PERAN CAMAT DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN ...repository.utu.ac.id/800/1/I-V.pdfvii ABSTRAK Irfan....
Transcript of PERAN CAMAT DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN ...repository.utu.ac.id/800/1/I-V.pdfvii ABSTRAK Irfan....
PERAN CAMAT DALAM PENGAWASAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR GAMPONG DI KECAMATAN
MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH:
IRFAN
NIM: 07C20201060
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
TAHUN 2015
vii
ABSTRAK
Irfan. Nim: 07C20201060. Peran Camat Dalam Pengawasan Pembangunan
Infrastruktur Gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Di
bawah bimbingan Sudarman Alwy dan Yuhdi Fahrimal.
Camat mempunyai peran yang sangat penting dalam pengawasan pembangunan
infrastruktur gampong. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran camat
dalam pengawasan pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Meuereubo
Kabupaten Aceh Barat pada bulan april 2015. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif. Teknik penentuan informan adalah purposive
sampling yang terdiri dari 6 informan. Teknik pengumulan data yang digunakan
adalah wawancara, obeservasi dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian ini
yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peran Camat dalam pengawasan pembangunan infrastruktur
gampong adalah dengan mengunjungi langsung lokasi pembangunan untuk melihat
secara langung pengerjaan proyek pembangunan dan bertemu dengan panitia
pembangunan untuk meminta kepala proyek agar menjelaskan proyek pembangunan
yang dilakukan. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh Keuchik Gampong
Langueng, Keuchik Meuereubo, Keuchik Peunga, Keuchik Paya Peunaga, dan
Keuchik Peunaga Rayeuk berkaitan dengan peran Camat, diketahui peran Camat
sudah sangat baik dalam pengawasan pembangunan infrastruktu gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Kata Kunci: Camat, Infrastruktur, Peran, Pengawasan, Pembangunan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kecamatan disebutkan tidak lagi merupakan satuan wilayah kekuasaan
pemerintahan, melainkan sebagai satuan wilayah kerja atau pelayanan. Status
kecamatan kini merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang setara dengan
dinas dan lembaga teknis daerah bahkan kelurahan, hal ini dinyatakan dengan
jelas dalam Pasal 120 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yakni, “Perangkat
daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan”.
Menurut Koeswara (2007, h.2) pemerintah kecamatan merupakan tingkat
pemerintahan yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan
terhadap masyarakat, hal ini yang kemudian menjadikan Camat sebagai ujung
tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan serta sebagian urusan
otonomi yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk dilaksanakan dalam
pemerintahan kecamatan.
Sejalan dengan itu, Camat tidak lagi ditempatkan sebagai Kepala Wilayah
dan Wakil Pemerintah Pusat seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor
5 tahun 1974, melainkan sebagai perangkat daerah. Seperti yang dikatakan oleh
Koeswara (2007, h.3), Camat tidak lagi berkedudukan sebagai kepala wilayah
kecamatan dan sebagai alat pemerintah pusat dalam menjalankan tugas-tugas
dekonsentrasi, namun telah beralih menjadi perangkat daerah yang hanya
2
memiliki sebagian kewenangan otonomi daerah dan penyelengaraan tugas-tugas
umum pemerintahan dalam wilayah kecamatan.
Selanjutnya dalam Pasal 126 ayat (3) huruf (a) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat memiliki
kewenangan untuk membina penyelenggaraan pemerintahan desa. Yang dimaksud
membina dalam ketentuan ini adalah dalam bentuk fasilitasi pembuatan peraturan
desa dan terwujudnya administrasi tata pemeritahan yang baik.
Dalam penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan pemerintahan desa,
Camat mempunyai peranan yang sangat penting, karena dalam hirarki
pemerintahan kecamatan merupakan salah satu lembaga supra desa, yang mana
salah satu tugasnya adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pemerintahan desa/kelurahan dalam rangka tertib. Lembaga supra desa dimaksud
selalu melakukan pembinaan kepada desa melalui tugas pembantuan yang
diberikan kepada desa. Sedangkan Camat tetap menjalankan fungsi pengawasan
terhadap peyelenggaraan pemerintahan di desa, meskipun desa memiliki otonomi
asli dengan struktur pemerintahan yang berbeda, yakni kepala desa sebagai unsur
eksekutif di desa yang dipilih oleh masyarakat bukan ditunjuk oleh level
pemerintahan diatasnya, begitu juga dengan ketua dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagai unsur legislatif di desa. (Koeswara, 2007, h.3).
Kecamatan Meureubo merupakan salah satu kelurahan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 25 desa/gampong. Peristiwa gempa bumi dan
tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 membawa dampak yang
sangat besar bagi Kecamatan Meureubo yang mengalami rusak sangat parah
3
terutama rumah penduduk, sekolah, meunasah, jalan, selokan dan sarana serta
prasarana lain di desa-desa kecamatan Meureubo.
Setelah 10 tahun kejadian tsunami, menyadari banyaknya kebutuhan,
permasalahan dan berbagai tantangan yang harus diatasi secara bijaksana dan
terprogram, peran Camat di Kecamatan Meureubo perlu dikaji dalam rangka
menggali masalah pengawasan pembangunan infrastruktur di setiap gampong-
gampong di Kecamatan Meureubo sehingga dapat diketahui bahwa ada peran
camat dalam perencanaan pembangunan infrastruktur gampong secara partisipatif
bersama masyarakat di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Hal ini dikarenakan perkembangan pembangunan infrastruktur dan tata
pengelolaan pemerintahan gampong di setiap Gampong Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat perlu masih diperhatikan terutama dalam membina dan
mengelola gampong yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi
yang saat ini terus berkembang, karena ini sangatlah penting, menngingat karena
sumber daya manusia pemerintah gampong yang masih terbatas dan belum
maksimal dalam menjalankan pemerintahan gampong.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka bagi penulis sangat menarik
untuk dilakukan penelitian dalam karya tulis/skripsi dengan judul ”Peran Camat
dalam Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat”.
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah peran Camat dalam pengawasan pembangunan
infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo Kabuaten Aceh Barat?
2. Bagaimanakah pendapat Keuchik terhadap peran Camat dalam
pengawasan pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui peran Camat dalam pengawasan pembangunan infrastruktur
gampong di Kecamatan Meureubo Kabuaten Aceh Barat.
2. Mengetahui pendapat Keuchik terhadap peran Camat dalam pengawasan
pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini bermaksud mendeskripsikan fenomena dan konsep-
konsep teoritis untuk memperkuat teori-teori yang erat kaitannya dengan peran
camat dalam pengawasan pembangunan infrastruktur gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada:
5
1. Penulis dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berfikir
dan menulis karya ilmiah sebagai syarat menyelesaikan studi akhir pada
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar.
2. Institusi perguruan tinggi dalam mengembangkan khasanah pengetahuan
ilmiah terhadap teori-teori yang telah ada dan dapat menjadi bahan kajian
dan pertimbangan bagi pelaksanaan penelitian lanjutan.
3. Pemerintahan Kecamatan dalam menciptakan tata kelola pemerintahan
publik dalam mewujudkan tujuan penyelengaraan pemerintahan.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjuan Pustaka, terdiri dari kajian terdahulu dan teori-teori
yang berkaitan dan mendukung kajian penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian, terdiri dari metode penelitian, sumber
data dan teknik pengumpulan data, subjek penelitian,
penentuan informan, teknik analisis data, pengujian kredibilitas
data, dan jadwal penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan, terdiri dari gambaran umum
kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dan hasil
penelitian serta pembahasan tentang peran Camat dalam
pengawasan pembangunan infrastrukur gampong.
BAB V Kesimpulan dan Saran, penutup skripsi terdiri dari simpulan
dan saran-saran hasil penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Afrianti (2009), tentang “Peranan
Camat dalam Membina Perangkat Desa di Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri
Hulu (Studi Pembinaan Bidang Administrasi)”. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui peran Camat dalam membina perangkat Desa dalam
penataan Administrasi Pemerintahan Desa di Kecamatan Lirik dan faktor-faktor
penghambat peranan camat dalam membina perangkat desa. Di lihat dari lingkup
masalah dan tujuan yang akan dicapai, maka tipe penelitian ini adalah survey
deskriptif, yaitu menggambarkan fakta-fakta yang ada untuk mengemukakan
kondisi dari gejala-gejala secara lengkap tentang objek yang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran Camat sebagai pembina
perangkat desa baik itu melalui ceramah, diskusi, pelatihan dapat dikatakan cukup
baik. Dilihat dari sumber daya manusia dan pelaksanaan fungsi dan perangkat
lembaga-lembaga yang ada di desa belum berjalan sesuai dengan mekanisme,
belum berjalannya fungsi dan tugas pemerintah desa akibat kurangnya pembinaan
yang dilaksanakan oleh Camat. Apalagi perangkat lembaga-lembaga desa seperti
Badan Pengawas Desa (BPD) dikatakan berjalan secara sendiri-sendiri karena
kurangnya pembinaan oleh Camat. Dalam penelitian ini terdapat faktor-faktor
penghambat peranan Camat dalam membina perangkat desa antara lain (a) Dalam
memberikan ceramah kepada bawahannya Camat kurang memiliki perencanaan-
perencanaan sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak mendekati tindakan yang riil. (b)
7
Jauhnya letak lokasi Kecamatan Lirik dengan Ibukota propinsi sehingga kurang
memungkinkan untuk memberikan kesempatan pelatihan yang lebih baik kepada
pegawai karena memakan biaya dan waktu (c) Jarangnya waktu pertemuan antara
Camat dengan aparat pemerintahan desa kecuali pada momen tertentu, sehingga
Camat tidak bisa menilai aparat pemerintah desa yang dinilai berhasil atau mampu
bekerja untuk diberikan penghargaan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suawah (2013) dalam penelitian
yaitu “Peran Camat Dalam Pelaksanaan Pembangunan di Kecamatan Tikala Kota
Manado”. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peran Camat dalam
pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Tikala Manado. Penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif untuk memberikan gambaran atau uraian suatu keadaan pada
objek yang diteliti yaitu peran camat dalam pembangunan kecamatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran camat sebagai pelaku tugas–
tugas pemerintahan di wilayah Tikala ternyata dari 25 responden yang di
wawancarai menyatakan 15 orang atau 60 persen peranan camat itu baik, sementara
8 orang atau 32 persen menyatakan bahwa peran camat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan cukup baik, sedangkan sisanya 2 orang atau 8 persen menyatakan
peranan camat kurang baik. Dari data tersebut di atas ternyata camat memiliki
kemampuan yang cukup baik dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan.
Menyangkut penggalian sumber-sumber kekayaan juga turut menjadi target
program camat dengan mengintensifkan semua potensi yang ada di tiap-tiap
kelurahan, sehingga di harapkan akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
peranan camat dalam menggerakkan masyarakat adalah baik namun penulis teliti
lebih lanjut bentuk partisipasi yang paling besar dalam pembangunan adalah tenaga.
8
Tapi pada kenyataannya juga masyarakat sudah menyadari bahwa partisipasi untuk
menyalurkan pendapat, termasuk ide, buah pikiran termasuk pengambilan
keputusan serta partisipasi harta benda mendapat perhatian yang sangat penting.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Afrianti (2013) dan Suawah (2013), adalah penelitian ini meneliti tentang peran
camat dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan desa. Sedangkan persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu di atas, adalah penelitian ini memiliki
kesamaan dalam meneliti peran camat dalam menjalankan tugas dan fungsinya
terhadap pelaksanaan pembangunan desa.
2.2. Pengertian Peran
Peran adalah perilaku atau lembaga yang punya arti penting bagi struktur
sosial. Dalam hal ini maka, kata peranan lebih banyak mengacu pada penyesuaian
diri pada suatu proses. Menurut Poerwadarminta (2004) peran adalah sesuatu yang
jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya
sesuatu hal atau peristiwa). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa peran adalah tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang
melaksanakan sesuatu. Peran yang dimaksud adalah peran camat dalam
pembangunan infrastruktur. Selanjutnya menurut Soeharto (2002), Peran
merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu.
Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.
Menilik dari beberapa pernyataan mengenai peranan diatas tergambar
bahwa peranan menyangkut pelaksanaan sebuah tanggung jawab seseorang atau
organisasi untuk berprakarsa dalam tugas dan fungsinya. Hal lain yang
9
menggambarkan mengenai peran, Santosa (2003), yang mengemukakan beberapa
dimensi peran sebagai berikut :
a. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini berpendapat bahwa
peran merupakan suatu kebijkasanaan yang tepat dan baik untuk
dilaksanakan.
b. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat (public
supports). Pendapat ini didasarkan pada suatu paham bahwa bilamana
masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan
kepedulian masyarakat pada tiap tingkatan keputusan didokumentasikan.
c. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan sebagai instrumen
atau alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses
pengambilam keputusan. Persepsi ini dilandaskan oleh suatu pemikiran
bahwa pemerintahan dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga
pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang
bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif dan responsibel.
d. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa, peran didayagunakan sebagai
suatu cara untuk mengurangi atau meredam konflik melalui usaha
pencapaian konsesus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang
melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat
meningkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa
ketidakpercayaan (mistrust) dan kerancuan (biasess)
e. Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran diakukan sebagai upaya
”mengobati” masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
10
perasaan ketidakberdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan
perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Menurut Toha (1997, h. 10) pengertian peranan dapat dijelaskan bahwa
“suatu peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku yang teratur yang
ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu atau karena adanya suatu kantor yang
mudah dikenal.” Selanjutnya menurut Thoha (1997, h.80) “Dalam bahasa
organisasi peranan diperoleh dari uraian jabatan. Uraian jabatan itu merupakan
dokumen tertulis yang memuat persyaratan-persyaratan dan tanggung jawab atas
suatu pekerjaan“. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hak dan kewajiban
dalam suatu organisasi diwujudkan dalam bentuk uraian jabatan atau uraian tugas.
Oleh karena itu, maka dalam menjalankan peranannya seseorang/lembaga, uraian
tugas/uraian jabatan merupakan pedomannya.
Menurut Ralph Linton dalam Soekanto (1969, h.14) membedakan peranan
dalam dua bagian yakni “peranan yang melekat pada diri seseorang dan peranan
yang melekat pada posisi tepatnya dalam pergaulan masyarakat”.
Menyimak pendapat tersebut dapat ditarik beberapa pokok pikiran
mengenai peranan yaitu adanya kedudukan yang bersifat statis, adanya hak dan
kewajiban serta adanya hubungan timbal-balik antara peranan dan kedudukan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa istilah peran dapat
diartikan sebagai perilaku seseorang yang dapat mendatangkan manfaat bagi
masyarakat dan berkaitan dengan hak dan kewajiban.
11
2.3. Pemerintahan Kecamatan
2.3.1. Pengertian Kecamatan
Penyelenggaraan pemerintahan kecamatan memerlukan adanya seorang
pemimpin yang selalu mampu untuk menggerakkan bawahannya agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara berdayaguna dan berhasil
guna. Keberhasilan pembangunan akan terlihat dari tingginya produktivitas,
penduduk makmur dan sejahtera secara merata (Budiman, 1995, h. 4). Kecamatan
merupakan line office dari pemerintah daerah yang berhadapan langsung dengan
masyarakat dan mempunyai tugas membina desa/kelurahan. Kecamatan merupakan
sebuah organisasi yang hidup dan melayani kehidupan masyarakat.
Kecamatan adalah salah satu entitas pemerintahan yang memberikan
pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat. Sebagai sub-
sistem pemerintahan di Indonesia, kecamatan mempunyai kedudukan cukup
strategis dan memainkan peran fungsional dalam pelayanan dan administrasi
pemerintahan, pembangunan serta kemasyarakatan.
Studi tentang kecamatan di Indonesia telah dilakukan oleh para ahli baik
dari dalam maupun luar negeri, meskipun jumlahnya masih relatif terbatas.
Beberapa studi yang menonjol misalnya oleh D.D.Fagg Tahun 1958 yang
mengkaji camat dengan kantornya. Selain itu terdapat studi lain yang dilakukan
oleh Nico Schulte Nordholt yang mengkaji organisasi pemerintah kecamatan
dengan menitikberatkan pada hubungan camat dengan lurah atau kepala desa.
Menurut Nordholt (1987, h. 23-24), kajian tentang kecamatan berarti mencakup
tiga lingkungan kerja yaitu:
12
a. Kecamatan dalam arti kantor camat;
b. Kecamatan dalam arti wilayah, dalam arti seorang camat sebagai
kepalanya;
c. Camat sebagai bapak “pengetua wilayahnya”.
Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan
sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian
dilanjutkan pada Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004. Perubahan mencakup
mengenai kedudukan kecamatan menjadi perangkat daerah kabupaten/ kota, dan
camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
Bupati/ Walikota. Di dalam Pasal 120 ayat (2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 dinyatakan bahwa, “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan”. Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu:
a. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan dan
dipersepsikan merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma
baru, kecamatan merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat camat
bekerja.
b. Camat adalah perangkat daerah kabupaten dan daerah kota dan bukan lagi
kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan
lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana
sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.
Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan camat, membawa
dampak pada kewenangan yang harus dijalankan oleh camat. Namun demikian
13
ada karakter yang berbeda antara status perangkat daerah yang ada pada
kecamatan dengan instansi/lembaga teknis daerah. Bila ditelaah lebih lanjut,
kewenangan camat justru lebih bersifat umum dan menyangkut berbagai aspek
dalam pemerintahan dan pembangunan serta kemasyarakatan.
2.3.2. Pengertian Camat
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan
disebutkan bahwa Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari
Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Camat diangkat oleh Bupati atau
Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian secara sederhana peran camat dapat didefinisikan
sebagai: “seorang pegawai negeri sipil yang diberi peran untuk membantu tugas
bupati/walikota dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan
pembinanaan kehidupan kemasyarakatan diwilayah kecamatan” (PP Nomor 19
Tahun 2008). Pedoman tersebut hendaknya dapat dipakai oleh seorang camat
sebagai pimpinan di organisasi kecamatan, karena peranan camat sangat penting
dalam meningkatkan kinerja perangkat kecamatan yang diharapkan mampu
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka
seorang camat hendaknya mengetahui kedudukan, tugas dan fungsinya
14
(Suradinata, 2006, h. 144). Menurut pendapat di atas kedudukan, tugas dan fungsi
Camat adalah:
1. Kedudukan camat, sebagai kepala pemerintahan di kecamatan.
2. Tugas camat, memimpin penyelenggaraan pemerintahan, pembinaan
pemerintahan desa dan kelurahan, pembangunan dan pembinaan
kehidupan kemasyarakatan, menyelenggaraan koordinasi atas kegiatan
instansi vertikal dengan dinas di daerah dan diantara instansi vertikal
lainnya di dalam wilayah kecamatan.
3. Fungsi camat yaitu penyelenggaran tugas-tugas pemerintahan umum dan
pembinaan desa dan kelurahan, pembinaan ketentraman dan pembinaan
lingkungan hidup, pembinaan kesejahteraan sosial, pembinaan pelayanan
umum, penyusun rencana dan program, pembinaan administrasi,
ketatausahaan dan rumah ketertiban wilayah, pembinaan pembangunan
masyarakat desa yang meliputi pembinaan sarana dan prasarana
perekonomian, produksi, dan pembinaan pembangunan pada umumnya.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah mengubah status pemerintah kecamatan. Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan Suhariyono (1999, h. 40), bahwa kecamatan selama ini merupakan
tingkatan wilayah administratif paling rendah, menjadi wilayah atau daerah kerja
operasional daerah yang kedudukannya akan disejajarkan dengan dinas dan
lembaga teknis daerah yang sama-sama sebagai perangkat daerah.
Tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang
semakin komplek di tingkat kecamatan, menuntut adanya pendelegasian
wewenang kepada perangkat kecamatan. Salah satunya adalah dengan
15
memberdayakaan perangkat kecamatan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Revida (2005, h.110) bahwa munculnya konsep pemberdayaan pada awalnya
merupakan gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai subjek dari
dunianya sendiri. Pendapat di atas menjelaskan bahwa seorang pimpinan dalam
memberdayakan bawahannya dimulai dengan memberikan tanggung jawab atas
pekerjaannya, sehingga bawahannya mempunyai wewenang penuh untuk dapat
mengambil keputusan yang berkaitan dengan perbaikan hasil kerjanya. Hal
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Keban (2004, h.124) diharapkan kontrol
hirarkis dalam organisasi dialihkan ke tangan para pegawai yang berhadapan
langsung dengan pelayanan terhadap masyarakat.
2.4. Pengawasan
2.4.1. Pengertian Pengawasan
Sarwoto (2005, h.12) mengatakan bahwa: ”Pengawasan adalah kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan
rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”. Dari pendapat Sarwoto
ini secara implisit dapat terlihat tujuan dari pengawasan yaitu mengusahakan agar
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana. Seluruh pekerjaan yang dimaksud
adalah pekerjaan yang sedang dalam pelaksanaan dan bukan pekerjaan yang telah
selesai dikerjakan.
Berkaitan dengan arti pengawasan sebagai suatu proses Situmorang dan
Juhir (1994, h.20) menyatakan bahwa: “Pengawasan adalah suatu proses yang
menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang dikerjakan sejalan
dengan rencana”.
16
Ukas (2004, h. 337) menyatakan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses
kegiatan yang dilakukan untuk memantau, mengukur dan bila perlu melakukan
perbaikan atas pelaksanaan pekerjaan sehingga apa yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Admosudirdjo (2005, h.11) yang
mengatakan bahwa: Pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah
keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang
sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma, standar atau rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Siagian (1990, h.107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” Ciri
terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa
pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan yang sedang berjalan dan
tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan.
Winardi (1986, h.395) berpendapat tentang pengertian pengawasan bahwa:
Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana.
Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan
mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang
direncanakan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah
tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan
17
adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan,
penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.
Hal senada dikemukakan oleh Manullang (1997, h.136) bahwa:
“Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah
dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. Pada hakekatnya,
pandangan Manullang di atas juga menekankan bahwa pengawasan merupakan
suatu proses dimana pekerjaan itu telah dilaksanakan kemudian diadakan
penilaian apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ataukah terjadi
penyimpangan, dan tidak hanya sampai pada penemuan penyimpangan tetapi juga
bagaimana mengambil langkah perubahan dan perbaikan sehingga organisasi
tetap dalam kondisi yang sehat.
Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana
diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang
sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan
sasaran serta tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai
dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.
18
2.4.2. Tujuan Pengawasan
Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak
lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya
selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan
dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir (1994, h.22)
maksud pengawasan adalah untuk :
1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
2. Memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama
atau timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam
rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat
pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan
dalam planning, yaitu standard.
Rachman dalam Situmorang dan Juhir (1994, h.22), juga mengemukakan
tentang maksud pengawasan, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan
instruksi serta prinsip yang telah ditetapkan
19
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan
kegagalan, sehingga dapat diadakan perubahan untuk memperbaiki serta.
mencegah pengulangan kegiatan yang salah.
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat
diadakan perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih
benar.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan
adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya
apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat
kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.
Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Ukas (2004, h.337)
mengemukakan:
1. Menyuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan
lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-
rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau
mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat
membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja
yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil yang
diharapkan.
Situmorang dan Juhir (1994, h.26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan
adalah :
20
1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh
suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna
serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali
dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat
dan bertanggung jawab.
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah,
tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan,
tumbuhnya budaya malu dalam diri masing aparat, rasa bersalah dan rasa
berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal yang tercela terhadap
masyarakat dan ajaran agama.
Lebih lanjut Situmorang dan Juhir (1994, h.26) mengemukakan bahwa
secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk:
1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan
dan perintah.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang
dihasilkan
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi
Sementara tujuan pengawasan menurut Safrudin, 1965, h.36) adalah untuk
mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, mengetahui apakah
sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan,
mengetahui kesulitan dan kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu
21
berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai
kesulitan, kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada
pokoknya tujuan pengawasan adalah:
1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-
instruksi yang telah dibuat.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau
kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.
3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan
kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.
2.4.3. Teknik Pengawasan
Situmorang dan Juhir (1994, h.27) mengklasifikasikan teknik pengawasan
berdasarkan berbagai hal, yaitu :
1. Pengawasan Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung.
a. Pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara
pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan,
dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal
ini dilakukan dengan inspeksi.
b. Pengawasan tidak langsung, diadakan dengan mempelajari laporan-
laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis,
mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa
pengawasan “on the spot”.
22
2. Pengawasan Preventif dan Represif.
a. Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan
dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap
persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana
penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain.
b. Pengawasan represif, dilakukan melalui post-audit, dengan pemeriksaan
terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan
pelaksanaan dan sebagainya.
3. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern.
a. Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus
dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Setiap pimpinan unit dalam
organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan
mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing.
b. Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
dari luar organisasi sendiri, seperti halnya pengawasan dibidang
keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh
Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan
Negara terhadap departemen dan instansi pemerintah lain.
Senada dengan pendapat Situmorang dan Juhir, Siagian (1989, h.139-140)
mengungkapkan bahwa Proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh
administrasi dan manajemen dengan mempergunakan dua macam teknik, yakni :
23
1. Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan organisasi
mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang
dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk: (a) inspeksi
langsung, (b) on the spot observation, (c) on the spot report, yang
sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan.
Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang
pimpinan -terutama dalam organisasi yang besar- seorang pimpinan tidak
mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu. Karena itu
sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung.
2. Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan jarak jauh.
Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para
bawahan. Laporan itu dapat berbentuk: (a) tertulis, (b) lisan. Kelemahan
dari pada pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering para bawahan
hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para
bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang
diduganya akan menyenangkan pimpinan.
Sementara Bohari (1992, h.25) membagi macam teknik pengawasan
sebagai berikut :
1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan
preventif ini biasanya berbentuk prosedur-prosedur yang harus ditempuh
dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan:
a. Mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dari dasar
yang telah ditentukan.
24
b. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara
efisien dan efektif.
c. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.
d. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi
sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan.
2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan
dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang
seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk
mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu
telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk:
a. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara
pengujian dan penelitian terhadap surat-surat pertanggungan jawab
disertai bukti-buktinya mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
b. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat
kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka teknik pengawasan yang
dilakukan oleh pimpinan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik,
semuanya tergantung pada berbagai kondisi dan situasi yang akan terjadi, maupun
yang sedang terjadi/berkembang pada masing-masing organisasi. Penentuan salah
satu teknik pengawasan ini adalah agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada
tindakan yang telah dilakukan atau agar penyimpangan yang telah terjadi tidak
berdampak yang lebih buruk, selain itu agar dapat ditentukan tindakan-tindakan
masa depan yang harus dilakukan oleh organisasi.
25
2.5. Pembangunan
2.5.1. Pengertian Pembangunan
Definisi pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan
berkesinambungan/berkelanjutan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga
yang paling humanistik. Salah satu titik berat bagi pembangunan nasional adalah
wilayah pedesaan dengan berbagai kenyamanan dan daya tarik tersendiri
Kemiskinan dan ketidak mampuan masyarakat pedesaan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan kehidupan mereka. Hal ini merupakan salah satu
kegagalan kebijakan pemerintah dimasa lalu karena seringkali kebijakan yang
ditempuh tidak sesuai dengan kondisi ekosistim wilayah, keinginan serta nilai-
nilai kehidupan yang dianut oleh masyarakat (Anwar, 2005, h. 45).
Kebijakan pemerintah tersebut hanya didasarkan kepada tujuan
meningkatkan kapital dan kepentingan segolongan tertentu saja yang merugikan
golongan masyarakat yang lain, tidak memperhatikan keberagaman wilayah yang
ada serta tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Seharusnya keberagaman potensi
wilayah baik kondisi biofisik wilayah, kemampuan sumberdaya alam,
pertumbuhan penduduk, dan akses ke pasar yang berbeda menghendaki perlakuan
ataupun kebijakan yang berbeda pula yang sesuai dengan karakteristik yang
dimilikinya. Kesalahan dalam pengaturan dan perancangan program-program
pembangunan menyebabkan kegagalan proses pembangunan itu sendiri.
Keragaman wilayah pedesaan di Indonesia tergantung kepada tipologinya
yang bervariasi, yang oleh Anwar (2005, h.71), kebijakan pertanian dan pedesaan
tidak dapat dilakukan secara seragam untuk semua keadaan wilayah yang masing-
26
masing memiliki kekhasan dan sifat-sifat khusus yang berbeda satu dengan yang
lain, sehingga setiap kebijakan harus memperhatikan kondisi perkembangan dari
wilayah yang bersangkutan yang secara konseptual tergantung kepada akses pasar
dan biaya-biaya transaksi. Kesenjangan spasial yang terjadi antar wilayah
perkotaan yang bercorak industri dan jasa dengan wilayah pedesaan yang di
dominasi oleh sektor pertanian. Maka diperlukan terobosan dalam
menyeimbangkan pembangunan yang berdapampak pada pembangunan
infrastruktur (fisik) desa, dan perekonomian rakyat pedesaan (non fisik).
Dalam kata lain menurut Wresniwiro (2007, h. 202), bahwa suatu konsep
pembangunan untuk mengurangi ketimpangan spasial tersebut dengan
menyeimbangkan pembangunan yang dilakukan secara terpadu. Keseimbangan
spasial tersebut dapat tercapai apabila dalam perencanaan pembangunan pedesaan
memperhatikan berbagai faktor yang terkait dan pembangunan diarahkan untuk
mencapai tujuan: (1) pemerataan, (2) pertumbuhan, (3) keterkaitan, (4)
keberimbangan, (5) kemandirian, dan (6) keberlanjutan. Keterpaduan tujuan
pembangunan tersebut dalam perencanaan dan proses pembangunan akan
meningkatkan produktifitas daerah pedesaan dengan berpegang pada prinsip
pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
keutamaan yang dianut masyarakat. Pembangunan bukanlah kegiatan pada ruang
kosong tetapi kegiatan yang dilakukan pada tempat dimana sejumlah penduduk
yang memiliki nilai-nilai tertentu menjadi obyek dan sekaligus sebagai subyek
pembangunan.Sehingga nilai-nilai keutamaan yang dianut masyarakat, organisasi
swadaya dan pengelolaan sumberdaya yang bersifat swadaya hendaknya menjadi
landasan penyelenggaraan pembangunan.
27
2.5.2. Pendekatan Pembangunan
Pendekatan pembangunan ke wilayah pedesaan harus dilakukan tidak
hanya kegiatan fisik saja (infrastruktur), melainkan yang lebih penting sebagai
entry point-nya adalah kegiatan ekonomi (non fisik) berdasarkan pada potensi
unggulan dimasing-masing wilayah, sehingga kesejahteraan rakyat pedesaan
dapat segera terwujud. Sebab kunci dari pembangunan yaitu kurangnya
masyarakat yang masih tergolong kurang sejahtera dibidang perekonomian,
dimana hal itu dikategorikan sebagai rakyat miskin. Dikarenakan prekenomian
rakyat yang tidak memenuhi kebutuhan hidup dari segi sandang, pangan, papan.
Dimana sebagaian orang terkadang pembangunan diartikan adanya gedung
megah. Padahal pembangunan itu ada dua segi yaitu pembangunan fisik dan non
fisik (Wresniwiro, 2007, h. 207).
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tugas pemerintah adalah
melaksanakan pembangunan disegala bidang termasuk didalamnya pembangunan
fisik desa. Tujuan pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
termasuk didalamnya masyarakat desa. Untuk memperjelas tentang apa yang
dimaksud dengan pembangunan fisik desa, maka terlebih dahulu penulis akan
mengutip pendapat para ahli Sumitro (2005, h. 98), bahwa pembangunan
didefinisikan sebagai berikut pembangunan adalah segala usaha baik dari
pemerintahan maupun swasta yang meliputi segala segi kehidupan dan
penghidupan penduduk sehingga dapat memenuhi keburuhanya secara layak.
28
2.6. Pengertian Infrastruktur
Pengertian Infrastruktur menurut Grigg (1988) dalam Wresniwiro (2007)
infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,
drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan
ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana
infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana
(jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem
ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan
infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang
ada di masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar
dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005 dalam Wresniwiro, 2007).
Dari definisi yang telah dikemukan oleh ahli di atas, maka infrastruktur dapat
di artikan embangunan fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan
fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
secara ekonomi dan sosial. Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi
penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan
wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan.
2.7. Gampong
2.7.1. Pengertian Gampong
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
bahwa Pemerintahan Desa di Aceh disebut gampong. Menurut Soekanto (2002,
h.147), Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempumyai
29
organisasi pemerintahan terendah langsung berada di bawah mukim atau nama
lain yang menempati wilayah tertentu, yang pimpin oleh Keuchik atau nama lain
yang berhak melaksanakan rumah tangganya sendiri. Terdapat 3 unsur pimpinan
gampong yaitu Keuchik, Teungku Meunasah dan Tuha Peut, akan tetapi dalam
menjalankan kekuasaan lebur menjadi satu dan dijalankan oleh Keuchik.
Selanjut dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor 5 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Gampong di dalam Provinsi Aceh terdapat gabungan
gampong-gampong yang disebut Mukim di kepalai oleh Imum Mukim. Mukim
adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Aceh yang terdiri
atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu
dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah kecamatan, yang
dipimpin oleh Imum mukim. Menurut Djuned, dkk (2002, h.11), jabatan ini
dipegang secara turun temurun. Karena di Aceh masyarakat pedesaannya kuat
dipengaruhi agama Islam maka peranan Teungku Meunasah di gampong sangat
berpengaruh. Biasanya pemerintahan desa tersebut dilaksanakan oleh Imeum,
Keuchik dan Teungku Meunasah bersama-sama dengan majelis urueng tuha.
Gampong dalam arti fisik merupakan sebuah kesatuan wilayah yang
meliputi tempat hunian, blang, padang dan hutan. Dalam arti hukum, gampong
merupakan Persekutuan Masyarakat Hukum Adat yang bersifat territorial.
Sedangkan kampong merupakan tempat hunian berbagai belah yang meliputi
wilayah tempat hunian, padang, persawahan dan hutan. Belah di Aceh Tengah
merupakan persekutuan masyarakat hukum adat. Persekutuan hukumnya bersifat
geanologis (hubungan darah) (Melalatoa, 2005, h. 226).
Pemerintahan di tingkat gampong terdiri dari beberapa pejabat, yaitu :
30
1. Keuchik gampong (kepala desa). Keuchik gampong berkewajiban.
a. Menjaga ketertiban, keamanan dan adat dalam desanya.
b. Menjalankan perintah atasan.
c. Berusaha memakmurkan desanya.
d. Menjalankan tugas sosial kemasyarakatan yang dikemas dalam istilah
keureuja udep dan keureja mate.
e. Ikut serta dala setiap peristiwa hukum seperti transaksi tanah,
perkawinan dan lain-lain.
f. Memberi keadilan di dalam perselisihan-perselisihan.
2. Teungku Imum Meunasah. Merupakan pimpinan di bidang keagamaan,
mulai dari mengaji Al Qur’an dan menanamkan dasar-dasar ketauhidan,
memimpin berbagai upacara keagamaan dan memberi nasehat-nasehat
spritual bagi Keuchik gampong apabila diperlukan.
3. Tuha Peut. Adalah dewan orang tua yang mempunyai pengetahuan yang
luas tentang adat dan agama. Tuha peut ini terdiri dari Keuchik gampong,
imum meunasah dan kepala jurong (kepala lorong)
4. Tuha lapan. Adalah dewan tertinggi di tingkat gampong yang terdiri dari;
tuha peut, guree semebeut (guru-guru ngaji), para cerdik pandai dan tokoh-
tokoh pemuda.
2.7.2. Sumber Pendapatan Gampong
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan
bahwa sumber pendapatan desa terdiri dari atas (a) pendapatan asli desa yang
meliputi: 1) hasil usaha desa, 2) hasil kekayaan Desa, 3) hasil swadaya dan
pertisipasi, 4) hasil gotong royong, dan 5) pendapatan lain-lain yang sah; (b)
31
bantuan dari Pemerintah Kabupaten meliputi: 1) bagian dari perolehan pajak dan
retribusi Daerah, 2) bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh Pemerintah kabupaten (c) bantuan dari pemerintah dan pemerintah
daerah provinsi; (d) sumbangan dari pihak ketiga; dan (e) pinjaman desa.
Sumber pendapatan Desa tersebut dikelola melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa. Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh
Bupati. Tata cara dan pungutan obyek pendapatan dan belanja Desa ditetapkan
bersama antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode penelitian deskriptif. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
dikarenakan peneliti dalam melakukan usulan penelitian secara langsung di
lapangan. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2009, h.4)
mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Selanjutnya menurut Denzim dan Lincoln (1987)
dalam Moleong (2009, h.5), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian
ini bermaksud mendeskripsikan peran Camat dalam pengawasan pembangunan
infrastrukur gampong di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.
3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah hasil kutipan wawancara penulis dengan
informan berupa kata-kata sebagai data primer. Menurut Lofland dan Lofland
(1984, h.47) dalam Moleong (2009, h.157) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.
33
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, menurut Moleong (2009, h.11) data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan
demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan
gambaran berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi,
memo, dan dokumen resmi lainnya.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara bertahap dalam pelaksanaan penelitian ini merupakan suatu
teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara bertanya langsung
kepada informan. Pendapat Bungin (2008, h.108) yang menyatakan bahwa karakter
utama dari wawancara ini adalah dilakukan secara bertahap dan pewawancara tidak
harus terlibat dalam kehidupan sosial informan. Kehadiran wawancara sebagai
peneliti yang sedang mempelajari objek penelitian yang dapat dilakukan secara
tersembunyi dan terbuka. Penggunaan pedoman wawancara dalam penelitian adalah
teknik pengumpulan data dari informan sebagai sumber data primer dengan cara
mengajukan daftar materi wawancara.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktifitas pencatatan fenomena yang
dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat
(partisipatif) ataupun nonpartisipatif. Untuk menyempurnakan aktifitas
pengamatan partisipan, peneliti harus mengikuti kegiatan keseharian yang
dilakukan informan dalam waktu tertentu, memerhatikan apa yang terjadi,
34
mendengarkan apa yang dikatakan, mempertanyakan informasi yang menarik, dan
mempelajari dokumen yang diteliti.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pencatatan berbagai arsip dan dokumentasi yang ada
hubungannya dengan penelitian. Dokumentasi bertujuan untuk mempelajari dan
menelusuri data yang bersumber pada informasi yang bersumber dari dokumen;
buku, jurnal, surat kabar, majalah, laporan kegiatan, notulen rapat, daftar nilai, kartu
hasil studi, transkrip, prasasti dan yang sejenisnya.
3.3. Penentuan Informan Penelitian
Teknik penentuan informan digunakan dalam penelitian ini dalah dengan
cara purposive sampling yakni dengan cara mencari orang-orang yang banyak
mengetahui, memahami atau dapat memberikan informasi tentang informasi yang
diketahui lebih dalam dalam memberikan informasi yang diperlukan dan begitu
seterusnya sambil dilakukan analisis sampai di peroleh kejenuhan data penelitian.
Penelitian ini penulis mengambil/ ditentukan informan sebanyak 6 orang
terdiri dari Camat Meureubo dan Keuchik Gampong yang berasal dari Gampong
Langueng, Gampong Meureubo, Gampong Peunaga, Gampong Paya Peunaga dan
Keuchik Peunaga Rayeuk. Alasan dipilih 5 gampong karena di gampong tersebut
pembangunan infrastrukur sedang dalam tahap pelaksanaan pembangunan
infrastruktur gampong.
3.4. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dapat didefinisikan dengan penelitian dengan
analisis data yang lebih mengandalkan aspek semantik dan kata-kata yang berasal
35
dari sumber informasi utama (key informan). Analisis data kualitatif biasanya
digunakan untuk penelitian pada domain keilmuan yang belum atau tidak ada.
Milles dan Hubermas dalam Silalahi (2009, h.339) menyatakan bahwa “kegiatan
analisis terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi”.
1. Reduksi Data
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan melakukan reduksi data berlangsung
secara terus menerus, terutama selama proyek yang berorientasi kualititatif
berlangsung atau selama pengumpulan data. Selama pengumpulan data
berlangsung, terjadi tahapan reduksi (membuat ringkasan, mengkode, menelusuri
tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo).
2. Penyajian Data
Penyajian data yaitu mengumpulkan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui
data yang disajikan, kita melihat akan dapat memahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan -lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan-
berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian data tersebut.
3. Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan yaitu menarik kesimpulan dan verifikasi. Ketika
kegiatan pengumpulan data dilakukan, seorang penganalisis kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-
36
konfigursi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Mula-mula kesimpulan
belum jelas, tetapi kemudian kian meningkat menjadi lebih terperinci.
3.5. Pengujian Kredibilitas Data
Untuk mengetahui apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau
dipercaya, dalam penelitian kulitatif sangat penting adanya uji kredibelitas data
seperti; kriteria dalam menilai adalah lama penelitian, observasi yang detail,
triangulasi dengan membandingkan dengan hasil penelitian lain.
Menurut Sugiyono (2009, h.368), untuk hasil penelitian yang kredibel,
terdapat tujuh teknik yang diajukan yaitu.
1. Perpanjangan pengamatan. Dalam penelitian kualitatif, keikutsertaan
peneliti sangat menetukan dalam pengumpulan data
2. Meningkatkan ketekunan.Meningkatkan ketekunan berarti peneliti akan
melakukan pengamatan secara cermat dan berkesinambungan.
3. Triangulasi. Trianggulasi dalam pengujian kredibilitas adalah pengecekan
data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan berbagai waktu.
4. Diskusi dengan teman. Peneliti melakukan diskusi dengan orang lain agar
data lebih valid.
5. Analisis kasus negatif. Jika peneliti menemukan data yang bertentangan
dengan data yang sudah ditemukan, maka peneliti akan merubah
temuannya.
6. Menggunakan bahan referensi. Peneliti menggunakan pendukung rekaman
wawancara untuk membuktikan data penelitian.
7. Mengadakan member check. Data yang ditemukan peneliti akan
diklarifikasikan kepeda pemberi data agar data benar-benar valid.
37
3.6. Jadwal Penelitian
Jadwal beserta rangkaian kegiatan dalam melaksanakan penelitian ini
dimulai dari bimbingan, pelaksanaan seminar proposal, perbaikan proposal
sampai ujian sidang skripsi.
Tabel 3.1. Tabel Jadwal Dan Rangkaian Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan Proposal
a. Pengajuan Judul Proposal √
b. Pengumpulan Bahan-Bahan Penulisan √
c. Observasi dan Pengumpulan Data Sekunder √
d. Penulisan Proposal √
e. Bimbingan Proposal √
f. Perbaikan Proposal √
g. Seminar Proposal √
2 Penelitian Lapangan
a. Perbaikan Proposal Hasil Seminar √
b. Pengumpulan Dokumen Penelitian √
c. Wawancara Penelitian √
3 Penulisan Laporan Hasil Penelitian
a. Pengolahan Data Laporan √
b. Penulisan Laporan Penelitian √
c. Bimbingan Laporan Penelitian √
d. Perbaikan Laporan Penelitian √
e. Bimbingan dan Perbaikan Lanjutan √
38
4 Seminar Hasil Penelitian
a. Persiapan Seminar Hasil Penelitian √
b. Perbaikan Laporan Hasil Penelitian √
c. Bimbingan dan Perbaikan Lanjutan √
5 Sidang Skripsi
a. Persiapan Sidang Skripsi √
b. Sidang Skripsi √
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat
Kecamatan Meureubo terletak di Kabupaten Aceh Barat memiliki luas
20.851 Ha, terdiri dari 26 gampong dan berada pesisir pantai. Menurut letak
topografinya, kecamatan Meurebo merupakan wilayah dataran rendah dan pesisir
dengan posisi tanah dimana sebanyak 3 gampong berada di lembah, sebanyak 6
gampong berada di lereng dan sebanyak 17 gampong berada dataran rendah.
Batas-batas wilayah kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai
berikut:
a. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kaway XVI
c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Johan Pahlawan
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya
Dilihat dari aspek jumlah penduduk di Kecamatan Meureubo berdasarkan
data BPS Kabupaten Aceh Barat tahun 2013 menunjukkan bahwa pada tahun
2013 jumlah penduduk mencapai 28.675 jiwa dengan kepadatan rata-rata
penduduk 254 jiwa/ Km2, dimana jumlah penduduk laki-laki adalah 14.720 orang
atau sebesar 51,33 persen dan perempuan 13.955 orang atau sebesar 48,67 persen.
Dari jumlah penduduk tersebut penduduk yang berusia 0-4 tahun adalah yang
terbanyak dengan jumlah 3.147 orang dan penduduk yang berusia 70 Tahun ke
atas lebih sedikit dengan 252 orang. Berkaitan dengan jumlah penduduk di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut:
40
Tabel 4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Umur di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
0 - 4 Tahun 1,618 Orang 1,529 Orang 3,147 Orang
5 - 9 Tahun 1,460 Orang 1,456 Orang 2,916 Orang
10 - 14 Tahun 1,452 Orang 1,371 Orang 2,823 Orang
15 - 19 Tahun 1,262 Orang 1,226 Orang 2,488 Orang
20 - 24 Tahun 1,447 Orang 1,445 Orang 2,892 Orang
25 - 29 Tahun 1,614 Orang 1,487 Orang 3,101 Orang
30 - 34 Tahun 1,307 Orang 1,272 Orang 2,579 Orang
35 - 39 Tahun 1,186 Orang 1,126 Orang 2,312 Orang
40 - 44 Tahun 1,029 Orang 844 Orang 1,873 Orang
45 - 49 Tahun 726 Orang 626 Orang 1,352 Orang
50 - 54 Tahun 564 Orang 512 Orang 1,076 Orang
55 - 59 Tahun 388 Orang 312 Orang 700 Orang
60 - 64 Tahun 237 Orang 268 Orang 505 Orang
65 - 69 Tahun 225 Orang 162 Orang 387 Orang
70 -74 Tahun 104 Orang 168 Orang 272 Orang
75 + Tahun 101 Orang 151 Orang 252 Orang
Total 14,720 Orang 13,955 Orang 28,675 Orang
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Selanjutnya dilihat dari aspek permasalahan sosial di Kecamatan Meurebo
Kabupaten Aceh Barat, terdapat beberapa beberapa masalah yang ditemukan yaitu
fakir miskin sebanyak 2,080 Orang atau 80.1 persen, yatim piatu 459 orang atau
17,7 persen. Untuk lebih berkaitan dengan permasalahan tersebut dapat dilihat
pada table berikut ini:
41
Tabel 4.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Penyandang Masalah Sosial
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Jenis Masalah Sosial Jumlah Persentase
1 Fakir Miskin 2,080 Orang 80.1%
2 Yatim Piatu 459 Orang 17.7%
3 Lanjut Usia 51 Orang 2.0%
4 Gelandangan 6 Orang 0.2%
Total 2,596 Orang 100.0%
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Keadaan permasalahan sosial lain yang terdapat di Kecamatan Meureubo
adalah masalah penyandang tuna netra dengan jumlah 20 orang atau sebesar 71,4
persen, tuna rungu wicara sebanyak 3 orang, dan tuna gtahita sebanyak 5 orang
atau sebesar 17,9 persen, sebagai terlihat pada table sebagai berikut:
Tabel 4.3. Jumlah dan Persentase Penduduk Penyandang Masalah Sosial
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Jenis Kecacatan Jumlah Persentase
1 Tuna Netra 20 Orang 71.4%
2 Tuna Rungu-Wicara 3 Orang 10.7%
3 Tuna Grahita 5 Orang 17.9%
4 Cacat Ganda 0 Orang 0.0%
Total 28 Orang 100.0%
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
4.1.2. Potensi Industri di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Kecamatan Meureubo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Aceh Barat yang memiliki potensi industri diantaranya adalah industri konstruksi
yang mampu menyerap tenaga kerja pada tahun 2013 sebanyak 161 orang tenaga
kerja, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
42
Tabel 4.4. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis
Industri Konstruksi di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2013
No Jenis Industri Konstruksi Jumlah Persentase
1 Batu Bata 18 Orang 11%
2 Batako/ Ubin/ Tegel 22 Orang 14%
3 Alat Bangunan Lain Dari Semen 7 Orang 4%
4 Perabot/ Kosen/ Mobiler 114 Orang 71%
Total 161 Orang 100%
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Potensi industri lain yang mampu mendukung prospek kemandirian
ekonomi masyarakat di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat adalah
industri yang bergerak dibidang jasa, yang mampu menyerap tenaga pada tahun
2013 sebanyak 161 orang yang terdiri dari 11 jenis industri jasa, sebagaimana
tabel berikut ini:
Tabel 4.5. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Industri Jasa
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Jenis Industri Jasa Jumlah Persentase
1 Reparasi Sepeda 5 Orang 3.0%
2 Reparasi Sepeda Motor 55 Orang 33.3%
3 Reparasi Mobil 31 Orang 18.8%
4 Tambal Ban 6 Orang 3.6%
5 Galangan Kapal 3 Orang 1.8%
6 Percetakan 4 Orang 2.4%
7 Reparasi Alat Elektronik 7 Orang 4.2%
8 Tukang Las 26 Orang 15.8%
9 Tukang Mas 18 Orang 10.9%
10 Salon Rias Pengantin 6 Orang 3.6%
11 Photo Copy 4 Orang 2.4%
Total 165 Orang 100.0%
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
43
Sedangkan keadaan tenaga kerja berdasarkan industri tradisional yang
terdapat di Kecamatan Meureubo menunjukkan bahwa industri tradisional secara
keseluruhan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.118 orang. Untuk lebih
jelas berkaitan dengan hal tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Industri
Tradisional di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013
No Jenis Industri Tradisional Jumlah Persentase
1 Pandai Besi 12 Orang 1.1%
2 Penggaraman 32 Orang 2.9%
3 Anyaman Tikar 8 Orang 0.7%
4 Anyaman Rotan 0 Orang 0.0%
5 Tukang Kaleng 0 Orang 0.0%
6 Sapu Ijuk 62 Orang 5.5%
7 Roti Mie 4 Orang 0.4%
8 Minyak Goreng 0 Orang 0.0%
9 Makanan 323 Orang 28.9%
10 Depot Isi Ulang Air 25 Orang 2.2%
11 Ikan Asin 8 Orang 0.7%
12 CPO 644 Orang 57.6%
Total 1,118 Orang 100.0%
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
4.1.3. Potensi Perkebunan dan Perikanan di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat
Potensi ekonomi lainnya yang terdapat di Kecamatan Meurebo disamping
potensi industri adalah potensi produksi hasil perkebunan dan perikuanan yang
dikelola masyarakat setempat. Di Kecamatan Meurebo terdapat 7 jenis produksi
perkebunan yaitu pala, pinang, biji kopi, kelapa dalam, kelapa hibrida, karet dan
kelapa sawit, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
44
Tabel 4.7. Luas Area dan Produksi Berdasarkan Jenis Perkebunan Rakyat
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Jenis Produksi Luas Area
(Hektar) Produksi (Ton)
1 Pala
1.50
0.30
2 Pinang
86.70
35.90
3 Biji Kopi
34.00
5.44
4 Kelapa Dalam
330.50
113.70
5 Kelapa Hidbrida
31.00
4.50
6 Karet
2,093.69
2,071.46
7 Kelapa Sawit
953.00
7,912.00 Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Produksi lainnya yang terdapat di Kecamatan Meureubo adalah budiaya
perikanan, yang pada tahun 2013 mampu menghasilkan produksinya dari jenis
budidaya air tawar sebanyak 39,90 ton dan jenis budidaya perairan sebanyak
35,12 ton sebagai mana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8. Produksi Berdasarkan Jenis Budidaya Perikanan di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Jenis Budidaya Produksi
1 Air Tawar 39.90 Ton
2 Perairan 35.12 Ton
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Dari table-tabel hasil dokumentasi data sekunder yang telah disebutkan
pada penelitian ini, menunjukkan bahwa Kecamatan Meureubo merupakan salah
satu wilayah di Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai potensi wilayah yang
secara ekonomis mampu mendukung kesejahteraan bagi masyarakat. Karena itu
penting bagi pemerintah untuk terus memperhatikan potensi tersebut.
45
4.1.4. Pendidikan di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting bagi masyarakat untuk
meningkatkan dan memajukan sumber daya masyarakat, khususnya pada
masyarakat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Keadaan pendidikan di
Kecamatan Meureubo dilihat dari jumlah penduduk dan sarana pendidikan,
menunjukkan bahwa usia sekolah yang menempuh pendidikan diketahui bahwa
usia 7-12 tahun terdapat 3.573 orang, usia 13-15 tahun terdapat 1.808 orang, dan
usia 16-18 tahun terdapat 1.476 orang dengan jumlah total adalah 6.857 orang.
Untuk lebih jelas berkenaan dengan jumlah dan persentase penduduk usia sekolah
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Usia Sekolah di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Usia Jumlah Persentase
1 7-12 Tahun 3,573 Orang 52.1%
2 13-15 Tahun 1,808 Orang 26.4%
3 16-18 Tahun 1,476 Orang 21.5%
Total 6,857 Orang 100%
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Selanjutnya berdasarkan data Dinas Pendidikan menunjukkan bahwa di
kecamatan Mereubeu dalam membangun sumber daya manusia di sektor
pendidikan telah didukung oleh pembangunan sekolah-sekolah oleh pemerintah
maupun oleh pihak swasta dengan berbagai jenjang pendidikan 53 sekolah yang
terdiri dari 18 sekolah tingkat taman kanak-kanak, 33 sekolah dasar/sederajat, 9
sekolah menengah pertama/sederajat dan 4 sekolah menengah atas. Selain itu di
kecamatan tersebut juga terdapat Universitas Teuku Umar dan Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen, yang merupakan institusi perguruan tinggi di Aceh Barat.
46
Tabel 4.10 Jumlah Sekolah dan Jumlah Siswa Sekolah di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Jenjang Pendidikan Jumlah
Sekolah
Jumlah Siswa
Laki-Laki Perempuan
1 Taman Kanak-Kanak 14 Sekolah 225 234
2 Taman Kanak Raudhatul Atfhal 4 Sekolah 80 76
3 Sekolah Dasar Negeri 19 Sekolah 1,366 1,283
4 Madrasah Ibtidayah Negeri 2 Sekolah 275 251
5 Madrasah Ibtidayah Swasta 1 Sekolah 26 40
6 Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Sekolah 390 319
7 Sekolah Menengah Pertama Swasta 1 Sekolah 128 119
8 Madrasah Tsnawiyah Negeri 1 Sekolah 161 172
9 Madrasah Tsnawiyah Swasta 1 Sekolah 83 82
10 Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Sekolah 193 194
11 Sekolah Menengah Atas Swasta 1 Sekolah 15 44
12 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sekolah 56 6
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
4.1.5. Sarana Kesehatan Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Ketersediaan sarana kesehatan bagi masyarakat sangatlah penting untuk
diperhatikan. Untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan, maka di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat secara
keseluruhan terdapat 14 unit sarana kesehatan masyarat yaitu 1 Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskemas) 6 Unit Puskemas Pembantu, dan 7 Unit Polindes,
sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini:
47
Tabel 4.11 Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2013
No Sarana Kesehatan Jumlah Unit Kesehatan
1 Puskesmas 1 Unit
2 Puskesmas Pembantu 6 Unit
3 Polindes 7 Unit
Sumber: Aceh Barat Dalam Angka, 2014
Berdasarkan perolehan data penelitian berkaitan dengan keadaan
pendidikan dan sarana kesehatan, menunjukkan bahwa Kecamatan Meureubo
merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Meureubo yang didukung oleh
fasilitas pendidikan yang memadai untuk meningkatkan sumber daya manusia
melalui penyelengaraan pendidikan, dan dengan adanya sarana kesehatan maka
dapat mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu sangat penting bagi pemerintah kabupaten Aceh Barat dan Pemerintah
kecamatan untuk terus meningkatkan sarana pendidikan dan penyediaan sarana
kesehatan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan pembangunan masyarakat.
4.1.6. Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat
Pusat pemerintahan kecamatan adalah kantor kecamatan yang terletak di
gampong Meurebo, dimana kantor membawahi seluruh gampong yang ada dalam
kecamatan. Untuk menjalankan roda pemerintahan kecamatan agar berjalan
dengan baik sehingga terwujudnya pemerintahan yang baik, bersih dan efisien,
sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia pejabat yang mengemban amanah
penyelenggaraan pemerintah kecamatan. Berikut struktur organisasi Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat tahun 2014-2015.
48
Bagan 4.1. Struktur Organisasi Sekretariat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014-2015
Sumber: Kantor Camat Meurebo Kabupaten Aceh Barat, 2015
Kasi Ekobang
Herawati, SE
Kasi Kessos
Eddy Darmawijya, S.Sos
Kasi Tantrib
Abdul Halim, AH
Kasi Pelayanan
Saiful. Hs, S.Pd
Kasi Pemerintahan
Dedi Muliandi, S.IP, M.Si
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sekretaris Camat
Anwar. S, SH
Camat
Drs. Hasmi Zuandi, M.Sc
Kasubbag Keuangan Dan
Kepegawaian
Doni Yuanda, SE
Kasubbag Umum Dan
Perlengkapan
Syarifah Nova Susanti, SSTP, M.Sc
49
Penyelanggaraan pemerintahan gampong di Kecamatan Meurebo dibagi
atas 2 kemukiman yaitu Kemukiman Meureubo dan Kemukiman Ranto Panyang.
Kemukiman Meureubo terdiri dari 14 pemerintahan gampong dimana masing-
masing gampong dipimpin oleh seorang Keuchik. Gampong-gampong yang
berada di kemukiman Meureubo di antaranya adalah; Ujong Drien, Meureubo,
Langung, Peunaga Rayeuk, Peunaga Paya, Peunaga Pasi, Gunong Kleng, Peunaga
Cut Ujong, Ujong Tanjong, Balee, Reudeup, Pucok Reudeup, Bukit Jaya dan
Sumber Batu. Sedangkan gampong-gampong yang berada di Kemukiman Ranto
Panyang terdiri dari 12 gampong yaitu; Pasi Pinang, Pasi Mesjid, Ranto Panyang
Barat, Ranto Panyang Timur, Mesjid Tuha, Ranup Dong, Ujong Tanoh Darat,
Pulo Teungoh, Pasi Aceh Baroh, Pasi Aceh Tunong, Paya Baroh dan Buloh.
Tabel 4.12. Nama Gampong, Nama Keuchik dan Jumlah Dusun di
Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Tahun 2013
Kode
Gampong Nama Gampong Nama Keuchik
Jumlah
Dusun
1107081001 Peunaga Cut Ujong Agustiar 4
1107081002 Gunong Kleng Norman 4
1107081003 Peunaga Pasi Sudirman 2
1107081004 Peunaga Rayeuk H. Amrin Mukminin 4
1107081005 Paya Peunaga Samsul Bahri 3
1107081006 Langung Wilis Rajab 4
1107081007 Meureubo I Gusri B 4
1107081008 Ujong Drien Syam Azhar 4
1107081009 Pasi Pinang Bustami Ubit 2
1107081010 Ujong Tanjong Syahril 4
1107081011 Bukit Jaya Harsono 5
1107081012 Buloh M. Yusuf 2
1107081013 Ranto Panyang Timur Djalaluddin 3
1107081014 Ranto Panyang Barat Tgk. Adnan 3
50
1107081015 Mesjid Tuha Jaminuddin 3
1107081016 Ujong Tanoh Darat H. Tarmizi 3
1107081017 Ranup Dong Abdurrahim 3
1107081018 Pasi Mesjid Tgk. Zainal Abidin 2
1107081019 Pulo Teungoh Sulaiman 3
1107081020 Balee Malek Ridwan 3
1107081021 Sumber Batu Jauhari 5
1107081022 Pasi Aceh Baroh Tgk. Abdul Manaf 3
1107081023 Pasi Aceh Tunong T. Sulaiman 4
1107081024 Reudup Budiman 2
1107081025 Pucok Reudup T. Muhammad Arfan 2
1107081026 Paya Baroh Muhammad Hanafiah 2
Sumber: Data Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, 2014
4.1.1. Visi dan Misi Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
1. Visi Kecamatan Meurebo
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat memiliki visi yaitu
“terwujudnya pelayanan pemerintahan yang unggul melalui partisipatif aktif
masyarakat, peningkatan peran adat, seni budaya menuju masyarakat yang tertib
berdasarkan Dinul Islam Di Kecamatan Meureubo”.
2. Misi Kecamatan Meureubo
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat memiliki misi yaitu:
a. Mewujudkan Pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabell melalui
penyelenggaraan pemerintahan kecamatan yang aspiratif dan partisipatif,
Hal ini dimaksudkan untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam
rangka mewujudkan reformasi birokrasi yang ditandai dengan adanya
51
perbaikan kinerja birokrasi di setiap lini secara cepat, tepat, murah,
transparan dan akuntabel.
b. Meningkatkan peran Dinul Islam, pelayanan dan koordinasi sosial dasar
yaitu pendidikan, kesehatan, pertanian dengan memperhatikan dampak
risiko bencana. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan pelayanan
publik yang optimal kepada masyarakat untuk mewujudkan kualitas
kehidupan yang lebih layak serta peningkatan pendapatan masyarakat
petani .
c. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban dengan mengedepankan
perdamaian dan Dinul Islam. Hal ini dimaksudkan untuk dapat
menguatkan dan menjaga kelangsungan perdamaian dalam kehidupan
bernegara serta menanamkan nilai-nilai Dinul Islam dalam setiap sendi
kehidupan bermasyarakat di kecamatan.
d. Meningkatkan peran pemuda, perempuan dan kelembagaan adat, seni
budaya serta olah raga. Hal ini dimaksudkan agar pemuda, perempuan dan
pemangku adat turut menjadi stakeholder dalam pembangunan tanpa
indikasi diskriminasi serta menjunjung tinggi nilai adat dan budaya daerah.
e. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan serapan aspirasi dalam
pembangunan, hal ini bertujuan untuk menjadi Musrenbang betul-betul
sebagai sebuah lembaga penyerapan aspirasi.
f. Meningkatkan peran sumber daya aparatur kecamatan dan Gampong. Hal
ini dimaksudkan agar aparat kecamatan dan Gampong memliki
kompetensi di bidangnya dengan penguasaan pengetahuan, ketrampilan
dan sikap bekerja yang lebih baik.
52
4.1.2. Realisasi Pelaksanaan Pembangunan Gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Tabel 4.13. Data Jenis Pembangunan Gampong, Volume dan Biaya di
Kecamatan Meureubo Tahun 2014
No Jenis
Pembangunan
Jumlah
Gampong
Desa/Lokasi
Pembangunan
Total
Volume Total Biaya
1 Pembuatan
Saluran
Drainese
9 Gampong Gampong
Bukit Jaya,
Gampong
Langung,
Gampong Paya
Baro Gampong
Pulo Teungoh
Ranto,
Gampong
Ranto Panyang
Barat,
Gampong
Ujong
Tanjong,
Gampong
Peunaga Cut
Ujong,
Gampong
Ujong Drien,
dan Gampong
Bale.
4,163 m Rp 996,867,000
2 Pembuatan
Jalan Poros
Dusun Dengan
Perkerasan Situ
4 Gampong Gampong
Buloh ,
Gampong
Mesjid Tuha,
Gampong
Sumber Batu,
dan Gampong
Peunaga Pasi.
1,440 m Rp 190,000,000
3 Pembuatan
Jalan
Lingkungan
Dengan
Perkerasan Situ
2 Gampong Gampong
Meureubo,
Gampong Pasi
Aceh Tunong.
740 m Rp 95,000,000
4 Pembuatan
Kedai
Gampong
2 Desa Gampong Pasi
Mesjid dan
Gampong
Pucok
Reudeup
16 m, 64 m2
Rp 95,000,000
53
5 Pembuatan
Tembok
Penahan Tanah
5 Gampong Gampong Pasi
Aceh Baroh,
Gampong Paya
Peunaga,
Gampong
Peunaga Cut
Ujong,
Gampong
Reudeup, dan
Gampong Pasi
Pinang
857 m Rp 237,500,000
6 Pembuatan
Jalan
Lingkungan
Dengan
Perkerasan
Rabat Beton
2 Gampong Gampong
Ranup Dong
dan Gampong
Ujong Tanoh
Darat
397 m Rp 90,000,000
7 Pembuatan
Balai Pertanian
1 Gampong Gampong
Balee
6 m, 24 m2
Rp 47,500,000
8 Pembuatan
Gedung PAUD
1 Gampong Gampong
Reudeup
72 m2, 1
Unit
Rp 238,222,000
9 Pembuatan
Posyandu
1 Gampong Gampong
Pucok
Reudeup
72 m, 1
Unit
Rp 170,964,000
10 UEPG 1 Gampong Gampong
Peunaga
Rayeuk
1 Kelompok Rp 47,500,000
11 Simpan Pinjam
Kelompok
Perempuan
2 Gampong Gampong
Aceh Tunong
dan Gampong
Ujong Tanoh
Darat
2 Kelompok Rp 68,947,000
Total Biaya Pembangunan Gampong Rp 2,277,500,000
Sumber Data: Realisasi Program/ Proyek Masuk Gampong Tahun 2014, Diolah
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pelaksanaan pembangunan
gampong pada tahun 2014 menunjukkan terdapat 11 jenis pembangunan dengan
jumlah anggaran Rp 2.277.500.000, dimana pembangunan paling banyak
dilakukan adalah pembangunan drainase yang terdapat di 9 gampong. Dengan
melihat banyaknya pembangunan gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat, maka perlu adanya pengawasan pembangunan oleh Camat.
54
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Peran Camat Dalam Pengawasan Pembangunan Infrastrukur
Gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah
perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi
manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak
diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu
sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan
lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat, program perencanaan pembangunan merupakan salah satu agenda
penting yang menjadi pembahasan di tingkat gampong dalam rapat pertemuan
apartur gampong dengan aparatur kecamatan. Hal ini dapat dilihat dari komitmen
pemerintah kecamatan dalam pengawasan pembangunan gampong. Adapun
model pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan Meureubo kepada
Pemerintah Gampong maupun terhadap kelompok-kelompok masyarakat, yaitu:
(a) pengawasan sentralistik dengan mengedepankan aparatur pemerintahan
gampong sebagai pelapor, (b) pengawasan Cooperative Profesional Development
(CPD) yakni dengan mengedepankan lembaga pengawas yakni Tuha Peut
Gampong sebagai pelapor, dan (c) pengawasan oleh masyarakat dalam
pengawasan ini masyarakat langsung berperan sebagai pengawas pemerintahan.
Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, telah banyak usulan
pembangunan yang diajukan oleh masyarakat melalui aparatur pemerintahan
gampong. Karena itu dari dari semua usulan pembangunan yang diajukan tersebut
kepada pemerintah kecamatan, sangat penting dilakukan pengawasan
55
pembangunan tersebut, agar tujuan pembangunan dapat memberikan manfaat
kepada masayarakat. Hal tersebut sangat penting untuk dilakukan pengawasan
mengingat, berdasarkan data laporan Kecamatan Meureubo tahun 2014, diketahui
bahwa 26 gampong yang terdapat di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
yang mengusulkan pembangunan gampong berupa proyek pembangunan
prasarana umum dengan jumlah total anggaran mencapai Rp Rp 2.277.500.000.
Dengan jumlah anggaran yang demikian besar, maka penting sekali
adanya pengawasan pembangunan pengawasan untuk mencapai pembangunan
gampong yang tepat sasaran oleh Camat, karena tujuan pembangunan gampong
itu sendiri adalah untuk menciptakan peningkatan kehidupan masyarakat
gampong dan memajukan potensi yang dimiliki gampong.
Dalam upaya melakukan pengawasan pembangunan gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, Camat memiliki peranan yang
sangat penting, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hasmi Zuandi selaku camat
Meureubo, mengatakan bahwa:
“Dalam pelaksanaan pembangunan di gampong-gampong Kecamatan
Meureubo, Saya selaku Camat datang langsung melihat dan
mengawasi setiap pekerjaan pembangunan yang ada. Jadi, dengan
adanya pengawasan dari saya, maka pembangunan gampong bisa
selesai tepat waktu sesuai dengan rencana” (Wawancara, 27 April
2015).
Pembangunan gampong merupakan bagian dari pembangunan nasional,
sehingga dalam pelaksanaannya, pembangunan gampong dapat memberikan
pengaruh yang kuat terhadap pembangunan nasional, dalam hal ini Camat
diharapkan dapat mendorong Keuchik dan aparatur gampong untuk menjalankan
pembangunan gampong, meskipun keuchik bukan bawahan langsung dari Camat,
namun dalam hal pengawasan pembangunan gampong yang dilakukan oleh Camat
56
adalah datang langsung melihat pembangunan, sebagaimana yang dikatakan oleh
Camat Meurebo, mengatakan bahwa:
“Bentuk pengawasan oleh Camat pembangunan gampong yang
telah dikerjakan oleh pemerintahan gampong sesuai dengan
perencanaan yang diterima oleh Camat. Karena itu pula camat
perlu datang langsung ke lokasi pembangunan untuk lebih tahu
apakah dalam pekerjaan pembangunan ada kendala atau tidak”.
Biasanya saya datang ke lokasi dua minggu sekali untuk melihat
langsung proyek pembangunan gampong. (Wawancara, 27 April
2015).
Agar pembangunan dapat terlaksana dengan efektif, komitmen Camat
Meureubo dalam pengawasan pembangunan gampong, lebih mengedepankan
pada pengawasan yang terpusat dimana Tuha Peut dan aparatur pemerintahan
gampong sebagai pelapor pembangunan, disertai dengan keterlibatan masyarakat
yang langsung dapat berperan sebagai pengawas pembangunan gampong.
Berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan gampong yang efektif,
Camat Meureubo mengatakan bahwa:
“Dengan adanya turun tanggan Tuha Peut dan Keuchik gampong,
maka saya tidak perlu datang setiap hari untuk mengawasi tukang
bangunan, jadi sewaktu-waktu saya bisa tanya langsung kepada Tuha
Peut dan Keuchik, sudah sampai mana pembangunan telah dilakukan”
(Wawancara, 27 April 2015).
Bentuk pengawasan pembangunan lain yang dilakukan oleh Camat adalah
datang langsung ke pelaksana pembangunan, apakah bangunan yang dibuat sudah
benar atau belum sesuai dengan perencaaan yang dibuat oleh masyarakat dan dana
yang disediakan pemerintah. Dalam hal ini Hasmi Zuandi mengatakan bahwa:
“Camat dalam mengawasi pembangunan datang langsung ke
pelaksana proyek yang damping oleh Keuchik, untuk memerika
apakah proyek yang dibuat sudah sesuai keinginan masyarakat.
Kemudian saya Tanya kapan siap proyek itu.” (Wawancara, 27 April
2015).
57
Pembangunan-pembangunan yang terdapat digampong-gampong pada
hakekatnya adalah kehendak masyarakat gampong untuk memajukan gampong
dengan berbagai sumber daya yang dimilkinya. Camat adalah aktor utama
pelaksana pembangunan gampong yang diberikan tanggungjawab dalam
mempelopori pelaksanaan pembangunan.
Sewaktu-waktu camat tidak datang ke lokasi pembangunan, maka Camat
melakukan koordinasi dengan keuchik. Karena Keuchik adalah orang nomor dua
setelah camat untuk mengawasi pembangunan gampong, atau Camat menunjuk
pejabat pemerintah kecamatan untuk datang ke lokasi pembangun untuk
berkoordinasi dengan keuchik dan kepala pembangunan. Hal ini dikemukan oleh
Camat yang memberikan komentarnya bahwa:
“Kalau camat tidak datang ke lokasi pembangunan, saya langsung
menghubungi keuchik, atau bawahan saya untuk melihat-lihat
pekerjaan pembangunan yang sedang dilakukan oleh kepala tukang,
jangan-jangan kalau tidak diawasi dikhawatirkan ada satu sak semen
saja yang hilang, itu sudah mengurangi kualitas pembangunan”.
(Wawancara, 27 April 2015).
Adanya pengawasan yang dilakukan oleh camat terhadap pembangunan
gampong- telah membawa dampak yang positif kepada meningkatnya masyarakat
terhadap pembangunan gampong. Hal tersebut karena setiap adanya pembangunan
di gampong, camat setiap saat selalu melibatkan masyarakat dengan menanyakan
langsung kepada masyarakat gampong setempat. Hal ini di ungkapkan langsung
oleh Hasmi Zuandi yang memberikan tanggapannya bahwa:
“Bertanya langsung kepada masyarakat itu sangat penting,agar saya
tahu kalau pembangunan yang dikerjakan itu adalah proyek
gampong. Mana tahu masyarakat gampong mau bekerja untuk
membangun sebuah fasilitas. Silahkan saja itu hak mereka, yang
penting mereka sampaikan kepada saya” (Wawancara, 27 April
2015).
58
Dari berbagai penyampaian pendapat yang telah di kemukakan dalam
penelitian ini diketahui bahwa dalam pembangunan gampong di Kecamatan
Meueubo Kabupaten Aceh, pengawasan merupakan bagian terpenting untuk
mencapai target dan sasaran pembangunan gampong yang manfaatnya dapat
dirasakan langsung oleh penduduk gampong setempat.
Berbagai hal tersebut di atas, maka peran camat sebagai sentral publik di
Kecamatan dapat untuk dapat mengawasi penyelenggaraan pemerintahan gampong
dengan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan gampong,
sehingga pembangunan yang dilaksanakan pemerintah gampong mampu menyentuh
perkembangan ekonomi masyarakat dengan adanya berbagai pembangunan sarana
dan prasarana gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
4.2.3. Pendapat Keuchik Terhadap Peran Dalam Pengawasan Pembangunan
Infrastruktur Gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan desa umumnya berada
pada masalah pengawasan dan perencanan penyelengaraan pembangunan yang
tidak tepat sasaran, kurangnya singkronisasi antara pemerintah desa dengan
masyarakat yang menyebabkan pembangunan desa menjadi kurang tepat sasaran.
Karena itu dibutuhkan peran Camat untuk setiap saat melakukan pengawasan
pembangunan agar pembangunan gampong dapat berjalan sebagaimana yang
telah direncakan dalam perencanaan pembangunan gampong.
Berikut paparan data hasil penelitian tentang pendapat Keuchik gampong
yang disajikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui jumlah dan persentase
terhadap hasil kuisoner pernyataan informan yang disertai dengan beberapa
kutipan yang disampaikan oleh informan berkaitan dengan peran Camat
59
Meureubo Kabupaten Aceh Barat dalam melaksanaan pengawasan pembangunan
gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1. Pendapat Keuchik Terhadap Peran Camat Dalam Pelaksanaan Pengawasan
Pembangunan Gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Berkaitan dengan pendapat Keuchik gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat, terhadap peran camat dalam pelaksanaan pengawasan
pembangunan gampong, dalam wawancara penulis dengan informan penelitian,
Wilis Rajab selaku Kechik Gampong Langung mengatakan bahwa:
“Peran camat melakukan pengawasan pembangunan di Kecamatan
Meureubo sudah sangat baik, karena penyelenggaraan program yang
dilakukan oleh camat adalah menyangkut proyek pembangunan
sudah mau datang langsung ke lokasi pembangunan”. (Wawancara,
29 April 2015).
Berdasarkan pendapat informan yang disampaikan di atas, diketahui
mengapa alasan informan menyatakan peran camat sudah sangat baik bahwa
Camat telah melaksanakan tugasnya sebagai pengawas pembangunan gampong.
Hal ini dapat dilihat dari peran Camat yang mampu mengarahkan Keuchik
Gampong untuk menjalankan program-program pembangunan yang diusulkan
kepada pemerintah dalam rangka untuk meningkatkan kemajuan gampong, yang
nantinya dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
2. Pendapat Keuchik Terhadap Peran Camat Dalam Melakukan Koordinasi
Dengan Kechik Dalam Pengawasan Program Pembangunan Gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Pembangunan gampong serangkali dijumpai kesulitan dalam mencapai
tujuan pembangunan, hal ini dikarenakan sumber daya dan pengetahuan apartaur
dan masyarakat gampong yang masih minim, sehingga membutuhkan sumber daya
60
lain yang memahami dengan benar tentang aspek-aspek yang harus dibangun dalam
masyarakat. Sebab itu, penting adanya koordinasi pembangunan, agar setiap
perencanaan gampong yang diusulkan sesuai tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Mengingat masyarakat gampong, terutama keuchik sebagai penanggung
jawab pembangunan gampong yang masih banyak kekurangan dalam memahami
pengetahuan gampong, maka dibutuhkan peran Camat untuk senantiasa
melakukan koordinasi pembangunan, sekaligus sebagai upaya peran camat dalam
melakukan pengawasan pembangunan gampong khususnya pada pembangunan
gampong-gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Amiril Mukminin selaku Keuchik Gampong Peunaga Rayeuk yang
memberikan komentarnya bahwa:
“Camat dalam melakukan koordinasi pengawasan pembangunan
dengan keuchik sudah sangat baik, dikarenakan belum ada dana
gampong yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai
pembangunan gampong yang tidak memberi manfaat bagi
masyarakat gampong dan belum ada biaya pembangunan dipotong
oleh orang yang tidak bertanggungjawab.” (Wawancara, 30 April
2015).
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh informan di atas, terkait
dengan alasan pernyataan yang menyatakaan bahwa peran camat sudah baik
dalam melakukan koordinasi pengawasan pembangunan gampong disebutkan
bahwa sumber dana untuk membiaya pembangunan gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat, disebutkan informan bahwa dengan baiknya
koordinasi pengawasan pembangunan gampong, belum pernah ditemui adanya
penyalahgunaan sumber dana pembangunan dan disebutkan pula seluruh
pembangunan yang direncanakan terlaksana sesuai dengan tujuan pembangunan.
61
3. Pendapat Keuchik Terhadap Peran Camat Dalam Menggerakkan
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan Pembangunan Gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Pembangunan yang baik adalah bukan pembangunan yang dilakukan oleh
sekelompok orang, tapi pembangunan yang baik adalah pembangunan yang
melibatkan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama memantau jalannya
pembangunan, karena tujuan pembangunan itu sendiri adalah dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat. Untuk mengerakkan partisipasi masyarakat diperlukan
upaya dan peran dari pemerintah agar dapat terlibat langsung dalam pengawasan
pembangunan, khususnya masyarakat gampong. Dalam hal tersebut, diperlukan
peran Camat dalam upaya menggerakkan partisipasi masyarakat gampong agar
terlibat dalam pengawasan pembangunan gampong.
Berkaiatan dengan hal tersebut, menurut hasil wawancara yang
disampaikan oleh informan penelitian terkait dengan pendapat informan yang
menyatakan bahwa peran camat sudah sangat baik dalam menggerakkan partisipasi
masyarakat terhadap pengwasan pembangunan gampong, informan Agsutiar selaku
Keuchik Peunaga Cut Ujong memberikan pendapatnya bahwa:
“Menurut saya peran camat dalam hal itu sudah sangat baiklah, banyak
pembangunan gampong yang sudah berhasil, apalagi Pak Camat pun,
juga memberikan kesempatan proyek pembangunan untuk dikerjakan
oleh penduduk gampong. ”. (Wawancara, 2 Mei 2015).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan informan di atas dapat
disimpulkan bahwa peran camat terhadap keikutsertaan masyarakat gampong,
dipandang sudah baik oleh aparatur pemerintah, maupun masyarakat gampong
karena dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan
gampong, maka pembangunan-pembangunan yang dananya diperoleh dari usulan
pembangunan kepada pemerintah, menurut informan bahwa diharapkan dampak
62
pembangunan gampong baik tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat gampong
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
4. Pendapat Keuchik Terhadap Evaluasi Pengawasan Pembangunan
Gampong di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat
Pembangunan yang sudah di rencanakan di tingkat gampong oleh aparat
gampong sering kali ditemui tidak berjalan sebagaimana di harapkan. Karena itu
keikutsertaan semua pihak dalam pembangunan gampong sangatlah menentukan
pula, sebab bagaimanapun potensi yang dimiliki gampong jika aparat pelaksanaan
kurang memahami keterpaduan pembangunan, dengan sendirinya tujuan
pembangunan gampong juga tidak akan tercapai sebagaimana yang diharapkan.
Dalam hal tersebut di atas, peran Camat sangat penting, terutama dalam
mengevaluasi setiap pembangunan gampong yang ada di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat. Berkaitan dengan pendapat Keuchik terhadap peran camat
dalam mengevaluasi pembangunan gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat, berdasarkan hasil wawancara dengan penulis dengan informan
berkaitan dengan alasan informan berpendapat bahwa peran camat dalam
mengevaluasi pembangunan gampong, informan Agustiar, selaku Keuchik di
Gampong Peunaga Cut Ujong memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Kami senang pak Camat mengevaluasi pembangunan gampong.
Melibatkan aparatur dan masyarakat gampong untuk duduk
bersama-sama, datang sama-sama ke lokasi untuk melihat
berjalannya pembangunan.” (Wawancara, 30 April 2015).
Dari pendapat yang dikemukakan informan di atas diketahui bahwa alasan
informan memberikan pendapatnya tentang peran camat dalam mengevaluasi
pembangunan gampong di Kecamatan Meureubo, karena Camat terlibat langsung
63
dan melibatkan masyarakat khusunya untuk memantau berjalannya pembangunan-
pembangunan di setiap gampong Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
5. Pendapat Keuchik Terhadap Kinerja Aparatur Gampong Dengan Adanya
Peran Camat Dalam Pengawasan Pembangunan Gampong Di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Selain keuchik yang bertanggungjawab terhadap usulan dan pembangunan
di gampongnya masing-masing, keberadaan apartur gampong adalah untuk
membantu Keuchik dalam melaksanakan pembangunan. Kinerja apartur gampong
dalam prakteknya diharapkan dapat mempercepat pembangunan sesuai dengan
perencanaan dan anggaran yang telah disiapkan. Namun kadang masih dijumpai
ada aparatur yang kurang tanggap terhadap adanya pembangunan gampong.
Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja aparatur gampong, perlu
adanya pengawasan camat dalam pembangunan gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat sebagaimana hasil wawancaea dengan
“Menurut saya peran Pak Camat dalam pengawasan kinerja
aparatur gampong pembangunan gampong sudah sangat baik.
Contoh saja kalau ada masalah di tempat proyek, Camat datang
menegur mengingatkan bahwa proyek tersebut masih kurang cepat,
dan harus cepat dikerjakan. Pak Camat juga maklum mengingat
masih ada aparat pelaksanaan kurang memahami cara mengelola
proyek” (Wawancara, 3 Mei 2015).
Dari hasil wawancara yang telah dikemukakan oleh informan di atas,
diketahui bahwa aparatur gampong selaku pembantu Keuchik dalam
penyelenggaraan pemerintahan gampong perlu meningkatkan kinerjanya terhadap
pembangunan gampong. Sedangkan peran Camat dalam peningkatkan kinerja
aparatur gampong sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pengawasan pembangunan
yang dilakukan Camat yang selalu memberikan penjelasan-penjelasan kepada
aparatur gampong tentang pencapaian pembangunan gampong.
64
Berdasarkan data-data hasil penelitian dan kutipan-kutipan wawancara
yang disampaikan oleh informan dalam penelitian ini secara umum menunjukkan
bahwa peran camat dalam pengawasan pembangunan gampong di Kecamatan
Meuruebo ditanggapi dengan baik oleh informan, bahwa peran Camat sudah
sangat baik dalam pengawasan pembangunan. Pelakasanaan pembangunan
merupakan posisi yang sangat sentral bagi Keuchik, aparatur gampong dan
masyarakat, yang bahwa dari semua usulan pembangunan sarana maupun
prasarana yang diajukan kepada pemerintah, pada prinsipnya disetujui oleh
Camat, dengan catatan bahwa setiap pembangunan yang sumber dananya dari
pemerintah, perlu adanya pengawasan oleh Camat setempat agar pembangunan
yang direncanakan dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembangunan.
4.3. Pembahasan
4.2.1. Peran Camat Dalam Pengawasan Pembangunan Infrastrukur
Gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Banyak sumber yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan
gampong selalu dikaitkan aktivitas pembangunan pemerintah yang bertumpu pada
sumber anggaran pemerintah. Untuk memperoleh sumber anggaran,maka setiap
gampong, diwajibkan mengusulkan usulan perencaan pembangunan gampong.
Adapun tujuan pembangunan gampong itu sendiri adalah untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat, agar daerah gampong dapat berkembang sejajar
dengan daerah perkotaan. Meskipun jika dilihat dalam kondisi yang sebenarnya,
daerah gampong memililki keunggulan tersendiri di beberapa sektor
pembangunan yang menjadi tumpuan bagi pemerintah daerah, misal saja di
gampong terdapat sektor pertanian, peternakan dan perkebunan yang tidak kita
65
temui di daerah perkotaan. Meskipun demikian, penting ada pembangunan di
gampong, karena meskipun daerah gampong memiliki berbagai potensi alam
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama pangan, bukan berarti gampong
merupakan daerah yang dikatakan gampong.
Gambaran Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat, berdasarkan
aspek-aspek wilayahnya yang sangat strategis karena berada di jalur lintasan antar
Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan, memililki berbagai potensi daerah
salah satunya adalah di sektor perikanan dan pertanian, disamping berkembang
indsutri kecil milik masyarakat daerah setempat. Mengamati berbagai potensi
yang dimiliki oleh daerah tersebut, namun kondisi pembangunan masyarakat
masih belum menggali potensi-potensi daerah yang dimiliki oleh gampong.
Karena itu perlu ada pembangunan-pembangunan gampong secara berkelanjutan
agar dengan adanya pembangunan maka memungkinkan sumber daya masyarakat
mampu menggali potensi daerahnya dengan lebih baik lagi.
Untuk mendorong kemajuan pertumbuhan pembangunan gampong, perlu
memperhatikan kondisi-kondisi gampong yang belum berkembang. Untuk
mengembangkan gampong beserta potensi daerahnya, perlu ada perbaikan-
perbaikan dengan cara membangun gampong. Ini dikarenakan kecamatan adalah
daerah yang membawahi gampong-gampong, maka pemerintah perlu membuat
kebijakan untuk membuat program pembangunan gampong.
Perlunya ada pembangunan gampong adalah untuk meningkatkan berbagai
infrakstruktur untuk mendukung upaya untuk menudukung upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia, taraf kesejahteraan, dan taraf kesehatan
masyarakat. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Rustiadi dan Pranoto (2007,h.
66
33), yang menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan daerah pedesaan sulit
untuk sejajar dengan perkotaan, yakni disebabkan oleh kualitas sumber daya
manusia yang terbatas. Karena itu diperlukan peran Camat selaku orang yang
perwakilan pemerintah daerah adalah mendorong pertumbuhan tersebut melalui
pembangunan gampong.
Pembangunan gampong yang semakin komplek mengaharuskan adanya
pendelegasian peran pemerintah daerah/Bupati kepada Camat salah satunya
adalah mengawasi pembangunan gampong. Kecamatan Meureubo sebagai salah
satu daerah yang pernah terkena dampak gempa bumi dan tsunami pada tahun
2004, menyebabkan berbagai infrastruktur masyarakat hancur dan harus dibangun
kembali oleh pemerintah dan lembaga donor sehingga 11 tahun paska kejadian
tersebut Kecamatan Mereubo telah bangkit kembali menjadi kawasan yang
diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah.
Melihat aspek pembangunan gampong di Kecamatan Meureubo, bahwa
setiap tahunnya terdapat perkembangan pembangunan baik pembangunan fisik
maupun pembangunan non fisik yang mampu mengarahkan taraf pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek banyak industri
masyarakat yang mampu menyerap tenaga kerja lokal, aspek perikanan dan
pertanian yang mampu menghasilkan berbagi produksi dari potensi alam yang
dimiliki oleh gampong, dan aspek ketersediaan infrastrukur yang terus diperbaiki
untuk mempermudah masyarakat mendapat akses jalan raya, jalan gampong,
sekolah, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan sebagainya.
Berbagai pembangunan yang terdapat di gampong-gampong Kecamatan
Meureubo tersebut di atas tidak lepas peran Camat sebagai pengawas pelaksanaan
67
pembangunan, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan diketahui Camat
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dalam setiap pelaksanaan
pembangunan di gampong mendatangi langsung lokasi pembangunan. Tujuan
utamanya adalah untuk melihat pekerjaan-pekerjaan pembangunan. Dengan
datang langsung ke lokasi pembangunan, maka camat dapat lebih mengetahui
kendala-kendala yang terjadi di lokasi, sehingga dengan cepat permasalahan
tersebut dapat ditanggulangi.
Peran pengawasan lain yang dilakukan oleh camat adalah mendatangi
kepada tukang atau panitia proyek pembangunan di gampong agar panitia proyek
dapat menjelaskan proyeknya kepada Camat, sehingga camat lebih tahu kapan
suatu proyek pembangunan tersebut selesai dan apakah proyek tersebut telah
sesuai dengan perencanaan pembangunan.
Di samping itu, Camat juga meminta masukan-masukan serta melibatkan
masyarakat gampong untuk bersama-sama mengawasi berjalannya suatu
pembangunan. Dalam kata lain, masih banyak tugas camat yang perlu dilakukan
sehingga tidak memungkinkan camat setiap hari memantau pekerjaan
pembangunan. Meskipun demikian, Camat juga berkoordinasi dengan aparatur
gampong baik Tuha Peut maupun Keuchik untuk melihat jalannya pembangunan,
karena jika tidak diawasi, maka dikhawatirkan akan bermasalah. Dan Camat pun
di samping mengkoordinasikan pembangunan gampong bersama Tuha Peut dan
Keuchik, apabila tidak memiliki waktu untuk datang ke lokasi, biasanya Camat
mengutus aparatur pemerintahan kecamatan untuk mendamping Tuha Peut atau
Keuchik, dimana nantinya pegawai kecamatan akan dimintai laporan berjalannya
pembangunan gampong.
68
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa peran Camat dalam
pengawasan pembangunan gampong agar pembangunannya dapat terlaksana secara
efektif, karena memantu langsung lokasi pembangunan, Dengan adanya
pengawasan yang dilakukan oleh camat terhadap pembangunan gampong-
gampong yang ada di Kecamatan Meureubo, telah membawa dampak yang positif
kepada meningkatnya masyarakat terhadap pembangunan gampong. Selain itu,
Camat juga melibatkan elemen gampong melalui koordinasi dengan Keuchik,
aparatur pemerintah gampong dan masyarakat gampong untuk menerima
masukan-masukan terkait dengan pelaksanaan pembangunan gampong yang ada
di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
4.2.2. Pendapat Keuchik Gampong Terhadap Peran Camat Dalam
Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Gampong di Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Salah satu tugas pemerintah adalah melaksanakan pembangunan disegala
bidang termasuk didalamnya pembangunan fisik desa. Tujuan pembangunan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, termasuk didalamnya masyarakat
desa. Pembangunan dalam prakteknya harus memperhatikan kondisi
perkembangan dari wilayah gampong yang bersangkutan yang secara konseptual
tergantung pada kebutuhan masyarakat, misalnya jalan, pusat pendidikan, pusat
kesehatan dan sebagainya dalam rangka untuk mempermudah masyarakat
mendapatkan akses tersebut, meskipun pembangunan tidak diartikan secara
sempit, dalam artian pembangunan bukan hanya sekedar membangun hal-hal yang
sifitnya fisik, tapi pembangunan juga dapat membangun hal-hal yang sifatnya
nonfisik, seperti misalnya pemberdayaan masyarakat ataupun pembinaan aparatur
gampong dengan tujuan agar masyarakat dapat mandiri secara ekonomi dan
69
aparatur pemerintah mampu menyelenggarakan pemerintahan gampongnya
dengan baik, sehingga setiap gampong dapat merasakan adanya pemerataan
kualitas pembangunan.
Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, Camat berperan dalam
mengarahkan Keuchik dan aparatur gampong untuk menjalankan program
pembangunan yang diusulkan kepada pemerintah dalam rangka untuk
meningkatkan kemajuan gampong. Untuk mendukung suksesnya pembangunan
gampong, maka diperlukan koordinasi pengawasan pembangunan gampong
dengan melibatkan Keuchik, Tuha Peut, apartur gampong serta partisipasi
masyarakat. Karena pada intinya proses pembangunan diharapkan manfaatnya
dapat dirasakan oleh masyarakat gampong.
Jika dilihat dari aspek pembangunan gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat, pada tahun 2014 menunjukkan bahwa masing-masing
gampong mengajukan usulan pembangunan fisik baik non fisik, karena penting
sekali adanya pengawasan pembangunan oleh Camat agar pembangunan yang
sumber biayanya itu dari pemerintah tidak salah dalam penggunaannya sehingga
dapat merugikan pengguna anggaran itu sendiri, dan masyarakat yang sebenarnya
mengharapkan manfaat dari pembangunan.
Pendapat Keuchik gampong sesuai dengan hasil penelitian berkaitan dengan
peran Camat Meureubo Kabupaten Aceh Barat dalam pengawasan pembangunan
gampong di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat bahwa pada umumnya
informan penelitian memberikan pendapatnya peran Camat sudah sangat baik
dalam pengawasan pembangunan gampong. Dengan adanya pengawasan
pembangunan yang diperankan oleh Camat, pada saat ini gampong-gampong yang
70
ada di Kecamatan Meureubo, telah banyak dibangun kebutuhan infrastruktur
masyarakat, seperti pembangunan saluran drainase, pembungunan gedung
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pembangunan jalan dan lain sebagainya.
71
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis tuliskan,
maka dapat diambil kesempulan sebagai berikut:
1. Peran Camat dalam pengawasan pembangunan infrastrukur gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat adalah mendatangi lokasi
pembangunan untuk melihat langsung proyek pembangunan gampong,
bertemu dengan panitia pembangunan untuk menjelaskan proyek
pembangunannya, melibatkan masyarakat untuk mengetahui masukan-
masukan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan serta jika Camat
tidak dapat hadir ke lokasi pembangunan maka camat mengutus aparatur
pemerintah kecamatan untuk datang ke lokasi pembangunan agar saling
berkoordinasi dengan aparatur gampong untuk memantau pekerjaan
pembangunan yang sedang dilakukan.
2. Pendapat Keuchik gampong berkaitan dengan peran Camat Meureubo
Kabupaten Aceh Barat dalam pengawasan pembangunan gampong di
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat sudah sangat baik dalam hal
pelaksanaan pembangunan.
5.2. Saran
Saran-saran penelitian ini adalah:
1. Disarankan kepada camat untuk ltidak hanya meningkatkan kinerja
pengawasan pembangunan fisik gampong, tetapi juga meningkatkan
72
perannya dalam pengawasan pembangunan sumber daya gampong, seperti
pelatihan dan pembinaan masyarakat untuk dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi masyarakat gampong di Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat.
2. Disarankan kepada Tuha Peut, Keuchik, Sekretaris dan Apartur Gampong
lainnya untuk dapat meningkatkan koordinasi pembangunan kepada
Keuchik, dengan maksud apabila terjadi hambatan-hambatan
pembangunan, maka dengan adanya koordinasi akan dapat mudah
mendapatkan solusinya.
3. Disarankan kepada masyarakat gampong, untuk meningkatkan partisipasi
dalam pengawasan pembangunan gampong, karena pada dasarnya
pembangunan tersebut, adalah masyarakat diharapkan memperoleh
manfaatnya.
73
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anwar, 2005. Hubungan Dengan Konsep Pembangunan Daerah. Prestasi
Pustakaraya. Jakarta.
Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Rajawali Press. Jakarta.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,
Teori, dan Isu. Gava Media. Yogyakarta.
Manullang. 1977. Dasar-Dasar Manajemen. Monara. Medan.
Melalatoa, M. Junus. 2005. Sistem Budaya Indonesia; Adat dan Kebudayaan
Aceh. Universitas Indonesia. Jakarta.
Moleong, J. Lexy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya.
Bandung.
Revida, Erika. 2005. Pemberdayaan Aparatur Birokrasi Di Era Otonomi Daerah
Proyeksi Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora. Agustus 2005
Sarwoto. 2002. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Siagian, Sondang P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara.
Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2002. Hukum adat Indonesia. PT Raja Grafindi Persada.
Jakarta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D). Alfabeta. Bandung.
Suhariyono, 1999. Restrukturisasi dan Prospek Pemerintah Kecamatan dalam
Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasta Budhi Bhakti, Pengurus
Pusat IKADIK-PP. Jatinangor.
Suradinata, Ermaya. 2006. Otonomi Daerah dan Paradigma Baru Kepemimpinan
Dalam Politik dan Bisnis. Suara Bebas. Jakarta.
Ukas, Maman 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Penerbit Agnini.
Bandung.
74
Winardi. 1986. Manajer dan Manajemen. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Wresniwiro, 2007. Membangun Republik Desa. Visimedia. Jakarta.
B. Laporan/Jurnal/Skripsi
Afrianti, Rima. 2009. Peranan Camat dalam Membina Perangkat Desa di
Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulu (Studi Pembinaan Bidang
Administrasi). Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru.
Djuned, Dahlan, T. Dkk. 2002. Inventarisir Hukum Adat dan Adat Aceh. Laporan
Penelitian, Fakultas Hukum UNSYIAH dan Pemerintah Daerah
Peovinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Koswara, Kertapradja, E. 2007. Peranan dan Kedudukan Camat dalam Sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Forum
Democratic Reform Support Program (DRSP). Jakarta.
Suawah, Richy. 2013. Peran Camat Dalam Pelaksanaan Pembangunan di
Kecamatan Tikala Kota Manado. Skripsi. Manado.
C. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Qanun
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemeintahan Aceh.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan.
Qanun Prov. NAD Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong
dalam Prov. NAD.