PENGARUH STASIUN KERJA TERHADAP KELUHAN OTOT …/Pengaruh...pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan...
Transcript of PENGARUH STASIUN KERJA TERHADAP KELUHAN OTOT …/Pengaruh...pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan...
PENGARUH STASIUN KERJA TERHADAP KELUHAN
OTOT-OTOT SKELETAL PEKERJA LAKI-LAKI PADA
KANTOR ADMINITRASI DOKUMEN BUILDING
PT. KRAKATAU STEEL
CILEGON
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan
Anang Subagya
NIM. R0206062
PROGRAM D.IV KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2010
ii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Pengaruh Ergonomis Stasiun kerja
terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki
Kantor Adminitrasi Dokumen Building
PT Krakatau Steel
Cilegon
Anang Subagya, R0206062, Tahun 2010
Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi
Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pada hari : , Tanggal Juli 2010
Pembimbing Utama
Nama : Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg
NIP : 19640929 198803 1 019 __________________
Pembimbing Pendamping
Nama : Tutug Bolet Atmojo, SKM.
NIP : __________________
Penguji Utama
Nama : Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd Ked
NIP : 19750311 2002122 002 __________________
Tim Skripsi
Sumardiyono, SKM, M.Kes
NIP : 1965 0706 1988 03 1 002
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Pengaruh Stasiun kerja terhadap
Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki Pada
Kantor Adminitrasi Dokumen Building
PT Krakatau Steel
Cilegon
Anang Subagya, R0206062, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari : , Tanggal : , Tahun : 2010
Pembimbing Utama
Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg NIP. 19640929 198803 1 019 __________________
Pembimbing Pendamping
Tutug Bolet Atmojo, SKM.
NIP. __________________
Penguji Utama
Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd Ked NIP. 19750311 2002122 002 __________________
Surakarta, Juli 2010
Tim Skripsi
Sumardiyono, SKM, M.Kes
NIP : 19650706 198803 1 002
Ketua Program
D.IV Kesehatan Kerja FK UNS
dr. Putu Suriyasa, MS, PKK, Sp.Ok
NIP. 1948 1105 1981 11 1 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustakan.
Surakarta, Juli 2010
Nama. Anang Subagya
NIM. R0206062
iv
ABSTRAK
Anang Subagya, R0206062, 2010. PENGARUH STASIUN KERJA
TERHADAP KELUHAN OTOT-OTOT SKELETA PEKERJA LAKI-LAKI
PADA KANTOR ADMINITRASI DOKUMEN BUILDING PT KRAKATAU
STEEL CILEGON.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh stasiun
kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Penelitian ini menggunakan metode survei analitik yang menggunakan
pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan menggunakan
purposive random sampling. Purposive sampling berarti pemilihan sekelompok
subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri
atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan
ciri-ciri atau sifat-sifat populasi. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak
241 karyawan. Dengan menggunakan teknik purposive sampling didapatkan
sampel yang memenuhi ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu sebanyak 68 orang.
Selanjutnya digunakan Random sampling yaitu memilih subjek secara acak,
Adapun cara yang digunakan dalam random sampling ini yaitu dengan cara
undian, sehingga dalam penelitian ini diharapkan menggunakan 30 orang pekerja
sebagai sampel. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran Anthropometri,
stasiun kerja dan menggunakan kuesioner untuk mengetahui keluhan otot-otot
skeletal. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Paired
T-Test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.
Hasil analisis dengan menggunakan uji paired t-test yang dibantu dengan
program SPSS 16.0 diperoleh hasil nilai signifikan 0,000. Karena nilai signifikan
0,000 < 0,01 bermakna sangat signifikan, ini berarti pada tenaga kerja yang
bekerja dengan sikap duduk kerja pada stasiun kerja yang tidak ergonomis terlihat
mengalami peningkatan keluhan otot-otot skeletal dibandingkan dengan sebelum
bekerja.
Dari hasil ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara
keluhan otot-otot skeletal sebelum bekerja pada stasiun kerja yang tidak
ergonomis lebih kecil dibandingkan dengan keluhan otot-otot skeletal sesudah
bekerja pada stasiun kerja yang tidak ergonomis. Untuk pencegahan terhadap
keluhan otot-otot skeletal dapat dilakukan dengan perbaikan stasiun kerja,
sosialisasi sikap kerja ergonomi kepada tenaga kerja.
Kata Kunci : Stasiun kerja, keluhan otot-otot skeletal.
v
ABSTRACT
Anang Subagya, R0206062, 2010. EFFECT OF COMPLAINTS TO WORK
STATION MUSCLES SKELETA MALE WORKER FOR OFFICE BUILDING
DOCUMENTS ADMINISTRATIVE CILEGON PT KRAKATAU STEEL.
This study aims to identify and examine the influence of work stations to
complaints skeletal muscles of male for office workers Administration Building
Documents Page. Krakatau Steel Cilegon.
This study uses a survey method that uses analytic cross sectional approach. The
sampling technique used using purposive random sampling. Purposive sampling
means choosing a group of subjects with the amount that was determined
beforehand based on the characteristics or specific traits that are considered to
have a close connexion with the characteristics or attributes of the population. In
this study population is 241 employees. With purposive sampling the sample that
meets the characteristics or specific traits as much as 68 people. Random sampling
is then used randomly selecting subjects, The methods adopted in this random
sampling is by lottery, so in this study are expected to use as a sample of 30
workers. Data collection was performed by measurement of anthropometry, work
station and use a questionnaire to determine skeletal muscle complaints.
Processing techniques and data analysis by statistical test of Paired T-Test using
the computer program SPSS version 16.0.
Results of analysis using paired t-test test assisted with the program SPSS 16.0
0.000 obtained significant value. Because of the significant value of 0.000 <0.01
very significant meaning, it means the workers who work with the working
posture at work station ergonomic complaints appear to increase skeletal muscle
compared with before work.
From these results indicate that there was a significant difference between
complaints skeletal muscles before working on an ergonomic work station that is
not smaller than the complaint skeletal muscles after working on an ergonomic
work station. For the prevention of skeletal muscle complaints can be made with
the improvement of work stations, ergonomic working position to the
socialization of labor.
Keywords: Work station, skeletal muscle complaints.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan bimbingan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Pengaruh Stasiun
kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja lak-laki pada kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon ”.
Skripsi ini bisa selesai karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku Ketua Program D.IV
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Tutug Bolet Atmojo, SKM. selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd Ked. selaku penguji yang telah
memberikan masukan dalam skripsi ini.
6. Bapak Awang dan semua karyawan perkantoran ADB PT. Krakatau Steel
Cilegon yang telah banyak membantu selama penelitian ini.
7. Kedua orang tua dan saudara-saudara yang telah memberikan kasih sayang,
doa dan dukungan kepada penulis.
8. Sahabat, rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi civitas akademika Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
PRAKATA ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 5
B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 36
C. Hipotesis ...................................................................................... 37
viii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 38
C. Populasi dan Subjek Penelitian ................................................... 38
D. Teknik Sampling ......................................................................... 39
E. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................... 40
F. Kerangka Variabel ...................................................................... 41
G. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ............................. 41
H. Desain Penelitian ......................................................................... 46
I. Instrumen Penelitian.................................................................... 46
J. Teknik Analisis Data................................................................... 49
BAB IV HASIL
A. Gambaran Umum Perusahaan ..................................................... 50
B. Hasil Observasi Kantor ............................................................... 51
C. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................... 53
D. Hasil pengukuran Anthropometri dan Stasiun kerja ................... 55
E. Hasil penghitungan skor keluhan otot-otot skeletal .................... 57
F. Hasil prosentase masing-masing keluhan otot-otot skeletal........ 58
G. Hasil Analisis keluhan otot-otot skeletal..................................... 59
BAB V PEMBAHASAN
A. Anthropometri, kursi kerja, meja kerja, monitor dan sikap kerja
duduk .......................................................................................... 60
B. Keluhan otot-otot skeleta ............................................................ 65
ix
C. Hasil Analisa pengaruh sikap kerja duduk pada stasiun kerja yang
tidak ergonomis terhadap keluhan otot-otot skeletal................... 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 69
B. Saran ............................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ukuran-ukuran Anthoropometri Terpenting .................................. 14
Tabel 4.1 Identitas Umur Tenaga Kerja laki-laki kantor Adminitrasi
Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon. ....................... 53
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Berdasarkan Umur ............................ 54
Tabel 4.3 Data Pengukuran Anthropometri Pekerja laki-laki perkantoran
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel dengan
Menggunakan Alat Anthropometer shet. ....................................... 55
Tabel 4.4 Data Stasiun kerja yang Digunakan Pekerja laki-laki perkantoran
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon ........ 56
Tabel 4.5 Perhitungan Total Skor Keluhan otot-otot skeletal Pekerja
perkantoran Adminitrasi Dokumen Building di PT. Krakatau
Steel Cilegon. ................................................................................. 57
Tabel 4.6 Prosentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot
Skeletal Pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building
PT. Krakatau Steel Cilegon. ........................................................... 58
Tabel 4.7 Uji paired t-test. ............................................................................. 59
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Skeletal ............................................................................ 25
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran......................................................... 36
Gambar 3.1 Bagan Kerangka variabel Penelitian ........................................... 41
Gambar 3.2 Bagan Desain Penelitian ............................................................. 46
Gambar 3.3 Anthropometer Shet .................................................................... 47
Gambar 3.4 Meteran Gulung .......................................................................... 48
Gambar 4.1 Stasiun Kerja Duduk Pada Kantor ADB ..................................... 51
Gambar 4.2 Ketinggian Kursi Terlalu Pendek ............................................... 52
Gambar 4.3 Posisi Tungkai Bawah Ditekuk .................................................. 52
Gambar 4.4 Kursi Dengan Sandaran Tangan Tidak Sesuai Dengan
Pekerjaan Adminitrasi Dokumen Building ................................. 53
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Pengukuran Anthropometri tenaga kerja laki-laki Kantor
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon 2010.
Lampiran 2 Hasil Pengukuran Stasiun Kerja Kantor Adminitrasi Dokumen
Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Lampiran 3 Data Responden Pekerja Kantor Adminitrasi Dokumen Building
PT. Krakatau Steel Cilegon.
Lampiran 4 Skoring Kuesioner Nordic Body Map Pekerja Kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Lampiran 5 Total Skoring kuesioner keluhan otot-otot skeletal
Lampiran 6 Normalitas Data Umur.
Lampiran 7 Uji Statistik Keluhan Sistem musculoskeletal Sebelum dan
Sesudah menggunakan Stasiun Kerja Tidak Ergonomi.
Lampiran 8 Kuesioner Nordic Body Map.
Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
PT. Krakatau Steel Cilegon merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri besi baja, dimana kelancaran produksi tidak lepas dari
proses manajemen administrasi. Pekerjaan dilakukan oleh pekerja kantor yang
sehari-harinya menyelesaikan tugas pekerjaan dengan komputer. Karena
penyelesaian pekerjaan dengan komputer akan menjadi efektif dan efisien.
Pemakaian komputer di samping menguntungkan, juga harus diwaspadai
dampaknya terhadap kesehatan. Cara-cara mengatasi gangguan kesehatan akibat
pemakaian komputer yang salah yaitu dengan panduan penataan stasiun kerja
(work station) komputer sesuai kaidah ergonomi.
Salah satu definisi ergonomi yang menitik beratkan pada penyesuaian
desain terhadap manusia adalah dikemukakan oleh Annis dan McConville (1996)
dan Manuaba (1999). Mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan
untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan
keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja
dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman,
nyaman dan efisien.
2
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan
dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem
muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokakan menjadi
dua, yaitu :
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan, dan
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut. (tarwaka, 2004)
Berdasarkan survei awal didapatkan jumlah karyawan di perkantoran
Adminitrasi Dokumen Building 241 orang yang terdiri dari 188 laki-laki dan 53
wanita. Dalam melakukan pekerjaan di perkantoran Adminitrasi Dokumen
Building, para karyawan menggunakan stasiun kerja yang tidak ergonomis.
Stasiun kerja yang digunakan karyawan berupa meja, kursi dan komputer. Pada
karyawan dengan stasiun kerja yang tidak ergonomi (tidak ada kesesuaian antara
ukuran tubuh pekerja dengan sarana kerja), maka tidak ada kenyamanan
karyawan dalam bekerja. Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan timbulnya
3
keluhan otot skeletal pada tenaga kerja. Keluhan otot yang dirasakan apabila tidak
segera ditangani, maka dapat berakibat keluhan otot skeletal yang bersifat
menetap (persistent).
Kebenaran uraian di atas tentu perlu dibuktikan melalui penelitian.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Stasiun Kerja terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki
pada Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon”.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal
pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel
Cilegon?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot
skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT
Krakatau Steel Cilegon.
4
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa adanya pengaruh stasiun kerja
terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon.
b. Bagi Tenaga Kerja
Diharapkan tenaga kerja menyadari pentingnya penggunaan stasiun kerja
yang ergonomi untuk mengurangi resiko keluhan otot skeletal.
c. Bagi Perusahaan
Diharapkan pimpinan perusahaan lebih memperhatikan kesehatan dan
keselamatan tenaga kerjanya agar tidak terganggu produktivitasnya.
d. Bagi Divisi K3LH
Diharapkan sebagai bahan masukan bagi dinas Hyperkes untuk lebih
memperhatikan kesehatan tenaga kerja.
e. Bagi Jurusan Kesehatan Kerja
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pustaka dalam mengembangkan
ilmu di Jurusan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret, khususnya
mengenai pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja
laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel
Cilegon.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ”ergon” yang artinya
kerja dan ”nomos” yang artinya hukum dan dapat didefinisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan
(Eko Nurmianto, 2008).
Ergonomi adalah ilmu dan seni dan penerapan teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara
keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004).
Ergonomi adalah pengetrapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia
bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan tekhnologi untuk mencapai
penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap
pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan
kesejahteraan kerja.(Suma‟mur, 1989)
6
Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan
informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik
manusia untuk perancangan mesin, peralatan, sistem kerja, dan lingkungan
yang produktif, aman, nyaman dan efektif bagi manusia. Ergonomi
merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi
mengenai sifat manusia, kemampuan manusia dan keterbatasannya untuk
merancang suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan
efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 2000).
Dalam kenyataannya ruang lingkup ergonomi meliputi pengaturan
kerja fisik khususnya yang berat, perbaikan efisiensi kerja, perencanaan dan
penyerasian mesin terhadap tenaga kerja, konsumsi kalori yang tepat jumlah
dan distribusinya sesuai dengan jenis pekerjaan, pencegahan kelelahan,
pengorganisasian yang tepat dan penciptaan lingkungan kerja yang
mendukung kemudahan dan efisiensi kerja.
Penyerasian pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
sebagaimana dimaksud dalam ergonomi, mempunyai arti besar dalam rangka
pemilihan teknologi yang serasi. Keserasian dalam pemilihan teknologi selain
ditujukan pada sifatnya yang mencitakan lapangan kerja, kemampuan
penghematan devisa, orientasi pertumbuhan dan lain-lain, juga terhadap
kondisi setempat termasuk hubungan timbal balik antara teknologi tersebut
dengan tenaga kerja. Lebih jauh lagi keserasian tenaga kerja dan pekerjaannya
merupakan suatu segi penting dalam pembinaan kualitas kehidupan. Kesatuan
7
yang harmonis antara manusia dan pekerjaan berarti besarnya integritas
manusiawi, harga diri dan merupakan kepuasan serta kebahagiaan.
Dari pengalaman, penerapan ergonomi pada berbagai bidang
pekerjaan telah terbukti menyebabkan kenaikan produktivitas secara jelas.
Besarnya kenaikan produktivitas dapat mencapai 10% atau lebih. Guna
mengembangkan penerapan ergonomi, standarisasi dan adanya norma-norma
tersebut selanjutnya dipergunakan untuk pedoman praktek dalam penerapan
ergonomi ditempat kerja. (Bambang Suhardi, 2008).
Menurut Mira (2009) ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi
yang perlu diperhatikan, antara lain :
a. Faktor manusia
Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai
pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun
dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat
pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada
karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya.
Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi
patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis.
Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar
dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam
(internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam
faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri
8
manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran
tubuh, dll. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat
mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit,
gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat, dll.
b. Faktor Anthropometri
Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh
manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh
manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk
merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan
ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak
dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak
diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik.
Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya.
Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak
nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan
kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan
pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.
c. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap
sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas
kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada
setiap jenis pekerjaan.
9
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya
sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus
dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang
yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang
terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.
d. Faktor Manusia dan Mesin
Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan
menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku
dan mesin sebagai sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini
menjadi sangat erat sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis,
hubungan antara manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu
hubungan yang selaras, serasi dan sesuai.
e. Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu
istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat
kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu
kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat.
Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak
terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja
baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya
ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja
serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit.
10
2. Anthropometri
Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan
dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok
statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang
terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat
diklasifikasikan dari 1 persentil sampai 100 persentil. Data dimensi manusia
ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari
keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data
antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan
manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang
mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat
penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja
akibat adanya kesalahan disain (design-induced error) (Liliana, Suharyo
Widagdo, Ahmad Abtokhi, 2007).
Anthropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan
kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain
(Eko Nurmianto, 2008).
11
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan
anthropometri:
a. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam suatu desain.
b. Mengetahui secara pasti populasi yang akan menggunakan desain
tersebut.
c. Menentukan prinsip aplikasi yang akan digunakan dengan perencanaan
distribusi ekstrim.
d. Desain harus digunakan 90%-95% dari suatu populasi.
e. Harus bisa menentukan nilai kelonggaran.
Penerapan data anthropometri dapat dilakukan jika ada nilai mean
(rata-rata dan standart deviasi dari suatu populasi tenaga kerja) dan persentil
(suatu yang menyatakan bahwa presentase tertentu dari sekelompok orang
yang dimensinya sama/lebih rendah dari nilai tersebut). Anthropometri ada
dua tipe, yaitu:
a. Anthropometri dinamis
Adalah pengukuran gerak tubuh untuk melaksanakan pekerjaan
yang sesuai antara gerak benda dan gerak tubuh, agar tenaga kerja dapat
bekerja secara maksimal. Bagian tubuh dalam pengukuran Anthropometri
dinamis diantaranya adalah :
1) Panjang Lengan
2) Panjang jangkauan tangan
3) Tinggi lutut duduk
12
b. Anthropometri statis
Adalah pengukuran ukuran tubuh manusia, dimana ukuran tubuh
tersebut digunakan untuk merencanakan tempat kerja dan
perlengkapannya yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan
memungkinkan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Bagian tubuh dalam
pengukuran Anthropometri statis diantaranya adalah :
1) Lebar Bahu
2) Lebar Pinggul
3) Panjang Lengan
4) Panjang lengan Atas
5) Panjang Lengan bawah
6) Panjang Depa
7) Tinggi Duduk
8) Tinggi Mata Duduk
9) Tinggi Bahu Duduk
10) Tinggi Siku Duduk
11) Tinggi Pinggul Duduk
12) Tinggi Lutut Duduk
13) Panjang Tungkai Bawah
14) Panjang Tungkai Atas
13
Pertimbangan untuk perancangan dalam anthropometri :
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Suku bangsa
4) Posisi tubuh
5) Cacat tubuh
6) Tebal/tipisnya pakaian
7) Kehamilan
Anthropometri merupakan suatu pengukuran sistematis terhadap tubuh
manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Anthropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang
atau menciptakan suatu bentuk rancangan bangun yang disebut sebagai suatu
rancang bangun yang ergonomis.
Anthropometri berkaitan dengan ukuran tubuh yang sangat bervariasi.
Data-data mengenai ukuran tubuh manusia penting untuk desain ruang dan
alat kerja. Ukuran tubuh manusia tergantung pada usia, jenis kelamin,
keturunan, status Gizi, dan kesehatan
14
Tabel 2.1 Ukuran-ukuran Anthropometri Terpenting
Berdiri Duduk
1. Tinggi Badan
2. Tinggi Bahu
3. Tinggi Siku
4. Tinggi Pinggul
5. Lebar Pinggul
6. Panjang Lengan
7. Panjang Lengan Atas
8. Panjang Lengan Bawah
9. Jangkauan Atas
10. Panjang Depa
1. Tinggi Duduk
2. Tinggi Mata
3. Tinggi Bahu
4. Tinggi Siku Duduk
5. Tinggi Pinggul Duduk
6. Lebar Pinggul
7. Tinggi Lutut Duduk
8. Panjang Tungkai Atas
9. Panjang Tungkai Bawah
Sumber : Suma‟mur 1982:36
Data anthropometri menyajikan informasi mengenai ukuran tubuh
manusia, yang dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa (etnis),
posisi tubuh saat beraktivitas, dan sebagainya, serta diklasifikasikan dalam
segmen populasi pemakai, perlu diakomodasikan dalam penetapan dimensi
ukuran produk desain yang dirancang guna menghasilkan kualitas rancangan
yang tailor made dan memenuhi persyaratan fittness for use (Sritomo
Wignjosoebroto, 2008).
15
Annis dan McConville (1996) dalam Tarwaka (2004) membagi
aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua devisi
utama yaitu:
1) Ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta saran
pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuan ergonomi dari definisi
ini adalah untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan
sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus terpelihara
serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan
optimal.
2) Ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik yang
berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk.
Adapun tujuan dari anthropometri adalah :
a) Tenaga kerja memperoleh rasa aman dan nyaman dalam bekerja.
b) Meminimalisir kelelahan.
c) Menghindari gerakan dan upaya yang tidak perlu.
d) Tenaga yang dikeluarkan sedikit dengan hasil yang maksimum.
e) Mengurangi beban kerja yang berlebihan.
3. Stasiun kerja
Stasiun kerja adalah alat kerja yang digunakan dalam menyelesaikan
pekerjaan disuatu perkantoran atau instansi. Stasiun kerja yang digunakan di
kantor Adminitrasi Dokumen Building adalah kursi, meja dan seperangkat
komputer. Selain alat-alat kerja diatas juga terdapat fasilitas penunjang
16
lainnya, seperti : telephone, printer, dokumen holder,dll. Fasilitas penunjang
yang tersebut tidak dibahas dalam penelitian, karena peneliti hanya membahas
mengenai kursi, meja dan monitor yang dikaitkan dengan anthropometri
tenaga kerja.
a. Desain Kursi
Esensi dasar dari evaluasi ergonomi dalam proses perancangan
desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia
agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah „man
made object’ (Sritomo Wignjosoebroto, 2008). Fokus perhatian dari
sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah
perancanganan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan ‘fitting
the task to the man’ (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain
harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan,
kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Sama seperti yang
diungkapkan Sritomo Wignjosoebroto (2008), desain sebelum dipasarkan
sebaiknya terlebih dahulu dilakukan kajian/evaluasi/pengujian yang
menyangkut berbagai aspek teknis fungsional, maupun kelayakan
ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas, evaluasi ergonomis, dan
marketing.
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang
baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan
membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman
17
dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Sigit Wasi W, 2005).
Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk.
Desain kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap dibawah
siku seperti bagian sebelumnya (Eko Nurmianto, 2008).
Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada
lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut.
Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak
negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan
terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja
pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah
antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Gempur Santoso,
2004).
Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit,
karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi
bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk.
Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat
kerja tetap dibawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak
nyaman pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi
lutut orang dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari
ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan
dengan kelonggaran-kelonggarannya (Hari Purnomo, 2003).
18
Desain kursi terbagi menjadi dua yaitu kursi ergonomi dan kursi
non ergonomi :
1) Kursi Ergonomis
Penerapan ergonomi dalam pembuatan kursi dimaksudkan
untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap
ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan mengurangi keluhan otot-
otot skeletal. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga
memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk
bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh yang
dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian
tersebut.
Dalam mendesain kursi kerja yang ergonomis harus
memenuhi kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan
meja kerja dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri
orang Indonesia.
Kriteria tersebut sebagai berikut :
Pekerja dengan sikap duduk mendapatkan kedudukan yang
mantap dan memberikan relaksasi otot-otot yang tidak dipakai untuk
bekerja dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh
yang mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tersebut.
19
a) Tinggi Tempat Duduk
Dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas
duduk. Tinggi tempat duduk harus lebih pendek dari panjang lekuk
lutut sampai dengan telapak kaki.
b) Panjang Alas Duduk
Pertemuan garis proyek permukaan depan sandaran duduk
sampai dengan permukaan alas duduk. Panjang alas duduk harus lebih
pendek dari lekuk lutut sampai dengan garis punggung.
c) Lebar Tempat Duduk
Diukur pada garis tengah alas duduk melintang. Lebar alas
duduk harus lebih besar dari lebar pinggul.
d) Sandaran punggung
Diukur panjang dan lebar. Bagian atas dari sandaran punggung
tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya
setinggi garis pinggul.
e) Sandaran Tangan
Diukur tinggi sandaran tangan, tinggi sandaran tangan adalah
setinggi siku.
2) Kursi Non Ergonomis
Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomi,
adapun kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut:
20
a) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian
depan terlalu kedepan sehingga pekerja akan memajukan posisi
duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak dapat bersandar.
b) Kursi yang terlalu pendek dan tidak dilengkapi dengan sandaran
pinggang tidak dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk
maju ke depan agar dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas
duduk dan tepi bawah meja terlalu sempit sehingga menyebabkan
paha pekerja tertekan.
c) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan
bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman (Julius
panero,dkk. 2003).
b. Desain meja
Dalam pengaturan meja kerja harus mempertimbangkan
bagaimana perangkat itu akan digunakan. Perangkat yang sering
digunakan seperti mouse dan telepon, sehingga penempatan posisi harus
yang mudah dijangkau. Meja disusun menurut garis lurus dan menghadap
ke jurusan yang sama. Jarak antara satu meja dengan meja yang dimuka/
dibelakang selebar 80 cm. Pada posisi tinggi meja pergelangan tangan
harus lurus, tidak menekuk ke atas atau ke bawah. Karena jika terlalu
tinggi atau rendah maka mengakibatkan posisi tidak nyaman, sehingga
terjadi kram pada lengan tangan atau jari tangan. (NIOSH Publication,
21
1999). Penentuan meja ergonomi dapat diperoleh dari kriteria sebagai
berikut :
1) Tinggi Meja kerja
Tinggi meja kerja diukur dari lantai sampai permukaan atas
meja. Tinggi meja ergonomi adalah antara 70-75 cm.
2) Panjang meja kerja
Panjang meja kerja diukur dari ujung meja kanan sampai ujung
meja kiri. Panjang meja ergonomi 120-210 cm.
3) Lebar Meja kerja
Diukur pada garis tengah meja karja melintang. Lebar meja
ergonomi 60-80cm (NIOSH Publication, 1999).
c. Desain Posisi Monitor ergonomi
Ketika mengetik, kepala harus tegak dan terpusat diatas bahu.
Posisi layar monitor sedemikan rupa, sehingga dapat meminimalisir
pantulan cahaya dari lampu, jendela atau sumber cahaya lainnya. Apabila
tidak memungkinkan untuk mengatur posisi layar monitor, pertimbangkan
untuk memasang filter di depan layar monitor.
Untuk kenyamanan, atur monitor sehingga mata sama tingginya
dengan tepi atas layar, sekitar 5-6 cm dibawah bagian atas casing monitor.
Monitor yang terlalu rendah akan menyebabkan mata, leher dan pundak
nyeri. Oleh karena itu pemakai seharusnya mempertimbangkan untuk
melakukan penyesuaian terhadap posisi monitornya. (Mashud, 2008).
22
4. Sikap Kerja Duduk
Sikap kerja duduk dikursi dan menggunakan meja atau mesin sebagai
landasan kerja dengan ketinggian landasan yang tidak tepat dapat
mengakibatkan sikap paksa seperti : mengangkat bahu terlalu tinggi. Posisi
kerja duduk terus-menerus dalam waktu yang lama menyebabkan keluhan
berupa pegal-pegal dan nyeri di daerah leher, bahu, tulang belakang, pantat
dan perut.
Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal
itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Namun sikap
duduk yang keliru akan menyebabkan adanya masalah-masalah punggung.
Timbulnya keluhan-keluhan akibat posisi kerja duduk yang tidak ergonomi
dapat berpengaruh terhadap tingkat kelelahan tenaga kerja.
Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan
bekerja sambil duduk menurut Suma‟mur (1982) adalah sebagai berikut :
a. Kurangnya kelelahan pada kaki.
b. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah.
c. Berkurangnya pemakaian energi.
d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah .
Namun begitu, terdapat pula kerugian-kerugian sebagai akibat
bekerja sambil duduk, yaitu :
a. Melembeknya otot-otot perut.
b. Melengkungnya punggung.
23
c. Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika
posisi dilakukan secara membungkuk (Suma‟mur, 1982).
Atas dasar ukuran-ukuran yang dimiliki, ukuran tempat duduk
menurut Suma‟mur 1982 adalah :
a. Tinggi alas duduk sebaiknya dapat disetel di antara 38 - 48 cm (pakai
tambah alas kaki).
b. Topangan pinggang dapat distel ke atas ke bawah dan begerak 8 - 12 cm
di atas alas duduk.
c. Dalamnya topangan pinggang adalah 35 sampai 38 dari ujung depan alas
duduk.
d. Dalamnya alas duduk 36 cm.
e. Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak.
f. Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan khusus
pemakainya.
Agar stabil, sebaiknya dipergunakan kursi berkaki empat dan
menggunakan sandaran kaki. Topangan pinggang dianjurkan lebih dari 10
cm, agar dapat melakukan gerakan yang bebas. Untuk kursi kerja,
sandaran tangan tidak diadakan agar gerakan dapat dilakukan dengan
bebas. Perasaan tegangan di paha dihilangkan dengan tinggi alas kursi
yang tepat. Alas harus empuk dan ujung depannya tidak tajam.
Sikap dan sistem kerja yang ergonomis memungkinkan
berkurangnya tingkat kelelahan tenaga kerja. Sikap tubuh dalam bekerja
24
selalu diusahakan dilaksanakan dengan duduk atau dalam sikap duduk dan
sikap berdiri secara bergantian. Oleh karena itu, sistem kerja berdiri
sebaiknya diganti dengan sistem kerja duduk.
Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung
lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi.
Caranya, duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk
huruf C. Setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa
mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut
secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik.
Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul
(gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling
menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk
dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk,
istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Eko
Nurmianto, 2008).
25
5. Keluhan Otot-otot Skeletal
Upper extremity
Lower extremity
Gambar 2.1 Sistem Skeletal
Otot-otot skeletal merupakan otot-otot sadar dimana kita dapat
mengendalikan/memerintahkannya untuk melakukan sesuatu. Kaki kita tidak
akan pernah menendang bola ke arah gawang apabila kita tidak
menginginkannya. Otot-otot ini membantu membentuk muscoloskeletal yaitu
kombinasi kerja antara otot dan kerangka atau tulang.
26
Bersama-sama otot skeletal dan tulang memberikan kekuatan dan
tenaga pada tubuh kita. Pada banyak kasus, otot skeletal ini melekat pada
salah satu ujung tulang. Otot-otot ini menekan seluruh bagian sendi dan lantas
melekat lagi pada ujung tulang yang lain.
Otot-otot skeletal melekat pada tulang dengan bantuan tendon. Tendon
adalah semacam cord yang terbuat dari material kuat dan bekerja sebagai
penghubung khusus antara tulang dan otot. Tendon ini juga melekat dengan
bagus sehingga saat kita menggerakkan salah satu otot kita, tendon dan tulang
akan bergerak bersama pula.
Otot skeletal ini muncul dalam banyak bentuk dan ukuran yang
berbeda yang membuat mereka mampu melakukan banyak pekerjaan. Otot-
otot ini yang melakukan pekerjaan paling besar dan paling berat adalah otot-
otot di punggung dekat pinggang kita yang memungkinkan kita berdiri tegak.
Otot-otot ini juga memberikan tenaga pada saat kita mendorong atau
menarik sesuatu. Otot-otot di dekat leher dan bagian atas punggung kita tidak
begitu besar namun mampu melakukan sesuatu yang sangat mengagumkan:
menahan beban saat kepala kita berputar, bergerak ke kiri kanan dan ke atas
serta ke bawah. Bahkan otot-oto inilah yang mampu menahan posisi kepala
agar tetap berada di atas (Adjeng, 2008).
Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
27
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang
biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau
cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam
Tarwaka, 2004).
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut (Tarwaka, 2004).
Studi tentang Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan
bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang
meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-
otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak
dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain = LBP)
(Tarwaka, 2004).
28
Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :
a. Umur
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada
umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-
65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan
tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.
Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan
otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.
(Tarwaka, 2004)
b. Kebiasaan merokok
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya
keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan
merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin
tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen et al. (1993)
menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan
keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan
pergerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran
tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas
paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun
dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila
yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan
tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah
29
rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat
dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. (Tarwaka, 2004).
Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila
mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya
lima menit setelah bangun pagi. Perokok Berat, Merokok sekitar 21-30
batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30
menit. Perokok Sedang, Menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang
waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok Ringan, Menghabiskan
rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
(Bilcyber, 2008).
c. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu
untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan
pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar, disisi lain
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat
dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tinggkat keluhan otot juga sangat
dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip
dari hasil penelitian Cady et al. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat
kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah
7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran
tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga diperkuat Betti‟e et al. (1989) yang
30
menyatakan hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa
kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi
mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap resiko cidera otot.
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran
tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot.
Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya aktivitas fisik.
(Tarwaka, 2004).
d. Jenis kelamin
Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa
jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih
rendah daripada pria. Astrand dan Rodahl (1997) menjelaskan bahwa
kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria,
sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita. Hasil penelitian Betti‟e at al. (1989) menunjukkan bahwa rerata
kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria,
khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh
hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Heles et al.
(1994) dan johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan
keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut diatas,
maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas.
(Tarwaka, 2004).
31
e. Riwayat keluhan
Riwayat keluhan adalah catatan jenis keluhan yang pernah dan
sedang diderita oleh responden, khususnya keluhan yang berhubungan
dengan otot skeletal.
Riwayat penyakit, apabila sebelum bekerja pekerja tersebut sudah
mempunyai penyakit yang berhubungan dengan keluhan otot-otot skeletal
sehingga penyakit tersebut timbul bukan karena pekerjaannya. Sebaliknya
apabila karyawan tidak mempunyai keluhan sebelum bekerja, maka dapat
dimungkinkan keluhan tersebut timbul karena pekerjaan atau sarana kerja
yang tidak sesuai.
Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu Lama
kerja, tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu
mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga
berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya
disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja,
namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada
suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut
mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan
klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika
bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa
perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi (Sugeng
32
Budiono, dkk, 2002). Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala
seperti berikut :
1) Meningkatnya ketidak stabilan jiwa
2) Depresi
3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja
4) Meningkatnya sejumlah penyakit fisik
6. Pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot skeletal
Bentuk aktivitas dengan posisi kerja yang berbeda, jumlah otot yang
dilibatkan dan tenaga yang diperlukan juga berbeda. Bekerja posisi berdiri dan
posisi duduk melibatkan jumlah kontraksi otot yang berbeda. Menurut
Gempur Santosa (2004) bahwa “bekerja posisi berdiri statis dan lama lebih
banyak melibatkan intensitas kontraksi otot dibandingkan posisi duduk atau
berdiri setengah duduk dan relaksasi”. Bekerja yang lebih banyak melibatkan
intensitas kontraksi otot dan dalam keadaan anaerob akan lebih cepat
melelahkan, karena konsentrasi asam laktat meningkat dan glokogen sebagai
salah satu sumber energi tubuh cepat berkurang. Hal itu sebagaimana menurut
Niels (2000) dalam Gempur Santosa (2004) bahwa “dalam keadaan anaerob,
asam laktat banyak terjadi sehingga menimbulkan rasa lelah dan dalam hal ini
glokogen dalam otot berkurang”. Dalam bekerja, harus dicari posisi alamiah
atau posisi fisiologis agar tidak banyak melibatkan intensitas kontraksi otot,
tidak mudah lelah dan produktivitas kerja dapat meningkat. Pada suatu
33
masyarakat sosial, seseorang dapat beradaptasi dalam berbagai perubahan
situasi. Begitu pula pada masyarakat industri, mereka dapat beradaptasi
dengan organisasi industri, proses produksi yang menggunakan peralatan
mesin, bahkan juga dapat beradaptasi dengan lingkungan, peralatan dan
fasilitas yang kurang baik. Hasil penelitian Anne (1989) dalam Gempur
Santosa (2004) menyebutkan bahwa “ketegangan otot akan beradaptasi dari
kondisi yang tidak tenang (tidak baik) setelah 12 hari”. Suatu misal tenaga
kerja di pabrik, mereka bekerja di ruangan terbuka dengan perlengkapan tidak
standar, mereka bekerja tidak ada kekuatan menuntut (pasrah), tidak ada
ventilasi, panas, tertekan, bising dan iklim lingkungan kerja di bawah standar.
Mereka dapat berdapatasi pada kondisi buruk seperti itu, tetapi
konsekuensinya menurut Gempur Santosa (2004) “kondisi tubuh menjadi
kurang optimal, tidak efesien, kualitas rendah, dan seseorang dapat
mengalami gangguan kesehatan seperti pusing (motion), nyeri pinggang (low
back pain), gangguan otot rangka (skeletal muscel), dan penurunan daya
dengar” yang tidak bisa dihindari. Walau tenaga kerja tersebut belum sampai
sakit parah (celaka) dan masih dapat masuk kerja, suatu pertimbangan yang
tepat, cerdas dan dapat mencapai kesuksesan seharusnya mempertimbangkan
kaidah ergonomis, agar terjadi keserasian yang baik antara kemampuan dan
batasan manusia dengan mesin dan lingkungannya (Gempur Santosa, 2004).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot
yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan
34
durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan
tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari
kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka
peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang
dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya
terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot
(Suma‟mur 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, 2004).
Sikap kerja tidak alamiah, yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan
tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan
sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,
maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja
tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh
manusia lebih disebabkan oleh tidak adanya kondisi keseimbangan struktur
rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban
tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan
dan tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap
terjadinya keluhan otot skeletal.
35
Melalui pendekatan Nordic Body Map dapat diketahui bagian-bagian
otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Dengan melihat dan
menganalisis peta tubuh maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot
skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Untuk menekan bias yang mungkin
terjadi, maka pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
kerja.
36
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran
Tidak
Ergonomis
Ergonomis
Stasiun Kerja
Keluhan otot-otot
skeletal dapat
diminimalisir
Banyak
terjadi
keluhan
otot-otot
skeletal
Faktor interen :
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Riwayat keluhan
4. kesegaran jasmani
5. Kebiasaan merokok
Faktor eksteren :
Lama waktu
kerja
Kerja dengan posisi tidak alamiah atau
posisi kerja duduk terlalu dipaksakan
Penekanan pada bagian tubuh
tertentu
Tidak ada kesesuaian antara Anthropometri
tenaga kerja dengan stasiun kerja.
37
G. Hipotesis
Ada pengaruh stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pekerja
laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel
Cilegon.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik
yaitu penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara variabel-variabel
melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Sumadi
Suryabrata, 1989).
Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan
pendekatan Cross Sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada
objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan
dilakukan pada situasi saat yang sama (Soekidjo Notoatmojo, 1993).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di perkantoran Adminitrasi Dokumen
Building yang berada di PT Krakatau Steel, pada bulan Maret 2010.
C. Populasi dan Subjek Penelitian
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah karyawan perkantoran
Aminitrasi Dokumen Building, di PT Krakatau Steel Cilegon sebanyak 241 orang
yang terdiri dari 188 tenaga kerja laki-laki dan 53 tenaga kerja wanita.
39
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut dengan penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan
diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan/berdasarkan kriteria inklusi sebagai
berikut :
a. Jenis kelamin : laki-laki.
b. Umur : 25-56 tahun.
c. Tidak mempunyai riwayat keluhan otot-otot skeletal sebelumnya penelitian
dilakukan.
d. Lama kerja 8 jam sehari.
e. Tidak merokok.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive random
sampling. Purposive sampling berarti pemilihan sekelompok subjek dengan
jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi (Soekitdjo Notoatmojo,1993). Mengambil sampel penelitian
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat tersebut sama dengan kriteria inklusi. Dalam
penelitian ini jumlah populasi sebanyak 241 karyawan. Dengan menggunakan
teknik purposive sampling didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 68 orang.
Selanjutnya digunakan Random sampling yaitu memilih subjek secara
acak. Teknik ini dilakukan jika jumlah subjek yang memenuhi syarat lebih dari
40
jumlah yang sudah ditentukan sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004). Adapun cara
yang digunakan dalam random sampling ini yaitu dengan cara undian, dengan
menuliskan Nomor Induk Karyawan (NIK) dalam selembar kertas kecil,
kemudian dimasukan dalam sebuah toples yang telah dilubangi lalu toples yang
berisi gulungan kertas kecil bertuliskan NIK dikocok-kocok untuk menentukan
sampel yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga dalam penelitian ini di
dapatkan 30 orang pekerja sebagai sampel. Diambil sampel 30 orang karena
peneliti terbentur keterbatasan biaya, waktu dan tenaga dalam penelitian sehingga
pengambilan sampel diambil batas minimal pengambilan sampel.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
stasiun kerja yang terdiri dari kursi kerja, meja kerja dan monitor.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
keluhan otot-otot skeletal.
c. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
41
Variabel pengganggu dalam penelitian, yaitu usia 25-56 th, jenis kelamin laki-
laki, tidak mempunyai riwayat keluhan otot skeletal, lama kerja 8 jam
perhari, tidak perokok.
F. Kerangka Variabel Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Variabel Penelitian
G. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
1. Stasiun kerja
Stasiun kerja adalah alat kerja yang digunakan dalam menyelesaikan
pekerjaan disuatu perkantoran atau instansi. Stasiun kerja yang digunakan di
kantor Adminitrasi Dokumen Building adalah kursi, meja dan seperangkat
Variabel bebas :
stasiun kerja
Variabel Penganggu
terkendali :
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Riwayat keluhan
4. Lama waktu kerja
5. Tidak merokok
6. Kesegaran jasmani
Variabel terikat :
Keluhan otot-otot skeletal
42
komputer. Penentuan ergonomi tidaknya stasiun kerja ditentukan dari
kesesuaian antara alat kerja, anthropometri dan sikap kerja duduk.
a. Alat kerja
1) Kursi kerja
Kursi kerja adalah tempat duduk tenaga kerja dalam menjalankan
pekerjaan sehari-hari dikantor. Kursi kerja yang digunakan oleh tenaga
kerja kemudian diukur dengan mengunakan meteran gulung.
Alat ukur : Meteran gulung
Satuan : cm
Data : ergonomi dan tidak ergonomi
Skala Pengukuran : Nominal
2) Meja kerja kantor
Meja kerja adalah meja yang digunakan oleh tenaga kerja di kantor
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Pengukuran meja kerja dilakukan dengan mengunakan meteran
gulung.
Alat ukur : Meteran gulung
Satuan : cm
Data : ergonomi dan tidak ergonomi
Skala Pengukuran : Nominal
43
3) Monitor
Monitor adalah bagian dari komputer yang merupakan fasilitas untuk
menjalankan pekerjaan di kantor Adminitrasi Dokumen Building.
Pengukuran monotor kantor dilakukan dengan mengunakan meteran
gulung untuk mendapatkan posisi monitor yang tepat.
Alat ukur : Meteran gulung
Satuan : cm
Data : ergonomi dan tidak ergonomi
Skala Pengukuran : Nominal
b. Anthropometri
Anthropometri merupakan suatu pengukuran sistematis terhadap tubuh
manusia terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh
manusia. Anthropometri yang diukur disini adalah anthropometri tenaga
kerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel
Cilegon.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah kriteria atau ciri-ciri biologis yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel
adalah laki-laki.
44
d. Umur
Umur adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun kelahiran
sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini
yang menjadi sampel adalah pekerja yang berumur 25-56 tahun.
e. Riwayat keluhan otot-otot skeletal
Riwayat keluhan otot-otot skeletal adalah catatan jenis keluhan yang
pernah dan sedang diderita oleh responden, khususnya keluhan yang
berhubungan dengan otot-otot skeletal. Dalam penelitian ini yang menjadi
sampel adalah pekerja yang tidak mempunyai riwayat keluhan otot-otot
skeletal.
f. Lama Waktu Kerja
Lama waktu kerja adalah waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk
bekerja di kantor selama sehari yaitu 8 jam.
g. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok adalah kebiasaan sampel merokok yang dapat
mepengaruhi timbulnya keluhan otot. Dalam penelitian ini sampel yang
digunakan adalah bukan perokok.
2. Keluhan otot-otot skeletal
Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen Building mulai
dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit pada saat penelitian dilakukan.
45
Alat ukur : Kuesioner Nordic body map
Satuan : 28-112 (Skor)
Skala pengukuran : Interval
Skoring pada kuesioner ini sebagai berikut :
Tidak sakit : 1 (apabila tidak ada rasa nyeri atau keluhan otot-otot
skeletal pada bagian tubuh tertentu).
Agak sakit : 2 (apabila timbul rasa nyeri atau keluhan otot-otot
skeletal pada bagian tubuh tertentu, tetapi gejala yang
timbul tidak terlalu parah dan masih dapat
menjalankan pekerjaan).
Sakit : 3 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-
otot skeletal pada bagian tubuh tertentu dan terasa
sakit untuk beraktifitas).
Sakit sekali : 4 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-
otot skeletal yang amat sangat sakit pada bagian
tubuh tertentu dan mengganggu dalam beraktifitas).
46
H. Desain Penelitian
Gambar 3.2 Bagan Desain Penelitian
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data
sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan
untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah:
Sampel
Purposive
sampling dan
Random
sampling
Kuesioner
Nordic
Body Map
Bekerja dengan sikap
kerja duduk pada stasiun
kerja yang tidak
ergonomis
Populasi
Setelah kerja
Kuesioner
Nordic
Body Map
Sebelum kerja
Skor
Skor
P
A
I
R
E
D
T
t
e
s
t
47
1. Anthropometer shet
Yaitu alat untuk mengukur dimensi tubuh manusia baik pada posisi duduk
maupun pada posisi berdiri.
Gambar 3.3 Anthropometer Shet
Cara Kerja:
a. Pasang stik A dengan stik bertanda huruf A dan B, tetapi pilih yang bertanda
A dengan A, B dengan B dan seterusnya.
48
b. Pasang jarum pengukur dengan cara memasukkannya pada lubang jarum
pengukur yang ada pada stik A dengan arah jarum ke dalam.
c. Ukur anthropometri sesuai norma ergonomi pengukuran anthropometri.
2. Meteran Gulung
Adalah alat untuk mengukur stasiun kerja yang berupa meja kerja, kursi kerja dan
monitor.
Gambar 3.4 meteran gulung
Cara Kerja:
a. Pencet penahan ukuran dan tahan untuk membebaskan gulungan meteran.
b. Setelah ukuran bisa digerakkan, pasang lis meteran yang ada pada ujung
meteran dan taruh pada tepi ujung stasiun kerja yang akan diukur lalu tarik
meteran kearah berlawanan.
c. Ukur bagian yang di ingikan, kemudian kunci dengan melepas penahan
gulungan meteran dan catat hasilnya.
49
3. Kuesioner
Berupa lembaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang dikirim pada responden yang
telah dipilih, dengan harapan akan dikembalikan.
4. Perlengkapan alat tulis
Untuk penulisan data yang diambil.
5. Kamera
Untuk pengambilan gambar stasiun kerja dan sikap kerja sebagai data penunjang.
J. Teknik Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Uji
Paired T-test dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0, dengan
Interpretasi hasil sebagai berikut :
a. Jika p value 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
b. Jika p value > 0,01 tetapi 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan. (Sugiyono,
2007).
50
BAB IV
HASIL
A. Gambaran Umum Kantor
Kantor Adminitrasi Dokumen Building adalah perkantoran yang
bergerak dalam bidang adminitrasi di PT krakatau Steel Cilegon. Tenaga kerja
kantor Adminitrasi Dokumen Building terdiri dari 188 tenaga kerja laki-laki
dan 53 tenaga kerja wanita yang terbagi dalam 10 divisi, yaitu divisi akuntansi
keuangan umum, divisi operasi pendanaan, divisi pengelolaan jasa dan utility,
divisi pemeriksaan komersial, divisi legal office, divisi pemeriksaan
operasional, divisi strategi pendanaan, divisi pembayaran import, divisi
asuransi dan bea import, divisi Adminitrasi pertanahan. Dalam melaksanakan
tugas kantor divisi yang telah terbagi diatas mempunyai jumlah tenaga kerja
yang berbeda-beda diantaranya :
1. Divisi Akuntasi keuangan umum : 32 orang
2. Divisi Operasi pendanaan : 22 orang
3. Divisi Pengelolaan jasa dan Utility : 28 orang
4. Divisi Pemeriksaan komersial : 21 orang
5. Divisi Legal office : 16 orang
6. Divisi Pemeriksaan operasional : 28 orang
7. Divisi Strategi pendanaan : 19 orang
8. Divisi Pembiayaan Import : 22 orang
51
9. Divisi Asuransi dan bea import : 25 orang
10. Divisi Adminitrasi pertanahan : 28 orang
B. Hasil Observasi Kantor
Hasil dari observasi yang telah dilakukan di kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon yang diambil dengan kamera
yaitu dokumentasi berupa foto stasiun kerja, sebagai berikut :
Gambar 4.1 Stasiun kerja duduk pada kantor Adminitrasi Dokumen Building
Keterangan :
1. Monitor
2. Meja kerja
3. Kursi kerja
Salah satu kursi kerja yang digunakan di kantor Adminitrasi
Dokumen Building dengan kondisi yang sudah rusak dan masih digunakan
1
3
2
52
oleh tenaga kerja, hal ini dapat menyebabkan timbulnya keluhan otot-otot
skeletal karena kondisi kursi kerja yang tidak ergonomis.
Gambar 4.2 Ketinggian Kursi Terlalu Pendek
Gambar 4.3 Posisi tungkai bawah ditekuk
Posisi kerja dengan tungkai bawah ditekuk karena ketinggian kursi yang
terlalu pendek, sehingga tenaga kerja menekuk tungkai bawahnya.
53
Gambar 4.4 Kursi dengan sandaran tangan tidak sesuai untuk pekerja
Adminitrasi Dokumen Building
Pemakaian kursi kerja duduk dengan sandaran tangan kurang
sesuai untuk jenis pekerjaan pada kantor Adminitrasi Dokumen Building,
karena sandaran tangan dapat mengaggu posisi siku pada meja kerja dalam
melakukan pekerjaannya.
C. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Hasil wawancara terhadap 30 sampel penelitian di bagian kantor
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon diperoleh
sebaran umur sebagai berikut :
Tabel 4.1 Identitas Umur Tenaga Kerja Laki-laki Kantor Adminitrasi
Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon.
UMUR (tahun)
Rata-rata 48,1
SD 5,2
Range 25-56
54
Untuk keterangan lebih lengkap mengenai identitas tenaga kerja
laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building dapat dilihat pada
lampiran 3.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)
37-41 5 16,67
42-46 6 20
47-51 9 30
52-56 10 33,33
Jumlah 30 100
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa rata-rata umur
subjek penelitian pada penelitian ini adalah 48,1 tahun dengan umur
minimal subjek penelitian adalah 37 tahun dan umur maksimal subjek
penelitian adalah 56 tahun. Standar deviasi umur subjek penelitian adalah
5,2. Berdasarkan hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test,
didapatkan data bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,877 yang berarti
data berdistribusi normal.
2. Jenis Kelamin
Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-
laki.
3. Riwayat Keluhan
Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini, tidak mempunyai
riwayat keluhan otot-otot skeletal
55
4. Tidak Merokok
Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini, tidak mempunyai
kebiasaan merokok.
D. Hasil pengukuran Anthropometri dan Stasiun Kerja
Hasil pengukuran postur tubuh tenaga kerja dengan menggunakan
anthropometer shet dengan satuan centimeter (cm). Hasil pengukurannya sebagai
berikut :
Tabel 4.3 Data Pengukuran Anthropometri Pekerja laki-laki kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT. Krakatau Steel dengan Menggunakan Alat
Anthropometer shet.
Barhu Bargul Panle
ng Panlengtas
Panlengwah
Panpa Giduk
Gitaduk
Gihuduk
Gikuduk
Gigulduk
Gitutduk
Pangkaiwah
Pangkaitas
Rata-
rata 41,7 32 66,4 33,3 44 161,6 83,7 122,6 56,8 23,4 16,7 49,5 40 51,9
SD 2,9 2,1 7 2,3 2,5 10,8 3,9 1,8 3,5 3,5 2,2 2,8 1,5 2,1
Persent
il 5% 36,9 28,5 54,9 29,5 39,9 143,8 77,3 119,7 51 17,6 13,1 44,9 37,5 48,4
Persent
il 50% 38,8 29,9 59,4 31 41,5 150,8 79,8 120,9 53,3 19,9 14,5 46,7 38,5 49,8
Persent
il 95% 46,5 35,5 77,9 37,1 48,1 179,4 90,1 125,5 62,6 29,2 20,3 54,1 42,5 55,4
Keterangan :
Barhu : Lebar Bahu
Bargul : Lebar Pinggul
Paleng : Panjang Lengan
Panlengtas : Panjang lengan Atas
Panlengwah : Panjang Lengan bawah
Panpa : Panjang Depa
56
Giduk : Tinggi Duduk
Gitaduk : Tinggi Mata Duduk
Gihuduk : Tinggi Bahu Duduk
Gikuduk : Tinggi Siku Duduk
Gigulduk : Tinggi Pinggul Duduk
Gitutduk : Tinggi Lutut Duduk
Pangkaiwah : Panjang Tungkai Bawah
Pangkaitas : Panjang Tungkai Atas
Untuk melihat data lebih lengkap mengenai pengukuran anthropometri pekerja
laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel dapat dilihat
pada lampiran 1.
Tabel 4.4 Data Pengukuran Stasiun kerja yang Digunakan Pekerja laki-laki kantor
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon.
Ting
gi
kurs
i
panjan
g alas
duduk
Lebar
alas
duduk
lebar
sandar
an
pungg
ung
Tinggi
sandar
an
pungg
ung
Tinggi
sandar
an
tangan
Teb
alal
as
dud
uk
Lebar
sandar
an
tangan
Tinggi
monito
r
Ting
gi
mej
a
Leb
ar
mej
a
Panja
ng
meja
Rata
-rata 49,1 45,2 47,2 47,1 51,5 16,7 7,4 4,8 111,5 73,5 67,3 122,1
SD
1,7 7,2 2,8 5,9 8,6 1 0,5 0 1,1 1,5 2,5 2,3
Pers
entil
5%
46,3 33,4 42,6 37,4 37,4 15,1 6,6 4,8 109,7 71 63,2 118,3
Persentil
50%
47,4 38 44,4 41,2 42,9 15,7 6,9 4,8 110,4 72 64,8 119,8
Persentil
95%
51,9 57 51,8 56,8 65,6 18,3 8,2 4,8 113,4 76 71,4 125,9
Untuk melihat data lebih lengkap mengenai pengukuran Stasiun kerja yang
digunakan pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau
Steel Cilegon, dapat dilihat pada lampiran 2.
57
E. Hasil Penghitungan Skor Keluhan otot-otot skeletal
Tabel 4.5 Perhitungan Total Skor Keluhan otot-otot skeletal Pekerja kantor
Adminitrasi Dokumen Building di PT. Krakatau Steel Cilegon.
Perhitungan Total Skor
Pre-test Post-test
Rata-rata 34,5 51,0
SD 3,6 6,3
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terjadi kenaikan rata-rata keluhan
otot-otot skeletal pada tenaga kerja laki-laki perkantoran Adminitrasi Dokumen
Building PT. Krakatau Steel dalam melakukan aktivitas kerja. Hal ini dapat
diketahui berdasarkan rata-rata dari total skor tingkat keluhan yang diberikan
kepada 30 sampel yang menunjukkan adanya peningkatan skor dari 34,5 menjadi
51,0. Untuk mengetahui data lebih lengkap mengenai hasil skor keluhan otot-otot
skeletal pada pekerja laki-laki kantor Adminitrasi Dokumen Building dapat dilihat
pada lampiran 5.
58
F. Hasil Prosentase Keluhan pada masing-masing Bagian Otot-otot Skeletal
Tabel 4.6. Prosentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot Skeletal
Pekerja laki-laki kantor ADB PT. Krakatau Steel Cilegon.
Hasil prosentase keluhan otot-otot skeletal lebih dari 50% :
1. Keluhan sakit pada pinggang : 86,6 %
2. Keluhan sakit di punggung : 83,3 %
3. Keluhan sakit pada tangan kanan : 80,0 %
4. Keluhan sakit kaku leher bagian atas : 76,6 %
5. Keluhan sakit pada lengan bawah kanan : 70,0 %
6. Keluhan sakit kaku leher bagian bawah : 70,0 %
No JENIS KELUHAN N Jumlah Prosentase
1 Sakit kaku leher bagian atas 30 23 76,6%
2 Sakit kaku leher bagian bawah 30 21 70,0%
3 Sakit pada bahu kiri 30 9 30,0%
4 Sakit pada bahu kanan 30 10 33,3%
5 Sakit pada lengan atas kiri 30 7 23,3%
6 Sakit di punggung 30 25 83,3%
7 Sakit pada lengan atas kanan 30 10 33,3%
8 Sakit pada pinggang 30 26 86,6%
9 Sakit pada bokong 30 16 53,3%
10 Sakit pada pantat 30 14 46,6%
11 Sakit pada siku kiri 30 10 33,3%
12 Sakit pada siku kanan 30 10 33,3%
13 Sakit pada lengan bawah kiri 30 8 26,6%
14 Sakit pada lengan bawah kanan 30 21 70,0%
15 Sakit pada pergelangan tangan kiri 30 14 46,6%
16 Sakit pada pergelangan tangan kanan 30 20 66,6%
17 Sakit pada tangan kiri 30 19 63,3%
18 Sakit pada tangan kanan 30 24 80,0%
19 Sakit pada paha kiri 30 10 33,3%
20 Sakit pada paha kanan 30 9 30,0%
21 Sakit pada lutut kiri 30 10 33,3%
22 Sakit pada lutut kanan 30 9 30,0%
23 Sakit pada betis kiri 30 10 33,3%
24 Sakit pada betis kanan 30 8 26,6%
25 Sakit pada pergelangan kaki kiri 30 14 46,6%
26 Sakit pada pergelangan kaki kanan 30 14 46,6%
27 Sakit pada kaki kiri 30 11 36,6%
28 Sakit pada kaka kanan 30 10 33,3%
59
7. Keluhan sakit pada pergelangan tangan kanan : 66,6 %
8. Keluhan sakit pada tangan kiri : 63,3 %
9. Keluhan sakit bokong : 53,3 %
G. Hasil Analisa Keluhan otot-otot skeletal
Tabel 4.7 uji paired t-test
Keluahan otot-
otot skeletal
rata-rata SD perbedaan Sigfikan
Sebelum bekerja 34,5 3,6 16,5 0.000
Sesudah bekerja 51,0 6,3 16,5 0.000
Berdasarkan hasil uji paired t-test didapat rata-rata keluhan otot-
otot skeletal sebelum bekerja 34,5 dan keluhan otot-otot skeletal sesudah bekerja
51,0, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh penggunaan stasiun kerja tidak
ergonomis dengan timbulnya keluhan otot-otot skeletal. Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 7.
60
BAB V
PEMBAHASAN
A. Anthropometri, Kursi Kerja, Meja Kerja, Monitor, dan Sikap Kerja
Duduk
Berdasarkan data ukuran tubuh tenaga kerja dan ukuran stasiun
kerja (kursi, meja kerja dan monitor yang dipakai dalam bekerja) dapat dianalisa
ada atau tidaknya kesesuaian antara stasiun kerja dengan tenaga kerja serta
persentil yang digunakan dalam perancangan desain.
Perancangan kursi kerja, meja kerja dan posisi monitor mempunyai
kriteria, kriteria tersebut adalah pekerja dengan sikap duduk mendapatkan
kedudukan yang mantap dan memberikan relaksasi otot-otot yang tidak dipakai
untuk bekerja dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang
mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tersebut. Analisa ukuran kursi
kerja, meja kerja dan monitor dengan ukuran tubuh tenaga kerja :
a. Kursi kerja
1) Tinggi Tempat Duduk
Tinggi tempat duduk harus lebih pendek dari panjang tekuk lutut
sampai dengan telapak kaki (lebih pendek dari panjang tungkai bawah).
Pada tinggi tempat duduk menggunakan 5 persentil, artinya 5% dari
populasi berada sama atau lebih rendah dari 5 persentil. Persentil 5%
61
pada tinggi tempat duduk yaitu 46,3 cm dan untuk panjang tungkai
bawah diambil persentil 5% yaitu 37,5 cm.
Dengan demikian tinggi tempat duduk lebih tinggi dari panjang
tungkai bawah (46,3 cm > 37,5 cm) sehingga dapat dikatakan bahwa
tinggi tempat duduk yang digunakan pada tenaga kerja laki-laki di kantor
Adminitrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon, dikatakan
tidak ergonomis. Untuk memperoleh tinggi kursi yang sesuai, maka
diambil ukuran panjang tungkai bawah persentil 5 dan persentil 95,
didapatkan hasil angka untuk persentil 5 = 37,5cm dan untuk persentil
95 = 42,5cm, jadi range untuk tinggi kursi yang sesuai dengan
anthropometri tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen building adalah
37,5-42,5cm.
2) Panjang Alas Duduk
Panjang alas duduk harus lebih pendek dari lekuk lutut sampai
dengan garis punggung (panjang tungkai atas). Hasil pengukuran
panjang alas duduk persenti 5 adalah 33,4 cm dan untuk panjang tungkai
atas menggunakan persentil 5 yaitu 48,4 cm. Dengan demikian panjang
alas duduk lebih pendek dari panjang tungkai atas (33,4 cm < 48,4 cm),
maka panjang alas duduk dikatakan ergonomis karena ukuran panjang
alas kursi lebih pendek dari panjang tungkai atas, sehingga kaki tenaga
kerja tidak ada yang mengantung karena panjang alas kursi sudah sesuai
dengan anthropometri tenaga kerja, yaitu 33,4 cm.
62
3) Lebar alas Duduk
Lebar alas duduk harus lebih lebar dari lebar pinggul. Lebar alas
duduk diambil ukuran persentil 5 yaitu 42,6 cm. Sedangkan lebar
pinggul menggunakan persentil 95% agar kursi dapat digunakan orang
terbesar. Lebar pinggul tenaga kerja dengan persentil 95% adalah 35,5
cm. Sehingga lebar alas duduk dapat dikatakan ergonomis karena lebar
alas duduk lebih lebar dari lebar pinggul. Dengan demikian kursi dapat
menopang seluruh bagian pantat, hal ini dapat menjadikan kenyamanan
tenaga kerja dalam bekerja. Ukuran alas duduk ergonomi 42,6 cm.
4) Sandaran Punggung
Sandaran punggung ini penting untuk menahan beban punggung
ke arah belakang sehingga dapat mengurangi keluhan di bagian
punggung dan pinggang. Disarankan dapat menopang seluruh bagian
punggung. Tinggi sandaran punggung kursi kantor ADB untuk persentil
5 adalah 37,4cm, sedangkan tinggi bahu dengan persentil 95 adalah 62,6
cm, sehingga sandaran punggung dikatakan tidak ergonomis karena
sandaran punggung tidak dapat menopang seluruh bagian punggung
tenaga kerja kantor ADB. Ukuran sandaran punggung ergonomi 62,6
cm.
b. Meja Kerja
1) Tinggi Meja kerja
Tinggi meja kerja diukur dari lantai sampai dengan permukaan atas
meja. Tinggi meja kantor Adminitrasi Dokumen Building untuk persentil
63
5 adalah 71 cm. Tinggi meja kerja disesuaikan dengan tinggi lutut duduk
persentil 5 + tinggi siku duduk persentil 5, yaitu 44,9 cm+17,6 cm = 62,5
cm, sehingga tinggi meja kerja di kantor Adminitrasi Dokumen Building
dikatakan tidak ergonomi, karena tinggi meja kerja terlalu tinggi untuk
dijangkau anthropometri dengan persentil 5.
2) Panjang Meja kerja
Panjang meja kerja harus lebih pendek dari panjang depa persentil 5.
Panjang meja kerja persentil 5 di kantor Adminitrasi Dokumen Building,
yaitu 118,3 cm. Panjang depa tenaga kerja kantor Adminitrasi Dokumen
Building untuk persentil 5 adalah 143,8 cm. Hasil pengukuran panjang
meja tersebut bisa dikatakan ergonomis, karena seluruh tenaga kerja
dapat menjangkau panjang meja kerja. Ukuran panjang meja ergonomi
143,8 cm.
3) Lebar Meja Kerja
Lebar meja kerja diukur pada garis tengah meja karja melintang. Lebar
meja kerja persentil 5 adalah 63,2 cm. Lebar meja harus disesuaikan
dengan panjang jangkauan tangan. Meja kerja kantor ADB dikatakan
ergonomis menurut perbandingan antara panjang jangkauan tangan,
karena lebar meja komputer diproduksi oleh suatu perusahaan meja
komputer dan telah disesuaikan dengan panjang jangkauan tangan tenaga
kerja indonesia.
64
c. Monitor
Terkait dengan ergonomi kerja komputer mengenai monitor disini yang
dibahas hanya tinggi monitor. Tinggi monitor diusahakan sejajar dengan
tinggi mata. Tinggi monitor komputer rata-rata kantor ADB adalah 111,5 cm
diukur dari permukaan lantai sampai permukaan atas cassing monitor,
sedangkan tinggi mata rata-rata tenaga kerja kantor ADB adalah 122,6 cm.
Tinggi monitor tidak dapat dikatakan ergonomis atau tidak, karena tinggi
monitor dapat disesuaikan sewaktu-waktu dengan menekan cassing kebawah
ataupun mengangkat cassing keatas, sehingga ditemukan tinggi monitor
yang sesuai, namun menurut hasil pengukuran tinggi monitor yang ada di
kantor ADB tidak ergonomis, karena tinggi monitor tidak sejajar dengan
tinggi mata. Ukuran tinggi monitor ergonomi 122,6 cm.
Untuk kenyamanan, atur monitor sehingga mata anda sama tingginya
dengan tepi atas layar, sekitar 5-6cm dibawah bagian atas casing monitor.
Monitor yang terlalu rendah akan menyebabkan mata, leher dan pundak
nyeri. Oleh karena itu pemakai seharusnya mempertimbangkan untuk
melakukan penyesuaian terhadap posisi monitornya. (Mashud, 2008).
Stasiun kerja yang ada di kantor Adminitrasi Dokumen Building
sebagian besar tidak ergonomi, hal ini dapat dilihat dari ukuran-ukuran alat
kerja yang kurang sesuai dengan anthropometri tenaga kerja.
d. Sikap kerja duduk
Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan
bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya,
65
duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C.
Setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin.
Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan
(sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah
dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan
penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga
agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang
sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan
pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Eko Nurmianto, 2008 : 114).
B. Keluhan Otot-otot Skeletal
Keluhan otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon.
Bagian otot-otot skeletal yang prosentasenya di atas 80% adalah
bagian punggung dan bagian pinggang ini disebabkan karena posisi duduk
yang salah karena kursi terlalu tinggi, sehingga menyebabkan otot-otot
pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak disekitarnya
sehingga apabila hal ini tidak segera mendapatkan perhatian secara serius akan
dapat menyebabkan timbulnya sakit pinggang secara permanen (Diana
Samara, 2005).
66
Peringkat keluhan kedua sebesar 70 % dan 76,6 % dari keluhan
otot-otot skeletal adalah keluhan pada bagian leher atas, bawah dan keluhan
pada lengan bawah kanan. Keluhan tersebut timbul karena posisi monitor yang
kurang tepat atau terlalu rendah, sehingga tenaga kerja merasa tegang di
bagian leher, sedangkan keluhan pada lengan bawah kanan ditimbulkan dari
posisi tinggi meja kerja yang terlalu tinggi, sehingga lengan tangan terlalu
dipaksakan dalam bekerja.
Peringkat keluhan ketiga sebesar 63,3 % dan 66,6 % adalah
keluhan pada pergelangan tangan kanan dan sakit pada tangan kiri, ini
disebabkan karena tinggi meja kerja yang terlalu tinggi sehingga posisi tangan
terlalu dipaksakan dalam bekerja. Posisi kerja yang dipaksakan dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan timbulnya keluhan otot-otot skeletal.
Peringkat keluhan otot skeletal keempat sebesar 53 % adalah
keluhan pada bokong, hal ini disebabkan karena tenaga kerja di kantor
Adminitrasi Dokumen Building dalam bekerja dengan posisi duduk yang
terlalu lama, yaitu 8 jam dalam sehari.
Penelitian serupa dilakukan oleh Purwanti, Dwi. 2008. Dengan
judul “Hubungan Antara Ergonomi Kerja Terhadap Timbulnya Gangguan
Kesehatan Akibat Kerja Pada Pekerja Di PG KREMBOONG Sidoarjo”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ergonomi kerja terhadap
timbulnya gangguan kesehatan akibat kerja pada pekerja PG KREMBOONG.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
ergonomic kerja terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat kerja dengan
67
nilai R sebesar 0,608.Gangguan kesehatan akibat kerja berupa: nyeri
pinggang, nyeri lutut, pusing.
Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Aji Wiro Pratomo
(2006) dalam judul “Hubungan Antara Kursi Kerja dengan Timbulnya
Keluhan Nyeri Pinggang Pada Pekerja Tenun Kain Sarung Di JAVA ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) Desa Kebunan Kecamatan Taman Kabupaten
Pemalang” dengan hasil analisis uji statistik didapatkan p untuk hubungan
antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja
tenun kain sarung sebesar 0.02 artinya ada hubungan antara kursi kerja dengan
timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung.
C. Hasil Analisa Pengaruh Sikap Kerja Duduk pada Stasiun Kerja yang
Tidak Ergonomis Terhadap Keluhan Otot-otot Skeletal
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji paired t-test yang
dibantu dengan program SPSS 16.0 diperoleh hasil nilai signifikan 0,000. Dari
hasil output dapat dibaca bahwa dari total skor tingkat keluhan yang diberikan
kepada 30 sampel yang menunjukkan adanya peningkatan skor dari 34,5
menjadi 51,0 atau peningkatan keluhan otot-otot skeletal sebesar 16,5.
Berdasarkan harga signifikan (p), dimana nilai p= 0,000, dimana nilai tersebut
(p < 0,01), maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh sikap kerja duduk pada
stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pada pekerja laki-laki pada
kantor Adminitrasi Dokumen Building, karena ada beda rata-rata antara nilai
sebelum bekerja dengan setelah bekerja dan hasil uji dinyatakan sangat
68
signifikan. Nilai t dalam uji Paired T-Test adalah -10,744. Harga negatif (-)
menunjukkan keluhan otot-otot skeletal sebelum bekerja lebih kecil dari
keluhan otot-otot skeletal setelah bekerja.
69
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji paired t-test yang
dibantu dengan program SPSS 16.0 diperoleh hasil nilai signifikan 0,000.
Nilai t dalam uji Paired T-Test adalah -10,744. Harga negatif (-)
menunjukkan keluhan otot-otot skeletal sebelum bekerja lebih kecil dari
keluhan otot-otot skeletal setelah bekerja.
2. Dari hasil prosentase keluhan otot-otot skeletal lebih dari 50% :
a. Keluhan sakit pada pinggang : 86,6 %
b. Keluhan sakit di punggung : 83,3 %
c. Keluhan sakit pada tangan kanan : 80,0 %
d. Keluhan sakit kaku leher bagian atas : 76,6 %
e. Keluhan sakit pada lengan bawah kanan : 70,0 %
f. Keluhan sakit kaku leher bagian bawah : 70,0 %
g. Keluhan sakit pada pergelangan tangan kanan : 66,6 %
h. Keluhan sakit pada tangan kiri : 63,3 %
i. Keluhan sakit bokong : 53,3 %
3. Kursi kerja yang ada pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT.
Krakatau Steel Cilegon sebagian besar ketinggian kursinya terlalu pendek
dan banyak kursi yang sudah rusak.
70
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan
hasil signifikan, ini menunjukan bahwa keluhan otot-otot skeletal
dipengaruhi oleh stasiun kerja yang digunakan pada kantor Adminitrasi
Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilego.
2. Berdasarkan hasil prosentase keluhan otot-otot skeletal terdapat banyak
keluhan otot skeletal di atas 50%, ini diakibatkan penggunaan kursi kerja
yang tidak ergonomis, sehingga kursi kerja mempengaruhi keergonomisan
stasiun kerja yang lain, seperti meja kerja dan monitor kerja. Ketidak
ergonomisan tersebut yang kemudian menimbulkan keluhan otot-otot
skeletal pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building PT.
Krakatau Steel Cilegon.
3. Berdasarkan penelitian terlihat bahwa tenaga kerja menggunakan kursi
kerja yang tidak ergonomis dengan ketinggian kursi yang terlalu pendek
yang menyebabkan keluhan otot-otot skeletal, oleh karena itu hendaknya
pihak perusahaan memperhatikan stasiun kerja yang memadai bagi tenaga
kerja. Ukuran kursi yang disarankan berdasarkan ukuran kursi kerja dan
anthropometri tubuh tenaga kerja :
a. Tinggi Tempat Duduk : 37,5-42,5 cm
b. Panjang Alas Duduk : 48,4 cm
72
Daftar Pustaka
Adjeng, http://kenalitubuhkita.blogspot.com/2008/09/otot-muscles.html
diakses pada tanggal 25 september 2008.
Anonim. Occupational Safety Health Administration (OSHA), ”Personal
Computer Work Station Ergonomic Chairs”.
Awalina Nugraheni. 1999. Kelelahan Otot Dalam Kaitannya Dengan
Penerapan Ergonomic Dibagian Stripping Unit Offset, Kudus : PT
Bura Barutama.
Bilcyber, www.SmokingCard.info 2008 Redesign by online-kios.com.html
diakses pada tanggal 5 juli 2008.
Diana Samara. 2003. Duduk Lama Dapat menyebabkan Nyeri Pinggang.
www.kompas.com. (14 Februari 2010).
Eko Nurmianto. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya:
Guna Widya. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. 2008.
Handoko Riwidikdo. 2008. Program Statistik Kesehatan SPSS, Yogyakarta :
Mitra Cendikia Press.
Hari Purnomo. 2003. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Liliana, Suharyo Widagdo, Ahmad Abtokhi, 2007. Pertimbangan
Antropometri Pada Pendisainan. Seminar Nasional III SDM
Teknologi Nuklir. Yogyakarta, 21-22 November.
Mashud. 2008. Komputer Ergonomi dan Kesehatan Kerja. http. www. file://
net/Official/MGMP TIK SMA DKI Jakarta. Htm Diakses pada tanggal
24 april 2009.
73
Santoso Gempur. 2004. Analisis Ergonomis Kelayakan Pabrik, Jakarta:
Perpustakaan Nasional katalog dalam terbitan.
Soekidjo Notoatmojo. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: CV
Rineka Cipta.
Sritomo Wignjosoebroto. 1995. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Teknik
Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna
Widya. Edisi Pertama. Cetakan Keempat. 2008.
Suhardi Bambang. 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri,
jilid 2. Jakarta : Direktorat Pembinaan SMK.
Sugeng Budiono. 2002. Bunga Rampai HIPERKES dan KK Edisi Ke 2.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, p:68.
Sutalaksana, Iftikar. 2000. Duduk, Berdiri dan Ketenagakerjaan Indonesia .
Surabaya: Proceedings Seminar Nasional Ergonomi, Jurusan TI – ITS
Sutrisno Hadi. 2004. Statistik 2 Yogyakarta: Andi Offset.
Sumadi Suryabrata. 1989. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV Rajawali.
Suma’mur. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, CV Haji Mas Agung,
Jakarta.
Suma’mur. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung.
Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.