PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN LEVERAGE …eprints.undip.ac.id/28771/1/jurnal_ginanjar.pdfmanfaat...
Transcript of PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN LEVERAGE …eprints.undip.ac.id/28771/1/jurnal_ginanjar.pdfmanfaat...
1
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN LEVERAGE
TERHADAP EARNING MANAGEMENT PADA PERUSAHAAN YANG
MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA
Ginanjar Adi Nugroho
Dosen Pembimbing: Marsono, S.E., M. Adv. Acc., Akt.
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ABSTRACT
IPO firm is one way of firm to develop and expend their businesses. One of the requirements for companies who want to go public is by issuing financial reports. With a good financial reports can be used to attract investors and affect the company’s rising stock price. To attract the investors is one of the reasons for the deviation of funds. Earnings management is the management actions in the form of interference in the process of preparing the financial statements with the intent to increase personal prosperity and to enhance shareholder value.
This study aimed to detect whether the variable leverage and ownership structure influence on earnings management before going public and after going public, an indication of earnings management before going public and after going public that conducted by the companies that do an IPO. This study using a sample of research firms that conduct an IPO from 2005-2006 with using the financial statements as much as 4 years.
This study used two research models. In the first study model, leverage and ownership structure variables became an independent variables and earnings management as the dependent variable was examined with simple regression model. In the model a second study using the Wilcoxon test level. The research shows that the first hypothesis is rejected, the second hypothesis is accepted, the third hypothesis, hipoteis fourth hypothesis is rejected and the fifth and sixth accepted based on the Wilcoxon statistical test can be seen that there are indications that firms manage earnings at the time before and after the initial public offering by Increasing income discretionary accruals. Keywords: Ownership structure, leverage, earnings management, IPO and the Wilcoxon test.
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan dalam
rangka mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi
kebutuhan modal. Menurut Jogianto (2000:16) beberapa cara yang dapat
ditempuh perusahaan untuk menambah kebutuhan dananya, antara lain dengan
cara menjual saham kepada pemilik saham yang telah ada, menjual saham kepada
karyawan lewat ESOP (Employee Stock Ownership Plan), menambah saham
lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment plan), menjual saham
langsung kepada pembeli tunggal secara privat, dan menjual saham kepada public
(go public). Proses perusahaan menuju Go Public ini diawali dengan adanya
penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings).
Initial Public Offering (IPO) merupakan pasar perdana bagi suatu perusahaan
untuk menawarkan saham perusahaan kepada publik. Bagi suatu perusahaan, IPO
secara finansial merupakan sarana memperoleh modal untuk pengembangan
bisnis perusahaan dan dapat meningkatkan citra perusahaan. Perusahaan
melakukan IPO untuk meningkatkan efisiensi bagi kinerja perusahaan dengan
memasukkan pengaruh pasar sehingga dapat meningkatkan keuntungan (Moore,
1983 dalam Mega, Perwani, 2009). IPO dapat menghasilkan dana dalam jumlah
yang besar bagi perusahaan, tanpa harus kehilangan kendali atas perusahaan
tersebut. Maka dari itu, ”IPO cocok dipilih” apabila perusahaan baru pertama kali
melepaskan sahamnya serta memiliki kondisi keuangan dan kinerja manajemen
yang baik.
Informasi mengenai perusahaan yang belum go public relatif sulit diperoleh
oleh calon investor karena mereka hanya mengandalkan informasi yang terdapat
dalam prospektus. Kurangnya informasi yang dimiliki investor bila dibandingkan
dengan informasi yang dimiliki seorang manajer mengenai kondisi perusahaan
menimbulkan asimetri informasi antara manajer dengan investor. Asimetri
3
informasi (asymmetric information) antara pihak manajemen (agent) dan investor
akan memberikan keluasaan dan kesempatan kepada pihak manajemen atau
manajer umtuk melakukan rekayasa yang disebut dengan istilah rekayasa laba
atau manajemen laba. Walaupun investor mempunyai informasi yang cukup
mengenai perusaaan yang melakukan IPO tersebut, asimetri informasi tetap terjadi
dalam suatu penawaran perdana (Ritter, 1991; Beatty, 1989; Leland dan Pyle,
1997 dalam Mega Perwani, 2009). Kondisi inilah yang memotivasi manajemen
untuk bersikap oportunistik dengan cara manipulasi terhadap kinerjanya baik,
sebelum dan pada saat penawaran sehingga adanya manajemen laba (Jones, 1991;
Friedlan, 1994; Gumanti, 2001; Setiawati, 2002; Ihalauw dan Afni, 2002 dalam
Mega Perwani, 2009).
Earning management adalah campur tangan manajemen dalam proses
pelaporan keuangan ekternal dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri
(manajer). Earning management merupakan intervensi langsung manajemen
dalam proses pelaporan keuangan dengan maksud mendapat keuntungan atau
manfaat tertentu, baik bagi manajer maupun perusahaan. Menurut Suharli (2005)
terdapat dua persepsi mengenai manajemen laba. Pertama, tingkah laku
opprtunistic yang dilakukan oleh manajer untuk memaksimalkan utilitas atau
asset mereka dalam menghadapi kompensasi, kontrak hutang, dan biaya politis
(political cost). Kedua, manajemen laba dari suatu pandangan kontrak yang
efisien. Dalam menentukan kontrak kompensasi, perusahaan akan mengantisipasi
motivasi manajer untuk mengelola laba dan mengijinkan pengelolaan laba dalam
jumlah kompensasi yang mereka tawarkan.
Earnings management juga dipengaruhi oleh besarnya saham yang dimiliki
oleh suatu perusahaan. Perusahaan yang berbentuk go public pada umumnya
terdapat pemisahan struktur kepemilikan saham antara pemilik dengan pihak
manajemen. Dengan terdapat pemisahan struktur kepemilikan antara pihak
pemilik dan pihak manajemen, hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan
karena terdapat perbedaan kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai oleh kedua
pihak tersebut. Teori keagenan (agency theory) menunjukkan hubungan agensi
4
yang muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan (agent)
untuk memberikan suatu jasa dana (Jensen dan Meckling, 1976). Agency theory
inilah yang mampu menjelaskan mengenai konflik kepentingan yang terjadi
akibat perbedaan struktur kepemilikan dalam perusahaan.
Struktur kepemilikan dalam perusahaan merupakan hal yang penting dalam
agency problem. Demsetz dan Lehn (1985) menyimpulkan konsentrasi
kepemilikan digunakan perusahaan untuk menghilangkan masalah keagenan.
Struktur kepemilikan dapat dilihat dari besarnya kepemilikan saham seseorang
atau lembaga dalam perusahaan. Manajer sebagai pengelola perusahaan akan
lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan
dengan pemegang saham karena manajer memiliki akses ke informasi sebelum
informasi tersebut dipublikasikan kepada publik. Situasi ini dikenal sebagai
asimetri informasi (Haris, 2004). Adanya asimetri informasi antara manajemen
dengan pemilik akan memberi kesempatan kepada manajer melakukan earning
management (Richardson,1998).
Salah satu faktor lain yang mendorong manajemen dalam melakukan earning
management, seperti yang dinyatakan oleh Scott (2000), yaitu motif kontraktual
(didalamnya termasuk leverage). Rasio leverage dapat melihat seberapa jauh
perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan
yang digambarkan oleh modal (equity) atau dapat juga menunjukan beberapa
bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. Ukuran ini berhubungan
dengan keberadaan dan ketat tidaknya persetujuan utang. Perusahaan yang
mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah hutang dibandingkan
dengan modal atau aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan earning
management karena perusahaan terancam default, yaitu tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran hutang pada waktunya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap earning management juga
dikemukakan oleh Widyaningdyah (2001) yang mengacu pada Decow et al.
dengan variabel reputasi auditor, dewan direksi, leverage dan menambah faktor
5
IPO, menemukan bahwa hanya leverage yang paling signifikan berpengaruh
terhadap earning management. Hasil yang sama ditunjukan dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Gul et al. (2003) dimana terdapat hubungan positif signifikan
antara perusahaan dengan praktik earning management. Namun, hasil penelitian
tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lobo dan Zhou (2001)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara leverage
perusahaan dan earning management.
Penelitian mengenai earning management ini juga dilakukan di Malaysia.
Alan Goodacre,dkk (2009) dengan menggunakan Modified Jones model dan
model data cross-sectional menemukan bahwa perusahaan di Malaysia banyak
yang melakukan income increasing management pada periode krisis (1997 dan
1998) dan hal ini mulai berkurang pada peride pemulihan dan restrukturisasi.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang
signifikan anatara factor struktur kepemilikan dan leverage sebelum dan sesudah
IPO terhadap earning management dan apakah perusahaan go public yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia melakukan manajemen laba sebelum dan
sesudah penawaran saham perdana dengan melakukan income increasing
discreationary accruals.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti earning management pada
saat IPO dalam pasar berkembang ( Indonesia) untuk melengkapi penelitian
sebelumnya yang berfokus pada pasar negara maju dan mengetahui pengaruh
struktur kepemilikan saham perusahaan dan leverage terhadap besarnya
pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak, antara lain:
a. Investor
6
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi investor dan
calon investor yang tertarik menanamkan modalnya melalui pasar modal
supaya lebih berhati-hati dalam mencermati kualitas laporan keuangan
yang diterbitkan dalam prospektus dan hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi tambahan dalam mempertimbangkan keputusan investasi.
b. Bagi penelitian berikutnya
Sebagai tambahan pengetahuan mengenai manajemen laba dalam laporan
keuangan dan menambah referensi tentang manajemen laba.
II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Teori Keagenan
Pada teori keagenan yang disebut principal adalah pemegang saham dan
yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam
manajemen keuangan, tujuan utama perusahaan didirikan adalah untuk
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu, maka manajer
diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang
saham. Padahal terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan
dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan
tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002).
Jansen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa masalah agensi akan
terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari
100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya
dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan
pendanaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kondisi di atas
merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi
kepemilikan atau sering disebut dengan the separation of the decision making and
risk functions of the firms. Manajemen tidak menanggung resiko atas kesalahan
dalam pengambilan keputusan, resiko tersebut sepenuhnya ditanggung pemegang
saham. Oleh karena itu, manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang
7
bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti
peningkatan gaji dan status.
Teori agensi dapat digunakan untuk menjelaskan penyebab timbulnya
manajemen laba. Sebagai agen, manajer bertangung jawab secara moral untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan memperoleh kompensasi sesuai
dengan kontrak. Sebagaimana pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu
akan mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemilik. Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi
ini akan memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi.
Dengan adanya asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik, hal ini akan
memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan earning management.
Sehingga akan menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
2.2 Struktur Kepemilikan
Perusahaan yang akan melakukan IPO (Initial Public Offerings) berarti
perusahaan tersebut akan dimiliki oleh masyarakat. Kepemilikan ini ditandai
dengan saham yang dibeli oleh masyarakat tersebut. Ada beberapa alasan
mengapa masyarakat melakukan pembelian saham, misalnya untuk memperoleh
imbal hasil (tujuan jangka pendek), investment for influence, purchase for control,
dan lain-lain. Semakin besar kepemilikan saham, semakin tinggi pengendalian
yang dapat dilakukan. Karakteriktik kepemilikan perusahan dibedakan sebagai
berikut:
(1) Kepemilikan menyebar (dispersed ownership)
Ditemukan bukti bahwa perusahaan yang kepemilikan menyebar
memberikan imbalan berupa kompensasi yang lebih besar kepada pihak
manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi
(golberg dan Idson, 1995).
(2) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held)
Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham.
Kelompok pemegang saham pertama adalah kelompok controling interest
8
atau kelompok mayoritas. Kelompok pemegang saham kedua adalah
kelompok minority interst.
2.3 Leverage
Leverage adalah penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan
tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar biaya tetap
(Riyanto, 1997). Leverage merupakan sumber dana eksternal karena leverage
mewakili hutang yang dimiliki perusahaan. Rasio leverage menggambarkan
hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun asset. Rasio ini dapat
melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang dari pihak luar dengan
kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity) atau bisa juga
menunjukan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang
(Harahap,1999). Perusahaan yang baik semestinya memiliki komposisi modal
yang lebih besar dari hutang. Ukuran ini berhubungan dengan keberadaan dan
tidaknya suatu persetujuan hutang.
2.4 Earning management
Sugiri (1998) membagi definisi earnings management menjadi dua, yaitu:
a. Definisi sempit
Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi, Earning management dalam artian sempit
didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan
komponen discretionary accruals dalam menntukan besarnya
earnings.
b. Definisi luas
Earnings management merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu
unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan
peningkatan ( penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit
tersebut.
Jika Sugiri (1998) memberikan definisi earning management secara
teknis, maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak earning
9
management terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999)
earning management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila
digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earning management merupakan
suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sarana komunikasi
antar manajer dan pihak eksternal perusahaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Objek Penelitian Variabel Metode Hasil
1. Friedland (1994) Accounting Choice of
Issuers of Initial Public
Offerings.
Earning
Manajemen
Model Jones menaikkan laba akuntansi
perioda satu tahun sebelum
IPO
2. Sie Hong Teoh,
dkk (1998)
Earning Management and
the Long-Run Market
performance of Initial public
Offerings
Earning
management
Modified Jones Ditemukan manajemen laba
disekitar IPO dan terjadi
penurunan kinerja saham di
sekitar IPO
3. Gumanti (2001) Earning Management
Dalam Penawaran saham
Perdana di Bursa Efek
Jakata
Earning
Management
(Total Akrual dan
Discreationary
accruals)
Pendekatan Model
jones dan
DeAngelo
Adanya earning management
pada perusahaan yang go
public terutama pada periode
dua tahun sebelum go public.
4. Lilis Setiawati
(2002)
Manajemen Laba dan IPO di
Bursa Efek Jakarta
Earning
manajemen
Pendekatan model
Jones
Perusahaan melakukan
manajemen laba pada satu
periode sebelum IPO dan satu
periode setelah IPO
5 Widyaningdyah
(2001)
Analisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap
Earning Management pada
perusahaan Go Public d
endonesia
Earning
management,discr
etionary accruals
dan leverage
Pendekatan model
Jones
Menemukan bahwa hanya
leverage yang berpengaruh
positif signifikan terhadap
earning management
10
6. Jogiyanto (2007) Hubungan Manajemen Laba
Sebelum IPO dan Return
Saham dengan Kecerdasan
Investor sebagai Variabel
Pemoderasi
Dependent:
Manajemen laba
Independent:
Return saham,
kecerdasan
Investor
Pendekatan
Variabel IV
Ditemukan indikasi adanya
manajemen laba di sekitar IPO,
yaitu perioda dua tahun
sebelum IPO dan lima tahun
setelah IPO
7. Aminul Amin
(2007)
Pendeteksian Earnings
Management, Underpricing
Dan Pengukuran Kinerja
Perusahaan Yang
Melakukan Kebijakan Initial
Public Offering (Ipo) Di
Indonesia
Manajemen Laba,
Underpricing,
Kinerja Saham
- Perusahaan yang melaksanakan
IPO terindikasi melakukan
kebijakan earnings
management tiga tahun
sebelum pelaksanaan IPO dan
tiga tahun setelah pelaksanaan
IPO dengan cara memainkan
komponen-komponen accruals.
8. Alan
Goodacre,dkk
(2009)
Earning Management in
Malaysian IPOs: the East
asian Crisis, ownership
control and post-IPO
performance
Earning
management,
ownershop
struktur
Modified Jones
dan model data
cross-sectional
perusahaan di Malaysia banyak
yang melakukan income
increasing management pada
periode krisis (1997 dan 1998)
dan hal ini mulai berkurang
pada peride pemulihan dan
restrukturisasi.
1.3 Perumusan Hipotesis
Kepemilikan oleh pihak luar semakin terkonsentrasi akan memberikan
insentif atau kesempatan yang juga semakin meningkat bagi pihak luar untuk
memonitoring aktivitas manajemen. Konsekuensi dari hal ini adalah semakin
terbatasnya keleluasaan manajemen dalam menjalankan aktivitas perusahaan.
Dengan demikian, manajemen semakin konsisten dengan kepentingan pemilik
dalam menjalankan perusahaan. hal ini sesuai dengan pendapat Hart (1983)
menyatakan bahwa monitoring merupakan salah satu alat untuk memotivasi
manajemen agar bertindak sesuai dengan kepentingan para pemilik. Sebagaimana
diketahui bahwa selain monitoring terdapat berbagai alat memotivasi manajemen
agar bertindak dengan kepentingan pemilik, seperti bonding, kontrak kompensasi,
dan sebaginya.
11
Struktur kepemilikan mempunyai dua perpektif yaitu: apabila kepemilikan
perusahaan menyebar, pengendalian pemilik cenderung lemah karena lemahnya
pengawasan. Sedangkan kepemilikan rendah atau menyebar para pemilik
minoritas kurang tertarik untuk melakukan pengawasan karena akan menanggung
biaya pengawasan (monitoring cost) atau sebagian kecil manfaat yang diterimanya
(Rofiqoh dan Jatiningrum, 2004). Manfaat cost monitoring merupakan prosentase
kepemilikan dibagi total manfaat monitoring. Jadi semakin konsentrasi
kepemilikan semakin kecil pula manfaat cost monitoring yang diperoleh dari
pengeluaran cost tersebut. Sebaliknya, bagi pemilik memperoleh manfaat cost
monitoring yang juga besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi kepemilikan yang tinggi akan meningkatkan manfaat cost monitoring
yang semakin tinggi yang selanjutnya akan meningkatkan utility pemilik yaitu
dalam bentuk semakin meningkatkan nilai perusahaan atau kinerja perusahaan..
Oleh karena itu, untuk hipotesis pertama dinyatakan
sebagai berikut :
H1 : Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi Berpengaruh Negatif
Terhadap Earning Management Perusahaan sebelum IPO
Firsth dan Smith (1992) dalam Saiful (2002) menjelaskan bahwa tingkat
kewajiban yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan lebih sulit dalam
membuat prediksi jalannya perusahaan ke depan. Semakin besar utang yang
dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan yang dilakukan oleh
kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk melakukan manajemen laba
semakin berkurang. Kreditur sebagai salah satu pengguna laporan keuangan
utama (selain investor) menuntut agar laporan keuangan yang dipublikasikan oleh
perusahaan lebih dipercaya. Oleh karenanya, kreditur meningkatkan pengawasan
yang lebih ketat dan melakukan tekanan kepada manajer sehingga manajer tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan manajemen laba. Dengan demikian, hal
ini mengidikasikan bahwa leverage dapat membatasi praktik manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan Lobo dan Zhou (2001) dalam Veronica (2003)
menemukan bahwa rasio utang berkolerasi secara negatif dengan manajemen laba.
12
Hasil penelitian yang sama juga ditemukan oleh Beneish dan Press (1993) yang
menemukan bahwa leverage berkorelasi negatif terhadap manajemen laba.
H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap discretionary accrual
perusahaan sebelum IPO
Munculnya permasalahan agensi antara manajer dan pemilik perusahaan,
khususnya perusahaan yang kepemilikannya menyebar (manager controlled).
Kepemilikan seperti ini menyebabkan tidak ada pemegang saham mayoritas yang
dapat menginterversi wewenang manajer perusahaan sehingga semua pemegang
saham mempunyai hak suara yang relatif sama antara satu dengan yang lain.
Akibatnya, pemegang saham kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan
manajer.
Manajer mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola perusahaan sesuai
dengan kepentingannya. Manajer tidak lagi berkerja mewakili kepentingannya dan
demi kesejahteraan pemegang saham tetapi berkerja untuk mengoptimalkan
kesejahteraannya sendiri. Lemahnya posisi pemegang saham pada akhirnya
mengakibatkan akses dan sumber terhadap informasi mengenai keuangan,
manajemen, dan operasional perusahaan menjadi sangat terbatas yang membuat
unsur akuntabilitas dan responsibilitas informasi tidak dapat terwujud dengan
baik.
H3: Struktur kepemilikan menyebar berpengaruh positive terhadap
Earning Management sesudah IPO.
Perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi akibat besarnya jumlah
hutang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan
earning management karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat
memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya. Perusahan akan berusaha
menghindarinya dengan membuat kebijaksanaan yang dapat meningkatkan
pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberikan posisi bargaining
yang relatif lebih baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang perusahaan
(Jiambalvo 1996).
13
H4: Leverage berpengaruh positif terhadap discretionary accruls sesudah
IPO
Manajemen laba terlepas dari positif atau negatif, jika dipandang dari sisi
kualitas laba akan mengindikasikan kualitas laba yang rendah, sebab laba tidak
disajikan sebagaimana adanya. Kualitas laporan keuangan sangat menentukan
apakah informasi yang terkandung di dalamnya lebih berdaya guna bagi pemakai
laporan keuangan dalam mengambil keputusan ekonomi (Lesmana 2003 dalam
Dewi 2005). Namun pasar modal di Indonesia masih belum dapat mendeteksi
kualitas laba yang dipengaruhi oleh praktek manajemen laba dengan baik.
Sehingga pasar modal Indonesia cenderung memberi respon positif terhadap
laporan laba yang memberikan laba positif, terlepas didalamnya terdapat prakek
manajemen laba ataupun tidak (Pudjiastuti 2006).
Pada saat IPO, managemen memiliki motivasi yang tinggi untuk
memanagemen laporan keuangan yang dimiliki sehingga terlihat baik dan
menarik oleh calon investor yang akan menanamkan modalnya. Hal ini sangat
memungkinkan terjadi karena perusahaan menginginkan tambahan dana
masyarakat melalui IPO.
Hasil-hasil penelitian terdahulu sebagian besar memperoleh kesimpulan
bahwa perusahaan yang melakukan kebijakan IPO terindikasi melakukan
kebijakan earnings management sebagai upaya untuk memberikan informasi
kinerja yang “lebih baik” agar pasar merespon kebijakan IPO secara positif.
H5: Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
melakukan manajemen laba sebelum penawaran saham perdana dengan
melakukan income increasing discreationary accrualss
H6: Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
melakukan manajemen laba setelah penawaran saham perdana dengan
melakukan income increasing discreationary accruals
III METODE PENELITIAN
14
3.1 Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini akan diukur melalui 2 model persamaan regresi. Dalam
model pertama Debt to Asset , dan struktur kepemilikan berperan sebagai variabel
independen sedangkan manajemen laba sebagai variebel dependen.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan
penawaran umum perdana (Initial Public Offering) yang telah tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2005 hingga tahun 2008 sejumlah 57
perusahaan.penentuan sampling dilakukan secara purposive sampling dilakukan
secara purposive, dengan kriteria:
1. Perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 2005 sampai 2008. Pemilihan
tahun amatan didasari bahwa pada periode tersebut tingkat ekonomi telah
membaik dan pasar dalam keadaan baik (well establish).
2. Bukan merupakan perusahaan perbankan dan keuangan, karena jenis
industri tersebut memiliki tingkat akrual yang berbeda dengan perusahaan
lainnya. Hal ini ditetapkan karena jenis industri keuangan sangat rentan
terhadap regulasi dan memiliki perbedaan karakteristik akrual
dibandingkan jenis industri lainnya.
3. Perusahaan tersebut mempunyai prospektus laporan keuangan lengkap
minimal 2 tahun sebelum IPO dan tetap terdaftar minimal 1 tahun setelah
IPO berturut-turut selama periode 2005-2008 untuk membandingkan
Discretionary accruals 1 tahun sebelum dan 1 tahun setelah IPO.
4. Terdapat kelengkapan data yang di perluhkan antara lain aktiva tetap, laba
bersih, penjualan, aliran kas dari aktivitas operasi, dan total asset.
5. Perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri property, real estate,
and building construction dan kelompok industri finance tidak
diikutsertakan karena struktur keuangan dan model pelaporan keuangan
khususnya dalam pelaporan rugi laba dan komponen-komponen yang
15
dilaporkan dalam laporan arus kas, berbeda dengan kelompok industri
lain.
Periode Waktu dalam Analisis Manajemen Laba di IPO
(Sumber : Friedlan, 1994: 9, dimodifikasi)
Tahun T-1 Tahun T Tahun T+1
Akhir tahun Akhir tahun Akhir tahun Akhir tahun
T-2 T-1 T T+1
Tanggal IPO
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan
keuangan yang bersasal dai prospectus, struktur kepemilikan dan leverage.
Seluruh data diperoleh dari PRPM (Pusat Referensi Pasar Modal) dan Bursa Efek
Indonesia.
Varable bebas (independent variable) dalam penelitian ini diukur sebagai berikut:
a) Leverage
Variabel ini diukur dengan menggunakan rasio totalitang terhadap aktiva.
b) Struktur kepemilikan
Indeks Herfindahl digunakan untuk mengukur bagaimana konsentrasi
kepemilikan saham pada setiap perusahaan.
Variabek terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah earning
management yang diukur dengan proxy discretionary accruals (DA).
Penggunaan discretionary accruals sebagai proxy earning management
sebagai proxy earning management selain mengacu pada penelirtian
Dechow et. al (1996), juga dikarenakan pengukuran dengan discretionary
accruals saat ini telah dipakai secara luas untuk menguji earning
management hypothesis. Variabel earning management diukur dengan
menggunakan proxy discretionary accruals yang dihitung dengan The
Modified Jones Model. Alasan pemilihan model jones yang dimodifikasi
ini karena mod
mendeteksi manajemen laba dibandingkan model yang lain serta
memberikan hasil paling kuat (Dechow et al., 1995; Sutrisno, 2002).
Variabel manajemen laba sebagai variabel dependen bersekala rasio maka
untuk pengukuran model penelitian pertama digunakan regresi linear,
langkah-langkah dalam discretionary accruals sebagai berikut:
1. Menghitung Total
=
Dimana:
2. Mengestimasi nilai dari Total
Ordinary Least Square
/
/
Dimana:
∆
,
3. Menentukan
16
menggunakan proxy discretionary accruals yang dihitung dengan The
Modified Jones Model. Alasan pemilihan model jones yang dimodifikasi
ini karena model ini dianggap sebagai model yang paling baik dalam
mendeteksi manajemen laba dibandingkan model yang lain serta
memberikan hasil paling kuat (Dechow et al., 1995; Sutrisno, 2002).
Variabel manajemen laba sebagai variabel dependen bersekala rasio maka
uk pengukuran model penelitian pertama digunakan regresi linear,
langkah dalam discretionary accruals sebagai berikut:
Menghitung Total Accrual
= -
Dimana:
: Total akrual pada periode ke t
: Net Income pada periode ke t
: Cash Flow from Operation pada periode ke t
Mengestimasi nilai dari Total Accrual dengan persamaan regresi
Ordinary Least Square
/ = (1/ ) + (∆ -∆����/
/ ) +
Dimana:
: Total asset pada periode t-1
: Perubahan pendapatan pada periode t
: Property, plant, and equipment pada periode t
, : Koefisien regresi
Menentukan Nilai Non Dicretionary Accruals
menggunakan proxy discretionary accruals yang dihitung dengan The
Modified Jones Model. Alasan pemilihan model jones yang dimodifikasi
el ini dianggap sebagai model yang paling baik dalam
mendeteksi manajemen laba dibandingkan model yang lain serta
memberikan hasil paling kuat (Dechow et al., 1995; Sutrisno, 2002).
Variabel manajemen laba sebagai variabel dependen bersekala rasio maka
uk pengukuran model penelitian pertama digunakan regresi linear,
langkah dalam discretionary accruals sebagai berikut:
: Cash Flow from Operation pada periode ke t
dengan persamaan regresi
) + (
: Perubahan pendapatan pada periode t
pada periode t
17
�� = � � �� � + �� �
∆��� − ∆�����
� + �� ������
�
Dimana
NDAt : Non discretionary accruals pada tahun t
ATt-1 : Total aset untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun t-1
∆REVt: Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun
t
∆RECt : Perubahan piutang bersih perusahaan i dari tahun t-1 ke
tahun t
PPEit : Aktiva tetap (gross property plant and equipment)
perusahaan i pada tahun t
4. Menghitung Dicretionary Accruals
���� = ��� �� !"
− #���� ..............................................................
Dimana:
DA it ......................................................................................... :
Discretionary accruals perusahaan pada tahun t
TA it : Total accruals pada perusahaan i pada tahun tahun t
NDA it : Non discretionary accruals pada perusahaan i pada tahun t
ATt-1 : Total Aktiva pada tahun sebelumnya (t-1)
3.5 Metode Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda dengan program SPSS. Alasan penggunaan alat analisis regresi
linier berganda adalah karena regresi berganda cocok digunakan untuk analisis
faktor-faktor. Model regresi berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
EMt = α + β2DTAt+β3 STRUKTURt+ ε
Keterangan : EMt : Earnings Management pada periode t
α : Koefisien konstanta
β1-3 : Koefisien regresi variabel independen
18
DTAt : Debt to Asset Ratio pada periode t
STRUKTURt : Struktur kepemilikan perusahaan pada periode t
ε : Error
Alat analisis berikutnya menggunakan uji Wilcoxon sign test. Yaitu uji
untuk mengetahui perbedaan dua set pengamatan berpasangan dari sampel yang
berhubungan berskala ordinal dan memperhitungkan besarnya perbedaan nilai itu
sendiri.
3.5 Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan a = 5%. Kaidah
pengambilan keputusan adalah:
1. Jika nilai probabilitas (sig.) < a = 5% maka hipotesis alternatif didukung.
2. Jika nilai probabilitas (sig.) > a = 5% maka hipotesis alternatif tidak didukung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan tercatat ada sebanyak 57 perusahaan yang
melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2008.
Sample perusahaan pada penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang
melakukan Initial Public Offering pada tahun 2005-2008 dan sesuai dengan jenis
purposive pengambilan sample yaitu sejumlah 25 perusahaan
4.2 Statistik Deskriptif
Untuk menganalisis data berdasarkan kecenderungan jawaban yang
diperoleh dari responden terhadap masing-masing variabel, bentuk diskriptif
berikut ini:
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
19
d1 25 -.2217 .3731 .0063 .1251
d2 25 -.3294 .2647 -.0354 .1369
d3 25 -.4485 .3050 .0291 .1728
str1 25 .3530 1.0000 .7454 .2556
lev1 25 .4351 1.4094 .6668 .2032
lev3 25 .1668 .7947 .4381 .1632
str3 25 .2439 .7221 .4215 .1402
Valid N (listwise) 25
Dari hasil statistik diatas dapat disimpulkan rata-rata empiris dari masing-masing
variabel berada di posisi sedang dan tinggi.
a. Uji Asumsi Klasik
4.4.1. Uji Normalitas Data
4.4.1.1 Uji Normalitas Penelitian Pertama
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov menunjukan
nilai sebesar 0,407. Dengan demikian, dapat disimpulkan data pada model
penelian pertama terdistribusi normal.
4.4.1.2 Uji Normalitas Penelitian Kedua.
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov menunjukan
nilai sebesar 0,789. Dengan demikian, dapat disimpulkan data pada model
penelian kedua terdistribusi normal.
4.4.2. Uji Multikolinieritas
4.4.2 .1 Uji Multikolinearitas Model Penelitian Pertama
4.4.2.2
.864 1.157
.864 1.157
str1
lev1
Model1
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
20
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa semua variabel bebas
mempunyai nilai VIF yang berada jauh di bawah angka 10 sehingga dapat
dikatakan semua konsep pengukur variabel-variabel yang digunakan tidak
mengandung masalah multikolinieritas.
4.4.3 Uji Heteroskedastisitas
4.4.3.1 Uji Heteroskedastisitas Penelitian Pertama
4.4.3.2 Uji Heteroskedastisitas Penelitian Kedua
Hasil pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa tidak terdapat
pola hubungan yang jelas antara predikyot dengan nilai residualnya. Hal ini
berarti bahwa model regresi tidak memiliki gejala adanya heteroskedastisitas.
b. Model Regresi
Coefficients(a)
.896 1.116
.896 1.116
str3
lev3
Model1
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
21
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Tolera
nce VIF
1 (Consta
nt) ,108 ,122 ,882 ,387
STR1 ,113 ,092 ,231 1,234 ,230 ,864 1,157
LEV1 -,278 ,115 -,452 -2,415 ,024 ,864 1,157
a Dependent Variabel: D1
Model persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut :
DA1 = 0,108 + 0113 STR1 – 0,278 LEV1 + e
Coefficients(a)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Tolera
nce VIF
1 (Constan
t) ,327 ,171 1,913 ,069
LEV3 -,378 ,222 -,357 -1,703 ,103 ,896 1,116
STR3 -,315 ,258 -,255 -1,217 ,236 ,896 1,116
a Dependent Variabel: D3
DA3 = 0,327 + 0,315 STR3 – 0,378 LEV3 + e
Uji F
Uji F Regresi Pertama
ANOVAb
.126 2 .063 5.529 .011a
.250 22 .011
.376 24
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), lev1, str1a.
Dependent Variable: d1b.
22
Pengujian model 1 diperoleh nilai F sebesar 5,529 dengan signifikansi
sebesar 0,011. Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa
manajemen laba sebelum IPO dapat dijelaskan oleh leverage dan struktur
kepemilikan saham.
Uji F Regresi Kedua
Pengujian model 1 diperoleh nilai F sebesar 1,699 dengan signifikansi
sebesar 0,206. Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa
manajemen laba sesudah IPO tidak dapat dijelaskan oleh leverage dan struktur
kepemilikan saham.
Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi Regresi Pertama
Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai
adjusted R2 sebesar 0,274. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Earning
Management dapat dijelaskan oleh struktur kepemilikan (STR1) leverage
(LEV1), sebesar 27,3 persen. Sedangkan sisanya 72,7 persen dijelaskan oleh
faktor-faktor lain di luar model.
Koefisien Determinasi Regresi Kedua
Berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai
adjusted R2 sebesar 0,274. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Earning
Management dapat dijelaskan oleh struktur kepemilikan (STR3) leverage
(LEV3), sebesar 5,5 persen. Sedangkan sisanya 94,5 persen dijelaskan oleh
faktor-faktor lain di luar model.
Uji Wilcoxon
ANOVAb
.096 2 .048 1.699 .206a
.621 22 .028
.717 24
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), lev3, str3a.
Dependent Variable: d3b.
23
Uji Wilcoxon Sebelum dan Saat IPO
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Mean Rank dari nilai discretionary
accrual yang positif memiliki nilai yang lebih besar. Artinya �$$$$%�&�'() +�, > �$$$$%.. +�, atau terbukti bahwa perusahaan yang go public yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta melakukan manajemen laba sebelum penawaran saham
perdana dengan melakukan income increasing discreationary accruals.
Tabel Z Statistik DA IPO dan DA Sebelum IPO
Nilai z hitung yang diperoleh dari hasil perhitungan uji Wilcoxon adalah –
1.655 dengan nilai probabilitas sebesar 0.098. Nilai signifikansi tersebut lebih
besar dari signifikansi 0,05 namun lebih kecil dari 0,10. Hal ini berarti bahwa ada
indikasi ada earnings management dengan cara menaikkan laba yang dilaporkan
(income increasing).
Uji Wilcoxon Saat dan Sesudah IPO
Ranks
16a 14.00 224.00
9b 11.22 101.00
0c
25
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
d2 - d1N Mean Rank Sum of Ranks
d2 < d1a.
d2 > d1b.
d2 = d1c.
Test Statisticsb
-1.655a
.098
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
d2 - d1
Based on positive ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
24
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Mean Rank dari nilai discretionary
accrual yang positif memiliki nilai yang lebih besar. Artinya �$$$$%�%(/.0 > �$$$$%.. +�, atau terbukti bahwa perusahaan yang go public yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta melakukan manajemen laba sesudah penawaran saham
perdana dengan melakukan income increasing discreationary accruals.
Tabel Z Statistik DA IPO dan DA Sebelum IPO
Nilai Z hitung yang diperoleh dari hasil perhitungan uji Wilcoxon adalah
-2,435 dengan nilai probabilitas sebesar 0,015, yang nilainya lebih dari nilai
signifikansi 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan bahwa
perusahaan melakukan earnings management dengan menaikkan laba sesudah
penawaran saham perdana pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia.
c. Pembahasan Uji Hipotesis
4.6.1. Pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap manajemen
laba sebelum IPO
Hasil pengujian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa struktur
kepemilikan terkonsentrasi suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan pengelolaan laba. Dengan demikian hipotesis pertama dalam
penelitian ini tidak didukung.
Ranks
6a 12.00 72.00
19b 13.32 253.00
0c
25
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
d3 - d2N Mean Rank Sum of Ranks
d3 < d2a.
d3 > d2b.
d3 = d2c.
Test Statisticsb
-2.435a
.015
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
d3 - d2
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
25
Rata-rata konsentrasi sebelum IPO adalah sebesar 0,6826430 atau saham-
saham perusahaan cenderung terkonsentrasi, dimana sebagian besar saham
dipegang oleh intitusi atau individu yang lebih dominan. Tidak adanyanya
pengaruh struktur kepemilikan saham dengan manajemen laba sebelum IPO dapat
dikarenakan adanya keinginan dan strategi yang berbeda dari pemegang saham
laba dalam menarik investasi secara publik.
4.6.2. Pengaruh leverage terhadap manajemen laba sebelum IPO
Hasil pengujian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa leverage suatu
perusahaan berpengaruh negative terhadap kebijakan pengelolaan laba. Dengan
demikian hipotesis kedua dalam penelitian ini dapat didukung. Semakin besar
utang yang dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan yang dilakukan
kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk melakukan manajemen laba
semakin berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen laba berkorelasi
secara secara negative dengan rasio utang terhadap total aktiva. Hasil ini sesuai
dengan yang dilakukan oleh Lobo dan Zhou (2001) dalam veronica (2003)
menemukan bahwa rasio utang berkorelasi secara negative dengan manajemen
laba. Penelitian lain juga dilakukan oleh Benish dan Press (1993) yang
menemukan bahwa leverage berkorelasi secara negative terhadap manajemen
laba.
4.6.3. Pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap manajemen
laba sesudah IPO
Hasil pengujian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa struktur
kepemilikan suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
pengelolaan laba. Hasil menunjukan bahwa struktur kepemilikan yang tersebar
atau kurang tersebar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba
sesudah IPO. Dengan demikian hipotesis ketiga dalam penelitian ini kurang dapat
didukung.
4.6.4. Pengaruh leverage terhadap manajemen laba sesudah IPO
26
Hasil pengujian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa leverage suatu
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan pengelolaan laba
sesudah IPO. Dengan demikian hipotesis keempat dalam penelitian ini tidak
didukung. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Kusumaning (2004) yang
menyatakan bahwa leverage tidak signifikan mempengaruhi manajemen laba.
Implikasi manajerial yang paling mungkin menjelaskan hubungan tidak sighifikan
ini adalah dengan tingginya hutang akan meningkatkan resiko default bagi
perusahaan, tetapi manajemen laba tidak dapat dijadikan sebagai mekanisme
untuk menghindari default tersebut, karena pemenuhan kewajiban hutang tidak
dapat dihindarkan dengan manajemen laba
4.6.5. Perusahaan melakukan manajemen laba dengan menaikan
laba pada sebelum IPO
Hipotesis kelima, berdasarkan analisis deskriptif dan nilai Sum Rank
diketahui bahwa rata-rata discretionary accruals (DA) periode sebelum IPO
bernilai positif atau terjadi earnings management dengan cara menaikkan laba.
Temuan ini sejalan dengan Gumanti (2001); Setiawati (2002); Ihalauw dan Afni
(2002); dan bertentangan dengan temuan Tiono (2004), bahwa earnings
management pada periode tahun terakhir sebelum IPO terbukti adanya kebijakan
earnings management dengan melaporkan laba lebih tinggi. Hal ini dikarenakan
bahwa perusahaan berusaha untuk mendapatkan perhatian public sehingga dapat
menarik investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan dan memberikan
kesan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik.
4.6.6. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
melakukan manajemen laba setelah penawaran saham perdana dengan
melakukan income increasing discreationary accruals
Hipotesis keenam, pada periode setelah IPO rata-rata nilai discretionary
accruals (DA) bernilai positif yang mengindikasikan bahwa perusahaan yang
melakukan IPO terindikasi melakukan kebijakan earning manajemen satu tahun
setelah pelaksanaan IPO dengan cara memainkan komponen-komponen accrual.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gumanti (2000)
27
yang menemukan pada saat penawaran saham yang dilakukan manajemen laba.
Penelitian ini juga konsisten dengan penelitian dengan Setiawati (2002) yang
menemukan terjadinya manajemen laba pada laporan keuangan 1 tahun sesudah
IPO.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka penelitian ini berhasil menemukan
bahwa:
1. Variabel Struktur Kepemilikan, tidak terbukti berpengaruh secara secara
signifikan negative terhadap manajemen laba sebelum IPO. Hal ini
ditunjukan dengan koefisien jalur sebesar 0,113 dan nilai signifikan
0,230>0,05.
2. Variable Leverage, terbukti berpengaruh secara signifikan negative
terhadap manajemen laba sebelum IPO. Hal ini ditunjukan dengan
koefisien jalur sebesar -0,278 dan nilai signifikan 0,024<0,05.
3. Variable Struktur Kepemilikan, tidak terbukti berpengaruh secara
signifikan positif terhadap manajemen laba sesudah IPO. Hal ini
ditunjukan dengan koefisien jalur sebesar -0,542 dan nilai signifikan
0,236>0,05.
4. Variable Leverage,tidak terbukti berpengaruh secara signifikan positif
terhadap manajemen laba sesudah IPO. Hal ini ditunjukan dengan
koefisien jalur sebesar -0,315 dan nilai signifikan 0,103>0,05.
5. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam tabel Ranks, diketahui bahwa
perusahaan yang melakukan Initial public offering pada tahun 2005-2008
melakukan praktek manajemen laba dalam pembuatan laporan
keuangannya. Perusahaan melakukan praktik manajemen laba pada satu
tahun sebelum IPO dan berlanjut hingga satu tahun setelah IPO. Hal ini
disebabkan karena perusahaan yang telah melakukan IPO atau Go publik
28
akan cenderung melakukan ekspansi pasar yang lebih besar, karena
memiliki peluang yang besar dalam mendapatkan dana dari investor.
Keadaan ini telah mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan
earnings management dengan meningkatkan laba perusahaan untuk
mendapatkan posisi pencatatan / prestasi terbaik di Bursa Efek Indonesia,
yang diharapkan investor tertarik terhadap prospek perusahaan kedepan
6. Dari uji statistik diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara manajemen laba sebelum IPO saat IPO dan setelah IPO. Hal ini
berarti bahwa perusahaan melakukan manajemen laba pada di sekitar
peristiwa Initial Public Offering
5.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menemukan beberapa keterbatasan
penelitian sehingga penelitian ini masih dirasakan kurang sempurna. Adapun
keterbatasannya yaitu :
1. Keterbatasan tahun pengamatan. Dalam penelitian ini menggunakan
rentang tahun yang pendek yaitu satu tahun sebelum IPO dan 1 tahun
setelah IPO.
2. Jumlah sampel yang relatif sedikit dikarenakan keterbatasan data pada
perusahaan sebelum melakukan Initial Public Offering.
5.3 Saran
1. Saran untuk penelitian yang akan datang, diharapkan dapat
memperlebar rentang waktu pengamatan. Sehingga tindakan earnings
management yang dilakukan oleh perusahaan dapat diamati lebih lanjut
dan dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
tindakan earnings management sebelum dan sesudah IPO .
2. Menambah jumlah sampel penelitian atau menggunakan sektor industry
lain.
3. Memperluas variabel-variabel independen yang tidak tercakup model
penelitian ini yang mungkin dapat menjelaskan variabel dependen.
29
DAFTAR PUSTAKA
Agnes. 2001. Analisis Earning Management Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia. Jurnal Akuntansi keuangan Vol. 3 No. 2, November 2001, Hal. 89-101.
Beneish, M.D. and E. Press. 1993. “ Costs of Technical Violation of Accounting-Based Debt Covent.” The Accounting Review vol. 68, no. 2 (April): 233-257.
Dechow, Patricia M,et al, 1995. Detecting Earning Management. The Accounting Review Vol. 70, No. 2, April 1995, Hal. 193-225.
Demsetz, H., & Lehn, K (1985). The structure of corporate ownership: Causes and consequences. Journal of Political Economy, 93 (6), 1155.
Fan, J.P.H., & T.J. (2002). Corporate ownership structur and the informativeness of accounting earnings in East Asia. Journal of Accounting and Economics, 33, 401-425.
Friedlan, J.M. 1996. Accounting Choices of Issuers of Initial Public Offering, Contemporary Accounting Research 11, Hal. 1-31.
Galih,Putra. 2008. Manajemen Laba Di Sekitar Penawaran Saham Perdana(IPO) Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesi (BEI). Universitas Islam Indonesia.
Goldberg, L.G., & Idson, T.L. (1995). Executive compensations and agency effects. Financial Review, 30 (2), 313.
Goodarce,et al. (2009). Earning management in malaysian IPOs: The East Asian crisis, Ownership control and post-IPO performance, dari http:// www. ssrn.com.
Gumanti, Tatang Ary. 2001. Earning Management Dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia dan Keuangan Vol. 4 No. 2, Mei 2001, Hal. 165-181
Harahap, S.S. (1999). Analisis kritis atas laporan keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jatiningrum C. Dan Rofiqoh I., 2004, Struktur Kepemilikan dan Manajemen Laba, Paper unpunlishes. Simposium Dwi Tahunan the Center for Accounting and Management Development, Universitas Teknologi Yogyakarta
30
Jensen, M.C., & Meckling, W.H. (1976). Theory of firm: Managerial behavior, agency cost, and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3, 305-360.
Jiambalvo, J. (1996). Discussion of causes and consequences of earning manipulation: An analisis of firms subject to enforcement actions by the SEC. Contemporary Accounting Research, 13 (1), 37-47.
Jones, J. 1991. Earning Management During Import Relief Investigation. Journal of Accounting Research, Autumn 1991, hal. 1993-228.
Jogianto, 2003, Teori Portofolio dan Analisis investasi, BPFE UGM, Yogyakarta.
Lobo, G.J & zhou, J. (2001). Disclosure quality and earning management. Retrieved Augusts 18, 2009, dari http:// www. ssrn.com.
Mega, Perwani. 2009. Earning Management Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering Di Bursa Efek Indonesia Periode 2001-2006. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro.
Naim, Ainun dan Setiawan. Lilis. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 15 No. 4 hal. 424-441.
Richardson, V.J. (1998). Information asymmetry an earnings management: Some evidence. Working Paper, 30 Maret.
Riyanto, B. (1997). Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Saiful. 2002.” Hubungan Manajemen Laba Dengan Kinerja Operasi dan Retur Saham Di Sekitar IPO.” SNA% (September)
Scoot, William R. 2000. Financial Acounting Theory. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Setyawati Lilis. 2002. Manajemen Laba dan IPO di bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi 5. IAI, Jakarta*
Suad, Husna. 1995. Manajemen Keuangan dan Portofolio. Yogyakarta :UPP AMP YKPN.
Teoh, S.H., Welch, I., and Wong, T. J., 1998. Earning Management and The Underperformance of Seasoned Equity Offerings. Journal of Financial Economics, hal. 63-69
Widyaningdyah, A.U. (2001). Analisis factor-faktor yang berpengaruh terhadap earning management pada perusahaan go public di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 3 (2), 56-82.