PENGUKURAN DAN PEMODELAN REDAMAN HUJAN PADA...
Transcript of PENGUKURAN DAN PEMODELAN REDAMAN HUJAN PADA...
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 1
PENGUKURAN DAN PEMODELAN REDAMAN HUJAN PADA RADIO TERESTERIAL 28 GHz
MENGGUNAKAN MODEL ARIMA DAN DETEKSI OUTLIER
Akhmad Rudyanto – 2207 100 624
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111
Abstrak
Hujan merupakan fenomena alam yang terjadi di Indonesia. Salah satu fenomena alam yang sangat mengganggu suatu link komunikasi adalah redaman hujan, khususnya link komunikasi yang menggunakan frekuensi diatas 10 GHz. Semakin tinggi frekuensi yang digunakan, maka akan semakin tinggi pula redaman hujan yang ditimbulkan. Untuk itu diperlukan suatu pemodelan redaman hujan pada sinyal radio teresterial 28 GHz, yang nantinya bisa digunakan sebagai dasar dalam mendesain suatu link komunikasi microwave. Penelitian ini akan membahas proses pengukuran redaman hujan pada radio teresterial 28 GHz dengan jarak transmisi 56,4 meter, kemudian proses pemodelan menggunakan model ARIMA (p, d, q) menggunakan prosedur Box-Jenkins dan deteksi outlier menggunakan program SAS, serta proses validasi hasil pemodelan yaitu dengan membandingkan kurva ECDF data pengukuran dengan data hasil pembangkitan model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua event hujan dapat didekati dengan ARIMA (011). Probabilitas untuk model ARIMA (011) adalah 0,88.
Kata Kunci: Microwave, ARIMA, Redaman Hujan..
1. PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan yang sangat mengganggu suatu link komunikasi adalah adanya suatu redaman, terutama redaman yang disebabkan oleh hujan. Redaman hujan ini akan semakin besar pengaruhnya pada frekuensi di atas 10 GHz. Semakin tinggi frekuensi yang digunakan, maka akan semakin signifikan redaman hujan yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pemodelan redaman hujan pada radio teresterial 28 GHz yang nantinya hasil dari pemodelan ini dapat dijadikan dasar dalam mendesain suatu link komunikasi.
Pemodelan redaman hujan sudah dilakukan dalam beberapa penelitian, antara lain pemodelan ARIMA dengan menggunakan data pengukuran negara Mexico [1], yang pada kenyataannya distribusi redaman hujannya sangatlah berbeda dengan negara Indonesia. Di Indonesia sebenarnya pemodelan redaman hujan menggunakan model ARIMA sudah dilakukan oleh peneliti [2], tetapi sistem pengukuran yang dilakukan yaitu dengan metode Synthetic Storm Technique (SST) dan tanpa menggunakan uji statistik. Peneliti [3] pernah memodelkan redaman hujan dengan sistem pengukuran radio teresterial 28 GHz menggunakan beberapa uji statistik seperti deteksi stasioneritas data dalam varians melalui tranformasi Box-Cox dan juga uji Ljung-Box untuk evaluasi apakah residual white noise dan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data.
Dalam penelitian ini akan diuraikan langkah-langkah pemodelan ARIMA pada data redaman hujan menggunakan sistem pengukuran radio teresterial 28 GHz dan juga deteksi outlier. Uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual model ARIMA belum white noise, dan mengindikasikan adanya outlier pada data. Sehingga perlu dilakukan deteksi outlier untuk mengeliminasi efek outlier dan memperbesar ketepatan prediksi dari model ARIMA.
Tahapan pertama yang dilakukan dalam penenlitian ini adalah pengumpulan data redaman hujan yang diperoleh dari proses pengukuran.
Tahapan selanjutnya adalah pemodelan ARIMA pada data redaman hujan. Tahapan penting dalam menentukan model ARIMA adalah identifikasi, estimasi parameter, dan cek diagnosa. Tahap Identifikasi berfungsi untuk menentukan orde model ARIMA melalui bentuk ACF (Autocorrealation Function) dan bentuk PACF (Partial Autocorrelation Function) dari data yang sudah stasioner. Estimasi parameter berfungsi untuk menduga nilai besaran konstanta dan koefisien dari model AR dan MA. Sedangkan cek diagnosa befungsi untuk menguji kesesuaian model melalui uji residual apakah sudah memenuhi syarat white noise dan berdistribusi normal.
Setelah pemodelan ARIMA didapatkan, Tahapan selanjutnya yang diuraikan dalam paper ini adalah cara mendeteksi outlier untuk mendapatkan model redaman hujan yang tepat dan dapat diandalkan. Ukuran ketepatan ini ditunjukkan dengan kriteria atau besaran statistik yang biasa digunakan dalam analisa statistik terhadap persoalan pengukuran di lapangan, seperti hasil ukur redaman hujan.
Tahapan terakhir dalam penelitian adalah proses validasi model untuk membuktikan bahwa model yang telah didapatkan benar-benar tepat dan handal.
2. INSTRUMEN DAN METODOLOGI Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa perangkat
pendukung untuk melakukan pengukuran redaman hujan yang terjadi di area kampus ITS Jurusan Teknik Elektro. Dari proses pengukuran itulah akan didapatkan data redaman hujan yang akan dapakai untuk proses pemodelan ARIMA.
Secara umum alur pengerjaan penelitian ini ditunjukkan pada gambar 1.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 2
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian • Pengumpulan data dilakukan melalui proses
pengukuran redaman hujan pada radio teresterial 28 GHz.
• Sebelum dilakukan proses pengukuran, perlu dilakukan setting alat pengukuran yaitu dengan cara mengintegrasikan berbagai perangkat pengukuran. Subsistem pemancar, subsistem penerima, serta sistem untuk penyimpanan data hasil pengukuran.
• Proses pengukuran redaman hujan dilakukan oleh sebuah Oscilloscope. Oscilloscope melakukan proses pengukuran dengan parameter: nilai frekuensi, tegangan peak-to-peak (Vpp) dan tegangan maksimum (Vmax).
• Proses penyimpanan data pengukuran dilakukan oleh sebuah komputer yang telah diinstall software yang telah terintegrasi dengan oscilloscope TDS2014.
• Proses penyimpanan data secara periodik (1 detik) dan akan disimpan dalam komputer sebagai data hasil pengukuran.
• Data hasil pengukuran redaman hujan tersebut kemudian akan didekati dengan model ARIMA untuk mendapatkan suatu persamaan distribusi data redaman hujan.
• Setelah didapatkan pemodelan, langkah selanjutnya adalah deteksi outlier hasil pemodelan tersebut.
• Dari hasil pemodelan tersebut, kemudian akan dilakukan pembangkitkan data redaman hujan hasil pemodelan.
• Sebagai proses validasi, data pengukuran akan dibandingkan dengan data hasil model, baik kurva ECDF redaman hujan maupun fade slopenya.
A. Sistem Pengukuran Radio Teresterial 28 GHz
Sistem pengukuran radio teresterial 28 GHz secara garis besar ditunjukkan pada gambar 2 dengan spesfikasi sebagai berikut: Dengan spesifikasi sistem sebagai berikut: • Tinggi Antena Pemancar (hT) : 17.1 m • Tinggi Antena Penerima (hR) : 17.2 m • Jarak antara Pemancar-Penerima (d) : 56,4 m • Panjang Sistem Penerima-TDS2014 : 20 m • Frekuensi Transmisi : 28 GHz • Frekuensi Pengamatan : 10 MHz
B. Estimasi Model ARIMA (p,d,q)
Data hasil proses pengukuran redaman hujan pada sinyal radio teresterial 28 GHz ini, kemudian akan dimodelkan berdasarkan diagram alir pada gambar 3.
Transformasi Box-Cox adalah suatu proses yang digunakan untuk mengetahui stasioneritas data dalam varians, yaitu melalui pendugaan nilai lambda (λ) dari data asli [Zt]. Jika λ=1 berarti data asli sudah stasioner dalam varians, sedangkan λ≠0 berarti data asli belum stasioner dalam varians. Karena itu perlu ditransformasi supaya menjadi stasioner dalam varians. Nilai λ=0 berarti data perlu ditransformasi dengan Ln[Zt], λ=0,5 ditransformasi dengan [Zt]0,5, sedangkan λ=-0,5 data ditransformasi dengan 1/[Zt]0,5. Jika λ tidak sama dengan yang disebutkan maka digunakan nilai pendekatan.
Stasioneritas data dalam mean dapat dilakukan dengan identifikasi plot data dan bentuk ACF data. Jika ACF menunjukkan pola yang turun lambat berarti data belum stasioner dalam mean. Sehingga dibutuhkan differencing agar datanya menjadi stasioner dalam mean. Sebaliknya jika ACF menunjukkan pola yang turun cepat maka data sudah stasioner dalam mean. Identifikasi orde model ARMA dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk ACF dan PACF data yang sudah stasioner seperti pada Tabel 1.
Gambar 2. Sistem Pengukuran
tx rx
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 3
Tahap selanjutnya adalah cek diagnosa. Pada tahap ini, residual model diuji apakah memenuhi syarat kesesuaian model ARIMA. Syarat sesuai tersebut adalah residual yang white noise dan berdistribusi normal. Evaluasi white noise residual dilakukan dengan uji Ljung-Box, yaitu residual white noise jika p-value lebih besar 0,05. Diagnosa berikutnya adalah diagnosa kenormalan residual dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika p-valuenya lebih besar dari 0,05 maka residual berdistribusi normal.
Seringkali ditemukan dari hasil penelitian model-model dugaan tadi belum memenuhi normalitas dari residunya, biasanya karena adanya outlier. Outlier ini dapat dikurangi dengan deteksi outlier.
Gambar 3. Diagram alir model ARIMA
Tabel 1. Identifikasi ACF dan PACF [4]
Model ACF PACF
MA(q) : moving average of order q
Cuts off after lag q
Dies down
AR(p) : autoregressive of order p
Dies down Cuts off after lag p
ARMA(p,q) : mixed autoregressive-moving average of order (p,q)
Dies down Dies down
AR(p) or MA(q) Cuts off after lag q
Cuts off after lag p
No order AR or MA (white noise or random process)
No spike No spike
Gambar 4. Diagram alir deteksi outlier
C. Deteksi Outlier
Untuk mendeteksi outlier yang muncul digunakan software SAS. Dengan program SAS dapat ditentukan secara otomatis jumlah outlier yang terjadi, sehingga menghindari terjadinya ‘spurious outlier’. Penggunaan program SAS menghilangkan terjadinya outlier yang terdeteksi berulang-ulang [5]. Gambar 4 menunjukkan alur kerja dari proses deteksi outlier menggunakan software SAS.
Proses deteksi outlier terdiri dari 3 tahapan penting, yaitu pembacaan data redaman hujan, identifikasi data, estimasi model ARIMA, serta penentuan deteksi outlier maksimal yang diinginkan.
D. Validasi Data Hasil Pemodelan
Proses Validasi dilakukan setelah diperoleh model dari data redaman hujan dan setelah deteksi outlier dilakukan. Validasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang didapatkan sesuai dengan data redaman hasil pengukuran, dengan cara membandingkan kurva ECDF data hasil pembangkitan redaman hujan maupun fade slope dengan data hasil pengukuran. Proses Validasi ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir proses validasi data
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 4
Berikut ini adalah penjelasan dari diagram alir gambar 5: 1) Setelah proses diagnosa deteksi outlier selesai
dilakukan, maka akan diperoleh parameter-parameter seperti AIC, SBC, MSE, Koefisien AR maupun MA.
2) Dari beberapa multimodel kemudian dipilih model yang paling kecil nilai AICnya.
3) Dari parameter-parameter tersebut check nilai MSEnya. Nilai mean merupakan akar dari MSE.
4) Nilai mean tersebut digunakan untuk membangkitkan nilai error (at) dengan distribusi normal.
5) Melakukan perhitungan data redaman hasil pemodelan Y(t) sesuai dengan persamaan model ARIMA yang diperoleh. Secara umum rumus pembangkitan untuk model ARIMA adalah sebagai berikut: • Model AR
ptpttt YYaY −− +++= φφ ...11 (1) (3.3)
dimana : Yt = nilai variabel dependent pada waktu t a t = Residual pada waktu t
φ p = Nilai konstanta dari AR (p)
• Model MA
qtqttt aaaY −− +++= θθ ...11 (2) (3.4)
dimana : Zt = nilai variabel dependent pada waktu t a t = Residual pada waktu t
qθ = Nilai konstanta dari MA(q)
6) Melakukan plotting kurva ECDF redaman hujan hasil pembangkitan data model dan data hasil pengukuran.
7) Melakukan perhitungan data fade slope baik dari data pengukuran maupun data hasil pembangkitan model. Secara umum rumus fade slope adalah sebagai berikut:
t
iAiAi
∆
−−=
)1()()(ς (dB/s)
(3)
Dimana A(i) adalah redaman (dB), Δt adalah interval waktu (s) dan i adalah indeks sampel
8) Melakukan plotting kurva ECDF fade slope hasil pembangkitan data model dan data hasil pengukuran untuk kemudian dibandingkan.
3. HASIL PENGOLAHAN DATA
DAN ANALISA DATA Pada bagian ini akan diberikan hasil pengolahan data
dan analisis data.
A. Hasil Pengukuran Redaman Hujan Proses pengukuran data redaman hujan dilakukan
pada bulan Pebruari dan Desember 2009, dengan menggunakan waktu sampling data per satu detik. Hasil dari pengukuran ini adalah tegangan peak-to-peak. Untuk konversi redaman hujan ke dB, digunakan tabel konversi yang didapatkan dari proses kalibrasi. Grafik dari hasil kaligrafi ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hasil Kalibrasi
Hasil pengukuran redaman hujan pada bulan Pebruari dan Desember 2009 ditunjukkan pada tabel 2
Dari tabel 2, dapat diketahui bahwa redaman hujan maksimum terjadi pada tanggal 10 Pebruari 2009, dan redaman minimum pada tanggal 12 Pebruari 2009. B. Hasil Pemodelan
Setelah proses pengolahan data redaman hujan dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pemodelan redaman hujan. Dalam proses pemodelan redaman hujan ini, dilakukan dengan menggunakan pendekatan model ARIMA. § Langkah-langkah pemodelan
Sebagai studi kasus penelitian diambil satu contoh data, yaitu data redaman hujan yang terjadi pada 15 Desember 2009. Gambar 7 menunjukkan kurva data redaman hujan pada event 15 Desember 2009 tersebut, dimana redaman tertinggi sebesar 18 dB.
Untuk mengetahui apakah data di atas stasioner dalam varians, digunakan uji Box-Cox seperti pada Gambar 8. Dari Gambar 8 terlihat nilai λ = 0,71 yang jika dibulatkan ke bawah menjadi sama dengan 0,5. Sehingga data tadi harus ditransformasi dengan Zt = Zt
0.5 supaya data asli memenuhi kondisi stasioneritas dalam varians.
Tabel 2. Event Hujan
Tanggal Jumlah Sampel
Redaman
Redaman Maksimum
(dB)
10 Peb. 2009 722 57
14 Peb. 2009 549 16
21 Peb. 2009 693 16
22 Peb. 2009 636 25
24 Peb. 2009 1133 19
25 Peb. 2009 432 30
12 Des. 2009 1018 15
15 Des. 2009 644 18
20 Des. 2009 793 30
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 5
Sampel
Re
da
ma
n H
uja
n (
dB
)
640576512448384320256192128641
20
15
10
5
0
Gambar 7. Plot data redaman hujan 15 Desember 2009
Langkah berikutnya adalah untuk mengetahui apakah data yang sudah ditransformasi sudah stasioner dalam mean, dengan melihat bentuk ACF-nya seperti pada Gambar 9.
Dari Gambar 9 terlihat bentuk ACF turun secara pelan, yang berarti data Zt* tidak stasioner dalam mean. Sehingga data Zt* perlu didifferencing, dan gambar hasil plot ACF dan PACF setelah didifferencing dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Berdasar Tabel 1 dan memperhatikan Gambar 10 dan 11 dapat diduga bahwa model ARIMA yagn sesuai untuk data diatas adalah ARIMA(0,1,1).
Lambda
StD
ev
3210-1
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Lower CL Upper CL
Limit
Lambda
0.71
(using 95.0% confidence)
Estimate 0.71
Lower CL 0.61
Upper CL 0.81
Rounded Value
Gambar 8. Hasil uji Box-Cox
Lag
Au
toco
rre
lati
on
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Gambar 9. Plot ACF data Zt* (transformasi)
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada residual menunjukkan residual belum berdistribusi normal (p-value lebih kecil dari 0,010). Hal ini diduga karena adanya outlier pada data [6]. Output hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Lag
Au
toco
rre
lati
on
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Gambar 10. Plot ACF data DZt* (differencing)
Lag
Part
ial A
uto
corr
ela
tio
n
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Gambar 11. Plot PACF data DZt* (differencing)
RESI1
Pe
rce
nt
86420-2
99.99
99
95
80
50
20
5
1
0.01
Mean
<0.010
0.001774
StDev 0.5820
N 642
KS 0.106
P-Value
Gambar 12. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 6
Tabel 3. Hasil pemodelan ARIMA
Event ARIMA Model Koefisien
10/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.8495
14/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.8449
21/2/2009
ARIMA ( 3 0 0 ) AR 1 0.3158
ARIMA ( 4 1 0 ) AR 1 -0.6544
ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.7044
22/2/2009 ARIMA ( 5 1 0 ) AR 1 -0.6077
ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.6937
24/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.8953
25/2/2009 ARIMA ( 3 0 0 ) AR 1 0.3060
ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.6876
12/12/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.9152
15/12/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.8029
20/12/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) MA 1 0.6942
Tabel 3 menunjukkan hasil pemodelan dari 9 event
yang dimodelkan. Dari hasil pemodelan dapat diketahui bahwa dalam satu event dapat didekati dengan beberapa model. Untuk menentukan model terbaik, perlu dilakukan analisa AIC yang dapat didekati dengan menggunakan software SAS.
C. Hasil Deteksi Outlier
Pada bagian ini akan diberikan hasil deteksi outlier. Sebagai studi kasus penelitian diambil satu contoh data, misalnya data redaman hujan yang terjadi pada 22 Pebruari 2009 setelah 4 deteksi outlier masuk dalam model.
• Output model ARIMA (0,1,1) dan efek outlier additive di t = 121, efek outlier additive di t=53 dst, efek outlier shift di t=311 dst dan efek outlier shift di t= 200 dst masuk dalam model
Maximum Likelihood Estimation
Standard Approx Parameter Estimate Error t Value Pr>|t| Lag MA1,1 0.76782 0.02561 29.98 <.0001 1
Variance Estimate 0.190206 Std Error Estimate 0.436127 AIC 754.0478 SBC 776.3159 Number of Residuals 635
Dari proses deteksi outlier untuk masing-masing
multimodel, dipilih model yang memiliki nilai AIC terkecil. Tabel 4 menunjukkan hasil rekapitulasi deteksi outlier dari 9 event yang dimodelkan. Dari hasil rekapitulasi dapat dianalisis bahwa karakteristik hujan yang muncul pada bulan Pebruari dan Desember 2009, hampir semua event yang terjadi didapatkan model ARIMA (011).
Tabel 4. Rekapitulasi Model setelah deteksi outlier
Event ARIMA Model MSE AIC Koefisien
10/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 11.34708 3804.161 MA 1 0.91262
14/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 10.59007 2859.675 MA 1 1.00000
21/2/2009 ARIMA ( 4 1 0 ) 0.088442 293.9959
AR 1 -0.69390
AR 2 -0.41794
AR 3 -0.27748
AR 4 -0.16299
22/2/2009 ARIMA ( 0 1 1) 0.190206 754.0478 MA 1 0.76782
24/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 0.155688 1114.208 MA 1 0.93996
25/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 0.207301 553.5388 MA 1 0.98702
12/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 0.230408 1399.005 MA 1 0.93828
15/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 0.140514 567.203 MA 1 0.78855
20/2/2009 ARIMA ( 0 1 1 ) 0.008612 -1512.03 MA 1 0.79775
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 7
D. Validasi Model Proses validasi model dilakukan dengan
membandingkan data hasil pembangkitan model baik redaman hujan maupun fade slope terhadap data pengukuran redaman hujan radio teresterial.
Gambar 7 dan 8 merupakan plot ECDF data redaman hujan dari proses pengukuran sinyal radio teresterial dan data pembangkitan model ARIMA (011) dan ARIMA (410).
Sedangkan Gambar 9 dan 10 merupakan plot ECDF data fade slope dari proses pengukuran sinyal radio teresterial dan data pembangkitan model ARIMA (011) dan ARIMA (410).
Redaman Hujan (dB)
Pro
ba
bili
tas R
ed
am
an
Hu
jan
6050403020100
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Variable
Data Hasil Pembangkitan
Data Pengukuran
Gambar 13. Kurva ECDF Redaman Hujan ARIMA (011)
Redaman Hujan (dB)
Pro
ba
bili
tas R
ed
am
an
Hu
jan
100806040200
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Variable
Data Hasil Pembangkitan
Data Pengukuran
Gambar 14. Kurva ECDF Redaman Hujan ARIMA (410)
Fade Slope (dB/s)
Pro
ba
bili
tas f
ad
e S
lop
e
43210-1-2-3
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Variable
Data Pengukuran
Data Hasil Pembangkitan
Gambar 15. Kurva ECDF fade slope ARIMA (011)
Fade Slope (dB/s)
Pro
ba
bili
tas F
ad
e S
lop
e
1050-5-10
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Variable
Data Pengukuran
Data Hasil Pembangkitan
Gambar 16. Kurva ECDF fade slope ARIMA (410)
4. KESIMPULAN Dari proses pengukuran redaman hujan yang
dilakukan, dapat dibagi menjadi 3 kategori. Yaitu pada saat kondisi cerah, pada saat terjadi redaman yang sangat kecil dan tidak signifikan (dalam hal ini adalah hujan gerimis) yaitu pada event 14, 21 februari, serta 12 dan 15 desember 2009, dan pada saat terjadi redaman hujan yang sangat besar (dalam hal ini hujan lebat) yaitu terjadi pada event 10, 22, 25 Februari, serta 20 desember 2009.
Dari proses pemodelan redaman hujan, semua event hujan dapat didekati dengan model ARIMA (011). Dari beberapa multimodel pun seperti pada event 21, 22, 25 februari 2009 setelah dicek nilai AICnya, model yang paling bagus yaitu yang nilai AICnya terendah adalah ARIMA (011), terkecuali event 21 Februari 2009.
Dari proses deteksi outlier, semakin banyak deteksi yang kita masukkan ke dalam model, maka akan semakin kecil nilai AIC yang dihasilkan. Dari sembilan event yang diproses, nilai AIC terkecil didapat dari event 21 Februari 2009 sebesar 293.994. Nilai AIC yang didapat ini setelah proses deteksi sebanyak 4 kali masuk ke dalam model.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS 8
5. DAFTAR PUSTAKA [1] Sosa. J, Sosa. C, Paz. B,” Arima Models In The Rain
Attenuation Prediction In A Mexican Tropical Area”, Instituto Politecnico Nacional Escuela Superior De
Ingenieria Mecanica Y Electrica Mexico, 2000. [2] Amanu, D.K., “Pemodelan Curah Hujan dan Redaman
Hujan dengan Model ARIMA di Surabaya”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2008
[3] Ramadhany, T., “Pemodelam Redaman Hujan dengan Metode ARIMA Terhadap Sinyal Radio teresterial Pada Frekuensi 30 GHz”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2009
[4] Wei,W.W. S., “Time Series Analysis”, Addison-Wesley Publishing Company, USA, 2006.
[5] Mauludiyanto, A., Hendrantoro, G., Purnomo, M.H., Suhartono, ”Pemodelan dan Pembangkitan Data Curah Hujan dengan Metode ARIMA untuk Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter”, JUTI (Jurnal Teknologi Informasi), FTIF ITS Surabaya
[6] Iriawan, N., Astuti, S.P., “Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14”, Andi Yogyakarta, 2006.
6. RIWAYAT PENULIS Akhmad Rudyanto, dilahirkan di Malang 7 Juni 1986. Menyelesaikan pendidikan di SDN Tirtoyudo 01 Kab. Malang, kemudian meneruskan pendidikan di SLTPN 01 Tirtoyudo Kab. Malang dan SMU Widya Dharma Turen Kab. Malang, selanjutnya pada tahun 2004 meneruskan pendidikan Diploma-III di Politeknik Negeri Malang
(POLINEMA), lulus pada tahun 2007. Diterima di Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS pada bulan Januari 2008 melalui Program Lintas Jalur, mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia.