Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Agresi

download Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Agresi

of 4

Transcript of Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Agresi

SAMURYA RAHMADHONY10101352023

Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku Agresi

Gambaran Umum Tayangan Televisi

1. Pengertian Televisi Televisi berasal dari kata tele dan visie, tele artinya jauh dan visie artinya penglihatan, jadi televisi adalah penglihatan jarak jauh atau penyiaran gambar-gambar melalui gelombang radio. (Kamus Internasional Populer: 1966). Yang dimaksud dengan televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel (Arsyad, 2002: 50).

2. Tujuan dan Fungsi Televisi a. TujuanSesuai dengan undang-undang penyiaran nomor 24 tahun 1997, BAB II pasal 4, bahwa penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur.b. FungsiPada dasarnya televisi sebagai alat atau media massa elektronik yang dipergunakan oleh pemilik atau pemanfaat untuk memperoleh sejumlah informasi, hiburan, pendidikan dan sebagainya. Sesuai dengan undang-undang penyiaran nomor 24 tahun 1997, BAB II pasal 5 berbunyi Penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan dan hiburan, yang memperkuat ideology, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.

3. Manfaat dan Mudarat Televisia. Manfaat TelevisiTelevisi memang tidak dapat difungsikan mempunyai manfaat dan unsur positif yang berguna bagi pemirsanya, baik manfaat yang bersifat kognitif afektif maupun psikomotor. Namun tergantung pada acara yang ditayangkan televisi. Manfaat yang bersifat kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif di antaranya berita, dialog, wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif ini adalah acara-acara yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial, kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan dengan tindakan dan perilaku yang positif. Acara ini dapat kita lihat dari film, sinetron, drama dan acara-acara yang lainnya dengan syarat semuanya itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di Indonesia ataupun merusak akhlak pada anak.b. Mudarat Televisi 1. Menyia-nyiakan waktu dan umur2. Melalaikan tugas dan kewajiban3. Menumbuhkan sikap hidup konsumtif4. Mengganggu kesehatan5. Alat transportasi kejahatan dan kebejatan 7. Mempengaruhi dan menurunkan prestasi belajar murid

Pengaruh televisi terhadap agresiTidak dapat dipungkiri bahwa agresi manusia tidak dapat dilenyapkan dari muka bumi ini, karena agresi merupakan bagian dari sifat yang paling hakiki dari manusia itu sendiri. Dalam sepanjang rentang kehidupan, dapat dipastikan bahwa manusia tidak dapat lepas dari segala bentuk perilaku agresi. Perilaku agresi itu sendiri juga dapat terjadi dimana saja, dapat berupa perilaku agresi verbal (mencaci maki, mengolok-olok) maupun perilaku agresi fisik (memukul, meninju), dan dapat dilakukan oleh siapapun juga baik itu anak-anak maupun orang dewasa. Perilaku agresi dapat muncul dalam berbagai cara dan dapat dilihat dari tindakan yang berbeda. Meningkatnya kecenderungan ke arah agresi bisa saja karena semakin banyak orang yang merasa berhak untuk membalas dendam kepada orang lain yang mereka anggapp telah berbuat salah kepada mereka. Akhir-akhir ini sering kita dengar tentang adanya perilaku agresi anak yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan perasaan cemas bagi masyarakat. Mulai dari munculnya perilaku agresi yang paling sederhana (berkata atau bertindak kasar, membolos atau melanggar aturan sekolah, perkelahian antar teman sebaya, dan lain-lain) sampai dengan perilaku agresi yang kompleks (pencurian, perusakan fasilitas umum, melukai teman, bahkan sampai membunuh).Agresi menurut Berkowitz (Feldman, 1985:294) didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Proses terbentuknya tingkah laku agresi sama dengan proses terbentuknya tingkah laku yang lain yaitu melalui proses yang melibatkan dua kekuatan dasar yaitu faktor alamiah (bawaan) dan faktor lingkungan (sosial budaya). Kedua kekuatan dasar tersebut baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menentukan bentuk, corak, atau pola tingkah laku individu dan mempengaruhi kecenderungan individu dalam bertingkah laku. Teori belajar observasional (observational learning theory) atau modelling yang dijadikan alternatif teoritis bagi teori-teori belajar tradisional, dikembangkan oleh Albert Bandura dan kolega-koleganya. Asumsi dasar dari teori dan penelitian belajar observasional adalah sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model. Penelitian belajar observasional yang paling dikenal dari Bandura adalah penelitiannya tentang pembentukan agresi pada anak-anak. Dari penemuan ini, Bandura dan kolega-koleganya menyimpulkan bahwa agresi bisa dipelajari dan terbentuk pada individu-individu hanya dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh individu lain yang diamatinya, bahkan meskipun hanya sepintas dan tanpa perkuatan (Koeswara, 1988:41-43).Sebuah survey yang dilakukan Christian Science Monitor (CSM) tahun 1996 terhadap 1.209 orang tua yang memiliki anak umur 2-17 tahun tentang seberapa jauh kekerasan di televisi mempengaruhi anak, 56% responden menjawab amat mempengaruhi. Sisanya, 26% mempengaruhi, 5% cukup mempengaruhi, dan 11% tidak mempengaruhi.Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan populasi remaja yaitu oleh Tim FISIP UNAIR dan Bappenkar (Badan Pencegahan Penanggulangan Kenakalan Anak dan Remaja) JATIM mempergunakan 446 responden remaja siswa SLTA (Utami, 1997:39), melakukan penelitian tentang Penyebab Kenakalan Remaja. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya perhatian orang tua 81%, pengaruh pergaulan 90%, pengaruh lingkungan sosial 79%, pengaruh media massa 63%, dan pengaruh budaya asing 59%. Dari dua penelitian yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa media massa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses pembentukan tingkah laku, termasuk tingkah laku agresi. Televisi merupakan salah satu media massa yang dekat dengan kehidupan anak-anak. Televisi diharapkan mampu menjalankan peran yaitu menyampaikan contoh perilaku dan nilai-nilai positif bagi anak melalui tayangan-tayangan yang disajikan. Dalam kenyataan yang tampak sekarang, televisi bisa bermuka dua dengan menyampaikan nilai positif dan negatif. Banyak sekali tayangan program-program di televisi yang memberikan dan menjadi contoh buruk bagi anak-anak, misalnya tentang tayangan kekerasan. Dede Mulkan Sasmita (Mulyana & Ibrahim, 1997:214) menyatakan bahwa terdapat sebuah temuan yang cukup mengejutkan dimunculkan melalui hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) mengenai program televisi. Menurut temuan itu, persentase acara televisi yang secara khusus ditujukan untuk anak relatif kecil, hanya sekitar 2,7 - 4,5% dari total tayangan yang ada. Pada umumnya persentase yang sedikit ini pun materinya sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan anak-anak. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dwinandasarie (1997) menunjukkan bahwa perilaku agresi anak sesudah menonton film kekerasan cenderung lebih tinggi dari pada sebelum menonton terutama pada anak yang sebelum menonton sudah tampak agresi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hariyati (1998) yang mengambil sampel remaja pada siswa SMU juga mendapatkan suatu kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat terpaan tayangan kekerasan akan semakin tinggi pula tingkat agresi remaja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara tayangan kekerasan dengan tindak agresi remaja mempunyai hubungan yang erat dan saling terkait. Dalam kenyataan yang tampak sekarang, tidak hanya program/tayangan yang diperuntukkan untuk konsumen dewasa saja yang mengandung unsur kekerasan dan memunculkan kecenderungan untuk bertingkah laku agresi bagi anak yang mengkonsumsi tayangan tersebut. Tayangan film kartun kesayangan anak-anak pun biasanya terselip adegan yang bisa membuat anak melakukan proses pembelajaran berperilaku agresi. Penelitian oleh Agustin (2003) tentang film kartun Crayon Sinchan mendapatkan gambaran tentang agresivitas anak yang suka menonton tayangan Crayon Sinchan bahwa anak yang suka menonton tayangan Crayon Sinchan cenderung bertingkah laku agresi. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan Mulyanto (2003) tentang pengaruh menonton tayangan film kartun Dragon Ball terhadap kecenderungan anak untuk bertingkah laku agresi. Dari penelitian tersebut didapatkan suatu kesimpulan yang mendukung pula bahwa anak yang menonton tayangan film kartun Dragon Ball cenderung mempunyai tingkat agresi yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak menonton tayangan film kartun Dragon Ball. Bagong Suyanto (Cahyana & Suyanto, 1996:6) mengungkapkan bahwa penelitian lain yang dilakukan oleh Carlson-Peige dan Lesley menemukan bahwa penayangan film seri Power Ranger di televisi menyebabkan anak-anak menjadi agresi. Anak-anak menjadi sering terlibat baku hantam dengan sesamanya, bahkan hingga sampai menyebabkan korban tewas.Kekerasan yang ditayangkan di televisi tidak hanya muncul dalam fim kartun, film lepas, serial, dan sinetron. Adegan kekerasan juga tampak pada hampir semua tayangan berita, khususnya tayangan berita kriminal. Setiap saluran televisi dipastikan memiliki program tayangan berita tersebut. Diawali dengan Indosiar dengan Patroli; RCTI dengan Sergap; SCTV dengan Buser; MNC TV dengan Sidik Jari; ANTV dengan Fakta, dan masih banyak lagi.Subiakto (dalam harian media cetak Kompas 04 Juni 2004) yang diperoleh dalam situsnya menyebutkan bahwa adegan kekerasan, penganiayaan, atau gambar korban yang mengerikan tiap hari bisa disaksikan di hampir seluruh stasiun televisi swasta. Pelakunya beragam. Kadang penjahat, kadang warga masyarakat, dan tak jarang polisi. Peristiwanya sendiri ada yang direkam saat peristiwa terjadi, ada pula yang reka ulang dan adegannya mirip film laga, serta ada yang seperti sandiwara. Tayangan kriminalitas dan kekerasan sudah menjadi menu harian televisi. Tayangan itu hadir di tengah keluarga. Masuk ruang tamu, bahkan kamar tidur. Penayangannya pun tak lagi mempedulikan waktu. Ada yang malam, sore, atau siang hari, seakan-akan publik haus berita kriminal dan kekerasan. Anak-anak pun seakan layak belajar dan mengenal berbagai jenis kekerasan dan kriminal. Demikian juga, Nina M. Armando (dalam Majalah Ummi Identitas Wanita Islami: No:2/XVI/ Juni-Juli 2004:48-49) berpendapat bahwa tayangan kriminal di televisi dinilai terlalu vulgar untuk dikonsumsi penontonnya, bahkan ternyata para polisipun juga merasa gerah dengan adanya program-program kriminal di berbagai stasiun televisi swasta yang semakin berkembang dan banyak jumlahnya. Mengacu pada teori belajar observasional (observational learning theory) yang disampaikan oleh Bandura dengan penelitian tentang pembentukan agresi pada anak-anak yang menyimpulkan bahwa agresi bisa dipelajari dan terbentuk pada individu-individu hanya dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh individu lain yang diamatinya, bahkan meskipun hanya sepintas dan tanpa perkuatan. Berbekal dari teori itulah dikhawatirkan bahwa tayangan kriminal akan berpengaruh terhadap proses terbentuknya perilaku agresi pada anak. Bagi anak-anak praremaja (kanak-kanak akhir), televisi dianggap sebagai laporan tentang dunia seutuhnya. Anak-anak belum mampu membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak. Kalau televisi banyak mengeksploitasi tayangan berita kriminal yang didalamnya banyak terdapat aksi dan adegan kekerasan dalam siarannya, dikhawatirkan anak-anak mempersepsi bahwa kekerasan merupakan penyelesaian yang paling gampang atas banyak permasalahan. Akibatnya anak tumbuh dalam sosialisasi yang akrab dengan munculnya perilaku agresi. Masih mengacu pada teori belajar sosial dari Bandura bahwa segala bentuk perilaku termasuk perilaku agresi didapatkan dengan melalui pengamatan (observasi) dan proses imitasi karena anak sendiri merupakan imitator ulung yang rentan terhadap model-model yang mereka lihat setiap hari dan setiap kesempatan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perilaku agresi dapat ditiru melalui adegan kekerasan yang ditayangkan dalam tayangan berita kriminal di televisi, terutama pada masa kanak-kanak (praremaja) yang perkembangan sikap, pola pikir, perilaku, dan emosi masih sangat labil sehingga dalam berperilaku masih didominasi sifat meniru. Anak-anak belum mengerti tentang pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan dalam program tayangan berita kriminal. Mereka mempunyai kecenderungan dalam meniru sesuatu lebih mengandalkan emosi dibandingkan rasio, dan mereka tidak berpikir akibat baik buruknya tentang peniruan yang dilakukan terutama dalam hubungannya dengan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.