Peran Pendidikan Islam Dalam Mewujudkan …
Transcript of Peran Pendidikan Islam Dalam Mewujudkan …
Tantangan Pendidikan Islam
Peran Pendidikan Islam Dalam
Mewujudkan Kerukunan AntarumatBeragama
Oleh Imam MoedjionoPembantu Dekan III Dan Dosen Fakultas Tarbiyah UII Yogyakarta
Sampai pertengahan dasa war- berdampingan secara harmonis.sa 90-an, masalah hubungan Kemudian, kesadaran yang men-dan kerukunan antarumatber- clptakan kebersamaan tersebut, di-
giring menjadi ke-mauan untuk melak-
sanakanpembangun-an di berbagaibidang,menuju terwujudnyasuatu masyarakatyang dicita-citakan,yakni masyarakatadtl makmur di da
lam sebuah baldatun
thayyibatun zvarabbunghafur.
Namun, potret ke-ukunan antarumat
beragama tersebut,sempat terusik oleh
munculnya fenomena "amuk"
agama di Indonesiatelah mencapai tlng-kat menggembira-kan. Banyak negaralain yang merasa"iri" sehingga merasa perlu "belajar"dari Indonesia da
lam hal mencipta-kan kerukunan hi-
dup antarumat beragama di negara-nya.
Realita kerukun
an yang dimaksud,bukanlah sesuatu
yang langsung jadi, tetapi merupa-kan buah dari suatu usaha panjang yang memprihatinkan berbagai ka-dan serius berbagai pihak. Mereka langan belakangan ini, dan terjadi(pemerintah, masyarakat, dan indi- justru di lingkungan masyarakatvidu-individu), senantiasa mendo- yang "kental" keagamaannya. Ke-rong agar tumbuhnya kesadaran san adanya friksi keagamaan, di-para pemeluk agama untuk saling perkuat oleh kenyataan bahwa dimenghormati dan dapat hidup antara yang menjadi sasaran
26
Namun, potret kerukunanantarumat beragama
tersebut, sempat terusikoleh munculnya fenomena
''amuld'yangmemprihatinkan berbagaikalangan belakangan ini,
dan teijadi justru dilingkungan masyarakat
yang "kental**keagamaannya
iPlFakultas Tarbiyah UII. Vol.3TH.IIMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
amukan adalah sarana ibadah. Se-
rentetan peristiwa tersebut me-ngundang polemik tajam berbagaikalangan, terutama yang me-nyangkut latar belakang terjadinyaperistiwa amuk tersebut. Muncul-lah berbagai analisis dan kesimpul-an, mulai faktor kesenjangan eko-nomi, arogansi kekuasaan, suksesinasional, sampai kepada friksl ke-agamaan.
Apapun yang menjadi faktor pe^nyebab munculnya fenomena "amuk"inl, peristiwa tersebut telah mening-galkan kesan mendalam di kalang-an umat beragama di Indonesia, dancenderung dinilai telahmerugikanbangsayang selama ini di-kenal sebagai bangsayang ramah. Di ba-gian lain, langsungatau tidak langsung,sekaligus telah me-nurunkan kredebi-
litas umat beragamayang sebelumnya di-kenal memiliki ting-kat kerukunan dan
toleransi yang tinggi.Untuk itu, maka da-lam perjalanan bangsa ini untuk masa selanjutnya, diper-lukan sikap bijak dari segenap ka-langan dalam berupaya memper-tahankan keutuhan bangsa yangmulai meninggalkan keterbelakang-annya.
Dalam konteks tersebut, makaeksistensi masyarakat muslim se
bagai komunitas terbesar dalam ne-gara ini, kembali teruji, terutamadalam ihengamankan pilar-pilafpersatuan yang akan menjamin ke-lanjutan pembangunan nasional Indonesia. Dalam lingkup yang lebihsempit, bagaimanakah peran pendidikan Islam sebagai bagian sistempendidikan nasional, dalam me-wujudkan kerukunan antar umatberagama di Indonesia?
Manusia dan Keharusan Universal
Dalam buku The Mankind Un
known, Alexis Carrel sebagaimanayang dikutip Syahminan Zaini
dinyatakan, bahwailmu pengetahuanmoderenbelummam-
pu mengungkaphakekat manusia
(Syahminan Zaini,1984:10). Sementaraitu dalam edisi re-
visi buku yang di-beri judul Man theUnknown, Carrel,penerima hadiahNobel 1948, me-ngungkapkan kembali bahwa pengetahuan manusia ten-
tang manusia belum mencapai ke-majuan yang setara sebagaimanayang telah dicapai dalam bidangilmu pengetahuan yang lain (Qu-raish Shihab, 1996: 277).
Dalam hal ini kaum agamawandapat berkomentar bahwa pengetahuan tentang manusia yang
eksistensi masyarakatmuslim sebagai
komunitas terbesar
dalam negara ini,kembali teruji,
terutama dalam
mengamankan pUar-pilar persatuan yang
akan menjaminkelanjutan
pembangunannasional Indonesia
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997 27
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
mengalami situasi sedemikian itu,lebih disebabkan oleh keberadaan
manusia sendiri sebagai makhlukyang dalam unsur penciptaannyaterdapat ruh ilahi, Padahal, manusiatidak diberi pengetahuan tentangruh, kecuali sangat sedikit.
Namun demikian, ada juga ula-ma yang berusaha mencari hakekatmanusia melalui berbagai penelu-suran. Misalnya, Murtadha Muthah-hari (1992:62-83) menyatakan bah-wa manusia sama dengan makhlukhidup lainnya, yakni la memilikihasrat dan tujuan. Pembeda antarakeduanya adalah bahwa manusiaberjuang untuk me-raih tujuannya dengan didukung olehpengetahuan dankesadarannya. Se-dangkan hewan berjuang untuk meme-nuhi hasratnya dengan didukung olehinstingnya.
Perbedaan lain
terlihat pada komit-men manusia terha-
dap agama. Manusia menggunakanagama untuk me-ngatasi sifat mementingkan diri sendiri, dan egoisme melalui keimananuntuk menciptakan kesalihan padamasing-masing pribadi. Pada saatyang sama, manusia akan memelukkeimanan dengan menghargai danmemuliakannya, sehingga dipaha-mi bahwa hidup tanpa k^manan
akan menjadikannya absurd dan sia-sia. Oleh karenanya, manusia akanmemegang erat-erat hal tersebutdan dengan penuh semangat sertaketaataii.
Dalam pada itu, Allah juga menyatakan bahwa manusia merupa-kan karya puncak ciptaan-Nya, dandengan tingkat kesempumaan serta keunikan yang prima dibandingmakhluk lainnya (QS. 95:4). Namundemikian Allah juga mengingatkanbahwa kualitas kemanusiaannyamasih belum "selesai", sehingga di-tuntut untuk berjuang menyempur-nakan dirinya sendiri (QS. 91:7-10).
Proses penyem-purnaan itu sendirimemang dimung-kinkan, karena padahakekatnya manusiaitu fitri, hanif, danberakal. Bahkan le
bih dari itu, teruta-mabagi seorang muk-min,petunjukprimor-dial ini masih di-
tambah lagi dengandatangnya Rasul Tu-han pembawa kitabsuci yang dapat men-jadi petunjuk dalam
hidupnya (QS. 4:174).Dalam tradisi kaum sufi, terda
pat postulat yang menyatakan bahwa Man 'arafa nafsuhu faqad 'arafarabhahu, yaitu "siapa yang telah me-ngenal dirinya maka ia (akan mu-dah) mengenal Tuhannya." Jadi, pe-ngenalan diri adalah tangga yang
manusia akan
memeluk keimanan
dengan menghargaidan
memuliakannya,sehin^a dipahamibahwa hidup tanpa
keimanan akan
menjadikannyaabsurd dan sia-sia
28 JPI Fakultas Tarbiyah Ull, Vol.3 TH.II Mei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikati
harus dilewati oleh seseorang un-tuk mendaki ke jenjang yang lebihtinggi dalam rangka mengenalTuhan.
Sementara itu, persoalan seriusyang menghadang, sebagaimanajuga diakui kalangan psikolog, fil-suf, dan ahli pikir pada umumnyaialah, bahwa manusia sekarang se-makin mendapatkan kesulitan un-tuk mengenal jati diri dan hakekatkemanusiaannya. Komariiddin Hi-dayat (1994:187-189) bahkan mem-bedakan dua paradigma pema-haman terhadap manusia, yaitu paradigma materialisme-atheistis danparadigma spiritual-isme-theistis. Aspekyang pertama berke-yakinan pada teoribahwa semua real-
itas adalah materi.
Sedangkan yang ke-dua berkeyakinanbahwa dunia materi
ini hakekatnya bera-sal dari realitas yangbersifat immateri.
Bagi kalanganyang berpandanganatau terbiasa denganmetode berpikir em-pirisme-materialistis, akan sulitdiajak untuk menghayati maknapenyempurnaan kualitas insanisebagaimana yang ditegaskan dalam al-Quran, yakni manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi un
tuk melaksanakan apa yang telahditentukan Allah, membangun
bayang-bayang surga di muka bumi ini (QS. 2:3). Terlebihlagi, dalamtradisi sufi terdapat keyakinan yangpopuler bahwa manusia sengajadiciptakan Tuhan, karena denganpenciptaan tersebut Tuhan akanmelihat dan menampakkan kebesaran diri-Nya. Keyakinan tersebutdidasari oleh sebuah Hadits, Kuntukanzan makhfiyyan fa ahbabtu anu'rafa fakhalaqtu al-khalqa fabii 'ara-fuunii - Aku pada mulanya adalahharta yang tersembunyi, kemudianAku ingin dikenal maka kuciptakanmakhluk, dan melalui Aku mereka-pun kenal pada-Ku (Harun Nasu-
tion, 1992:61).Kalangan sufi
cenderimg sepakatbahwa manusia ada
lah mikrokosmos
yang memiliki sifat-sifat menyerupai Tuhandanpalingpoten-sial mendekati Tu
han (bandingkan QS.4153). Sementara itu,Allah (QS. 4153) me-nyatakan bahwa dalam diri manusia tej>
dapat unsur ilahiyangmenurutAlqur-
an min ruhi. Itulah sebabnya, intitasawuf adalah ajaran yang menya-takan bahwa hakekat keluhuran nilai
seseorang bukanlah terletakpada wu-jud fisiknya, melainkan pada kesudandankemuHaanhatinya, sehinggaia bi-sa sedekat mungkin dengan TuhanYang Maha sud.
dalam tradisi sufi
terdapat keyakinanyang popular bahwa
manusia sengajadiciptakan Tuhan,
karena denganpenciptaan tersebutTuhan akan melihat
dan menampakkankebesaran diri-Nya
JPl Fakultas Tatbiyah Ull. Vol.3 THAIMet 1997 29
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
Ajaran spiritualitas seperti initidak hanya terdapat dalam Islam,melainkan juga terdapat dalamagama lain. Dari kenyataan ini ma-ka tidak salah kiranya bila ada yangberpendapat bahwa potensi dankecenderungan kehidupan batinmanusia ke arah kehidupan mistis,bersifat natural, dan universal.
Universalitas tersebut tercermin
pada nurani manusia (apapunagamanya) yang di dalamnya terdapat cahaya suci yang senantiasaingin menatap Yang Maha cahaya(Tuhan), karena dalam kontak dankedekatan antara nurani dan Tiohan
itulah muncul ke-
damaian dan keba-
hagiaan yang paling prima. Di satusisi, hal ini menjadititik awal keberang-katan munculnyafanatisme keagama-an secara berlebih-
an, karena masing-masing merasa me-miliki truth claim
(klaim kebenaran).Di sisi yang lain, halini dapat mencair-kan fanatisme yangberlebihan dan membuahkan uni-
versalisme.
Diet! Syamsuddin (1997:6), mem-benarkan bahwa agama mem-punyai watak yang mendua terha-dap masalah kerukunan dan ke-satuan. Pada satu sisi, ia dapat men-dorong persatuan antar manusia
atau memiliki daya perekat sosialyang kuat sehingga dapat memper-satukan masyarakat. Di Indonesia,agama telah terbukti memiliki dayarekat dalam perspektif sosio-his-toris agama dan menjadi kekuatanpemersatu bangsa Indonesia.
Di Indonesia, keberadaan Islamsebagai agama yang dianut olehmayoritas bangsa ini, telah menjadifaktor penentu dalam menyatukansuku-suku bangsa di negeri ini.Karena kesamaan agama, perbeda-an suku dan ras dapat disatukan.Namun di sisi lain, agama juga memiliki potensi untuk mendorong
munculnya konfliksehingga ia dapatmemecah belah persatuan sebuah ma
syarakat. Kenyataansejarah telah menun-jukkan adanya konflik yang dipicu olehmotif-motif yangbergerak atas unsurkeagamaan.
Adanya potensiagama imtuk memecah persatuan sebuah masyarakat lebihdisebabkan oleh tiga
watak suatu agama. Pertama, karenaagama memiliki sifat yang absolut.Akibatnya, rasa keberagamaanhanya dirasakan dan diyakini olehpemeluknya sebagai sesuatu yangmutlak. Oleh karena itu, masing-masing pemeluk agama akan me-yakini kebenaran agamanya
karena dalam
kontak dan
kedekatan
antara nurani
dan Tuhan
itulah muncul
kedamaian dan
kebahagiaanyang paling
prima
30 JPI Fakultas Tarbiyah UIl, Vol.3 TH.II Mei 1997
Imam Moedjiono, Perart Pendidikan
sebagai yang mutlak. Di sinilah da-lam perwujudan sosiologisnyadapat terjadi benturan karena ma-sing-masing mengakui dan bahkanmengeksplisitkan dalam kehidup-an sosial bahwa agamanya yang paling benar.
Kedua, agama memiliki karak-teristik yang cenderung untuk me-ngadakan penyebaran diri. Di sinipara pemeluk suatu agama mela-kukan penyebaran agama merekasehingga dapat berkembang sam-pai jauh di luar tanah kelahirannya,bahkan mendunia. Kecenderungantersebut semakin menguat akibatadanya legitimasi.dari firman Tuhan
dalam kitab suci.
Ketiga,agamamem-punyai keeenderung-an untuk memben-
tuk masyarakat ataupengelompokan sosial yang berdasar-kan atas kesamaan
agama. Inilah yangmelahirkan konsepumat, dan kemudianbahkan meluas dan
kemudian melahir
kan eksklusifisme.
subyektif dan-personal, yang ber-hubungan erat dengan realitas yangScingat tiiiggi. Ketiga karakteristiktersebiit tidak dapat dihapuskaribegitu saja. Akan tetapi, merekasebenarnya dapat dieliminasikansedemikian rupa sehingga akan di-peroleh titik temu keberagamaanmenurut karakteristik masing-mas-ing agama> yakni dengan menonjol-kan kesalehan sosial, untuk meng-hasilkan suatu dorongan agar agama dapat menjaga perdamaian aba-di di muka bumi ini.
Diskusi teologis yang menitikbe-ratkan pada truth claim telah me-
nyita banyak energisehingga terkadangmelupakan aspekesoteris agama-aga-mayangada (MAmmAbdiillaK 1996:47).Jika truth claim hanya terbatas padaaspek ontologis-metafisis, barangkali ia tidak perludirisaukan. Namun
yang terjadi sebaliknya, bahwa Truthclaim memasuki wi
layah sosio-politik
Jika truth claim hanyaterbatas pada aspekontologis-metafisis,barangkali ia tidakperlu dirisaukan.
Namim yang tetjadisebaliknya, bahwa
Truth claim
meinasuki wilayahsosio-politik'yangpraktis-enipiris
atau fanatisme yang kaku. yang praktis-empiris. Studi orien-Mengingat ketiga watak agama- talisme yang mefnpelajari agama-
tersebut,,dapat diketahui bahwa agama di Timur, berujung padabetapa masing-masing agama me- dominasi dan hegemoni BaratmilUd tingkatkepekaanyang relatif terhadap Timur (Edward W. Said,tinggi. Terutama karena agama 1978:239). Sedang Islam saat ini le-dihayati oleh masing-masing pe- bih dianggap momok yang ditakutimeluknya sebagai sesuatu yang Barat, ketimbang sebagai agama
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vql3 THAI Met 1997 31
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
y.ang perlu dihormati karena kon-sep-konsepnya yang luhur dalammemecahkan kesulitan manusia
sekarang (William C. Chittik, 1991:499).
Jika perbincangan tentang truthclaim tercampur dengan politikpraktis, harapan-harapan besarumat manusia secara universal im-
tukhidup damai di mukabumi, dengan memberikan peluang kepadaagama untuk mengambil bagiandalam mengatasi problem dunia,akan semakin pupus. Maksudnya,dalam hal ini pemeliak suatu agamalebih meiihat dan mementingkanagama sebagai lem-baga eksoteris danidentitas lahiriah,bukannya nilai-nilaispiritual yang di-kandungnya.
Ketika para teo-log dengan truthclaim-nya kehilang-an tempat berpijakyang paling kokohuntuk melakukan
dialog dengan se-sama penganut aga-ma-agama yang lain, metode dan caraberpikir fenomenologis dapatmembantu dan member! sum-
bangan yang cukup berharga. Halini terutama bag! mereka yangbermaksud untuk menunjUkkankembali di mana sebenarnya kitaperlu berpijak dan dapat berjumpa,kemudian bekerja sama dengan
penganut agama-agama yang lain.Dengan begitu, fenomenologi lebihmenekankan segi-segi persamaandan bukannya segi-segi perbedaan(M. Amin Abdullah, 1996:36).
Untuk merealisasikan obsesi
perdamaian abadi, umat beragamadapat mengambil bagian denganmerujuk pada wawasan Ibrahimi.Wawasan inilah yang kelak menjadidasar ajaran agama-agama yangamat berpengaruh pada umat manusia, yaitu agama-agama semitik:Yahudi, Nasrani, dan Islam. Wawasan tersebut secara substansial me-
rupakan wawasan kemanusiaanyang didasarkan pada konsep dasar bah-wa manusia dilahir-
kan dalam kesucian,yaitu konsep yangdikenal dengan isti-lah fitrah.
Karena fitrahnyaitu, maka manusia
disumsikan memi-
liki sifat dasar kesu
cian, yang kemudian harus dinya-takan dalam sikapdan perilaku yangsuci dan baik kepa
da sesamanya. Sifat dasar tersebutdisebut hanifiyah, karena manusiaadalah makhluk yang hanif. Sebagai makhluk yang hanif, ia me-miliki naluri ke arah kebaikan, ke-benaran, atau kesucian. Pusat daridorongan hanifiyah itu terdapatpada dirinya yang paling dalam
Jika perbincangan tentangtruth claim tercampurdengan politik praktis,harapan-harapan besarlimat manusia secara
universal tmtuk hidupdamai di muka bumi,dengan memberikan
peluang kepada agamauntuk mengambil bagiandalam mengatasi problem
dunia, akan semakinpupus
32 JPI Fakultas TarbiyaJi UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan
dan mumi, yaitu nurani (Nurcho-lish Madjid, 1995: 179).
Kerukunan dalam KehidupanBangsa yang Majemuk
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk karena menyim-pan akar keberagaman dalam halagama, tradisi, dan budaya. Dalamkaitannya dengan masalah agama,setidaknya ada lima agama yangdiakui secara resmi oleh pemerin-tah. Kelima agama tersebut meli-puti agama Islam, Katholik, Pro-testan, Hindu, dan Budha. Peme-rintah, dalam hal ini DepartemenAgama RI, memilikitugas untuk menge-lola pembinaan kehidupan keagamaandan umat beragamadari masing-masingagama. •
Sekalipun demi-kian, pemerintah ti-dak berhak men-
campuri urusan in-teren agama, teru-tama masalah aki-
dah dan ibadah pe-meluk masing-^ma-sing agama. Dengankata lain, pemerintah melalui Departemen Agama bertugas untuk
juga merupakan tanggung jawabsemua pihak, terutama masing-masing kelompok umat beragama itusendiri.
Penciptaan suasana rukun danpenuh toleransi dalam kehidupanantarumat beragama, harus senan-tiasa menjadi satu nuansa yangmenonjol dalam setiap perilakupembinaan. Sebab, dalam kehidupan individu dan sosial, tidakterhindarkan lagi bahwa pemeluksuatu agama pasti memiliki perasaan dan keyakinan tertentu,yang sangat kuat dan berbeda antara yang satu dengan yzing lain.
Perasaan dan
keyakinan itu, akanmelahirkan dog-ma-dogma yangkebenarannya takdapat diganggugugat, meskipundogma-dogma ituterkadang berten-tangan dengan ra-sio atau hasil-hasil
penelitian ilmiahmoderen. Ajaranyang dibawa suatuagama, apalagi ka-lau ajaran tersebut
diyakini sebagai wahyu yang ditu-runkan Tuhan kepada manusia.
dalam kehidupanindividu dan sosial,tidak terhindarkan
lagi bahwa pemeluksuatu agama pasdmemiliki perasaan
. dan keyakinantertentu yang sangat
kuat dan berbedaantara yang satudengan yang lain
membina dan memelihara tercip- dipandang sebagai^kebenarantanya toleransi dan kerukunan hi- mutlak. Ajaran-ajaran agaiha laindup antarumat beragama. Pem- dinilai bertentangan dengan ajar-binaan tersebut sebenamya bukan an-ajaran agama yang dianutnyahanya tugas dan kewajiban De- dan pada umumnya tidak dapatpartemen Agama saja, melainkan ditolerir.
,JPI Fakulths Tarbiyah UII, Vol.3 TH.lIMei 1997 33
Imam Moedjiono,PefanPendidtkan.
Hal ini akan berlaku semakin jukkan kesalahan-kesalahan agamakuat pada pemeluk suatu agama orang lain seraya menyatakan ke-yang meyakini bahwa ajaran aga- benaran dan kebaikan agamanyamanya harus dlusahakan supaya sendiri.diterima oleh seluruh manusia. Usaha seperti ini dapat mejadiAgama monoteis, karena berkeya- pemicu dalam melahirkan kete-kinan bahwa Tuhan hanya satu dcin gangan hubungan antar masyara-Tuhan Yang Maha Esa itu meru- kat pemeluk agama yang berbeda.pakan satu-satunya pencipta alam Merekayang agamanya dipandangserhesta, memiliki ajaran-ajaran salah, merasa diserang dan perluyang bersifat universal dan yang mempertahankan diri sebab mere-diwahyukan Tuhan untuk disam- ka meyakini agamanya sebagai se-paikan kepada seluruh manusia di suatu yang suci dan murni pula.peirmukaan bumi ini {Hariin Na- Sebagaikonsekuensinya, merekapunsution, 1995:266). siap mem-backup agamanya meski
Keyakinan seperti ihi berpotensi • harus berkorban jiwa.untuk memicu si-
kap intoleran danbahkan sering me-nyulitkan penum-biihah kerukunan
umat beragama. Pemeluk agama yangsedemikian itu, merasa dirinya berke-wajiban untuk me-nyicirkan agamanyakepada seluruh umatmanusia, jika perludengan paksaanatau kekerasan. Ka
rena menurut keya-
Kalaulah demildan
keadaannya, makakerukunan yang
didambakan
semakin tetjauhkandari kehidupan
sosiai kita^ apalagijika masalahnya
telah
mengikutsertakanfaktor politik
Kalaulah demi^kian keadaannya,maka kerukunan
yang didambakansemakin terjauhkandari kehidupan sosiai kita, apalagi jikamasalahnya telahmengikutsertakanfaktor politik. Kete-gangan seperti initidak hanya terjadiantaragama, melain-kan juga antar go-longan dalam suatuagama, yang kadang-
kinannya, hanya agamanyalah kala juga muncul suatu pema-yangbenardaniapunmemandang haman yang berbeda terhadapbahwa agama yang lain adalah konsep suatu ajaran. Perbedaan pe-salah. Dengan didorong oleh ke- mahaman tersebut dapat melahir-inginan luhur untuk "menyela- kan mazhab yang berbeda dan pa-matkan" para pemeluk agama yang da akhirnya memiliki pengikutdianggap salah, bahkan sesat, tim- yang merasa begitu terikat de-bullah usaha-usaha untuk menun- ngannya.
34 Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 THMMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
A. Mukti Ali membahas penda-pat beberapa ahli dalam upaya men-ciptakan toleransi dan kerukunanantarumat beragama, sebagaimanayang dikutip Faisal Ismail {KR, 18/12/1996). Pertama, dengan jalansinkretisme. Sinkretisme adalah
paham yang berkeyakinan bahwapada dasamya semua agama sama,dan semua tingkah laku harusdilihat sebagai wujud dan manifes-tasi dari keberadaan asli (zat) sebagai pancaran terang dari asli yangsatu, sebagai ungkapan dari sub-stansi yang satu, dan sebagai om-bak dari samudera yang satu. Sinkretisme juga dise-but dengan Pan-Teis-me, Pan-Kosmisme,llniversalisme, atauTeo-Panisme.
Istilah-istilah ter-
sebut menggarisba-wahi bahwa semua
(pan) adalah Tuhandan semua adalah
kalam (kosmos). Sa-lah seorang jurubicara sinkretisme
yang terkenal diAsiaadalah S. Radhakris-
nan, seorang pemikirdari India . Jalan sinkretisme yangditawarkan di atas, menurut MuktiAli, tidak dapat diterima. Sebab,dalam ajaran Islam, al-Khalik atauSang Pencipta adalah sama sekaliberbeda dengan makhluk (yangdiciptakan)'. Antara Khalik denganmakhluk terdapat garis batas
pemisah, sehingga menjadi jelassiapa yang disembah dan untuksiapa orang itu berbakti atau mengabdi.
Kedua, dengan jalan rekonsepsi.Pandangan ini menawarkan pemi-kiran bahwa orang harus menyelarmi secara mendalam dan meninjaukembali ajaran-ajaran agamanyasendiri dalam ra'ngka konfronta-sinya dengan agama-agama yanglain. Tokoh aliran ini yang terkenal'adalah W.E. Hocking, yang berpen-dapat bahwa semua agama samasaja. Obsesi Hocking yang menonjoladalah bagaimana sebenarnya
hubungan antaraagama-agama yang
terdapat di duniaini dan bagaimana,cara rekonsepsi da-;pat memenuhi rasakebutuhan akan sur
atu agama dan me-ngandung unsur--unsur dari berbagai!agama.
Paham ini me-
nekankan bahwa
orang harus tetapmenganut agamanya sendiri, akan te-
tapi ia harus memasukkan imsur--unsur ajaran agama lain. Dalam halini, Mukti Ali berpendapat bahwacara kedua ini pun tidak bisa diterima, karena dengan menempuhcara tersebut, maka agama tidakubahnya seperti produk pemikiranmanusia semata. Padahal agama
dalam ajaran Islam, al-Khalik atau Sang Pencipta
adalah sama sekali
berbeda dengan makhluk(yang diciptakan). AntaraKhalik dengan makhluk
terdapat garis bataspemisah, sehingga
menjadi jelas siapa yangdisembah dan imtuk siapa
orang itu berbakti ataumengabdi
JPlFakultas Tarbiyah UII. Vol.3 TH.II Mei 1997 35
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
secara fundamental diyakini ber-sumber dari wahyu Tuhan dan akaltidak mampu menciptakan ataumenghasilkan agama, tetapi aga-malah yang member! petimjuk danbimbingan kepada manusia untukmenggunakan akal dan nalarnya.
Ketiga, dengan jalan sintesis, yak-ni dengan menciptakan suatu aga-ma baru yang elemen-elemennyadiambil dari agama-agama lain.Dengan cara ini tiap-tiap pemelukdari suatu agama merasa bahwasebagian dari ajaran agamanya te-lah diambil dan dimasukkan ke
dalam agama sintesis. Dengan jalanini orang mendu-ga bahwa toleran-si dan kerukunan
hidup antarumatberagama akan ter-cipta dan terbina.Menurut Mukti Ali,cara sintesis ini jugatidak bisa diterima
karena setiap agama terkait secara
kental dan kuat ke
pada nilai-nilai, hu-kum-hukum, dansejarahnya sendiri.'
Keempat, denganjalan periggantian. Pandangan inimenyatakan bahwa agamanya sen-
dan ke percayaan lain yang berbedadengan agama yang dianutnya.Oleh karena itu agama lain haruslahdiganti dengein agama yang ia pe-luk. Dengan jalan ini, ia mendugabahwa kerukunan hidup beragamadapat diciptakan dan dikembang-kan.
Mukti Ali juga tidak dapat me-nerima jalan keempat ini karenaadanya kenyataan bahwa menurutkodratnya sosok kehidupan masya-rakat itu adalah pluralistik dalamkehidupan agama, etius, tradisi, se-ni budaya, dan cara hidup. Cara-ca-ra penggantian seperti tersebut di
atas tidak akan me-
nimbulkan keruku
nan hidup umat beragama, karena cara-caratersrimtakanmen-
dorong seseorangatau sekelompok orang untuk berupayakeras dengan segalacara imtuk menarik
orang lain agar me-nganut agama yangia peluk.
Kelima, denganjalan atau pendekat-an "setuju dalam
perbedaan." Gagasan ini menekan-kan bahwa agama yang ia peluk itu
secara
fundamental diyakinibersumber dari wahyuTuhan dan akal tidak
mampu menciptakanatau menghasilkan
agama, tet^i agamalahyang memberi petunjukdan bimbingan kepada
manusia untuk
men^unakan akal dannalamya
dirilah yang benar, sedangkan aga- adalah agama yang palingbaik. Wa-ma-agama orang lain adalah salah laupun demikian ia mengakui, diseraya berupaya keras agar para pe- antara agama yang satu denganngikut agama-agama lain itu me- yang lain, selainada perbedaan,ju-meluk agamanya. Ia tidak rela me- ga terdapat persamaan. Pengakuanlihat orang lain memeluk- agama seperti ini akan membawa pada
36 JPI Fakultas Tarbiyak UII, Vol.3TH.IIMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan
suatu pengertian yang dapat me-nimbulkan sikap saling menghargaidan saling menghormati antarakelompok agama yang satu denganyang lain.
Dalam visi Midcti Ali, pendeka-tan kelima inilah yang tepat dan cocok untuk dikembangkan dalammembina toleransi dan kerukunan
hidup umat beragama di Indonesiayang terkenal sebagai masyarakatyang majemuk. Setiap pemeluk agama hendaknya meyakini dan mem-percayai kebenaran agama yangdipeluknya. Ini adalah sikap yangwajar dan logis. Kalau ia tidak meyakini dan memper-cayai kebenaran agama yang dipeluknya,ia telah berlaku bo-
doh terhadap agamayang dianutnya.
Dalam konteks ter-
sebut, keyakinan terhadap kebenaranagama, tidak akan mem-buat dia berlaku eks-
klusif, akan tetapi jus-tru mengakui adanyaperbedaan denganagama yang dianutorang lain, di sampingtentu saja persamaan-persamaandengan agama yang dipeluknya.Sikap seperti ini akan membawa ke-pada terciptanya sikap setuju dalamperbedaan, yang sangat diperlukanimtuk membina dan mengembang-kan toleransi dan kerukunan hidupumat beragama di Indonesia.
Di samping itu, dalam membi-carakan masalah kerukunan antar-
umat beragama, harus didasarkanatas asumsi tentang adanya ke-mungkinan bertemunya berbagaipenganut agama dalam suatu lan-dasan bersama {common platform).Pertanyaan kita sekarang adalahadakah titik temu agama-agamatersebut?
Sebagai bangsa yang sering di-kagumi memiliki tingkat toleransikehidupan beragama yang tinggi,bangsa Indonesia sepantasnyamemberi jawaban ya. Sebab, menu-rut Nttrcholish Madjid (1995:91),
logika toleransi ataukerukunan ialah sa
ling pengertian danpenghargaan, yangpada urutannya me-ngandimg logika titik temu, meskipuntentu saja terbataspada hal-hal yangprinsipil. Untukhal-halyang rinci seperti ekspresi yangsimbolis dan for-
malistis, tentu sulit,bahkan tidak mimg-kin dipertemukan.
Masing-masing agama, bahkanmasing-masing kelompok dalamsuatu agama tertentu, memiliki idiom yang khas danbersifat eksoterisatau berlaku secara internal saja.Perbedaan idiom tersebut diha-
rapkan tidak menghalangi upayadialog antarumat beragama untuk
Setiap pemeluk agamahendaknya meyakini danmemperc^yai kebenaranagama yang dipeluknya.
Ini adalah sikap yangwajar dan logis. Kalau ia
tidak meyakini danmempercayai kebenaran
agama yang dipeluknya, iatelah berlaku bodoh
terhadap agama yangdianutnya.
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997 37
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
membangion suatu peradaban se-cara bersama-sama dalam rangkamenyejahterakan dan memakmur-kan kehidupan penghuni planetbumi. Islam sangatmenghargai dialog antarumat beragama, bahkanmensyaratkan cara yang lebih balkyakni sopan, etis, dan penuh teng-gang rasa (QS. 29:46).
Islam melarang umatnya untukmendiskreditkan umat lain yangtidak menyembah Allah, sebab pa-da akhimya merekapun akan men-cela Allah karena rasa permusuhantanpa dasar pengetahuan (QS.6:108). Bagaimanapun juga, rasapermusuhan tidakakan dapat menda-tangkan ketentera-man di hati umat
beragama, karenamasing-masing me-rasa terancam oleh
yang lain. Padahalketenteraman me-
rupakan salah satusyarat hadirnya ke-bahagiaan hidup.
Terhadap pe-meluk agama lain,Islam menggaris-kan suatu prinsip"Bagimu agamamu dan bagikuagamaku" (QS. 109:60). Inl dapatmenjadi satu konsep dasar toleransidalam arti untuk tidak saling me-ngusik keberadaan masing-masing.Aspek yang lebih mendalam adalahbahwa umat beragama tidak men-campuradukkan masalah ibadah
masing-masing agama dan umat Islam sendiri dilarang keras untukmengikuti upacara ritual agamalain, sekalipun dengan jaminanbahwa penganut agama lain akanmengikuti pula ritual umat Islam,ataupun atas nama toleransi dan ke-rukunan umat beragama.
Lembaga Pendidikan dan Kehidupan Umat Beragama
Agama monoteis, mengandungajaran yang dapat membawa ma-nusia kepada sikap intoleran, na-mun ia juga memuat ajaran-ajaranyang mendorong umat manusia
kepada toleransi dankerukunan hidupberagama. Sikap intoleran dan toleransi
antara umat beragama, menurut Hariint^asution (1995:274),lebih banyak tergan-tung kepada pelak-sanaan ajaran-ajaransuatu agama.
Dalam masyara-kat Indonesia, kehidupan umat beragama seolah-olahtidak mengenal tole
ransi, karena ajaran yang sering dia-jarkan oleh beberapa tokoh agamakepcida jamaahnya atau guru agamakepada anak didiknya, terkadangcenderung memberikan kesan danpengertian yang kurang memberikan tempat bagi toleransi antar-umat beragama.
Bagaimanapun juga,rasa permusuhan tidak
akan dapatmendatangkan
ketenteraman di hatiumat beragama, karenamasing-masing merasa
terancam oleh yanglain. Padahal
ketenteramanmerupakan salah satu
^arat hadirnyakebahagiaan hidup
38 JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3THM Mei 1997
Imam Moedjiono/ Peran Pendidikan
Upaya menjaga kerukunan an-tarumatberagama tidak dapat dila-kukan dengan sambil lalu saja, apa-lagi hanya bersifat kuratif tempprer.Upaya itu harus lebih bersifat pre-ventif kontemporer. Untuk itu, di-perlukan konsep teologi kerukunanantarumat beragama yang disusundalam suatu dialog intensif olehpara pemuka agama. Di sampingitu, diperlukan strategi penyebar-luasan konsep tersebut kepada.se-genap bangsa Indonesia. Bagi ma-syarakat Indonesia yang .majemukini, pemantapan toleransi bagi se-genap bangsa secara sistematis, ha-ruslah menjadi suatu upaya yangselalu ditumbuhkem-
bangkanUpaya-upaya sis
tematis, tersebut dapatdirealisasikan melalui
pendidikan sekolahmaupunluar sekolah.Ini sekaligus me-rupakan implemen-tasi konsep teologikerukunan beragamadan dapat ditempuh,melalui pelajaran agama di lembaga pendidikan formal, mulaidari tingkat pendi-
nanaman toleransi di kalangan ma-syarakat Indonesia yang majemukdan dapat dijadikan modal dasarpenyusunan konsep teologi keru-kur^, yakni, (1) mencoba meUhat ke-benaran yang ada dalam agama lain,(2)memperkedl perbedaan yang adadi antara agama-agama, (3) menon-jolkan persamaan-persamaan yangada dalam agama, (4)memupuk rasapersaudaraan se-Tuhan, (5) memu-satkan usaha pada pembinaan indi-vidu dan masyarakat manusia yangbaik, yang menjadi tujuan-beragamadari semua agama monoteis, (6) me-ngutamakanpelaksanaan ajaran-ajar-
an yang membawakepada .toleransiberagama, dan (7)menjauhi praktekserang-menyerang
antaragama.Ketujuh uraian
di atas,'dinilai rele-van untuk dikem-
bangkan oleh parapemuka masing-ma-sing agama dalammerumuskan kon
sep teologi kerukunan. Konsep tersebut memang perlu
Konsep tersebutmemwg perlu,
didialogkan olehpara pemuka agamadari masing-masihg
agama untukdikonftrmasikan dan
tidak dim^sudkanuntuk
"merukunkan"
ajaran semua agama
dikandasarhinggaperguruantinggi. didialogkan oleh para pemukaMemang diakui bahwa jampelajaranagama sangat terbatas, dan untuk itu,tidak semua hal yang seharusnyadiajarkan kepada para siswa danmahasiswa dapat disampaikan.
Harun Nasiition memberikantujuhpointers utama sebagai usaha pe-
JPl Fakultas Tarbiyah UIl, Vol.3 TH.II Met 1997
agama dari masing-masing agamauntuk dikonfirmasikan dan tidak
dimaksudkan untuk "merukun-
kan" ajaran semua agama, melain-kan mencari butir-butir ajaran padasuatu agama yang mengarah padakehidupan bersama secara damai.
39
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
Selanjutnya, butir ajarannyadiintemalisasikan kepada pemelukmasing-masing agama.
Upaya intemalisasi konsep ter-sebut secara sistematis dapat dila-kukan melalui lembaga pendidikan, dengan memasukkan dalam ku-rikulum. Mengingat jam untuk pendidikan agama dinilai kurang, ma-ka sekaligus dilakukan penambah-an jam pelajaran sebagai pengupa-yaan penyebarluasan konsep teo-logi kerukunan. Untuk pendidikandi luar sekolah, upaya-upaya inidapat dilakukan melalui ceramah-ceramah keagamaan, penataran,dialog antarumatberagama, dan se-bagainya. Melaluiupaya tersebut di-harapkan akan ter-cipta pola hubung-an yang sehat danharmonis di antara
para pemeluk suatuagama dengan yanglain.
Bagi bangsa Indonesia, teologi kerukunan dalam kon
sep yang lebih ma-ju, merupakan tun-tutan yang harus dipenuhl dan dalam kaitan dengan peningkatan in-sensitasnya, maka keberadaan lembaga pendidikan sangat bersifatstrategis. Terlebih dalam mengha-dapi suasana era industrialisasiyang segera dijalani masyarakatbangsa ini, penjelasan ajaran-ajaran
agama dengan menekankan per-lunya toleransi telah menjadi se-makin penting. Dengan begitu, jiwatoleransi antarumat beragama dikalangan bangsa Indonesia akan dapat ditumbuhkembangkan.
Terlepas dari kesimpulan ten-tang apakah yang melatarbelakangiterjadinya peristiwa mengenaskandi Sitiibondo, Tasikmalaya, danRengasdengklok adalah faktor agamaatau bukan, yang jelas peristiwa-peristiwa tersebut dapat meng-ganggu kerukunan hidup antarumat beragama. Oleh karenanya,kualitas kerukunan hidup antar
umat beragama hams ada strategi yanglebih intens dalam
meningkatkannya.Maka tepatlah kira-nya seruan MenteriAgama RI TarmidziTaher di hadapanpeserta Munas VIIBKPMRI di Ban
dung (Jawa Pos, 16/01/1997), agar parapemuka agama mem-bangunkualitasumat-nya dan tidak mengej-ar kuantitas umat de
ngan menambah-nambah jumlahumat secara agresif. Di dalam mem-bangun kualitas umat, secara im-plisit juga membangun kualitas
•kemkunan hidup dengan umat lain.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Agama juga menyatakan bahwa
Bagi bangsa Indonesia,teologi kerukunandalam konsep yang
lebih maju, merupakantuntutan yang harusdipenuhi dan dalam
kaitan denganpeningkatan
insensitasnya, makakeberadaan lembagapendidikan sangatbersifat strategis.
40 JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3TH.IIMti 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
yang dapat mensponsori kerukun-an antarumat beragama itu adalahumat Islam, dengan menganalogi-kan 200 juta penduduktidonesia da-lam sebuah perahu besar. Masing-masing kelompok masyarakat yangada dalam perahu mesti menjagaagar jangan sampai perahu tersebuttenggelam gara-gara ulah suatu kelompok masyarakat. Jika 87% pe-numpang kapal tersebut berjing-krak-jingkrak, kapal pun akan da-pat oleng. Lain halnya jika yang10%, 2%, atau 1% sekalipun jumpa-litan, kapalpun akan tetap melajudengan tenang dan tidak oleng. Se-bagai kelompok ma-yoritas, metafor Tar-midzi Taher tersebut
adalah bahwa umat
Islam merupakan pe-nentu utama keruku-
nan antarumat ber
agama.
Dalam konteks
tersebut, maka pendidikan Islam hams
mampu merespons
situasi ini denganlangkah yang dapatmenanamkan atau
mensosialisasikan
lah perididikan agama, sangat ber-kaitan dengan masalah toleransiberagama. Dalam masalah ini, pendidikan agama justm hams mampu menyumbangkan pola pemu-pukan toleransi antarumat beragama dan peningkatan keijasamaantarumat beragama dalam meng-hadapi masalah-masalah sosial.
Pendidikan agama pada dasar-nya adalah inheren dengan pem-bentukan perilaku. Tidak ada pendidikan agama tanpa pembentukanperilaku dan budi pekerti luhur.Segala upaya tersebut akan mene-mui kegagalan jika tidak ada kete-
ladanan; yang me-nurut Marwan Sa-
ridjo (1996:74) mempakan faktor do-minan dalam pembentukan perilakudan watak anak
didik. Oleh karena
itu, sikap pendidikagama terhadap pe-meluk agama lainsangatberpengaruhterhadap sikap anakdidik dalam meng-hadapipemeluk agamalain. Seorangpen-
pendidikan Islam hamsmampu merespons situasi
ini dengan lan^cah yangdapat menanamkan atau
mensosialisasikan kon^pIslam tentang kerukunanhidup beragama. Kepadaanak didik bahkan h^sdipertegas bahwa Islammempakan agama yang
cinta perdamaian, k^enasubstansi Islam itu sendiii
adalah perdamaian.
konsep Islam tentang kemkunan didik agama Islam hendaknya me-hidup beragama. Kepada anak di- miliki wawasan tentang universal-dik bahkan hams dipertegas bahwa isme Islam.Islam mempakan agama yang cinta Melalui pendidikan agama Is-perdamaian, karena substansi Islam lam kepada para siswa dapatlah di-itu sendiri adalah perdamaian. tanamkan pemahaman bahwa se-
Soedjatmoko (1988:273) mengakui bagai umat yang telah diberi semanurgensipenelaahan terhadap masa- untuk mencari "kalimatun sawa",
SPlFakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997 41
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
maka selayaknya senantiasa men-cari titik temu dan menonjolkankesamaan dengan umat lain. Di sinitidak dianjurkan untuk menonjolkan perbedaan, tetapi dengansegala kearifan justru harus berusa-ha mengeliminasikan perbedaan-perbedaan yang ada untuk tidak di-persoalkan dalam mewujudkankerjasama-kerjasama kebangsaan.Sirah Rasul yang sarat dengan nu-ansa toleransi dan kerukunan se-
pertl peristiwa fathu Makkah, pia-gam Madinah, serta sikap Rasulkepada umat lain dapat dijadikanrujukan dalam menumbuhkem-bangkan kerukunan antarumat bera-
gama.
Kekhawatiran
yang masih kitapendam adalah, da-patkan pendidikanIslam di Indonesia
ikut berperan seca-ra pasti dalam ikut-serta menciptakankehidupan yangrukun antarumat
bergama? Pertanya-an ini mimcul kare-
na asumsi-asumsi
pengajaran yang selama ini ber-
saat ini kita telah sampai di depanpintu gerbang sebuah abad yangserba cepat. Kalau kita selalu disi-bukkan dengan persoalan friksi ke-agamaan niscaya akan semakin ter-tinggal oleh bangsa lain yang semakin maju.
Tantangan yang menghadang dihadapan kita adalah bagaimanamelahirkan suatu generasi yangahggun secara moral dan berwi-bawa secara intelektual sehinggadisegani bangsa lain. Sebagai lang-kah pertama untuk menyelesaikantantangan tersebut adalah meng-galang keutuhan dan kerukunan
antarumat beragamasebagai suatu bangsayang besar, dan dalam hal ini lembagapendidikan Islamdan kalangan pendi-dik muslim, harus
menanggapinya dengan menunjukkanadanya kebaikan dalam ajaran agama laindalam proses penga-jarannya, untuk me-ngurangi kepicikanberagama anak di-diknya.
Kekhawatiran yangmasih Mta pendamad^ah, dapatkan
pendidikan Islam diIndonesia ikut
berperan secara pastidalam ikutserta
menciptakankehidupan yang
rukun antarumat
bergama?
42
Ini semua agar kita dapat tam-langsung masih mendorong out- pil sebagai bangsa yang berwibawaputnya pada bentuk kehidupan •dan memiliki rasa percaya dixi diyang eksklusif. Namun begitu, de- masa yang akan datang. Untuk itu,ngan mempercayai lahimya kesa- harus mampu merumuskan lang-daran universalisme manusia, ma- kah-langkah taktis dan strategis da-ka hal ini pasti mimgkin. •Apalagi, lam mengukir masa depan bangsa.
JPI Fakultas Tarbiyah UU, Vol.3TH.nMei 1997
Imain Mujiono, Peran Pedidikan,
karena hanya dengan bermodalkankesatuan dan kekompakan antar-segmen, dan senantiasa siap men-jaga kemkunan dengan saling meng-hormati sebagai saudara sebangsadan setanah air, maka bekerja keraskita dalam membangun bangsaakan, menurut istilah A. Syafii Ma-arif, (Adil, No. 19,19/02/1997), me-lahirkan peradaban yang asri dananggun, serta memiliki akar tiing-gal nilai-nilai luhur kemanusiaan;atau mengutip istilah Vaclav Havel,mempunyai peradaban yang memiliki jangkar transendental.
Kepustakaan
Abdullah, M. Ainin, 1996., StudiAgama Normativitas atau Histo-risitas?, Yogyakarta : PustakaPelajar.
AH, A. Mukti, 1971., Faktor-FaktorPenjiaran Islam, Jajasan Nida :Yogyakarta.
Chittik, C. WilHam, Februari 1991.,"The Islamic Concept of Human Perfection," dalam The
World & I,.
JPI Fakultas Tarbiyah UIl, Vol.3 TH.IIMei 1997
Hidayat, Komaruddin, 1995., "Ma-nusia dan Proses Penyempur-naan Diri" dalam Konstektu-
alisasi Doktrin Islarh dalam Se-
jarah, Jakarta : Paramadina.Madjid, Nurcholish, 1995., Islam
Agama Kemanusiaan, Jakarta :Paramadina. •
Muthahhari, Murtadha, 1992., Per-spektifAl-Quran tentang Manu-sia dan Agama, Bandimg: Mi-zan.
Nasution, Harun, 1992., Filsafat danMistisisme dalam Islam, Jakarta:Bulan Bintang.
1995., Islam Rasional Gagas-an dan Pemikiran, Bandung.:Mizan.
Said, W. Edward, 1978., Orientalism,New York: Pantheon.
Saridjo, Marwan, 1996., Bunga Ram-pai Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Amisco.
Shihab, Quraish, 1996., Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan.
Zaini, Syahminan, 1994., MengenalManusia Lezvat Al-Quran, Surabaya : Bina Ilmu.
DinSa5ramsudin,Republika,6/01/1997
43