PENGENALAN ALAT
-
Upload
nikechandra -
Category
Documents
-
view
72 -
download
18
description
Transcript of PENGENALAN ALAT
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengenal alat-alat yang digunakan di
laboratorium kimia, mengetahui fungsi dan cara penggunaan alat dengan benar,
mengetahui perbedaan ketelitian alat-alat ukur, mengetahui cara pembuatan larutan
NaCl, mengamati tingkat ketelitian titrasi buret pada metode lambat maupun metode
cepat, mengetahui cara mengencerkan suatu larutan, mengetahui cara melakukan titrasi,
serta mengetahui cara mengenal gas dengan menggunakan kertas lakmus.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Alat-alat laboratorium yang digunakan dalam kegiatan praktikum antara lain:
1. Kaki tiga
Digunakan sebagai tungku, di atasnya terletak wadah bahan-bahan yang akan
dipanaskan, api untuk pemanasan diletakkan antara ketiga kakinya (Edwin,1959).
2. Segi tiga
Digunakan sebagai penopang wadah bahan-bahan yang akan dipanaskan di atas ketiga
kakinya (Edwin,1959).
3. Kasa asbes
Digunakan sebagai alat untuk meratakan panas sehingga pemanasan suatu zat di dalam
wadah akan dapat menyeluruh (Edwin,1959).
4. Penjepit
Digunakan untuk membantu praktikan dalam pengambilan alat-alat yang tidak boleh
diambil dengan tangan (Salim et al., 1991).
5. Pemanas air
Digunakan untuk memanaskan suatu zat dengan menggunakan uap air (Day &
Underwood,1992).
6. Cawan porselin (crucible)
Berfungsi untuk mereaksikan zat dalam temperatur tinggi, mengabukan kertas saring,
dan menguraikan endapan dalam gravimetric agar menjadi bentuk yang stabil
(Ebbing,1987).
7. Pinggan porselin ( evaporating dish)
1
2
Digunakan untuk menguapkan suatu larutan sehingga menjadi pekat dan kering,
mengkristalkan zat dan menyublimasikan zat (Day & Underwood,1992).
8. Alat-alat gelas:
Alat-alat ini harus diperiksa kebersihannya sebelum digunakan yaitu dengan cara
dibilas dengan air destilata 2 kali. Jika alat itu kelihatan jernih dan jika dibasahkan tidak
menjadi basah maka alat tersebut sudah bersih (Day & Underwood,1992).
9. Alat untuk mereaksikan zat:
Gelas wadah
Berfungsi untuk mencampurkan atau melarutkan suatu zat dengan cara dikocok
(Chang, 1991).
Tabung Reaksi
Berfungsi untuk wadah mereaksikan zat dalam jumlah sedikit dan perlu dikocok ke
arah samping.
Gelas piala / gelas beku
Berfungsi untuk wadah mereaksikan, memanaskan zat dalam jumlah banyak
(Chang, 1991).
Labu Erlenmeyer
Berfungsi terutama pada saat titrasi. Labu erlenmeyer dikocok dengan memutarnya
atau menggunakan pengocok listrik atau magnet pada saat titrasi
(Day&Underwood, 1992).
10. Alat pengukur
Gelas ukur
Digunakan untuk mengukur volume cairan yang akan direaksikan dengan sangat
tidak tepat (Day & Underwood, 1992).
Pipet
Pipet harus dibersihkan bila air suling tidak menetas keluar dengan
seragam, melainkan meninggalkan tetesan kecil air yang menempel pada
dinding dalam. Pembersihan dapat dilakukan dengan larutan detergen yang
hangat atau dengan larutan pembersih (Day & Underwood, 1992).
Beberapa jenis pipet antara lain:
Pipet Gondok
3
Berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, digunakan untuk mengambil
larutan dengan volume tertentu dengan cepat (Ebbing, 1987).
Pipet Ukur
Untuk mengambil larutan yang volumenya memiliki ukuran yang
berbeda. Pipet ukur mempunyai skala yang mirip dengan buret dan
digunakan untuk mengukur volume larutan dengan lebih tepat daripada
gelas ukur. Tetapi biasanya pipet ukur tidak digunakan bila diminta
ketepatan yang tinggi.
Pipet Pasteur (pipet tetes)
Untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil.
Buret
Digunakan untuk menghantarkan volume yang diketahui dengan tepat
namun dapat berubah-ubah. Alat ini digunakan dalam titrasi. Buret tidak
perlu diatur, sehingga letak mensikus pada permulaan tepat pada angka nol
atau angka bulat lain, yang penting catat letak angka tersebut dengan teliti.
(Day & Underwood, 1992).
Labu takar
Digunakan untuk membuat larutan sampai ke volume dengan tepat. Jika
larutan dituangkan dari dalam labu itu volume yang tertuang akan
berkurang sedikit dibandingkan dengan volume yang tercantum dan
memang labu takar tidak pernah dipakai untuk mengukur larutan yang akan
dipindahkan ke wadah lain (Day & Underwood, 1992).
11. Pengaduk
Alat ini digunakan untuk mengaduk larutan yang biasanya berada di dalam gelas
piala, dan juga sebagai perantara untuk membersihkan endapan pada dinding
bejana dan membantu memindahkan larutan dari satu bejana ke bejana lain (Day
& Underwood,1992).
12. Gelas arloji
Digunakan untuk menimbang zat dengan neraca analiti). Untuk menutup bejana
lain guna menghambat uap air yang keluar dari bejana.
13. Corong
4
Digunakan untuk memasukkan cairan ke dalam botol yang bermulut kecil.
14. Botol semprot
Digunakan untuk membersihkan dinding bejana dari sisa-sisa endapan,
mengeluarkan air dalam jumlah terbatas dan sebagai tempat penyimpanan air
(Day & Underwood,1992).
15. Eksikator
Digunakan untuk menyimpan zat agar tetap kering dan mengeringkan zat. Untuk
menyimpan zat eksikator tidak perlu diisi bahan pengering, sedangkan untuk
mengeringkan zat eksikator perlu diisi bahan pengering yang bersifat
higroskopis, antara lain: CaO, CaCl2, H2SO4 pekat. Eksikator disebut juga
dessicator yang kedap udara (Sudarmadji, 1984).
16. Sentrifusa
Digunakan untuk mempercepat memisahkan endapan dari cairan induknya (Day
& Underwood, 1992).
17. Rotary evaporator
Alat yang digunakan untuk memisahkan larutan dari pelarutnya sehingga
didapatkan larutan dengan kandungan kimia yang diinginkan.
Agar suatu reaksi kimia dapat berjalan dibutuhkan peralatan-peralatan untuk melakukan
praktikum kimia yang terdapat pada laboratorium yang mendukung. Selain untuk
membantu proses reaksi kimia, berbagai macam peralatan laboratorium ini juga
berfungsi sebagai penghasil aliran, sebagai alat penukar panas, serta sebagai tempat
untuk menyimpan bahan-bahan kimia. Material yang digunakan dalam pembuatan alat-
alat laboratorium harus tahan karat, serta tahan temperatur dan tekanan yang tinggi
(Bernasconi, 1995).
Pengenceran adalah cara untuk untuk mengurangi konsentrasi larutan dengan
menambahkan bahan pelarut (Godman, 1998). Dalam pembuatan larutan standard, kita
dapat menggunakan larutan yang sudah ada sebelumnya melalui proses pengenceran.
Pada proses pengenceran kita harus menentukan jumlah larutan standard yang akan
dibuat dan menentukan jumlah larutan yang sudah ada sebelumnya yang akan
diencerkan. Perhitungan dapat menggunakan persamaan :
5
V1 x N1 = V2 x N2
atau
V1 = V2 x N2
N1
Keterangan:
V1 = Volume larutan asli yang digunakan
N1 = Normalitas asli
V2 = Volume larutan standard yang akan dibuat
N2 = Normalitas larutan standard yang akan dibuat (Day and Underwood, 1983).
Titrasi adalah salah satu cara analisa yang paling sering dilakukan dalam melakukan
analisa kuantitatif. Zat yang sudah diketahui normalitasnya diletakkan di dalam buret
sebagai zat penitran. Larutan yang akan ditentukan normalitasnya ditempatkan pada
labu Erlenmeyer. Titrasi dilakukan dengan membuka kran buret pelan-pelan. Titran
akan masuk ke dalam Erlenmeyer sambil digoyang pelan-pelan. Untuk mengetahui
bahwa Titik Akhir Titrasi (TAT) sudah tercapai adalah mengamati perubahan warna
pada larutan. Perubahan warna dapat dilihat dengan zat penunjuk warna yang disebut
indikator. Pada saat itulah gram ekuivalen dari titran sama dengan gram ekuivalen dari
zat yang dititrasi yang biasa disebut dengan titik ekuivalen. Untuk mengetahui
normalitas larutan yang dibuat, menggunakan rumus pengenceran (Petrucci, 1992).
Dalam percobaan pengenalan gas NH3 dengan kertas lakmus, kita menggunakan
indikator untuk menentukan apakah larutan ini bersifat basa atau asam yang disebut
kertas lakmus. Kertas ini merupakan indikator asam–basa dengan menunjukan
perubahan warna. Jika kertas lakmus biru diberi larutan asam maka kertas tersebut akan
berubah menjadi merah, sedangkan jika larutan yang bersifat basa maka kertas lakmus
merah akan berubah menjadi warna biru (Day & Underwood, 1992).
3. MATERI METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung reaksi, Erlenmeyer, gelas
ukur, labu takar, pompa pilleus, pipet gondok, pipet volume, pipet tetes, buret,
pengaduk, gelas arloji, penjepit, timbangan analitik, statif, klem, termometer, hot plate,
stopwatch, kertas lakmus, dan rak tabung reaksi.
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah aquadestilata, NaCl, HCl, H2SO4
0.3 N, NaOH, indikator PP (phenolphthalein), dan NH4Cl.
3.2 Metode
3.2.1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Aquadestilata dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga mencapai 100 ml. Larutan
tersebut dipindahkan ke dalam labu takar dan dicatat ketelitiannya. Kemudian
dipindahkan lagi ke dalam Erlenmeyer dan dicatat ketelitiannya lagi.
3.2.2. Pembuatan Larutan NaCl
NaCl ditimbang 2 gram, 4 gram, 8 gram, dengan menggunakan gelas arloji. Kemudian
dilarutkan dengan aquadestilata sampai batas 100 ml di dalam labu takar. Setelah
beberapa saat, perubahan yang terjadi pada larutan tersebut dicatat.
3.2.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Buret diisi dengan aquadestilata pada sembarang angka. Kemudian aquadestilata
tersebut dikeluarkan sebanyak 10 ml dengan lambat. Lalu dicatat meniskusnya dan
ditunggu selama 1 atau 2 menit kemudian dicatat lagi meniskusnya. Buret diisi lagi dan
dikeluarkan lagi dengan cepat lalu dicatat meniskusnya. Setelah ditunggu 1 atau 2 menit
meniskus dicatat lagi.
6
7
3.2.4. Pengenceran
H2SO4 diambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet volume kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian larutan tersebut diencerkan sampai
tanda tera.
Pada metode ini digunakan persamaan :
V1 . N1 = V2 . N2
V1 = volume larutan asli yang akan dipakai atau diperlukan
V2 = volume larutan standar yang akan dibuat
N1 = normalitas asli
N2 = normalitas larutan standar yang akan dibuat
3.2.5. Titrasi
Buret dicuci dengan larutan pencuci. Kemudian dibilas dengan larutan standar, yaitu
NaOH. Buret diisi dengan NaOH dan skalanya dicatat. H2SO4 yang sudah diencerkan
pada metode sebelumnya diambil sebanyak 10 ml dengan pipet volume dan dimasukkan
ke Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 3 tetes indicator PP. Keran buret dibuka dan
titran diteteskan secara perlahan ke Erlenmeyer sambil Erlenmeyer tersebut terus
digoyang perlahan-lahan. Titran dihentikan setelah memberikan warna merah sangat
muda yang tidak mau hilang saat digoyangkan. Jumlah ml larutan standar yang
digunakan dicatat.
Pada metode ini digunakan persamaan:
V1 . N1 = V2 . N2
3.2.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Larutan NH4Cl diambil sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 2 ml NaOH. Tabung reaksi tersebut dijepit dengan penjepit lalu
dipanaskan sambil digoyang-goyangkan hingga mendidih. Bau gas yang terbentuk
dibau dengan cara tangan dikibas-kibaskan di atas mulut tabung. Kertas lakmus merah
didekatkan mulut tabung reaksi kemudian perubahan warna pada lakmus diamati.
4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Hasil pengamatan ketelitian alat-alat ukur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Kelompok Alat Ketelitian (ml)
C1
C2
C3
C4
C5
C6
Gelas ukurLabu takarErlenmeyer
Gelas ukurLabu takarErlenmeyer
Gelas ukurLabu takarErlenmeyer
Gelas ukurLabu takarErlenmeyer
Gelas ukurLabu takarErlenmeyer
Gelas ukurLabu takarErlenmeyer
100<100<100
100<100>100
100<100<100
100100
>100
100<100>100
100<100>100
Pada Tabel 1., dapat dilihat bahwa dari data semua kelompok menyatakan ketelitian
gelas ukur tepat 100 ml. Labu takar memiliki ketelitian kurang dari 100 ml kecuali
untuk kelompok C4 menyatakan tepat 100 ml. Sedangkan ketelitian erlenmeyer lebih
dari 100 ml kecuali kelompok C1 dan C3 menyatakan kurang dari 100 ml.
4.2. Pembuatan Larutan NaCl
Hasil pengamatan pembuatan larutan NaCl dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pembuatan Larutan NaCl
Kelompok Massa NaCl (g) Pengamatan
8
9
C1
C2
C3
C4
C5
C6
2
2
4
4
8
8
Terbentuk gelembung, tidak ada endapan ,dan tidak keruh
Ada gelembung, warna larutan tidak berubah, dan tidak ada endapan
Gelembung sedikit, tidak berkeruh, dan volume berkurang
Ada endapan, air menjadi sedikit keruh, terdapat sedikit gelembung
Air berkurang dan terdapat endapan
Air berkurang dan tidak ada endapan
Pada Tabel 2., menunjukkan perubahan yang terjadi pada pembuatan larutan NaCl 2
gram, 4 gram, dan 8 gram. Pada kelompok C1 dan C2 larutan terdapat gelembung
namun tidak ada endapan dan tidak keruh. Pada kelompok C4 dan C6 terdapat sedikit
gelembung tetapi tidak keruh dan volume menjadi berkurang pada kelompok C3 dan
keruh pada kelompok C4 serta terdapat endapan. Pada kelompok C5 dan C6 air menjadi
berkurang dan C5 terdapat endapan sedangkan C6 tidak terbentuk endapan.
4.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Hasil pengamatan tingkat ketelitian titrasi buret dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Kelompok Metode Volume (ml) Waktu (s) PengamatanC1
C2
LambatCepat
Lambat
1010
10
78239
294
TetapTetap
Meniskus tetap
C3
C4
C5
Cepat
LambatCepat
LambatCepat
LambatCepat
10
1010
1010
1010
10
25320
166,588,13
1679
Meniskus tetap
TetapTetap
Meniskus berkurangMeniskus berkurang
Meniskus tetapMeniskus tetap
10
C6 LambatCepat
1010
17311
Meniskus tetapMeniskus tetap
Pada Tabel 3., dapat dilihat bahwa percobaan ini dilakukan dengan 2 metode yaitu
metode lambat dan metode cepat. Tabel menunjukkan waktu yang dibutuhkan masing-
masing kelompok untuk mengeluarkan 10 ml air baik dengan metode lambat maupun
metode cepat berbeda. Pada metode lambat maupun cepat waktu paling cepat adalah
pada kelompok C5 yaitu 167 detik dan 9 detik. Sedangkan pada metode lambat maupun
cepat dengan waktu paling lama terdapat pada kelompok C1 yaitu 782 detik dan 39
detik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keadaan meniskus tetap kecuali kelompok
C4 meniskus berkurang.
4.4. Pengenceran
Hasil pengamatan pengenceran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengenceran
Kelompok Vol H2SO4 awal (ml)
Konsentrasi awal (N)
Vol H2SO4 akhir (ml)
Konsentrasi akhir (ml)
C1C2C3C4C5C6
101010101010
0,30,30,30,30,30,3
100100100100100100
0,030,030,030,030,030,03
Pada Tabel 4., dapat dilihat bahwa konsentrasi H2SO4 setalah pengenceran pada semua
kelompok sama, yaitu 0,03 N.
4.5. Titrasi dengan Buret
Hasil pengamatan titrasi dengan buret dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Titrasi dengan Buret
Kelompok Volume NaOH (ml) Normalitas (N)C1C2C3
33,33
0,10,090,1
11
C4C5C6
143,52,2
0,020,090,14
Pada Tabel 5., dapat dilihat bahwa jumlah volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi
berbeda-beda. Volume paling banyak terdapat pada kelompok C4 yaitu sebanyak 14 ml
dan paling sedikit kelompok C6 sebanyak 2,2 ml. Normalitas NaOH paling besar yaitu
pada kelompok C6 sebesar 0,14 N.
4.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Hasil pengamatan pengenalan gas dengan kertas lakmus dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Kelompok Gas yang terbentuk Sifat Bau Warna
C1C2C3C4C5C6
NH3
NH3
NH3
NH3
NH3
NH3
BasaBasaBasaBasaBasaBasa
MenyengatMenyengatMenyengatMenyengatMenyengatMenyengat
BiruBiruBiru
Sedikit kebiru-biruanVioletBiru
Pada Tabel 6., dapat dilihat bahwa gas yang terbentuk adalah NH3 yang bersifat basa
dan berbau menyengat serta mengubah warna kertas lakmus merah menjadi biru pada
semua kelompok kecuali kelompok C5 berwarna violet.
5.
6. PEMBAHASAN
5.1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Pada percobaan ini digunakan 3 alat ukur yang berbeda yaitu gelas ukur, labu takar dan
tabung erlenmeyer. Pada setiap kali pemindahan aquadestilata ke alat ukur lain hasilnya
tidaklah sama, padahal awal tempat menaruh aqudestilata tersebut adalah sama.
Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan si pengamat dalam melihat dan
mengamati garis lengkung menikusnya. Diusahakan agar ketinggian mata sejajar
dengan meniskus. Lingkaran tera yang terdekat pada meniskus itu harus terlihat seperti
garis lurus. Jika tidak maka akan menimbulkan kesalahan yang besar (Day &
Underwood, 1992). Ketiga alat ukur yang digunakan pada percobaan ini mempunyai
fungsi-fungsi yang berbeda yaitu gelas ukur digunakan untuk mengukur cairan, tapi
tingkat ketelitiannya masih kecil sedangkan erlenmeyer bukanlah alat ukur melainkan
tempat untuk titrasi. Sementara labu takar adalah alat untuk mengukur volume cairan
atau untuk mengencerkan suatu larutan sehingga konsentrasi yang baru dapat dilihat
secara teliti. Kita dapat menyimpulkan bahwa dari ketiga alat ukur yang telah kita uji,
labu takar adalah alat ukur yang memiliki tingkat ketelitian paling tinggi.
5.2. Pembuatan Larutan NaCl
Pada percobaan pembuatan larutan NaCl, dapat dilihat bahwa NaCl dapat larut dalam
air.Hal ini ditandai dengan adanya kekeruhan warna pada larutan yang dikarenakan
adanya NaCl yang terlarut (Day & Underwood, 1992). Setelah larutan NaCl diaduk
akan terdapat endapan dan warnanya menjadi keruh. Semakin banyak massa NaCl maka
endapan yang timbul akan semakin banyak dan warna larutan akan semakin keruh serta
timbul gelembung. Konsentrasi larutan pun semakin besar pula. Reaksi yang terjadi
adalah NaCl(s) + H2O(l) à NaOH(aq) + HCl(aq). Pada beberapa kelompok volume menjadi
berkurang, hal ini dapat disebabkan karena larutan menempel pada dinding labu, karena
dilakukan pengocokan.
5.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Percobaan tingkat ketelitian titrasi buret ini dilakukan dua kali dengan dua metode yang
berbeda. Metode pertama yaitu dengan membuka keran dan mengeluarkan aquadestilata
12
13
dengan perlahan dari dalam buret. Sedangkan pada metode kedua aquadestilata pada
buret dikeluarkan dengan cepat. Pada metode lambat meniskus cekung akan tepat
mengenai garis tera. Pada kedua metode ini didapatkan hasil yang sama, yaitu meniskus
yang benar. Perbedaan antara penurunan cepat dengan lambat
Penurunan cepat antara lain:
- keran dibuka dengan lebar sehingga larutan bisa turun dengan cepat
- tingkat ketelitian rendah karena pada saat keran dibuka lebar maka akan
membutuhkan waktu agak lama untuk membuatnya tertutup kembali, ini
menyebabkan meniskus larutan tidak bisa terletak tepat pada skala yang seharusnya
Penurunan lambat:
- keran hanya dibuka sedikit sehingga larutan turun dengan lambat
- tingkat ketelitian tinggi
Tapi sebenarnya lebih teliti menggunakan metode lambat, karena dengan menggunakan
metode lambat akan ada waktu bagi cairan yang menempel pada dinding buret untuk
turun seluruhnya.
5.4. Pengenceran
Percobaan ini dilakukan dengan mengambil 10 ml larutan H2SO4 0,3 N dengan
menggunakan pipet volume. Lalu larutan H2SO4 tersebut dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Pada waktu penambahan aquadestilata
harus dilakukan dengan hati-hati sehingga bisa sekali jadi. Karena jika tidak, akan
mengubah konsentrasi larutan yang dikehendaki. Dihitung juga berapa larutan asli yang
harus diencerkan dengan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Keterangan :
V1 = volume larutan awal
V2 = volume larutan yang akan dibuat
N1 = normalitas larutan awal
N2 = normalitas larutan yang akan dibuat
Setelah dilakukan perhitungan maka hasil yang didapat 0,030 M. Dari percobaan ini,
diketahui adanya pengenceran membuat normalitas lebih kecil. Maka hal ini sesuai
14
dengan teori Godman (1998), yang mengatakan bahwa pengenceran adalah cara untuk
untuk mengurangi konsentrasi larutan dengan menambahkan bahan pelarut
5.5. Titrasi dengan Buret
Pada percobaan titrasi, untuk mengetahui normalitas NaOH yang digunakan maka
dilakukan standarisasi NaOH dengan H2SO4. Dimana NaOH sebagai titran dimasukkan
dalam buret dan H2SO4 dari percobaan pengenceran digunakan sebagai zat yang dititrasi
dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan beberapa tetes PP sebagai
indikatornya. Pada percobaan ini diperoleh volume NaOH yang dibutuhkan untuk
titrasi sebesar 3,3 ml. Untuk mencari Normalitas akhir kita dapat menggunakan rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan :
V1 = volume larutan yang dititrasi
V2 = volume larutan penitrasi
N1 = normalitas larutan dititrasi
N2 = normalitas larutan penitrasi
Apabila semakin besar volume NaOH yang digunakan , maka semakin kecil nilai
normalitasnya. Volume paling kecil berdasarkan data adalah kelompok C6 sebesar 2 ml
sehingga hasil perhitungan normalitasnya paling besar yaitu sebesar 0,14 N sedangkan
volume paling besar terdapat pada kelompok C4 yaitu 14 ml dengan normalitas paling
kecil yaitu sebesar 0,22 N.
Reaksi yang terjadi adalah NaOH + H2SO4 à Na2SO4 + H2O. Perhitungan kelompok
kami mendapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,09 N. Adapun indikator yang
digunakan dalam standarisasi larutan NaOH adalah menggunakan indikator PP. PP
mempunyai fungsi sebagai indikator yang menunjukkan adanya TAT. Awalnya,
penambahan indikator PP pada larutan HCl tidak menimbulkan warna, hal itu
disebabkan karena dalam dalam suasana asam, indikator PP tidak berwarna. Sedangkan
pada akhir titrasi, warna larutan menjadi merah muda karena H2SO4 dititrasi dengan
NaOH yang bersifat basa, dan indikator PP akan berwarna merah muda saat berada pada
larutan asam.
15
Beberapa kesulitan yang dialami saat titrasi yaitu saat melihat skala pada buret yang
berubah-rubah, meniskusnya seringkali naik atau turun akibat penurunan larutan yang
cukup cepat sehingga masih ada larutan yang tertinggal di dinding buret meniskus akan
tetap apabila kita melakukan titrasi dengan metode lambat sehingga larutan dapat turun
secara menyeluruh tanpa tertinggal di dinding buret. Titrasi juga harus dilakukan
dengan hati-hati, sebab titik akhir titrasi mudah sekali terlewat dan menyebabkan
perhitungan menjadi tidak tepat.
5.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Percobaan ini dilakukan dengan mengambil 2 ml larutan NH4Cl dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi , lalu ditambahkan dengan 2 ml larutan NaOH. Tabung reaksi
dijepit dengan panjepit, lalu setelah itu tabung reaksi dipanaskan sambil digoyangkan
sampai mendidih, Dari percobaan pengenalan gas dengan kertas lakmus akan
menghasilkan gas amoniak (NH3). Hal ini terjadi karena reaksi NH4Cl dengan NaOH
yang menghasilkan gas amoniak dengan reaksi sebagai berikut :
NH4Cl(aq) + NaOH(aq) NH4OH(aq) + NaCl(aq)
NH4OH(aq) + NaCl(aq) NaCl(aq) + NH3(aq) +H2O(l)
Keberadaan gas amoniak dapat diketahui dengan mencium baunya yang khas, yaitu
menyengat, dengan cara mengipas-ngipaskan tangan di atas mulut tabung sementara
hidung berjarak relatif jauh berusaha membau gas yang keluar. Kertas lakmus ada 2
macam yaitu warna biru dan merah yang dipakai sebagai indikator. Gas ini dapat
dikenali sifatnya menggunakan kertas lakmus. Pada metode ini digunakan kertas lakmus
merah karena berdasarkan reaksi dihasilkan gas amoniak yang bersifat basa. Ketika
kertas lakmus merah didekatkan pada mulut tabung gas, kertas lakmus merah berubah
menjadi biru. Hal itu menandakan bahwa NH3 merupakan senyawa yang bersifat basa.
6. KESIMPULAN
Alat pengukur dalam laboratorium mempunyai batas ketelitian yang berbeda – beda
dimana labu takar mempunyai ketelitian paling tinggi.
Dalam pelarutan, semakin banyak zat yang dilarutkan, larutan akan semakin keruh
dan semakin tinggi konsentrasinya.
Kecepatan proses titrasi yang lambat cenderung lebih akurat dan presisi daripada
proses titrasi dengan kecepatan yang cepat karena zat yang tersisa di dinding buret
akan lebih sedikit.
Pengenceran harus dilakukan secara cermat karena volume yang berlebih dapat
menimbulkan perbedaan konsentrasi yang cukup signifikan. Fungsi larutan PP yaitu
untuk menunjukkan adanya sifat basa dalam suatu larutan, hal ini ditandai dengan
adanya perubahan warna larutan yang dititrasi berubah menjadi merah muda.
Gas NH3 adalah gas yang berbahaya dan berbau menyengat oleh karena itu kita
tidak boleh membaunya secara langsung.
Adanya perubahan warna kertas lakmus dikarenakan sifat basa yang dimiliki NH3.
Semarang, 24 September 2014
Praktikan, Asisten Praktikum :
-Fellycia Devi P
(Nike Chandrawibowo)
14.I2.0046
16
7. DAFTAR PUSTAKA
Bernasconi,G.(1995). Teknologi Kimia. PT. PradayaParamita. Jakarta.
Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. York Graphic Services. USA .
Day, Jr. dan A. L. Underwood. ( 1992 ). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Ebbing, D. B. (1987). General Chemistry. Houghton Mifflin Company. Boston.
Edwin, C.(1959). A Laboratory Manual for General Chemistry . Houngton Mifflin Company. Cambridge.
Godman, A. (1998). Kamus Sains Bergambar. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Petrucci,R.H. (1992). Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.
Salim, Drs. Peter dan Yenny Salim. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.Modern English Press. Jakarta.
Sudarmadji; S. Bambang H. & Suhardi. (1984). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
17
8. LAMPIRAN
8.1. Perhitungan
8.1.1. Pengenceran
V1 . N1 = V2 . N2
10 x 0,3 = 100 x N2
N2 = 0,03 N
8.1.2. Titrasi
V1 . N1 = V2 . N2
Kelompok C1
10 x 0,3 = 3 x N2
N2 = 0,1 N
Kelompok C2
10 x 0,3 = 3,3 x N2
N2 = 0,09 N
Kelompok C3
10 x 0,3 = 3 x N2
N2 = 0,1 N
Kelompok C4
10 x 0,3 = 14 x N2
N2 = 0,02 N
Kelompok C5
10 x 0,3 = 3,5 x N2
N2 = 0,09 N
Kelompok C6
10 x 0,3 = 2,2 x N2
N2 = 0,14 N
18
19
20
8.2. Laporan sementara