PERINGATAN - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/09-1448_Fulltext.pdfkepribadian...
-
Upload
hoangquynh -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of PERINGATAN - elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/09-1448_Fulltext.pdfkepribadian...
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERSI – INTROVERSI
DENGAN COPING STRATEGY
DALAM MENGHADAPI TUGAS AKHIR PADA WASANA PRAJA
DI INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR – SUMEDANG
SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Menempuh Ujian Sarjana Pada
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
Disusun Oleh :
RIYANDA UTARI
10050003023
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2009
”Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu.
Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan”
��������� ���������� ���������� ���������� �����
����
Motto :
”Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata,
padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas”.
(Ali bin Abi Thalib)
����
����
i
ABSTRAK
RIYANDA UTARI (10050003023). “Hubungan tipe kepribadian ekstroversi – introversi dengan coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir pada wasana praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor-Sumedang”.
Latar belakang masalah dari penelitian ini diangkat dari fenomena mengenai tekanan (stres) yang dialami oleh mahasiswa tingkat akhir saat menyusun Tugas Akhir pada umumnya. Keberhasilan dari suatu instansi pendidikan salah satunya dapat dilihat dalam meluluskan mahasiswa dengan kualitas terbaik. Keadaan stres merupakan suatu keadaan yang wajar dialami individu untuk mendapatkan keseimbangan dan merupakan bentuk cara beradaptasi dalam menghadapi lingkungan. Hal ini yang salah satunya terjadi pada mahasiswa tingkat akhir Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dimana harus menyelesaikan perkuliahan dengan pemadatan kurikulum pendidikan dan percepatan kelulusan. Dalam keadaan stres seorang individu dapat menggunakan berbagai coping strategy untuk menghadapinya dan hal tersebut tidak terlepas pada kecenderungan tipe kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kecenderungan tipe kepribadian seperti apakah yang ditampilkan oleh praja wasana dalam menggunakan coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir pada wasana praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor. Adapun kegunaan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi IPDN khususnya dalam memberikan arahan bagi praja wasana yang mengalami hambatan dalam menggunakan coping strategy terhadap stres yang dibutuhkan dalam menghadapi Tugas Akhir. Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir IPDN sebanyak 100 orang praja wasana. Alat ukur yang digunakan adalah Eysenck Personality Inventory (EPI) dan Ways of Coping the Revised Version.Uji statistik yang digunakan adalah Uji Korelasi Koefisien Kontingensi dengan uji validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS 16.0. Hasil dari penelitian ini adalah adanya korelasi antara tipe kepribadian ekstroversi dan introversi dengan coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir dengan C = 0,33 dan Cmax = 0,707 dan berada pada tahap korelasi sedang.
ii
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya
yang tiada henti mengiringi penulis dalam menjalani pendidikan di Fakultas
Psikologi Universitas Islam Bandung hingga akhirnya penelitian ini dapat
diselesaikan. Penelitian ini penulis beri judul “Hubungan tipe kepribadian
ekstroversi – introversi dengan coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir
pada wasana praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor-
Sumedang”.
Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki dalam penyusunan
penelitian ini hingga mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, kritik,
bimbingan dan do’a yang diberikan kepada penulis.
Penulis mengucapkan ucapan terima kasih secara khusus kepada :
1. Ibu Dr. Endang Pudjiastuti, M.Pd, sebagai pembimbing I.
2. Ibu Dra. Endah Nawangsih, M.Psi, sebagai pembimbing II.
3. Dr.Umar Yusuf, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung.
4. Ibu Dra. Lilim Halimah, selaku dosen wali.
5. Ibu Dra. Dewi Sartika, M.Si, yang telah bersedia memberikan masukan, saran,
dan kritik bagi perbaikan penelitian ini.
6. Seluruh Staff, Karyawan, dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung
iii
7. Rektor serta Praja wasana IPDN yang telah bersedia membantu penulis dalam
pembuatan penelitian ini.
8. Sahabat terbaikku Ferry Febrian Bahar, S.T., dan keluarga, terima kasih atas
dukungan tiada henti dan kesediaannya mendengarkan keluh kesah penulis
selama pembuatan penelitian ini.
9. Teman-teman terbaik dan seperjuangan yang selalu mendukung dan
memberikan warna selama pembuatan penelitian ini Mega, Nita, Natasya, Sisi,
Tania, Kokoy, Noniek, Vira, Tiwi, Fenti.
10. Seluruh teman-teman angkatan 2003 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan kita saat kuliah,
mudah-mudahan kita semua bisa bertemu kembali.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungan dan do’a yang diberikan pada penulis untuk dapat menyelesaikan
penelitian ini.
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini, karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan oleh penulis. Semoga skripsi ini
dapat memberikan sumbangan ilmu bagi pembaca dan penulis sendiri pada
khususnya.
Bandung, Februari 2009
Penulis
iv
LEMBAR PENGESAHAN
����������� ����������
��������
HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERSI – INTROVERSI
DENGAN COPING STRATEGY
DALAM MENGHADAPI TUGAS AKHIR PADA WASANA PRAJA
DI INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR – SUMEDANG
Bandung, Februari 2009
Universitas Islam Bandung
Fakultas Psikologi
Menyetujui :
Dr.Endang Pudjiastuti, M.Pd
Pembimbing I
Dra. Endah Nawangsih, M.Psi
Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Umar Yusuf, M.Si
Dekan Fakultas Psikologi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………….
DAFTAR ISI……………………………………………………
DAFTAR TABEL………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………...
1.2 Identifikasi Masalah…………………………………...
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………………………...
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………..
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Teori Kepribadian……………………………………..
2.1.1 Struktur Kepribadian…………………………….
2.1.2 Prinsip-Prinsip Dasar Teori Kepribadian
Ekstroversi-Introversi……………………………
2.1.2.1 Prinsip Biologis………………………….
2.1.2.2 Prinsip Metodologis……………………..
2.1.2.3 Prinsip Belajar/Empiris………………….
2.1.2.4 Prinsip Dinamika/Struktural…………….
2.1.3 Definisi Kepribadian Ekstroversi-Introversi…….
2.1.4 Ciri-ciri Kepribadian Ekstroversi-Introversi……
2.1.5 Kekuatan dan Kelemahan Tipe Ekstroversi dan
Introversi...............................................................
2.2. Pengertian Stres.............................................................
2.2.1 Proses Pengalaman Stres.......................................
2.2.2 Respon Stres..........................................................
2.2.2.1 Akibat Fisik...............................................
i
ii
iv
vii
1
8
10
10
11
12
17
18
19
20
20
23
24
27
28
29
32
33
vi
2.2.2.2 Akibat Emosional......................................
2.2.2.3 Akibat pada Perilaku.................................
2.2.3 Sumber Stres…………………………………….
2.2.4 Strategi Penanggulangan Stres
(Coping Strategy)………………………………..
2.2.5 Hubungan Antar Fungsi Coping Strategy………
2.2.6 Hubungan Stres dan Strategi Penanggulangan
Stres……………………………………………...
2.2.7 Hambatan dalam Coping Strategy………………
2.3 Institut Pemerintahan Dalam Negeri…………………..
2.3.1 Sejarah IPDN……………………………………
2.3.2 Visi dan Misi IPDN……………………………...
2.3.3 Tujuan IPDN…………………………………….
2.3.4 Mahasiswa IPDN………………………………..
2.4 Kerangka Pikir………………………………………...
2.4.1 Skema Berpikir………………………………….
2.5 Hipotesis Penelitian……………………………………
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian………………………………….
3.1.1 Metode Penelitian……………………………….
3.1.2 Variabel Penelitian………………………………
3.2 Definisi Operasional Variabel…………………………
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian……………………….
3.4 Alat Ukur………………………………………………
3.4.1 Eysenck Personality Inventory…………………..
3.4.2 Ways of Coping The Revised Version…………...
3.5 Prosedur Penelitian……………………………………
3.6 Teknik Analisis………………………………………..
3.7 Teknik Pengolahan Data………………………………
3.7.1 Kriteria Uji Hipotesis……………………………
3.7.2 Hipotesis Statistik……………………………….
33
34
35
36
41
43
45
46
46
48
49
50
50
54
54
55
55
55
56
58
59
59
61
64
66
66
68
69
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Sampel……………………………...
4.1.1 Hasil Test Tipe Kepribadian Ekstroversi -
Introversi ………………………………………
4.1.2 Hasil Test Coping Strategy……………………...
4.2 Hasil Pengolahan Data………………………………...
4.2.1 Hasil Uji Korelasi Koefisien Kontingensi antara
Tipe Kepribadian Ekstroversi-Introversi dengan
Coping Strategy………………………………….
4.2.2 Pembahasan berdasarkan Hasil Kontingensi Tipe
Kepribadian Ekstroversi-Introversi dengan
Coping Strategy………………………………….
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………
5.2 Saran…………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
71
71
72
72
72
74
78
79
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Ikhtisar Pandangan Eysenck
Life Event Scale
Harga maksimum Cmax untuk berbagai m
Kecenderungan Tipe Kepribadian
Kecenderungan Coping Strategy
Hasil Uji Korelasi Koefisien Kontingensi
Hubungan antar Tipe Kepribadian Ekstroversi-Introversi
dengan Coping Strategy
17
43
67
71
72
72
74
1BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama hidup setiap orang pasti mengalami stres. Terdapat berbagai
sumber stres dalam kehidupan, baik dari lingkungan maupun dari dalam diri
seseorang. Betapa banyak contoh orang-orang yang mengalami stres yang dapat
dilihat dalam hidup sehari-hari, dari stres ringan sampai stres berat.
Kata stres yang berasal dari bahasa latin (strictus) ini didefinisikan oleh
J.P Chaplin (488 : 2002) sebagai suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun
psikologis. Penyebab mengapa orang menjadi stres, jawabannya akan berbeda
untuk masing-masing orang. Adapun sumber stres dapat timbul dari manapun
seiring dengan perjalanan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, salah
satunya dapat bersumber dari pendidikan yang dijalaninya.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan pilihan pekerjaan utama saat ini
bagi sebagian orang untuk dijadikan pegangan hidup. PNS memiliki jaminan
pekerjaan dengan kemungkinan Putus Hubungan Kerja (PHK) yang kecil. Selain
itu, dengan menjadi pegawai negeri, seseorang dapat memiliki status sosial yang
diperhitungkan. Saat ini di Indonesia dengan menjadi PNS seseorang memiliki
mata pencaharian tetap, sehingga banyak cara dapat di tempuh untuk dapat
menjadi PNS.
Beberapa lembaga pendidikan memberi jaminan bagi para alumninya
menjadi PNS. Salah satu dari lembaga pendidkan itu adalah Institut Pemerintahan
Dalam Negeri (IPDN).
2IPDN merupakan sekolah pemerintah yang didirikan sejak jaman Hindia
Belanda pada tahun 1920 dan telah mengalami perubahan nama beberapa kali.
IPDN bertujuan mencetak para pegawai pemerintahan yang memiliki wawasan
luas, profesional, demokratis serta memperhatikan lingkungan sekitarnya.
Beberapa perbedaan IPDN dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya
adalah :
1. Lebih banyaknya peluang untuk dapat diterima sebagai peserta didik yang
selanjutnya disebut praja, karena penerimaan dilakukan sesuai kebutuhan PNS
bagi masing-masing propinsi yang ada.
2. Para alumninya akan langsung ditugaskan didaerah asal pendaftaran dengan
status PNS.
3. Selama menjalani pendidikan di IPDN, praja harus tinggal dalam asrama,
dengan sistem pendidikan terpadu yakni sistem pengajaran, pelatihan dan
pengasuhan. Pengajaran dimaksudkan untuk memberikan ilmu pemerintahan
dan ilmu yang dibutuhkan oleh seorang calon PNS yang nantinya akan
menjadi seorang pamong atau yang melayani masyarakat. Pelatihan untuk
memberikan ketrampilan yang mereka butuhkan, sedangkan pengasuhan
untuk mengasah nurani mereka sehingga dapat berperilaku yang baik.
Pendidikan di IPDN harus ditempuh selama 4 tahun dengan 4 tingkatan.
Sebutan bagi praja untuk masing-masing tingkat adalah Muda Praja untuk
tingkat I, Madya Praja tingkat II, Nidya Praja tingkat III dan Wasana Praja tingkat
IV.
3Praja IPDN sempat diberitakan oleh media masa dengan rentetan kasus
kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya serta beberapa kasus
lainnya yang diberitakan semenjak tahun 1990 – 2005 terdapat 35 kasus yang
berakhir dengan kematian praja dan hanya 10 kasus yang terungkap (Dikutip dari
: www.detik.com). Hal ini membuat Presiden Republik Indonesia mengambil
kebijakan untuk meminta semua pihak menerima keputusan pemerintah agar
menunda proses penerimaan praja baru IPDN tahun ajaran 2007/2008 (Dikutip
dari : Surat Kabar Media Indonesia: 10/04/07). Hal ini dimaksudkan untuk
memutuskan relasi antara junior dan senior satu angkatan. Saat ini yang tersisa
hanya tiga angkatan yaitu tingkat I (muda praja), III (nindya praja) dan IV
(wasana praja).
Dalam rangka memenuhi keputusan pemerintah, maka saat ini IPDN
bermaksud melakukan percepatan kelulusan bagi tingkat III (nindya praja) dan IV
(wasana praja). Oleh karena itu, pada bulan Juni 2008 lalu diselenggarakan
wisuda kelulusan bagi praja IPDN dan pada bulan Maret 2009 akan
diselenggarakan kembali wisuda kelulusan untuk angkatan berikutnya. Hal ini
membuat perubahan pada sistem pembelajaran dan bimbingan bagi praja IPDN
sebab dalam waktu yang singkat wasana praja sebagai praja tingkat akhir harus
mempersiapkan Tugas Akhir mereka sebagai syarat kelulusan dengan tetap
mengikuti perkuliahan yang harus diambil. Sebagai konsekuensi dari adanya
perubahan kurikulum, wasana praja pemadatan kurikulum pendidikan yang
semula harus dijalani selama 4 tahun atau 8 semester, saat ini mereka harus
menjalaninya dengan 3,5 tahun atau 7 semester saja dengan bobot kuliah yang
4sama dan waktu bimbingan yang singkat sehingga mereka harus dapat
menyesuaikan dan mengatur strategi dalam menghadapi tekanan dari institusi
tersebut. Proses bimbingan yang singkat tersebut dipotong oleh liburan hari raya
yang memakan waktu satu bulan dan liburan semester, sehingga waktu yang ada
semakin sempit dan terbatas.
Selain itu, mahasiswa IPDN menjalankan wisuda secara bersama – sama,
dengan kata lain wasana praja harus dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan
waktu yang telah ditentukan dan bersama-sama dengan rekan lainnya
menjalankan ujian Komprehensif atau Sidang Sarjana. Apabila mereka tidak dapat
melaksanakan ujian maka mereka akan turun tingkat atau harus mengulang
kembali tahun depan, sedangkan apabila Tugas Akhir mereka dikerjakan secara
tidak sungguh-sungguh dan berakibat pada nilai sidang yang rendah maka praja
harus mengikuti Sidang Susulan dan hal tersebut akan menambah tekanan pada
praja, sebab pada saat teman-teman mereka telah menjadi sarjana dan hanya
menunggu dilaksanakannya wisuda, maka praja yang mengulang harus menunggu
terlebih dahulu sidang susulan yang dilaksanakan beberapa minggu setelah sidang
teman-temannya dilaksanakan.
Perilaku yang muncul pada wasana praja di IPDN dalam menghadapi
tugas akhir beragam. Dari hasil wawancara, terdapat wasana praja yang tampak
bersemangat dalam melaksanakan bimbingan, meskipun harus berkali-kali
mengganti judul dan tidak menyerah, mengunjungi perpustakaan setidaknya
empat kali dalam seminggu untuk menambah referensi dan bertanya mengenai
kemajuan Tugas Akhir pada teman-temannya yang lain, berusaha menerima
5secara positif situasi tersebut dan berpikir bahwa semuanya harus dilalui dan ia
tidak sendirian menghadapinya dan berusaha membuat suasana menyenangkan
dengan teman-temannya untuk menjernihkan pikiran sejenak sambil berdiskusi.
Hasil wawancara terhadap 43 wasana praja, didapatkan beberapa orang
praja wasana merasa kebijakan pemadatan kurikulum tersebut sebagai beban,
seolah – olah batas waktu yang diberikan oleh IPDN menjadi ancaman karena
merasa ketakutan tidak mampu menjalankan tepat waktu. Terkadang merasa
bosan dan jenuh saat Tugas Akhir dirasakan tidak memiliki kemajuan, merasa
tidak berminat untuk menambah referensi dan enggan bertanya pada teman-
temannya karena hanya akan menambah pikirannya saja dan tidak membantu apa-
apa. Untuk itu mereka lebih senang menyendiri dan merenungi keadaan dirinya,
mudah tersinggung, cepat marah dan lelah, meskipun pada dasarnya ia sangat
senang bergaul dengan teman-temannya. Namun dalam hal membicarakan Tugas
Akhir ia merasa sulit dan malas. Sedangkan yang lainnya merasakan hal tersebut
bukan berarti tidak menjadi beban, namun mereka merasa hal tersebut adalah
tantangan yang harus dihadapi dan mereka merasa dapat melakukannya dengan
pandangan optimis, namun ia merasa butuh untuk berdiskusi dengan teman-
temannya walaupun ia merasa apabila dengan merenung dan mencari informasi
sendiri dapat ia lakukan dan ia lebih merasa nyaman apabila ia menghadapi
permasalah sendirian, namun dalam Tugas Akhir sebaliknya.
Dari uraian diatas, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa reaksi wasana
praja dihadapkan dengan kondisi ini tentunya berbeda-beda. Ada wasana praja
yang merasa tertantang menyelesaikan studinya dan mulai merubah cara belajar
6dan menyusun jadwal bimbingan dan target serta merasa bersyukur bahwa dengan
demikian ia akan lebih cepat mendapatkan gelar diploma yang diharapkannya
serta menjadi PNS, namun ada pula wasan praja yang merasa tertekan, bingung
harus memulai dari mana, kesulitan untuk menyusun strategi agar antara
perkuliahan dan tugas akhir kedua-duanya dapat diselesaikan dengan baik.
Dari hasil wawancara, dalam menyusun strategi saat menghadapi stimulus
berupa pemadatan kurikulum yang berdampak pada percepatan Tugas Akhir yang
harus mereka lakukan dalam waktu yang singkat, terdapat wasana praja yang
menanggulangi rasa tertekan (stres) dengan memperluas sosialisasi sehingga ia
mendapatkan banyak masukan dan referensi dari teman-temannya, optimis, lebih
agresif, lebih banyak berbicara dan mengutarakan pendapat untuk berdiskusi dan
mau menerima pendapat dari orang lain. Namun ada pula wasana praja yang lebih
senang untuk berdiam diri menghadapi masalahnya, kurang senang berdiskusi
mengenai permasalahannya dengan orang lain dan menganggap menghindari
orang lain merupakan langkah terbaik dalam menghadapi permasalahan.
Dengan munculnya berbagai reaksi wasana praja dalam menghadapi
Tugas Akhir menunjukkan bahwa mereka menghayati situasi tertekan tersebut
secara bermacam-macam. Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir, para wasana
praja seharusnya dapat menemukan strategi dalam menghadapi tekanan atau stres
yang dihadapi sehingga ia dapat menyelesaikan tugas perkuliahan dan bimbingan
Tugas Akhir dengan baik dan optimal.
Cara penanggulangan stres yang digunakan individu menurut Lazarus
dan Folkman (1976) adalah cara penanggulangan stres yang berpusat pada emosi
7atau cara penanggulangan stres yang berpusat pada masalah. Cara seorang
individu dalam menyusun strategi pada saat menghadapi tekanan dengan individu
yang lainnya tidak terlepas dengan tipe kepribadian masing-masing individu
tersebut.
Dikaitkan dengan tipe kepribadian, untuk mendapatkan hasil yang
maksimal pada Tugas Akhir wasana praja harus memiliki strategi yang tepat
sesuai dengan kecenderungan tipe kepribadian yang dimilikinya, sebab dengan
demikian wasana praja dapat mengetahui pendekatan yang digunakan dalam
melakukan pekerjaan berupa Tugas Akhir dengan tepat.
Tipe kepribadian yang menunjukkan kecenderungan berorientasi ke luar
dirinya disebut dengan Exstroversion sedangkan sebaliknya, individu yang
memiliki kecenderungan berorientasi ke dalam dirinya dan tidak terlibat jauh
dengan lingkungan di luar dirinya disebut dengan Introversion (J.P.Chaplin, 183 :
2002).
Tokoh yang meneliti secara khusus mengenai tipe kepribadian dalam
konteks ekstroversi-introversi ini salah satunya adalah Eysenck, yang membagi
dua tipe kepribadian manusia yakni Ekstroversi atau individu yang beroritentasi
ke luar dari dirinya, lingkungan objek, dan Introversi atau individu yang lebih
berorientasi ke dalam dirinya atau lingkungan subjek (Suryabrata, 2007).
Dari pengamatan dan informasi yang didapatkan di atas peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih jauh mengenai “Hubungan tipe kepribadian ekstroversi –
introversi dengan coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir pada wasana
praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor.”
81.2 Identifikasi Masalah
IPDN sebagai sekolah pemerintahan yang saat ini sedang berhadapan
dengan masalah yang terjadi akibat kekerasan yang dilakukan oleh praja junior
kepada praja senior dan sebaliknya, tengah berupaya untuk membuat kebijakan
baru yang salah satunya berupa pemadatan kurikulum yang disertai percepatan
masa kuliah bagi wasana praja sebagai praja tingkat akhir. Kebijakan tersebut
menuntut wasana praja untuk dapat menyesuaikan diri dengan bentuk membuat
strategi dalam menghadapi Tugas Akhir dan perkuliahan yang dipadatkan,
sehingga keduanya dapat berjalan dengan hasil yang maksimal.
Syarat untuk dapat bersama-sama lulus dengan rekan – rekan yang lain
tanpa harus mengulang sidang sarjana dan mendapatkan nilai perkuliahan yang
optimal dapat menimbulkan situasi stres bagi praja yang tidak dapat menemukan
strategi dalam menghadapi permasalahan yang ada, terutama apabila strategi
tersebut tidak sejalan dengan kecenderungan tipe kepribadian yang dimiliki oleh
masing-masing praja.
Lazarus (1976), menyatakan bahwa strategi penanggulangan stres yang
muncul berpusat pada masalah lebih sering digunakan untuk menghadapi stres
yang muncul akibat suatu pekerjaan. Hal ini didukung oleh penelitian Bachrach
(1983) bahwa individu yang dapat mengendalikan lingkungan lebih menggunakan
strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah dibandingkan dengan
mereka yang merasa tidak dapat menanggulangi lingkungannya.
Kebijakan IPDN menuntut wasana praja untuk dapat menggunakan coping
strategy yang berpusat dari masalah, yaitu dapat merumuskan masalah, membuat
9beberapa alternatif jalan keluar, mempertimbangkan kemungkinan atau kerugian
setiap alternatif tersebut, dan memilih alternatif yang terbaik. Untuk dapat
menggunakan strategi tersebut seseorang hendaknya di dukung oleh
kecenderungan tipe kepribadian yang memungkinkannya berinteraksi dengan
lingkungan, hal ini disebabkan dalam memilih alternatif serta membuat alternatif
jalan keluar, seseorang membutuhkan masukan dan informasi dari lingkungan, ia
pun harus peka terhadap lingkungan di sekitarnya.
Individu akan senantiasa berperilaku sesuai dengan kecenderungan tipe
kepribadiannya, begitu pula dalam hal memilih coping strategy. Tipe kepribadian
dibagi dalam dua kelompok besar oleh H.J Eysenck yakni tipe kepribadian
Ekstroversi, yang berorientasi pada dunia objek diluar dirinya dan tipe
kepribadian Introversi yang berorientasi pada dunia subjek ke dalam dirinya.
sehingga coping strategy yang berpusat pada masalah akan sejalan apabila
seorang individu memiliki kecenderungan tipe kepribadian ekstroversi.
Dari uraian di atas, penulis ingin mengetahui apakah seberapa erat
hubungan antara tipe kepribadian ekstroversi-introversi dengan coping strategy
dalam menghadapi Tugas Akhir pada wasana praja di Institut Pemerintahan
Dalam Negeri Jatinangor-Sumedang.
101.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan gambaran
secara empirik mengenai hubungan tipe kepribadian ekstroversi dan tipe
kepribadian introversi dengan coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir
pada wasana praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan coping
strategy seperti apakah yang ditampilkan oleh wasana praja dalam menghadapi
stres pelaksanaan Tugas Akhir sehubungan dengan tipe kepribadiannya.
1.5 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi IPDN khususnya bagian Pengasuhan tingkat wasana praja dalam
memberikan bimbingan dan pengarahan khususnya bagi wasana praja yang
mengalami hambatan dalam menggunakan coping strategy yang dibutuhkan untuk
menghadapi Tugas Akhir.
11
11BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Teori Kepribadian
Terdapat banyak ahli yang membicarakan mengenai teori kepribadian,
salah satunya ialah H.J Eysenck. Ia dilahirkan di Jerman pada tahun 1916, dan di
sana ia mendapatkan pendidikannya pertama kali. Pada tahun 1934, karena
tekanan gerakan Nazi Ia meninggalkan Jerman dan pindah ke Inggris. Di sinilah
dia melanjutkan studinya, dan pada tahun 1940 dia berhasil memperoleh gelar
Ph.D. dalam psikologi di Universitas London.
Selama perang dunia kedua dia bertugas di Mill Hill Emergency Hospital,
yaitu Rumah Sakit Jiwa yang merawat penderita-penderita gangguan jiwa yang
kebanyakan terdiri dari para militer, dan di sinilah berkembang dengan pesat
psikiatri sosial. Setelah perang selesai ia diangkat menjadi dosen dalam mata
kuliah Psikologi pada Universitas London dan direktur Departemen Psikologi
pada Lembaga Psikiatri, yang meliputi Masley Hospital dan Bethlem Royal
Hospital, dan di tempat-tempat tersebutlah kebanyakan penelitian Eysenck
dilakukan. Pada tahun 1949-1950 dia datang di Amerika Serikat sebagai guru
besar tamu di Universitas California. Pada tahun 1954 di ditunjuk sebagai guru
besar psikologi di Universitas London (Suryabrata, 287 : 2007).
Secara garis besar, pada karya-karya Eysenck nampak jelas pengaruh
Spearman serta buah pikiran Thurstone. Dimana terlihat dalam langkah-langkah
penelitiannya, yaitu sebelum mengkonstruksikan teori kepribadian, ia berusaha
mencari dimensi kepribadian melalui analisa faktor. Pendekatan yang banyak
12digunakan dalam membahas analisa faktor ini adalah deduktif dan induktif namun
ia lebih menyukai pendekatan secara deduktif karena menurutnya akan
memberikan hasil yang lebih sempurna.
Dalam pandangan Eysenck, individu mendapatkan keaslian (originality),
terutama apabila dipandang dari segi metodologis. Ia tidak membatasi diri pada
bidang dan cara yang sudah dipakai oleh ahli-ahli yang terlebih dahulu, tetapi
menggunakan berbagai metode yang belum dipakai oleh ahli sebelumnya, yang
dipandangnya dapat mengenai sasaran. Dia mengkombinasikan tradisi ahli-ahli
psikologi Inggris yang menggunakan metode kuantitatif dengan studi mengenai
gejala-gejala kepribadian dalam rangka psikiatri (Suryabrata, 288 : 2007).
Di dalam merumuskan pendapatnya mengenai tingkah laku manusia,
Eysenck memilih konsepsi-konsepsi yang disederhanakan dan bercorak
operasional. Dia yakin, bahwa di masa yang akan datang teori dan eksperimen
harus bergandengan tangan, dan dengan demikian banyak kelemahan dapat
diatasi. Hal ini dapat ditempuh dengan membuat perumusan yang sederhana dan
bercorak operasional.
2.1.1 Struktur Kepribadian
Eysenck berpendapat bahwa kebanyakan ahli-ahli teori kepribadian terlalu
banyak mengemukakan variabel-variabel kompleks dan tidak jelas. Pendapat ini
dikombinasikan dengan analisisnya, yaitu dengan analisis faktor, telah
menghasilkan sistem kepribadian yang ditandai oleh sejumlah kecil dimensi-
13dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas. Di sini akan
dikemukakan hal tersebut secara singkat.
Pandangan Eysenck yang luas dan menyeluruh mengenai kepribadian
nampak menjelma pada kenyataan, bahwa pendapatnya banyak mengandung
persamaan dengan berbagai definisi dalam bidang ini, pada khususnya dengan ahli
lainnya seperti Allport. Eysenck memberikan definisi kepribadian sebagai
berikut:
“Personality is the sum-total of actual or potencial behavior-patterns of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops throught the functional interaction of the four main sectors (character), the affective sector (temperament), and the somatic sector (constitution).”
(Suryabrata, 290 : 1983)
Seperangkat pola tingkah laku organisme baik aktual maupun potensial
yang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan, yang berkembang secara
alamiah melalui interaksi fungsional dan sektor – sektor pembentuknya dimana
pola-pola tingkah laku ini terorganisasi.
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat 4 aspek yang memegang peranan
penting dalam munculnya tingkah laku individu, yaitu :
• Karakter
Adalah suatu bentuk tingkah laku konatif yang relatif stabil dan
berlangsung terus menerus.
• Temperamen
Adalah suatu bentuk tingkah laku afektif yang relatif stabil dan
berlangsung terus menerus
14• Intelektual
Adalah bentuk tingkah laku yang kognitif yang relatif stabil dan
berlangsung terus menerus
• Fisik
Adalah bentuk konfigurasi tubuh dan neuronendikrinologis yang relatif
stabil dan berlangsung terus menerus.
Hal yang utama dalam pandangan Eysenck mengenai tingkah laku adalah
pengertian-pengertian sifat (trait) dan tipe (type). Menurut Eysenck sifat (trait)
berperan dalam sebuah rangkaian tingkah laku saat berhubungan dengan
lingkungan dan diulang dalam berbagai macam situasi secara bersamaan.
Sedangkan tipe lebih luas cakupannya dari trait (Theories of Personality, 1967).
Secara lebih terperinci, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun
atas tindakan – tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan
hirarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya. Diurut dari yang paling
tinggi sampai pada yang paling rendah dan khusus, yaitu :
1. Type
Yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum dan luas serta
mencakup banyak kejadian atau kemungkinan perilaku.
2. Trait
Yaitu merupakan Habitual Response yang paling berhubungan satu sama
lain yang cenderung ada pada individu tertentu.
153. Habitual Response
Yakni memiliki corak yang lebih umum daripada spesifik response, yaitu
respon-respon yang berulang-ulang terjadi apabila individu menghadapi
kondisi atau situasi yang sejenis.
4. Spesific Response
Yaitu tindakan atau respon yang paling berhubungan satu sama lain yang
cenderung ada pada individu tertentu.
Dari keempat hal ini yang paling banyak mendapatkan perhatian dari
Eysenck adalah pengertian Trait dan Type. Walaupun Eysenck membuat definisi
mengenai sifat – sifat (traits) secara eksplisit, perhatian pokoknya tertuju pada
dimensi-dimensi dasar atau tipe-tipe kepribadian. (Dikutip dalam situs :
http://tahsinul.wordpress.com/kepribadian).
Penelitian Eysenck dalam mengkaji pandangannya tersebut salah satunya
pada 700 tentara yang neurotis, yang memberikan kesimpulan diketemukannya
dimensi-dimensi kepribadian pokok yakni “neuroticism” dan “introversion-
ekstroversion”, pada mulanya terdiri dari 39 item mengenai kepribadian yang
sebagian besar merupakan deskripsi mengenai sifat-sifat kepribadian tersebut,
seperti bebas, sedikit energi, apatis, depresif, penakut, dan sebagainya.
Hasil dari penelitian ialah bahwa tentara-tentara neurotis, pada umumnya
adalah orang-orang yang kurang sempurna baik dalam keadaan psikis maupun
jasmaninya; intelegensi, kemauan, penguasaan emosi, ketepatan sensoris,
kemampuan untuk berusaha semuanya di bawah normal. Mereka mudah
16terpengaruh, kurang tetap pendirian, lamban dalam tindakan dan pikiran, dan
cenderung untuk menekankan hal-hal yang tidak menyenangkan.
Eysenck menduga, selain terdapat tipe kepribadian ekstrovert dan
introvert pada dari hasil penelitiannya tersebut, faktor keturunan memegang
peranan dalam hal “neuroticism”. Namun hasil penelitian tidak menunjukkan hal
hasil yang signifikan. Oleh sebab itu, sesuai dengan pandangannya mengenai
struktur kepribadian, dia mengemukakan bahwa apabila intelegensi merupakan
faktor (g) pada aspek kognitif, exstroversion -introversion merupakan faktor (g)
pada aspek afektif, maka “neuroticm” merupakan faktor (g) pada aspek konatif.
Dengan kata lain, neurotik merupakan ketidaksempurnaan dalam kemampuan atau
ketepatan pada perbuatan bermotif. (Suryabrata, 292 : 2007)
Selanjutnya, menurut Eysenck, agar “sifat”memiliki fungsi haruslah
didefinisikan secara operasional atau disertai prosedur pengukuran tertentu.
Adapun kegunaan “sifat” adalah untuk membuat identifikasi dimensi-dimensi
dasar atau tipe-tipe kepribadian. (Suryabrata, 292 : 2007).
Dalam mempermudah pandangan Eysenck, dapat dilihat dari tabel Ikhitar
Pendapat Eysenck di bawah ini :
17TABEL 2.1. Ikhtisar Pandangan Eysenck
Faktor Dimensi
Kepribadian
Dimensi
Kognitif
Dimensi
Afektif
Dimensi
Konatif
Dimensi
Somatif
g Tipe
Intelegensi/
Ideologi
Ekstrovert-
Introvert Neuroticsm -
c Trait Attitude - - -
s Habitual
Response Habitual Opinion - - -
e Spesific
Response Spesific Opinion - - -
2.1.2 Prinsip-Prinsip Dasar Teori Kepribadian Exstroversion -Introversion
Kebanyakan orang mengenal istilah ekstroversi dan introversi dari
psikiater Swiss bernama C. G. Jung, seorang bekas murid Sigmund Freud.
Namun yang mengembangkan ekstroversi dan introversi lebih lanjut secara
mendetail adalah Eysenck dan melaksanakan penyelidikannya yang pertama,
yaitu variabel yang menggambarkan kontras antara exstroversion dan introversion
(Suryabrata, 292-293 : 2007).
Eysenck mengkonsepkan kepribadian manusia dalam tiga faktor atau
supertraits, yaitu ekstroversion – introversion, stabilitas emosi dan
ketidakstabilitasan emosi (neurotisme), serta psikotisme. Pembahasan disini lebih
18menitikberatkan pada ekstroversion – introversion (Theories of Personality,
1967).
Adapun pengertian dari Ekstroversion adalah satu kecenderungan untuk
mengarahkan kepribadian lebih banyak keluar daripada ke dalam diri sendiri.
Sedangkan Introversion merupakan kecenderungan yang merupakan kebalikan
dari Ekstorversion yakni mengarahkan kepribadian lebih banyak ke dalam diri
sendiri daripada ke dunia di luar dirinya (J.P.Chaplin, 183 : 2002).
Dalam membahas teori selanjutnya, Eysenck membahas menitikberatkan
pada adanya 4 (empat) prinsip dasar, yaitu :
2.1.2.1 Prinsip Biologis
Prinsip ini merupakan ciri khas dari pendapatnya, dalam hal ini faktor
somatik dinyatakan secara eksplisit dalam teori eysenck. Perhatiannya pada faktor
somatik ini, timbul berdasarkan pengalaman praktis selama bertugas di rumah
sakit, dimana ia menemukan faktor somatik khususnya bentuk tubuh/ konstitusi
memeiliki keterkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan kejiwaan.
Dalam membahas kepribadian, Eysenck berkeyakinan bahwa tingkah laku
mempunyai dasar biologis yang lengkap. Dalam hal ini melibatkan dua dimensi
biologis yaitu :
191. Emosionalitas, neuroticism dan instabilitas.
2. Ekstrovert-Introvert juga dipengaruhi oleh faktor keturunan yang bersifat
biologis pada manusia.
Emosionalitas, neuroticism, dan instabilitas dipengaruhi oleh susunan
syaraf otonom, sedangkan introversi-ekstroversi dasarnya dipengaruhi oleh
susunan syaraf pusat.
2.1.2.2 Prinsip Metodologis
Dalam mempelajari kepribadian manusia, Eysenck mengembangkan
metode “criterion analisis”. Metode ini merupakan gabungan antara metode
“Hypoteticodeductive” dengan teknik “Analisis Faktor”.
Ia bertitik tolak pada keyakinan mengenai suatu faktor dasar sebagai
dimensi-dimensi kepribadian, selanjutnya ia mengumpulkan faktor-faktor dasar
tersebut dengan satu set ukuran yang diperkirakan mempunyai kaitan dengan
faktor dasar tersebut. Selanjutnya dicari dua kelompok yang dalam faktor dasar
tersebut berbeda satu dengan lainnya dan akhirnya dilakukan pengolahan data
melalui teknik analisis faktor dengan metode statistiknya “Multivariant
Statistics”.
Perkembangan selanjutnya, Eysenck mencoba mengumpulkan data yang
dimaksud melalui tes tulisan, tes pertama yang ia ciptakan adalah tes yang diberi
nama Maudsley Personality Inventory (MPI) pada tahun 1959. Tujuan utama dari
tes ini adalah agar dapat mengukur neuroticism, ekstroversi dan introversi. Pada
20tahun 1963, ia membuat alat tes dengan tujuan yang sama yaitu, Eysenck
Personality Inventory (EPI).
2.1.2.3 Prinsip Belajar/Empiris
Eysenck mengarahkan teorinya pada keyakinan adanya prinsip belajar
dalam kepribadian manusia. Dimana ia banyak diwarnai oleh pemikiran Pavlov
dan Hull terutama tentang adanya proses conditioning. Ia menggunakan prinsip
ini dengan tujuan agar dapat mengungkap indikasi dari stuktur kepribadian
sekaligus dapat memprediksikan dinamika kepribadiannya.
Menurutnya walaupun manusia memiliki faktor predisposisi sebagai bukti
adanya pengaruh hereditas yang cukup kuat, tetapi akan ada faktor belajar yang
juga berpengaruh dalam perkembangan kepribadiannya. Jadi faktor belajar sangat
berpengaruh terhadap terjadinya pola kepribadian dan kepribadian dapat
direstrukturisasi berdasarkan hukum-hukum belajar tersebut.
2.1.2.4 Prinsip Dinamika/Struktural
Dalam membahas tentang dinamika dan struktur kepribadian, Eysenck
lebih menitikberatkan pada istilah tipe daripada trait. Istilah tipe digunakan untuk
menjelaskan trait yang dimiliki individu yang menjadi karakteristik perilaku
individu tersebut dan membentuk struktur kepribadiannya.
21Eysenck selanjutnya mengembangkan teori kepribadiannya ke dalam dua
dimensi kepribadian, yaitu :
1. Emotionality (Stable-Unstable)
2. Type of Personality (Introvert-Ekstrovert)
Dimensi kepribadian menjelaskan posisi kecenderungan individu
sehubungan dengan reaksi atau tingkah lakunya.
Pembagian Stable-Unstable maupun introvert-Ekstrovert dipandang
sebagai dua kutub yang membentuk skala kontinum. Oleh karena itu, individu
dapat berada pada posisi pertama pada garis kontinum yang menunjukkan
kecenderungan kepribadian ataupun emosionalitas individu. Seperti yang
dikatakan oleh Eysenck :
“... it is not implied that everyone must be either a raving extravert or
with drawn introvert, but merely that everyone can find on thus particular
continuum or dimention”.
Dengan demikan, kekuatan seseorang dalam bertingkah laku sesuai
dengan posisi yang ditempati individu dalam skala tersebut.
Menurut Eysenck, kepribadian seseorang tidak ada yang murni introvert
maupun ekstrovert, tetapi dapat bergerak dari satu kutub yang satu ke kutub yang
lainnya. Adapun untuk melihat kepribadian individu, kita hanya bisa melihat sifat
yang lebih dominan, apakah sifat introvert atau ekstrovert sehingga kita dapat
menggolongkan individu ke dalam tipe kepribadian introvert atau ekstrovert.
22Pengelompokkan kepribadian ke dalam dua kecenderungan kepribadian
introvert-ekstrovert didasarkan atas perbedaan dalam respon-responnya,
kebiasaan-kebiasaannya dan sifat-sifatnya yang biasa ditampilkan oleh individu
dalam melakukan relasi interpersonal. Selanjutnya, kedua kecenderungan
kepribadian introvert-ekstrovert tersebut dapat dibedakan berdasarkan komponen-
komponen sebagai berikut:
a. Aktifitas sosial (Social Activity)
Banyaknya energi yang dikeluarkan intensitas aktivitas seseorang dalam
konteks sosial, waktu yang dipergunakan dalam pergaulan sosial dan banyak
sedikitnya ia berbicara.
b. Kemampuan berinteraksi sosial (Social Facility)
Keterampilan sosial dan interpersonal, kualitas kepemimpinan, dominasi
dan keterampilan berbicara yang dimiliki individu.
c. Impulsifitas (Ristacking and Adventuresomeness)
Spontanitas dan fleksibilitas dalam perilaku sosial. Perbedaan hambatan
sosial dan pengendalian diri.
d. Disposisi dalam tindakan (Non Introspective Tendencies)
Preferensi dalam bertindak, obyektivity, reflectiveness, introspeksi diri dan
pengungkapan diri.
23Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Shapiro dan Alexander (1969)
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang afiliatif pada kecenderungan
kepribadian introversi dan ekstroversi apabila tidak berada dalam kondisi stres.
Namun, pada saat dihadapkan pada situasi stres, reaksi individu ekstrovert
cenderung mencari orang lain untuk menyelesaikan masalahnya, sedangkan
individu ekstrovert cenderung menghabiskan waktunya seorang diri. Penemuan
ini sejalan dengan beberapa penelitian lain yang menggambarkan perbedaan yang
menonjol antara kedua kecenderungan kepribadian dalam hal melakukan aktivitas
sosial.
Eysenck, memberikan banyak sumbangan dari segi metodologis. Banyak
perumusan-perumusan teoritis yang telah ada sebelumnya telah diuji
kebenarannya. (Suryabrata, 2003)
2.1.3 Definisi Kepribadian Ekstroversi -Introversi
Menurut Eysenck, introvert adalah satu ujung dari dimensi kepribadian
introversi – ekstroversi dengan karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka
menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko.
Eysenck juga mengatakan dalam teorinya, bahwa ekstrovert adalah satu
ujung dari dimensi kepribadian introversi – ekstroversi dengan karakteristik watak
peramah, suka bergaul, ramah, suka menurutkan kata hati, dan suka mengambil
resiko.
24Peneliti menyimpulkan bahwa ekstrovert adalah suatu tipe kepribadian
berdasar sikap jiwa terhadap dunianya yang dipengaruhi oleh dunia objektif,
orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, dan tindakannya lebih
banyak ditentukan oleh lingkungan.
Sedangkan introvert adalah suatu tipe kepribadian berdasar sikap jiwa
terhadap dunianya, yang dipengaruhi oleh dunia subjektif, orientasinya terutama
tertuju ke dalam.
2.1.4 Ciri – ciri Kepribadian Ekstroversi - introversi
Ekstrovert dan introvert digambarkan oleh Eysenck adalah sebagai
berikut:
“The typical extravert is sociable, likes parties, has many friends, needs to have people to talk to, and does not like reading or studying by himself. He craves excitement, takes chances, often sticks his neck out, acts on the spur of the moment, and is generally an impulsive individual. He is fond of practical jokes, always has a ready answer, and generally likes change; he is carefree, easy-going, optimistic, and likes to “laugh and be merry.” He prefer to keep moving and doing things, tends to be aggressive and lose his temper easily; together his feelings are not kept under tight control, and he is not always a reliable person”(Theories of Personality, 370 : 1967).
Tipe ekstroversi adalah mudah bergaul, suka pesta, mempunyai banyak
teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca atau belajar
sendirian, sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil tantangan, sering
menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka
menurutkan kata hatinya, gemar akan gurau-gurauan, selalu siap menjawab, dan
biasanya suka akan perubahan, riang, tidak banyak pertimbangan (easy going),
25optimis, serta suka tertawa dan gembira, lebih suka untuk tetap bergerak dalam
melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya,
semua perasaannya tidak disimpan dibawah kontrol, dan tidak selalu dapat
dipercaya.
“The typical introvert is a quiet, retiring sort of person, introspective, fond of books rather than people; he is reserved and distant except to intimate friends. He tends to plan ahead. “looks before he leaps” and distrusts the impulse of the moment. He does not like excitement, takes matters of everday life with proper seriousness, and likes a well-ordered mode of life. He keeps his feelings under close control, seldom behaves in an aggressive manner, and does not lose his temper easily. He is reliable, somewhat pessimistic, and places great value on ethical standars (Theories Of Personality, 370- 371 : 1967).
Sedangkan yang khas dari introvert adalah tenang, lebih suka menarik diri
atau mengucilkan diri, gemar membaca buku – buku daripada bergaul dengan
orang lain, suka membuat jarak dan kurang ramah terhadap orang lain kecuali
dengan teman akrabnya, cenderung untuk merencanakan terlebih dahulu dalam
melakukan sesuatu dengan semboyan “melihat dahulu sebelum meloncat”,
memiliki prasangka-prasangka terhadap kejadian di sekitarnya. Dia tidak
menyukai kegembiraan, menghadapi kehidupan sehari-hari dengan penuh
kegembiraan, menghadapi kehidupan sehari – hari dengan serius dan menyukai
cara hidup yang teratur. Perasaan-perasaannya dijaga dengan ketat di bawah
kontrol kesadaran dirinya, jarang menunjukkan tindakan agresif, tidak mudah
dirangsang amarahnya. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dipercaya, agak
pesimis dan umumnya menempatkan nilai – nilai yang tinggi atas standar etika.
26Dalam menurunkan teorinya, Eysenck juga menyinggung mengenai
Neurotik.
“The typical high N scorer as being an anxious, worrying individual, moody and frequently deprressed. He is likely to sleep badly, and to suffer from various psychosomatic disorders. He is overly emotional, reacting too strongly to all sorts of stimuli, and finds it difficult to get back on an even keel after each emotionally arousing experience. His strong emotional reactions interfere with his proper adjustment, making him react inirrational, sometimes rigid ways…If the high N individual has to be described in one word, one might say that he is a worrier; his main characteristic is a constant preoccupation with things that might go wrong; and a strong emotional reaction of anxiety to these thoughts. The stable individual, on the other hand, tends to respond emotionally only slowly and generally weakly, and to return to baseline quickly after emotional arousal; he is usually calm, even-tempered, controlled and unworried (Theories of Personality, 371 : 1967).”
Seseorang dengan tingkat kecemasan yang tinggi, memiki ketakutan yang
besar, mood tidak tentu dan mudah terserang depresi. Ia seringkali sulit tidur, dan
terserang gejala psikosomatik. Emosional, bereaksi sangat kuat terhadap stimulus
yang ia hadapi, dan sulit kembali kepada keadaan normal setelah menghadapi
tekanan pengalaman yang begitu kuat. Kekuatan emosinya membuat ia kesulitan
dalam beradaptasi, dan bertidak secara irasional, dan berhubungan secara kaku
dengan lingkungannya..Apabila individu dengan kecemasan yang tinggi akan
masuk pada satu lingkungan, maka orang lain akan berkata bahwa ia sangat
khawatir; ia memiliki pemikiran yang konstan bahwa sesuatu yang ia lakukan
salah dan ia menunjukkan kekuatan emosinya dalam bereaksi sebagai bentuk
kecemasan yang ia rasakan. Seseorang yang memiliki emosi yang stabil akan
berperilaku sebaliknya, cepat kembali kepada keadaan normal setelah mengalami
goncangan, tenang, terkontrol dan tidak cemas.
27
2.1.5 Kekuatan dan Kelemahan Tipe Introversi dan Ekstroversi
Kedua kecenderungan tipe kepribadian introversi dan ekstroversi
memiliki kekuatan dan kelemahan, baik dalam hal penyesuaian diri secara
psikologis maupun sosial. Ini berarti masing-masing kekuatan dari tipe
kepribadian dapat menjadi kelemahan jika dilakukan secara berlebihan.
Dari hasil penelitian Eysenck diperoleh beberapa hal sebagai berikut :
Orang dengan tipe ekstrovert akan memperlihatkan kecenderungan untuk
mengembangkan gejala histeris dan hypocondriasis. Dalam bergaul mudah
terbawa arus, senang merasa tidak puas dan suka memiliki kecenderungan untuk
tidak tetap pendiriannya. Terlalu optimis sehingga sering menilai prestasi yang
dicapainya secara berlebihan. Bahaya bagi orang ekstrovert ini ialah apabila
ikatan kepada dunia luar terlampau kuat, ia akan tenggelam di dalam dunia
subjektif, kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia subjektifnya sendiri.
Orang introvert akan memperlihatkan kecenderungan untuk
mengembangkan gejala ketakutan yang akut dan depresi, ada kecenderungan
obsesi dan syaraf otonomnya labil. Dalam bergaul mudah terluka, merasa rendah
diri sehingga kecenderungan menilai rendah prestasi dirinya, penuh dengan
lamunan – lamunan dan cenderung untuk mempertahankan pendiriannya. Bahaya
yang dihadapi oleh tipe introvert ilaha apabila jarak dengan dunia objektifnya
terlalu jauh, maka orang lain akan lepas dari dunia objektifnya.
282.2 Pengertian Stres
Pada umumnya istilah stres tidak asing pada percakapan sehari-hari, istilah
ini biasanya digunakan pada saat seseorang mengalami desakan akibat keinginan
yang tidak terpenuhi atau pada saat seseorang mengalami tekanan dari
lingkungannya. Stres berasal dari bahasa latin “Strictus” yang berarti ketat (tight)
atau “sempit” (narrow) dan stingere, yang memiliki arti “mengetatkan” (tigthten).
Stres dapat pula diartikan sebagai suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun
psikologis (J.P. Chaplin, 488 : 2002).
Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau
respon yang dialami seseorang. Definisi stres dari stimulus terfokus pada kejadian
di lingkungan seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau
berhenti dari kerja. Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian
memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual dalam
mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon mengacu pada
keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam keadaan di
bawah stres (Lazarus & Folkman, 1976).
Beberapa definisi lainnya dari para ahli diantaranya :
“Stress occurs where there are demands on the person which tax or exeed
his adjustive resources.”
“Stres muncul ketika ada tuntutan-tuntutan terhadap pribadi seseorang
yang membebani/melampaui kemampuannya dalam menyesuaikan diri.”
(Lazarus, 1976 : 42)
29“Stres is a process in which environmental demands tax or exceed the
adaptive capacity of an organism, resulting in psychological and
biological changes that may places an individual at risk for disease”.
Stres merupakan suatu proses untuk memenuhi kebutuhan suatu
lingkungan dalam rangka beradaptasi, yang membuat perubahan baik
psikis maupun biologis sehingga menghindarkan seseorang pada suatu
penyakit.
(Cohen, Kessler & Gordon, 1995, dalam Personality Contempory Theory
and Research, 2005 )
Dari asal kata tersebut dapat diambil pengertian bahwa stres
mencerminkan adanya perasaan tertekan atau ketegangan otot-otot tubuh dan yang
mungkin juga menyebabkan nafas yang menyesakkan yang merupakan suatu
reaksi yang mungkin dimunculkan oleh orang-orang yang berada di bawah
tekanan atau stres.
2.2.1 Proses Pengalaman Stres
Stres merupakan persepsi yang dinilai seseorang dari sebuah situasi atau
peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau negatif oleh
orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap orang. Oleh karena
itu, seseorang dapat merasa lebih stres daripada yang lainnya walaupun
mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai
sebagai stresor oleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan seseorang
mengalami stres yang lebih berat.
30Menurut Lazarus (1967) dalam melakukan penilaian tersebut ada dua
tahap yang harus dilalui, yaitu :
1.Primary Appraisal
Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu
peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif,
netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari
kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge.
• Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang
terjadi.
• Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang
didapat dari peristiwa yang terjadi.
• Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan
mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi.
Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
1. Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki
seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan
personalnya.
2. Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu pada
apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut
konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut
menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut
31menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan sebaliknya
jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.
3. Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai
macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.
2. Secondary appraisal
Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu
melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu
cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang
terjadi.
Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:
1. Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas
situasi menekan yang terjadi atas diri individu.
2. Coping-potential: penilaian mengenai bagaimana individu dapat
mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
3. Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu
individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau
buruk.
Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary dan
secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar, sedangkan
kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan
32dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat
diminimalkan.
2.2.2 Respon Stres
Stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah
membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator
terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu.
Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:
1. Respon fisiologis; dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,
detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
2. Respon kognitif; dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif
individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi,
pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
3. Respon emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang
mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan
sebagainya.
4. Respon tingkah laku; dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan
situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang
menekan.
Saat mempersepsikan sesuatu sebagai stres, bagian otak yang menangani
pikiran mengirimkan sinyal ke sistem saraf melalui hipotalamus. Sistem saraf lalu
mempersiapkan tubuh untuk menghadapi stres tersebut. Terjadi perubahan detak
33jantung dan tekanan darah, serta pupil melebar. Juga ada hormon dan zat-zat
kimia yang dikeluarkan/disekresi, seperti adrenalin. Sekresi adrenalin ini yang
membuat tubuh siap, namun jika terjadi berkepanjangan akan menimbulkan
kerugian, diantaranya :
2.2.2.1 Akibat fisik
Dapat terjadi penyakit terkait stres, sebagai contoh penyakit jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskuler) akibat meningkatnya tekanan darah yang
merusakkan jantung dan pembuluh darah (arteri) serta meningkatnya kadar gula
darah. Di paru-paru dapat terjadi asma dan bronkhitis (radang saluran
pernapasan). Jika terjadi hambatan fungsi pencernaan, dapat timbul penyakit
seperti tukak/ulkus, kolitis (radang usus besar) dan diare kronik (menahun). Stres
juga berperan dalam menghambat pertumbuhan jaringan dan tulang yang akan
menyebabkan dekalsifikasi (berkurangnya kalsium) dan osteoporosis (tulang
keropos). Sistem kekebalan tergangggu melalui berkurangnya kerja sel darah
putih, sehingga badan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Akibat lain adalah
meningkatnya ketegangan otot, kelelahan dan sakit kepala.
2.2.2.2 Akibat emosional
Karena pelepasan dan kekurangan norepinefrin (noradrenalin) yang kronis
dapat terjadi depresi. Yang juga berperan adalah pikiran bahwa hidup ini buruk
dan tidak akan menjadi lebih baik. Akibatnya timbul perasaan tak berdaya dan
ketakmampuan, merasa gagal dan kepercayaan diri jatuh. Orang yang terkena
34depresi cenderung menarik diri dari pergaulan dan menyendiri yang pada
gilirannya hanya menambah depresinya. Juga anxietas (kecemasan yang
berlebihan) dan ketakutan sangat sering terjadi jika seseorang terus-menerus
mempersepsikan adanya ancaman. Orang yang stres berkepanjangan akan
menunjukkan sisnisme, kekakuan pendirian, sarkasme, dan iritabilitas (mudah
tersinggung).
2.2.2.3 Akibat pada perilaku
Sering terjadi perubahan perilaku akibat dorongan untuk mencari
pelepasan; bertempur atau lari. Masalahnya, perilaku yang dipilih sering
merugikan, misalnya "perilaku adiktif" (kecanduan) akibat usaha untuk
meredakan atau melarikan diri dari stres yang menyakitkan. Alkohol, obat-obatan,
merokok, dan makan berlebihan sering dijadikan alat untuk membantu
menghadapi stres. Padahal efeknya hanya berlangsung sementara dan akibat
penggunaan jangka panjang akan merusak badan dan pikiran atau jiwa.
Sayangnya, pikiran dapat menolak/menyangkal akibat jangka panjang itu untuk
sekadar memenuhi kepuasan sesaat. Perilaku lainnya yang terlihat adalah
menunda-nunda, perencanaan yang buruk, tidur berlebihan dan menghindari
tanggung jawab. Taktik ini malah merugikan karena menimbulkan masalah baru
bagi individu tersebut.
(Dikutip dari http://www.geocities.com/almarams/Stres.htm).
352.2.3 Sumber Stres
Penyebab stres terkadang mudah untuk dideteksi, tetapi ada yang sulit
untuk diketahui. Ada yang mudah untuk dihilangkan, ada yang sulit atau bahkan
tidak bisa dihindari. Tiga sumber utama adalah lingkungan, badan, dan pikiran.
Lingkungan selalu membuat seseorang harus memenuhi tuntutan dan
tantangan, karenanya merupakan sumber stres yang potensial. Individu
mengalami bencana alam, cuaca buruk, kemacetan lalu-lintas, dikejar waktu,
masalah pekerjaan, rumah tangga, dan hubungan antar manusia. Juga kita dituntut
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi keuangan, pindah kerja, atau
kehilangan orang yang kita cintai.
Sumber stres kedua adalah tuntutan dari tubuh untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan faali yang terjadi. Contohnya: perubahan yang terjadi waktu
remaja, perubahan fase kehidupan akibat fluktuasi hormon dan proses penuaan.
Selain itu, datangnya penyakit, makanan yang tidak sehat, kurang tidur dan olah
raga akan mempengaruhi respons terhadap stres.
Potensi stres utama juga datang dari pikiran yang terus-menerus
menginterpretasikan isyarat-isyarat dari lingkungan. Interpretasi terhadap
peristiwa-peristiwa yang terjadi menentukan apakah stres atau tidak. Pikiran-
pikiran yang menyebabkan stres sering bersifat negatif, penuh kegagalan,
katastrofik, hitam-putih, terlalu digeneralisasi, tidak berdasarkan fakta yang
36cukup, dan terlalu dianggap pribadi (Dikutip dari
http://www.geocities.com/almarams/Stres.htm).
2.2.4 Strategi Penanggulangan Stres (Coping Strategy)
Strategi Penanggulangan Stres umumnya digunakan sebagai aspek utama
dalam menjelaskan hubungan antara stres dengan tingkah laku individu
menghadapi stres. Strategi penanggulangan stres dipandang sebagai faktor
penyeimbang yang membantu individu menyesuaikan diri terhadap tekanan yang
dialami. Pada dasarnya strategi penanggulangan ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan stres yang ditimbulkan oleh masalah yang ada.
Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan
merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau
eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki
individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis,
karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi
perilaku otomatis lewat proses belajar.
Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan,
tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun coping bukan
merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak
semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif
untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan
37menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat
dikuasainya.
Menurut Lazarus & Launier, 1978 dalam (Personality Contemporary
Theory and Researchc, 2005), dalam melakukan coping, ada dua strategi yang
dibedakan menjadi :
1.Coping yang berpusat pada masalah
Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah sama dengan
strategi yang ditujukan untuk memecahkan masalah. Strategi diarahkan untuk
mengatur atau mengatasi masalah penyebab stres melalui perubahan reaksi yang
menyulitkan dengan lingkungan. Penanggulangan ini biasanya dilakukan terhadap
situasi yang dinilai dapat diubah. Strategi penanggulangan ini sering ditujukan
untuk merumuskan masalah, membuat beberapa alternatif jalan keluar,
mempertimbangkan kemungkinan atau kerugian setiap alternatif tersebut, memilih
alternatif yang terbaik dan akhirnya mengambil keputusan untuk bertindak.
Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah bukan hanya
sekedar pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan proses analisa
objektif terutama difokuskan pada lingkungan. Sedangkan strategi
penanggulangan stres yang berpusat pada masalah merupakan proses analisa yang
objektif, terutama difokuskan pada masalah termasuk juga strategi yang diarahkan
ke dalam diri sendiri.
382. Coping yang berpusat pada emosi
Strategi yang berpusat pada emosi berfungsi untuk mengatur respon
emosional terhadap masalah. Strategi penanggulangan ini sebagian besar terdiri
dari proses kognitif yang ditujukan untuk mengurangi tekanan emosional dan
termasuk strategi-strategi seperti penghindaran, pengurangan, membuat jarak,
perhatian yang selektif, perbandingan yang positif. Banyak dari strategi-strategi
ini diturunkan dari teori dan penelitian pada proses-proses defensif dan digunakan
pada setiap kejadian yang menimbulkan stres. Sebagian kecil strategi
penanggulangan stres ini terdiri dari strategi kognitif yang ditujukan untuk
menambah tekanan emosional. Beberapa individu perlu merasa lebih buruk,
seperti mengalami tekanan dan menyalahkan diri atau bentuk lain dari
menghukum diri (self punishment) sebelum mendapatkan perasaan lega.
Bentuk kognitif tertentu dari strategi penanggulangan stres yang berpusat
pada emosi mengarah pada perubahan cara pemaknaan suatu kejadian tanpa
mengubah situasi objektif. Strategi ini sama dengan penilaian kembali (appraisal).
Namun, tidak semua penilaian kembali bersifat defensif dan dimaksudkan untuk
mengatur emosi. Strategi penanggulangan ini digunakan untuk memelihara
harapan dan optimisme, menyangkut fakta dan akibat yang mungkin dihadapi,
menolak untuk mengalami hal terburuk dan bereaksi seolah-olah apa yang terjadi
tidak menimbulkan masalah dan sebagainya. Proses ini memberi kemungkinan
untuk suatu interpretasi yang menipu diri dan distorsi reaksi. Penipu yang berhasil
dapat terjadi tanpa adanya kesadaran (Lazarus & Folkman, 1976).
39Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam
menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya.
Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam
menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus,
1976). Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara
bersamaan, namun tidak semua strategi strategy pasti digunakan oleh individu.
Para peneliti menemukan bahwa penggunaan strategi emotion focused coping oleh
anak-anak secara umum meningkat seiring bertambahnya usia mereka
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al. mengenai kemungkinan variasi
dari kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping dan emotion focused
coping. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya delapan coping strategy yang
muncul, yaitu :
a. Coping strategy berpusat pada masalah
1. Confrontative coping; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,
dan pengambilan resiko.
2. Planful problem solving; usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
40b. Coping strategy berpusat pada emosi
1. Self-control; usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi
yang menekan.
2. Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti
menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau
menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap
masalah sebagai lelucon.
3. Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan
dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-
hal yang bersifat religius.
4. Accepting responsibility; usaha untuk menyadari tanggung jawab diri
sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya
untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih
bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun
strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung
jawab atas masalah tersebut.
5. Escape/avoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari
dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain
seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.
6. Seeking social support; yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan
emosional dan bantuan informasi dari orang lain.
41 Berdasarkan fungsi penanggulangan tersebut (Lazarus, 75 :1976)
mengemukakan bahwa terdapat dua bentuk umum dari penanggulangan yang
meliputi bentuk direct action dan bentuk palliative (intrapsychic psychological
defence)
1. Direct Action terdiri dari empat bentuk strategi penanggulangan yaitu :
a. Mempersiapkan diri menghadapi kerusakan (preparing Againshann)
b. Agresi atau menyerang (Aggresion or attack)
c. Penghindaran (Avoidance)
d. Apatis atau tidak bereaksi (Apathy or in action)
2. Palliative terdiri dari dua bentuk strategi penanggulangan, yaitu :
a. Cara simptom terarah (Symptom directed modes)
b. Cara intrapsikis (Intrapsychic mode)
2.2.5 Hubungan Antar Fungsi Coping Strategy
Pada kenyataannya, individu tetap menggunakan strategi penanggulangan
stres yang berpusat pada masalah dan strategi penanggulangan stres yang berpusat
pada emosi dalam menghadapi tuntutan internal dan atau eksternal dalam
kehidupan nyata (Lazarus & Folkman, 1967). Apabila individu dalam
menyelesaikan sumber masalah dengan korban perasaan yang besar maka
42dikatakan tidak efektif, demikian juga dengan sumber masalahnya. Untuk
mencapai strategi penanggulangan stres yang efektif diperlukan penggunaan
kedua fungsi strategi penanggulangan tersebut (Lazarus & Folkman, 1967).
Lazarus & Folkman, menyatakan bahwa strategi penanggulangan stres
yang muncul berpusat pada masalah lebih sering digunakan untuk menghadapi
stres yang muncul akibat pekerjaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Bachrach
(1983) bahwa individu yang dapat mengendalikan lingkungan lebih menggunakan
strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah dibandingkan dengan
mereka yang merasa tidak dapat menanggulangi lingkungannya.
Dari hasil penelitian Lazarus, ada empat bentuk strategi penanggulangan
yang dominan dalam menghadapi stres dari lingkungan yaitu : Confrontative
coping, planful problem solving, accepting responsibility dan positive
reappraisal. Dalam menghadapi tekanan dari lingkungan di mana lingkungan
tersebut dapat diubah, individu akan menggunakan strategi penanggulangan stres
dan memusatkan perhatiannya untuk menghadapi, memecahkan masalah secara
terencana, menerimanya dan memilih aspek-aspek positif dari lingkungan
tersebut. Sebaliknya, bila individu dihadapkan pada lingkungan yang harus
diterimanya dan tidak dapat diubah, individu akan memusatkan diri atau menjaga
jarak (distancing).
432.2.6 Hubungan Stres dan Strategi Penanggulangan Stres
Menurut Susan Folkman, reaksi individu terhadap suatu masalah atau
situasi yang ada sangat dipengaruhi oleh bagaimana penilaian individu terhadap
masalah tersebut. Individu yang menilai situasi negatif yang dihadapinya sebagai
suatu hal yang positif akan mempunyai derajat stress yang lebih rendah daripada
yang tidak menilai situasi negatif tersebut sebagai suatu hal yang positif.
Perbedaan individu dalam menilai masalah atau situasi yang dihadapinya akan
mempengaruhi pemilihan strategi penanggulangan stres (coping strategy) yang
digunakan. Hal ini berarti masing-masing individu akan berespon berbeda dalam
situasi stres yang sama.
Terdapat hasil dari penelitian Holmes & Rahe (1967) yang meneliti
derajat tingkat tekanan (stress) yang dialami seseorang dalam hidupnya, diurutkan
dari tingkat stres tertinggi sampai terendah (Personality Contemporary Theory and
Research, 459 : 2005). Hal tersebut dikenal dengan Life Event Scale, yang dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Life Event Scale
No. PERISTIWA KEHIDUPAN NILAI 1 Kematian suami istri 100 2 Perceraian 73 3 Hidup terpisah dalam perkawinan 65 4 Hukuman penjara 63 5 Kematian anggota keluarga dekat 636 Luka/sakit (diri sendiri) 537 Perkawinan 50 8 Dipecat dari pekerjaan 47 9 Rukun kemabali antara suami – istri 45
4410 Pensiun 45 11 Perubahan kesehatan anggota keluarga 44 12 Kehamilan 40 13 Masalah seksual 3914 Mendapat anggota keluarga baru 3915 Penyesuaian kembali dalam bisnis 39 16 Perubahan situasi keuangan 38 17 Kematian teman dekat 37 18 Perubahan bidang pekerjaan 36 19 Penyitaan barang yang digadaikan 30 20 Perubahan tanggung jawab pada pekerjaan 2921 Masalah dengan keluarga suami/istri 2922 Prestasi Herat seseorang 28 23 Istri mulai atau berhenti bekerja 26 24 Mulai atau mengakhiri pendidikan 26 25 Perubahan kondisi kehidupan 25 26 Mengubah kebiasaan pribadi 24 27 Masalah dengan bos 2328 Pindah rumah 2029 Pindah sekolah 20 30 Pindah rekreasi 19 31 Perubahan kegiatan keagamaan 19 32 Perubahan kegiatan sosial 18 33 Perubahan kebiasaan tidur 1634 Perubahan kebiasaan makan 1535 Liburan 1336 Natal 12 37 Pelanggaran hukum ringan 11
Penelitian Anderson (1977) memberikan masukan mengenai derajat stres
yang dikaitkan dengan kecenderungan penggunaan strategi penanggulangan
tertentu. Menurutnya, bentuk strategi penanggulangan yang berpusat pada
masalah dan strategi penanggulangan yang berpusat pada emosi akan digunakan
dalam frekuensi yang berbeda, tergantung tinggi rendahnya derajat stres individu.
45 Pada individu yang mempunyai derajat stres yang moderat, frekuensi
terbesar cenderung penggunaan strategi penanggulangan yang berpusat pada
masalah. Sebaliknya, pada individu yang mempunyai derajat stres yang tinggi
didominasi oleh frekuensi strategi penanggulangan yang berpusat pada emosi
yakni berusaha bertahan dan yang terpenting adalah mengatur tekanan emosi,
sedangkan untuk derajat stres yang rendah, frekuensi keduanya tampak sama
tinggi (Lazarus, 1967).
2.2.7 Hambatan dalam Coping Strategy
Terdapat tiga faktor yang menghambat individu dalam menghadapi
lingkungannya, yaitu yang berasal dari keterbatasan individu, batasan-batasan
lingkungan dan derajat ancaman.
Batasan dari individu mencakup nilai budaya yang diinternalisasikan,
keyakinan yang melarang tindakan dan perasaan tertentu yang dihasilkan dari
perkembangan sebagai individu yang unik.
Batasan dari lingkungan meliputi tuntutan persaingan untuk sumber-
sumber yang sama dan institusi yang merintangi usaha strategi penanggulangan.
Derajat ancaman yang tinggi menghambat efektifitas penggunaan sumber
daya strategi penanggulangan. Semakin besar ancaman maka penggunaan strategi
penanggulangan yang berpusat pada masalah menjadi semakin terbatas (Lazarus
dan Folkman, 1967).
462.3 Institut Pemerintahan Dalam Negeri
2.3.1 Sejarah IPDN
Penyelenggaraan pendidikan kader pemerintahan di lingkungan
Departemen Dalam Negeri terbentuk melalui sejarah yang panjang. Perintisannya
dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1920 dengan
terbentuknya sekolah pendidikan Pamong Praja yang bernama Opleiding School
Voor Inlandsche Ambetenaren (OSVIA) dan Middlebare Opleiding School Voor
Inlandsche Ambetenaren (MOSVIA). Para lulusannya sangat dibutuhkan dan
dimanfaatkan untuk memperkuat penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda.
Dimasa kedudukan pemerintah Hindia Belanda, penyelenggaraan pemerintah
Hindia Belanda dibedakan atas pemerintah yang langsung dipimpin oleh kaum
atau golongan pribumi yaitu Binnerlands Bestuur Corps (BBC) dan pemerintahan
yang tidak langsung dipimpin oleh kaum atau golongan pribumi yaitu Inlands
Bestuur Corps (IBC)
Pada awal kemerdekaan RI sejalan dengan penataan sistem pemerintahan
yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 kebutuhan akan tenaga kader
pamong praja untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan baik pada
pemerintahan pusat maupun daerah semakin meningkat sejalan dengan tuntutan
perkembangan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk memenuhi kebutuhan akan
kekurangan tenaga kader pamong praja, maka pada tahun 1948 dibentuklah
lembaga pendidikan dalam lingkungan Kementrian Dalam Negeri yaitu Sekolah
Menengah Tinggi (SMT) Pangreh Praja yang kemudian berganti nama menjadi
47Sekolah Menengah Pegawai Pemerintahan Administrasi Atas (SMPAA) di Jakarta
dan Makassar.
Pada tahun 1952, Kementrian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus
Dinas C (KDC) di Kota Malang, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan
pegawai golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring
dengan itu, pada tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung,
Bukittinggi, Pontianak, Makassar, Palangkaraya dan Mataram. Sejalan dengan
perkembangan penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan
dinamis, maka pendidikan aparatur di lingkungan Kementrian Dalam Negeri
dengan tingkatan kursus dinilai sudah tidak memadai.
Berangkat dari kenyataan tersebut, mendorong pemerintah mendirikan
Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17 maret 1956 di
Malang, Jawa Timur. APDN di Malang bersifat APDN Nasional berdasarkan SK
Mendagri No. Pend. 1/20/56 tanggal 24 september 1956 yang diresmikan oleh
Presiden Soekarno di Malang, dengan Direktur Pertama Mr. Raspio
Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC
yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal
provinsi selaku kader pemerintahan pamong praja yang lulusannya dengan gelar
Sarjana Muda (BA).
Pada perkembangan selanjutnya dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan
(IIP) yang berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur berdasarkan Keputusan
Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.8
Tahun 1967. Peresmian berdirinya IIP di Malang ditandai dengan peresmian oleh
48Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1967 dan pada tahun 1972 dipindahkan
ke Jakarta.
Perubahan nama dan dibentuknya menjadi dua bagian sekolah pemerintahan
selanjutnya beberapa kali terjadi yakni selain IIP di Jakarta, terdapat Akademi
Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Jatinangor pada tahun 1988 yang
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini dan berubah pada tahun 1992
menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
Kebijakan Nasional mengenai pendidikan tinggi sejak tahun 1999 antara lain
yang mengatur bahwa suatu Departement tidak boleh memiliki dua atau lebih
perguruan tinggi dalam menyelenggarakan keilmuan yang sama, maka mendorong
Departemen Dalam Negeri untuk mengintegrasikan STPDN ke dalam IIP. Usaha
pengintegrasian STPDN ke dalam IIP secara intensif dan terprogram sejak tahun
2003 menjadi IPDN hingga sekarang.
2.3.2 Visi dan Misi IPDN
Institut Pemerintahan Dalam Negeri memilik Visi :
“Unggul dalam menyiapkan kader pamong praja yang berwawasan
negarawan, ilmuwan, profesional dan demokratis dengan berdasarkan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan memperhatikan Lingkungan lokal,
nasional dan global.”
Makna dari visi di atas adalah bahwa melalui penyelenggaraan pendidikan,
dilakukan pemberdayaan pemerintahan dalam negeri yang berkualitas, guna
49mendukung penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan di pusat guna
memberikan pelayanan prima pada masyarakat luas.
Dari visi IPDN di atas, terdapat tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki
oleh lulusan IPDN yaitu :
• Kepemimpinan ( Leadership)
• Kepelayanan ( Stewardship)
• Kenegarawanan ( Statelmanship)
Adapun Misi dari IPDN adalah :
“Meningkatkan kualitas peserta didik sesuai dengan tuntutan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang berwawasan budaya dan
lingkungan serta meletakkan landasan pembentukan waktak dan kepribadian
pengalaman, nilai-nilai agama, budi pekerti yang luhur, memiliki wawasan dan
berjiwa kebangsaan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.”
2.3.3 Tujuan IPDN
IPDN memiliki tujuan yakni :
“Menyelenggarakan pendidikan kader pamong praja yang berwawasan
negarawan, ilmuan, professional, dan demokratis dengan berdasarkan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan memperhatikan lingkungan local,
nasional dan global sekaligus berfungsi sebagai lembaga kemampuan dan
keterampilan berbasis ilmu, seni dan etika dalam melaksanakan tugas kedinasan
pegawai negeri sipil.”
502.3.4 Mahasiswa IPDN
Mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri disebut dengan Praja.
Terbagi menjadi empat tingkatan yakni Muda Praja (Tingkat I), Madya Praja
(Tingkat II), Nindya Praja (Tingkat III) dan Wasana Praja (Tingkat IV). Masing-
masing tingkatan dijalani selama satu tahun. Praja merupakan utusan dari wakil
daerah masing-masing di setiap provinsi di Indonesia dan mereka nantinya akan
mendapatkan gelar Diploma IV serta dikembalikan ke daerah masing-masing
untuk mengabdi.
2.4 Kerangka Pikir
Dalam dunia pendidikan, kemajuan dan perbaikan dalam bidang akademik
serta kualitas dari pendidikan yang diterapkan merupakan faktor penting dalam
evaluasi suatu Instansi Pendidikan. Oleh karena itu, banyak hal yang dilakukan
dalam rangka memperbaiki serta meningkatkan kualitas tersebut. Tujuan
utamanya ialah untuk memperoleh output berupa lulusan yang sesuai dengan
harapan dari Instansi dan masyarakat serta dapat berkompetensi di dunia kerja.
Hal inilah yang sedang dilakukan oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri
(IPDN), sebagai salah satu Perguruan Tinggi milik pemerintah yang lulusannya
merupakan utusan dari daerah seluruh propinsi di Indonesia yang dikirim ke
IPDN untuk dididik dan nantinya dapat bekerja dan mengabdi di daerahnya
kembali setelah lulus. Setelah diputuskan untuk mendapatkan perombakan
kurikulum oleh Presiden Republik Indonesia, IPDN melakukan penangguhan
51dalam menerima calon siswa tahun ajaran 2007-2008, dan kembali melakukan
penerimaan untuk tahun ajaran 2008-2009.
Perubahan kurikulum tersebut berdampak pada lama pendidikan yang
harus dijalani oleh wasana praja. Hal ini dikarenakan IPDN bermaksud
meluluskan dengan cepat mahasiswa atau praja dengan kurikulum lama agar dapat
secara intensif menerapkan kurikulum baru yang diterapkan pada praja tingkat
Muda (I). Wasana praja yang seharusnya menjalani pendidikan dalam waktu 4
tahun harus bisa menempuhnya dalam waktu 3,5 tahun saja dengan konsekuensi
pemadatan kurikulum perkuliahan yang harus mereka selesaikan serta jumlah hari
libur yang lama sehingga proses bimbingan semakin sempit.
Dalam menghadapi situasi tersebut, sewajarnya seorang praja merasakan
suatu tekanan (stres), dengan kualitas yang berbeda-beda. Terdapat praja yang
menanggapinya dengan positif dan ada pula yang menanggapinya negatif. Hal ini
dikarenakan setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang
mencerminkan tipe kepribadiannya. Saat menghadapi stres seorang individu
membutuhkan strategi untuk mendapatkan keseimbangan kembali, sebab stres
merupakan suatu cara seorang individu beradaptasi dalam menghadapi perubahan
lingkungannya.
Menurut Lazarus (1976), stres dapat ditanggulangi dengan melihat dari
dua sudut pandang yaitu Strategi penanggulangan stres yang berpusat pada
masalah dan strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi.
Dalam menghadapi tekanan Tugas Akhir dalam waktu yang dipersempit,
praja memiliki cara penanggulangan yang berbeda-beda. Praja yang memilih
52strategi penanggulangan stres dengan berfokus pada masalah kebanyakan lebih
memilih untuk merumuskan masalah, membuat alternatif dari permasalah,
memilih alternatif yang terbaik dan akhirnya mengambil keputusan untuk
bertindak.
Pada praja yang memilih strategi penanggulangan masalah yang berpusat
pada emosi cenderung untuk merasakan tekanan sebagai keadaan yang buruk atau
menyalahkan dirinya sendiri. Fungsi kognitif masih berperan dalam strategi ini,
namun lebih banyak ditujukan untuk menambah tekanan emosional dan bukan
mempermudah permasalahan bagi individu. Lazarus selanjutnya mengemukakan
bahwa strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah akan lebih
banyak berperan apabila berhadapan dengan stres yang muncul akibat pekerjaan,
dalam hal ini Tugas Akhir. Bagaimana individu memilih strategi pemecahan
masalah dalam menghadapi tekanan atau stres erat kaitannya dengan tipe
kepribadian dari masing-masing individu tersebut.
Eysenck (Suryabrata, 2007) membagi tipe kepribadian manusia dalam
kelompok besar menjadi dua yakni tipe kepribadian Ekstroversi, yakni
kecenderungan seseorang untuk dapat berinteraksi dan terlibat banyak dengan
lingkungan dan tipe kepribadian Introversi yakni kecenderungan yang lebih
banyak membawa seseorang ke dalam dirinya sehingga tidak ingin terlibat terlalu
banyak dengan lingkungan.
Kebijakan IPDN menuntut seorang wasana praja untuk dapat
menggunakan coping strategy yang berpusat pada masalah dan hal tersebut akan
didukung oleh kecenderungan tipe kepribadian yang dimiliki sehingga dapat
53menunjang berjalannya coping tersebut seperti berinteraksi dengan lingkungan,
banyak mendapatkan masukan dalam menyusun perencanaan, terbuka dalam
mencari alternatif dalam menghadapi masalah, dan sebagainya. Dengan kata lain,
untuk dapat menggunakan coping strategy yang berorientasi pada masalah, tipe
kepribadian yang banyak ditampilkan ialah kecenderungan tipe kepribadian
ekstroversi, sedangkan dalam menggunakan coping strategy yang berorientasi
pada emosi, tipe kepribadian yang banyak ditampilkan ialah kecenderungan tipe
kepribadian introversi. Akan tetapi kedua coping berpeluang untuk dapat dipilih
oleh seorang individu dalam menghadapi masalah, dan hal ini merupakan salah
satu faktor yang membedakan keberhasilan individu yang satu dengan yang
lainnya dalam menghadapi stres.
542.4.1 Skema Berpikir
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan asumsi di atas didapatkan hipótesis sebagai berikut :
1. Semakin memiliki tipe kepribadian ekstroversi seseorang maka coping
strategi yang cenderung digunakannya ialah yang berfokus pada masalah
2. Semakin memiliki tipe kepribadian introversi seseorang maka coping
strategi yang cenderung digunakannya ialah yang berfokus pada emosi.
Stressor wasana praja:1. Pemadatan kurikulum perkuliahan 2. Percepatan pelaksanaan sidang Tugas Akhir 3. Jadwal libur semester dan hari Raya yang
membuat terhambatnya jadwal bimbingan dengan dosen pembimbing
Tipe kepribadian Ekstroversi :• Berinteraksi dengan
lingkungan • Mendapatkan banyak
informasi dan masukan dari luar
• Berorientasi pada objek di luar dirinya dalam menghadapi masalah
Tipe kepribadian Introversi :• Menarik diri dari
lingkungan • Tidak banyak mendapat
informasi dari luar • Berorientasi pada diri
sendiri dalam menghadapi masalah
Berfokus pada masalah Berfokus pada emosi
9
9
9
55BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode
korelasional, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
dua variabel dan dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasional (Suharsimi,
2003). Dalam penelitian ini, metode korelasional digunakan untuk mengetahui
adanya keterkaitan antara coping strategy dalam menghadapi tugas akhir pada
wasana praja di IPDN dengan tipe kepribadian ekstroversi-introversi.
Penelitian ini bersifat Ex-Post Facto yaitu penelitian hanya bersifat empiris
yang sistematik dimana peneliti tidak melakukan pengontrolan pada variabel-
variabel tetapi hanya mengamati sesuatu yang telah ada.
3.1.2 Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu :
1. Tipe Kepribadian Ekstroversi - Introversi
2. Coping Strategy menghadapi Tugas Akhir
563.2 Definisi Operasional Variabel
1. Tipe Kepribadian Ekstroversi-Introversi
Ciri tipe kepribadian ekstroversi adalah mudah bergaul, suka pesta,
mempunyai banyak teman, membutuhkan teman bicara, tidak suka membaca,
mengambil tantangan, senang bergurau, selalu siap merespon stimulus, dan
sebagainya.
Ciri tipe kepribadian introversi adalah tenang, suka menarik diri, gemar
membaca buku, tidak senang bergaul dengan banyak orang, membuat jarak
dengan orang lain kecuali dengan teman akrabnya, menghadapi kehidupan dengan
penuh keseriusan, dan sebagainya.
Melalui tipe kepribadian yang digambarkan oleh Eysenck seperti di atas,
dapat membantu dalam memprediksi bagaimana kecenderungan tipe kepribadian
seseorang dalam menghadapi stimulus dari lingkungan.
2. Coping Strategy
• Coping yang berpusat pada masalah
Ciri dari coping yang berpusat pada masalah antara lain dengan
merumuskan masalah, membuat beberapa alternatif jalan keluar,
mempertimbangkan kemungkinan atau kerugian setiap alternatif tersebut,
memilih alternatif yang terbaik dan akhirnya mengambil keputusan untuk
bertindak.
57Coping strategy yang berpusat pada masalah terdiri dari dua aspek yakni
Confrontative coping yakni dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan
yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko, dan Planful problem solving
yaitu dengan cara yang hati-hati, bertahap dan analitis.
• Coping yang berpusat pada emosi
Ciri dari coping strategy yang berpusat pada emosi antara lain
penghindaran, pengurangan, membuat jarak, perhatian yang selektif, dan
sebagainya.
Coping strategy yang berpusat pada emosi terdiri dari enam aspek yakni
Self control yaitu dengan mengatur perasaan ketika menghadapi situasi
yang menekan, Distancing yaitu dengan tidak terlibat dalam
permasalahan, Positive reappraisal yaitu mencari makna positif yang
biasanya melibatkan hal religius, Accepting responsibility yaitu dengan
menyadari akan tanggung jawab diri dalam masalah yang dihadapi,
Escape/avoidance yaitu dengan beralih pada hal lain seperti makan,
minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan dan Seeking social
support yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan dalam bentuk
bantuan dari orang lain.
583.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yakni
pengambilan sampel dari populasi yang telah ditentukan dengan memiliki ciri-ciri
yang erat hubungannya dengan tujuan penelitian,yaitu :
1. Praja Wasana IPDN yang akan melaksanakan ujian Tugas Akhir.
2. Sampel sebanyak 100 orang dengan perhitungan sebagai berikut ;
Populasi penelitian berjumlah 950 orang dengan penentuan ukuran sampel
menggunakan rumus Slovin (1960) sebagai berikut :
950 n = 1 + 950 (0,1)2
n = 99,89 n = 100 orang
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi).
N n = 1 + N (e)2
593.4 Alat Ukur
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data
berupa angket yang terdiri dari dua macam alat ukur untuk memperoleh data,
sebagai berikut :
3.4.1 Eysenck Personality Inventory
Alat test yang digunakan diciptakan oleh H.J. Eysenck dan dikenal
dengan nama Eysenck Personality Inventory (EPI). Alat test ini dibuat pada tahun
1963. Terdiri dari 114 item, yang dibagi dalam 3 bagian, yaitu : 48 item untuk
mengukur neuroticism atau stabilitas emosi, 48 item untuk mengukur introvert
dan ekstrovert dan 18 item sebagai lie scale yang terdiri dari 2 bagian, masing-
masing 9 item.
Adapun item-item yang digunakan dalam penelitian ini adalah item-item
yang telah diterjemahkan oleh Drs. Agus Sofyandi Kahfi dan hanya memfokuskan
kepada salah satu dimensi yang dikemukakan oleh Eysenck yaitu tipe kepribadian
Ekstrovert-Introvert dengan maksud untuk menyederhanakan dan membatasi area
permasalahan yang akan diteliti. Alat ukur ini terdiri dari 36 item untuk pria
termasuk diantaranya 9 item sebagai lie scale yang digunakan sebagai item
penentu apakah dapat dikategorikan pada satu tipe kepribadian ataupun tidak, dan
39 item untuk wanita termasuk termasuk diantaranya 9 item sebagai lie scale.
Pada saat mengisi lembar angket, responden diminta untuk menjawab
pertanyaan dengan memberikan tanda silang (x) pada pilihan “YA” atau
“TIDAK”. Subjek diharapkan memberikan jawaban dengan cepat sehingga
60jawaban merupakan reaksi pertama subjek yang muncul setelah selesai membaca
pertanyaan. Setiap pertanyaan dijelaskan pula bahwa semua jawaban yang
diberikan adalah benar, tidak ada jawaban yang salah. Sebab, bentuk dari
pengukuran adalah non kognitif.
Pada setiap pertanyaan terdapat beberapa indikasi :
a) a.e untuk pertanyaan affiliative introversion
b) a.n untuk pertanyaan affiliative neuroticism
c) a.l untuk pertanyaan affiliative lie
d) n.e untuk pertanyaan non affiliative ekstraversion
e) n.n untuk pertanyaan non affiliative neuroticism
f) n.l untuk pertanyaan non affiliative lie
Dengan ketentuan penilaian sebagai berikut :
JAWAB SKOR POIN
YA 1 AE AN AL
TIDAK 0 AE AN AL
YA 0 NE NN NL
TIDAK 1 NE NN NL
Dalam pengolahan, akan diperhatikan patokan-patokan yang telah
ditentukan yaitu :
1. Apabila subjek mendapatkan nilai � 5 untuk pertanyaan lie scale, maka
langkah selanjutnya nilai introvert-ekstrovert dapat dihitung, dan apabila
nilai < 5 maka nilai dari tes ini tidak dapat dihitung atau digagalkan.
612. Untuk pertanyaan introvert-ekstrovert, subjek dikatakan memiliki
kecenderungan ekstravert bila nilai yang dicapai lebih dari nilai median.
Sebaliknya, dikatakan memiliki kecenderungan introvert bila nilai yang
dicapai kurang dari atau sama dengan nilai median.
3.4.2 Ways of Coping The Revised Version
Alat ukur kedua yang digunakan ialah Ways of Coping The Revised
Version. Alat ukur ini digunakan untuk mengukur strategi penanggulangan stress
yang disusun oleh Lazarus dan Folkman (1984). Alat ukur ini sudah banyak
digunakan oleh para ahli. Salah satu Psikolog di Indonesia yang telah
menggunakan alat ukur ini dalam penelitiannya ialah Elmira N.S dengan reabilitas
alat ukur sebesar 0,814.
Alat ukur ini terdiri dari item pertanyaan yang dirancang untuk
mengetahui bentuk coping yang digunakan seseorang ketika menghadapi situasi
yang tidak menyenangkan atau menimbulkan stres. Bentuk coping terdiri dari dua
aspek utama yaitu strategi penanggulangan stres pada masalah dan strategi
penanggulangan stress yang berpusat pada emosi.
Angket ini disusun dalam skala reaksi, pada setiap item subjek dihadapkan
pada salah satu bentuk strategi penanggulangan stres dan subjek tersebut harus
menentukan seberapa sering memunculkan reaksi yang mencerminkan salah satu
pola penanggulangan stres tersebut. Adapun frekuensi seseorang dalam
memunculkan reaksi dinyatakan dalam salah satu dari empat pilihan yang
tersedia, yakni :
62REAKSI SKOR
• Tidak pernah 1 • Kadang-kadang 2 • Agak sering 3 • Sering 4
Dalam alat ukur ini, setiap item memiliki skala 1 sampai 4, baik untuk
item yang mengukur strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi
maupun strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah. Skor didapat
dengan cara menjumlahkan seluruh nilai yang didapat dari setiap item. Setelah itu,
dibuat proporsi diantara kedua strategi coping dengan cara :
Jika presentasi yang diperoleh untuk item coping masalah lebih besar
dibandingkan dengan presentasi yang diperoleh untuk item coping emosi, maka
dapat dikatakan bahwa subjek memilih strategi penanggulangan stres yang
berpusat pada masalah, Begitu pula sebaliknya, apabila hasil presentase item
coping emosi lebih besar daripada item coping masalah, dapat dikatakan subjek
memilih strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi.
Skor pada coping masalah x 100% Skor maksimal coping masalah
Skor pada coping emosi x 100% Skor maksimal coping emosi
63 Alat ukur ini terdiri dari 52 pertanyaan, diturunkan dari dua cara
penanggulangan stres yaitu yang berpusat pada masalah dan yang berpusat pada
emosi beserta sub aspeknya masing-masing.
VARIABEL ASPEK SUB ASPEK NOMOR ITEM
Strategi
Penanggulangan
Stres
Coping Strategi yang
berpusat pada
masalah
Planful Problem
Solving
1,20,30,39,40,43
Confrontative 2,3,13,21,26,37
Coping Strategi yang
berpusat pada emosi
Distancing 8,9,11,16,32,35
Self Control 6,10,27,34,44,49,50
Seeking Social
Support
4,14,17,24,33,36
Accepting
Responsibility
5,19,22,24
Escape
Avoidance
7,12,25,31,38,41,46,4
7,51,52
Positive
Appraisal
15,18,23,28,29,45,8
643.5 Prosedur Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menjalani tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Menentukan permasalahan yang akan diteliti dengan menjaring
informasi berupa wawancara dengan individu yang terkait dengan
penelitian, seperti pengasuh praja, dosen, dan praja itu sendiri.
b. Mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan
penelitian, seperti surat kabar dan buku-buku yang mendukung
mengenai hal tersebut.
c. Mengajukan usulan penelitian
d. Menetapkan dan menyiapkan alat ukur untuk memperoleh data yang
dibutuhkan.
e. Mengurus perijinan dengan pihak Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Bandung.
2. Tahap Pengambilan Data
a. Mempersiapkan dan menghitung kembali alat ukur yang akan
digunakan, yakni berupa angket.
b. Menetapkan jadwal pengambilan data
c. Mengumpulkan data kembali dan mempersiapkan untuk
pengolahan data.
653. Tahap Pengolahan Data
a. Melakukan skoring dan membuat tabulasi data berdasarkan
kelompok data masing-masing.
b. Melakukan perhitungan statistik
c. Mengolah data dengan pengujian statistik yang sesuai untuk
kemudian melakukan pengujian hipotesis.
4. Tahap Pembahasan
a. Menganalisis data yang telah diolah berdasarkan teori serta
kerangka pikir yang telah ditetapkan.
b. Mengevaluasi hasil penelitian dan menyimpulkan hasil yang
diperoleh berdasarkan teori yang digunakan.
5. Tahap Akhir
a. Mengambil suatu kesimpulan dari hasil yang telah dianalisis, serta
mengajukan saran-saran yang bertujuan untuk menyempurnakan
penelitian.
b. Menyusun laporan penelitian, termasuk di dalamnya penyelesaian
dari Tugas Akhir.
663.6 Teknik Analisis
Penelitian ini menggunakan metoda statistik untuk menganalisis data
sebagai acuan dalam membuat evaluasi dan penarikan kesimpulan.
3.7 Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan metode statistik dalam mengolah data, sebagai
acuan dalam penarikan kesimpulan. Uji statistik yang digunakan yaitu Uji
Korelasi Koefisien Kontingensi dengan pertimbangan :
a) Data yang diperoleh berskala ordinal
b) Data dalam penelitian ini berpasangan
c) Teknik berbentuk non parametric
Pengolahan validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS 16.0. Adapun
langkah – langkah yang digunakan dalam mengolah data berdasarkan metode
statistik yang digunakan yakni :
1. Mencari apakah Ho ditolak atau diterima dengan ketentuan Ho ditolak
apabila X2hit > X2
tab dengan dk = (b-1) (k-1)
2. Setelah diketahui apakah Ho ditolak atau diterima, selanjutnya mencari
derajat hubungan kedua variabel dengan rumus :
ntabhitC
+= 2
2
χχ
673. Harga C yang telah didapatkan perlu dibandingkan dengan Koefisien
Kontingensi maksimum supaya dapat dipakai untuk menilai derajat
asosiasi antara variabel. Cmax dihitung oleh rumus :
mmC 1−=
Keterangan :
m = Harga minimum antara b dan k (minimum antara banyak b dan k)
Tabel 3.1 Harga Cmax untuk berbagai m
m C max
2 0,707
3 0,816
4 0,866
5 0,894
6 0,913
7 0,926
8 0,935
9 0,943
10 0,949
Ketentuan di atas menunjukkan semakin dekat harga C dengan Cmax
maka semakin besar derajat asosiasi antara variabel. Dengan kata lain faktor yang
satu makin berkaitan dengan faktor yang lain.
68 Kriteria nilai C adalah sebagai berikut :
• C = 0 : Tidak ada korelasi
• 0 < C < 0,2 Cmax : Korelasi rendah sekali
• 0,2 Cmax < C < 0,4 Cmax : Korelasi rendah
• 0,4 Cmax < C < 0,6 Cmax : Korelasi sedang
• 0,6 Cmax < C < 0,8 Cmax : Korelasi tinggi
• 0,8 Cmax < C < 0,707 : Korelasi tinggi sekali
• C = Cmax = 0,707 : Korelasi sempurna
Keterangan :
0,2 Cmax = 0,1414
0,4 Cmax = 0,2828
0,6 Cmax = 0,4242
0,8 Cmax = 0,5656
3.7.1 Kriteria Uji Hipotesis :
Menolak Ho, apabila X2hit > X2tab pada taraf signifikansi � = 0,05 dan dk =
(b -1) (k – 1) dengan melihat pada tabel C.
Langkah – langkah dalam penggunaan Uji Chi-Kuadrat Asosiasi yakni :
1. Aturlah frekuensi-frekuensi observasi dalam suatu tabel kontingensi b x k
Dimana :
b = Banyak kategori yang terhadapnya satu variabel diskor
k = Banyak kategori yang terhadapnya satu variabel lain diskor
692. Tentukan frekuensi sel harapan dengan menggunakan rumus ini :
Frekuensi sel harapan untuk selrc (Huruf r dan c singkatan dari lokasi-lokasi
baris dan kolom).
selrc = Jumlah Baris x Jumlah Kolom
Jumlah Seluruhnya (Total )
Hal tersebut dapat dilakukan setiap sel, namun dapat pula dengan
memanfaatkn derajat bebas df = (R-1) (C-1).
3. Hitunglah harga X2 dengan rumus :
��= =
−=
b
i
k
j ij
ijij
EEO
1 1
22 )(
χ
4. Dengan X2, hitunglah harga C.
5. Untuk menguji apakah ada observasi C memberikan petunjuk terdapat
asosiasi antara kedua variabel dalam populasi, tentukan kemungkinan yang
berkaitan dengan adanya suatu harga yang sama besarnya dengan X2 yang
diobservasi, dibawah Ho dengan db = (b-1) (k-1) dengan menggunakan tabel
C, jika kemungkinan itu = atau < �, maka Ho ditolak.
3.7.2 Hipotesis Statistik
Ho : X2hit < X2
tab : Tidak ada hubungan antara tipe kepribadian ekstroversi-
introversi dengan coping strategy pada praja wasana di
Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
70H1 : X2
hit < X2tab : Terdapat hubungan antara tipe kepribadian ekstroversi-
introversi dengan coping strategy pada praja wasana di
Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
71
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Sampel
Dari hasil penentuan jumlah sampel, didapatkan 100 orang wasana praja
yang mewakili jumlah populasi 950 orang. Adapun hasil dari pengolahan data
yang didapat dari total sampel disajikan dalam tabel berikut ini :
4.1.1 Hasil Test Tipe Kepribadian Ekstroversi – Introversi
Berdasarkan data yang diperoleh dari alat ukur Eysenck Personality
Inventory (EPI) didapatkan persentase sampel yang memiliki tipe kepribadian
Introversi-Ekstroversi yakni
Tabel 4.1
Kecenderungan tipe kepribadian
Tipe kepribadian Persentase
Memiliki kecenderungan tipe
kepribadian Ekstroversi 66 %
Memiliki kecenderungan tipe
kepribadian Introversi 34 %
Sumber : olahan data statistik
71
4.1.2 Hasil Test Coping Strategy
Berdasarkan hasil perolehan data dengan Ways of Coping The Revised
Version didapatkan praja wasana yang memiliki coping Strategi berpusat pada
masalah dan berpusat pada emosi antara lain :
Tabel 4.2
Kecenderungan coping strategy
Coping Strategy Persentase
Memiliki kecenderungan coping
strategy berpusat pada masalah
79 %
Memiliki kecenderungan coping
strategy berpusat pada emosi
21 %
Sumber : olahan data statistik
4.2 Hasil Pengolahan Data
4.2.1 Hasil Uji Korelasi Koefisien Kontingensi antara Tipe Kepribadian
Ekstroversi – Introversi dengan Coping Strategy
Tabel 4.3
Hasil Uji Korelasi Koefisien Kontingensi
Hasil Uji Kontingensi Signifikan
��= =
−=
b
i
k
j ij
ijij
EEO
1 1
22 )(
χntab
hitC+
= 2
2
χχ
X2tab
dk = 1 , � = 0,05
11,49 0,33 3,84
Sumber : olahan data statistik
71
Berdasarkan perhitungan sebagai berikut :
49,114,7
)4,714(6,27
)6,2721(6,13
)6,137(4,51
)4,5158()( 2222
=−+−+−+−=−Eij
EijOij
Signifikan :
05,01
84,32
==
=
α
χdk
tab
Hasil pengolahan data diperoleh X2hit = 11,49 dengan � = 0,05 dan dk = 1,
selanjutnya didapatkan X2tab = 3,84. Berdasarkan ketetapan yang ada yakni Ho
ditolak apabila X2hit > X2tab dimana 11,49 > 3,84, yang memiliki arti adanya
hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian ekstroversi-introversi dengan
coping strategy pada praja wasana IPDN Jatinangor-Sumedang.
Berdasarkan hasil norma kontingensi dilihat dari nilai C yang diperoleh
yakni 0,33 dan Cmax = 0,707 menunjukkan tingkat korelasi sedang antara tipe
kepribadian ekstroversi-introversi dengan coping strategy pada wasana praja.
Artinya terdapat hubungan dalam menggunakan suatu coping strategy
berdasarkan tipe kepribadian praja wasana IPDN Jatinangor-Sumedang.
33,010084,3
49,11 =+
=C
71
4.2.2 Pembahasan berdasarkan Hasil Kontingensi Tipe Kepribadian
Ekstroversi – Introversi dengan Coping Strategy
Tabel 4.4
Hubungan antara Tipe Kepribadian Ekstroversi-Introversi
Dengan Coping Strategy
Sumber : olahan data statistik
Berdasarkan perhitungan derajat kontingensi melalui SPSS 16.00
didapatkan data yang ditunjukkan pada tabel 4.7.
Wasana praja dengan tipe kepribadian cenderung ekstrovert yang
menggunakan coping strategy penanggulangan stres dalam hal ini berkaitan
dengan Tugas Akhir sebagai stressor yang berpusat pada masalah sebanyak 58
orang atau (89 %) sehingga lebih besar dari wasana praja dengan tipe ekstrovert
yang menggunakan coping strategy yang berpusat pada emosi sebanyak 7 orang
atau (11 %).
Coping strategy
Masalah Emosi Total
Kepribadian Ekstrovert Count 58 7 65
Expected Count 51.4 13.6 65.0
instrovert Count 21 14 35
Expected Count 27.6 7.4 35.0
Total Count 79 21 100
Expected Count 79.0 21.0 100.0
71
Sedangkan wasana praja dengan tipe kepribadian cenderung introvert yang
menggunakan coping strategy penanggulangan stres yang berpusat pada masalah
sebanyak 21 orang atau 60 % yang berarti lebih besar dari coping strategy yang
berpusat pada emosi sebanyak 14 orang atau 40 %.
Tipe kepribadian ekstroversi merupakan tipe kepribadian yang memiliki
frekuensi yang terbesar yakni sebanyak 65 wasana praja atau 65 %, dan melebihi
tipe kepribadian introversi sebanyak 35 wasana praja atau sebesar 35 %. Dilihat
dari frekuensi atas kedua macam coping strategy dilihat bahwa pada masing-
masing coping strategy lebih cenderung berpusat pada masalah dalam hal
menghadapi stres dalam mengerjakan Tugas Akhir.
Dalam menghadapi Tugas Akhir, dari data yang diperoleh didapatkan
bahwa pada 89 % wasana praja memiliki kecenderungan tipe kepribadian
ekstroversi, yakni dengan karakteristik kepribadian menurut Eysenck, mudah
bergaul, menyukai suasana pesta yang ramai, memiliki relasi dengan banyak
orang, senantiasa membutuhkan orang lain untuk mengutarakan perasaan dan
pikirannya, tidak senang akan kesendirian sehingga lebih senang berkumpul dan
berada bersama orang lain di sekitarnya, menyenangi tantangan dalam hal ini
pemadatan kurikulum serta percepatan dalam kelulusan membuat mereka merasa
tertantang untuk dapat menyelesaikannya, senantiasa mencari jawaban akan setiap
permasalahan dan menyenangi perubahan yang terjadi di sekitarnya, lebih banyak
menggunakan coping strategy yang berpusat pada masalah, sehingga beberapa
teknik yang dipakai yakni dengan merumuskan masalah, membuat beberapa
71
alternatif jalan keluar, mempertimbangkan kemungkinan atau kerugian setiap
alternatif tersebut serta memilih alternatif yang terbaik.
Sedangkan 21 % wasana praja dengan tipe kepribadian ekstroversi yang
memilih untuk menggunakan coping strategy yang berpusat pada emosi yaitu
dengan strategi seperti penghindaran, pengurangan, dan pembuatan jarak.
Wasana praja yang memiliki kecenderungan tipe kepribadian introversi,
memiliki karakteristik lebih tenang, suka menarik diri atau mengucilkan diri,
senang untuk melakukan aktivitas yang tidak melibatkan banyak orang, menyukai
hidup yang teratur dan menghadapi kehidupan sehari-hari dengan serius.
Perolehan data menunjukkan bahwa, 60 % wasana praja dengan tipe kepribadian
introversi lebih banyak menggunakan coping strategy yang berpusat pada
masalah, sedangkan 40 % dari wasana praja dengan tipe kepribadian introversi
memilih untuk menggunakan coping strategy yang berpusat pada emosi.
Dengan demikian tipe kepribadian ekstroversi maupun introversi dapat
saja menggunakan coping strategy yang berpusat pada masalah maupun coping
strategy yang berpusat pada emosi. Menurut Eysenck, (dalam Suryabrata,2003)
bahwa tipe kepribadian seseorang tidak ada yang murni introversi ataupun
ekstroversi, tetapi bergerak dari satu kutub yang satu ke kutub yang lainnya.
Sehingga, dalam hal menggunakan coping strategy seorang praja wasana dapat
saja memilih sesuai dengan karakteristik dirinya, baik coping strategy yang
berfokus pada masalah maupun coping strategy yang berfokus pada emosi, namun
dalam hal Tugas Akhir yang merupakan bentuk dari suatu pekerjaan, coping
71
strategy yang berpusat pada masalah lebih efektif digunakan oleh seorang
individu.
Terlihat dari data yang diperoleh bahwa wasana praja dengan tipe
kepribadian ekstrovert yang memilih menggunakan coping strategy berpusat pada
emosi lebih sedikit daripada wasana praja dengan coping strategy yang berpusat
pada masalah. Begitu pula dengan wasana praja yang memiliki kecenderungan
tipe kepribadian introvert yang memilih menggunakan coping strategy yang
berpusat pada emosi lebih sedikit daripada wasana praja yang menggunakan
coping strategy yang berpusat pada masalah.
78BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pengolahan data serta pembahasan pada hasil yang didapatkan, maka
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara tipe kepribadian introvert-ekstrovert dengan
coping strategy dalam menghadapi Tugas Akhir pada praja wasana
Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor-Sumedang dengan
korelasi C = 0,33 dan Cmax = 0,707 dan berada pada tahap korelasi
sedang.
2. Wasana praja yang memiliki kecenderungan tipe kepribadian ekstroversi
lebih banyak menggunakan coping strategy yang berpusat pada masalah
yakni 89 %.
3. Wasana praja yang memiliki kecenderungan tipe kepribadian introversi
lebih banyak menggunakan coping strategy yang berpusat pada masalah
yakni 60 %.
4. Coping strategy yang paling banyak digunakan dalam hal mengerjakan
Tugas Akhir ialah coping strategy yang berpusat pada masalah.
795.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan coping
strategy dengan tipe kepribadian ekstroversi-introversi dalam menghadapi Tugas
Akhir pada wasana praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor-
Sumedang, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi wasana praja agar dapat menggunakan coping strategy yang berfokus
pada masalah dalam menghadapi pekerjaan dengan bentuk pelaksanaan Tugas
Akhir, mengingat efektivitas Tugas Akhir lebih terlihat dengan menggunakan
coping strategy tersebut dibandingkan dengan coping strategy yang berpusat
pada emosi, serta nantinya dapat digeneralisasikan untuk menghadapi stres
dalam melaksanakan suatu pekerjaan di lapangan setelah menyelesaikan
pendidikan di IPDN.
2. Memberikan informasi bagi pihak IPDN bahwa kemungkinan alasan praja
banyak yang memilih untuk menggunakan coping strategy yang berpusat
pada masalah adalah peraturan yang diberikan oleh IPDN semenjak mereka
memulai pendidikan, dengan sistem pendidikan semi militer dan menuntut
mereka untuk menghadapi segala sesuatu tanpa bisa menolaknya. Oleh karena
itu bagi pihak IPDN disarankan untuk membuat pelatihan untuk terampil
dalam menggunakan strategi dalam menghadapi masalah, sehingga
kemampuan coping strategy yang berfokus pada masalah menjadi lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
A.D.Valerian,A.W.Barbara & H.J.Warren.2005.Personality Contempory Theory
and Research.Thomson.Wadsworth
Arikunto,Suharsimi.2003.Manajemen Penelitian.Cetakan keenam. Jakarta :
P.T.Asdi Mahasatya
Calvin S.Hall,etc.1976.Theories of Personality.Fourth Edition.United States of
America.John Wiley & Sons,inc
Chaplin,J.P.(terj.Kartini Kartono).2005.Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta :
P.T.Raja Grafindo Persada
Instruksi Presiden Republik Indonesia.10/04/2007.Surat Kabar Media
Indonesia.Bandung.
Lazarus,S.Richard.1976.Patterns of Adjustment.Third Edition.McGraw-Hill
Kogakusha,LTD.
Rosita, Euis. 2007. Skripsi : Hubungan antara Tipe Kepribadian ditinjau dari
teori kepribadian Eysenck dan Strategi Penanggulangan stres pada
petugas kesatuan pengamanan Lembaga Pemasyarakatan di LP
Sukamiskin Bandung, UNISBA.
Sevilla, Consuelo G, etc.1993 (Penerjemah :Alimuddin Tuwu). Pengantar Metode
Penelitian. Jakarta :UI-Press
Sudjana.1996.Metoda Statistika.Edisi keenam. Bandung. Tarsito.
Suryabrata, Sumadi.2007. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada
Buku Laporan Pendidikan IPDN .2006/2007. Bandung : IPDN Press.
www.detik.com
http://www.geocities.com/almarams/stres.htm
http://tahsinul.wordpress.com/kepribadian
WAYS OF COPING THE REVISED VERSION
PETUNJUK PENGISIAN
Dalam lembar berikut akan disajikan beberapa pertanyaan yang
menggambarkan berbagai cara atau reaksi yang digunakan seseorang untuk
mengatasi keadaan atau situasi yang tidak menyenangkan. Saudara diharapkan
memilih reaksi yang sesuai dengan pengalaman atau keadaan diri saudara
manakala mengalami situasi yang tidak menyenangkan atau menimbulkan
perasaan tertekan (stres) pada saat menghadapi Tugas Akhir di Institut
Pemerintahan Dalam Negeri.
Perlu diperhatikan bahwa saudara tidak perlu khawatir karena tidak ada
jawaban yang salah sejauh jawaban tersebut benar-benar menggambarkan
keadaan diri saudara sesungguhnya.
Cara menjawab adalah dengan memberi tanda silang (X) di bawah
alternative jawaban yang sesuai dan menggambarkan keadaan diri saudara.
• TP (Tidak Pernah), bila cara tersebut tidak pernah saudara gunakan
untuk mengatasi keadaan tidak menyenangkan yang saudara alami atau
perasaan tertekan (stress) berkaitan dengan situasi yang dituntut dalam
menghadapi Tugas Akhir di IPDN.
• KK (Kadang-kadang), bila cara tersebut kadang-kadang saudara gunakan
untuk mengatasi keadaan tidak menyenangkan yang saudara alami atau
perasaan tertekan (stress) berkaitan dengan situasi yang dituntut dalam
menghadapi Tugas Akhir di IPDN.
• AS (Agak Sering), bila cara tersebut agak sering saudara gunakan untuk
mengatasi keadaan tidak menyenangkan yang saudara alami atau perasaan
tertekan (stress) berkaitan dengan situasi yang dituntut dalam menghadapi
Tugas Akhir di IPDN.
• SR (Sering), bila cara tersebut tidak pernah saudara gunakan untuk
mengatasi keadaan tidak menyenangkan yang saudara alami atau perasaan
tertekan (stress) berkaitan dengan situasi yang dituntut dalam menghadapi
Tugas Akhir di IPDN.
No. Reaksi saya bila menghadapi situasi yang tidak
menyenangkan atau situasi yang menimbulkan perasaan
tertekan (stres) adalah :
TP KK AS SR
1. Memusatkan perhatian pada sesuatu yang saya lakukan kemudian,
sebagai langkah selanjutnya.
2. Melakukan sesuatu yang saya pikir mungkin tidak akan
memberikan hasil, namun setidaknya saya melakukan sesuatu.
3. Mencoba untuk mengubah pikiran seseorang yang dianggap
bertanggung jawab terhadap masalah tersebut.
4. Membicarakan dengan orang lain untuk lebih mengetahui
keadaan.
5. Melakukan introspeksi terhadap diri sendiri
6. Membicarakan segala sesuatunya seperti apa adanya, sepanjang
hal itu tidak merugikan saya.
7. Mengharapkan akan terjadi keajaiban
8. Menganggap sebagai takdir, kadang-kadang nasib saya buruk
9. Jalan terus, seolah-olah tidak terjadi sesuatu apapun
10. Mencoba memendam perasaan sendiri
11. Mencoba melihat segala sesuatunya dari sisi baik/positif
12. Tidur lebih banyak daripada biasanya
13. Mengungkapkan rasa marah pada orang yang menyebabkan
timbulnya masalah.
14. Menganggap sudah selayaknya apabila saya menerima simpati
dan pengertian dari orang lain
15 Menghadapkan gagasan untuk melakukan sesuatu yang kreatif
16. Mencoba melupakan segala sesuatunya
17. Meminta bantuan dari tenaga profesional
18. Mengubah diri atau tumbuh untuk menjadi orang dengan cara
hidup yang lebih baik
19. Meminta maaf atau melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.
20. Membuat rencana untuk bertindak dan menjalankannya.
21. Memperlihatkan perasaan saya apa adanya.
22. Menyadari bahwa saya sendirilah yang menimbulkan masalah
tersebut.
23. Merasa mendapatkan pengalaman yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya.
24. Membicarakannya dengan orang lain yang mampu melakukan
tindakan nyata berkaitan dengan masalah tersebut.
25. Mencoba membuat perasaan menjadi lebih tenang dengan cara
makan, minum, merokok, menggunakan obat-obatan, meditasi,
dan tindakan sejenisnya.
26. Memanfaatkan peluang yang baik atau melakukan suatu tindakan,
walaupun hal ini mengandung resiko tinggi.
27. Mencoba untuk tidak bertindak tergesa-gesa mengikuti pikiran
yang muncul pertama kali.
28. Menemukan pemahaman baru.
29. Merenungkan kembali apa yang penting dalam kehidupan.
30. Mengubah sesuatu sehingga segalanya menjadi baik.
31. Umumnya menghindari diri dari orang lain
32. Tidak membiarkan persoalan itu mempengaruhi saya, saya tidak
mau memikirkan hal itu lebih banyak.
33. Meminta nasehat pada sanak saudara atau teman-teman yang saya
hormati.
34. Menjaga agar orang lain tidak mengetahui bagaimana buruknya
masalah itu.
35. Membuat situasinya menjadi lebih ringan, menolak untuk
bersikap terlalu serius mengenai hal itu.
36. Membicarakan kepada orang lain tentang apa yang saya rasakan.
37. Berpegang pada pendirian saya dan berjuang untuk hal yang saya
kehendaki.
38. Menimpakan masalah tersebut kepada orang lain.
39. Melihat pengalaman masa lalu saat saya berada pada situasi
serupa.
40. Mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, karena itu saya
melipatgandakan usaha saya untuk bertindak.
41. Tidak mempercayai bahwa hal itu telah terjadi
42. Berjanji pada diri sendiri bahwa hal itu telah terjadi
43. Mengajukan beberapa alternatif pemecahan yang berbeda untuk
mengatasi masalah.
44. Mencoba menjaga perasaan saya, dengan tidak terlalu banyak
mencampuri hal-hal lain.
45. Mengubah sesuatu dalam diri saya.
46. Berharap bahwa keadaan akan berlalu atau selesai dengan
sendirinya.
47. Berkhayal tentang bagaimana hal itu dapat teratasi
48. Berdoa.
49. Mengkaji kembali apa yang akan saya ucapkan atau lakukan.
50. Berpikir tentang bagaimana seseorang yang saya kagumi
mengatasi suatu keadaan dan mencoba menirunya.
51. Menyerah pada keadaan
52. Sedapat mungkin mencoba untuk menghindari situasi yang
menyulitkan.
EYSENCK PERSONALITY INVENTORY
Petunjuk Pengisian :
Berikut ini terdapat pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut perasaan,
perbuatan atau tingkah laku Saudara. Dibelakang setiap pertanyaan disediakan
tempat untuk menjawab YA atau TIDAK. Hendaknya Saudara mencoba
menentukan jawaban manakah yang paling tepat dengan yang Saudara rasakan
atau yang biasa Saudara lakukan. Bubuhkanlah tanda silang (X) pada kolom di
bawah huruf Y jika jawaban Saudara adalah YA dan bubuhkanlah tanda silang
(X) pada kolom di bawah huruf T jika jawaban Saudara adalah TIDAK.
Tidak perlu khawatir sebab semua jawaban yang Saudara berikan adalah
benar.
Kerjakanlah secepat mungkin, yakni dengan tidak membuang waktu
terlalu banyak untuk menjawab setiap pertanyaan. Berikanlah jawaban dengan
cepat sebagai reaksi spontan Saudara dalam menjawab pertanyaan, dengan kata
lain, Saudara tidak perlu melakukan proses berpikir terlalu lama. Untuk
menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan ini hanya diperlukan waktu beberapa
menit, silahkan Saudara membaca halaman berikutnya dan mulailah menjawab
pertanyaan. Atas kerjasama Saudara, Saya ucapkan terima kasih.
A. UNTUK PRIA
No. Sy Pertanyaan Y T
1. ae Apakah anda sering menginginkan kegembiraan?
2. ae Apakah anda biasanya bersikap acuh tak acuh?
3. ae Apakah anda suka mengerjakan hal-hal yang mengandung
unsur tantangan?
4. al Jika anda telah berkata akan melaksanakan sesuatu, apakah
anda akan melakukannya meskipun sulit melaksanakan hal
tersebut?
5. ne Apakah pada umumnya, anda lebih senang membaca
daripada menemui orang lain?
6. ae Apakah biasanya anda, bisa membiarkan diri lepas dan
menyenangkan diri pada suatu pesta yang meriah?
7. ae Apakah orang lain menganggap anda sebagai orang yang
sangat bersemangat?
8. nl Apakah anda kadang-kadang tidka bisa menahan
kemarahan anda?
9. ae Apakah anda paling merasa tenang ketika berada bersama
orang lain?
10. ae Apakah anda menyukai luapan gairah dan hiruk pikukdi
sekitar anda?
11. ae Apakah anda akan sangat tidak bahagia jika dalam waktu
yang lama anda tidak dapat menemui orang banyak?
12. nl Apakah anda kadang-kadang mempunyai pikiran atau
gangguan yang tidak anda inginkan untuk diketahui orang
lain?
13. ae Apakah anda mau menyebut diri anda sendiri sebagai
orang yang percaya diri?
14. ne Apakah anda menemui kesulitan untuk menyenangkan diri
pada pesta yang meriah?
15. ne Apakah anda bisa dengan mudah menghabiskan sebagian
hidup anda untuk pesta yang agak membosankan?
16. nl Apakah anda kadang-kadang membicarakan hal-hal yang
tidak anda ketahui?
17. ae Apakah anda suka berkelakar dengan orang lain?
18. ae Apakah anda biasanya tinggal dilatar belakang pesta dan
tampil bersama?
19. ae Apakah anda suka berbaur dengan orang lain?
20. nl Apakah anda kadang-kadang senang bergosip?
21. ae Apakah anda mau menyebut diri anda sendiri sebagai
orang yang acuh tak acuh atau masa bodoh?
22. ne Apakah anda lebih suka bekerja sendirian?
23. ae Apakah anda agak bersemangat?
24. al Apakah anda akan selalu memberitahukan segala sesuatu,
meskipun anda tahu bahwa jika disembunyikan anda tidak
akan ketahuan?
25. ae Apakah anda merasa tidak nyaman dengan segala sesuatu,
kecuali pakaian sehari-hari?
26. ae Apakah anda menyukai lelucon?
27. ae Apakah anda bersedia menjual sesuatu atau meminta
bantuan uang kepada orang lain untuk mengerjakan suatu
kebaikan?
28. nl Apakah anda suka terlambat dalam perjanjian atau
perkuliahan?
29. ne Apakah anda lebih suka tingla di rumah sendiri daripada
pergi ke suatu pesta?
30. ne Apakah anda suka merencanakan berbagai hal jauh hari
sebelum dikerjakan?
31. ne Apakah anda biasanya mengerjakan berbagai hal lebih baik
sendirian daripada membicarakannya dengan orang lain?
32. nl Dari semua kenalan anda, adakah diantaranya yang benar-
benar anda tidak sukai?
33. ae Apabila anda berkenalan dengan kawan baru, apakah anda
biasanya yang memulai percakapan?
34. ne Apakah anda biasanya menahan diri untuk diri anda sendiri
kecuali dengan kawan-kawan anda?
35. ae Apakah anda suka berkelakar dan melontarkan cerita-cerita
lucu kepada kawan-kawan anda?
36. nl Apakah anda kadang-kadang berbicara mengenai hal-hal
yang tidak anda ketahui?
Dengan Hormat,
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan Studi di
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, saya bermaksud mengadakan
penelitian di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Penelitian ini terdiri
atas dua alat test yakni Eysenck Personality Inventory (EPI) dan Ways of Coping
The Revised Version, yang digunakan untuk mengukur hubungan tipe kepribadian
dalam kaitannya dengan penyusunan strategi saat menghadapi Tugas Akhir pada
Wasana Praja IPDN. Oleh karena itu saya meminta bantuan Saudara untuk
bekerja sama dalam penelitian tersebut dengan memberikan jawaban yang sesuai
dengan keadaan Saudara.
Atas kerjasama dan perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Riyanda Utari
Harap di Isi :
Nama :
Usia :
B. UNTUK WANITA
No. Sy Pertanyaan Y T
1 ae Apakah anda sering sekali mengharapkan kegembiraan?
2 ae Apakah anda menemui kesulitan untuk menjawab “tidak”?
3 ne Apakah anda berhenti dan berfikir dahulu sebelum
mengerjakan sesuatu?
4 al Jika anda telah berkata akan melaksanakan sesuatu, apakah
anda selalu akan menepatinya walau bagaimanapun
sulitnya untuk melaksanakan hal tersebut?
5 ae Apakah pada umumnya anda mengerjakan dan mengatakan
berbagai hal dengan cepat tanpa berfikir dahulu?
6 ae Apakah anda mengerjakan hampir segala sesuatu untuk
suatu tantangan?
7 ae Apakah anda sering mengerjakan berbagai hal menurut
keinginan yang muncul seketika?
8 nl Apakah anda kadang-kadang tidak bisa menahan
kemarahan anda?
9 ne Apakah pada umumny anda lebih suka membaca daripada
menemui orang lain?
10 ae Apakah anda suka sekali bepergian?
11 ae Apakah anda biasanya bisa membiarkan diri lepas dan
menyenangkan diri pada pesta yang meriah?
12 nl Apakah anda kadang-kadang mempunyai pikiran atau
gangguan yang tidak anda inginkan untuk diketahui oleh
orang lain?
13 ae Apakah orang lain menganggap anda sebagai orang yang
sangat bersemangat?
14 ae Apakah anda merasa sangat tenang bila bersama-sama
orang lain?
15 ne Apakah anda lebih suka menuangkan sesuatu pada buku
ketimbang membicarakannya dengan orang lain?
16 nl Apakah anda kadang-kadang membicarakan hal-hal yang
tidak anda ketahui?
17 ne Apakah anda benci bila berada ditengah kerumunan yang
melontarkan lelucon terhadap satu sama lainnya?
18 ae Apakah anda suka mengerjakan hal-hal dimana anda
dituntut untuk bertindak cepat?
19 ae Apakah anda akan sangat tidak bahagia jika anda tidak bisa
menemui orang banyak pada sebagian besar waktu anda?
20 nl Apakah anda kadang-kadang senang bergosip?
21 ne Apakah anda menemui kesulitan untuk menyenangkan diri
anda pada pesta yang cukup meriah?
22 ae Apakah anda menyukai luapan gairah dan hiruk pikuk
disekitar anda?
23 ae Apakah anda biasanya tinggal di latar belakang pesta dan
tampil bersama?
24 al Apakah anda akan selalu memberitahukan segala sesuatu,
meskipun anda tahu bahwa jika disembunyikan, anda tidak
akan ketahuan?
25 al Apabila anda terlibat pertengkaran, apakah anda lebih suka
menghindar dan berdiam diri?
26 ae Apakah anda suka berbaur dengan orang lain?
27 ae Apakah anda mau menyebut diri anda sendiri sebagai
orang yang acuh?
28 nl Apakah anda orang yang suka terlambat dalam perjanjian
atau perkuliahan?
29 ae Apakah anda agak bersemangat?
30 ae Apakah anda mau menjual sesuatu atau meminta bantuan
uang untuk suatu perbuatan yang baik?
31 ne Apakah anda suka merencanakan berbagai hal secara
cermat jauh sebelum sesuatu pekerjaan dilakukan?
32 nl Dari semua kenalan anda, adakah diantaranya yang benar-
benar tidak anda sukai?
33 ne Apakah anda lebih suka merencanakan daripada
mengerjakan berbagai hal?
34 ae Apakah anda kadang-kadang mengatakan hal yang pertama
terlintas dipikiran anda?
35 ne Apakah anda biasanya menahan diri, kecuali dengan
kawan-kawan yang sangat akrab?
36 nl Apakah anda kadang-kadang berbicara mengenai hal-hal
yang tidak anda ketahui?
37 ae Apakah anda sering menemukan kesulitan karena anda
mengerjakan berbagai hal tanpa dipikir dahulu?
38 ae Apakah anda suka berkelakar dan melontarkan cerita-cerita
lucu kepada kawan-kawan anda?
39 ae Apabila suatu rintangan menghalangi anda, apakah anda
akan tetap menganggap masih ada kesempatan bagi anda?
A. Jawaban bagi Pria
1. YA
2. YA
3. YA
4. YA
5. TIDAK
6. YA
7. YA
8. TIDAK
9. YA
10. YA
11. YA
12. TIDAK
13. YA
14. TIDAK
15. TIDAK
16. TIDAK
17. YA
18. YA
19. YA
20. TIDAK
21. YA
22. TIDAK
23. YA
24. YA
25. YA
26. YA
27. YA
28. TIDAK
29. TIDAK
30. TIDAK
31. TIDAK
32. YA
33. TIDAK
34. YA
35. YA
36. TIDAK
B. Jawaban bagi Wanita
1. YA
2. YA
3. TIDAK
4. YA
5. YA
6. YA
7. YA
8. TIDAK
9. TIDAK
10. YA
11. YA
12. TIDAK
13. YA
14. YA
15. TIDAK
16. TIDAK
17. TIDAK
18. YA
19. YA
20. TIDAK
21. TIDAK
22. YA
23. YA
24. YA
25. TIDAK
26. YA
27. YA
28. TIDAK
29. YA
30. YA
31. TIDAK
32. TIDAK
33. TIDAK
34. YA
35. TIDAK
36. TIDAK
37. YA
38. YA
39. YA
LAMPIRAN
NILAI LIE SCALE EKSTROVERSI INTROVERSI MASALAH EMOSI1 24 6 EKSTROVERSI 83.30% 69.10%2 23 5 EKSTROVERSI 59.60% 57.50%3 22 6 EKSTROVERSI 56.30% 54.20%4 23 5 EKSTROVERSI 75% 52.50%5 23 6 EKSTROVERSI 52.70% 51.60%6 21 5 INTROVERSI 52.70% 51.70%7 17 5 INTROVERSI 50.50% 45%8 25 7 EKSTROVERSI 55.60% 51.70%9 16 5 INTROVERSI 61.10% 50%10 24 7 EKSTROVERSI 53.40% 50%11 21 5 INTROVERSI 38.90% 38.3%12 23 7 EKSTROVERSI 61.10% 56.70%13 22 5 EKSTROVERSI 78.70% 76.70%14 21 5 INTROVERSI 52.70% 52.50%15 26 7 EKSTROVERSI 80.50% 55.80%16 18 6 INTROVERSI 69.40% 72.50%17 19 6 INTROVERSI 63.80% 53.30%18 18 5 INTROVERSI 36.10% 48.30%19 19 5 INTROVERSI 75% 72.50%20 28 7 EKSTROVERSI 80.50% 73.30%21 19 5 INTROVERSI 36.10% 50%22 22 6 EKSTROVERSI 61.10% 60.80%23 19 6 INTROVERSI 44.40% 58.30%24 25 6 EKSTROVERSI 50% 60%25 23 7 EKSTROVERSI 61.10% 45%26 26 7 EKSTROVERSI 83.30% 55.80%27 25 5 EKSTROVERSI 69.40% 55%28 22 6 EKSTROVERSI 72.20% 57.50%29 24 6 EKSTROVERSI 58.30% 45.80%30 21 5 INTROVERSI 44.40% 61.70%31 23 6 EKSTROVERSI 50% 58.30%32 24 6 EKSTROVERSI 72.20% 61.70%33 25 5 EKSTROVERSI 72.20% 39.10%34 23 6 EKSTROVERSI 50% 56.70%35 24 6 EKSTROVERSI 52.70% 57.50%36 20 6 INTROVERSI 52.80% 65.80%37 22 7 EKSTROVERSI 50% 54.20%38 22 7 EKSTROVERSI 58.70% 57.50%39 20 5 INTROVERSI 19.40% 21.60%40 19 5 INTROVERSI 8.30% 25.80%41 23 5 EKSTROVERSI 22.70% 20.80%42 25 8 EKSTROVERSI 44.40% 34.10%43 26 7 EKSTROVERSI 80.50% 72.50%44 28 8 EKSTROVERSI 83.30% 67.50%45 20 7 INTROVERSI 52.80% 45.80%46 16 5 INTROVERSI 44.40% 42.50%47 18 6 INTROVERSI 38.90% 37.50%48 21 5 INTROVERSI 50% 45.80%49 21 6 INTROVERSI 50.40% 48.30%50 23 5 EKSTROVERSI 77.80% 71.70%
NOCOPING STRATEGYTIPE KEPRIBADIAN
PERSENTASE KECENDERUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERSI - INTROVERSIDAN COPING STRATEGY WASANA PRAJA PUTRA
51 24 5 EKSTROVERSI 77.80% 70.80%52 22 5 EKSTROVERSI 54.70% 50.80%53 22 6 EKSTROVERSI 55.60% 47.50%54 24 5 EKSTROVERSI 69.40% 45%55 24 7 EKSTROVERSI 72.70% 71.70%56 23 5 EKSTROVERSI 58.40% 55%57 24 6 EKSTROVERSI 63.90% 51.70%58 24 5 EKSTROVERSI 66.70% 55%59 22 5 EKSTROVERSI 69.40% 57.50%60 21 5 INTROVERSI 47.20% 50%61 21 5 INTROVERSI 58.60% 55.80%62 23 8 EKSTROVERSI 63.90% 59.20%63 22 6 EKSTROVERSI 48.90% 42.50%64 22 5 EKSTROVERSI 52.10% 48.30%65 24 8 EKSTROVERSI 52.10% 50.80%66 22 5 EKSTROVERSI 64.40% 54.20%67 24 7 EKSTROVERSI 44.40% 43.40%68 23 5 EKSTROVERSI 70.90% 69.20%69 22 5 EKSTROVERSI 53.60% 61.70%70 19 5 INTROVERSI 80.60% 72.50%71 23 6 EKSTROVERSI 72.20% 70.80%72 20 5 INTROVERSI 44.40% 41%73 15 6 INTROVERSI 44% 47%74 22 6 EKSTROVERSI 50.00% 45.00%75 19 5 INTROVERSI 75.00% 61.70%76 22 5 EKSTROVERSI 75.00% 73.30%77 18 5 INTROVERSI 78.00% 73.30%78 22 5 EKSTROVERSI 76% 75.00%79 23 5 EKSTROVERSI 55.60% 63.30%80 19 6 INTROVERSI 72.25 80.80%81 19 7 INTROVERSI 56.00% 50.80%82 24 6 EKSTROVERSI 80.50% 65%83 25 5 EKSTROVERSI 55.00% 51.60%84 23 6 EKSTROVERSI 54.40% 53.30%85 26 7 EKSTROVERSI 50.00% 48.30%86 21 5 INTROVERSI 30.60% 57.50%87 27 5 EKSTROVERSI 69% 56.70%88 19 5 INTROVERSI 66.70% 63.30%89 25 6 EKSTROVERSI 61.10% 59.20%90 24 5 EKSTROVERSI 66.70% 62.50%91 26 7 EKSTROVERSI 60.00% 55.80%92 22 8 EKSTROVERSI 63.00% 58.30%93 24 5 EKSTROVERSI 63.90% 48.30%94 25 5 EKSTROVERSI 58.30% 57.50%95 23 5 EKSTROVERSI 83.30% 57.50%96 23 7 EKSTROVERSI 94.40% 70%97 20 6 INTROVERSI 72.20% 80.80%98 19 7 INTROVERSI 83.30% 71.60%99 19 5 INTROVERSI 38.90% 45.30%100 21 5 INTROVERSI 86.10% 54.10%
Ket : Me = 1/2 (21 + 21)Me = 21