PENGEMBANGAN INSTRUMEN KEBIJAKSANAAN MAKRO ... - …
Transcript of PENGEMBANGAN INSTRUMEN KEBIJAKSANAAN MAKRO ... - …
JURNAL PENELITIAN KUANTITATIF DIBIDANG ILMU EKONOMI STUDI
PEMBANGUNAN & ILMU MANAJEMEN STMT-TRISAKTI JAKARTA
JL.IPN No.2 Cipinang Besar Selatan, Jakarta 13410
Telp: (021) 856 9372, Fax: (021) 856 9340 LPMTL CENTER OF EXCELLENCE Email: [email protected], Website: www.stmt-trisakti.ac.id
Judul Penelitian
PENGEMBANGAN INSTRUMEN KEBIJAKSANAAN MAKRO
TERHADAP PEMBENTUKAN INVESTASI DAN PENDAPATAN
O
l
e
h
AMRIZAL
Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti
Jakarta, April 2004
2
KATA PENGANTAR
Membuat Karya Ilmiah atau melakukan penelitian sudah merupakan tugas pokok
yang harus dilakukan oleh staf pengajar suatu perguruan tinggi. Tugas ini dibuat dalam
rangka penyesuaian/persyaratan pengusulan Akreditasi Dosen atau jenjang kepangkatan
pada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN TRANSPOR TRISAKTI (STMT TRISAKTI)
Jakarta. Meskipun tugas ini sepertinya tidak lebih dari hanya sekedar suatu persyaratan
saja, namun penulis telah berfikir berkali-kali tentang isi tulisan singkat “Jurnal” yang
dibuat ini harus benar-benar dikaji secara ilmiah pula sesuai dengan namanya, dan inipun
sebatas kemampuan yang penulis miliki hingga saat ini.
Alasan lain kenapa karya ilmiah ini harus dibuat demikian adalah
berkemungkinan kalau sekarang batas kemampuan penulis hanya sebatas yang mampu
penulis buat seperti ini, maka mungkin suatu saat tulisan singkat “Jurnal” ini bisa lebih
disempurnakan kearah pendewasaan secara “up to data” untuk disajikan secara umum
melalui Jurnal-jurnal ekonomi, mediamasa dan lain sebagainya. Agaknya tidaklah terlalu
berkelebihan kalau penulis katakan bahwa data yang digunakan bukanlah data main-
mainan, akan tetapi merupakan data resmi publikasi pemerintah sesungguhnya serta
badan-badan resmi pemerintah dan lainnya, yang telah menghimpun: Data-data Makro
Ekonomi dan Pembangunan Indonesia dari masa kemasa dengan rentang waktu tahun
1960-2006 seperti: Pendapatan Nasional Indonesia, APBN, Neraca Pembayaran,
Kependudukan dan Tenaga Kerja dan lain sebagainya.
Kemudian sebagai upaya menjaga keilmiahan sajian tulisan singkat “Jurnal” yang
penulis buat ini diperlukan wadah akurasi “Ilmu Ekonomi Terapan” sebagai
penuntun/pembanding, yaitu suatu wadah yang mencontohkan berbagai corak maupun
topik bahasan tulisan para ahli ekonomi papan atas menampilkan karya ilmiahnya
melalui berbagai Jurnal ekonomi domestik maupun asing. Tulisan singkat “Jurnal” ini
belum pernah diterbitkan dan hanya digunakan sebagai publikasi kepustakaan STMT
TRISAKTI agar dapat dibaca oleh mahasiswa atau pembaca ilmiah lainya yang
barangkali punya kepentingan sama dengan penulis.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ketua STMT
TRISAKTI Husni Hasan, A.MTrU, S.Sos, MM, bapak Puket I STMT TRISAKTI
H. Andri Warman, BSc, S.Sos.,MM dan Civitas Akademika lainnya STMT Trisakti
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Tidak terlupa salam
yang istimewa terhadap fihak DIKTI/Kopertis Wilayah III Jakarta tempat tujuan
penyesuaian/pengusulan Akreditasi Penulis untuk kedua kalinya, dan berbagai fihak yang
telah disibukkan atas penyesuaian/pengusulan akreditasi ini, demikian dan terima kasih.
Jakarta, April 2004
( Amrizal )
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1. PENDAHULUAN
2. KERANGKA ANALISIS DAN MODEL
2.1. Spesifikasi Model Yang Digunakan
2.2. Pengujian Model Dan Penemuan Empiris
3. PERANGKAT MAKRO KEBIJAKSANAAN EKONOMI
3.1. Perangkat Kebijaksanaan Moneter
3.2. Perangkat Kebijaksanaan Fiskal
4. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
4
1. PENDAHULUAN
Berbagai paket deregulasi beberapa tahun belakangan ini telah banyak
menghilangkan distorsi dalam sektor riel maupun sektor moneter dari perekonomian
Indonesia. Di sektor moneter Paket 27 Oktober 1988 ( Pakto 27 ) beserta
penyempurnaannya telah membawa beberapa perubahan struktural dalam dunia
perbankan. Perubahan-perubahan itu berupa antara lain, makin besarnya tingkat
persaingan antar bank, berkembangnya pasar uang maupun pasar modal dan makin
tingginya tingkat integrasi pasar uang nasional dengan pasar uang dunia.
Namun demikian, beberapa masalah ekonomi makro yang esensial masih harus
dibenahi dalam rangka persiapan menuju tahap lepas landas pada Pelita VII nanti.
Masalah-masalah itu pada dasarnya merupakan kesiapan institusi dan struktur ekonomi
untuk menghadapi berbagai jenis pandangan yang akan dihadapi dalam tahap lepas
landas itu. Salah satu masalah institusional yang sangat penting adalah berkaitan dengan
perangkat-perangkat kebijaksanaan fiskal dan moneter untuk pengendalian perekonomian
secara makro.
Kebijaksanaan moneter dan fiskal pada dasarnya ditujukan untuk pengendalian
sisi permintaan agregat dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesempatan
kerja yang cukup tinggi serta laju inflasi yang rendah. Yang dimaksud dengan permintaan
agregat adalah keseluruhan permintaan terhadap barang dan jasa produksi nasional.
Permintaan agregat itu merupakan penjumlahan dari permintaan dalam negeri untuk
konsumsi dan investasi dengan permintaan dari luar negeri berupa ekspor.
Pengalaman dua puluh sembilan tahun ekonomi era ordebaru pembangunan sejak
Pelita I memberikan bukti betapa dominannya pengaruh permintaan agregat itu terhadap
prestasi pembangunan ekonomi kita. Resesi ekonomi dunia yang cukup parah pada tahun
1981-1982 telah mengurangi permintaan negara-negara industri maju terhadap produksi
nasional kita sehingga laju pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh laju pertambahan
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) selama periode 1969-1981
mencapai tingkat rata-rata 7,7 % setahun. Mulai tahun 1982 pertumbuhan ekonomi
Indonesia mulai menurun ke tingkat rata-rata hanya sekitar 4 % per tahun.
Bersamaan dengan itu penurunan harga minyak bumi sejak awal dasawarsa 1980-
an telah menyebabkan penurunan yang sangat besar dalam penerimaan pemerintah.
Dengan sistem anggaran berimbang, penurunan penerimaan pemerintah itu langsung
menurunkan laju pertambahan anggaran belanja pemerintah untuk konsumsi maupun
investasi sehingga permintaan agregat menurun.
Secara riel, konsumsi pemerintah hanya meningkat sebesar rata-rata 2,2 %
setahun selama periode 1982-1987 dibandingkan dengan rata-rata 1,1% setahun selama
periode 1973-1981. Sementara itu, investasi pemerintah secara riel mengalami penurunan
sebesar 2,0 % setahun selama 1982-1987 dibandingkan dengan peningkatan sebesar rata-
rata 11,0% selama 1973-1981. Penurunan permintaan agregat itu sangat memukul
5
kegiatan ekonomi nasional karena permintaan pemerintah merupakan komponen yang
sangat besar terhadap total produksi barang dan jasa nasional.
Pada tahun 1981 konsumsi dan investasi pemerintah diperkirakan menyerap
masing-masing 10,6 % dan 11,8 % dari total produksi barang dan jasa pada tahun 1981
(Dihitung dari Share masing-masing komponen pengeluaran terhadap GDP harga konstan
1983, sumber dana adalah BPS dan Perkiraan Bank Dunia ). Peranan permintaan
konsumsi dan investasi pemerintah itu masih tinggi untuk tahun 1988, yaitu sebesar
masing-masing 9,8 % dan 8,2 %.
Setelah pemerintah mulai melakukan kebijaksanaan "pengetatan ikat pinggang"
sejak 1983, banyak produsen yang hidup matinya tergantung dari order pemerintah
mengalami goncangan berat, sebagian diantaranya mengalami kebangkrutan. Kedua
contoh di atas sudah cukup untuk membuktikan betapa kuatnya pengaruh sisi permintaan
agregat terhadap kegiatan ekonomi dan pertumbuhan ( lihat Tabel 1 ).
Dampak buruk ( adverse effect ) dari gejolak ekonomi dunia terhadap permintaan
agregat sebenarnya dapat diminimumkan dengan kebijaksanaan makro fiskal dan
moneter. Kebijaksanaan moneter mengendalikan permintaan agregat lewat jumlah uang
beredar, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing, sedangkan kebijaksanaan fiskal
mengendalikan permintaan agregat lewat anggaran belanja pemerintah dan tingkat pajak
(tax rate ). Namun kebijaksanaan fiskal dan moneter itu belum dapat diimplementasikan
secara efektif karena masih sangat terbatasnya perangkat yang bisa dipakai.
2. KERANGKA ANALISIS DAN MODEL
Model makro perekonomian yang bersifat terbuka merupakan model yang paling
komplit daripada dua model ekonomi lainnya seperti ekonomi dua sektor dan ekonomi
tiga sektor. Perekonomian terbuka disebut juga model ekonomi empat sektor artinya
bahwa sektor perdagangan luar negeri ikut berpegaruh dalam perekonomian nasional.
Secara formal ekonomi terbuka adalah sebagai berikut:
A = C + I + G + ( X - M ) ( 1 )
Y = C + S + ( T - R ) ( 2 )
A = Y ( ... Aggregate, Demand = Supply ) ( 3 )
Dalam pengkajian ekonomi kuantitatif , khususnya menggunakan analisis
ekonomi empat sektor paling jarang digunakan oleh karena upaya untuk sampai pada
tujuan tersebut pasti melalui analisis ekonomi dua dan tiga sektor terlebih dahulu. Secara
garis besar model keseimbangan untuk ketiga-tiganya adalah sebagai:
C + I = Y = C + S ( 4 )
C + I + G = Y = C + S + T ( 5 )
C + I + G + ( X - M ) = Y = C + S + ( T - R ) ( 6 )
Tabel 1. PEREKONOMIAN INDONESIA: INVESTASI BRUTO DENGAN PENDAPATAN NASIONAL, TAHUN 1969-1997
Pdb Idb Ig Cg Xbj Xmg Xnm Nxb Mbj Mbm Drt Fct Fpc Foc Fai
Produk Investasi Peng. Konsumsi Ekspor Export Export Merchandise Impor Impor Debt Capital Private Official Bantuan
Domestik Bruto Pemba- Pemerintah Barang Oil Non-Oil Barang Barang Repay- Transaction Capital Capital Luar
Bruto ngunan & Jasa & Gas & Gas & Jasa Modal ment Negeri
Tahun Yt It Ig Cg Xt Xm Xnm X-M Mt M't Drt Ft Fvt Fgt Fpt
1969 68824 .2 5984 2987.3 4409 .6 20119 .6 3742 .8 6432 .9 -516 .6 5843 .9 3200 .9 -302 .2 3918 .2 263 .2 3616 .1 2303 .8
1970 73985.5 7959 3881.3 5154 .1 22493 .0 3853 .5 6619 .7 887.3 6604 .1 4309 .3 -408 .8 4044 .9 1000 .3 3209 .8 2739 .7
1971 79169 .9 9645.8 4224 .1 5520 .5 25424 .6 5315.1 7062 .8 1135.1 7612 .4 5219 .1 -702 .7 4882 .7 1711.6 3603 .4 2909 .5
1972 86623 .9 11482 .8 5654 .6 5974 .2 30837.5 7580 .8 7651.5 2262 .5 8673 .2 6430 .0 -518 .5 7030 .9 3833 .6 3778 .6 2998 .1
1973 96421 13441.1 6442 .9 7626 .2 36574 .0 10199 .2 11375.6 3218 .6 11628 .3 9058 .9 -483 .7 6634 .3 3547.0 3839 .6 2914 .3
1974 103782 .5 16022 .5 9321.7 6827.4 38971.6 21570 .7 8510 .2 8744 .7 15370 .7 8567.8 -372 .6 1841.9 -548 .4 2762 .8 2248 .1
1975 108948 18360 .2 12051.7 8899 .0 38030 .4 19137.4 6797.7 6304 .1 17162 .8 9932 .7 -279 .5 3059 .5 -3901.5 7240 .5 4241.4
1976 116450 .8 19462 .9 15474 .4 9550 .8 44505.8 20130 .6 9076 .2 6467.2 20038 .5 10850 .7 -532 .6 5373 .5 120 .5 5779 .2 5903 .6
1977 126811.9 22559 .5 14370 .4 11124 .0 48702 .4 20623 .7 9836 .4 8397.6 20929 .7 10965.3 -2134 .5 4266 .1 493 .6 5906 .9 5149 .9
1978 136584 .8 25957.6 14106 .0 13081.7 49201.3 25800 .9 13922 .1 10181.8 23578 .2 11279 .3 -2211.3 7109 .8 1371.6 7725.6 5711.9
1979 145124 .4 27104 .8 18187.6 14325.7 49139 .3 35337.0 17671.4 22304 .7 28868 .9 12131.3 -1981.6 2133 .4 -3774 .2 7703 .1 6257.4
1980 159467.2 32223 .1 20757.9 12670 .5 46369 .5 38480 .5 12361.9 19160 .1 33233 .5 11084 .2 -1368 .1 3937.5 -803 .1 5970 .7 5242 .1
1981 171822 .9 35811.4 22073 .8 17478 .4 45261.0 38498 .2 8528 .3 10395.6 42226 .4 12515.9 -1654 .5 7878 .0 2331.5 7201.0 5435.8
1982 179946 .2 40464 .6 21717.3 18917.4 38952 .7 30105.8 8020 .6 359 .4 45691.9 14089 .9 -1890 .8 12006 .4 3665.2 10232 .0 5724 .4
1983 183353 .3 43630 .2 23368 .7 18734 .2 41398 .9 33939 .5 12606 .6 8249 .4 51326 .0 14519 .5 -2372 .4 14032 .4 2797.6 13607.3 9164 .3
1984 195709 41004 .9 21700 .8 19373 .6 44108 .1 32803 .2 13846 .5 12831.6 47471.5 15292 .4 -3028 .6 6390 .0 1169 .7 8248 .9 7584 .0
1985 200544 .3 43961.6 22048 .0 20853 .8 40665.8 30689 .5 14288 .2 13216 .5 49976 .8 14388 .6 -3140 .3 6821.2 1401.7 8559 .8 9045.4
1986 212475.3 48008 .9 17190 .2 21433 .9 46852 .1 42865.1 21861.4 20170 .0 52059 .9 15291.1 6071.8 7742 .7 693 .6 13120 .9 7436 .8
1987 222598 .5 50642 .4 17462 .0 21397.7 53698 .5 37764 .8 23548 .6 17449 .2 53088 .2 17922 .1 -6238 .4 8019 .1 1097.4 12249 .1 9930 .3
1988 236004 .1 56478 .6 20456 .7 23018 .0 54268 .2 36851.7 28580 .7 16781.5 43164 .1 23840 .6 -7218 .0 9355.7 1956 .0 12884 .0 16814 .5
1989 253601.9 64024 .9 23352 .5 25432 .5 59937.3 34197.0 33756 .1 15437.8 48966 .7 24740 .5 -8132 .4 10621.4 3389 .9 13187.0 12636 .5
1990 271968 .1 73355.6 25376 .8 26248 .9 60207.7 31297.9 40632 .2 14160 .4 60284 .3 25416 .2 -9334 .3 12290 .3 5991.5 13755.1 11654 .6
1991 290870 .6 78142 29507.7 28093 .7 72177.1 27135.7 48745.2 12541.3 70428 .7 25146 .8 -10679 .6 14175.6 10554 .5 14300 .8 12755.8
1992 309659 .1 82001.5 32057.7 29731.9 82761.4 258181.2 -170943 .8 19734 .3 75052 .4 26289 .3 -11960 .2 12847.3 10586 .2 14221.2 13222 .9
1993 329775.8 86667.3 28428 .0 29756 .7 88230 .9 19769 .4 57546 .1 15624 .5 78383 .0 24565.2 -10869 .6 12095.9 9844 .5 13121.0 10753 .0
1994 354640 .8 98589 28476 .5 30442 .6 97002 .1 21368 .7 64885.7 16446 .5 94291.0 24449 .5 -11346 .2 9717.7 9502 .9 11561.0 9127.9
1995 383792 .3 112386 .4 25172 .7 30850 .6 104491.8 20661.9 72281.6 12168 .3 114034 .6 24870 .4 -9612 .8 22310 .4 22717.2 11152 .3 9431.7
1996 414418 .9 128698 .6 26028 .2 31681.4 112391.4 23697.8 72863 .8 11540 .0 121862 .8 25066 .4 -11352 .5 23506 .7 25028 .3 9831.0 8595.7
1997 443685.2 134033 .5 27663 .4 31739 .5 119445.0 41907.5 186205.9 52511.9 129858 .4 28318 .0 -16680 .4 -19625.1 -36240 .7 33295.9 9256 .7
Sumber: Diolah oleh penulis dari: BPS, Pendapatan Nasional Indonesia (Tabel-Tabel Pokok ), Bank Indonesia, Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia, berbagai tahun penerbitan, dan Indikator Ekonomi, edisi Juli 1998.
Kondisi equilibrium dalam ekonomi dua sektor, dimana investasi harus sama
dengan tabungan. Dalam ekonomi tiga sektor terdapat semacam hubungan antara output
nasional dengan pendapatan disposible Yd = Y + R - T = C + S, dimana bagian dari
pendapatan harus dikeluarkan pajak T sehingga sektor swasta menerima Transfer
payment R yang pada gilirannya dialokasikan pada konsumsi dan tabungan.
Disamping itu, karena dalam ekonomi tiga sektor terdapatnya semacam gap yang
besar karena terjadinya kelebihan permintaan kaum investor dan pemerintah, maka untuk
mengimbanginya diperlukan pajak T lebih besar dari pengeluaran pemerintah yang
berarti total tabungan sebagaimana dimaksudkan pada ekonomi dua sektor. Berikut ini
adalah perluasan dari persamaan (4) dan (5) yang ditulis dalam jangka panjang sebagai
berikut:
St = It ( 7 )
St = Sh + Sg = It ( 8 )
Berbeda halnya dengan ekonomi empat sektor, terutama sekali karena
pembahasan paling komplit adalah terjadinya semacam penggeseran nilai-nilai taksiran
kuantitatif. Dalam ekonomi empat sektor tidak dikenal adanya pendapatan disposibel,
namun demikian transfer payment R dan juga tabungan pemerintah tetap ada.
Nilai penggeseran yang terjadi tentu saja pada tabungan pemerintah dan tabungan
masyarakat oleh karena berobahnya nilai transfer payment dimaksud sebagai akibat
adanya sektor perdagangan luar negeri, khususnya dalam hal ini adalah Impor M dan
alokasi dari transfer payment yang merupakan tambahan pendapatan terjadi pada sektor
swasta, yaitu pada tabungan masyarakat dan konsumsi. Pembuktiannya dapat dilakukan
bilasaja persamaan (6) didefinisikan dalam bentuk lain sebagai
( I + G + R ) - ( S + T ) = ( M - X ) ( 9 )
S - I = ( G + R - T ) + Nx (10 )
pada persamaan (9) juga terjadi semacam gap atau jurang yang jauh lebih besar, yaitu
jurang dalam negeri yang disebut juga sebagai "internal-gap" oleh karena terjadinya
kelebihan permintaan kaum investor dan pemerintah, maka untuk tujuan
mengimbanginya dalam hal ini diperlukan impor lebih besar dari ekspor, biasanya akibat
balasan sektor perdagangan luar negeri adalah dengan mengalirnya "capital foreign
inflows". Sedangkan pada persamaan (10) S - I = domestic private sector, ( G + R - T )
= budged deficit dan Nx = Net export.
Dengan adanya penggeseran nilai tersebut, jelas pula bahwa semua agregatif
makro ekonomi mengalami perbedaan, dan tidak heran kalau yang dimaksudkan dengan
pajak T pada ekonomi tiga sektor membingungkan untuk diperkirakan dari fungsi
tabungan pemerintah, karena dua kemungkinan lainya masih ada seperti "Pajak tidak
langsung netto" pada Pendapatan nasional dan "pajak langsung plus tidak langsung" pada
APBN. Adapun demikian, dalam analisis ini tetap saja harus dilakukan melalui tabungan
pemerintah asalkan penggeseran nilai tersebut harus diteliti secara seksama. Berikut ini
adalah uraian lanjutan dari persamaan (10), sebagai:
8
I = S + ( T - R - G ) - ( X - M ) ( 11 )
I = [ S + ( T - G ) - R ] + ( M - X ) ( 12 )
I + G + X = S + ( T- R ) + M ( 13 )
I + X = S + M ( 14 )
persamaan (13) merupakan identitas pedapatan nasional untuk ekonomi empat sektor,
bila didefinisikan dalam jangka panjang maka diperlukan asumsi sektor pemerintah, G =
R = 0. Pengertian yang lebih pantas untuk hal ini adalah bahwa konsumsi pemerintah G
telah lansung bersubsitusi kedalam konsumsi, dan begitu pula halya dengan Transfer
payment R telah tersubsitusi kedalam investasi berupa budget deficit. Dengan demikian
persamaan (13) memberikan definisi menjadi persamaan (14), sehingga revisi selanjutnya
dengan persamaan (7) dan (8) menjadi sebagai berikut:
St = Sh + Mt = It ( 15 )
Baik ekonomi dua sektor, tiga sektor dan empat sektor harus berorientasi pada
pendapatan nasional yang sama, sehingga tidak harus dikenal dengan adanya istilah
ekonomi tertutup dan juga ekonomi terbuka, yaitu sepanjang pengertian tertutup adalah
tanpa hubungan dan terbuka karena adanya hubungan. Ekonomi Indonesia adalah bersifat
terbuka yang berarti adanya hubungan dagang dengan negara luar, sehingga ada pula
hubungan lateral, bilateral dan multi lateral. Persamaan (7), (8) dan (15) adalah analisis
fungsi jangka panjang dan pembahasan ekonomi empat sektor tidak dapat dengan
mengabaikan ekonomi dua dan tiga sektor lainya, karena merupakan hubungan yang
saling terkait.
2.1. Spesifikasi Model Yang Digunakan
Pada dasarnya model yang digunakan merupakan persamaan simultan yang terdiri
atas dua persamaan simultan yang terdiri atas dua persamaan, yaitu persamaan Investasi
dan persamaan Pendapatan. Spesifikasi model ini bertujuan untuk mengetahui berapa
besarnya pengaruh agregatif ekonomi terhadap pembentukan investasi maupun
pendapatan nasional. Oleh karena banyaknya pengaruh tersebut pada suatu ekonomi yang
bersifat terbuka, maka kedua model ini pada azasnya dapat mengetahui besarnya
multiplier ( angka pengganda ) yang mempengaruhi besar-kecilnya atau naik turunya
Investasi dan pendapatan nasional suatu negara pada periode penelitian yang dilakukan.
Model tersebut dalam bentu fungsi adalah sebagai berikut:
1). Investasi dengan Variabel-variabel Permintaan Agregatif
It = f (Ig ,Cg ,Xt , Xm , Xnm ,(X-M) , Mt , M't , Drt , Ft , Fvt , Fgt , Fpt ,Ui ) ( 16 )
atau
X0 = f ( X1, X2 , X3 , X4 , X5 , X6 , X7, X8 , X9 , X10 , X11, X12 , X13, Ui )
9
2 ). PDB & Investasi dengan Variabel-variabel Permintaan Agregatif
Yt = f ( It , Ig ,Cg , Xt , Xm ,Xnm , (X-M), Mt , M't , Drt , Ft , Fvt , Fgt , Fpt ,Vi ) ( 17 )
atau
Yt = f ( X0, X1, X2 ,X3, X4, X5, X6, X7, X8 , X9 , X10, X11, X12 , X13, Vi )
dimana:
Yt = Produk Domestik Bruto ( PDB )
It = X0 = Pembentukan Modal Domestik Bruto ( PMDB )
Ig = X1 = Investasi Pemerintah
Cg = X2 = Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Xt = X3 = Ekspor Barang-barang dan Jasa-jasa non faktor
Xm = X4 = Ekspor Minyak Bumi dan Gas Alam
Xnm = X5 = Ekspor Non-Migas
(X-M ) = X6 = Neraca Perdagangan Barang-barang ( Mechandise )
Mt = X7 = Impor Barang-barang dan Jasa-jasa non faktor
M't = X8 = Impor Barang Modal
Drt = X9 = Pembayaran Hutang Luar Negeri ( Debt Repayment )
Ft = X10 = Dana Luar Negeri ( Capital Transaction )
Fvt = X11 = Dana Swasta Luar Negeri ( Private Capital )
Fgt = X12 = Hutang Luar Negeri Pemerintah ( Official Capital
Fpt = X13 = Bantuan Luar Negeri APBN ( Foreign Aids )
2.2. Pengujian Model Dan Penemuan Empiris X0 = -3866.14 - 0.30673 X1 + 0.062802 X2 + 0.041824 X3 + 0.242737 X4 + 0.262759 X5 - 0.24141 X6 + 0.558101 X7
S(bi): (0.244874) (0.650946) (0.127909) (0.166682) (0.168495) (0.292821) (0.158610)
t(bi): (-1.25262) (0.098014) (0.326984) (1.456284) (1.559442) ( -0.82442) (3.518684)
+ 1.042701 X8 - 0.36166 X9 - 0.44851 X10 + 0.744099 X11 + 0.093801 X12 + 0.008757 X13
(0.628975) (0.335591) (0.668931) (0.652846) (0.718264) (0.592057)
(1.657779) (-1.07769) (-0.67049) (1.139777) (0.130594) (0.014792)
N = 29, SE = 2845.678
K = 14 R2 = 0.996743
R = 0.998370
R2 = 0.993921
F = 163.9848
D-W = 2.549715
Yt = 43923,81 + 1.648258 X0 - 0.32309 X1 + 2.800429 X2 + 0.199661 X3 - 0.11471 X4 - 0.10170 X5 + 0.230954 X6
S(ci): (0.329600) (0.328534) (0.831222) (0.163861) (0.227321) (0.231871) (0.382172)
t(ci): (5.000782) (-0.98342) (3.369048) (1.218477) (-0.50466) (-0.43860) (0.604319)
+ 0.526447 X7 + 0.644476 X8 + 0.121164 X9 - 1.67981 X10 + 0.867049 X11 - 0.16952 X12 + 0.653447 X13
(0.273555) (0.873369) (0.444670) (0.866616) (0.868720) (0.917411) (0.755788)
(1.924463) (0.737918) (0.272481) (-1.93835) (0.998076) (-0.18479) (0.864590)
N = 29, SE = 3632.610
K = 15 R2 = 0.999423
R = 0.999711
R2 = 0.998847
F = 867.3559
D-W = 2.470169
10
Statistical Table: Untuk N = 29, K=14
t0.005 = 4.140 f0.01 (v1, v2) = 3.35
t0.01 = 2.977 f0.05 (v1, v2) = 2.31
t0.025 = 2.624
t0.05 = 2.146 d0.01 (dl, du) = 1.12 - 1.25
t0.10 = 1.345 d0.05 (dl, du) = 1.34 - 1.48
Untuk N = 29, K=15
t0.005 = 4.073 f0.01 (v1, v2) = 3.21
t0.01 = 2.047 f0.05 (v1, v2) = 2.25
t0.025 = 2.602
t0.05 = 2.131 d0.01 (dl, du) = 1.05 - 1.33
t0.10 = 1.341 d0.05 (dl, du) = 1.27 - 1.56
Dengan tersedianya Statistical Table dapat dinilai significant atau tidaknya hasil
pengujian secara statistik. Estimasi dilakukan terhadap dua tahap yang pertama adalah
Investasi dengan beberapa variabel independen, antara lain koefisien hasil estimasi
menunjukan besarnya perubahan masrginal yang dihasilkan masing-masing vareiabel
independen. Sedangkan estimasi tahap kedua adalah Produk Domestik Bruto dengan
beberapa variabel independen yang mempengaruhinya dan investasi dalam hal ini berupa
variabel independent. Masing-masing koefisien hasil estimasi menunjukan besarnya
angka pengganda ( multiplier ).
Secara statistik kedua Hasil estimasi yang dilakukan adalah significant pada taraf
kepercayaan (Significant level ) = 1 % atau atau pada taraf keyakinan ( confidence
level ) 1- = 99 % sebagaimana yang dapat dilihat bahwa masing-masingnya Ttest >
Ttable. Sementara itu Ftest dari kedua fungsi yang diestimasi pada umumnya besar dan
berada diatas Ftable yang juga pada = 1 %. Begitu juga dengan uji statistk Durbin-
Watson yang significant pada taraf kepercayaan yang sama. Disamping itu koefisien
determinasi dan korelasi kedua hasil estimasi telah memperlihatkan hubungan yang
begitu kuat dengan masing-masing variabel peubah (independent variable ).
3. PERANGKAT MAKRO KEBIJAKSANAAN EKONOMI
3.1. Perangkat Kebijaksanaan Moneter
Implementasi kebijaksanaan moneter sebelum deregulasi perbankan tahun 1983
menghadapi banyak kendala karena terbatasnya perangkat atau instrumen yang bisa
dipakai. Rezeki kenaikan harga minyak sejak awal dasawarsa 1970-an hingga akhir
dasawarsa 1980-an telah memberikan banyak sekali pemasukan devisa yang
menyebabkan peningkatan sangat besar dalam aktiva netto luar negeri (net foreign assets)
Indonesia.
Kenaikan aktiva netto luar negeri itu menyebabkan kenaikan dalam jumlah
cadangan sistem perbankan sehingga lewat mekanisme perkreditan, menimbulkan
peningkatan yang sangat besar dalam jumlah uang beredar. Sementara struktur ekonomi
serta kapasitas produksi saat itu belum mampu menghasilkan peningkatan produksi yang
11
cukup besar untuk mengimbangi peningkatan jumlah uang beredar tersebut sehingga
timbul ancaman inflasi yang serius.
Untuk mencegah inflasi pertumbuhan jumlah uang beredar seharusnya dibatasi.
Namun instrumen pengendalian uang beredar lewat mekanisme perubahan cadangan
perbankan yang disebut "operasi pasar terbuka" (open market operations) belum dapat
dilakukan saat itu karena belum adanya surat-surat berharga pasar uang yang bisa
dijadikan sarana untuk intervensi di pasar uang. "Operasi pasar terbuka" adalah
pembelian atau penjualan surat berharga di pasar uang oleh otoritas moneter dalam hal ini
Bank Indonesia.
Apabila jumlah uang beredar ingin dikurangi, BI melakukan penjualan surat
berharga sehingga terjadi transfer uang dari masyarakat dan perbankan umum kepada BI.
Hal itu akan menarik kembali sebagian uang dari peredaran dan mengurangi cadangan
perbankan umum. Berkurangnya cadangan perbankan umum akan mengurangi
kemampuannya untuk "menciptakan" uang giral lewat mekanisme perkreditan.
Sebaliknya apabila jumlah uang beredar hendak ditambah, BI melakukan pembelian surat
berharga dari pasar uang.
Pengendalian jumlah uang beredar akhirnya dilakukan dengan kebijaksanaan
pagu kredit (credit ceiling) yang secara langsung membatasi jumlah maksimum kredit
yang dapat diberikan oleh masing-masing bank kepada nasabahnya. Pagu kredit tersebut
telah menciptakan distorsi dalam alokasi dana untuk investasi karena sektor-sektor layak
yang memberikan return on investment (ROI) tinggi kekurangan dana, sementara sektor-
sektor lain dengan ROI rendah bahkan negatif mengalami kelebihan dana.
Akibatnya adalah terjadinya inefisiensi yang cukup meluas sehingga mengancam
pertumbuhan. Sementara itu, usaha penurunan permintaan agregat melalui kebijaksanaan
fiskal adalah mustahil karena, berbeda dengan sistem di Amerika Serikat misalnya,
sistem anggaran dan perpajakan Indonesia bersifat kaku dalam arti tidak memungkinkan
adanya perubahan pengeluaran pemerintah dan tingkat pajak (taxrate) untuk
pengendalian permintaan agregat.
Setelah deregulasi perbankan tahun 1983, telah tercipta beberapa instrumen
moneter baru untuk pengendalian jumlah uang beredar. Penerbitan kembali Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) sejak Oktober 1984 diikuti oleh pengenalan Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU) pada Januari 1985 telah menciptakan kemampuan pemerintah dalam hal
ini Bank Indonesia, untuk setiap saat bisa melakukan "operasi pasar terbuka" dalam
rangka pengendalian jumlah uang beredar.
Pengendalian jumlah uang beredar bersama-sama dengan kebijaksanaan anggaran
belanja negara dan perpajakan merupakan inti dari pengendalian permintaan agregat.
kebebasan bagi seluruh bank untuk menentukan tingkat bunganya sendiri membawa
pengaruh yang sangat besar dalam menciptakan iklim yang sangat kompetitif dalam
dunia lembaga keuangan. Kondisi pasar keuangan yang sehat semacam itu merupakan
12
prasyarat bagi berlakunya mekanisme kontrol moneter yang efisien dan bebas distorsi
dari Bank Indonesia.
Selain operasi pasar terbuka, pada dasarnya ada empat perangkat lain
pengendalian moneter yaitu perubahan tingkat bunga fasilitas diskonto (rediscount rate
policy) perubahan rasio cadangan minimum (reserve requirement), perkreditan selektif
(selective credit) dan pendektan persuasif (open mouth approach). Meskipun perangkat-
perangkat ini semuanya mempengaruhi jumlah uang beredar, namun perbedaan
mekanismenya dalam mempengaruhi kegiatan perbankan dibandingkan dengan operasi
pasar terbuka pasar terbuka telah menyebabkan perangkat-perangkat ini lebih banyak
dipakai sebagai alat special-purpose untuk menghadapi kondisi-kondisi tertentu ( Thomas
F. Dernburg: 1985, h.437 ).
Fasilitas diskonto adalah fasilitas pemberian pinjaman oleh bank sentral kepada
bank-bank umum. Apabila tingkat bung diskonto dinaikkan, bank-bank umum akan
mengurangi pinjamannya dari bank sentral sehingga jumlah cadangannya menurun.
Penurunan jumlah cadangan bank umum ini akan mengurangi kemampuannya
melakukan ekspansi kredit kepada masyarakat sehingga laju pertambahan jumlah uang
beredar akan berkurang.
Di Indonesia fasilitas diskonto ini secara efektif baru tersedia sejak Februari 1984.
Sebelum itu pinjaman Bank Indonesia kepada bank-bank umum hanya terbuka bagi
bangk-bank pemerintah yang menangani kredit prioritas lewat apa yang disebut "kredit
likuiditas". Tingkat bunga fasilitas diskonto ini diturunkan oleh BI dari 18 % menjadi 16
% pada bulan Maret 1989.
Sementara itu penentuan rasi cadangan minimum yaitu rasio minimum antara
jumlah cadangan bank dengan jumlah passiva (giro dan deposito) dimaksudkan untuk
menjagfa tingkat kesehatan bank agar bank tidak mengalami kegoncangan akibat
penarikan dana mendadak oleh masyarakat. Rasio ini pertama kali diperkenalkan pada
bulan Mei 1967 untuk passiva rupiah dan pada 23 Agustus 1971 untuk passiva valuta
asing. Sejauh ini telah terjadi dua kali penurunan terhadap rasio cadangan minimum yaitu
dari 30 % menjadi 15 % sejak bulan Desember 1977, dan menjadi hanya 2 % sejak
dikeluarkannya Paket 27 Oktober 1989 (Pakto27).
Kebijaksanaan perkreditan selektif dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas
dari ekspansi kredit ataupun konstruksi kredit terhadap sasaran yang hendak dicapai dari
pengaturan kredit itu. Bantuan khusus berupa subsidi tingkat bunga kredit dan
pengerahan danan yang lebih besar dapat dilakukan untuk sektor-sektor atau daerah-
daerah prioritas yang ingin dikembangkan sesuai dengan srategi pembangunan yang
diambil pemerintah.
Demikian pula, pembatasan perkembangan kredit perbankan dapat dilakukan
secara selektif hanya untuk sektor-sektor atau daerah-daerah yang teridentifikasi sebagai
penyebab inflasi sehingga sektor atau daerah lain tidak menderita efek sampingan dari
suatu kebijaksanaan pembatasan kredit yang berlaku umum. Di negara-negara maju,
13
kebijaksanaan perkreditan selektif ini dilakukan apabila memang penyakit-penyakit
ekonomi seperti inflasi atau resesi pada mulanya hanya menyerang sektor-sektor atau
daerah-daerah tertentu saja. Dengan selektivitas seperti itu, pengendalian kredit akan
lebih efektif dan mencapai sasaran.
Di Indonesia kebijaksanaan kredit selektif yang telah dilakukan adalah sebagai
alat untuk mendukung program pemerintah untuk mengembangkan sektor-sektor tertentu
dengan subsidi tingkat bunga oleh BI bagi kredit-kredit kepada sektor-sektor tersebut.
Selain itu BI juga menjamin sebagian dari resiko kredit macet (default risk) pada sektor-
sektor itu. Sementara itu kebijaksanaan pembatasan kredit secara selektif untuk
pengendalian inflasi tidak pernah dilakukan di Indonesia. Dengan semakin tersedianya
data sektoral serta regional, baik data produksi maupun data harga, terdapat potensi yang
sangat besar bagi pemerintah untuk melakukan kebijaksanaan kredit selektif ini dalam
rangka pengendalian permintaan agregat yang lebih efektif.
Apabila terdapat variasi yang cukup besar dalam laju inflasi antar sektor atau
antar daerah misalnya, maka pembatan laju ekspansi kredit dapat dilakukan secara
selektif hanya untuk sektor atau daerah memiliki laju inflasi relatif tinggi. Sebagai
contoh, pada tahun 1988, Medan, Ambon dan Jayapura mencatat laju kenaikan indeks
harga konsumen yang sangat tinggi (double digit) dibandingkan dengan 17 kota lainnya
yaitu masing-masing 11.2%, 18,2% dan 11,4% dibandingkan dengan rata-rata 5,1%
untuk kota-kota lainnya. Maka pengendalian ekspansi kredit untuk memerangi inflasi
akan lebih efektif apabila dilakukan secara selektif dalam arti lebih kitat untuk daerah
Sumatra utara, Maluku, dan Irian Jaya.
Kebijaksanaan pagu kredit yang dilakukan pemerintah sejak 1974 hingga 1981
tidak dapat dikategorikan sebagai kebjijaksanaan kredit selektif karena pagu yang
diterapkan hanya bersifat umum untuk masing-masing bank dan tidak dirinci berdasarkan
sektor ekonomi atau daerah debitur. Pelaksanaan pembatasan perkreditan selektif
semestinya tidak melalui pagu yang distortif, tetapi melalui pembatasan laju pertumbuhan
kredit masing-masing bank untuk sektor-sektor atau daerah-daerah yang rawan inflasi.
Implementasi pembatasan laju pertumbuhan kredit untuk suatu sektor produksi misalnya,
harus didasarkan pada pra-identifikasi bahwa memang sektor yang bersangkutan
mengalami kekurangan supply (supply deficient) bahan baku maupun barang modal.
Perangkat lain keempat yaitu pendekatan persuasif dipakai oleh Gubernur BI
terhadap para bankir dalam situasi tertentu dimana segera diperlukan penurunan laju
pertumbuhan jumlah yang beredar dan kredit untuk mencegah inflasi. Biasanya
pembatasan laju pertumbuhan jumlah yang beredar lewat operasi pasar terbuka misalnya,
membutuhkan tenggang waktu ( time-lag ) sebelum laju pertumbuhan kredit perbankan
turun, sementara dengan pendekatan persuasif para bankir langsung bisa "diajak
kerjasama" dengan pemerintah untuk mengekang ekspansi perkreditan.
Namun demikian, pendekatan persuasif ini dapat menimbulkan distorsi dalam
alokasi kredit karena dalam jangka pendek para bankir hanya bisa menolak sebagian
permohonan kredit baru tanpa bisa melakukan seleksi berdasarkan ROI si calon debitur.
14
Selain itu kelebihan cadangan (excess reserves) akibat pembatasan ekspansi kredit itu
akan mengurangi tingkat profitabilitas bank.
Agar kebijaksanaan moneter dapat mencapai sasarannya dalam pengendalian jumlah
uang beredar dan kredit, Bank Indonesia seyogyanya melakukan pilihan yang tepa
mengenai perangkat mana yang akan digunakan dalam kondisi tertentu. Apabila yang
dikehendaki adalah pengaturan jumlah uang beredar secara umum, maka yang paling
tepat adalah operasi pasar terbuka.
Operasi pasar terbuka merupakan perangkat yang paling fleksibel karena setiap
saat Bank Indonesia dapat melakukan pembelian dan penjualan surat-surat berharga pasar
uang dan dalam jumlah yang sesuai dengan sasaran laju pertumbuhan kredit domestik
(net domestic assets) yang diinginkan. Kemudian berdasarkan perkembangan aktiva netto
luar negeri (net foreign assets) dan perhitungan angka pengganda uang (money
multiplier), yaitu:
Money multiplier adalah angka kelipatan jumlah uang beredar terhadap monetary base ( yang merupakan
net demestic assets ). Jumlah uang beredar ditentukan oleh jumlah monetary base karena monetary base
merupakan cadangan sistim perbankan. Karena jumlah cadangan perbankan merupakan suatu fraksi saja
dari jumlah uang beredar berdasarkan sistem fractional reserve yang dianut perbankan modern, maka jumlah uang beredar merupakan kelipatan dari jumlah monetaru base.
maka target persentase pertambahan jumlah uang berdar dapat dicapai dengan lebih tepat.
Dengan demikian akan terhindar adanya perkembangan jumlah uang beredar yang relatif
erractic yang membahayakan pengendalian ekonomi makro secara umum. Seandainya
volume surat-surat berharga yang saat ini dipakai oleh BI untuk operasi pasar terbuka
yaitu SBI dan SBPU belum cukup besar dan belum efektif untuk menopang operasi
pasar terbuka yang fleksibel, maka sudah saatnya BI dan Departemen Keuangan mulai
memikirkan penerbitan surat berharga lain semacam treasury bills di Amerika Serikat.
Treasury bills adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat.
Treasury bills mempunyai jangka waktu: 3, 6, 9 dan 12 bulan. Surat berharga ini merupakan surat
pengakuan Hutang pemerintah dan diperdagangkan secara luas di pasar uang.
Di lain pihak apabila terdapat perbedaan yang cukup besar dalam pengaruh
kebijaksanaan moneter terhadap sektor atau daerah yang satu dengan sektor atau daerah
lainnya, maka yang paling cocok adalah kebijaksanaan kredit selektif. Beberapa sektor
terutama yang pembiayaan kegiatannya sangat tergantung dari kredit bank lebih terkena
oleh kebijaksanaan moneterdi banding sektor-sektor lainnya.
Oleh sebab itu bisa saja terjadi kasus dimana suatu kebijaksanaan moneter restriktif yang
ditujukan untuk mengurangi laju inflasi memiliki dampak kecil terhadap sektor yang
ekspansinya telah menyebabkan inflasi, sementara dampak utamanya adalah
menyebabkan kelesuan pada sektor-sektor lain.
Perangkat fasilitas diskonto lebih cocok dpakai untuk menolong bank-bank yang
mengalami kesulitan likuiditas yang gawat daripada untuk pengendalian jumlah uang
beredar. Dengan kata lain kebijaksanaan ini lebih tepat digunakan sebagai manfestasi
15
peranan tradiional bank sentral sebagai lender of the last resort atau kreditur penyelamat
terakhir bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Dengan pengkhususan seperti itu,
maka tingkat bunga atau credit terms secara umum dari fasilitas diskonto seharusnya
dibuat lunak sebagaimana layaknya fasilitas khusus.
Tentu saja dengan catatan bahwa jendela fasilitas itu hanya terbuka bagi bank
yang benar-benar dalam keadaan "darurat", dan tidak boleh dipakai sebagai salah satu
sumber dana oleh bank yang tidak dalam keadaan kesulitan. Dengan rendahnya tingkat
bunga fasilitas diskonto itu, maka dengan sendirinya bank yang mengalami kesulitan
akan menggunakan fasilitas ini dan tidak lari ke pasar uang antar bank ( interbank call
money ) yang tingkat bunganya tinggi.
Tingkat bunga fasilitas tersebut saat ini, yaitu 16 % adalah terlalu tinggi untuk menopang
peranan Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Karena tingkat bunga 16 % itu
hampir sama dengan tingkat bunga pasar saat ini, maka fasilitas diskonto Bank Indonesia
praktis tidak banyak membantu bagi bank yang mengalami kesulitan.
Sedangkan perangkat rasio cadangan minimum, seyogyanya terus dipertahankan
sebagai kebijaksanaan special purpose, yaitu untuk menjaga keamanan bank dalam
melakukan ekspansi aktiva sehingga tidak mudah tergoncang apabila mengalami kejadian
mendadak seperti penarikan dana tibabtiba oleh beberapa nasabah besar.
Selain itu, apabila tingkat bunga fasilitas diskonto dan rasio cadangan minimum
juga dipakai untuk mengatur jumlah uang beredar, maka ada kemungkinan timbul
inkonsistensi dengan operasi pasar terbuka. Sebagai contoh, jika fasilitas diskonto
diberikan juga kepada bank-bank yang tidak dalam keadaan "darurat" maka perubahan
cadangan bank akibat pembelian/penjualan pasar terbuka oleh BI sedikit banyaknya akan
terkompensir oleh adanya fasilitas itu, sehingga operasi pasar terbuka menjadi tidak
efektif. Demikian pula sebaiknya BI menentukan rasio cadangan minimum yang benar-
benar aman bagi bank, dan tidak sering mengubah-ubah rasio yang dianggap aman itu.
Penetapan rasio 2% setelah Pakto 27 nampaknya terlalu rendah untuk maksud itu.
3.2. Perangkat Kebijaksanaan Fiskal
Berbeda dengan perangkat kebijaksanaan moneter yang sudah relatif beragam dan
mapan, perangkat pengendalian permintaan agregat lewat anggaran belanja pemerintah
dan perpajakan sampai saat ini belum tersedia karena Indonesia menganut sistem
anggaran berimbang dimana jumlah pengelurang pemerintah selalu menyesuaikan diri
dengan jumlah penerimaan pemerintah. Dalam sistem itu praktis tidak dimungkinkan
adanya pengaturan pengeluaran pemerintah untuk mengendalikan jumlah permintaan
agregat.
Kalau penerimaan pemerintah (penerimaan dalam negeri dari pajak dan non-pajak
ditambah hutang luar negeri) menurun, otomatis pengeluarannya juga menurun tanpa
mempedulikan pengaruhnya terhadap penurunan kegiatan ekonomi secara nasional.
16
Dengan cara seperti itu, penurunan penerimaan pajak yang disebabkan oleh penurunan
kegiatan ekonomi misalnya, akan menyebabkan pemerintah mengurangi pengeluarannya,
sehingga kegiatan ekonomi makin bertambah lesu. Demikian juga, apabila penerimaan
pemerintah bertambah, otomatas pertambahan itu harus tersalurkan dalam bentuk
pertambahan pengeluaran pemerintah tanpa mempedulikan dampak inflasionernya.
Jadi dalam sistem anggaran berimbang itu, pengeluaran pemerintah sama sekali
tidak berfungsi sebagai alat stabilisator perekonomian. Di negara-negara industri,
pengaturan pengeluaran pemerintah dan pengaturan tingkat pajak justru merupakan
perangkat utama pengendalian kegiatan ekonomi dan permintaan agregat sejak terkena
depresi besar pada dasawarsa 1930-an sehingga depresi tidak pernah terjadi lagi.
Dengan makin membaiknya perkembangan kelembagaan ekonomi Indonesia
dewasa ini, sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak memanfaatkan potensi
peranan pemerintah dari sisi kebijaksanaan fiskal itu. Sistem anggaran berimbang
sebenarnya merupakan "warisan" ekonomi dari akhir dasawarsa 1960-an dan awal
dasawarsa 1970-an pada saat dimana pemerintah belum memiliki perangkat lain untuk
mencegah inflasi secara efektif. Demikian pula, sudah saatnya sistem perpajakan dibuat
lebih fleksibel sehingga dimungkinkan adanya perubahan dalam tingkat pajak (tax rate)
pada saat diperlukan sebagai insentif ataupun disinsentif makro dalam rangka
peningkatan atau penurunan permintaan agregat.
Dengan fleksibelnya tingkat pajak serta pengeluaran pemerintah, anggaran
belanja pemerintah tidak mesti harus sama dengan penerimaan pemerintah. Jadi
dimungkinkan adanya defisit maupun surplus APBN. Defisit APBN dapat dibiayai
dengan obligasi Departemen Keuangan sementara surplus APBN masuk ke tabungan
pemerintah. Penerbitan obligasi Depeartemen Keuangan itu sudah saatnya mulai
dipikirkan mengingat sudah berkembanganya pasar modal dan besarnya animo
masyarakat untuk berpartisipasi di dalamnya.
Hingga akhir Juli 1989, sudah sekitar 20 perusahaan yang menjual obligasi di
pasar modal, dan semuanya berhasil dengan total nilai emisi sebesar kira-kira 1, 238
trilyun rupiah. Dengan jaminan sepenuhnya oleh Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter, maka obligasi Departemen Keuangan itu akan menjadi surat berharga yang
paling liquid dan paling rendah resikonya. Obligasi Departemen Kkkeuangan ini dapat
juga dipakai sebagai saran "operasi pasar terbuka" di samping SBI dan SBPU yang sudah
ada.
Apabila tiba-tiba terjadi suatu schock yang mengurangi penerimaan pemerintah
seperti penurunan harga minyak dan harga komoditi primer lainnya, maka pemerintah
tidak perlu mengurangi pengeluarannya yang akan menyebabkan resesi dalam negeri.
Pemerintah cukup melakukan pembelanjaan defisit (deficit finance) dengan penjualan
obligasi Departemen keuangan dan atau mengurangi tingkat pajak untuk meningkatkan
daya belli masyarakat.
17
Jika terjadi kelebihan permintan agregat yang tidak mampu terpenuhi oleh
kapasitas produksi nasional seperti yang terjadi karena kelebihan "uang minyak" pada
awal dasawarsa 1980-an ancaman inflasi dapat dihilangkan dengan penurunan jumlah
uang beredar lewat "operasi pasar terbuka", penurunan pengeluaran pemerintah lewat
surplus APBN , peningkatan tingkat pajak, atau kombinasi dari perangkat-perangkat itu.
Perangkat mana yang lebih cocok akan tergantung dari situasi dan kondisi saat terjadinya
shck banyak komponen pengeluaran pemerintah yang tak bisa dikurangi atau
incompressible, maka penurunan jumlah uang beredarlah yang dilakukan.
Tersedianya perangkat kebijaksanaan fiskal akibat dilepaskannya sistem anggaran
berimbang itu, akan memperkaya perangkat-perangkat kebijaksanaan pengendalian
permintaan agregat. Dengan demikian pada saat krisis, pemerintah tidak perlu
"kebingungan" sehingga memakai perangkat-perangkat pintas yang "tidak populer" dan
campur tangan secara langsung yang distortif.
4. KESIMPULAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan makin banyaknya kemungkinan
instrumen makro di tangan pemerintah dalam bentuk instrumen-instrumen moneter-fiskal
itu, maka kita akan lebih siap untuk mengatasi dan menyembuhkan penyakit-penyakit
perekonomian yang semakin banyak dewasa ini, baik eksternal maupun internal.
Goncangan-goncanga eksternal yang mungkin terjadi akan memiliki dampak yang
semakin besar terhadap ekonomi dalam negeri karena sektor reil maupun sektor moneter
kita makin bersifat terbuka.
Makin terbukanya sektor riel ditandai oleh makin besarnya rasio perdagangan luar
negeri (ekspor ditambah impor) terhadap GDP . Dalam harga konstan 1983, rasio
perdagangan luar negeri terhadap GDP adalah 44,8% pada tahun 1985, meningkat
menjadi masing-masing 48,5%, 49,2% dan 50,8% pada tahun 1986,1987, dan 1988.
Sementara itu sektor moneter semakin terbuka setelah Pakto 27 dengan beberapa
ketentuan yang memperbolehkan lembaga keuangan domestik untuk memperoleh dana
dari luar negeri serta lembaga keuangan asing untuk lebih leluasa beroperasi di Indonesia.
Apabila tersedia perangkat kebijaksanaan fiskal-moneter yang memadai, maka ekonomi
kita tidak akan terlalu mudah terguncang oleh adanya shcks yang setiap saat dapat
muncul.
Dalam teori kebijaksanan ekonomi dikenal "Tinbergen rule" yang menyatakan
bahwa jumlah perangkat kebijaksanaan paling tidak harus sama dengan jumlah sasaran
agar beberapa sasaran itu dapat sekaligus terdapai ( Jan Tinbergen: 1952, h.123 ).
Berdasarkan pengalaman, beberapa gejala buruk dan penyakit perekonomian sering
sekaligus menyerang dalam waktu yang sama, sehingga diperlukan banyak perangkat
atau instrumen kebijaksanaan kalau kita ingin menyembuhkan beberapa penyakit itu
sekaligus ( Jan Tinbergen: 1956, h.146 ).
18
Dengan demikian, tersedianya instrumen-instrumen moneter fiskal yang memadai
itu merupakan prasyarat bagi terjadinya pertumbuhan yang berkelanjutan pada saat lepas
landas dimana sudah pasti semakin banyak penyakit atau gejala buruk ekonomi yang
akan menyerang. Selain itu, tersedianya banyak perangkat kebijaksanaan pengendalian
makro itu memungkinkan pemerintah untuk melakukan pilihan yang tepat mengenai
perangkat mana yang paling cocok untuk menghadapi suatu masalah tertentu, sehingga
efektivitas pengendalian makro semakin besar, Tanpa upaya untuk memperkaya
perangkat-perangkat kebijaksanaan stabilisasi makro sebagai salah satu landasan yang
kokoh, maka besar kemungkinan tahap lepas landas nanti akan diwarnai oleh banyak
sekali gejolak-gejolak berbahaya yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
F. Dernburg, Thomas., " Macro-Economics: Concept Theories and Policy, Seventh
edition, MacGraw-Hill 1985 ).
Friedman, Milton, "foreign Economic Aid : Means and Objective" dalam John A. Pincus
(Editor), Reshaping the World Economy; Rich Countries and Poor, englewood,
New York : Prentice-Hall, Inc 1968).
Yamane, Taro, Statistic : An Introductory Analysis, Third Edition, (New York : Harper &
Row Publisher, 1979).
Republik Indonesia, Repelita IV Indonesia 1984/85 - 1988/89, (Jakarta : Departemen
Penerangan RI), Buku I dan II.
Suda, Miyako, "Balance of Payment in Asian Countries" dalam Tskshiko Haseyama, et al
(Editors), Two Decades of Asian Development and Outlook for the 1980s,
(Tokyo : Institute of Developing Economics, 1983).
Tinberggen, Jan., "On Theory of Economic Policy", North-Holland, Amsterdam 1952.
_____________., "Economic Policy: Prinsiples and Design", North-Holland, Amsterdam
1956.
Thirwall, AP., Growth and Development With Special Reference to Developing
Economic, Second Edition, (London : The Macmillan Press Ltd, 1978).
Todaro, Michel P., Perencanaan Pembangunan : Model dan Metode, terjemahan Drs.
Siswa Suyanto, Jakarta : Intermedia, 1986).
------+++++------
Cara paling Mudah Meng-unduh (Downloads) secara GRATIS sejumlah TULISAN ILMIAH Dalam bentuk Files PDF sebagai berikut:
19
Daftar TULISAN ILMIAH Untuk PERGURUAN TINGGI, Terdiri:
Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
JURNAL PENELITIAN Kuantitatif, BUKU AJAR MODUL SOAL DAN
PEMECAHAN SOAL, BUKU TEKS, Laporan Hasil & Jurnal Hasil
Penelitian Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, LAPORAN HASIL
& Jurnal Hasil Penelitian SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi
10 Macam Hasil Pegembangan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Penelitian Survey dari 5 Hasil Penelitian SURVEY.
Dan Didapatkan 10 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF
Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, termasuk 5 Proposal (Draft Hibah
DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 s/d 2016
12 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN
TRANSPORTASI 2014 s/d 2017
I. Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN, Serta
Jurusan Terkait Bidang EKONOMI:
02 27 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP I to KOPTIS Wilayah III Jakarta Files: 003 01 Perspektif Ekonomi Indonesia Dalam satu tahap pembangunan Jangka Panjang
004 02 Analisis Fungsi Tabungan Indonesia: Pengujian Model Hipotesa Pendapatan Permanen
005 03 Expor Kommoditi Primer Pulau Sumatera Lamam Perdagangan Luar Negeri Indonesia
006 04 Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia 1969-1994 007 05 Pekiraan Pembentukan Modal Di Indonesia
008 06 Kebijaksanaan Deregulasi Perbankan Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
009 07 Instabilitas Perdagangan Luar Negeri Indonesia
010 08 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dan Ketergantungan Terhadap Dana Luar Negeri
011 09 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Diantara Modal Dan Tabungan
012 10 Pengukuran Kondisi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Stedy-State Growth
013 11 Modal Asing Swasta Dan Pembentukan Investasi Produktif Dalam Pembiayaan Pembangunan
014 12 Trade-Off Antara Penerimaan Pajak Dan Kemampuan Menabung Masyarakat
015 13 Mobilisasi Tabungan Dan Investasi suatu Ekonomi Terbuka: Studi Kasus Indonesia 1969-1995
016 14 Pengaruh Pendapatan Permanen Dalam Pembentukan Tabungan
017 15 Peranan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
018 16 Analisis Fungsi Konsumsi Indonesia Dengan Pendapatan Permanen 019 17 Pembiayaan Ekonomi Dalam Negeri Diantara Keinginan Dan Kenyataan
020 18 Sektor Perdagangan Luar Negeri Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Kegiatan Ekonomi
021 19 Reformasi Kebijaksanaan Makro Dan Pengaruh Ekonomi Sektor Terbuka
022 20 Keseimbangan Pendapatan Nasional: Investasi Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi
023 21 Analisis Pengaruh Pembentukan Tabungan Suatu Ekonomi Terbuka
024 22 Pengaruh Aliran Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
025 23 Perkiraan Kebutuhan Investasi Dan Pengukuran Tinggal Landas
026 24 Kemampuan Pembentukan Modal Domestik: Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
027 25 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Akumulasi Sumber Pembiayaan Pembangunan
028 26 Kualitas Pembangunan Ekonomi Indonesia Dan Dilema Ketergantungan Sumber Dana
029 27 Investasi Dan Pembiayaan Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
20
004 34 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP II to STMT Trisakti Files: 030 01 Standar Ukuran Tinggal Landas Perekonomian Suatu Negara
031 02 Pembentukan Modal Domestik Bruto Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
032 03 Pembentukan Tabungan Dan Pembiayaa Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
033 04 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Steady-State Growth
034 05 Aliran Modal Asing Swasta Dalam Pembentukan Investasi Produktif
035 06 Fungsi Konsumsi Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Permanen 036 07 Pendapatan Permanen Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Tabungan
037 08 Pengujian Model Tabungan Indonesia Dengan Hipotesa Pendapatan Permanen
038 09 Kebutuhan Tabungan Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi Indonesia
039 10 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi: Trade-Off Antara Pajak Dan Tabungan
040 11 Aggregate Expenditre Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 3 Sektor)
041 12 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Terbuka
042 13 Aggregate Expendiure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 4 Sektor)
043 14 Pengaruh Sektor Perdagangan Luar Negeri Terhadap Aktivitas Ekonomi Indonesia
044 15 Aliran Modal Asing Dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
045 16 Penafsiran Tingkat effisiensi Marginal Ekonomi Indonesia Dan Prakiraan Pembentukan Modal
046 17 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Sederhana
047 18 Aggregate Expenditure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 2 Sektor) 048 19 Pembentukan Modal Domestik Bruto Dan Ketergantungan Terhadap Sumber Dana
049 20 Prestasi Ekonomi Dan Indeks Instabilitas Sektor Perdangan Luar Negeri Indonesia
050 21 Model Makro Keseimbangan Agregatif Pembentukan Tabungan Dan Investasi
051 22 Expor Kommoditi Primer Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Sumatera
052 23 Konstribusi Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
053 24 Pengaruh Variabel-variabel Agregatif Terhadap Pembentukan Tabungan Dan Pendapatan
054 25 Pengembangan Sumber Pembiayaan Pembangunan Yang Semakin Bertumpu Pada
Kemampuan Sendiri
055 26 Pengembangan Instrumen Kebijaksanaan makro Terhadap Pembentukan Investasi Dan Pendapatan
056 27 Kebutuhan Tabungan Dan Pembentukan Investasi Produktif Bagi Pembiayaan Pembangunan
057 28 Pengaruh Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Dan Pertumbuhan Ekonomi 058 29 Pengaruh Deregulasi Perbankan Bidang Ekspor Terhadap Devisa Pendapatan Nasional
059 30 Aliran Dana Luar Negeri Di Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
060 31 Strategi Indonesia Dan Manajemen Pembentukan Modal Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat
061 32 Manajemen Perdagangan Internasional Pengurangan Distorsi Ekonomi Pasca Seleksi
Aliran Dana Luar Negeri
062 33 Manajemen Perbankan Pasca Deregulasi Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
063 34 Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan
005 10 BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Files: 064 01 BUKU AJAR Pengantar Teori Ekonomi
065 02 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Pengantar Teori Ekonomi
066 03 BUKU AJAR Teori Ekonomi 067 04 BUKU AJAR Ekonomi Pembangunan
068 05 BUKU AJAR Pengantar Ekonomi Mikro
069 06 BUKU AJAR Ekonomi Makro Perthitungan Pend Nasional
070 07 BUKU AJAR Teori Ekonomi Mikro
071 08 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Teori Ekonomi Mikro
073 09 BUKU AJAR Ekonomi Manajerial
074 10 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Ekonomi Manajerial
21
II. PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 006 3 VERSI Teks Book EKO MANAJERIALPernah Disumbang ke DIKTI Dan Dikirim Ke USA File 075 01 Buku Teks 681h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Hasil Estimasi
Atau 075 01 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Hasil Estimasi
File 076 02 Buku Teks 301h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 076 02 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Non-Estimasi
File 077 03 Buku Teks 509h EKO MANAJERIAL TRANSPORTASI Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 077 03 EKONOMI MANAJERIALTRANSPORTASI Penerapan Konsep Mikro Ekonomi Dalam Bisnis Transportasi Dengan Fungsi Non-Estimasi
File 078 Ringkasan Isi Dan Surat Menyurat Pengiriman 3 Teks Book EKO MANAJERIAL Ke USA
Atau 078 Request for Coop in Publishing 3 Text Books in MANAGERIAL ECONOMICS to The USA
Subject: Request for Cooperation in Publishing Text Books in MANAGERIAL
ECONOMICS: Application of Microeconomic Concepts Using Estimation
Result Function (242 halaman)
008 3 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2010 Files: 079 01 Evaluasi Ekonomi Indonesia di Era Pembangunan Berkelanjutan
080 02 Evaluasi Ekonomi 50 Tahun Indonesia Membangaun 081 03 Kebutuhan Tabungan Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
009 4 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2012 Files: 082 01 Pengembangan Ekonomi Dan Pengaruh POLIIK Di Era Kepemimpinan INDONESIA
083 02 Prestasi Ekonomi INDONESIA Jangka Panjang Dan Pencapaian Kondisi STEADY-
STATE GROWTH
084 03 Perkiraan Kebutuhan Tabungan Bagi Target Pertumbuhan Ekonomi Yang Hendak Dicapai
085 04 Pengendalian Ekonomi Ditengah Ancaman Krisis Dan Dilema Keterbatasan Sumber
Pembiayaan Yang Salaing Trade-Off
010 4 Laporan Penelitian Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI 2010 File 086 01 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 72h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 086 01 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia
File 087 02 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 087 02 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia
File 088 03 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 77h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010 Atau 088 03 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
File 089 04 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 089 04 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
22
011 3 Proposal P3M PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2010 File 090 01 Draft Proposal 21h Penelitian P3M MTD STMT Angkutan Jalan Raya DKI 2010
Atau 090 01 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta: Trade off Antara Penguna
Kendaraan Pribadi Dan Umum
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Slutsky’s Theorem, TE = SE + IE)
File 091 02 Draft Proposal 26h Penelitian P3M MTL STMT Faktor Produksi PT PELNI 2010 atau 091 02 Pengaruh Beberapa Faktor Produksi Terhadap Produksi PT PELNI
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Production Isoquant, TO = SE + OE)
File 092 03 Draft Proposal 25h Penelitian P3M MTU STMT Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan 2010
atau 092 03 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang Jakarta-Ujung
Pandang
012 14 Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI, Tahun 2011 File 093 01 Proposal 11h Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia 2011
Atau 093 01 Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia Dan Investasi Produktif Yang Diperlukan
File 094 02 Proposal 10h Jasa Angkutan Rel 2011
Atau 094 02 Menasionalisasikan Jasa Angkutan Rel Dan Investasi Yang Dibutuhkan
File 095 03 Proposal 11h Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 095 03 Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 096 04 Proposal 11h Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia 2011
Atau 096 04 Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dalam Wililayah Teritorial Indonesia
File 097 05 Proposal 12h Produksi Jasa Angkutan Udara Penerbangan Domestik 2011
Atau 097 05 Produksi Jasa Angk Udara Komersial Penerbangan Domestik
File 098 06 Proposal 12h Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 098 06 Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia
File 099 07 Proposal 14h Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 099 07 Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik
File 100 08 Proposal 11h Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 100 08 Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau
File 101 09 Proposal 13h Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 101 09 Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik
File 102 10 Proposal 15h Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara 2011
Atau 102 10 Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara
File 103 11 Proposal 14h Kebutuhan Modal Pert Produksi Angkutan Udara Luar Negeri 2011
Atau 103 11 Kebutuhan Modal Pertumbuhan Produksi Angkutan Udara Luar Negeri
File 104 12 Proposal 12h Pengembangan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 104 12 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 105 13 Proposal 15h Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Dom 2011
Atau 105 13 Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Domestik
File 106 14 Proposal 12h Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional 2011 Atau 106 14 Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional
23
10 Contoh PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
013 5 CONTOH Hibah (Proposal DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 -2016 File 107 01 Draf Hibah Kompetensi TAHAP 1 44h dgn Ir PRASAD TITA MM to DIKTI 2009
Atau 107 01 Analisis Pertambahan Pengguna Kendaraan Bermotor Roda Dua Dan Kepemilikan Mobil
Pribadi Di Jakarta
File 108 02 Draft Hibah Kompetensi 47h dgn PROF ERYUS To DIKTI 2010
Atau 108 02 Kepadatan Lalin Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta Trade off Antara Peng Kend Pribadi
Dan Umum
File 109 03 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF HANANTO to DIKTI 2010
Atau 109 03 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PT PELNI
File 110 04 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF DIRK KOLEANGAN to DIKTI 2010
Atau 110 04 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang JAKARTA-
UJUNG PANDANG
File 111 05 Draft Hibah PRODUK TERAPAN 67h dgn Dr HUSNI HASAN to DIKTI 2016
Atau 111 05 Analisis Penentuan Tarif Angkut Dua Jasa Angk Penumpang Udara Dan Laut Rute
JAKARTA-UJUNG PANDANG
014 3 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2014 File 112 01 Proposal Penelitian P3M MTL 13h Angk Pelayaran Antar Pulau PT PELNI 2014
Atau 112 01 PENGEMBANGAN PRODUKSI ANGKUTAN PELAYARAN DI INDONESIA
File 113 02 Proposal Penelitian P3M MTD 15h Effisiensi Produktivitas Jasa Angk PT KAI 2014
Atau 113 02 TINGKAT EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS JASA ANGKUTAN KERETA API
INDONESIA
File 114 03 Proposal Penelitian P3M MTU 21h Kebutuhan Modal Angk Penerb Domestik 2014
Atau 114 03 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN
PENERBANGAN DOMESTIK
015 2 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,
Tahun 2017, Sedang Digarap File 115 01 Proposal Terpadu P3M 28h atau Analisis Trade-Off Antara MTL Dengan MTU 2017
Atau 115 01 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan
Domestik Indonesia: Trade-off Antara Angkutan Laut Dan Udara
File 116 02 Proposal Penelitian P3M 22h Dibidang TRANPORTASI UDARA Luar Negeri 2017
Atau 116 02 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN UDARA
LUAR NEGERI
24
III. PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 016 5 LAPORAN HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017
File 117 01 Laporan HASIL PENELITIAN 375h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 117 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 118 02 Laporan HASIL PENELITIAN 147h PERUM DAMRI 2015 Atau 118 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 120 03 Laporan HASIL PENELITIAN 172h PT MAYASARI BAKTI 2016
Atau 120 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti
File 122 04 Laporan HASIL PENELITIAN 165h GARUDA INDONESIA 2016
Atau 122 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 124 05 Laporan HASIL PENELITIAN 353h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017 Atau 124 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
017 5 Jurnal HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017 File 125 01 Jurnal HASIL PENELITIAN 41h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 125 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 126 02 Jurnal HASIL PENELITIAN 35h PERUM DAMRI 2015
Atau 126 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 128 03 Jurnal HASIL PENELITIAN 38h PT MAYASARI BAKTI 2016
Atau 128 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti
File 130 04 Jurnal HASIL PENELITIAN 36h GARUDA INDONESIA 2016
Atau 130 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 132 05 Jurnal HASIL PENELITIAN 40h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 132 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
018 10 Macam Prediksi Pengembangan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Penelitian Survey
Files: 133 01 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 20h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt 134 02 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 23h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Panjang Alt
135 03 PERUM DAMRI 2015 15h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
136 04 Jurnal HASIL PENELITIAN PERUM DAMRI 2015 24h
137 05 Jurnal HASIL PENELITIAN Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014 30h
138 06 Jurnal HASIL PENELITIAN PT MAYASARI BAKTI 2016 31h
139 07 PT MAYASARI BAKTI 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
140 08 Jurnal HASIL PENELITIAN GARUDA INDONESIA 2016 31h
141 09 PT GARUDA INDONESIA 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
142 10 Jurnal HASIL PENELITIAN KA PATAS Purwakarta 2017 30h
25
12 BUAH BENTUK PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
019 6 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2014-2017 File 143 01 Proposal 21h KERETA API EKONOMI LOKAL PURWAKARTA 2014
Atau 143 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 144 02 Proposal 18h PERUM DAMRI 2015
Atau 144 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 145 03 Proposal 17h PERUM DAMRI Dgn KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 145 03 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 146 04 Proposal 28h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016
Atau 146 04 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
File 148 05 Proposal 28h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016
Atau 148 05 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 150 06 Proposal 27h KERETA API PATAS PURWAKARTA 2017
Atau 150 06 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
020 2 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Hasil Pengembangan Model 2016 File 151 01 Proposal 33h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 151 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 152 02 Proposal 26h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 152 02 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
021 2 Contoh Proposal Baru PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2017 File 153 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017
Atau 153 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 154 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017
Atau 154 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
File 155 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt Atau 155 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 156 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017 dengan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 156 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
26
Biasanya untuk mendapatkan sebuah TULISAN ILMIAH adalah secara kebetulan
didalam DOMAIN Google atau Bilamana sudah mengetahui judul TULISAN
ILMIAH tersebut cukup dengan menulis judul tersebut ke dalam Google dan akan
keluar TULISAN ILMIAH yang dimaksud.
KIAT CERDIK MEMBUAT TULISAN ILMIAH, dan sebagai langkah utama adalah
dengan cara Mengkoleksi sejumlah TULISAN ILMIAH yang akan berperan sebagai
MATERI PEMBANDING dengan MATERI YANG DIBUAT. Paling tidak agar
mengatahui bagaimana penyusunan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS yang dibuat penulis lain. Selain bisa memperkuat “pondasi ilmiah” bahkan
juga memperkokoh “Kemampuan ilmiah” agar lebih mudah menyelesaikan berbagai
bentuk/beranekaragam Persoalan Ilmiah pada PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI maupun PENELITIAN SURVEY Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI. Tentunya sebagai langkah berikutnya adalah
Meng-unduh (Downloads) sebanyak mungkin TULISAN ILMIAH dari penulis lain atau Meng-unduh secara keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File PDF
(pada posisi jumlah sekarang) sebagaimana tercantum dalam Lembaran Informasi, terkecuali TULISAN ILMIAH yang terdapat dalam kurung sebanyak 22 Files (hanya
bisa didapatkan melalui Email langsung dengan sejumlah harga tertentu yang disajikan
dalam sebuah Daftar Harga).
Ketentuan: Gantilah Lembaran Informasi (Daftar TULISAN ILMIAH yang disisipkan dalam wujud File PDF) menjadi (Daftar TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File DOCUMENTS),
sehingga didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisikan Daftar dari semua tulisan
ilmiah yang disusun oleh Amrizal.
Selanjutnya, dengan cara memasukan/menuliskan 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal
ke dalam Google, maka akan didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisi Daftar
TULISAN ILMIAH tersebut, dengan contoh berikut:
Google 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal Cari
Adapun tujuan selanjutnya agar lebih leluasa/Mudah meng-unduh (Downloads)
keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam PDF (pada posisi jumlah sekarang),
cukup dengan cara meng-Copy masing-masing Nomor urut beserta nama file tersebut
ke dalam Google.
Diistilahkan dalam tanda petik “pada posisi jumlah sekarang” oleh karena posisi/jumlah
files PDF yang disajikan dalam Daftar TULISAN ILMIAH dapat berubah pada saat-saat
tertentu seiring dengan perjalanan waktu.......
-------- Jakarta, 14 September 2017--------