PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODING …digilib.unila.ac.id/23831/19/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODING …digilib.unila.ac.id/23831/19/SKRIPSI TANPA BAB...
PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODING KONVENSIONALDAN SISTEM BROODING THERMOS
(Skripsi)
Oleh :
RANI FATMANINGSIH
JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2016
ABSTRACT
BROILER PERFORMANCE IN CONVENTIONAL BROODINGSYSTEM AND THERMOS BROODING SYSTEM
Rani Fatmaningsih
This study purpose to determine the performance of broiler in theconventional brooding system and the thermos brooding system; and toknow the best brooding system on the performance of broiler. The researchwas conducted from December 4, 2015-January 3, 2016, in the Experimentfarm of PT Ramajaya. Broiler used are a broiler strain new lohmann aged0--14 days as many as 200 individuals. Experiments based on case studies.The study used two brooding systems, namely P1: Conventional broodingsystem; P2: Thermos brooding system. The results showed that theperformance of broiler in thermos brooding system such as feed intake,body weight, and feed conversion is better than the performance of theconventional brooding system.
Keywords : broiler, brooding systems, performance
ABSTRAK
PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODINGKONVENSIONAL DAN SISTEM BROODING THERMOS
Rani Fatmaningsih
Penelitian ini bertujuan mengetahui performa broiler pada sistem broodingkonvensional dan sistem brooding thermos; serta mengetahui sistembrooding terbaik terhadap performa broiler. Penelitian ini dilaksanakan dari4 Desember 2015--03 Januari 2016, di Kandang Percobaan PT RamajayaFarm. Broiler yang digunakan adalah broiler strain new lohmann umur0--14 hari sebanyak 200 ekor. Percobaan berdasarkan studi kasus,mengenai penggunaan dua sistem brooding, yaitu P1 : Sistem broodingkonvensional; P2 : Sistem brooding thermos. Hasil penelitian menunjukkanbahwa performa yang dihasilkan pada sistem brooding thermos sepertikonsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, dan konversi ransum lebih baikdibandingkan dengan performa pada sistem brooding konvensional.
Kata kunci : broiler, sistem brooding, performa
PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODINGKONVENSIONAL DAN SISTEM BROODING THERMOS
Oleh
Rani Fatmaningsih
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PETERNAKAN
Pada
Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Setiamarga, Lampung Tengah pada 01 Maret 1994. Penulis
merupakan putri pertama dari pasangan ayahanda Edy Supriyanto, A.Ma.
dan Ibunda Wagini serta kakak dari Adinda Niken Tri Kusuma.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 04 Terbanggi
Besar pada 2006, sekolah menengah pertama di SMPN 2 Terbanggi Besar
pada 2009, dan sekolah menengah atas di MAN 1 Lampung Tengah pada
2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung Jurusan
Peternakan melalui Seleksi Jalur Penerimaan Undangan pada 2012.
Penulis melaksanakan Praktik Umum pada Juli 2015 di feedlot PT Indo
Prima Beef Bandar Jaya, Lampung Tengah . Penulis pada Januari sampai
Maret 2016 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Gunung
Tapa, Kecamatan Gedung Meneng, Kabupaten Tulang Bawang. Selama
masa studi, penulis pernah menjadi asisten dosen dalam mata kuliah Ilmu
Nutrisi Ternak Unggas dan penulis pernah menjadi Anggota Bidang Dana
dan Usaha di Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2013/2014.
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila
engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja
keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah,
engkau berharap.
(Q.S Al Insyirah :6-8)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"
(QS Ibrahim : 7)
Seseorang yang berbuat baik tidak akan menunjukkan kepada
semua orang jika dialah yang melakukannya, melainkan selalu
menutupi dengan kerendahan hati dan ketulusan. Maka
seseorang akan memiliki penilaian tersendiri
( Rani Fatmaningsih)
Allah Maha SempurnaMenciptakan hamba-Nya untuk selalu bersyukur atas
nikmat-Nya.
Karya kecil ini kupersembahkan terutama untuk IbundaWagini dan Ayahanda Edy Supriyanto yang telah
mencurahkan segala kasih sayang, pengorbanan, motivasi,kesabaran dan ketabahan yang tiada henti untuk
memberikan semangat maju bagi anak-anaknya. Semogabeliau selalu dalam lindungan Allah dan selalu diberikan
kesehatan.
Adinda Niken Tri Kusuma, mbah Warsinem, keluargabesar dari (Alm) Sakeh Sugiharto dan (Alm) Tirto Diharjoserta Sepupu-sepupu tercinta atas doa dan semangat yang
diberikan.
Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan motivasi,semangat, bantuan tak terhingga setelah kedua orang tua.
Alamamater tercinta yang telah menjadi saksi dalammembantu dan membentuk karakter hidupku.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr.Ir. Rr.Riyanti, M.P.--selaku Dosen Pembimbing Utama--atas
persetujuan, bimbingan, nasehat, dan arahan dalam melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi;
2. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Dosen Pembimbing Anggota--atas
arahan, saran, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku Dosen Pembahas--atas bantuan,
petunjuk, dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini;
4. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas
perhatian, nasehat, dan bimbingan yang telah diberikan dari semester
pertama kuliah hingga semester akhir ini;
5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--yang
telah memberikan izin penelitian; memberikan nasehat, dan dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian--yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan
mengesahkan skripsi ini;
7. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.S., Mas Robby, Mas Eko, dan
karyawan PT Rama Jaya Farm atas ide penelitian, bimbingan, izin tempat
penelitian, dan arahan yang diberikan kepada penulis;
8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan yang telah memberikan banyak
pengetahuan baru selama penulis kuliah;
9. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta telah memberikan dukungan, motivasi, dan
bantuan secara moril dan materil tak terhingga kepada penulis;
10. Isnaini Novi Hapsari atas kerjasama, motivasi, dan bantuan selama
pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini;
11. Sahabatku tercinta Dewi Fatimah S.Pt., Hesti S.Pt., Ines S.Pt., Elly S.Pt.,
Isnaini, Erma S.Pt., Yeni S.Pt., Lisa S.Pt., Novita S.Pd., dan Tantri S.Pd.
atas waktu yang tersedia untuk saling berbagi ilmu dan cerita;
12. Bayu S.Pt., Atu’ Gusti S.Pt., Riri, Pak Zain, Roni Pasha S.Pt., Bang Apri
S.Pt., Indra S.Pt. atas bantuan yang diberikan selama pelaksanaan
penelitian;
13. Angkatan 2012 atas kerjasama, semangat, serta kerja keras mengejar S.Pt.
bersama. Angkatan 2010, 2011, 2013, dan 2014 atas kerjasama selama di
perkuliahan.
Bandar Lampung, Agustus 2016
Penulis
Rani Fatmaningsih
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah ......................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
C. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
D. Kerangka Pemikiran...................................................................... 3
E. Hipotesis ...................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Broiler .......................................................................................... 7
B. Masa Brooding .............................................................................. 8
C. Performa Broiler............................................................................ 15
a. Konsumsi ransum ..................................................................... 16
b. Pertambahan berat tubuh .......................................................... 19
c. Konversi ransum....................................................................... 20
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 23
B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 23
a. Alat yang digunakan ................................................................. 23
b. Bahan yang digunakan ............................................................ 23
1. Persiapan kandang .................................................................... 25
2. Pemasukan Day Old Chick( DOC )........................................... 27
3. Pemberian ransum dan air minum............................................. 27
4. Pengaturan suhu brooder........................................................... 27
5. Pengaturan ventilasi .................................................................. 27
a. Konsumsi ransum ...................................................................... 28
b. Pertambahan berat tubuh ........................................................ 28
c. Konversi ransum ...................................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum sistem brooding konvensional dan sistembrooding thermos ........................................................................ 30
B. Pengaruh perbandingan sistem brooding terhadap konsumsiransum .......................................................................................... 31
C. Perbandingan sistem brooding terhadap pertambahanberat tubuh .................................................................................... 40
D. Perbandingan sistem brooding terhadap konversi ransum ........... 46
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................... 52
B. Saran ...................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 53
LAMPIRAN .................................................................................... 57
C. Metode Penelitian ........................................................................ 24
D. Analisis Data ............................................................................... 25
E. Prosedur Penelitian........................................................................ 25
F. Peubah yang Diamati ..................................................................... 28
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakter produksi strain new lohmann (MB 202) ............................... 8
2. Suhu pemanas yang dibutuhkan selama pemeliharaan ........................ 9
3. Jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisi ......................................... 17
4. Kandungan nutrisi ransum ................................................................. 24
5. Konsumsi ransum broiler pada sistem brooding konvensional ........... 59
6. Pertambahan berat tubuh pada sistem brooding konvensional ............ 60
7. Konversi ransum pada sistem brooding konvensional......................... 61
8. Konsumsi ransum broiler pada sistem brooding thermos.................... 62
9. Pertambahan berat tubuh pada sistem brooding thermos..................... 63
10. Konversi ransum pada sistem brooding thermos ............................... 64
11. Suhu dan kelembapan pada sistem brooding konvensionaldan thermos ...................................................................................... 65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tata letak kedua sistem brooding ........................................................ 24
2. Konsumsi ransum broiler ................................................................. 32
3. Pengaruh suhu lingkungan terhadap aktivitas metabolismetubuh ayam ...................................................................................... 37
4. Pertambahan berat tubuh ...................................................................... 40
5. Konversi ransum .................................................................................. 47
6. Tata letak perlakuan ............................................................................. 58
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif
singkat, dari 3 sampai 4 minggu sudah dapat dipanen. Populasi broiler perlu
ditingkatkan karena broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang
dibutuhkan masyarakat sehingga dengan meningkatnya populasi broiler konsumsi
protein hewani dimasyarakat dapat terpenuhi.
Broiler adalah unggas hasil rekayasa genetika yang memiliki karakteristik
pertumbuhan cepat per satuan waktu serta menghasilkan kualitas daging dengan
serat yang lunak. Menurut kecepatan pertumbuhannya, maka periode
pemeliharaan broiler dapat dibagi menjadi dua yaitu periode starter dan finisher.
Periode starter dimulai umur 1--21 hari dan periode finisher dimulai umur 22--35
atau sesuai umur dan bobot potong yang diinginkan (Murwarni, 2010). Fase
hidup awal broiler terjadi pada dua minggu pertama yang merupakan masa kritis
broiler. Oleh sebab itu, broiler memerlukan perhatian yang intensif. Masa kritis
tersebut ialah masa brooding.
Masa brooding adalah periode pemeliharaan dari DOC (day old chick ) hingga
umur 14 hari (atau hingga pemanas tidak digunakan). Baik tidaknya performa
ayam di masa selanjutnya seringkali ditentukan dari bagaimana pemeliharaan di
2
masa brooding. Satu hal yang patut diperhatikan oleh peternak ialah kesalahan
manajemen pada periode ini seringkali tidak bisa dipulihkan (irreversible) dan
berdampak negatif terhadap performa ayam di periode pemeliharaan berikutnya.
Tujuan dilakukan brooding adalah untuk menyediakan lingkungan yang nyaman
dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi anak ayam dan untuk menunjang
pertumbuhan secara optimal. Pada saat anak ayam berumur 0 sampai 14 hari,
akan terjadi perbanyakan sel atau “hyperplasia”. Perbanyakan sel ini meliputi
perkembangan saluran pencernaan, perkembangan saluran pernapasan, dan
perkembangan sistem kekebalan. Keberhasilan masa brooding ini sangat
dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, dan kualitas udara dalam kandang.
Suhu dan kelembapan kandang yang seragam pada saat masa brooding akan
menghasilkan performa broiler yang baik.Pemeliharaan periode brooding adalah
14 hari, dengan pengaturan suhu 30--320 C dankelembapan 60--80% (Setiawan
dan Sujana, 2009). Dewasa ini, perkembangan teknologi yang semakin
meningkat menyebabkan terciptanya sistem baru untuk masa brooding yaitu
sistem brooding thermos. Sistem brooding thermos merupakan proses brooding
yang menggunakan tirai di dalam dan di luar kandang sehingga suhu dan
kelembapan kandang dapat terjamin konstan. Umumnya peternak broiler di
Indonesia masih menggunakan metode brooding konvensional yaitu dengan
membuat lingkaran-lingkaran dari bahan seng kemudian dilengkapi satu buah
brooder sebagai pengatur suhu dan kelembapan kandang.
3
Berdasarkan uraian diatas, terdapat dua sistem brooding berbeda yang memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Namun, dua sistem brooding tersebut
belum diketahui perfoma broiler pada fase tersebut. Oleh karena itu, peneliti
merasa penting untuk melakukan penelitian mengenai performa broilerpada
sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini antara lain
1. mengetahui performa broiler pada sistem brooding konvensional dan
sistem brooding thermos; dan
2. mengetahui sistem brooding yang paling baik terhadap performa broiler.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengetahui performa broiler pada sistem
brooding konvensional dan sistem brooding thermos serta dapat memberikan
sumbangan informasi kepada peternak terhadap penggunaan sistem brooding
yang sesuai dengan lingkungan kandang.
D. Kerangka Pemikiran
Broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif
singkat, dari 3 sampai 4 minggu sudah dapat dipanen. Pertumbuhan broiler yang
sangat singkat ini diperlukan upaya penanganan yang sangat intensif dimulai sejak
pemeliharaan awal yakni masa brooding.
4
Masa brooding merupakan masa paling sensitif bagi broiler karena pada masa ini
proses pertumbuhan ayam dimulai. Masa brooding merupakan masa penyesuaian
dimana ayam memulai hidup dengan lingkungan yang baru, masa awal
perkembangan dimana segala aspek kehidupan ayam terutama organ-organ
penting pada tubuh ayam memulai masa perkembangan yang sangat cepat, dan
masa menentukan hasil akhir yang kelak akan dicapai karena masa brooding ini
merupakanpondasi dalam pemeliharaan broiler.
Fungsi utama sistem brooding ini mengatur suhu dan kelembapan di dalam
kandang. Suhu dan kelembapan kandang yang seragam pada saat masa brooding
akan menghasilkan performa broiler yang baik. Pemeliharaan periode brooding
adalah 14 hari, dengan pengaturan suhu 30--320 C dankelembapan 60--80%
(Setiawan dan Sujana,2009).
Menurut hasil penelitian Wijayanti (2011), broiler periode starter yang dipelihara
pada suhu 28°C memiliki rata-rata konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh
yang lebih tinggi dibandingkan denganayam yang dipelihara pada suhu 32°C.
Ayam yang dipelihara pada suhu 28ºC memiliki konsumsi ransum 1.393,4 g,
konsumsi air minum 3.651,4ml, pertambahan berat tubuh 166g, konversi ransum
1,6. Ayam yang dipelihara pada suhu 32ºC memiliki konsumsi ransum 1.119,5g,
konsumsi air minum 4.251,9ml, pertambahan berat tubuh 148,1g, dan konversi
ransum 1,3.
Dewasa ini, penggunaan sistem brooding terbagi menjadi dua yaitu sistem
brooding konvensional dan sistem brooding thermos. Sistem brooding
konvensional merupakan sistem brooding yang menggunakan pembatas berupa
5
lingkaran dari bahan seng didalam kandang dan terdapat satu indukan yang
mengatur suhu dan kelembapan serta terdapat tirai penutup dari luar kandang.
Kelebihan dari sistem ini adalah lebih terkontrol suhu dan kelembapan dalam area
pembatas. Kelemahan dari sistem brooding ini yaitu penggunaan indukan yang
kurang efisien, maksudnya setiap satu lingkaran pembatas memerlukan satu buah
indukan. Selain itu, penggunaan sumber panas dari gas LPG yang tidak dilakukan
sistem biosecurity dengan baik. Hal ini dapat memicu sebagai sumber penyakit
bagi broiler.
Sistem broodingthermos merupakan sistem brooding yang menggunakan sumber
panas lebih besar dan menyebarkan panas keseluruh ruangan. Sistem ini
menggunakan pembatas berupa tirai dari dalam kandang dan luar kandang
sehingga suhu dan kelembapan tetap terjamin tanpa ada pengaruh dari lingkungan
luar kandang.
Berdasarkan uraian di atas, sistem brooding terbaik kemungkinan besar terdapat
pada sistem brooding thermos. Hal ini lebih terjaminnya kestabilan suhu dan
kelembapan di dalam kandang karena pada sistem thermos terdapat tirai yang
menutupi area brooding. Hal ini menyebabkan panas yang dihasilkan dari
brooder tidak dapat leluasa berpindah ke luar area brooding, dibandingkan
dengan sistem konvensional yang tirainya hanya terdapat di dinding kandang.
6
E. Hipotesis
Hipotesis yangdiajukan dalam penelitian ini adalah
1. adanya perbedaan performa broiler pada sistem brooding konvensional
dan sistem brooding thermos;
2. sistem brooding thermos merupakan sistem brooding yang menghasilkan
performa yang lebih baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Broiler
Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain hasil budidaya teknologi yang
memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,
konversi ransum yang baik dan dapat dipotong pada usia relatif muda sehingga
sirkulasi pemeliharaan lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang
berkualitas baik (Murtidjo, 1992).
Menurut Jayanata dan Harianto (2011), day old chick (DOC) yang berkualitas
baikmemiliki ciri-ciri berasal dari indukan yang berkualitas, DOC sehat, bebas
daripenyakit, aktif bergerak, lincah, tidak terlihat lesu, tubuh gemuk dan
berbentukbulat, berbulu bersih dan mengkilat, mata terlihat tajam dan cerah,
lubang anusbersih dan tidak terdapat kotoran, tidak terdapat bekas luka dan tidak
cacat, sertabobot tubuh minimal 37 g atau rata-rata sebesar 40 g. Dalam
pemeliharaannya, DOC sangat membutuhkan keadaan yang steril,sehingga
kebersihan kandang harus terjaga saat penerimaan DOC.
Strain merupakan sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan
melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Berbagai strain
broiler banyak dipelihara di Indonesia. Contoh strain broiler antara lain CP 707,
Starbro, Hybro, dan Lohmann (Suprijatna et al., 2005).
8
Strain lohmann adalah strain yang diciptakan di Jerman pada 1972. Strain
lohmann dipilih karena memiliki daya tahan tubuh yang baik dan tempramen yang
tenang (Rasyaf, 2005). Performa strain new lohmann yang dipelihara 1--26 hari
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakter produksi strain new lohmann (MB 202)
Umur(minggu) Rata-rata bobottubuh (g/ekor)
Konsumsi ransum(g/ekor)
FCR
DOC 40 - -
1 200 180 0,9
2 500 550 1,1
3 960 1.180 1,229
4 1.550 2.180 1,406
5 2.350 3.670 1,562
Sumber : PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2012
B. Masa Brooding
Masa brooding adalah periode kritis pembentukan kerangka tubuh, sistem
pencernaan, serta kekebalan tubuh. Masa brooding dimulai sejak DOC mulai
masuk kandang sampai dengan lepas dari indukan ( 1--14 hari). Pada masa ini
kondisi lingkungan sangat memengaruhi performa ayam, diantaranya suhu,
kelembapan, dan tingkat toksisitas gas di udara. Periode brooding merupakan
periode pemeliharaan dan proses penghangatan anak ayam dengan alat yang
digunakan untuk brooding yang disebut brooder. Pemeliharaan periode brooding
adalah14 hari, dengan pengaturan suhu 30--320C dan kelembapan 60--80%
(SetiawandanSujana, 2009). Suhu optimal tergantung dari umur dan keadaan
9
penutupan bulu pada ayam. Tabel 2 merupakan panduan untuk suhu yang
dibutuhkan ayam.
Tabel 2. Suhu pemanas yang dibutuhkan selama pemeliharaan ayam pembibit
Umur Suhu
--------------(0C)-------------
Hari 1--2 29--31
Hari 3--4 28
Hari 5--7 27
Minggu 2 26--24
Minggu 3 23--21
Minggu 4 21--19
Minggu 5 20--18
Minggu 6 18--20
Minggu 7 15--20
Sumber : Nova et al., 2014
Masa brooding merupakan bagian dari fase starter, masa permulaan bagi
perkembangan dan pertumbuhan ayam. Ayam pada masa ini akan mengalami
pertumbuhan dengan sangat pesat dan mencakup semua organ yang berperan bagi
kehidupan dan produktivitas ayam (Nova et al., 2014).
Menurut Medion (2006), sel-sel yang menyusun organ vital dalam tubuh ayam
sebagian besar akan tumbuh secara hyperplasia. Sel-sel tubuh akan bertambah
jumlahnya dengan cara melakukan pembelahan sel. Apabila pertumbuhan pada
fase ini terganggu maka dapat dipastikan sel-sel yang akan dihasilkan pun
berkurang. Hal ini akan berpengaruh pada pertumbuhan selanjutnya, yang berupa
pertumbuhan hypertropia, dimana sel akan memperbesar ukurannya atau
pendewasaan sel. Menjadi suatu pemisalan adalah pada tahap awal pertumbuhan
10
sel seharusnya 1 sel bisa berkembang menjadi 8 sel, karena ada gangguan maka 1
sel hanya bisa membelah diri menjadi 6 sel. Perbedaan ini akan mengakibatkan
pada fase pertumbuhan hypertropia, jumlah sel yang lebih sedikit akan
menghasilkan organ yang lebih kecil dengan fungsi yang kurang optimal.
Semua organ vital dalam tubuh ayam mengalami perkembangan pada fase ini.
Mulai dari organ pencernaan, organ pernapasan, sistem kekebalan tubuh,
kerangka tubuh ayam (tulang) dan juga yang tidak kalah penting adalah organ
reproduksi. Pada broiler, organ pencernaan akan berkembang pesat pada umur
2--14 hari dan enzim-enzim pencernaan mulai disekresikan dan berfungsi secara
optimal pada umur 4--21 hari. Organ pernapasan berkembang pesat pada umur
4--14 hari, sedangkan sistem kekebalan tubuh berfungsi optimal pada umur 7 hari
(Medion, 2006).
Lebih lanjut Medion (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan sel-sel dalam tubuh
akan tercermin pada pertumbuhan berat badan. Pada masa awal, pertumbuhan
ayam berlangsung sangat cepat dengan feed conversion ratio (FCR) yang sangat
rendah. Hampir semua ransum yang terkonsumsi dialokasikan untuk
pertumbuhan. Hal ini terlihat dari tingkat FCR yang mencapai 1,03--1,20 dengan
pertumbuhan berat badan pada akhir minggu pertama mencapai 4 kali (broiler)
dan 2 kali (layer) dari berat badan awal (saat DOC). Sebuah proses pertumbuhan
yang tidak dapat tercapai pada fase selanjutnya.
Periode brooding dan finisher saling berkaitan, sehingga periode ini
membutuhkan perhatian khusus dalam pemeliharaannya demi tercapainya hasil
yang maksimal. Periode pemanasan atau brooding sangat penting untuk
11
diperhatikan karena pada periode ini terjadi perkembangan fisiologis pada ayam
yang menentukan tingkat keberhasilan berikutnya (Saputri,2014).
Pengecekan suhu di area brooding dilakukan sesering mungkin. Suhu pada
minggu pertama 330C, kemudian diturunkan secara bertahap sampai mencapai
27--280C pada saat ayam berumur 2 minggu. Pengontrolan suhu dapat dilakukan
dengan memasang thermometer dan pemantauan secara visual. Pengontrolan
secara visual dapat dilakukan dengan memerhatikan penyebaran anak ayam di
area brooding. Anak ayam menyebar secara merata di area brooding merupakan
kondisi yang baik karena suhu yag ada di area brooding sesuai dengan yang
dibutuhkan anak ayam. Apabila anak ayam berkumpul di sekitar pemanas
tandanya suhu kurang panas, sebaliknya apabila anak ayam menjauhi pemanas
menunjukkan suhu brooder terlalu panas (Nova et al., 2014).
Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mencapai 340C
dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak
megalami cekaman panas. Broiler termasuk hewan homeotermis dengan suhu
240C, akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif
konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernapasan dan jumlah
konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum. Akibatnya, pertumbuhan
ternak menjadi lambat dan produksi menjadi rendah. Tingginya suhu lingkungan
dapat juga menyebabkan terjadi cekaman oksidatif dalam tubuh, sehingga
menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebihan (Miller dan Madsen,
1993).
12
Salah satu pemanas yang sering digunakan yaitu pemanas infra merah.
Pemanas infra merah adalah api yang berasal dari bahan bakar gas akan
membakar keramik sampai membara. Bara api tersebut menghasilkan infra
merah. Kemudian infra merah tersebut menghasilkan kalor yang disalurkan ke
ruangan kandang. Pemanas infra merah ini berupa pemanas gasolek yang
dipasang pada ketinggian 110--115 cm. Pemanas yang dihasilkan dari gasolek
dapat diatur menggunakan regulator yang ada pada tabung gas. Pemakaian
gasolek memiliki kelebihan yaitu panas yang dihasilkan relatif merata, stabil, dan
tidak terpengaruh angin (Yasmir, 2003).
Area pemeliharaan (area brooding) DOC dapat berupa spot brooding, yaitu
menggunakan pemanas kanopi atau radian, atau whole house brooding yaitu
menggunakan sumber panas lebih besar dan menyebarkan panas keseluruh ruang
kandang (Nova et al., 2014).
Nova et al., (2014) menyatakan bahwa anak ayam umur sehari tidak dapat
mengatur suhu tubuhnya sendiri sampai ayam tersebut berumur 12--14 hari. Oleh
sebab itu, penting disiapkan suhu lingkungan yang optimal agar anak ayam tidak
mengalami cekaman. Dalam hal ini brooder telah dinyalakan kurang lebih 24 jam
sebelum DOC tiba agar suhu dalam kandang sesuai dengan kebutuhan DOC yaitu
32--35 0C. Suhu litter 28--300C, dan kelembapan kandang 60--70%.
Suhu kandang yang terlalu panas atau dingin menyebabkan gangguan kesehatan
dan pertumbuhan pada anak ayam. Suhu yang dingin akan menyebabkan anak
ayam bergerombol mendekati brooder dan malas beraktivitas, termasuk makan
dan minum. Secara fisiologis, suhu yang dingin dapat menyebabkan penyempitan
13
pembuluh darah paru-paru sehingga kerja paru-paru terganggu. Hal ini akan
memicu hidrop ascites (perut kembung). Penyempitan pembuluh darah paru-paru
juga dapat disebabkan oleh aliran angin yang kencang dan langsung mengenai
tubuh ayam.Suhu yang terlalu panas saat brooding juga menimbulkan efek
negatif. Pada suhu yang panas ayam akan menjauhi brooder dan mencari tempat
lebih dingin dengan aliran udara yang lebih banyak. Ayam juga akan melakukan
panting, meningkatkan konsumsi minum, dan mengurangi konsumsi ransum
(Medion, 2006).
Freeman (1966) menyatakan bahwa di bawah suhu kritis rendah, aktivitas ternak
dan konsumsi meningkat, dan jika terus turun, produksi panas tubuh mencapai
titik maksimum, dan suhu tubuh serta intensitas metabolisme jatuh. Ketidak
mampuan ternak mengatasi stres yang berkelanjutan, dapat menyebabkan
kematian.
Faktor lingkungan akan merangsang ternak melalui kulit dan bulu serta selaput
jala mata untuk diteruskan ke otak. Melalui susunan syaraf pusat, rangsangan
akan mengaktifkan mekanisme homeostatis, yang mencakup; keseimbangan
panas, pengaturan panas, tekanan darah, pernapasan, dan aktivitas lainnya dari
tubuh (Hafez, 1969). Ketidakmampuan ternak untuk mempertahankan
homeostatis agar tetap dalam batas-batas normal akan menyebabkan stres
(Siegel,1980; North,1980; Young,1981).
Mempertahankan keseimbangan suhu tubuhnya, ternak secara konstan
memproduksi panas dan mengeluarkan panas ke lingkungannya. Panas sensibel
selalu dialirkan dari dalam tubuh ke luar melalui permukaan kulit, dan diteruskan
14
ke udara lingkungan. Laju aliran panas sensibel, tergantung dari gradien suhu
antara tubuh dan kulit, kondisi jaringan, luas permukaan tubuh, dan vasodilatasi
subkutan (Abbas, 2009). Tahap berikutnya yakni transfer panas sensibel dari
permukaan kulit melalui bulu dan boundary layer ke lingkungan luar melalui
konduksi, konveksi, dan radiasi; atau pengeluaran panas melalui insensibel oleh
evaporasi dari kulit maupun paru-paru (Bligh, 1985).
Chick guard (lingkaran pembatas) dapat dipindahkan setiap 2 hari sekali untuk
memperluas area brooding sesuai dengan kebutuhan dan pertumbuhan ayam.
Area brooding yang dilengkapi dengan brooder dan dibatasi oleh chick guard
bermanfaat untuk menghemat 1/3 bahan bakar brooder dan untuk membatasi
gerak ayam. Dengan demikian, energi yang dikonsumsi oleh ayam benar-benar
dapat digunakan untuk pertumbuhan ayam dan tidak terbuang menjadi energi
untuk bergerak yang berlebihan ( Nova et al., 2014).
Komara (2006) menyatakan bahwa ayam akan merasa tertekan jika suhu
kandang pemeliharaan lebih tinggi dari suhu nyaman ayam yaitu 25--28
dinamakan dengan heat stress. Heat stress merupakan suatu cekaman yang
disebabkan oleh suhu lingkungan pemeliharaan melebihi zona nyaman (> 28
dikarenakan ayam tidak dapat menyeimbangkan antara jumlah panas yang
diproduksi dengan jumlah panas yang dikeluarkan dari tubuh. Tidak hanya heat
stress, suhu lingkungan yang berfluktuatif juga menjadi ancaman bagi
produktivitas ayam. Heat stress akan menimbulkan efek yang lebih besar pada
ayam tua dibandingkan dengan ayam muda. Ayam dewasa mempunyai bulu yang
telah sempurna dan kondisi ini akan mempersulit pembuangan panas tubuhnya.
15
Selain itu, ayam dewasa juga memiliki ukuran tubuh yang lebih besar sehingga
panas tubuh yang dihasilkan lebih banyak.
Ada pengaruh beberapa tingkat cekaman suhu pada awal periode starter terhadap
suhu tubuh dan konsumsi air minum broiler periode starter. Adapengaruh lama
waktu pengamatan terhadap suhu tubuh, konsumsi ransum, konsumsi airminum
dan bobot badan broiler periode starter. Ada pengaruh interaksi antara beberapa
tingkat cekaman suhu pada awal periode starter dan lama waktu pengamatan
terhadap suhu tubuh, konsumsi air minum dan bobot badan broiler periode starter
(Yuswaning, 2005).
Menurut hasil penelitian Wijayanti (2011), broiler periode starter yang dipelihara
pada suhu 28°C memiliki rata-rata konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh
yang lebih tinggi dibandingkan denganayam yang dipelihara pada suhu 32°C.
Ayam yang dipelihara pada suhu 28ºC memiliki konsumsi ransum 1.393,4 g,
konsumsi air minum 3.651,4ml, pertambahan berat tubuh 166g, konversi ransum
1,6. Ayam yang dipelihara pada suhu 32ºC memiliki konsumsi ransum 1.119,5g,
konsumsi air minum 4.251,9ml, pertambahan berat tubuh 148,1g dan konversi
ransum 1,3.
C. Performa Broiler
Performa adalah istilah yang diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai
ekonomi seperti produksi susu, produksi telur, berat tubuh, persentase
karkas,konversi ransum, efisiensi ransum, dan income over feed cost (IOFC)
(Kurtini et al., 2014). Performa dapat dilihat melalui perkembangan dan
16
pertumbuhan ayam yaitu diketahui dengan cara melakukan penimbangan berat
tubuh ayam setiap minggu sehingga akan diketahui rata-rata berat tubuh
hariannya. Ayam yang memiliki fisik yang baik menandakan tingkat
pertumbuhannya bagus dan akan menghasilkan performa yang baik. Performa
broiler akan berbeda akibat perbedaan ketinggian atau suhu lingkungan sekitar
kandang (Amrullah, 2004). Broiler mulai panting pada suhu lingkungan 290C
dengan kelembapan 50% (Bell dan Weaver, 2002).
a. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jumlah
waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan zat makanan lain (Wahju, 2004). Menurut Bell dan Weaver (2002),
konsumsi ransum tiap ekor ternak berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh berat tubuh,
tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi
dalam pakan dan suhu lingkungan. Wahju (2004) menyatakan bahwa faktor
genetik juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Secara umum,
konsumsi meningkat dengan peningkatan berat tubuh ayam karena ayam berberat
tubuh besar mempunyai kemampuan menampung makanan lebih banyak.
Pencahayaan merupakan penstimulasi yang kuat untuk meningkatkan
produktivitas ayam. Adanya pencahayaan akan menstimulasi ayam untuk selalu
mengkonsumsi ransum. Selain itu, cahaya merangsang kelenjar tiroid untuk
mensekresikan hormon tiroksin yang berfungsi meningkatkan proses metabolisme
sehingga dapat memacu pertumbuhan anak ayam. Kebutuhan pencahayaan pada
17
fase ini adalah 10--20 lux atau 20--40 watt tiap 10 m2. Pencahayaan pertama kali
diberikan selama 24 jam kemudian dikurangi secara bertahap sejalan dengan
bertambahnya umur ayam (Medion, 2006).
National Research Council (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum setiap
ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh berat tubuh ayam, jenis
kelamin, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.
Tabel 3 menunjukkan jenis ransum berdasarkan kandungan nutrisiyang
dibutuhkan untuk pertumbuhan broiler:
Tabel 3. Jenis ransum berdasarkan kandungan nutrisi
No Jenis ransum Umur broiler(hari)
Protein(%)
Energi metabolisme(kkal/kg ransum)
1 Prestarter 1--7 23--24 3.050
2 Starter 8--28 21--22 3.100
3 Finisher 29--panen 18--20 3.200--3.300
Sumber : Santoso dan Sudaryani, 2009
Blakely dan Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan
memengaruhi laju pertumbuhan dan bobot akhir karena pembentukan bobot,
bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi pakan yang
dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum broiler tergantung dari
strain, aktivitas, umur, besar ayam, dan suhu( Ichwan, 2003). Konsumsi ransum
setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap
minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan
minggu sebelumnya (Fadilah, 2004).
18
Kemampuan ternak mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Respon fisiologis terhadap suhu dingin adalah dengan meningkatkan konsumsi
ransum, sehingga agar diperoleh pertumbuhan, produksi telur, atau produksi susu
yang tinggi ternak harus ditempatkan didaerah yang cukup dingin. Ternak berada
didaerah yang cukup panas akan memeroleh beban dari tingginya heat
increatment. Oleh karena itu, ternak akan menurunkan feed intake, akibatnya
ternak didaerah tersebut produktivitasnya rendah (Sarjana, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam pedaging fase starter yang dipelihara
pada suhu 28ºC konsumsi ransumnya lebih banyak dibandingkan dengan ayam
pedaging yang dipelihara pada suhu 32ºC (P<0,01). Hal ini terjadi karena ayam
pada suhu 32ºC mendapat cekaman panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ayam pada perlakuan 28ºC, sehingga ayam pada suhu 32 ºC menurunkan
konsumsi ransum (Wijayanti, 2011).
Hasil penelitian menggunakan suhu yang diteliti adalah suhu kamar sebagai
cekaman dingin dan suhu di atas suhu kamar yaitu 390 C , 410C , dan 430C
menghasilkan rata-rata konsumsi ransum broiler dengan perlakuan berturut-turut
adalah 48.22 g, 50.41 g, 47.79 g dan 46.51 g (Yuswaning, 2005).
Air yang dikonsumsi ayam berhubungan dengan suhu di dalam kandang.
Semakin panas suhu di dalam kandang semakin banyak konsumsi air minumnya.
Banyaknya air yang dikonsumsi ayam akan berpengaruh terhadap pengurangan
konsumsi ransum. Makin panas atau makin tinggi suhu di dalam kandang maka
makin besar kebutuhan airnya. Biasanya kebutuhan air pada suhu panas tersebut
berhubungan dengan tubuh ayam yang tidak mempunyai kelenjar keringat,
19
sehingga ayam terpaksa membuang kelebihan panas dengan cara menguapkan air
melalui gelembung-gelembung udara di dalam tubuhnyadengan cara pernapasan.
Apabila suhu lingkungan panas, ayam akan membuka paruhnya (panting),dimana
uap air dikeluarkan (Wijayanti, 2011).
b. Pertambahan Berat tubuh
Pertambahan berat tubuh dipengaruhi oleh jenis dan ransum yang dikonsumsi
(Jull, 1982). Wahyu (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi
metabolisme, kandungan protein, dan suhu lingkungan.
Jull (1982) menyatakan bahwa persentase kenaikan berat tubuh dari minggu ke
minggu berikutnya selama periode pertumbuhan tidak sama. Kecepatan
pertumbuhan dipengaruhi oleh genetik (strain), jenis kelamin, lingkungan,
manajemen, kualitas, dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Wahju (1997)
menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain konsumsi ransum, suhu lingkungan, dan strain ayam. Ada strain ayam
yang tumbuh dengan cepat pada awal dan ada yang tumbuh cepat pada masa
akhir.
Rasyaf (1993) menyatakan bahwa berat tubuh dipengaruhi oleh kualitas dan
kuantitas ransum yang dikonsumsi, dengan demikian perbedaan kandungan zat-
zat makanan dan banyaknya volume ransum yang termakan seharusnya
memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat tubuh ayam karena kandungan
20
zat-zat makanan yang seimbang tersebut mutlak diperlukan untuk pertumbuhan
yang optimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada suhu 28ºC rata-rata pertambahan berat
tubuhnya sebesar 166 g/ekor/minggu, sedangkan pada suhu 32ºC rata-
ratapertambahan berat tubuhnya sebesar 148,1g/ekor/minggu. Hal ini disebabkan
oleh ayam pada suhu 32ºC mengalami cekaman panas yang mengakibatkan
menurunnya nafsu makan yang berpengaruh pada pertambahan bobot badan
( Wijayanti, 2011).
Menurut hasil penelitian Yuswaning (2005), suhu kamar sebagai cekaman dingin
dan suhu di atas suhu kamar yaitu 390 C, 410C , dan 430C dan pengukuran berat
tubuh yang dilakukan pada jam ke-12, ke-24 dan ke-36 pada periode cekaman dan
setiap minggunya setelah ayam terbebas dari cekaman menghasilkanrata-rata
bobot badan broiler dengan perlakuan berturut-turut adalah 199.80 g, 212.33 g,
201.83 g, dan 207.03 g.
c. Konversi Ransum
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu
dengan penambahan berat tubuh yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil
berarti pertambahan berat tubuh ayam memuaskan atau ayam makan dengan
efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar ayam dan bangsa ayam, tahap produksi,
kadar energi dalam ransum dan suhu lingkungan (Rasyaf, 2003). Konversi
ransum adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi (g) dengan
berat hidup (g) sampai ayam terjual ( Siregaret al., 1980).
21
Feed convertion ratio merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang
dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Angka konversi ransum yang kecil
berarti jumlah ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging
semakin sedikit (Edjeng dan Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi konversi
ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al,
2007).Amrullah (2004) menyatakan bahwa nilai konversi ransum broiler yang
baik berkisar antara 1,75--2,00.
Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya biaya
ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan
meningkat karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot
badan dalam jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang
tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot
badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Anonim, 2013).
Tinggi rendahnya angka konversi ransum disebabkan oleh adanya selisih yang
semakin besar atau kecil pada perbandingan antara ransum yang dikonsumsi
degan pertambahan berat tubuh yang dicapai. Tingginya konversi ransum
menunjukkan bahwa pertambahan berat tubuh yang rendah akan menurunkan
nilai efisiensi penggunaan ransum (Wijayanti, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa broilerfase starter yang dipelihara pada
suhu 28ºC konversi ransumnya lebih rendah dibadingkan dengan broiler yang
dipelihara pada suhu 32ºC (P<0,01). Konversi ransum yang didapat pada suhu
28ºC sebesar 1,6 dan pada suhu 32ºC sebesar 1,3 (Wijayanti, 2011).
22
Penelitian Santoso (2002) menunjukkan bahwa konversi ransum padabroiler
selama lima minggu pada kandang litter sebesar 1,6.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2015 sampai Januari 2016 di Instalasi
Kandang Percobaan milik PT Rama Jaya Desa Fajar Baru 2, Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang panggung dengan luas
30x8 m, 2 thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan, 2 timbangan
digital untuk menimbang DOC broiler dan ransum, 40 tempat makan dan minum
broiler, 1 chick guard besar, 2 brooder ( gassolex ), 1 kalkulator untuk
menghitung, dan alat tulis untuk mencatat data.
2. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah DOC broiler strain new lohmann umur 0 --14 hari
sebanyak 2.000 ekor dengan rata-rata bobot tubuh awal 52 ± 1,7 gram. Ransum
yang digunakan adalah ransum komersil 8201 super dengan bahan pakan antara
lain: jagung, bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung
daging dan tulang, dedak padi, dedak gandum, minyak nabati, tepung batu,
vitamin, mineral, dan antioksidan. Ransum tersebut produksi PT Malindo
Feedmill, Tbk dengan kandungan nutrisi seperti tertera pada Tabel 4.
24
Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum
Kandungan nutrisi Persentase
---------------------(%)------------------
Protein Min 21.0
Serat Max 4.0
Lemak Min 4.0
Air Max 14
Abu Max 6.5
Kalsium 0.9--1.1
Fosfor 0.7--0.9
Sumber : PT Malindo, 2015
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kasus. Penelitian ini menggunakan dua
sistem brooding berbeda yaitu P1 : Sistem brooding konvensional yaitu sistem
brooding yang biasa peternak terapkan dengan ¾ bagian dinding atas terbuka,
P2 : Sistem brooding thermos yaitu sistem brooding dengan dinding yang lebih
tertutup dan dipasang tirai ganda. Gambar 1 memperlihatkan sistem brooding
konvensional dan sistem brooding thermos :
(a) (b)
Gambar 1. Tata letak sistem brooding
Keterangan :
a : sistem brooding konvensional; b : sistem brooding thermos
25
D. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data ditabulasi kemudian
disajikan dalam bentuk diagram batang.
E. Prosedur Penelitian
1. Persiapan kandang
a. Proses pencucian dan sterilisasi
Berikut ini beberapa langkah yang harus dikerjakan sebelum anak ayam (Day old
chick atau DOC) dipelihara:
1) merapikan dan memisahkan peralatan sesuai dengan fungsinya.
Selanjutnya, peralatan dibersihkan dan dicuci dengan air, kecuali alat
pemanas seperti gasolek. Setelah dicuci semua peralatan dibersihkan
dengan desinfektan. Peralatan yang sudah bersih dan steril disimpan
ditempat yang bersih;
2) membersihkan semua kotoran dan barang tidak terpakai yang ada dalam
kandang dan sekitar kandang. Kotoran ayam langsung dibersihkan dan
diangkut keluar lokasi. Lantai kandang disapu sampai bersih, tirai penutup
kandang dipasang, dan rumput disekitar kandang dibersihkan;
3) mencuci kandang dengan sprayer tekanan tinggi dimulai dari kandang
bagian atas, dinding, tirai dan lantai kandang;
4) melakukan sterilisasi menggunakan desinfektan. Proses sterilisasi
dilakukan ke seluruh bagian kandang dan lingkungan sekitar kandang;
5) menaburkan atau menyemprotkan kapur ke bagian kandang, lantai, dan
sekeliling luar kandang. Dosis kapur yang dipakai 0,2--0,5 kg;
26
6) membiarkan kandang selama 2--3 hari hingga bagian dalam kandang dan
sekitarnya kering. Penyemprotan dengan desinfektan dilakukan lagi 1--2
hari sebelum DOC datang dengan jenis desinfektan yang berbeda dari
sebelumnya;dan
7) menaburkan sekam dengan ketinggian 5 cm. Sebelum digunakan, sekam
harus difumigasi menggunakan formalin.
b. Mempersiapkan pemanas, lingkaran, dan tirai
1) Memasang lingkaran pembatas (chick quard ) untuk sistem konvensional.
Lingkaran pembatas biasa terbuat dari seng dan triplek. Lingkaran
pembatas dibuat dengan ketinggian 50 cm dan diameter 2,75--4,00 meter.
Lingkaran pembatas diperlebar sedikit demi sedikit sejak dua hari DOC
masuk dengan memperhatikan kondisi DOC, sedangkan untuk sistem
thermos tidak menggunakan chick quard.
2) Memasang tempat ransum ( chick feeder tray) dan tempat minum DOC
Tempat ransum yang dibutuhkan sebanyak 10 buah untuk setiap lingkaran
pelindung. Satu tempat ransum digunakan oleh sekitar 100 ekor DOC.
Tempat ransum dipasang secara selang seling dengan tempat minum yang
berkapasitas satu galon.
3) Meletakkan alat pemanas. Alat pemanas berupa gasolek dipasang pada
ketinggian 110--125 cm. Panas yang dihasilkan dari gasolek dapat diatur
menggunakan regulator yang ada pada tabung gas. Di tengah-tengah
pelindung dipasang lampu pijar.
4) Memasang tirai untuk sistem konvensional, hampir semua dindingnya
dipasang tirai atau layar, kecuali seperempat bagian atasnya ( 20--30 cm )
27
tetap terbuka. Adapun untuk sistem thermos seluruh bagian kandang baik
di dalam maupun di luar dipasang tirai hingga rapat.
2. Pemasukan Day old chick( DOC )
Pemasukan DOC dilakukan dengan memperhatikan dan mengecek keadaan secara
keseluruhan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Setelah dicek keadaannya, DOC
ditimbang, divaksin ND V secara spray, dan diletakkan sesuai tata letak
penelitian. Vaksin Gumboro diberikan pada umur 12 hari dan vaksin ND Clone
diberikan pada umur 19 hari.
3. Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum dilakukan beberapa jam setelah DOC minum ( 3--4 jam setelah
DOC minum ). Pemberian ransum harus dilakukan sesering mungkin, minimum
lima kali sehari. Pemberian air dilakukan secara ad libitum.
4. Pengaturan suhu brooder
Pemanas dinyalakan satu hari sebelum DOC datang. Tujuannya agar suhu
disekitar lingkungan kandang sudah hangat dan merata. Suhu yang diperlukan
untuk DOC diukur menggunakan 2 thermohygrometer yang diletakkan sekitar 5
cm diatas permukaan sekam pada setiap perlakuan terdapat 1 thermohygrometer.
Suhu 34 --35 C pada minggu pertama. Menurunkan suhu brooder menjadi 29 --
30 C pada umur 9 hari. Melepas pemanas pada umur 14 hari.
5. Pengaturan ventilasi
Tirai ditutup seluruhnya pada umur 1 -- 7 hari, tetapi bila siang hari suhu kandang
tinggi tirai dibuka seperempat bagian pada tirai tengah. Melepas tirai dalam pada
28
umur 8 hari. Membuka tirai tengah dan tirai atas pada umur 9--13 hari, tetapi
pada malam hari tirai ditutup kembali. Membuka tirai seluruhnya pada umur 14
hari, tetapi tirai tengah dan bawah ditutup sedangkan tirai atas sudah dilepas.
Menaikkan tirai bawah 15 cm dari lantai pada malam hari dan siang hari tirai
dibuka seluruhnya.
F. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati :
a. Konsumsi ransum
Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) dihitung berdasarkan selisih antara
jumlah ransum awal minggu yang diberikan (g) dengan sisa ransum
pada akhir minggu (g) (Rasyaf, 2011). Perhitungan dilakukan setiap satu minggu
pemeliharaan hingga minggu ketiga dengan mengumpulkan semua sisa ransum
kemudian menimbang sisa ransum.
b. Pertambahan berat tubuh
Pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) dihitung setiap minggu pada
semua sampel berdasarkan selisih berat tubuh broiler akhir minggu (g) dengan
berat tubuh minggu sebelumnya (g) (Rasyaf, 2011). Perhitungan dilakukan setiap
satu minggu pemeliharaan hingga minggu ketiga. Perhitungan dilakukan dengan
menimbang setiap ekor broiler pada setiap petak yang diambil secara acak
kemudian hasil dirata-ratakan.
29
c. Konversi ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi
selama seminggu dibagi dengan pertambahan berat tubuh pada minggu
yang sama (Rasyaf, 2011). Perhitungan konversi ransum dilakukan setiap satu
minggu pemeliharaan sampai minggu ketiga.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Performa broiler minggu ke-2 pada sistem brooding konvensional
yaitu konsumsi ransum 289,23 g/ekor/minggu, pertambahan berat
tubuh 362,33 g/ekor/minggu, dan konversi ransum 0,82. Adapun
sistem brooding thermos yaitu konsumsi ransum 298 g/ekor/minggu,
pertambahan berat tubuh 430,1 g/ekor/minggu, dan konversi ransum
0,7. Performa minggu ke-2 memiliki dampak positif terhadap
performa minggu ke-3 pada masing-masing sistem brooding yaitu
konsumsi ransum 973,82 g/ekor/minggu dan 1091,3 g/ekor/minggu,
pertambahan berat tubuh 675,25 g/ekor/minggu dan 761,59
g/ekor/minggu, serta konversi ransum 1,44 dan 1,46.
2. Performa broiler yang dihasilkan pada sistem brooding thermos
lebih baik dibandingkan dengan sistem brooding konvensional.
B. Saran
Perusahaan dan peternak broiler dapat menerapkan sistem brooding
thermos karena menghasilkan performa lebih tinggi dibandingkan dengan
sistem brooding konvensional. Selain itu, sistem brooding thermos tidak
membutuhkan biaya yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M. 2009. Fisiologis PertumbuhanTernak. Universitas Andalas. Padang.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga SatuGunung budi, Bogor.
Anonim. 2013. Konversi ransum broiler.http://ragamcarabeternak.blogspot.co.id/2013/12/konversi-ransum-ayam-broiler.html ( diakses pada 09 Juni 2016)
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.
Anwar, R. 2014. Pengaruh Penggunaan Litter Sekam Padi, Serutan Kayu, DanJerami Padi Terhadap Performa Broiler Di Closed House. Skripsi. FakultasPertanian. Universitas Lampung
Bell, D.D and W. D. Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and EggProduction. Fifth edition. USA: Springer Science+Business Media, Inc.
Blakely, J dan D. H. Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. PenterjemahB. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bligh.1985. Thermalphsiology. In: Yousef,M.K. Stress Physiology in Livestock.Vol. III. CRC. Yogyakarta.
Edjeng S. dan R .Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. PenebarSwadaya, Jakarta.
Fadillah, R., A. Polana., S. Alam., dan E. Parwanto. 2007. Sukses BeternakAyam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta
Fadilah. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. CetakanPertama. Agromedia Media Pustaka. Jakarta
Freeman, B.M. 1966. Physiological responses of the adult fowls to environmentaltemperature. Worlds poultry sci. J. 22: 140-145.
54
Gunawan dan D.T .H. Sihombing. 2004. Pengaruh Suhu Lingkungan Tinggiterhadap Kondisi Fisiologis dan Produktivitas Ayam Buras. FakultasPeternakan IPB. Bogor
Hafez, E.S.E. 1969. Adaptation Of Domestic Animals. Lea And Febiger.Philadelphia
Hapsari, I.N. 2016. Perbedaan Sistem Brooding Konvensional dan SistemBrooding Thermos terhadap Respon Fisiologis Broiler Fase Starter. Skripsi.Jurusan Peternakan. Universitas Lampung
Ichwan, 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging.Tanggerang: Agro MediaPustaka.
Jayanata, C. E.dan B. Harianto. 2011. 28 Hari Panen Ayam Broiler. PTAgromedia Pustaka. Jakarta.
Jull, M.A. 1982. Poultry Husbandry. 3rd .Ed. Tata Mc-Graw-Hill Publish Co. Ltd.,New Dehli.
Komara, T. 2006. Perlunya broiler dipuasakan. Buletin CP. April 2006 No. 76/Tahun VII, Jakarta.
Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Buku Ajar Produksi TernakUnggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Lohman, T.G. 1986. Broiler Management Program. Lohman Cuxhaven
Medion. 2006. Saat masa awal menjadi penentu. http://info.medion.co.id(diaksespada 23 Mei 2016)
Medion.2014.Manajemen Brooding. http://info.medion.co.id ( diakses pada 29November 2015).
Miller, K., E.B.Slebodzinska dan C. Madsen. 1993. Oxidative stress, antioxidants,and animal function. Animal Science Department University OfTennessee.762812-2823
Murtidjo, B,A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Murwani, R. 2010. Broiler Modern. CV Widya Karya . Semarang.
National Research Council. 1994. Nutrient requirement of poultry. WashingtonDC (USA):National Academy Press.
55
North, M. O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual4thEd. Van Nostrand Reinhold Published. New York.
Nova, K., T. Kurtini, dan Riyanti. 2014. Buku Ajar Manajemen Usaha TernakUnggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
PT. Japfa comfeed Indonesia Tbk, 2012. MB 202 (Pedaging) dan MB 404(Petelur). Poultry breeding division.
PT. Malindo Feedmill Tbk. 2015. Pakan Komplit Broiler Fase Starter. Banten
Rasyaf, M. 2005. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
________. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1993. Mengelola Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta.
Sarjana, T.A. 2007. Manajemen Ternak Unggas. Buku Ajar. Program StudiProduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro
Santoso, H dan Titik Sudaryani. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging Hari per Haridi Kandang Panggung Terbuka. Penebar Swadaya : Jakarta.
Santoso, U. 2002. Pengaruh tipe kandang dan pembatasan ransum di awalpertumbuhan terhadap performans dan penimbunan lemak pada ayampedanging unsexed. JITV 7(2): 84-89
Saputri,M. N. 2014. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Broiler Periode Broodingdi PT Januputra Farm Yogyakarta. Tugas Akhir. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta
Setiawan, I dan E. Sujana.2009. Bobot Akhir,Persentase Karkas dan LemakAbdominal Ayam Broiler yang Dipanen Pada Umur Yang Berbeda.Seminar Nasional Fakultas Peternakan UNPAD.
Sholikins, H.2011. Manajemen Pemeliharaan Broiler di Peternakan UD Hadi PsKecamatan Ngunter Kabupaten Sukoharjo.Tugas Akhir. Universitas SebelasMaret. Surakarta.
Siegel, H.S. 1980. Blood cells and chemistry of young chickens during daily acthand cortisol administration. Poultry Sci. 47: 1811-1816
Siregar.A.P.,M.H. Togatorof, dan M. Sabrani.1980. Teknis Beternak AyamPedaging di Indonesia. Margie Group. Jakarta.
56
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. TerjemahanB.Sumantri. Gramedia. Jakarta.
Suprijatna, E., U. Atmosumarmo, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar TernakUnggas. Penebar Swadaya. Jakarta
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada UniversityPress.Yogyakarta.
Wijayanti, R. P. 2011. Pengaruh Suhu Kandang yang Berbeda terhadapPerformans Ayam Pedaging Periode Starter. Fakultas Peternakan.Universitas Brawijaya. Malang.
Yasmir dan A. Gunawan. 2003. Pemanas Kandang Broiler.http://dgunzsmoker.blogspot.co.id/2012/08/pemanas-kandang-broiler.html (diakses pada 29 November 2015)
Yustiwira. 1996. Pengaruh Imbangan Energi – protein dalam Ransum dan Strainyang Berbeda terhadap Gala Tumbuh Broiler di Dataran Rendah. SkripsiJurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
Yuswaning, I. P. 2005. Pengaruh Cekaman Panas Ayam Broiler Awal Periode"Starter" terhadap Suhu Tubuh serta Dampaknya terhadap Performans Umur2-3 minggu. Skripsi. Program Studi Produksi Ternak. UniversitasDiponegoro. Semarang.
Zumrotun. 2012. Manajemen brooding pada ayam broiler.http://vedca.siap.web.id/2012/03/22/manajemen-brooding-pada-ayam-broiler-oleh-ir-zumrotun-mp-widyaiswara-pppptk-pertanian/. ( diakses pada29 November 2015)