.

Haugen, Susan and Selin, J.Roger. 1999. “Identifying and Controlling Computer

Crime An Employee Fraud.” Industrial Management & Data Systems

99/8, h.340-344.

Hylas, R.E. and Ashton, R. 1982. “Audit Detection of Financial Statement

Errors.” The Accounting Review, Vol. 57 No. 4, h. 751-65.

Kaminski, K. and T.S. Wetzel. 2004. “Financial Ratios and Fraud: An

Exploratory Study Using Chaos Theory.” Journal of Forensic Accounting,

Vol. V No. 1, h. 147-72.

Koroy, Tri Ramaraya. 2008. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan

Keuangan oleh Auditor Eksternal.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.

10, No. 1, h. 22-33.

Loebbecke, J.K., Eining, M.M. dan Willingham, J.J. 1989. “Auditors’ Experience

with Material Irregularities: Frequency, Nature, and Detect-ability.”

Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 9, h. 1-28.

26

Moyes, G. dan Baker, C.R. 2003. “Auditors’ Beliefs about The Fraud Detection

Effectiveness of Standard Audit Procedures.” Journal of Forensic

Accounting, Vol. IV No. 2, h. 199-216.

Pincus, K. 1989. “The Efficacy of A Red Flags Questionnaire for Assessing The

Possibility of Fraud.” Accounting, Organizations, and Society, Vol. 14,

h.153-63.

Robbins, Stephen P., 2008, Perilaku Organiasi (Edisi 12). Jakarta: Salemba

Empat.

Salman, Khairansyah. 2005. “Audit Investigatif; Metoda Efektif dalam

Pengungkapan Kecurangan.” Makalah Seminar Nasional Auditing

Forensik, PPA UGM, Yogyakarta.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods For Business (4th ed). United States of

America: John Wiley & Sons, Inc.

Sofjan, Irwan. 2005. “Fraud Detection, Prevention and Investigative Audit – an

Overview.” Makalah Seminar Nasional Auditing Forensik, PPA UGM,

Yogyakarta.

Suartana, I Wayan dan Kartana, I Wayan. 2008. “Pengalaman Audit, Red Flags,

dan Urutan Bukti.” Paper disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi

11,

Supono dan Yulianto, Agus. 2007. Audit Berpeduli Risiko. Bogor: Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP.

Supriadi. 2010. “Pentingnya Bank Memiliki Program Pencegahan Kecurangan”.

http://excellent-lawyer.blogspot.com/2010/04/membebaskan-perbankan-

nasional-dari.html

Thompson, C. Jr. 1992. ”Fraud'”. Internal Auditor, August, h. 19-23.

Tunggal, Amin Widjaja. 1992. Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing).

Jakarta: Rineka Cipta.

___________________. 2005. Audit Kecurangan (Suatu Pengantar). Jakarta:

Harvindo.

Wright, A. and Ashton, R. 1989. “Identifying Audit Adjustments with

Attentiondirecting Procedures.” The Accounting Review, Vol. 64 No. 4, h.

710-728.