BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1...
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perilaku Agresi
2.1.1. DefinisiPerilaku Agresi
Menurut Scheneiders (1955) perilaku agresif merupakan luapan
emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampilkan
dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur
kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku
non verbal.
Buss (dalam Sarah, 2005) mendefinisikan perilaku agresif
sebagai suatu perilaku yang dilakukan secara sengaja yang dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung (secara fisik dan verbal)
yang dimaksudkan untuk menyakiti makhluk hidup lain. Buss & Perry
(1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu kecenderungan
perilaku yang dilakukan secara sengaja untuk menyakiti orang lain
secara fisik dan verbal, amarah dan permusuhan. Selanjutnya Buss &
Werren (2000) juga mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk dari impuls
yang dapat menimbulkan tingkah laku agresif adalah kemarahan,
emosi, sakit hati, serta keinginan melukai atau merugikan orang lain.
Baron dan Richardson (dalam Krahe, 2005) mengemukakan
agresi merupakan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk
menyakiti atau melukai orang lain yang terdorong untuk menghindari
11
perlakuan itu.Hal senada juga di ungkapkan oleh (Krahe, 2005) bahwa
definisi agresi disajikan berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek yaitu
akibat merugikan/menyakitkan, niat, dan harapan untuk merugikan, dan
keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimuli
yang merugikan itu.
Buss (dalam Indarsih, 2003) mengemukakan manusia dalam
kaitan kehidupannya tidak terlepas dari perilaku agresif. Perilaku
agresif sudah mulai nampak sejak individu tersebut memasuki masa
kanak-kanak. Menurut Indarsih (2003) bentuk-bentuk perilaku agresif
yang diarahkan ke luar maupun ke dalam adalah merupakan gejala
umum tingkah laku agresif. Contoh perilaku diarahkan ke luar maupun
ke dalam diri seseorang seperti bertindak kasar sehingga menyakiti
orang lain, berkelahi, membuat onar di sekolah, mengolok-olok secara
berlebihan, mengabaikan perintah dan melanggar perintah. Sedangkan
bentuk perilaku agresif yang diarahkan ke dalam antara lain
kecenderungan putus asa, dan rasa tidak aman sehingga menarik diri
dari kegiatan, cenderung tidak tertarik pada kesenangan yang sifatnya
berkelompok, apatis terhadap kegiatan sekolah ataupun masyarakat.
Teori belajar mengungkapkan bahwa perilaku agresif
merupakan perilaku yang dilakukan serta memiliki tujuan untuk
melukai korban, dalam hal itu di dahului oleh observasi terhadap model
(contoh agresi). Motif utama perilaku agresif sendiri adalah keinginan
untuk menyakiti orang lain atau melukai orang lain yang tidak disadari
12
yang tidak memperdulikan realitas, tidak terpengaruh oleh waktu, tidak
menyensor diri sendiri dan bekerja atas dasar prinsip kesenangan serta
amoral untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif atau
keinginan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif .
Sedangkan Wrighstman dan Deux (dalam Dayaksini dan
Hudaniyah, 2003), mengatakan bahwa agresimerupakan bagian dari
ego. Dorongan agresif sehat, karena merupakan usaha untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang nyata dari manusia.
Berdasarkan pendapat diatas, penulis merasa tertarik dengan
pendapat Buss & Perry sehingga penulis menyimpulkan perilaku
agresif dengan berdasarkan definisi yang dibuat oleh Buss & Perry
(1992) bahwa perilaku agresif adalah suatu kecenderungan perilaku
yang dilakukan secara sengaja untuk menyakiti orang lain secara fisik
dan verbal, amarah dan permusuhan.
2.1.2. Jenis-jenis perilaku Agresi
Secara umum Myers (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi
sebagai berikut:
1. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression)
adalah perilaku agresi yang ditandai dengan emosi yang
tinggi dan dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan
keinginan untuk melukai atau menyakiti.
13
2. Agresi instrumental adalah perilaku agresi yang dilakukan oleh
individu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu.
Berkowitz (1995), membedakan agresi menurut sasarannya kedalam
duajenis, yaitu:
1. Agresi Instrumental, yaitu agresi yang dilakukan oleh individu
sebagai alat atau cara untukmencapai tujuan tertentu.
2. Agresi Impulsif, yaitu agresi yang dilakukan semata-mata sebagai
pelampiasan keinginan untukmelukai, menyakiti dan juga
menimbulkan efek kerusakan, kematian pada korban.
Buss & Perry (1992), berpendapat bahwa ada empat bentuk pola
agresi yang biasa dilakukan oleh individu, yaitu :
1. Agresi fisik
Agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik,
seperti memukul, menendang dan lain-lain.
2. Agresi verbal
Agreesi yang dilakukan secara verbal kepada lawan, seperti
mengumpat, menyebarkan cerita yang tidak menyenangkan
tentang korban kepada orang lain, memaki, mengejek,
membentak, dan berdebat.
3. Agresi Benci
Agresi yang semata-mata dilakukan sebagai pelampias keinginan
untuk melukai, menyakiti atau agresi yang tanpa tujuan selain
14
untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada
sasaran atau korban.
4. Agresi instrumental
Agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai alat
atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresi
Menurut Davidoff (dalam Mutadin, 2002)perilaku agresif remaja
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku
agresif yaitu:
a. Gen
Tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural
otak yang mengatur perilaku agresi. Ada hubungan antara faktor
genetik atau keturunan terhadap perilaku agresif manusia.
b. Sistem otak
Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat
memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan
agresi.
c. Kimia darah
Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian
ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku
15
agresi. Pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar
hormon kewanitaan yaitu estrogendan progresteronmenurun
jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan
wanita menjadi mudah tersinggung, gelisah, tegang dan
bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan
pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat
berlangsungnya siklus haid ini.
2. Faktor lingkungan
Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu:
a. Kemiskinan
Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka
perilaku agresi remaja secara alami mengalami penguatan. Hal yang
sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis
ekonomi dan moniter yang menyebabkan pembengkakan
kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi
meledaknya tingkat agresi semakin besar.
b. Anonimitas
Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia
menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang
lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu
cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Jika
seseorang merasa anonim cenderung berperilaku semaunya sendiri,
16
karena merasa tidak terikat dengan norma masyarakat dan kurang
bersimpati dengan orang lain.
c. Suhu udara yang panas
Suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap
tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun
1968, US Riot Comision pernah melaporkan bahwa dalam musim
panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak
terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim
lainnya.
3. Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi
anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan
komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung.
Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai
salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
4. Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas
system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak
suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan karena adanya
kesalahan yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak.
Pada saat amarah ada perasaan ingin menyerang, meninju,
menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran
17
yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku
agresif.
5. Peran belajar model kekerasan
Menyaksikan adegan kekerasan dapat menyebabkan
terjadinya proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi
sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.
6. Frustasi
Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal
dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan
atau tindakan tertentu. Frustasi ini kemudian melahirkan agresi,
karena agresi bisa meringankan emosi negatif (Bushman,
Baumeister, & Philips, 2001 dalam Davidoff).
7. Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang
keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat
menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja.
Pendidikan disiplin seperti ini akan membuat remaja menjadi
seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang
yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan
inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam
bentuk agresi kepada orang lain.
18
Menurut Willis (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku agresif adalah sebagai berikut :
1. Kondisi pribadi anak
Adalah kondisi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu ,
lemahnya kontrol diri terhadap lingkungan, kurang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar
keagamaan.
2. Kondisi lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan
perhatian sehingga anak mencarinya dalam kelompok sebaya,
keluarga yang lemah dan keluarga yang kurang harmonis.
3. Kondisi lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat yang kurang sehat, terbelakang
pendidikan pada masyarakat, kurangnya pengawasan terhadap
anak jalanan, pengaruh norma-norma baru yang ada diluar.
4. Kondisi lingkungan sekolah, seperti kurangnya perhatian guru.
(Pearche, 1987dalam Willis, 1981) menyatakan bahwa perilaku
agresif diperoleh dari belajar dengan perantara model dan akibat
timbal balik dengan keadaan sosialnya dan seseorang belajar
melakukan tindak agresi dengan melalui imitasi dan pemberian
penguat.
19
2.1.4. Aspek-Aspek Perilaku Agresif
Buss dan Perry (1992) mengemukakan bahwa ada tiga aspek untuk
mengukur kecenderungan perilaku agresif, diantaranya :
1. Agresi fisik dan verbal
Agresi fisik adalah perilaku yang bertujuan untuk menyerang,
melukai dan melanggar hak orang lain yang dilakukan secara fisik.
Sedangkan agresi verbal adalah perilaku yang bertujuan untuk
menyerang, melukai dan melanggar hak orang lain berupa perkataan
atau ucapan.
2. Kemarahan
Reaksi emosional akut ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang
merangsang termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri,
serangan lisan, kekecewaan atau frustasi, dan dicirikan oleh reaksi
darurat pada sistem syaraf otonomik, khususnya oleh reaksi darurat
pada bagian simpatik, dan secara implikit disebabkan oleh reaksi
serangan lahiriah, baik yang bersifat somatik atau jasmaniah maupun
yang verbal atau lisan.
3. Permusuhan
Kecenderungan ingin menimbulkan kerugian, kejahatan,
gangguan atau kerusakan pada orang-orang lain, kecenderungan
melontarkan rasa kemarahan pada orang lain.
20
2.2. Perhatian Orang Tua
2.2.1. Pengertian Perhatian Orang Tua
Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam
masyarakat tetapi menempati kedudukan yang primer dan
fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar
dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama
pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal
memberi cinta kasih dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa
tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian
pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka
hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat
jalannya.
Seperti yang dikemukakan oleh Verbeek(1978)perhatian
orang tua merupakan hal yang penting, dalam hal ini perhatian
diberikan oleh orang tua yang dinyatakan dalam sikap-sikap terbuka
atau terarah dan itu pun dilakukan secara sadar. Memperhatikan
berarti menolong seseorang berkembang dan ini merupakan suatu
proses, suatu cara menjalin relasi dengan seseorang.
Menurut Crowd (dalam Mugiyati, 2003) bahwa memberikan
perhatian berarti memberi petunjuk pada pikiran-pikiran anak kearah
ide-ide yang utama atau mendorong anak untuk mengatakan sesuatu
dengan keyakinan dan kenyataan yang ada.
21
Seperti yang diterangkan oleh Kartono (2000) bahwa keluarga
merupakan lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses
sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Dengan demikian perlu adanya
perhatian dari keluarga karena perhatian keluarga memberikan
pengaruh pada pembentukan watak dan kepribadian anak serta menjadi
unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi
perkembangan anak, sehingga dalam hal ini perhatian orang tua sangat
diperlukan dalam perkembangan anak.
Remaja tumbuh mulai dari keluarga dan dari orang tualah yang
dekat dengan anak. Dalam hal ini orang tua haruslah menjadi pemimpin
yang baik, yaitu pemimpin yang berada di muka, pemimpin yang
berada ditengah-tengah serta pemimpin yang mengawasi dari belakang.
Dengan bertindak sebagai pemimpin orang tua tidaklah hanya sebatas
mengawasi, tetapi remaja perlu adanya teladan, dorongan dan perhatian
dari orang tua.
Perhatian orang tua merupakan salah satu bagian terpenting
dalam proses perkembangan psikologis remaja dimana pada akhirnya
juga akan mempengaruhi perilaku remaja tersebut. Jadi perhatian orang
tua perlu ditunjukkan dengan respon-respon yang memuaskan karena
hal itu dapat merangsang remaja untuk berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang berlaku (Mugiyati, 2003) dan sebaliknya akan
menjadi masalah jika perhatian itu ditunjukkan dengan respon-respon
yang kurang memuaskan, mencela atau mengancam pada anak yang
22
melanggar standar moral yang akibatnya anak merasa tidak aman,
merasa kehilangan tempat berlindung sehingga anak lebih suka
melakukan hal-hal yang melanggar nilai-nilai moral untuk menarik
perhatian orang tua (Kartono, 1998).
Kartono (dalam Dewi, 2002) perhatian merupakan reaksi umum
dari organisme dan kesadaran yang menyebabkan bertambahnya
aktifitas, daya konsentrasi dan pembatasan. Suryabrata (2000)
mengartikan perhatian adalah pemusatan tenaga psikis yang tertuju
pada satu objek, juga banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai
suatu aktivitas yang dilakukan.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perhatian Orang Tua
Menurut Ahmadi (1982) hal-hal yang mempengaruhi perhatian orang
tua antara lain :
1. Pembawaan
Pembawaan merupakan tipe-tipe pribadi yang dimiliki oleh setiap
orang tua, tipe-tipe kepribadian yang berbeda pada orang tua akan
berbeda pula sikapnya dalam memberikan perhatian kepada anak.
2. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan dorongan, sedangkan dorongan itu
mempunyai suatu tujuan yang harus dicurahkan.
23
3. Kewajiban
Kewajiban mengandung unsur tanggung jawab yang harus
dipenuhi oleh orang tua
4. Keadaan Jasmani
Tidak hanya kondisi psikologis tetapi kondisi fisiologis juga ikut
mempengaruhi perhatian orangtua, kondisi fisiologis yang tidak
sehat akan berpengaruh pada usaha orangtua dalam mencurahkan
perhatiannya.
5. Suasana Jiwa
Keadaan batin, perasaan atau pikiran yang sedang berlangsung
yang dapat mempengaruhi perhatian orangtua. Hal ini bisa bersifat
membantu atau sebaliknya bisa juga menghambat usaha orangtua
dalam memberi perhatian.
6. Suasana Sekitar
Merupakan suasana dalam keluarga itu sendiri, misalnya ada
ketegangan diantara anggota keluarga akan mempengaruhi
perhatian orang tua.
24
2.2.3. Aspek-aspek Perhatian Orang Tua terhadap Anak
Aspek-aspek perhatian orang tua terhadap anak menurut Kartono
(dalam Mugiyati, 2003) antara lain :
1. Memantau kegiatan anak
Orang tua memantau kegiatan anak baik didalam maupun diluar
rumah, agar dapat memahami apa saja yang dilakukan oleh
anak.
2. Membangkitkan Semangat Belajar
Orang tua harus bisa memotivasi anak untuk rajin belajar, agar
anak dalam belajar juga semangat karena itu merupakan tugas
dan tanggungjawab anak sebagai siswa.
3. Pemenuhan Kebutuhan
Memenuhi kebutuhan anak baik secara materi maupun
psikologis merupakan suatu wujud dari perhatian orang tua.
4. Dorongan Kepada Anak untuk Memenuhi Peraturan
Orang tua harus sabar dalam mengarahkan anak-anaknya untuk
tidak melanggar aturan-aturan yang telah ada. Karena anak
remaja yang sedang mengalami pergolakan di dalam hatinya,
biasanya cenderung ingin melakukan sesuatu yang belum pernah
dilakukannya.
5. Memahami dan mengajak berkomunikasi
25
Hal ini sangat penting, karena dengan memahami dan mengajak
anak untuk berkomunikasi akan terjalin keakraban. Keakraban
dapat menjadikan saling mengerti danmemahami keinginan
antara orang tua dan anak.
2.3. Pengertian Remaja
Menurut Santrock (2002), remaja (adolescene) diartikan sebagai
masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan kognitif dan sosial emosional.Selanjutnya
Papalia & Olds (dalam Santrock, 2002) berpendapat bahwa masa
remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa dimulai pada
usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau
awal 20 tahun.
Menurut Hall (dalam Sarwono, 2000) masa remaja atau
adolescence adalah masa topan – badai (strum and drang), yang
mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat
pertentangan nilai-nilai.
2.3.1. Tugas Perkembangan Remaja
Pikunas (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan beberapa
tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan dan akhir
remaja, yaitu :
26
1. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan
hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya
27
2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-
figur otoritas
3. Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi
interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya
dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam
kelompok
4. Menemukan model untuk identifikasi
5. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan
sumber-sumber yang ada pada dirinya
6. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang ada
7. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang
kekanak-kanakan.
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Agustiani,
2006) adalah:
1. Mencapai relasi baru dan lebih matang bergaul dengan
teman seusia dari kedua jenis kelamin
2. Mencapai maskulinitas dan femininitas dari peran sosial
3. Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara
efektif
4. Mencapai ketidaktergantungan emosional dari orang tua
dan orang dewasa lainnya
28
5. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga
6. Menyiapkan diri untuk karir ekonomi
7. Menemukan set dari nilai-nilai dan system etika sebagai
petunjuk dalam berperilaku mengembangkan ideologi
8. Mencapai dan diharapkan untuk memiliki tingkah laku
sosial secara bertanggung jawab
2.4.Hubungan Perhatian Orang Tua Dengan Perilaku Agresif Remaja
Secara umum tugas perkembangan masa remaja berkaitan
dengan diri sendiri dan juga lingkungan sosial yang dihadapinya.
Remaja tidak hanya akan mempertanyakan siapa dirinya tetapi juga
harus menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan (dalam
Agustiani 2006). Pada masa-masa transisi seperti inilah banyak
menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan yang dapat
memungkinkan remaja akan mudah bertindak agresif.
Menurut Kartini Kartono (1992), anak-anak yang kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua akan merasa
tidak aman, merasa kehilangan tempat berlindung dan berpijak.
Sehingga anak akan mengembangkan reaksi kompensatoris negatif
dalam bentuk dendam dan sikap bermusuh terhadap dunia luar. Seperti
contohnya melakukan tindakan yang agresif untuk menarik perhatian
dan mengganggu orang tuanya.
29
Menurut Mugiyati (2003) bahwa dalam aspek perhatian orang
tua yang salah satunya adalah memahami dan mengajak
berkomunikasi, hal ini sangat penting karena hanya dengan
memahami dan mengajak anak untuk berkomunikasi akan terjalin
keakraban. Jika kurang adanya komunikasi antara orang tua dan anak,
maka orang tua tidak akan tahu dan tidak akan dapat memahami apa
yang menjadi keinginan anaknya. Hal ini bisa menimbulkan anak
berperilaku agresif pada orang tua, orang lain atau bahkan pada benda
di sekelilingnya (Mugiyati, 2003).
2.5. Temuan Penelitian Yang Relevan
Ada berbagai macam penelitian yang relevan dengan
penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Karunianti, Korri,
Eddy(2005) dengan judul “Hubungan Interaksi Orang Tua dan Anak
dengan Intensi Agresi Pada Remaja Awal”. Hasil penelitian ini
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat
interaksi orang tua dan anak dengan intensi agresi pada remaja awal
yang ditunjukkan dengan rxy sebesar 0,60 dengan p>0,05. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara
interaksi orang tua dan anak dengan intensi agresi.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Sholikah, Sholikah,
(2007) Hubungan Antara Pola Komunikasi Remaja Terhadap Orang
30
Tua dengan Perilaku Agresif remaja pada Pelajar di SMK Karya
Nugroho Boyolali. Dari hasil penelitian ini didapatkan p value =
0,011 (p value < 0,05). Hal ini berartiterdapat hubungan yang
signifikan antara pola komunikasi remaja terhadap orangtua dengan
perilaku agresif remaja pada pelajar SMK Karya Nugraha Boyolali.
Penelitian R, Ester Lina (2006) ditunjukkan bahwa terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap perhatian
orangtua dengan kecenderungan perilaku agresif pada remaja di SMP
N 10 Salatiga dengan r=-0,245 dan p<0,05
Penelitian Sulistiari, Nitalia Cipuk, (2009), mengenai
hubungan antara keharmonisan keluarga dengan perilaku agresif pada
remaja diperoleh r = -0, 534 dengan p < 0,01 dengan sumbangan
efektif 28,6 % yang berarti ada hubungan negatif yang signifikan
antara keharmonisan keluarga dan perilaku agresif remaja.
Penelitian Bled dan Canger (Syafroni, 1999) menunjukkan
bahwa anak yang mempunyai interaksi positif dengan keluarga
mempunyai pengaruh dalam keberhasilan pendidikannya. Anak yang
mempunyai potensi di atas rata-rata pada siswa SLTA dan berprestasi
tinggi lebih sering berinteraksi dengan keluarga dibandingkan remaja
yang berprestasi rendah. Bentuk interaksi tersebut diantaranya ada
komunikasi yang lancar, ada kesamaan ide artinya saling memberi,
saling menerima yang ditandai dengan saling pengertian, saling
31
percaya, mencintai dan memberi semangat dalam meraih prestasi
belajar.
2.6. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan negatif
yang signifikan antara perhatian orang tua dengan perilaku agresif pada
remaja, yaitu semakin tinggi perhatian orangtua, maka semakin rendah
perilaku agresif pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah perhatian
orang tua, maka semakin tinggi perilaku agresif pada remaja.