PERAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER TERHADAP …
Transcript of PERAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER TERHADAP …
PERAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER
TERHADAP PENANGANAN ANGGOTA
KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN
JIWA SKIZOFRENIA
Skripsi
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Dita Intan Wahyuni
11160541000027
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442/2021
i
ABSTRAK
Dita Intan Wahyuni (11160541000027)
Peran Keluarga Sebagai Caregiver Terhadap Penanganan
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang
menyebabkan penurunan atau hilangnya fungsi-fungsi normal
seperti, fungsi sosial hingga kemunduran fungsi kognitif.
Skizofrenia termasuk pada jenis gangguan jiwa berat yang
memiliki gejala-gejala seperti, memiliki keyakinan yang tidak
benar (delusi atau waham), panca indera berfungsi tanpa
rangsangan (halusinasi), kekacauan dalam berpikir, menarik diri,
agresif dan gaduh gelisah, malas dan tidak punya hasrat, serta
apatis.Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh orang dengan
skizofrenia menandakan bahwa dibutuhkan bantuan dari keluarga
agar orang dengan skizofrenia dapat memenuhi kebutuhannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran
keluarga sebagai caregiver terhadap penanganan anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia. penelitian
ini menggunakan metode penelitian kajian kepustakaan yaitu,
dengan menggunakan data dan informasi yang diperlukan melalui
sumber literatur penelitian terdahulu. Penelitian ini menambahkan
tiga subyek caregiver yang merupakan salah satu informan dari
penelitian langsung terdahulu dan dianalisis demi memperkuat
penelitian ini. Penelitian ini secara keseluruhan berfokus pada
teori utama yaitu teori peran keluarga namun, pada analisis tetap
berhubungan dengan teori-teori penting lainnya seperti, teori
sistem, fungsi keluarga, caregiver, dan skizofrenia. Hasil yang
didapat dari penelitian ini yaitu peran keluarga sebagai caregiver
sangat berpengaruh pada kepulihan orang dengan skizofrenia.
Kunci: Skizofrenia, Peran Keluarga Sebagai Caregiver
ii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah,
nikmat, dan segala karunia yang telah diberikan kepada saya
sehingga dapat memperjuangkan dan menyelesaikan penelitian
ini. Sholawat serta salam juga tidak lupa selalu tercurahkan
kepada junjungan tercinta Nabi Muhammad SAW bersama para
keluarga, kerabat, dan sahabat yang telah sangat berjasa
membawa perubahan zaman kepada seluruh umat muslim.
Skripsi yang pada akhirnya bisa diselesaikan ini berjudul “Peran
Keluarga Sebagai Caregiver Terhadap Penanganan Anggota
Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Skizofrenia”
Dalam proses penyusunan skripsi ini, saya mendapat
banyak sekali dukungan, perhatian, semangat, bantuan, masukan,
dan juga doa dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, saya ingin
mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada pihak-pihak yang
telah berperan penting dan sangat berjasa dalam membantu saya
menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Diri saya sendiri yang telah sangat luar biasa berjuang untuk
menyelesaikan skripsi ini meskipun prosesnya tidak mudah
dan banyak hal yang terjadi menemani saat-saat penyusunan
skripsi ini. Terima kasih pada diri saya yang sudah melewati
semuanya hingga bisa seperti saat ini.
2. Keluarga saya yang sangat saya cintai terutama ibu saya
Rosidah yang selalu menguatkan saya, mendukung saya,
menyayangi saya, dan memenuhi segala kebutuhan saya.
Kedua, ayah saya Ujang Dayat yang selalu berusaha
iii
memenuhi kebutuhan dirumah termasuk saya, mendukung
saya, menyayangi saya, dan mengajarkan banyak hal. Kakak
kembar saya Irvan Nur Hidayat, S.E dan Arvin Nur Hidayat
yang telah sangat berjasa dan bertanggung jawab dalam
perkuliahan saya, menjadi kakak yang sangat baik, selalu
mendukung saya, memberikan banyak pelajaran berharga dan
energi positif pada diri saya. Terakhir dalam keluarga saya,
kedua kakak ipar saya kak Ns. Diya Wilyawati S.Kep dan kak
Elisa Damayanti yang selalu mendukung dan memberikan
energi positif selama saya menyusun skripsi ini.
3. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Bapak Suparto, M.Ed.,
Ph.D. Wakil Dekan Bidang Akademik yaitu Ibu Dr. Siti
Napsiyah Ariefuzzaman, MSW, Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum yaitu Bapak Dr. Sihabuddin Noor, M.A,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan yaitu Bapak Drs. Cecep
Sastrawijaya, MA.
4. Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu Bapak Ahmad Zaky, M.Si. dan
Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial yaitu Ibu Hj.
Nunung Khoiriyah, MA yang telah memberikan arahan dan
pengetahuan dalam penyusunan skripsi.
5. Dosen pembimbing akademik saya yaitu Bapak Ahmad
Darda, M.Pd yang telah membantu saya pada tahap awal
penyusunan skripsi.
6. Dosen pembimbing skripsi saya yaitu Bapak Drs. Helmi
Rustandi, M.Ag yang telah banyak sekali membantu saya
iv
dalam memberikan masukan, arahan, dan koreksi ketika
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.Terima kasih telah
mendukung saya, memberikan nasehat untuk saya, serta
memberikan motivasi dan energi positif sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
banyak ilmu dan pengalaman berharga kepada saya.
8. Teman-teman saya tercinta Amelda, Iyong, Okky, Sita, Eka,
Hani, Hikma, Farhah, Yana, Intan, Erlani, dan Alifatul yang
juga sangat berperan penting dalam kehidupan saya selama di
perkuliahan. Teman-teman yang telah menghabiskan waktu
praktikum satu bersama ketika di RSJ yang kami namai
dengan Tim Halu, Teman-teman praktikum dua di Desa
Kebon, terima kasih telah menemani saya berproses dan
menambah pengetahuan disana. Sahabat saya sejak dulu
Aprillian yang telah mendukung saya ketika menyusun
skripsi.
9. Keluarga Besar Prodi Kesejahteraan Sosial 2016 yang telah
menemani saya berproses dalam perkuliahan serta
memberikan banyak pelajaran dan pengalaman baru untuk
saya.
10. Keluarga Besar PMII dan KOPRI Komisariat Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Cabang Ciputat yang telah
membantu saya berkembang, bertemu banyak orang hebat,
memiliki banyak pengalaman, dan mempelajari banyak hal.
v
Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk
saya.
11. Keluarga Besar Social Work Sketch yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk belajar banyak hal dan
membuka wawasan saya tentang pekerjaan sosial.
12. Day6, NCT, dan SHINee yang telah menciptakan karya yang
luar biasa sehingga dapat menemani, menghibur, dan
memberikan semangat kepada saya dalam masa-masa sulit
kerika saya menyelesaikan skripsi.
Jakarta, 12 Maret 2021
Penulis,
Dita Intan Wahyuni
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR TABEL ..................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Batasan Masalah .................................................................. 8
C. Rumusan Masalah ............................................................... 9
D. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
E. Manfaat Penelitian ............................................................. 10
F. Kajian Terdahulu .............................................................. 11
G. Metode Penelitian .............................................................. 15
H. Sistematika Penulisan ........................................................ 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................... 18
A. Landasan Teori .................................................................. 18
1. Teori Peran ......................................................................... 18
2. Keluarga ............................................................................. 19
3. Teori Sistem ........................................................................ 21
4. Caregiver ............................................................................. 22
vii
5. Skizofrenia .......................................................................... 24
B. Kerangka Berpikir ............................................................. 26
BAB III DATA DAN TEMUAN .............................................. 29
1. Subyek Pertama ................................................................. 30
2. Subyek Kedua .................................................................... 34
3. Subyek Ketiga .................................................................... 39
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................... 44
1. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Perawatan
Medis Orang dengan Skizofrenia ......................................... 45
2. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Langsung Orang dengan Skizofrenia .............. 47
3. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Emosional Orang dengan Skizofrenia ............. 49
BAB V PENUTUP ..................................................................... 53
A. Kesimpulan ......................................................................... 53
B. Saran ................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 58
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Global Burden of Disease ......................................... 2
Tabel 2.1 Kerangka Berpikir ................................................... 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama yang ada di negara maju dan moderen.
Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit
kanker, kecelakaan, degeneratif dan gangguan jiwa (Hawari,
2001).
Seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan
mengalami ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam
kehidupannya sehari-hari, baik di rumah, di sekolah atau kampus
atau di lingkungan sosialnya. Salah satu faktor penyebab
seseorang mengalami gangguan jiwa adalah ketidakmampuan
individu maupun kelompok dalam melakukan adaptasi atau
penyesuaian diri, baik sebagai akibat dari adanya perubahan
sosial ataupun konflik orang-orang dengan lingkungan sosialnya
(Hawari, 2001).
Dalam data studi World Bank pada tahun 1995 yang
menunjukkan data pada beberapa negara maju dan negara
berkembang, diketahui bahwa masalah kesehatan jiwa
merupakan masalah dengan angka tertinggi penyebab Global
Burden of Disease.
2
Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa masalah
kesehatan jiwa termasuk pada masalah kesehatan yang cukup
besar dibandingkan masalah kesehatan lainnya yang ada di
masyarakat. Ini berarti bahwa masalah kesehatan jiwa perlu
untuk mendapatkan prioritas yang tinggi dalam upaya menjaga
kesehatan masyarakat. Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah
skizofrenia yang gambarannya mempunyai satu atau lebih dari
gejala psikotik berupa gangguan persepsi terhadap lingkungan,
kekacauan proses berpikir (waham). Kekacauan dalam berbicara
(inkoheren) dan kekacauan dalam tingkah laku dan gejala–gejala
negatif (Erlina, Soewadi, dan Pramono, 2010).
Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi berbagai individu termasuk berpikir dan
komunikasi, menerima dan menginterprestasikan realitas,
merasakan dan memajukan emosi serta perilaku dengan sikap
yang tidak bisa diterima secara sosial. Skizofrenia pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan mental dan karakteristik
29%
25% 21%
16% 9%
Tabel 1.1
Global Burden of Disease
Kesehatan Jiwa
Tuberkulosis
Kanker
Jantung
Malaria
3
dari pikiran dan persepsi, serta oleh efek yang tidak
wajar/inappropriate atau tumpul/blunted (Rosdiana, 2018).
Menurut data World Health Organization (WHO) 2016,
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, dan 47,5 juta
orang terkena demensia. (Biro Komunikasi dan Pelayanan
Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, 2016). Skizofrenia
merupakan gangguan mental yang berat. Pada saat ini, penderita
skizofrenia jumlahnya mengalami peningkatan terkait dengan
berbagai macam permasalahan yang dialami, mulai dari kondisi
perekonomian yang memburuk, kondisi keluarga atau latar
belakang pola asuh anak yang tidak baik sampai bencana alam
yang melanda.. (Pairan, Mubarok, dan Nugraha, 2018)
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa skizofrenia dapat
dialami oleh siapa saja dan dari negara manapun. Dengan angka
penderitanya yang cukup tinggi, membuka pengetahuan bahwa
skizofrenia bukanlah sesuatu yang dapat dianggap sepele.
Diperlukan pengetahuan untuk mempelajari tentang skizofrenia
secara mendalam agar keluarga dapat memberikan penanganan
yang tepat dan dapat membawa kondisi orang dengan
skizofrenia menjadi lebih baik.
Data Riskesdas 2013 memperlihatkan bahwa prevalensi
gangguan jiwa berat di Indonesia seperti, skizofrenia mencapai
sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk
Indonesia. (Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,
Kementerian Kesehatan RI, 2016).
4
Di Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di
bagian psikiatri adalah karena skizofrenia. Angka di masyarakat
berkisar 1-2% dari seluruh penduduk pernah mengalami
skizofrenia dalam hidup mereka. Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang banyak dapat memiliki prevalensi
skizofrenia yang tinggi. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian
skizofrenia secara komprehensif agar pencegahan penyakit
skizofrenia dapat dilakukan dengan baik (Zahnia dan Sumekar,
2016).
Dalam ilmu kesejahteraan sosial, penderita skizofrenia
dapat dikategorikan sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS), hal ini dikarenakan orang dengan skizofrenia
memiliki hambatan, kesulitan atau gangguan, yang
menyebabkan terhambatnya atau tidak terlaksananya fungsi
sosial orang dengan skizofrenia, karena itulah orang dengan
skizofrenia sulit untuk menjalin hubungan yang serasi dan
kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi
(Pairan, Mubarok, dan Nugraha, 2018).
Dalam hubungan dengan keluarganya orang dengan
skizofrenia juga menjadi tidak baik begitupun dalam
kepeduliannya terhadap dirinya sendiri, orang dengan
skizofrenia cenderung cuek, pasif, dan malas. Jika hal ini
dibiarkan terus-menerus akan membuat kondisi orang dengan
skizofrenia menjadi lebih buruk. Disinilah peran keluarga sangat
dibutuhkan. Pada orang dengan Skizofrenia, keluarga
5
merupakan faktor penting yang bisa membantu klien untuk pulih
dan dapat menjalankan kegiatan sehari-harinya secara mandiri.
Seperti yang dikemukakan oleh Zastrow (2004:79) dalam
Isbandi bahwa, keikutsertaan (partisipasi) dari anggota keluarga
biasanya diperlukan dalam proses ‘penyembuhan’ (klien) (Adi,
2015). Keluarga yang berpartisipasi dalam membantu orang
dengan skizofrenia dalam menjalankan kegiatan sehari-harinya
disebut juga sebagai caregiver.
Caregiver adalah penyedia asuhan kesehatan untuk anak,
dewasa dan Lansia yang mengalami ketidakmampuan fisik atau
psikis kronis (Stanley & Beare, 2006). Caregiver menurut
Oyebade adalah orang yang memberikan asuhan ataupun
perawatan kepada orang lain yang sakit atau tidak mampu
(Timby, 2009).
Terdapat 2 jenis caregiver yaitu formal caregiver dan
Informal caregiver. Formal caregiver merupakan individu yang
menerima bayaran untuk memberikan perhatian, perawatan dan
perlindungan kepada individu yang mengalami sakit. Sedangkan
Informal caregiver merupakan individu yang menyediakan
bantuan untuk individu lain dan masih memiliki hubungan
keluarga maupun dekat dengannya antara lain, keluarga, teman
atau tetangga dan biasanya tidak menerima bayaran (Bumagin
dan Hirn, 2006).
Karena penelitian ini berfokus pada peran keluarga
sebagai caregiver maka, keluarga termasuk pada caregiver
6
informal. Yang berarti keluarga membantu anggota keluarganya
yang mengalami skizofrenia dalam kehidupan sehari-harinya
tanpa adanya biaya.
Proses penanganan orang dengan skizofrenia memakan
waktu yang tidak sebentar. Pengobatan medis dan perawatan
oleh keluarga dibutuhkan dalam jangka waktu yang tidak bisa
dipastikan hingga kondisi orang dengan skizofrenia menjadi
lebih baik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga
orang dengan skizofrenia. Kedua hal tersebut saling berhubngan
dan membutuhkan satu sama lain. Untuk mencapai kepulihan
orang dengan skizfrenia, keduanya harus diperhatikan dan
dijalankan dengan baik. Semakin dijalalankannya baik
pengobatan medis atapun perawatan yang baik oleh keluarga,
semakin lebih baik kondisi orang dengan skizofrenia.
Seperti yang terdapat dalam penelitian Rosdiana,
dukungan dari keluarga dan lingkungan sangat dibutuhkan oleh
orang dengan skizofrenia. Jika proses pengobatan telah
dijalankan oleh orang dengan skizofrenia akan tetapi, ketika di
rumah dukungan dari keluarga dan lingkungan tidak terpenuhi
hal tersebut akan menghambat kepulihan orang dengan
skizofrenia. Dalam proses penanganan yang memakan waktu
tahunan ini dibutuhkan kesabaran serta ketekunan dari keluarga
(Rosdiana, 2018). Keluarga merupakan sistem pendukung utama
yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan
(sehat-sakit) klien (Yosep, 2011).
7
Orang dengan skizofrenia membutuhkan pengobatan
medis dan penanganan yang baik melalui keluarga untuk
mencapai kondisi pulihnya. Keluarga juga memiliki kewajiban
untuk menjalankan tanggung jawabnya dalam merawat anggota
keluarganya termasuk yang mengalami gangguan jiwa
skizofrenia. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Al-Qur’an
surah An-Nisa seperti berikut :
وليقو ية ضعفا خافوا عليهم فليتقوا الله لوا قول وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذر
٩ -سديدا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang
sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di
belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur
kata yang benar.” (QS. An-Nisa:9)
Dalam ayat tersebut dapat dimaknai bahwa Allah telah
meminta kepada kita untuk takut kepada-Nya ketika hendak
melepaskan tanggung jawab kita, kepada anak-anak kita dengan
meninggalkan mereka dengan segala keterbatasannya dan
keadaan yang tidak memungkinkan kesejahteraannya untuk hidup
secara mandiri. Begitupun Nabi juga bersabda:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah ada dari bayi
yang lahir melainkan terlahir diatas fitrah. Lalu kedua orang
tuanya lah yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya. (HR. Bukhari, No. 1358)
8
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan inilah
peneliti merasa bahwa penelitian ini perlu dilakukan untuk
mencari tahu bagaimana keluarga perlu memenuhi perannya
sebagai caregiver.
B. Batasan Masalah
Demi menghindari banyaknya pembahasan yang keluar
dari topik maka, perlu adanya batasan masalah yang akan diteliti
agar lebih memudahkan peneliti dan penelitian menjadi lebih
terarah. Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi
pembahasan penelitian yang dilakukan dengan memberikan
sebuah contoh penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu dan penelitian ini selanjutnya akan menjadi acuan bagi
peneliti dalam mengumpulkan data sekunder.
Sebagai pembatasan masalah ini peneliti mengambil
contoh penelitian yang sudah dilakukan oleh Novia Gitasari dan
Siti Ina Savira, yang merupakan mahasiswa prodi Psikologi,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Unesa. Penelitian ini berjudul
“Pengalaman Family Caregiver Orang Dengan Skizofrenia” yang
dilakukan di Surabaya pada tahun 2015. Salah satu subjek
ataupun partisipan yang ada pada penelitian tersebut juga akan
menjadi acuan dalam subjek penelitian saat ini. Penelitian ini juga
akan menjadi acuan untuk menentukan kriteria subyek penelitian
yaitu, merupakan salah satu anggota keluarga yang menjadi
seorang Caregiver utama dan telah mendampingi anggota
keluarganya yang merupakan orang dengan skizofrenia. Sasaran
9
penelitian ini adalah orang dengan skizofrenia yang masih
membutuhkan bantuan oleh keluarga.
Penelitian ini akan berfokus pada aspek peran keluarga
sebagai caregiver yang terkait pada aspek dukungan, perawatan,
dan perlindungan. Kemudian akan diuraikan sesuai dengan data
yang ditemukan dari sumber data sekunder atau kepustakaan.
C. Rumusan Masalah
Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang
masalah bahwa orang yang mengalami skizofrenia tidak hanya
membutuhkan pengobatan medis tetapi juga perawatan hingga
pemenuhan kebutuhannya yang tidak dapat dilakukan sendiri.
Maka, sangat dibutuhkan anggota keluarga yang berperan sebagai
caregiver untuk membantu kondisi tersebut dan membuat
keadaan orang yang mengalami skizofrenia menjadi lebih baik.
Dengan begitu, rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu, bagaimana peran keluarga sebagai caregiver dalam
menangani anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa
skizofrenia?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui peran keluarga sebagai caregiver dalam
melakukan tugasnya untuk menangani anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia
10
2. Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi bagaimana keluarga menjalankan
perannya sebagai caregiver dalam menangani orang
dengan skizofrenia
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi institusi untuk
lebih mengetahui kondisi keluarga orang dengan skizofrenia
dan menjadi gambaran untuk di masa depan.
2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan referensi dan
contoh untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan
dan dapat melengkapi kekurangan yang terdapat dalam
penelitian ini.
3. Bagi Kesejahteraan Sosial
Diharapkan penelitian ini dapat berguna dan turut serta
menjadi acuan dalam ilmu Pekerjaan Sosial Medis bidang
kejiwaan.
4. Bagi Keluarga
Sebagai acuan dan bahan untuk menambah pengetahuan baru
bagi keluarga klien dan masyarakat.
11
F. Kajian Terdahulu
Untuk menghindari adanya kesamaan peneliti melakukan
pengkajian kepada penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Adapun penelitian-penelitian yang menjadi kajian
adalah sebagai berikut:
1. Pengalaman Caregiver Dalam Merawat Pasien Pasca
Stroke Dirumah Pada Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru
Kota Tangerang Selatan (2013), penelitian ini dilakukan oleh
Erythrina Julianti mahasiswa program studi S-1 Keperawatan
UIN Jakarta. Penelitian ini berfokus pada pengalaman
caregiver ketika merawat pasien pasca stroke. Hasil
penelitian ini terjawab dengan pengalaman caregiver yang
beragam, sebagian besar caregiver juga merupakan pasangan
dari klien yang mana adalah keluarga klien sendiri. Perawatan
yang dilakukan oleh caregiver dirumah meliputi bantuan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, bantuan latihan aktivitas,
pemenuhan spiritual, dan lain sebagainya
2. Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien
Perilaku Kekerasan Di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi
Makarti Boyolali (2015), penelitian ini dilakukan oleh Arifin
Puguh Waskitho mahasiswa program studi S-1 Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta. Penelitian ini berfokus
kepada peran keluarga dalam mendukung proses
penyembuhan pasien perilaku kekerasan. Ada beberapa poin
terkait peran keluarga yang diteliti seperti, dukungan keluarga
12
terhadap proses penyembuhan, peran keluarga dalam
pengawasan minum obat, peran keluarga mengontrol emosi
pasien, dan peran keluarga mencegah kekambuhan pasien
perilaku kekerasan yang semua hasilnya baik.
3. Peran Keluarga Dalam Proses Resosialisasi Terhadap
Anak Berhadapan Dengan Hukum (Studi Kasus RH di Panti
Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta Timur) (2018),
penelitian ini dilakukan oleh Noor Rachmawaty mahasiswa
program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian ini berfokus kepada bagaimana keluarga
berperan dalam proses resosialisasi pada anak berhadapan
dengan hukum. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah peran
keluarga sangatlah penting pada proses resosialisasi anak
berhadapan dengan hukum guna mencapai hasil yang ingin
dicapai yaitu, anak berhasil menjalani proses resosialisasi dan
berhasil menjadi selayaknya anak seperti pada umumnya.
4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Keluarga
Sebagai Caregiver Pasien Skizofrenia (2018), penelitian ini
dilakukan oleh A.A. Istri Dalem Hana Yundari dan Ni Made
Yunita Dewi dari program studi Ilmu Keperawatan, STIKes
Wira Medika PPNI Bali. Penelitian ini berfokus pada faktor-
faktor yang berhubungan dengan peran keluarga sebagai
caregiver dengan menggunakan metode kuantitatif desain
penelitian korelasi melalui pendekatan cross sectional.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan pada
13
faktor pengetahuan dan sikap dengan peran keluarga sebagai
caregiver orang dengan skizofrenia. Selanjutnya, tidak
terdapat hubungan pada faktor fasilitas kesehatan dengan
peran keluarga sebagai caregiver orang dengan skizofrenia.
5. Hubungan Konsep Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Relationship Concept
of Family Support with Recurrence Rate in Schizophrenia
(2020), Penelitian ini dilakukan oleh Cindy Tiara, Woro
Pramesti, Upik Pebriyani, dan Ringgo Alfarisi, dari Program
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati, Departemen Ilmu Kejiwaan Rumah Sakit Jiwa
Propinsi Lampung, Departemen Imunologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Malahayati, Departemen Fisiologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati. Penelitian ini
berfokus pada terdapat atau tidaknya hubungan dukungan
keluarga dengan kekambuhan orang dengan skizofrenia yang
berlokasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung dengan
metode penelitian kuantitatif. Kesimpulan yang didapat dari
penelitian ini adalah terdapat hubungan pada dukungan
keluarga dengan kekambuhan orang dengan skizofrenia.
6. Potret Mantan Penderita Skizofrenia Ditinjau Dari
Strength Perspective (2020), penelitian ini dilakukan oleh
Lukman Effendi, Rudi Saprudin Darwis, dan Nurliana Cipta
Apsari dari Pasca Sarjana Kesejahteraan Sosial FISIP
Universitas Padjajaran, Dosen Jurusan Ilmu Kesejahteraan
14
Sosial FISIP Universitas Padjajaran, dan Pusat Studi CSR,
Kewirausahaan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, FISIP
Universitas Padjajaran. Penelitian ini berfokus pada
konseptualisasi perspektif kekuatan dalam keilmuan pekerja
sosial dengan menggunakan metode studi literatur. Hasil
akhir dari penelitian ini adalah mantan penderita skizofrenia
memiliki potensi dari beberapa aspek seperti sumber-sumber,
aspek pilihan-pilihan, aspek kemungkinan-kemungkinan,
aspek pengecualian-pengecualian dan aspek solusi.
7. Qualitative Study of Resilience of Family Caregivers for
Patients with Schizophrenia in Japan (2016), penelitian ini
dilakukan oleh Manami Amagai selaku Professor of
Psychiatric Mental Health Nursing, Graduate School of
Medicine, Kyoto University, Makiko Takahashi dari Miyoshi
Town Office, Saitama, dan Fumiki Amagai dari National
Center of Neurology and Psychiatry, Tokyo, Japan. Penelitian
ini berfokus pada ketahanan anggota keluarga yang merawat
orang dengan skizfrenia di Jepang dengan metode penelitian
kualitatif deskriptif berdasarkan fenomenologi. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah bahwa ketahanan keluarga dapat
mencegah kekambuhan dan membawa keadaan orang dengan
skizofrenia dalam kepulihan terhadap masyarakat.
15
G. Metode Penelitian
Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang
dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian diartikan
sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan
untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar,
hati- hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis,
2004, p. 24).
Metode penelitian yang peneliti lakukan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian studi ataupun kajian
kepustakaan yang mana penelitian ini mengacu kepada sumber-
sumber data literatur ilmiah seperti jurnal, buku, artikel, catatan,
dan sebagainya. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan yang bersumber kepada data-data
literatur ilmiah yang ditemukan peneliti secara online. Data-data
yang digunakan merupakan data-data yang saling berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan dengan harapan akan
mendapatkan hasil yang berguna bagi masa yang akan datang.
Dalam Mirzaqon. T, dan Budi Purwoko menurut
Sarwono (2006), penelitian kepustakaan adalah studi yang
mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian
sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan
landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Sementara
itu, menurut Sugiyono (2012) penelitian kepustakaan merupakan
kajian teoritis, referensi serta literatur ilmiah lainnya yang
16
berkaitan dengan budaya, nilai dan norma yang berkembang pada
situasi sosial yang diteliti (T. dan Purwoko, 2017).
Pendekatan studi kepustakaan ini bermaksud untuk menjawab
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait peran keluarga
sebagai caregiver dalam proses penanganan orang dengan
skizofrenia.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari, mengumpulkan, mencatat,
dan menentukan informasi yang didapatkan melalui kajian
kepustakaan. Penelitian kepustakaan sebagai kegiatan yang
dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan
menyimpulkan data dengan menggunakan metode/teknik tertentu
guna mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi melalui
penelitian kepustakaan (Khatibah, 2011). Penelitian kepustakaan
adalah cara penelitian bibiliogafi secara sistematik ilmiah, yang
meliputi pengumpulan bahan-bahan bibiliografi, yang berkaitan
dengan sasaran penelitian, teknik pengumpulan dengan metode
kepustakaan, dan mengorganisasikan serta menyajikan data-data.
(Danandjaja, 2014)
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data sekunder
melalui jurnal-jurnal ilmiah penelitian terdahulu secara online,
baik dalam maupun luar negeri.
17
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I : Terdiri dari pendahuluan yang berisi pemaparan latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode
penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II : Terdiri dari landasan teori, kajian pustaka, dan
kerangka berpikir
BAB III : Terdiri dari temuan-temuan dan analisa data
BAB IV : Berisi uraian yang mengaitkan dengan latar belakang,
teori, dan analisis dari penelitian.
BAB V : Berisi simpulan dan saran dari penelitian.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Peran
Teori peran adalah sebuah teori yang digunakan dalam
dunia sosiologi, psikologi dan antropologi yang merupakan
perpaduan berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Teori
peran berbicara tentang istilah “peran” yang biasa digunakan
dalam dunia teater, dimana seorang aktor dalam teater harus
bermain sebagai tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku secara tertentu. Posisi
seorang aktor dalam teater dinalogikan dengan posisi seseorang
dalam masyarakat, dan keduanya memiliki kesamaan posisi.
(Sarwono, 2015, p. 215)
Menurut Biddle dan Thomas dalam Sarwono, istilah teori
peran terbagi dalam empat golongan yaitu, terkait orang-orang
yang mengambil bagian dalam interaksi sosial, perilaku yang
muncul dalam interaksi tersebut, kedudukan orang-orang dalam
berperilaku, serta kaitan antar orang dan perilaku. (Sarwono,
2015, p. 215)
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status).
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Dapat
disimpulkan bahwa peran merupakan interaksi dan tingkah laku
seseorang untuk memenuhi harapan orang lain sesuai dengan
kedudukan dan status mereka. (Soekanto, 2004, p. 243)
19
2. Keluarga
a. Peran Keluarga
Dalam peran keluarga menurut Nasrul Effendi,
terdapat beberapa peran dari masing-masing anggota
keluarga seperti, peran ayah sebagai suami dari istri dan
anak-anak berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung, pemberi rasa aman dan sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya.
Peran ibu yang merupakan seorang istri dan ibu
dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan salah satu kelompok dari
peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
Peran anak melaksanakan peranan psikososial
sesuai dengan perkembangannya baik fisik, mental, sosial,
dan spiritual. Dalam peran keluarga, keluarga berperan
penting untuk tumbuh kembangnya seorang anak baik
secara rohani maupun secara fisik. (Effendi, 1998, p. 34)
b. Fungsi Keluarga
Menurut Minuchin seperti dikutip oleh Lestari,
keluarga merupakan tempat yang penting bagi
perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial.
Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang,
20
perlindungan, dan identitas bagi anggotanya. Keluarga
menjalankan fungsi yang penting untuk keberlangsungan
masyarakat dari generasi ke generasi.
Menurut Berns keluarga memiliki lima fungsi
dasar yaitu, dalam fungsi reproduksi keluarga memiliki
tugas untuk mempertahankan populasi yang ada didalam
masyarakat. Dalam fungsi sosialisasi/edukasi keluarga
menjadi sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi
sebelumnya ke generasi yang lebih muda.
Keluarga juga memiliki fungsi penugasan peran
sosial dengan memberikan identitas pada para anggotanya
seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender.
Dukungan ekonomi juga diberikan oleh keluarga dengan
menyediakan tempat berlindung, makanan, dan jaminan
kehidupan. Selanjutnya, dukungan emosi/pemeliharaan
yang diberikan oleh keluarga sebagai pengalaman interaksi
sosial yang pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi
bersifat mendalam, mengasuh, dan berdaya tahan sehingga
memberikan rasa aman pada anak (Lestari, 2012, p. 22).
Horton dan Hunt mengidentifikasikan fungsi
keluarga yaitu sebagai fungsi dalam mengatur penyaluran
dorongan seks. Tidak ada masyarakat yang
memperbolehkan hubungan seks sebebas-bebasnya. Dalam
fungsi reproduksi, keluarga memiliki fungsi reproduksi
berupa pengembangan keturunan pun selalu dibatasi dengan
aturan yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga.
21
Keluarga juga berfungsi untuk melakukan
sosialisasi anggota baru kepada masyarakat sehingga dapat
memerankan apa yang diharapkan darinya. Keluarga sangat
berperan penting dalam pembentukan diri seseorang. Selain
itu, keluarga mempunyai fungsi afeksi yang berarti,
keluarga memberikan cinta dan kasih pada seorang anak.
Selain pada status yang terkait dengan jenis
kelamin, urutan kelahiran, dan hubungan kekerabatan
keluarga juga memberikan status pada suatu kelas sosial
tertentu. Keluarga juga memberikan perlindungan kepada
anggotanya, baik perlindungan fisik maupun bersifat yang
bersifat kejiwaan. Akhirnya, keluarga pun menjalankan
fungsi ekonomi tertentu seperti produksi, distribusi, dan
konsumsi. (Sunarto, 2004, pp. 63-64)
3. Teori Sistem
Teori sistem dalam pekerjaan sosial berasal dari teori
sistem secara umum yang dikembangkan pada tahun 1940 dan
1950an dalam ilmu managemen dan psikologi dan
disempurnakan oleh Von Bertalanffy (1971). Teori biologis ini
melihat semua organisme sebagai sistem yang dibentuk dari
sub sistem dan sebaliknya adalah bagian dari super sistem.
Teori sistem berlaku dalam sistem sosial, seperti kelompok,
keluarga dan masyarakat serta sistem biologis. Hanson (1995)
berpendapat bahwa nilai teori sistem adalah berhubungan
dengan ‘semua’ dibanding hanya dengan suatu perilaku sosial
22
sebagaimana dijelaskan oleh teori-teori lainnya.
(Ariefuzzaman & Fuaida, 2011, p. 65)
Sistem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
sistem keluarga. Menurut Zastrow sebagaimana dikutip oleh
Isbandi, dengan melihat keluarga sebagai suatu sistem yang
anggotanya saling berinteraksi dan mempunyai saling
ketergantungan satu dengan lainnya. Karena itu, masalah yang
dihadapi oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika
yang ada di keluarga mereka. Sebagai konsekuensinya,
perubahan pada satu anggota keluarga (members of the family)
akan dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
Zastrow sebagaimana dikutip oleh Isbandi juga
mengemukakan alasan lain untuk menempatkan keluarga
sebagai fokus perhatian, karena keikutsertaan (partisipasi) dari
anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses
‘penyembuhan’ klien (Adi, 2015, p. 175) .
4. Caregiver
Caregiver merujuk kepada seseorang yang menyediakan
pelayanan kepada orang lain sesuai dengan kebutuhan (John
Hopkins University, 2006). Menurut Awad dan Voruganti
(2008), Caregiver adalah seorang individu yang mempunyai
tugas untuk merawat dan mendukung orang lain dalam
kehidupannya (Awad & Voruganti, 2008).
The National Family Caregivers Assosiation (NFCA)
mendefinisikan caregiving sebagai pemberian dukungan akan
23
kebutuhan kesehatan baik fisik maupun mental untuk merawat
salah seorang keluarga (Talley, McCorkle, dan Baile, 2012).
a. Tugas dan Fungsi Caregiver
Menurut Garnand (2012) Ada 3 tugas spesifik
sebagai caregiver yang pertama yaitu, dukungan medis
(medical support) yang termasuk penjadwalan, membantu
dalam pengobatan, monitor efek samping, memanajemen
luka, memonitor rekam medis, dan petunjuk medis. Kedua,
pengaturan jaminan dan keuangan (insurance and financial
management) dengan menyeleksi rencana asuransi yang
tepat, membantu menyiapkan obat baru dan obat-obatan
yang mahal, atau menemukan sumber asuransi dan
menyelamatkan keuangan juga menabung. Manajemen
rumah tangga (household management)berikut kepada
manajemen nutrisi, keamanan, kontrol infeksi, menyiapkan
dukungan fisik emosional dan spiritual. (Garnand, 2012)
b. Keluarga sebagai Caregiver
Menurut MetLife dan NAC (2006) dalam Talley
(2012), caregiver keluarga adalah seseorang yang memberi
perawatan kepada keluarga dan seseorang yang dicintainya
dalam keadaan lemah, menua, atau memiliki keterbatasan
mental dan fisik (Talley, McCorkle, dan Baile, 2012). Bila
salah satu anggota keluarga menderita gangguan
kesehatan, keluarga yang lain mengemban peran sebagai
24
pemberi asuhan atau caregiver (Friedman, Bowden, dan
Jones, 2010).
Menurut Horowitz (1985), Caregiver keluarga
memberikan perawatan informal mencakup 4 dimensi yaitu
perawatan langsung (seperti membantu dressing,
manajemen obat-obatan), perawatan emosional
(menyediakan dukungan sosial dan dukungan lainnya),
perawatan medis (bernegosiasi dengan orang lain,
termasuk tenaga kesehatan, untuk kepentingan pasien),
pengaturan finansial (mengatur sumber keuangan,
termasuk penghasilan dan pembelanjaan) (Talley,
McCorkle, dan Baile, 2012).
Fungsi dari caregiver keluarga adalah
merawat klien yang menderita suatu penyakit termasuk
juga menyediakan makanan, memebawa klien ke
pelayanan kesehatan, dan memberikan dukungan
emosional, kasih sayang dan perhatian (Tantono, 2006)
5. Skizofrenia
Menurut Keliat (2015) skizofrenia merupakan suatu
gangguan jiwa berat yang bersifat kronis yang ditandai dengan
ganggguan komunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau
waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan fungsi
kognitif serta mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. (Keliat dan Pawirowiyono, 2015)
Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik yang
menimbulkan gejala kejiwaan, seperti kekacauan dalam
25
berpikir, emosi, persepsi, dan perilaku menyimpang, dengan
gejala utama berupa waham (keyakinan salah), delusi
(pandangan yang tidak benar), dan halusinasi (persepsi tanpa
ada rangsang pancaindra). Skizofrenia merupakan penyakit
yang mudah kambuh dan bisa menetap dalam jangka waktu
yang cukup panjang. Bisa saja penyakit ini menetap pada
penderita seumur hidupnya. Bila dibiarkan, penyakit ini dapat
mengakibatkan kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan
sosial penderita. (Pairan, Mubarok, dan Nugraha, 2018, p. 64)
Beberapa penelitian menggolongkan gejala-gejala
(simptom) skizofrenia menjadi dua golongan yaitu skizofrenia
simptom positif dan skizofrenia simptom negatif. Skizofrenia
simptom positif adalah fungsi yang berlebihan atau
penyimpangan dari fungsi normal.
Gejala positif tersebut yakni, delusi atau waham, yaitu
suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).
Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa
keyakinannya tidak rasional, namun penderita tetap meyakini
kebenarannya. Kemudian juga terdapat halusinasi, yaitu
pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan (stimulus).
Misalnya penderita mendengar suara suara/bisikan-bisikan di
telinga padahal tidak ada bisikan atau suara-suara itu.
Kekacauan alam pikir juga terjadi, yang dapat dilihat dari
isi pembicaraan. Misalnya bicaranya kacau. Kondisi yang
gaduh, gelisah tidak dapat diam, agresif, bicara sangat
bersemangat dan gembira berlebihan. Seringkali merasa
dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat dan
26
sejenisnya. Selalu curiga hingga pikirannya penuh dengan
kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya
dan memiliki rasa permusuhan.
Sedangkan, gejala negatif skizofrenia adalah pengurangan
atau hilangnya fungsi-fungsi normal dimulai dari, alam
perasaan (affect) “ tumpul” dan “mendatar”. Dapat dilihat dari
gambaran wajah yang tanpa ekspresi. Senang menarik diri atau
mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain dan suka melamun. Minimnya kontak emosional,
sulit diajak bicara dan pendiam.
Menjadi pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan
sosial, menghadapi kesulitan dalam berfikir abstrak, dan tidak
ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif,
tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton,
serta tidak ingin apa-apa dan serba malas. (Hawari, 2001)
B. Kerangka Berpikir
Keluarga berperan sebagai caregiver merupakan hal yang
sangat diperlukan dalam pulihnya orang dengan skizofrenia.
Untuk mencapai kondisi pulih pada orang dengan skizofrenia
memerlukan waktu yang tidak sebentar dan tanpa keluarga yang
berperan sebagai seorang caregiver, kondisi orang dengan
skizofrenia akan sulit untuk pulih dan menjalani hari-hari mereka.
Orang dengan skizofrenia membutuhkan keluarga yang
berperan sebagai caregiver karena mereka kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Orang dengan skizofrenia
27
memerlukan keluarga untuk selalu mengontrol kondisi mereka
dirumah, melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, minum,
berpakaian, mengkonsumsi obat dengan teratur dan peduli pada
kondisi kesehatan mereka.
Selain itu, orang dengan skizofrenia juga membutuhkan
dukungan emosional berupa perhatian dan kasih sayang. Orang
dengan skizofrenia dengan kondisi emosional yang tidak stabil
memerlukan penyesuaian emosional dari keluarga, ini berarti
keluarga juga perlu untuk mengerti gejala-gejala yang dialami.
Selanjutnya, terdapat uraian secara spesifik bagaimana
peran keluarga sebagai caregiver yang diteliti. Dengan mengacu
kepada teori peran keluarga hingga teori caregiver peneliti
menggabungkan kedua teori tersebut menjadi 3 pokok penelitian
penting yang menjadi kerangka penelitian yang diteliti.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti membuat kerangka
berpikir berikut agar memudahkan penggambaran dalam
penelitian ini: Tabel 2.1
ODS
Dokter
Perawat Medis
Caregiver
Keluarga
28
1. Dokter dalam orang dengan skizofrenia berperan penting
untuk memberikan diagnosa, memeriksa kondisi fisik,
mengontrol perkembangan, serta memberikan pengobatan baik
melalui obat maupun terapi.
2. Perawat medis berperan untuk melakukan perawatan atau
pengasuhan dan memenuhi segala kebutuhan orang dengan
skizofrenia ketika berada di Rumah Sakit.
3. Caregiver keluarga berperan penting dalam hal memberikan
perawatan ketika dirumah seperti, perawatan medis yang
meliputi pemenuhan kebutuhan obat-obatan dan
memeriksakan kondisi kesehatan. Selanjutnya, caregiver
keluarga juga berperan penting untuk membantu memenuhi
kebutuhan sehari-hari orang dengan skizofrenia yang meliputi
kebutuhan fisik (makanan, perawatan diri, tempat tinggal) dan
kebutuhan psikis atau emosional (dukungan emosional, kasih
sayang, perhatian). Inilah yang menjadi topik untuk penelitian
ini.
29
BAB III
DATA DAN TEMUAN
Menjalankan peran sebagai seorang caregiver bukanlah
suatu hal yang mudah dilakukan. Selain karena waktu yang
dilalui tidak sebentar, dibutuhkan juga pengetahuan tentang
skizofrenia serta cara perawatan dirumah yang efektif sehingga
akan berdampak pada keadaan orang dengan skizofrenia yang
lebih membaik dan mandiri. Dibutuhkan juga kesabaran dan
semangat yang luar biasa dalam setiap proses yang dilalui, hingga
ketelatenan seorang caregiver skizofrenia dalam kesehariannya
memenuhi kebutuhan orang dengan skizofrenia.
Seperti yang dikemukakan oleh Herdman (2014) yang
dikutip dari peneitian Yundari & Dewi bahwa, salah satu kriteria
keberhasilan pada perawatan orang dengan skizofrenia dirumah
adalah dengan peran keluarga dalam pengelolaan pengobatan
untuk mencegah kekambuhan dan mendukung proses terapi
(Yundari dan Dewi, 2018, p. 29).
Selanjutnya, pada bagian ini peneliti bermaksud untuk
memberikan informasi berupa subyek yang bersumber dari
penelitian terdahulu berdasarkan pengalaman langsung tiga orang
caregiver dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda.
Dengan adanya beberapa perbedaan tersebut, peneliti berharap
hal tersebut dapat menjadikan penelitian ini lengkap dengan
ragamnya informasi yang didapatkan.
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai subyek
untuk penelitian ini berupa jurnal penelitian yang memiliki
30
subyek langsung yaitu seorang caregiver dari pihak keluarga
yang dijadikan sebagai sumber informasi. Subyek ini dipilih
untuk lebih menguatkan lagi penelitian ini dengan mengkaji
pengalaman dan informasi yang sudah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Peneliti telah memilih tiga jurnal penelitian yang
memiliki beberapa keterkaitan informasi dan yang sesuai dengan
topik yang diteliti. Ketiga penelitian ini memiliki latar belakang
waktu, budaya, dan tempat yang berbeda. Berikut adalah
beberapa informasi terkait ketiga tersebut yang juga akan menjadi
bagian dari informasi mengenai subjek penelitian :
1. Subyek Pertama
Penelitian yang disusun oleh dua orang mahasiswa Psikologi,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya pada
tahun 2015 yang bernama Novia Gita Sari dan Siti Ina Savira
yang berjudul “Pengalaman Family Caregiver Orang Dengan
Skizofrenia”. Penelitian ini memiliki total 6 orang informan
dengan nama SR, Y, MNC, I, S, LTH, yang semuanya
merupakan seorang caregiver. Semua informan ini telah
bersama dan merawat orang dengan skizofrenia dalam kurun
waktu minimal 1 tahun.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu wawancara dengan jenis wawancara semi
terstruktur. Dari 6 orang informan peneliti memutuskan untuk
memilih SR sebagai subjek. SR dalam penelitian ini
merupakan seorang adik yang memiliki kakak dengan
skizofrenia dan juga merupakan caregiver utama yang
merawat kakaknya. Walaupun kakak-kakak SR yang lain juga
31
seringkali ikut bergantian merawat akan tetapi, hal tersebut
hanya terjadi ketika SR sudah tidak bisa menangani kakaknya
atau ketika kondisi kakaknya sedang marah dan mengamuk.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa ketika kondisi kakaknya
sedang tidak baik atau sedang marah dan mengamuk, SR
langsung menghubungi kakaknya yang lain untuk membantu
menangani.
Alasan peneliti memilih SR diantara 6 orang informan
caregiver lainnya adalah karena berdasarkan informasi dari
hasil wawancara oleh peneliti sebelumnya mengenai SR, SR
yang paling memenuhi informasi yang dibutuhkan bagi
penelitian ini. Meskipun jika seandainya pada hasil akhir nanti
terdapat beberapa poin yang tidak sesuai, yang ingin
difokuskan oleh peneliti adalah terkait pada temuan-temuan
tersebut dan informasinya.
a. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Perawatan
Medis Orang Dengan Skizofrenia
Dalam penelitian terhadap informan SR, SR
menceritakan pengalamannya terkait pengobatan medis
salah seorang kakaknya yang merupakan orang dengan
skizofrenia. Informan SR mengatakan dalam wawancara
yang dilakukan oleh peneliti terdahulu bahwa, SR sudah
membawa anggota keluarganya yang merupakan orang
dengan skizofrenia untuk melakukan pengobatan medis.
SR juga mengatakan bahwa biaya untuk bisa mendapatkan
obatnya senilai seratus ribu lebih. Harga tersebut cukup
berat bagi SR sehingga, ketika kondisi ekonomi keluarga
32
sedang tidak baik, keluarga jadi tidak memiliki uang untuk
menyediakan obat yang pada akhirnya konsumsi obat
harus berhenti sementara waktu.
b. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Langsung Orang Dengan Skizofrenia
Informan SR mengakui terus berusaha untuk
memenuhi kebutuhan langsung kakaknya yang merupakan
orang dengan skizofrenia. Meski diliputi kesulitan secara
finansial, SR tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan
akan obat kakaknya dengan memberikan obat kepada
kakaknya. Namun, ketika SR sudah benar-benar kesulitan
secara finansial untuk menebus obat pada akhirnya SR tidak
bisa memberikan obat kepada kakaknya itu.
Dalam penelitian ini juga terdapat informasi
bahwa ketika kesulitan dalam pemberian makanan, SR
sering mendapatkan bantuan dari tetangganya secara cuma-
cuma atau gratis. Terkadang bantuan tersebut juga berupa
uang tunai, lauk pauk, atau bahkan nasi. SR mengaku
bahwa meskipun SR mengalami kesulitan pada saat
menjalankan perannya sebagai seorang caregiver, SR
seringkali mendapatkan bantuan dari anggota keluarganya
yang lain yaitu kakaknya. SR juga percaya bahwa SR tidak
perlu khawatir terhadap beban finansial yang harus
ditanggung dalam merawat kakaknya yang merupakan
orang dengan skizofrenia karena, menurutnya rezeki itu
33
akan ada pada waktunya dan sudah dipersiapkan untuknya
dan kakaknya.
c. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Emosional Orang Dengan Skizofrenia
Dalam menjaga kestabilan emosi, SR selalu
memanggil anggota keluarga yang lain ketika kondisi orang
dengan skizofrenia sudah tidak terkendali. Ketika dalam
kondisi yang sulit untuk dikendalikan, kakaknya akan
melemparkan apapun dan ketika sudah tidak mampu
mengatasi kondisi tersebut, SR akan menghubungi
kakaknya. Menurutnya, kakaknya itu hanya takut dengan
anggota keluarganya yang lain.
Meskipun terkadang merasakan kesulitan ketika
orang dengan skizofrenia sedang dalam keadaan tidak
terkendali, SR tetap berusaha merawat dan selalu
mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan kakaknya yang
merupakan orang dengan skizofrenia. Bahkan ketika
mengalami kesulitan ekonomi pun SR tetap percaya bahwa
rezeki untuk kakaknya sudah dipersiapkan.
Dari keseluruhan penelitian tersebut yang sudah
dilakukan, peneliti menemukan beberapa hal yang terungkap
ketika seorang anggota keluarga menjadi seorang caregiver.
Pertama, yaitu masalah yang muncul dan harus dihadapi ketika
menjadi seorang caregiver skizofrenia. Dalam subyek SR ini,
terdapat masalah materi atau ekonomi yang tidak hanya dapat
34
menghambat kepulihan orang dengan skizofrenia tetapi juga,
dapat berdampak pada keberlangsungan hidup keluarga.
Kedua, dengan adanya masalah-masalah yang dihadapi
keluarga tetap berusaha merawat dan memenuhi kebutuhan
orang dengan skizofrenia. Penelitian ini berfokus pada
kekuatan dan usaha keluarga dalam melewati dan mengatasi
masalah-masalah tersebut.
2. Subyek Kedua
Penelitian yang disusun pada tahun 2017 oleh mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Widyagama
Mahakam Samarinda berlokasi di Sebakung Jaya yang
bernama Rosdiana. Jurnal penelitian ini berjudul “Identifikasi
Peran Keluarga Penderita dalam Upaya Penanganan Gangguan
Jiwa Skizofrenia”. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi
jumlah informan yang terdapat pada penelitian ini ada 6 orang.
Para informan ini terdiri dari 3 orang yang merupakan
caregiver keluarga, 1 orang petugas kesehatan puskesmas
Sebakung Jaya, 1 orang kepala desa, serta 1 orang petugas
Rumah Sakit Jiwa Atma Husada Samarinda.
Data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah hasil
dari dilakukannya wawancara secara mendalam, observasi, dan
dokumentasi pada keluarga maupun orang dengan skizofrenia.
3 orang informan yang juga merupakan caregiver keluarga
masing-masing berinisial S, I, dan D. Dari ketiga caregiver
keluarga yang semuanya merupakan orangtua orang dengan
35
skizofrenia. Pada penelitian ini, peneliti memutuskan untuk
lebih berfokus pada informasi pada informan I dan anggota
keluarganya yang merupakan orang dengan skizofrenia.
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa I merupakan
seorang ibu sekaligus seorang caregiver yang berjuang
merawat anak pertamanya yang masih berusia 21 tahun.
Diketahui pula, bahwa I bekerja mengelola perkebunan karet
milik oranglain yang hasilnya dibagi sesuai dengan
persetujuan pemilik perkebunan.
Alasan peneliti memilih untuk lebih berfokus pada
informan I adalah karena I memiliki latar belakang kondisi
keluarga yang berbeda dari subyek yang difokuskan oleh
peneliti dari sumber data jurnal penelitian pertama. Informasi
terkait informan yang dipaparkan oleh penyusun jurnal
tersebut merupakan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti
untuk melengkapi penelitian ini. Beberapa perbedaan pasti
akan selalu ada dan hal tersebut yang membuat informasi
menjadi lengkap dan beragam.
a. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Perawatan
Medis Orang Dengan Skizofrenia
Informan selanjutnya adalah seorang ibu yang juga
sekaligus berperan sebagai caregiver dengan bertanggung
jawab terhadap anaknya. Ibu ini berinisial I yang merawat
anaknya yang sudah mengalami skizofrenia sejak umur 19
tahun. Diketahui bahwa I sudah mengambil keputusan
untuk membawa anaknya menjalani pengobatan medis dan
36
mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa Atma
Husada Samarinda.
Hanya saja, berdasarkan informasi yang
disampaikan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Atma Husada
Samarinda diketahui bahwa, dari pihak orangtua atau pihak
I hanya dua kali datang selama anaknya dirawat disana.
Pertama, ketika pertama kali membawa rujukan dan
mengurus administrasi terkait. Kedua, pada saat
menjemput kepulangan anaknya ketika sudah
diperbolehkan. Keluarga benar-benar menyerahkan seluruh
proses pengobatan kepada pihak rumah sakit. Pengetahuan
keluarga sebagai seorang caregiver skizofrenia sendiri
masih minim ditambah lagi dengan pemikiran bahwa orang
dengan skizofrenia tidak akan bisa pulih.
b. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Langsung Orang Dengan Skizofrenia
Dalam hal kebutuhan obat-obatan ataupun
kebutuhan cek kesehatan bila terjadi masalah lainnya,
diketahui bahwa I telah berusaha memenuhi kebutuhan
tersebut. Menurut petugas kesehatan Puskesmas juga
menyatakan bahwa kontrol ketika kehabisan obat ataupun
ingin melakukan konsultasi adalah hal yang rutin
dilakukan oleh pihak keluarga disana. Bahkan ketika
kondisi orang dengan skizofrenia tidak memungkinkan dan
butuh penanganan intensif, keluarga biasanya langsung
37
menerima rujukan untuk melakukan perawatan di RSJ
Atma Husada Samarinda.
Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa
keluarga juga masih kurang dalam memenuhi kebutuhan
langsung orang dengan skizofrenia terutama dalam hal
fisik dan lingkungan. Kondisi kebersihan fisik dan
lingkungan sekitar seperti kamar orang dengan skizofrenia
yang kotor bahkan dapat dikatakan memprihatinkan, pada
akhirnya menimbulkan masalah baru berupa munculnya
penyakit kulit serta penyakit pernafasan yang diderita
orang dengan skizofrenia.
c. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Emosional Orang Dengan Skizofrenia
Terkait informan I, diketahui bahwa pada awalnya
I tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami
skizofrenia. I bahkan merasa ingin marah karena sudah
membiayai anaknya akan tetapi kenyataan terjadi tidak
sesuai dengan yang I harapkan. I merasa kesal, begitu juga
dengan suaminya yang tidak bisa menerima yang akhirnya
suaminya juga pernah bertindak memukul.
Setelah itu I pergi ke Jawa dan bertemu dengan
keluarganya, disana I mendapatkan nasihat yang cukup
membuat hati I menjadi berubah. Nasihat itu akhirnya
membawa I kepada penerimaan diri anaknya. Akhirnya, I
menerima takdir yang sudah ditentukan dengan menerima
kondisi anaknya dan perlahan-lahan mulai memberikan
38
pengertian kepada suaminya terkait kondisi anaknya yang
juga berakhir pada penerimaan.
Namun, dalam menjalankan perawatan dengan
baik masih tidak dapat dikatakan berjalan. Terlebih pada
perawatan diri orang dengan skizofrenia yang masih kurang.
Dalam pemberian perhatian, kasih sayang, dan dukungan
untuk pulih juga masih kurang, hal ini dibuktikan dengan
informasi dari pihak petugas kesehatan yang mengatakan
bahwa I tidak pernah menjenguk anaknya selama anaknya
menerima perawatan di RSJ Atma Husada Samarinda.
Bahkan hanya dua kali datang selama anaknya menerima
perawatan disana.
Selain itu, terdapat juga informasi bahwa keluarga
tidak mampu untuk menciptakan interaksi yang aktif satu
sama lain sehingga membuat kondisi orang dengan
skizofrenia semakin memburuk. Keluarga juga tidak
mampu menciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk
proses kepulihan orang dengan skizofrenia.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa peran keluarga
sangatlah penting dalam kepulihan orang dengan skizofrenia.
Selain penerimaan diri dan penanganan medis, orang dengan
skizofrenia juga membutuhkan dukungan dan perawatan untuk
pulih. Perawatan diri juga diperlukan agar tidak menimbulkan
penyakit lain yang dapat memperburuk kondisi orang dengan
skizofrenia. Lingkungan sosial juga perlu untuk dimodifikasi
agar orang dengan skizofrenia dapat berinteraksi dan
39
melakukan komunikasi baik dengan keluarga maupun dengan
orang luar.
3. Subyek Ketiga
Selanjutnya, yang menjadi sumber data dan acuan dalam
peneltian ini adalah penelitian yang disusun oleh mahasiswa
Keperawatan beserta Dosen Pembimbingnya pada tahun 2016,
yang bernama Raphita Diorarta dan Jesika Pasaribu dari STIK
Sint Carolus. Penelitian ini berjudul “Pengalaman Keluarga
Merawat Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Utama
Perilaku Kekerasan”. Penelitian dilakukan di RSJ. Soeharto
Heerdjan Jakarta dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif melalui pendekatan fenomenologi deskriptif.
Terdapat total 6 orang informan yang juga merupakan
caregiver keluarga dalam penelitian ini yang memiliki
pengalaman dalam merawat orang dengan skizofrenia.
Pada saat penelitian dilakukan, diketahui kondisi orang
dengan skizofrenia dalam penelitian ini adalah sedang
menerima perawatan langsung di RSJ Jakarta. Kondisi ini
tentu berbeda dengan sumber data penelitian pertama dan
kedua yang mana menurut informasi yang dipaparkan didalam
penelitian pertama dan kedua, kondisi orang dengan
skizofrenia pada penelitian tersebut tidak sedang dirawat di
RSJ melainkan menerima perawatan dirumah.
Hal ini juga menjadi salah satu alasan peneliti
memutuskan untuk memilih penelitian ini sebagai sumber data.
6 orang informan yang merupakan caregiver keluarga dalam
40
penelitian ini berinisial K1, K2, K3, K4, K5, dan K6. Dari
keenam informan tersebut, peneliti memutuskan untuk lebih
berfokus pada informasi pada K2 dan anggota keluarganya
yang merupakan orang dengan skizofrenia yang dipaparkan
oleh penyusun penelitian tersebut. K2 dalam penelitian ini
berperan sebagai ayah yang merawat anaknya yang mengalami
skizofrenia.
Alasan peneliti memutuskan untuk lebih berfokus pada
pemaparan informasi pada K2 selain karena informasi tersebut
sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yakni,
diantara pemaparan informasi dari semua informan, informasi
dari K2 lah yang lebih lengkap dibandingkan dengan informan
yang lain. K2 juga memiliki latar belakang hubungan keluarga
dan kondisi yang berbeda dari 2 orang informan penelitian
yang lain. Hal tersebut membuat peneliti menjadi semakin
tertarik dalam memberikan fokus pada informasi K2 yang
dipaparkan oleh penyusun penelitian ini sebagai sumber data.
a. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Perawatan
Medis Orang Dengan Skizofrenia
Dalam penelitian tersebut, informan K2
mengatakan bahwa pada awalnya, K2 merasakan
kebingungan ketika melihat perubahan anaknya yang
menurutnya sangat berbeda dari anaknya yang sebelumnya
pendiam dan rajin beribadah. Dikarenakan anaknya berasal
dari pesantren, K2 akhirnya memutuskan untuk membawa
anaknya menemui 28 orang pintar dengan maksud
melakukan pengobatan.
41
Sayangnya, pengobatan alternatif tersebut tidak
satupun membuahkan hasil yang signifikan. Kondisi orang
dengan skizofrenia tidak kunjung membaik dan hal
tersebut membuat K2 menjadi khawatir. K2 terus berusaha
mencari cara dan informasi untuk membuat kondisi
anaknya menjadi pulih kembali. Setelah berusaha keras
dan berpikir bahwa kondisi anaknya sama sekali tidak bisa
ditangani sendiri oleh K2, K2 akhirnya membuat
keputusan untuk mengandalkan pelayanan kesehatan dan
kemudian membawa anaknya untuk menjalankan
pengobatan di Rumah Sakit Jiwa.
b. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Langsung Orang Dengan Skizofrenia
Informan K2 mengatakan bahwa K2 telah
berusaha mencari informasi dari para teman dan saudaranya
untuk membuat kondisi anaknya pulih kembali. Hingga K2
memutuskan untuk mengandalkan pelayanan kesehatan
yang mengharuskan anaknya untuk dirawat di Rumah Sakit
Jiwa dalam beberapa waktu. K2 juga merasa siap untuk
kembali merawat anaknya ketika dokter mengijinkan
anaknya untuk dirawat dirumah. K2 juga mencari informasi
kepada teman-teman dan saudara-saudaranya bagaimana
cara untuk bisa memperbaiki kondisi anaknya dan
bagaimana cara agar anaknya segera pulih.
42
c. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Emosional Orang Dengan Skizofrenia
Informan K2 sebagai keluarga utama yang juga
seorang caregiver telah menerima dengan tabah dan ikhlas
kondisi anaknya yang merupakan orang dengan skizofrenia
tersebut. K2 juga selalu berdo’a untuk meminta pertolongan
kepulihan anaknya dan terus berusaha mencari informasi
untuk membawa kondisi anaknya menjadi lebih baik lagi.
Dalam merawat anaknya ketika dirumah, K2
selalu khawatir dan cemas ketika anaknya suka berjalan-
jalan pergi keluar rumah dan tak kunjung pulang. K2
seringkali menunggu anaknya dipinggir jalan hingga pukul
04.00 pagi karena khawatir, dan tidak ada cara lain untuk
mencarinya dan menghubunginya dikarenakan anaknya
tidak menggunakan alat telepon genggam.
K2 juga menyesuaikan kondisi emosional anaknya
yang merupakan orang dengan skizofrenia. K2 mempelajari
kondisi tertentu yang dapat menjadi pemicu emosi dari
anaknya seperti, kondisi dimana tidak boleh ada hal yang
membuatnya tersinggung, merasa tercela, ataupun dikasari.
Menurut K2, kondisi tersebut akan langsung
membawa efek negatif pada kondisi emosional anaknya
yang merupakan orang dengan skizofrenia. Maka dari itu,
sangat dibutuhkan kehati-hatian untuk mengontrol emosi
dari orang dengan skizofrenia yang lebih sensitif dan K2
selalu berusaha mengontrol kondisi tersebut demi kestabilan
emosi anaknya.
43
Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa peran
keluarga dalam kepulihan orang dengan skizofrenia sangatlah
penting. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
akan berdampak pada kepulihan orang dengan skizofrenia.
Seperti halnya K2 yang akhirnya memutuskan untuk melakukan
pengobatan medis dan bersedia untuk mencari segala informasi
yang dibutuhkan untuk kepulihan orang dengan skizofrenia.
Jelas dapat diketahui bahwa pengetahuan keluarga dalam hal
perawatan dirumah adalah hal yang sangat penting dalam
menangani orang dengan skizofrenia.
44
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan menganalisis hasil temuan
melalui kajian kepustakaan yang telah dilakukan oleh penulis
melalui sumber-sumber penelitian terdahulu. Analisis ini akan
ditinjau dan berfokus pada teori utama yaitu, peran keluarga
seperti yang sudah ada pada bab II. Teori peran keluarga (bab II,
hlm 19) yang dikemukakan oleh Nasrul Effendi terdiri dari
beberapa peran yang saling berkaitan 1. Peran Ayah, 2. Peran Ibu,
3. Peran Anak, 4. Peran Keluarga.
Selanjutnya, peneliti lebih memfokuskan isi analisis bab
ini pada teori peran keluarga namun, analisis ini akan tetap
berhubungan dengan teori-teori lainnya yang mendukung dan
berhubungan dengan penelitian ini. Peran keluarga dalam
penelitian ini ditinjau melalui kajian kepustakaan penelitian
terdahulu dengan menambahkan 3 data klien yang telah diteliti
oleh peneliti terdahulu dari sumber yang berbeda-beda. Peran
keluarga yang akan dianalisa disini ada tiga bagian, peran
keluarga sebagai caregiver dalam perawatan medis orang dengan
skizofrenia, peran keluarga sebagai caregiver dalam pemenuhan
kebutuhan langsung orang dengan skizofrenia, peran keluarga
sebagai caregiver dalam pemenuhan kebutuhan emosional orang
dengan skizofrenia.
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak atau yang
bisa disebut keluarga inti adalah faktor yang paling utama dalam
45
mendukung kepulihan orang dengan skizofrenia. Masing-masing
anggota keluarga memiliki peran yang dijalankan untuk saling
mendukung satu sama lain namun, jika salah satu anggota
keluarga mengalami masalah yang membuatnya tidak dapat
menjalankan perannya atau tugasnya maka, anggota kelurga yang
lain dapat membantu mengisi kekosongan tersebut.
1. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Perawatan
Medis Orang dengan Skizofrenia
Dalam keluarga terdapat kepala keluarga yang sangat
berperan penting dalam keluarga. Ayah memegang peran
utama yang bertanggung jawab atas apapun yang terjadi pada
keluarganya. Dalam merawat orang dengan skizofrenia
tanggung jawab seorang ayah dapat menjadi lebih besar
karena masalah yang dihadapi. Seorang ayah harus mencari
nafkah bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari melainkan
juga untuk memenuhi kebutuhan pengobatan orang dengan
skizorenia dalam mencapai kepulihannya.
Selain mencari nafkah, dalam menangani orang dengan
skizofrenia ayah yang merupakan kepala keluarga juga
memiliki peran untuk melindungi keluarganya dari stigma
negatif masyarakat dan memberikan rasa aman pada
keluarganya termasuk orang dengan skizofrenia. Salah satu
subyek yaitu, K2 adalah seorang ayah yang menjadi caregiver
bagi anaknya yang mengalami skizofrenia.
Pada subyek K2, K2 telah berusaha menjalankan
perannya sebagai seorang ayah yang juga sekaligus seorang
46
caregiver dengan baik. Dalam hal perawatan medis, K2
berusaha memenuhi pengobatan untuk kepulihan anaknya
dengan membawanya ke RSJ di Jakarta. Begitupun pada
subyek I yang juga sudah berusaha membawa anaknya
melakukan pengobatan medis. I membawa anaknya berobat
mulai dari puskesmas hingga akhirnya menerima rujukan ke
RSJ di Samarinda.
Namun, pada subyek SR yang mengalami kesulitan
ekonomi tidak dapat membawa kakaknya yang merupakan
orang dengan skizofrenia untuk mendapatkan pengobatan
medis sepenuhnya. Pengobatan medis terpaksa berhenti
karena kondisi ekonomi SR yang tidak memungkinkan untuk
memenuhi biaya pengobatan tersebut.
Pada bagian ini sesuai dengan teori peran keluarga (bab II,
hlm 19) yaitu keluarga berperan penting untuk tumbuh
kembangnya seorang anak, sebagai pengasuh, dan juga
sebagai pelindung. Dalam fungsi keluarga seperti yang
dikemukakan oleh Horton dan Hunt (bab II, hlm 20) juga
sesuai bahwa, keluarga memberikan perlindungan kepada
anggotanya, baik yang bersifat fisik maupun kejiwaan.
Dari ketiga subyek ini, dalam memenuhi peran keluarga
sebagai caregiver dalam perawatan medis orang dengan
skizofrenia dapat dikatakan bahwa ketiga subyek ini telah
berusaha untuk memenuhinya. Meskipun pada subyek SR
terdapat masalah yang pada akhirnya membuat proses
perawatan medis tersebut menjadi terhenti.
47
2. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Langsung Orang dengan Skizofrenia
Sebagai caregiver, keluarga harus memenuhi segala
kebutuhan untuk kepulihan orang dengan skizofrenia.
Keluarga juga harus mendukung dan membuat kondisi rumah
yang baik untuk menunjang kepulihan orang dengan
skizofrenia. Semakin baik keadaan rumah semakin cepat
perkembangan kepulihan orang dengan skizofrenia. Anggota
keluarga lain yang juga memiliki peran yang penting sebagai
keluarga dan seorang caregiver adalah seorang ibu. Sebagai
keluarga dan orangtua peran ibu tidak berbeda jauh dengan
ayah selain itu, peran lain sebagai seorang caregiver juga
harus dijalankan memberikan tanggung jawab baru yang
harus dijalankan oleh keluarga.
Peran keluarga sebagai caregiver dalam memenuhi
kebutuhan langsung orang dengan skizofrenia yang dimaksud
disini mencakup kebutuhan sehari-hari orang dengan
skizofrenia. Kebutuhan sehari-hari tersebut dapat berupa
konsumsi maupun perawatan diri.
Subyek I yang merupakan seorang ibu sekaligus sebagai
caregiver bagi anaknya kurang menjalankan perannya dengan
baik dalam hal perawatan diri. Hal ini terjadi karena
kesibukan yang dialami oleh keluarga dalam pekerjaannya
selain itu, keluarga sudah menganggap orang dengan
skizofrenia tidak dapat pulih. Telah dijelaskan didalam
penelitian sebelumnya temasuk kondisi fisik orang dengan
48
skizofrenia yang masih kurang dalam hal kebersihan diri dan
perawatan diri.
Dalam penelitian sebelumnya juga dijelaskan bahwa
kondisi lingkungan kamar orang dengan skizofrenia juga
tidak dapat dikatakan bersih. Hal ini dapat membuat kondisi
orang dengan skizofrenia memburuk dengan adanya
kemungkinan terkena penyakit lain seperti gatal-gatal ataupun
gangguan pernafasan.
Saat penelitian dilakukan pada subyek K2, anaknya yang
merupakan orang dengan skizofrenia sedang menerima
tindakan perawatan langsung dari RSJ sehingga, dalam hal
pemenuhan kebutuhan langsung sudah ditanggung oleh pihak
RSJ. Keluarga datang untuk membesuk dan melihat
perkembangan yang terjadi pada orang dengan skizofrenia.
Dalam kondisi yang berbeda, subyek SR yang diliputi
kesulitan ekonomi, sebagai adik dan juga sekaligus sebagai
caregiver, SR selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan
kakaknya yang merupakan orang dengan skizofrenia. Ketika
dalam kesulitan ekonomi pun SR sering dibantu oleh
tetangganya sehingga masih tetap tercukupi untuk kebutuhan
sehari-hari kecuali pengobatan orang dengan skizofrenia.
Pada bagian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
MetLife dan NAC (bab II, hlm 23) bahwa caregiver keluarga
merupakan seseorang yang memberikan perawatan pada
anggota keluarganya dan seseorang yang dicintainya yang
memiliki kondisi yang lemah, menua, atau dalam keterbatasan
fisik maupun mental. Begitupun juga yang dikemukakan oleh
49
Berns (bab II, hlm 20) bahwa keluarga memberikan tempat
untuk berlindung, makanan, dan juga jaminan kehidupan.
Dapat disimpulkan bahwa sudah menjadi sebuah keharusan
bagi keluarga yang berperan sebagai caregiver untuk
memenuhi kebutuhan langsung sehari-hari orang dengan
skizofrenia.
Berdasarkan analisis dari ketiga subyek dapat dikatakan
bahwa peran keluarga sebagai caregiver dalam pemenuhan
kebutuhan langsung orang dengan skizofrenia sudah dipenuhi
oleh subyek SR dan K2. Pada subyek I dikarenakan
kesibukan sehari-harinya dalam bekerja dan tidak adanya
keyakinan pada kepulihan orang dengan skizofrenia,
membuat proses pemenuhan kebutuhan langsung orang
dengan skizofrenia masih belum terpenuhi.
3. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Emosional Orang dengan Skizofrenia
Dalam orang dengan skizofrenia, pulih adalah tujuan
mereka. Agar orang dengan skizofrenia dapat melakukan
aktivitasnya kembali seperti sedia kala dan melaksanakan
fungsi sosialnya secara mandiri. Kebutuhan akan lingkungan
yang mendukung bagi kepulihannya juga sangat diperlukan.
Bagaimana keluarga selalu melatih orang dengan
skizofrenia untuk aktif dan mandiri, mendengarkan apa yang
dirasakan, memberikan kasih sayang dan perhatian,
mendukung setiap usahanya dan membuatnya terus
bersemangat untuk pulih. Hal tersebut akan sangat berarti dan
50
berpengaruh dalam kepulihan orang dengan skizofrenia.
Perlahan tapi pasti, orang dengan skizofrenia akan
mendapatkan fungsi sosialnya kembali.
Dalam subyek K2, K2 juga berusaha menjaga anaknya
dengan menerima keadaan anaknya dan selalu melindunginya
hingga mengusahakan kepulihan anaknya. K2 juga membesuk
anaknya ketika mendapatkan perawatan langsung di RSJ, juga
selalu berdoa untuk kepulihan anaknya dan terus berusaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya agar segera pulih.
Dalam penyesuaian emosi juga dilakukan oleh K2, K2
mengerti saat-saat bagaimana emosional orang dengan
skizofrenia naik dan bagaimana cara untuk mencegah hal
tersebut terjadi. Hal ini membuat K2 menyesuaikan
perilakunya pada kondisi emosional orang dengan
skizofrenia. Lewat subyek K2 ini dapat terlihat dengan jelas
bahwa K2 telah menjalankan perannya sebagai seorang
caregiver dalam memberikan kasih sayang dan dukungan
emosional pada orang dengan skizofrenia.
Dalam penerimaan diri dan upaya pengobatan I sudah
berusaha untuk menjalankan perannya. Namun, dalam
pemberian kasih sayang dan perhatian masih kurang sehingga
proses pemulihan orang dengan skizofrenia pun berjalan
lambat. Hal ini dijelaskan didalam penelitian sebelumnya
bahwa I tidak pernah membesuk anaknya ketika menerima
perawatan langsung di RSJ.
Pada subyek SR yang merupakan adik sekaligus caregiver
dari orang dengan skizofrenia, dalam menjalankan perannya
51
pada pemenuhan kebutuhan emosional orang dengan
skzofrenia dapat dikatakan belum berjalan sepenuhnya. SR
masih belum bisa mengendalikan emosional kakaknya yang
merupakan orang dengan skizofrenia. Ditambah lagi, dengan
terhentinya pengobatan medis pada orang dengan skizofrenia,
dapat menyebabkan kondisi orang dengan skizofrenia sulit
untuk membaik. Hal ini membuat SR tidak dapat mengatasi
kakaknya ketika emosinya sudah mulai naik sehingga, SR
akan langsung menghubungi kakaknya yang lain untuk
membantunya.
Pada bagian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Zastrow (bab II, hlm 22) bahwa keluarga dapat dilihat sebagai
sebuah sistem yang para anggotanya saling berinteraksi dan
berhubungan satu sama lainnya. Lalu, keikutsertaan
(partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam
proses ‘penyembuhan’ klien. Hal ini juga sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Berns (bab II, hlm 20) bahwa keluarga
memberikan pengalaman interaksi sosial yang pertama bagi
anak.
Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh, dan
berdaya tahan sehingga menimbulkan rasa aman pada anak.
Dapat disimpulkan bahwa semakin terbangun interaksi yang
baik maka, semakin timbul rasa pengertian. Hal ini akan
mempermudah caregiver dalam melakukan penyesuaian
emosi terhadap orang dengan skizofrenia.
52
Melalui ketiga subyek yang diteliti, pada bagian
pemenuhan kebutuhan emosional ini hanya subyek K2 yang
benar-benar sudah memenuhi perannya sebagai caregiver
keluarga pada orang dengan skizofrenia. Sedangkan subyek I
dan SR masih belum bisa menyesuaikan kebutuhan emosinal
pada orang dengan skizofrenia.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada pembahasan penelitian terkait peran keluarga
sebagai caregiver terhadap penanganan orang dengan skizofrenia
dari awal hingga akhir dapat ditarik kesimpulan secara
keseluruhan bahwa, peran keluarga sebagai caregiver sangatlah
berpengaruh terhadap kepulihan orang dengan skizofrenia.
Keluarga merupakan sebuah sistem yang saling berkaitan satu
sama lain sehingga, ketika salah satu anggota keluarga
mengalami skizofrenia dibutuhkan partisipasi dari keluarga untuk
membawa kondisi orang dengan skizofrenia menjadi lebih baik
atau pulih. Dalam partisipasi tersebut terdapat peran-peran
keluarga yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam
menangani orang dengan skizofrenia, yaitu:
1. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Perawatan
Medis Orang dengan Skizofrenia
Perawatan medis bagi orang dengan skizofrenia
merupakan hal yang sangat penting dan utama pada
penanganan orang dengan skizofrenia. Dalam pengobatan
medis orang dengan skizofrenia memerlukan bantuan dari
keluarga sebagai caregiver, yang mana dalam proses
pengobatan tersebut tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh
orang dengan skizofrenia karena keterbatasan yang mereka
miliki. Disinilah keluarga berperan dalam membantu
menyediakan pengobatan medis yang dibutuhkan oleh orang
54
dengan skizofrenia sebagai bentuk pengasuhan dan
perlindungan dari peran keluarga yang dikemukakan oleh
Nasrul Effendi (bab II, hlm 19) dan juga, sebagai bentuk
peran keluarga sebagai caregiver yang memberikan
perawatan informal berupa perawatan medis sebagaimana
yang dikemukakan oleh Horowitz (bab II, hlm 24).
2. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Langsung Orang dengan Skizofrenia
Orang dengan skizofrenia memiliki keterbatasan dalam
memenuhi kebutuhan langsung sehari-harinya seperti,
konsumsi dan perawatan diri. Hal ini berkaitan dengan
berkurang atau hilangnya fungsi-fungsi normal orang dengan
skizofrenia. Jika tidak dibantu oleh keluarga, hal ini akan
menghambat kepulihan orang dengan skizofrenia. Untuk itu,
keluarga sebagai caregiver sangat berperan penting dalam
membantu orang dengan skizofrenia memenuhi kebutuhan
langsungnya.
3. Peran Keluarga Sebagai Caregiver dalam Pemenuhan
Kebutuhan Emosional Orang dengan Skizofrenia
Pemenuhan kebutuhan emosional orang dengan
skizofrenia penting untuk dilakukan. Orang dengan
skizofrenia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang
seperti yang dikemukakan oleh Horowitz (bab II, hlm 24),
perawatan emosional harus diberikan oleh keluarga sebagai
caregiver. Selain itu, orang dengan skizofrenia juga
55
membutuhkan penyesuaian emosional dari orang-orang
sekitarnya. Orang dengan skizofrenia memiliki gejala
emosional yang agresif sehingga, hal tersebut dapat membuat
orang dengan skizofrenia menjadi cenderung sensitif.
Orang yang paling berperan untuk memenuhi kebutuhan
emosional orang dengan skizofrenia adalah keluarganya
sendiri. Dalam peran keluarga juga seperti yang dikemukakan
oleh Nasrul Effendi (bab II, hlm 19) bahwa, keluarga sangat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara rohani
dan fisik. Untuk itu, keluarga perlu memahami dan memenuhi
apa yang dibutuhkan oleh orang dengan skizofrenia secara
emosional dapat membuat kondisi emosional orang dengan
skizofrenia menjadi lebih baik.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan-temuan dan analisis yang ada
terkait Peran Keluarga Sebagai Caregiver Terhadap Penanganan
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Skizofrenia,
terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan untuk
perbaikan di masa depan:
1. Bagi Keluarga Sebagai Caregiver Skizofrenia
Kepada anggota keluarga yang menjadi seorang caregiver
skizofrenia, tetaplah percaya bahwa orang dengan skizofrenia
dapat pulih dengan menerima penanganan yang tepat. Untuk
itu, tiga peran penting yang sudah dianalisis yaitu, peran
keluarga sebagai caregiver dalam perawatan medis,
pemenuhan kebutuhan langsung, serta pemenuhan kebutuhan
56
emosional pada orang dengan skizofrenia adalah tiga peran
yang harus dijalankan oleh keluarga yang menjadi seorang
caregiver. Karena ketiga peran ini sangat penting dan saling
berkaitan pada kondisi orang dengan skizofrenia juga
berhubungan pada kepulihannya.
2. Bagi Tenaga Medis di Bidang Kesehatan Jiwa
Kepada tenaga medis di bidang kesehatan jiwa untuk
lebih mensosialisasikan kembali terkait kepulihan orang
dengan skizofrenia. Masih banyak pemikiran negatif dan
pengetahuan yang tidak tepat bahwa orang dengan skizofrenia
tidak dapat pulih. Hal tersebut dapat mempengaruhi
pemikiran keluarga dan dapat membuat keluarga orang
dengan skizofrenia kehilangan motivasi dan keyakinannya
untuk kepulihan orang dengan skizofrenia.
Ketika keluarga yang seharusnya membantu orang dengan
skizofrenia mencapai kepulihannya telah kehilangan motivasi
dan keyakinannya maka, akan terjadi penelataran baik secara
langsung maupun tidak langsung pada orang dengan
skizofrenia. Hal ini tentu saja dapat memperburuk kondisi
orang dengan skizofrenia.
3. Bagi Pekerja Sosial Medis di Bidang Kesehatan Jiwa
Kepada pekerja sosial medis di bidang kesehatan jiwa
untuk lebih terhubung pada keluarga orang dengan
skizofrenia. Karena menjadi seorang caregiver orang dengan
skizofrenia tidak mudah, terdapat permasalahan yang muncul
57
ketika menangani orang dengan skizofrenia yang mungkin
dapat menghambat kepulihan orang dengan skizofrenia.
Motivasi dan semangat pun ada kalanya dapat menurun
ketika menjadi seorang caregiver orang dengan skizofrenia
selama jangka waktu yang tidak sebentar. Pekerja sosial
medis dapat terhubung dengan keluarga dan memastikan
bahwa keluarga menjalankan perannya sebagai caregiver
dengan baik di rumah.
58
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I. R. (2015). Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,
Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan). Jakarta:
Rajawali Pers.
Ariefuzzaman, S. N., & Fuaida, L. D. (2011). Belajar Teori
PEKERJAAN SOSIAL. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arifin, J. (2005). Tehnik Penarikan Sample Dan Pengumpulan
Data. Jakarta.
Awad, G., & Voruganti, L. (2008). The Burden of Schizophrenia
on Caregivers. 149-162.
Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian
Kesehatan RI. (2016, Oktober O6). PERAN KELUARGA
DUKUNG KESEHATAN JIWA MASYARAKATi.
Retrieved Februari 20, 2020, from KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA:
https://www.kemkes.go.id/article/print/16100700005/pera
n-keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html
Bumagin, V. E., & Hirn, K. F. (2006). Caregiving. Newyork:
Springer Publishing Co Inc.
Danandjaja, J. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan.
Antropologi Indonesia. .
Effendi, N. (1998). Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Kedokteran EGC.
59
Erlina, Soewadi, & Pramono, D. (2010). DETERMINAN
TERHADAP TIMBULNYA SKIZOFRENIA PADA
PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA
PROF. HB SAANIN PADANG SUMATERA BARAT .
71.
Fahmi, P. D. KESEHATAN JIWA dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat Jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang.
Friedman, M., Bowden, V., & Jones, E. G. (2010). Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori dan Praktek (5th ed.). Jakarta:
EGC.
Garnand, J. J. (2012). Cancer Caregiver Roles: Why You Need to
Know. U.S.A: Balboa Press.
Ghony, M. D., & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa
Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
John Hopkins University. (2006). Supporting the Caregiver in
Dementia. Baltimore: John Hopkins University Press.
Keliat, B. A., & Pawirowiyono, A. (2015). Keperawatan Jiwa
Terapi Aktivitas Kelompok Edisi 2. Jakarta: EGC.
Khatibah. (2011). Penelitian Kepustakaan. Jurnal Iqra’ Volume
05 No.01 , 36-39.
60
Lestari, S. (2012). PSIKOLOGI KELUARGA Penanaman Nilai
dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta:
KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
Mardalis. (2004). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Moleong, L. J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penyusunan Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif:
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Murdock, G. P. (1965). Social Structure. Tenth printing. New
York: The McMillan Company.
Pairan, Mubarok, A. M., & Nugraha, E. N. (2018). METODE
PENYEMBUHAN PENDERITA SKIZOFRENIA OLEH
MANTRI DALAM PERSPEKTIF PEKERJAAN
SOSIAL . 64.
Pairan, Mubarok, A. M., & Nugraha, E. N. (2018). METODE
PENYEMBUHAN PENDERITA SKIZOFRENIA OLEH
MANTRI DALAM PERSPEKTIF PEKERJAAN
SOSIAL. 66-76.
61
Rosdiana. (2018). Identifikasi Peran Keluarga Penderita dalam
Upaya Penanganan Gangguan Jiwa Skizofrenia. 174-180.
Rosdiana. (2018). Identifikasi Peran Keluarga Penderita dalam
Upaya Penanganan Gangguan Jiwa Skizofrenia. 174-180.
Sakri, S. (2018, 02 02). Menjaga Fitrah Anak. Retrieved 09 10,
2020, from KUTTAB AL-FATIH:
https://www.kuttabalfatih.com/menjaga-fitrah-anak-2/
Sarwono, S. W. (2015). Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:
Rajawali Pers.
Soekanto, S. (2004). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, cet. 37:
Raja Grafindo Persada.
Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penyusunan Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif,
Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama.
Sukmarini, N. (2009). Optimalisasi Peran Caregiver Dalam
Penatalaksanaan Skizofrenia. Majalah Psikiatri XLII.
62
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi (edisi revisi). Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
T., A. M., & Purwoko, B. (2017). Studi Kepustakaan Mengenai
Landasan Teori dan Praktik Konseling Expressive
Writing. Jurnal BK Unesa , 4.
Talley, R., McCorkle, R., & Baile, W. (2012). Cancer Caregiving
in the United States: Research, Practice, Policy. London:
Springer.
Tantono, S. (2006). Beban Caregiver Lanjut Usia di Beberapa
Tempat Sekitar Kota Bandung. Majalah Psikiatri XL, 4,.
32–33.
Timby, B. K. (2009). Fundamental Nursing and Concept. 9th
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa, (Edisi Revisi). Bandung:
PT. Refika Aditama.
Yundari, A. I., & Dewi, N. M. (2018). FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERAN
KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER PASIEN
SKIZOFRENIA . Journal of Borneo Holistic Health,
Volume 1 No. 1 .
Zahnia, S., & Sumekar, D. W. (2016). Kajian Epidemiologis
Skizofrenia. 161.