Penilaian Masyarakat Terhadap Transfusi Darah

6
Penilaian Masyarakat terhadap Transfusi Darah Muhamad Reynaldi 102014157 Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, KebunJeruk, Jakarta Barat Tel: (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731 Email: MUHAMAD.2014fk157 @civitas.ukrida.ac.id Pendahuluan Mungkin kita sekarang selalu berfikir lansung mengambil keputusan tanpa tau bagaimana perkembangan kedepannya dan resiko yang akan dilakukannya. Tanpa disadari masyarakat jarang sekali mempunyai atau memiliki berfikir secara kritis. Berfikir kritis adalah proses di saat kita berfikir zoom in, artinya agar kita bias melihat sesuatu lebih detail. Berfikir kritis berbeda dengan berfikir biasa atau berfikir rutin. Berfikir kritis merupakan proses berfikir intelektual dimana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikiran yang reflektif, independen, jernih,dan rasional. Scenario Pada tanggal 28 januari 2014, seorang pasien di Berlin meninggal karena menolak transfusi darah akibat keyakinan yang dianutnya. Dokter menyarankan untuk trsnfusi darah. Rumusan Masalah 1

description

Makalah Blok 2 Module 1

Transcript of Penilaian Masyarakat Terhadap Transfusi Darah

Penilaian Masyarakat terhadap Transfusi DarahMuhamad Reynaldi 102014157Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No. 6, KebunJeruk, Jakarta BaratTel: (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731Email: [email protected] kita sekarang selalu berfikir lansung mengambil keputusan tanpa tau bagaimana perkembangan kedepannya dan resiko yang akan dilakukannya. Tanpa disadari masyarakat jarang sekali mempunyai atau memiliki berfikir secara kritis. Berfikir kritis adalah proses di saat kita berfikir zoom in, artinya agar kita bias melihat sesuatu lebih detail. Berfikir kritis berbeda dengan berfikir biasa atau berfikir rutin. Berfikir kritis merupakan proses berfikir intelektual dimana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikiran yang reflektif, independen, jernih,dan rasional.Scenario Pada tanggal 28 januari 2014, seorang pasien di Berlin meninggal karena menolak transfusi darah akibat keyakinan yang dianutnya. Dokter menyarankan untuk trsnfusi darah.Rumusan Masalah Pasien menolak transfusi darah Agama atau ajaran yang diberikannya yang tidak memperbolehkan

AsumsiAsumsi merupakan serangkaian yang dibangun untuk membentuk pola sudut pandang kita dalam melihat perilaku, proses perolehan informasi, dan nilai-nilai pribadi.1 Asumsi didefinisikan sebagai latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran.2 Asumsi juga bisa merupakan batasan sistem di mana kita melakukan penelitian/riset.3 Asumsi dari pasien sendiri memiliki 3 dasar, yaitu: hegemoni, doxa, dan habitus. Hegemoni dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang diucapkan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense).4 DoxaKata doxa memiliki akar kata dokeo yang berarti pikiran, pendapat atau dugaan. Doxa merupakan apa yang umum di dalam kehidupan masyarakat, yakni kebiasaan atau kebudayaan. Sebaliknya, dia mengajak agar kita berpegang pada aletheia (kebenaran) yang menyandarkan diri pada akal budi semata dalam bersikap.3-5 HabitusHabitus sebagai analisis sosiologis dan filsafati atas perilaku manusia. Dalam arti ini, habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, dan tercipta melalui proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama, sehingga mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia tersebut.4

ArgumenArgumen pada pasien tersebut sangat berpihak pada pasien karena keputusannya dapat diambil. . Dari argumen ini kita bisa membandingkan argumen dari pasien adalah pro sedangkan kontra nya adalah argumen untuk masyarakat umum mengenai transfusi darah. Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan.

Pro (pasien)Argumen yang pasien lakukan menunjukan pro karena pasien terlalu yakin dengan keputusan yang dia lakukan. Karena pasien tidak mau di transfuse darah dikarena kan pasien merasa bahwa darah yang dia miliki darah yang suci. Maka itu dia tidak mau ditransfusi darah atau dia tidak mau dicampur darahnya oleh darah orang lain. Menurut pasien tersebut kalau darahnya tercampur dengan darah orang lain maka tidak suci lagi. Dia lebih baik mati dari pada melakukan transfuse darah dengan orang lain. Pada akhirnya pun dia mati dengan yang kemauan dia sendiri yang menurut dia darahnya suci.

Kontra (masyarakat)Menurut masyarakat melakukan transfuse darah sah-sah aja. Karena transfusi darah dapat dilakukan apabila ada orang yang membutuhkan darah tersebut. Selain dari pada membutuhkan transfusi darah tersebut dapat menyelamatkan nyawa orang lain. Transfuse darah dapat dilakukan juga apabila darah yang membutuhkan dengan darah yang mendonorkan sama.

Faktor factorSudut pandang agamaAgama yehonaIni soal kepercayaan agama, bukan soal medis. Perjanjian Lama dan Baru dengan jelas memerintahkan kita untuk tidak menggunakan darah. (Kejadian 9:4; Imamat 17:10; Ulangan 12:23; Kisah 15:28, 29) Juga, bagi Allah, darah melambangkan kehidupan. (Imamat 17:14) Jadi, kami menghindari darah bukan hanya karena taat kepada Allah melainkan juga respek kami kepada-Nya sebagai Sang Pemberi kehidupan.

Refleksi filosofiMenurut beberapa pandangan tokoh bisa kita kaitkan dengan masalah seperti di skenario.1. A.L. Tauber A.L. Tauber, menurutnya setiap manusia memiliki otonominya masing masing (hak masing-masing). Jika dalam pernyataan seorang A.L. Tauber mengatakan seperti itu, maka pasien juga memiliki haknya sebagai manusia yaitu ia berhak untuk menolak tindakan transfusi darah dengan alasannya sendiri. Ia juga berhak untuk melakukan tindakan transfusi darah jika ia mau, namun dalam skenario pasien tersebut menolak transfusi darah maka dari itu hak nya sebagai manusia telah ia dapatkan, namun sebagai konsekuensinya ia kehabisan darah dan menyebabkan pasien tersebut meninggal.KesimpulanDari hasil pembahasan di atas pasien berfikir logis. Karena pasien menghargai dan menjaga apa yang diberikan oleh tuhan. Pasien juga tidak mau karena tidak mau darahnya akan menjadi tidak suci lagi. Oleh karena itu pasien bertanggung jawab tubuhnya. Pasien yakin bahwa pengetahuan yang ia dapat dari ajaran agama adalah hal yang baik agar pasien tersebut tidak berdosa dan ia taat akan perintah Allahnya meskipun ia dalam keadaan kritis karena tidak di tansfusi darah.

Daftar pusaka1. Dr. Ibrahim Elfiky. Terapi Komunikasi Efektif, Jakarta : PT. Mizan Publika, 2010, hal. 16.2. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002, hal.64.3. Gitlin, Todd , Prime time ideology: the hegemonic process in television entertainment, in Newcomb, Horace, ed. (1994), Television: the critical view Fifth Edition, Oxford University Press, New York.4. Betrand, Russel. Sejarah filsafat barat kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2002. 5. Bourdieu. Sociologie de lAlgrie (1958; The Algerians, 1962). France 1992 p. 502-11. 1