PENGARUH PEMBERIAN SARI KUNYIT KUNING (Curcuma longa ...
-
Upload
truongkiet -
Category
Documents
-
view
224 -
download
2
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN SARI KUNYIT KUNING (Curcuma longa ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
PENGARUH PEMBERIAN SARI KUNYIT KUNING (Curcuma longa)
TERHADAP KERUSAKAN SEL HEPAR MENCIT YANG DIINDUKSI
PARASETAMOL
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Kedokteran
Disusun Oleh:
Nunung Perwitasari
G0006130
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 2010
Nunung Perwitasari NIM.G0006130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
ABSTRAK
Nunung Perwitasari, G0006130, 2010, Pengaruh Pemberian Sari Kunyit Kuning (Curcuma longa) terhadap Kerusakan Sel Hepar Mencit yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sari kunyit kuning terhadap kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol dan pengaruh peningkatan dosis sari kunyit kuning terhadap efek proteksinya.
Metode penelitian. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only controlled group design. Sampel berupa mencit jantan galur Swiss webster berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr. Sampel sebanyak 28 ekor dibagi dalam 4 kelompok, masing – masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Kelompok kontrol negatif, K(-), mencit hanya diberi aquades. Kelompok kontrol positif, K(+), mencit diberi aquades selama 14 hari berturut – turut dan parasetamol pada hari ke-12, 13, dan 14. Kelompok perlakuan 1, PI, mencit diberi sari kunyit kuning peroral dosis I selama 14 hari berturut-turut, hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol. Kelompok perlakuan 2, PII, mencit diberi sari kunyit kuning peroral dosis II selama 14 hari berturut-turut, hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol. Hari ke-15, mencit dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis kemudian organ hepar kanan diambil untuk selanjutnya dibuat preparat histologi dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Gambaran histologis hepar diamati dan dinilai berdasarkan kerusakan histologis yang berupa inti pyknosis, karyorrhexis dan karyolysis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One –Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparasions (LSD) (α = 0,05).
Hasil penelitian. Hasil uji Post Hoc Multiple Comparasions (LSD) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok K(-) – K(+), K(-) – PII, K(+) – PI, K(+) – PII, PI–PII dan menunjukan adanya perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok K(-) – PI.
Simpulan penelitian. Sari kunyit kuning dapat mengurangi kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol tetapi pada peningkatan dosis sari kunyit kuning yang melebihi dosis tertentu tidak meningkatkan efek proteksinya terhadap kerusakan sel hepar mencit.
Kata kunci : sari kunyit kuning, parasetamol, kerusakan sel hepar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRACT
Nunung Perwitasari, G0006130, 2010, The Influence of Turmeric Extract (Curcuma longa) on Liver Cell Damage Induced by Parasetamol on Mice. Script. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Objective: The objective is to determine the influence of turmeric extract on liver cell damage induced by parasetamol on mice and the increase of turmeric extract dose can also increase protection effect.
Methods : It was a laboratory experimental research. The samples were twenty eight male mice, Swiss Webster type, 2-3 months old and ± 20 g of each weight. The samples were divided into 4 groups, each group has seven mice. Mice for control negative group, K(-), were only given aquades. Mice for control positive group, K(+), were given aquades and paracetamol on day 12, 13, and 14. The first treatment group, PI, were given turmeric dose I and paracetamol on day 12, 13, and 14. The second treatment group, PII, were given turmeric dose II and paracetamol on day 12, 13, and 14. On day 15th , all of them were sacrificed with neck dislocation method. After that, we made preparation from the liver. The preparation was stained with Hematoksilin Eosin ( HE ). The preparation was observed based on the liver histologycal damage ( Pyknosis, karyorrexis and karyolysis ). The data were analized One –Way ANOVA Test (α = 0,05), and continued with Post Hoc Multiple Comparasions Test (LSD) (α = 0,05).
Result : The result of Post Hoc Multiple Comparasions (LSD) test showed that there was a significant difference between K(-) – K(+), K(-) – PII, K(+) – PI, K(+) – PII, PI–PII, but there was not significant difference between group K(-) – PI.
Conclusion : According to this research, we concluded that the administration of turmeric extract was able to reduce the liver cell damage of mice, but the increasing of turmeric dose (dose II) was not followed by the increasing of protection effect on the liver cell damage induced by parasetamol on mice.
Keywords : turmeric extract, paracetamol, liver cell damage
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan atas segala kasih karunia, berkat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Pemberian Sari Kunyit Kuning (Curcuma longa) terhadap Kerusakan Sel Hepar Mencit yang Diinduksi Parasetamol “. Penulisan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporan ini. Maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini.
2. Muthmainah, dr., MKes., selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan nasehat bagi penulis.
3. Kusmadewi Eka, dr., selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran dan nasehat bagi penulis.
4. Suyatmi, dr., MBiomed Sci., selaku penguji utama yang telah memberikan saran dan nasehat untuk melengkapi kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Anik Lestari, dr., MKes., selaku penguji pendamping yang telah memberikan saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini
6. Seluruh Dosen dan Staf Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak, Ibu, dan kedua adikku atas segala doa, semangat dan cinta kasih yang telah kalian berikan.
9. Rekan-rekan dalam penelitian ini Rossy, Marisa, dan Winulang. 10. Teman-teman yang telah mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. 11. Yakobus Dani yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat. 12. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua.
Surakarta, 2010
Nunung Perwitasari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI.............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 3
C. Tujuan Penelitian................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian.............................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka................................................................ 5
B. Kerangka Pemikiran........................................................... 15
C. Hipotesis............................................................................ 16
BABIII METODE PENELITIAN............................................................ 17
A. Jenis Penelitian............................................................. 17
B. Subjek Penelitian.......................................................... 17
C. Teknik Sampling........................................................... 18
D. Desain Penelitian........................................................... 18
E. Alat dan Bahan Penelitian ............................................ 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
F. Identifikasi Variabel ..................................................... 21
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ..................... 22
H. Cara Kerja...................................................................... 24
I. Teknik Analisis Data...................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................ 32
A. Data Hasil Penelitian...................................................... 32
B. Analisis Data.................................................................. 33
BAB V PEMBAHASAN...................................................................... 37
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN................................................... 43
A. Simpulan ....................................................................... 43
B. Saran.............................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 45
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rerata Jumlah Kerusakan Sel Hepar Mencit yang Diinduksi
Parasetamol pada Masing-Masing Kelompok
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Tabel 3. Nilai Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Tabel 4. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian secara Oral
Tabel 5. Hasil Pengamatan Mikroskopis Kerusakan Histologis Sel Hepar pada
Kelompok Kontrol Negatif
Tabel 6. Hasil Pengamatan Mikroskopis Kerusakan Histologis Sel Hepar pada
Kelompok Kontrol Positif
Tabel 7. Hasil Pengamatan Mikroskopis Kerusakan Histologis Sel Hepar pada
Kelompok Perlakuan 1
Tabel 8. Hasil Pengamatan Mikroskopis Kerusakan Histologis Sel Hepar pada
Kelompok Perlakuan 2
Tabel 9. Hasil Tes Normalitas Distribusi Data Empat Kelompok
Tabel 10. Distribusi Data Secara Deskriptif
Tabel 11. Hasil Uji Homogeneity of Variances Sebelum Data Mengalami
Transformasi
Tabel 12. Hasil Uji Homogeneity of Variances Setelah Data Mengalami
Transformasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
Tabel 13. Hasil Uji Oneway ANOVA
Tabel 14. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Foto Mikroskopis Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Mencit
Kelompok Kontrol Negatif, K(-), Pengecatan HE ; Perbesaran 268x
Gambar 2. Foto Mikroskopis Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Mencit
Kelompok Kontrol Positif, K(+), Pengecatan HE ; Perbesaran 268x
Gambar 3. Foto Mikroskopis Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Mencit
Kelompok Perlakuan 1, PI, Pengecatan HE ; Perbesaran 268x
Gambar 4. Foto Mikroskopis Zona Sentrolobuler Lobulus Hepar Mencit
Kelompok Perlakuan 2, PII, Pengecatan HE ; Perbesaran 268x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Lampiran 2. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral
Lampiran 3. Hasil Pengamatan pada Kelompok Kontrol Negatif, K (-)
Lampiran 4. Hasil Pengamatan pada Kelompok Kontrol Positif, K (+)
Lampiran 5. Hasil Pengamatan pada Kelompok Perlakuan 1, P I
Lampiran 6. Hasil Pengamatan pada Kelompok Perlakuan 2, P II
Lampiran 7. Hasil Tes Normalitas Distribusi Data Empat Kelompok dan Distribusi
Data Secara Deskriptif
Lampiran 8. Hasil Uji Homogeneity of Variances
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Oneway ANOVA Jumlah Kerusakan Sel Hepar
Mencit
Lampiran 10. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD
Lampiran 11. Foto Preparat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kunyit kuning atau Curcuma longa, familia Zingiberaceae, merupakan
tanaman yang tumbuh di daerah tropik maupun subtropik di dunia, dan
dibudidayakan di negara-negara Asia, terutama: India, Cina, Malaysia dan
Indonesia. Tanaman tersebut secara tradisional digunakan sebagai bumbu
masakan, pewarna maupun obat (Firstya, 2007).
Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah zat
warna kurkuminoid (kurkumin, desmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin), minyak atsiri, protein, fosfor, kalium, besi, vitamin C.
Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen
terbesar (Anand et al., 2008). Kadar total kurkuminoid sering dihitung sebagai
persentase kurkumin dan karena alasan tersebut beberapa penelitian baik fitokimia
maupun farmakologi lebih menekankan pada kurkumin (Sumiati dan Adyana,
2004).
Kurkumin [1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-3,5-
dion] merupakan bahan alami yang terdapat di berbagai spesies Curcuma.
Kurkumin merupakan komponen penting dari Curcuma longa yang memberikan
warna kuning yang khas. Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol
(Antony et al., 2008). Polifenol merupakan senyawa yang bersifat antioksidan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pada ekstrak mentah rimpang kunyit kuning terkandung 70-76% kurkumin, sekitar
16% desmetoksikurkumin dan sekitar 8% bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya
sering disebut sebagai kurkuminoid. Penelitian yang luas pada kurkumin telah
menunjukkan spektrum efek terapi yang luas, seperti antioksidan, antiinflamasi,
antibakteria, antivirus, anti jamur, anti tumor, antispasmodik, dan hepatoproteksi
(Kohli et al., 2004).
Hepar (hati) adalah organ utama dari metabolisme obat, selain organ
seperti saluran cerna, paru, kulit, dan ginjal (Katzung, 2002). Oleh karena fungsi
hepar sebagai organ utama dari metabolisme obat, hepar rentan/ sangat mudah
mengalami kerusakan jika obat tidak dikonsumsi sesuai aturan. Jika obat
dikonsumsi tidak sesuai aturan maka obat tersebut dapat menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan pada hepar seperti pada penggunaan parasetamol
yang salah, dalam dosis tinggi, dan waktu yang lama dapat menimbulkan efek
hepatotoksisitas yang merusak sel-sel hepar (Sheen et al., 2002). Parasetamol
merupakan analgesik antipiretik yang dapat dibeli bebas oleh masyarakat tanpa
resep dokter. Hal ini memungkinkan untuk terjadinya penggunaan parasetamol
dengan dosis dan lama yang berlebihan (Wallace, 2004). Penggunaan parasetamol
dengan dosis dan lama yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan hepar.
Parasetamol dapat menimbulkan kerusakan melalui metabolit N-asetil-p-
benzoquinonimin (NAPQI) yang dapat bertindak sebagai radikal bebas (James et
al., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Kunyit kuning merupakan tumbuhan yang mudah ditemukan di
Indonesia dan memiliki efek antioksidan, sedangkan parasetamol dosis yang
berlebihan dapat menimbulkan radikal bebas yang dapat merusak hepar.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin membuktikan apakah pemberian sari
kunyit kuning dapat mengurangi kerusakan histologis hepar mencit yang diinduksi
parasetamol.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah pemberian sari kunyit kuning secara peroral dapat mengurangi
kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol?
2. Apakah peningkatan dosis sari kunyit kuning dapat meningkatkan efek
proteksi terhadap kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengaruh pemberian sari kunyit kuning dalam mengurangi kerusakan sel
hepar mencit yang diinduksi parasetamol.
2. Pengaruh peningkatan dosis sari kunyit kuning dalam meningkatkan efek
proteksinya terhadap kerusakan sel hepar yang diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik:
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengaruh pemberian sari kunyit kuning (Curcuma longa) dalam
mengurangi kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian lebih lanjut, misalnya penelitian dengan menggunakan
parameter selain histologi, misalnya mengukur kadar SGOT dan SGPT
atau ditinjau dari segi biomolekuler dengan marker glutathione.
2. Manfaat Aplikatif:
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat untuk menggunakan sari kunyit kuning (Curcuma longa) sebagai
obat alternatif untuk mencegah kerusakan hepar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kunyit Kuning (Curcuma longa)
Kunyit kuning termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli
dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke
daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika (Firstya, 2007).
Kunyit kuning adalah tanaman rimpang yang biasa digunakan untuk
pengobatan tradisional. Tanaman ini tumbuh pada daerah yang bersuhu sekitar
20-300 Celsius, banyak terdapat di kawasan Asia. Batang kunyit kuning dapat
tumbuh sampai satu meter, dengan bunga berbentuk terompet berwarna
kuning pucat. Kunyit kuning berkembang biak melalui rhizome. Rimpang
kunyit berwarna kuning dan memiliki aroma yang khas karena kandungan
kurkumin dan memiliki rasa pahit. Ada sekitar 80-120 spesies dari genus
curcuma tapi baru 80 spesies yang teridentifikasi dengan baik (Erlich, 2007).
Klasifikasi kunyit kuning sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma longa
(Rahmat, 1994)
Beberapa kandungan kimia dari kunyit tediri atas (Sumiati dan
Adyana, 2004) :
a. Zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid
3-4% yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin
dan bisdesmetoksikurkumin (Antony et al., 2008).
b. Minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana
turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon
kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen,
humulen.
c. Protein
d. Fosfor
e. Kalium
f. Besi
g. Vitamin C
Kurkumin [1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-3,5-
dion] merupakan komponen penting dari Curcuma longa yang memberikan
warna kuning yang khas. Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Pada ekstrak mentah rimpang kunyit kuning terkandung 70-76% kurkumin,
sekitar 16% desmetoksikurkumin dan sekitar 8% bisdesmetoksikurkumin,
yang ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid (Araujo dan Leon, 2001).
Kurkumin adalah senyawa yang tidak larut air dingin (Science Lab, 2008).
Penelitian yang luas pada kurkumin telah menunjukkan spektrum
efek terapi yang luas. Sebagai antioksidan daya kerja kurkumin lebih kuat
daripada tokopherol, hal ini ditunjukkan dalam Antony (2008). Aktivitas
kurkumin sebagai antioksidan lebih kuat daripada dehidrozingeron, analog
kurkumin yang didapatkan dari isolat Zingiber officinale (Agung, 2006).
Aktivitas antioksidan kurkumin melalui pemberian infus lebih kuat daripada
pemberian perasan (Dyatmiko, 2005). Kurkumin juga memiliki efek lainnya
seperti antiinflamasi, antibakteria, antivirus, antijamur, antitumor,
antispasmodik dan hepatoproteksi (Kohli et al., 2004). Sebagai antiinflamasi
kurkumin telah menunjukkan penghambatan metabolisme asam arakidonat,
silkooksigenase, lipooksigenase, sitokin (interleukin dan tumor necrosing
factor), menghambat sintesis prostaglandin dan melepaskan hormon steroid
(Kohli et al., 2004). Kurkumin juga menunjukkan efek meningkatkan kerja
obat antitumor (Antony, 2008). Penggunaan kunyit kuning sebagai suatu
formulasi dengan tanaman obat lainnya menunjukkan efek perlindungan
terhadap hepar (Kamble et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin yang
memiliki efek antipiretik yang ditemukan di Jerman dan telah digunakan sejak
tahun 1873 (Wilmana, 2007; Katzung, 2002). Obat ini adalah penghambat
prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek
antiinflamasi yang bermakna (Katzung, 2002; Mycek et al., 2001). Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Wilmana, 2007). Obat ini
cukup aman untuk dosis terapi ( 1,2 gram/ hari untuk dewasa) (Katzung,
2002).
Parasetamol yang diberikan peroral kecepatan absorbsinya
tergantung kecepatan pengosongan lambung (Katzung, 2002). Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh
plasma 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25%
parasetamol terikat protein plasma dan sebagian dimetabolisme enzim
mikrosom hati (Wilmana, 2007). Pada kondisi normal, parasetamol
mengalami glukoronidasi dan sulfasi, dimana 80% dikonjugasi dengan asam
glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat menjadi bentuk
tidak aktif yang larut air (Katzung, 2002; Wilmana, 2007; Mycek et al., 2001;
Hodgson dan Levi, 2000). Selain itu, sebagian kecil, kurang dari 5%
dimetabolisme secara hidroksilasi oleh sitokrom P450 menjadi metabolit
reaktif N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) (Mycek et al., 2001; Katzung,
2002; Hodgson dan Levi, 2000). Pada dosis normal parasetamol, NAPQI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
bereaksi dengan grup sulfhidril glutation membentuk substrat non toksik,
asam merkapturik yang diekskresikan melalui urin (Mycek et al., 2001;
Dienstang and Isselbacher, 2005). Pada penggunaan parasetamol yang
berlebih, NAPQI meningkat, kadar glutathione hati menurun sebanyak 90%
(James et al., 2003) sehingga NAPQI akan berikatan dengan makromolekul
protein hepatosit nukleofilik. Proses ini dapat mengakibatkan nekrosis
hepatosit (Dienstang and Isselbacher, 2005; Hodgson dan Levi, 2000).
Efek samping dari penggunaan parasetamol dengan dosis yang
cukup besar dapat terjadi pusing, ketegangan, dan disorientasi. Menelan 15 g
parasetamol bisa fatal, kematian disebabkan oleh hepatotoksisitas yang hebat
dengan nekrosis lobulus sentral (Katzung, 2002). Gejala awal dari kerusakan
hati meliputi mual, muntah-muntah, diare, nyeri perut, dan shock terjadi 4-12
jam setelah mengkonsumsi parasetamol (Dienstang and Isselbacher, 2005).
Hepatotoksisitas karena parasetamol pada manusia pertama kali
dilaporkan pada tahun 1966 (Sheen et al., 2002). Pada mencit, dosis letalnya
adalah 6,76 mg /20g BB mencit (Alberta, 2006).
Dewasa ini parasetamol dan obat-obat analgesik lain makin banyak
digunakan sebagai obat untuk melakukan bunuh diri dengan cara
mengkonsumsi secara berlebihan. Di Amerika Serikat, hanya 0,1 % dari
seluruh kasus kelebihan dosis parasetamol yang berakhir dengan kematian,
sehingga sebenarnya parasetamol tidak efektif untuk melakukan bunuh diri
(Sheen et al., 2002). Penggunaan parasetamol yang berlebih merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
penyebab cedera hepar, terhitung mencapai 40 % dari kasus gagal hepar akut
di Amerika Serikat (Lee, 2003).
3. Stuktur Histologis Hepar
Hepar adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar,
beratnya ± 1,5 kilogram. Hepar terletak di rongga perut di bawah diafragma.
Sebagian besar darahnya dipasok dari vena porta, dan sebagian kecil dipasok
dari arteri hepatika. Posisi hepar dalam sistem sirkulasi optimal untuk
menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisir dan mengeluarkan
substansi toksik (Juncqueira et al., 1998).
Hepar terdiri atas beberapa lobus dan tiap lobus hepar terbagi
menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit
mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan
heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hepar berbentuk kubus,
tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan-lempengan
sel hepar terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang merupakan
cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid ini dibatasi oleh sel fagositik
atau sel Kupffer, yang berfungsi seperti sistem monosit-makrofag. Selain
cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian perifer
lobulus hepar, juga terdapat saluran empedu (Price dan Wilson, 1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
a. Lobulus Hepar
Pembagian lobulus hepar sebagai unit fungsional dibagi menjadi tiga zona:
Zona 1 : zona aktif, sel-selnya paling dekat dengan pembuluh darah,
akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh
perubahan darah yang masuk.
Zona 2 : zona intermedia, sel-selnya memberi respons kedua
terhadap darah.
Zona 3 : zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila
kebutuhan meningkat.
Lobulus hepar sebagai kesatuan histologis berbentuk prisma poligonal,
diameter 1-2 mm, penampang melintang tampak sebagai heksagonal
dengan pusatnya vena sentralis dan di sudut-sudut luar lobuli terdapat
kanalis porta (Leeson et al., 1996).
b. Parenkim Hepar
Parenkim hepar tersusun oleh sel polihedral dengan ukuran yang
berbeda-beda, nukleusnya lebar, bulat, berada di tengah, mengandung satu
atau lebih nukleoli serta terdapat bercak-bercak kromatin. Pada sel hepar
tikus dapat juga ditemui poliploid nukleus, binukleus dan multinukleus.
Sitoplasma sel hepar bervariasi dalam penampakan, tergantung dari nutrisi
dan status fungsionalnya. Mengandung sejumlah besar ribonukleoprotein,
mitokondria, droplet lipid, lisosom, dan peroksisom (Bergman et al., 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. Sinusoid Hepar
Merupakan pembuluh tidak teratur, hanya terdiri dari satu lapis
endotel yang tidak kontinyu. Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang
berdekatan oleh celah subendotel yang disebut celah Disse. Sinusoid juga
mengandung sel-sel fagosit dari retikuloendotelial yang dikenal sebagai sel
Kupffer dan sel-sel endotel (Juncqueira et al., 1998 ).
4. Mekanisme kerusakan hepar yang diakibatkan oleh parasetamol dan
mekanisme hepatoprotektor Curcuma longa
Kerusakan hepar akibat parasetamol dapat terjadi karena reaksi
toksik, alergi, dan radikal bebas. Kerusakan tersebut berupa nekrosis sel
hepar. Pada sel hepar yang mengalami nekrosis dapat terjadi perubahan lisis
dan perubahan inti sel. Perubahan inti sel merupakan petunjuk paling jelas
dari sel yang mengalami nekrosis (Price dan Wilson, 1997). Perubahan inti sel
memberikan satu dari tiga pola semuanya disebabkan oleh pemecahan
nonspesifik DNA. Pola pertama adalah kariolisis, basofilia kromatin bisa
memudar, agaknya disebabkan oleh aktivitas DNAase. Pola kedua adalah
piknosis, ditandai dengan melisutnya inti sel dan peningkatan basofil, dimana
DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat. Pola ketiga adalah
karioreksis, dimana terjadi fragmentasi inti sel yang piknotik (Kumar et al.,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2007). Biasanya nekrosis terjadi di zona 3 sebagai lokasi enzim yang
mengubah parasetamol menjadi metabolit aktif (Wenas, 1996).
Ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi, jalur
glukoronidasi dan sulfasi dipisahkan dan jalur sitokrom P450 bebas menjadi
penting. Selama gluthatione tersedia untuk konjugasi parasetamol tersebut
tidak akan terjadi hepatotoksisitas. Namun, gluthatione yang terpakai akan
lebih cepat dari regenerasinya, akhirnya akan terjadi pengosongan gluthatione
dan terjadi penimbunan metabolit yang toksik dan reaktif. N-asetil-p-
benzoquinonimin (NAPQI) merupakan metabolit minor dari parasetamol yang
sangat aktif dan bersifat toksik bagi hati. Metabolit ini akan bereaksi dengan
gugus nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel hepar, seperti protein,
menghasilkan hepatotoksisitas yang menyebabkan nekrosis sel hepar
(Wilmana, 2007; Katzung, 2002). NAPQI mengandung ion superokida / O2- .
Ion superoksida ini dapat bereaksi dengan nitrit oksida (NO), di mana pada
penggunaan parasetamol yang berlebih terjadi peningkatan sintesis NO.
Reaksi antara ion superoksida dan nitrit oksida dapat menghasilkan
peroksinitrit (ONOO-). Peroksinitrit akan menitrasi protein yang
menghasilkan efek toksik pada sel hepar (James et al., 2003)
Ion superoksida yang terdapat pada NAPQI dapat saling bereaksi
membentuk hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida melalui reaksi
Fenton dan Haber Weiss membentuk radikal hidroksil (OH-). Radikal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
hidroksil dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang menghasilkan
efek toksik pada sel hepar.
James et al. (2004) menyatakan bahwa pada penggunaan
parasetamol dengan dosis berlebih, dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan sitokin proinflamasi, TNF-α dan interleukin-1β, sitokin tersebut
memicu terjadinya inflamasi yang menghasilkan efek toksik pada sel hepar.
Kunyit kuning (Curcuma longa) mengandung kurkumin sebagai
komponen utama. Kurkumin yang terkandung dalam ekstrak mentah rimpang
kunyit sekitar 70-76%. Kurkumin mempunyai efek meningkatkan gluthatione-
S-transferase (GST) hepar (Sharma et al., 2001). Kurkumin juga memiliki
kemampuan menangkap ion superoksida. Kurkumin memiliki efek
penghambatan terhadap sitokin proinflamasi, TNF-α dan interleukin-1β
(Kohli et al., 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
B. Kerangka Pemikiran :
Parasetamol dosis toksis
NO meningkat
Sari kunyit kuning
Jalur glukoronidasi menjadi jenuh
Produksi sitokin proinlamasi,
TNFα dan IL-1β
Kurkumin
Meningkatkan N-asetil-parabenzokuinon
(NAPQI)
Menghambat sitokin
proinflamasi
Menangkap superoksida
O2-
Mengandung superoksida
O2-
Menghasilkan ONOO-
Bereaksi dengan O2
-
menghasikan H2O2
Meningkatkan gluthatione-S-
tranferase
NAPQI berlebih bereaksi dengan gugus
nukleofilik pada makromolekul sel, seperti protein pada
hepar
Cadangan gluthatione hepar habis
Nekrosis sel hepar
Nitrasi protein
Menghasilkan radikal
hidroksil
Peroksidasi lipid
Keterangan: : Memacu : Menghambat : Saling beraksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Pemberian sari kunyit kuning (Curcuma longa) dapat mengurangi kerusakan
sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis sari kunyit kuning dapat meningkatkan efek proteksi
terhadap kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti
mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa
hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster
berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram.
Sampel : Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang
digunakan berdasarkan rumus Federer :
(k-1)(n-1) > 15
(4-1)(n-1) >15
3 (n-1) >15
3n >15+3
n >6 ~7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Keterangan :
k : Jumlah kelompok
n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan sebanyak 7
ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian ini
membutuhkan 28 mencit dari populasi yang ada.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah accidental sampling. Sampel
diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari
populasi yang ada.
E. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah The post test only control group design
(Taufiqqurohman, 2003).
K(-) : (-) O(-)
K(+) : (+) O(+)
PI : (X1) O1
PII : (X2) O2
Keterangan :
K(-) = Kelompok kontrol negatif tanpa diberi sari kunyit kuning
maupun parasetamol.
Sampel Mencit 28 ekor
Bandingkan dengan uji statisttik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
K(+) = Kelompok kontrol positif yang diberi parasetamol tanpa diberi
sari kunyit kuning.
PI = Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol dan sari kunyit
kuning dosis I.
PII = Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan sari kunyit
kuning dosis II.
(-) = Pemberian aquades peroral 0,1 ml /20 g BB mencit setiap hari
selama 14 hari berturut-turut, dimana pada hari ke-12, 13,dan
14 ditambah pemberian aquades peroral 0,1 ml / 20 g BB
mencit.
(+) = Pemberian aquades peroral sebanyak 0,1 ml /20 g BB mencit
setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12,
13 dan 14 diberi parasetamol peroral 0,158 ml/ 20 g BB mencit
perhari.
X1 = Pemberian sari kunyit kuning peroral dosis I yaitu 0,1 g/ 20 g
BB mencit perhari selama 14 hari berturut-turut, dimana hari
ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol peroral dosis
0,158 ml/ 20 g BB mencit 1 jam setelah pemberian sari kunyit
kuning.
X2 = Pemberian sari kunyit kuning dosis II yaitu 0,2 g/ 20 g BB
mencit perhari selama 14 berturut-turut, dimana hari ke-12, 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 0,158 ml/ 20 g BB
mencit 1 jam setelah pemberian sari kunyit kuning.
O(-) = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel
di sentrolobuler hepar kelompok kontrol negatif.
O(+) = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel
di sentrolobuler hepar kelompok kontrol positif.
O1 = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel
di sentrolobuler hepar PI.
O2 = Pengamatan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari 100 sel
di sentrolobuler hepar PII.
Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karioreksis dan kariolisis dilakukan
pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.
F. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit.
b. Timbangan hewan.
c. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, dan meja
lilin).
d. Sonde lambung.
e. Alat untuk pembuatan preparat histologi.
f. Mikroskop cahaya medan terang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
g. Gelas ukur, mikro pipet dan pengaduk.
h. Optilab Viewer.
2. Bahan
Bahan yang akan digunakan sebagai berikut :
a. Parasetamol.
b. Makanan hewan percobaan (pellet).
c. Aquades.
d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.
e. Sari kunyit kuning.
G. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas
Pemberian sari kunyit kuning.
2. Variabel Terikat
Kerusakan sel hepar.
3. Variabel Luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis
makanan mencit semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan
Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar
mencit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Pemberian sari kunyit kuning.
Sari kunyit kuning diberikan secara per oral dengan sonde lambung dalam
2 dosis yang diberikan selama 14 hari berturut-turut.
Dosis I : 0,1 g/ 20 g BB mencit/ hari
Dosis II : 0,2 g/ 20 g BB mencit/ hari
Kunyit kuning yang digunakan diperoleh dari pembelian di pasar
tradisional.
Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.
2. Variabel Terikat :
Kerusakan sel hepar.
Kerusakan sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar yang
diinduksi parasetamol setelah diberi sari kunyit kuning. Hal ini dinilai
dari jumlah sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis dan kariolisis
yang dihitung dari 100 sel pada zona sentrolobuler.
Adapun tanda-tanda kerusakan sel :
a. Sel yang mengalami piknosis intinya kisut dan bertambah basofil,
berwarna gelap batasnya tidak teratur.
b. Sel yang mengalami karioreksis inti mengalami fragmentasi atau
hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang
tersebar di dalam sel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
c. Sel yang mengalami kariolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat,
inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang
begitu saja (Price dan Wilson, 1997).
Skala pengukuran variabel ini adalah rasio.
3. Variabel luar.
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan
melalui homogenisasi :
1) Variasi genetik.
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus)
dengan galur Swiss webster.
2) Jenis kelamin.
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.
3) Umur.
Umur mencit pada penelitian ini adalah ± 2-3 bulan.
4) Suhu udara.
Hewan percobaan diletakan dalam ruangan dengan suhu yang
sama.
5) Berat badan.
Berat badan hewan percobaan ± 20 g.
6) Jenis makanan.
Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air
PAM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : Kondisi psikologis,
reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar mencit.
1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai, pemberian perlakuan yang
berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi
kondisi psikologis mencit.
2) Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi
kepekaan mencit terhadap zat yang digunakan.
3) Keadaan awal hepar mencit tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan
heparnya sudah mengalami kelainan.
I. Cara Kerja
1. Dosis dan pembuatan sari kunyit kuning
a. Dosis sari kunyit kuning
Dosis sari kunyit kuning yang digunakan pada penelitian ini adalah
berdasarkan penelitian sebelumnya yang meneliti efek perbaikan
kurkumin terhadap kerusakan hepar tikus yang diinduksi alkohol (Nanji
et al,. 2003). Dalam penelitian tersebut dosis kurkumin sebanyak 75 mg/
kg BB tikus/ hari dapat mengurangi kerusakan hepar tikus yang
diinduksi alkohol. Sedangkan rimpang kunyit mengandung 2-5 %
kurkumin (Angarwal ,2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Sehingga dapat dihitung untuk mengetahui dosis kurkumin pada
mencit dengan berat 20 g, yaitu:
75 mg/ kg BB tikus/ hari = 15 mg/ 200 g BB tikus/ hari.
Faktor konversi dari tikus ke mencit adalah 0,14 sehingga dosis pada
mencit adalah:
0,14 x 15 mg = 2,1 mg/ 20 g BB mencit.
Kemudian menghitung rimpang kunyit yang dibutuhkan :
100/2 x 2,1 mg = 105 mg/ 20 g BB mencit = 0,105 g/20 g BB mencit
atau dibulatkan menjadi 0,1 g.
Pada percobaan ini digunakan 2 dosis rimpang kunyit yaitu:
Dosis I : 0,1 g/ 20 g BB mencit/ hari.
Dosis II: 0,2 g/ 20 g BB mencit/ hari.
b. Pembuatan sari kunyit kuning
Rimpang kunyit kuning dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan
air hingga bersih, kemudian kupas kulitnya. Langkah selanjutnya adalah
menimbang dengan seksama rimpang kunyit kuning sebanyak 40 gram.
Rimpang kunyit kemudian diparut. Hasil parutan kunyit diperas
kemudian ampas ditimbang. Agar terjadi keseragaman volume sari
kunyit yang diberikan maka ditetapkan dosis I adalah 0,1 g kunyit dalam
0,15 ml dan dosis II adalah 0,2 g kunyit dalam 0,3 ml. Misal didapatkan
ampas 5 gram dan air perasan 40 ml. Jadi terkandung 35 g sari kunyit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dalam 40 ml perasan kunyit. Kemudian diencerkan dengan ditambah air
panas dengan volume tertentu hingga didapat dosis yang dimaksud.
Pengenceran dengan air panas bertujuan agar kurkumin dapat larut
dalam sari kunyit kuning. Kurkumin tidak dapat larut dalam air dingin
(Science Lab, 2008).
2. Dosis dan pengenceran parasetamol
LD-50 parasetamol untuk mencit secara peroral yang telah
diketahui adalah 338 mg/ kg BB atau 6,76 mg/ 20 g BB mencit (Alberta,
2006). Dosis parasetamol yang dapat menimbulkan efek kerusakan hepar
berupa nekrosis sel hepar tanpa menyebabkan kematian mencit adalah
dosis 3/4 LD-50 perhari (Sabrang, 2008). Dosis yang digunakan adalah 338
mg/ kg BB x 0,75 = 253,5 mg/ kg BB = 5,07 mg/ 20 g BB mencit.
Parasetamol yang digunakan adalah parasetamol cair yang mengandung
160 mg parasetamol tiap 5ml, sehingga untuk mendapatkan dosis 5,07 mg/
20 g BB mencit pada mencit diberikan 0,158 ml parasetamol cair tersebut.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12,
13 dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk
menimbulkan kerusakan pada sel hepar berupa nekrosis pada daerah
sentrolobularis tanpa menimbulkan kematian pada mencit. Menurut
Wilmana (2007) pemberian parasetamol dosis tunggal sudah dapat
menimbulkan kerusakan sel hepar berupa nekrosis pada daerah
sentrolobularis dalam waktu 2 hari setelah pemberiaan parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
3. Persiapan mencit
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Suhu dan kelembaban ruangan tetap
dijaga. Pada hari ke–8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis
dan dilakukan perlakuan.
4. Pengelompokan subjek
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek
dikelompokkan menjadi 4 kelompok secara acak, dan masing-masing
kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun pengelompokan subjek adalah
sebagai berikut:
a. K(-) = Kelompok kontrol negatif diberi aquades peroral
sebanyak 0,1 ml/ 20 g BB mencit setiap hari selama 14
hari berturut-turut di mana pada hari ke-12, 13, dan 14
juga diberi aquades peroral 0,1 ml/ 20 g BB mencit.
b. K(+) = Kelompok kontrol positif diberi aquades peroral
sebanyak 0,1 ml/ 20 g BB mencit setiap hari selama 14
hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 juga
diberi parasetamol cair peroral dosis 0,158 ml/ 20 g BB
mencit perhari.
c. PI = Kelompok perlakuan I diberi sari kunyit kuning peroral
dosis I yaitu 0,1 g / 20 g BB mencit selama 14 hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
berturut-turut dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan
juga parasetamol cair peroral dosis 0,158 ml/ 20 g BB
mencit setelah 1 jam pemberian sari kunyit kuning.
d. PII = Kelompok perlakuan II diberi sari kunyit kuning
peroral dosis II yaitu 0,2 g / 20 g BB mencit selama 14
hari berturut-turut dimana hari ke-12, 13 dan 14
diberikan juga parasetamol cair peroral dosis 0,158 ml/
20 g BB mencit setelah 1 jam pemberian sari kunyit
kuning.
Setiap pemberian parasetamol dan sari kunyit kuning, sebelumnya
mencit dipuasakan ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian
parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian sari kunyit kuning agar
sari kunyit kuning dapat terabsorbsi terlebih dulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Skema Pemberian Perlakuan
Sampel 28 ekor mencit
Kelompok Kontrol (-)
Kelompok Kontrol (+)
Kelompok Perlakuan1
Kelompok Perlakuan2
Dipuasakan selama ± 5 jam
Aquades 0,1 ml Sari kunyit dosis 0,1 g/20gBB
mencit
Perlakuan sampai hari ke-14. Pemberian parasetamol hanya dilakukan pada hari ke-12, 13 dan 14. Pembuatan preparat pada hari ke-15
Sari kunyit dosis 0,2 g/20gBB
mencit
Setelah ± 1 jam
0,158 ml parasetamol dosis 5,07 mg/20 gBB mencit Aquades 0,1 ml
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5. Pengukuran Hasil.
Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua hewan
percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis,
kemudian organ hepar bagian kanan diambil untuk selanjutnya dibuat
preparat histologis dengan metode blok parafin dengan pengecatan HE.
Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan tampak
nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk
preparat diambil pada bagian tengah dari lobus tersebut, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan preparat yang seragam. Dari tiap lobus kanan hepar
dibuat 3 irisan dengan tebal tiap irisan 3-8 um. Jarak antar irisan satu
dengan yang lain kira-kira 25 irisan. Tiap hewan percobaan dibuat 3
preparat. Dari masing-masing preparat diambil 1 daerah di sentrolobuler
yang terlihat kerusakannya paling berat. Dari 1 zona tersebut kemudian
dihitung jumlah sel yang intinya mengalami piknosis, karioreksis,
kariolisis dari 100 sel di zona tersebut. Sehingga dari tiap mencit
didapatkan 3 angka mengenai jumlah sel yang mengalami kerusakan.
Dalam percobaan ini menggunakan 7 hewan percobaan dalam tiap
kelompoknya sehingga didapatkan 21 angka untuk setiap kelompok
percobaan. Pengamatan preparat dengan pembesaran 100 kali untuk
mengamati seluruh bagian irisan preparat, kemudian ditentukan daerah
yang akan diamati pada sentrolobuler lobulus hepar dan dipilih 1 daerah
yang kerusakannya terlihat paling berat. Dari tiap zona sentrolobuler
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
lobulus hepar tersebut dengan pembesaran 400 kali kemudian ditentukan
jumlah inti yang mengalami piknosis, karioreksis dan kariolisis dari tiap
100 sel.
Jadi misalnya dari suatu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel yang
diamati, ternyata terdapat 25 sel dengan inti piknosis, 15 dengan
karioreksis dan 10 dengan kariolisis maka jumlah sel yang mengalami
kerusakan dari satu zona sentrolobuler tersebut adalah 25 + 15 + 10 = 50.
Sehingga dari tiap preparat diperoleh satu angka mengenai jumlah sel
yang mengalami kerusakan. Jadi dari 3 preparat akan didapatkan 3 angka
dari 1 hewan percobaan. Dalam percobaan ini menggunakan 7 hewan
percobaan dari tiap kelompoknya sehingga akan diperoleh 21 angka
mengenai jumlah sel yang mengalami kerusakan untuk tiap kelompok
percobaan. Selanjutnya data yang diperoleh diuji dengan uji Oneway
ANOVA dan jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan
dengan uji Post Hoc.
J. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Oneway
ANOVA (Analysis of Variant). Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka
dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α
= 0,05 (Budiarto, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai efek pemberian sari kunyit
kuning terhadap kerusakan sel hepar mencit akibat paparan parasetamol,
didapatkan hasil pengamatan pada masing-masing kelompok perlakuan.
Hasil pengamatan jumlah inti sel hepar yang mengalami piknosis,
karioreksis dan kariolisis untuk masing-masing kelompok dan jumlah total
sel hepar yang rusak disajikan pada lampiran 3 – 6. Hasil rata-rata jumlah
kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol pada masing-
masing kelompok disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rerata Jumlah Kerusakan Sel Hepar Mencit yang Diinduksi Parasetamol pada Masing-Masing Kelompok.
Kelompok Rerata Jumlah Sel yang Rusak SD
K (-) 30,33 6,028
K(+) 59,33 10,855
P I 30,00 8,967
P II 38,57 10,875
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
33
Keterangan:
K (-) : Kelompok kontrol negatif
K (+) : Kelompok kontrol positif
P I : Kelompok perlakuan 1
PII : Kelompok perlakuan 2
Rata – rata jumlah sel yang paling tinggi adalah pada kelompok
K(+) yaitu 59,33 ± 10,855 dan rata – rata jumlah sel yang paling rendah
adalah pada kelompok P I yaitu 30,00 ± 8,967.
Foto Mikroskopis zona sentrolobuler lobulus hepar mencit
kelompok Kontrol (K), kelompok Perlakuan I (P I), kelompok Perlakuan II
(P II), kelompok Perlakuan III (P III), yang ditandai dengan piknosis,
karioreksis, dan kariolisis dapat dilihat pada lampiran 11.
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian, pertama kali diuji apakah ada
perbedaan jumlah sel rusak yang bermakna antara keempat kelompok
dengan menggunakan uji hipotesis Oneway ANOVA (Analysis of Variant).
Untuk menggunakan Uji Oneway ANOVA harus terlebih dulu memenuhi
beberapa persyaratan.
Syarat –syarat uji Oneway ANOVA :
1. Variabel data adalah variabel dengan jenis skala numerik/ non
kategorik/ kuantitatif (rasio).
2. Distribusi data harus normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
34
3. Varians data harus sama.
Jika distribusi data tidak normal atau varians data tidak sama maka
diupayakan untuk melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi
normal dan varians menjadi sama. Jika hasil transformasi tidak
berdistribusi normal atau varians tetap tidak sama, maka alternatifnya
dipilih uji hipotesis nonparametrik Kruskal – Wallis (Dahlan, 2008).
Metode analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi
data normal atau tidak adalah uji Kolmogorov-Smirnov atau uji Shapiro –
Wilk. Untuk jumlah sampel penelitian kurang dari atau sama dengan 50
maka dapat menggunakan uji Shapiro – Wilk. Pada penelitian ini jumlah
sampel tiap kelompok adalah 21, maka untuk mengetahui distribusi data
tiap kelompok dapat digunakan uji Shapiro – Wilk (Dahlan, 2008).
Dari uji tersebut terlihat bahwa nilai p pada kelompok kontrol
negatif, kontrol positif, perlakuan 1, perlakuan 2 masing – masing adalah
0,472, 0,622, 0,06, 0,138 (p > 0,05), ini berarti data hasil penelitian masing
– masing kelompok terdistribusi secara normal. Perhitungan mengenai uji
statistik Shapiro - Wilk dapat dilihat pada lampiran 7.
Selanjutnya dilakukan uji Homogeinity of Variances untuk
mengetahui apakah varians data sama atau tidak. Didapatkan nilai uji
Homogeneity of Variances adalah 0,025 dimana nilai ini lebih kecil dari
0,05 dan dapat disimpulkan bahwa varians data antar kelompok tidak sama,
maka perlu dilakukan transformasi data. Transformasi data menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
35
bentuk transformasi square root. Kemudian data hasil transformasi diuji
kembali untuk mengetahui apakah terdapat kesamaan varians. Didapatkan
nilai uji Homogeneity of Variances data hasil transformasi adalah 0,059 di
mana nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa varians
data antar kelompok sama. Sebaran data secara deskriptif dan hasil uji
Homogeneity of Variances dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8.
Kemudian analisis data dilanjutkan dengan uji statistik One-Way
ANOVA dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran 9. Dari hasil perhitungan
uji One-Way ANOVA didapatkan nilai sig. adalah 0,000 dimana nilai ini
lebih kecil dari nilai alpha (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
paling tidak terdapat perbedaan jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna
pada dua kelompok.
Karena didapatkan adanya perbedaan yang bermakna maka uji
statistik dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk mengetahui antar kelompok
mana perbedaan jumlah kerusakan sel hepar dan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji Least – Significant Difference (LSD). Hasil uji
LSD dapat dilihat pada lampiran 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
36
Ringkasannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan
K(-) – K(+) 0,000 Bermakna
K(-) – PI 0,789 TidakBermakna
K(-) – PII 0,005 Bermakna
K(+) – PI 0,000 Bermakna
K(+) – PII 0,000 Bermakna
PI–PII 0,002 Bermakna
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik LSD
tampak adanya perbedaan yang signifikan pada pasangan antar kelompok
kecuali pada kelompok K(-) – PI terdapat pebedaan yang tidak bermakna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 37
BAB V
PEMBAHASAN
Sebagai organ utama yang memetabolisme dan mendetoksifikasi obat
di tubuh, hepar berpotensi mengalami kerusakan karena beragam bahan kimia
terapeutik. Kerusakan hepar karena penggunaan parasetamol yang berlebih
adalah nekrosis sentrolobularis. Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada
tubuh yang hidup. Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada inti sel.
Perubahan inti sel memberikan satu dari tiga pola semuanya disebabkan oleh
pemecahan nonspesifik DNA. Pola pertama adalah kariolisis, basofilia
kromatin bisa memudar, agaknya disebabkan oleh aktivitas DNAase. Pola
kedua adalah piknosis, ditandai dengan melisutnya inti sel dan peningkatan
basofil, dimana DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat. Pola
ketiga adalah karioreksis, dimana terjadi fragmentasi inti sel yang piknotik
(Kumar et al., 2007).
Berdasarkan teori, sel hepar mencit yang dipapar parasetamol dosis
berlebihan akan mengalami kerusakan yang terlihat dengan terdapatnya inti sel
yang piknotik, karioreksis dan kariolisis. Sedangkan pemberian parasetamol
ditambah sari kunyit kuning, akan memberikan gambaran jumlah sel hepar
yang rusak lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian parasetamol tanpa sari
kunyit kuning karena sari kunyit kuning memiliki efek mengurangi kerusakan
sel hepar karena efek toksik parasetamol. Kelompok kontrol negatif digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
sebagai pembanding terhadap kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan. Kelompok kontrol negatif hanya diberikan aquades sebagai placebo
dan diharapkan kerusakan sel hepar yang terjadi minimal.
Dari uji Oneway ANOVA didapatkan perbedaan yang bermakna
antara keempat kelompok perlakuan. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan
bermakna pada kelompok K(-) – K(+), K(-) – PII, K(+) – PI, K(+) – PII, PI–PII
tetapi pada kelompok K(-) – PI menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.
Hasil uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna dari
jumlah kerusakan sel hepar antara kelompok K(-) dan kelompok K(+). Hal ini
disebabkan karena pada kelompok K(+) terjadi kerusakan sel hepar akibat
pemberian parasetamol dosis toksik. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa parasetamol pada dosis toksik mampu menginduksi
kerusakan sel hepar.
Kerusakan sel hepar terjadi karena asupan parasetamol jauh melebihi
dosis terapi. Pada parasetamol dosis toksis jalur konjugasi menjadi jenuh dan
terjadi pengosongan gluthatione, sehingga terjadi penimbunan metabolit reaktif
N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI). Metabolit ini bereaksi dengan gugus
nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel hepar, seperti protein,
menyebabkan nekrosis sel hepar (Wilmana, 2007; Katzung, 2002). Metabolit
NAPQI mengandung ion superoksida / O2-. Ion tersebut dapat bereaksi dengan
nitrit oksida (NO), dimana pada penggunaan parasetamol yang berlebih terjadi
peningkatan sintesis NO (Hinson et al., 2002), menghasilkan peroksinitrit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
(ONOO-). Peroksinitrit ini akan menitrasi protein yang menghasilkan efek
toksik pada sel hepar. Ion superoksida dalam NAPQI dapat saling bereaksi
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang melalui reaksi Fenton dan Haber
Weiss membentuk radikal hidroksil (OH-). Radikal hidroksil dapat
menyebabkan peroksidasi lipid yang menghasilkan efek toksik pada sel hepar
(James et al., 2003).
Pada penggunaan parasetamol dengan dosis berlebih dapat
menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi yang memicu terjadinya
inflamasi sehingga menghasilkan efek toksik pada sel hepar (James et al.,
2003).
Berdasarkan hasil pengamatan, pada kelompok kontrol negatif
didapatkan pula gambaran inti sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis,
kariolisis. Hal ini terjadi kemungkinan karena proses penuaan dan kematian sel
secara fisiologis serta karena pengaruh variabel luar yang tidak dapat
dikendalikan.
Hasil analisis jumlah kerusakan sel hepar antara kelompok K(+) – PI
didapatkan perbedaan yang bermakna. Kelompok PI merupakan kelompok
yang diberi sari kunyit kuning dosis I yaitu 0,1 g/ 20 g BB mencit/ hari selama
14 hari berturut – turut dan juga mendapatkan parasetamol. Berdasarkan teori,
pemberian sari kunyit kuning dapat mengurangi kerusakan sel hepar akibat
pemberian parasetamol, pada kelompok ini terdapat perbedaan yang bermakna
dengan kelompok K(+). Hal ini berarti pemberian sari kunyit kuning dosis 0,1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
g/ 20 g BB mencit/ hari selama 14 hari berturut – turut dapat mengurangi
jumlah kerusakan inti sel hepar akibat pemberian parasetamol. Sari kunyit
kuning mengandung kurkumin yang mempunyai kemampuan menangkap ion
superoksida (Elizabeth dan Rao, 1990). Ion soperoksida terkandung dalam
NAPQI. Kemampuan kurkumin menangkap ion superoksida dapat memutus
reaksi berantai antara ion superoksida dengan peroksinitrit yang dihasilkan
karena penggunaan parasetamol yang berlebih, reaksi ini dapat berakibat pada
kerusakan sel hepar karena nitrasi protein. Kurkumin juga dapat memutus
reaksi berantai antar ion superoksida, sehingga dapat mencegah kerusakan sel
hepar karena peroksidasi lipid. Kurkumin juga mampu meningkatkan
gluthatione-S-transferase (GST) hepar (Sharma et al., 2001). Kurkumin mampu
menghambat sitokin proinflamasi (Kohli et al., 2004).
Hasil analisis jumlah kerusakan sel hepar antara kelompok K(+) – PII
didapatkan perbedaan yang bermakna. Kelompok PII merupakan kelompok
yang diberi sari kunyit kuning dosis II yaitu 0,2 g/ 20 g BB mencit/ hari selama
14 hari berturut – turut dan juga mendapatkan parasetamol. Berdasarkan teori,
pemberian kunyit dapat mengurangi kerusakan sel hepar akibat pemberian
parasetamol, pada kelompok ini terdapat perbedaan yang bermakna dengan
kelompok K(+). Hal ini berarti pemberian sari kunyit kuning dosis 0,2 g/ 20 g
BB mencit/ hari selama 14 hari berturut – turut dapat mengurangi jumlah
kerusakan inti sel hepar akibat pemberian parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Kelompok PI merupakan kelompok perlakuan yang diberi sari kunyit
kuning dosis I : 0,1 g/ 20 g BB mencit/ hari selama 14 hari berturut – turut dan
juga mendapatkan parasetamol. Hasil analisis kerusakan sel hepar pada
kelompok PI didapatkan perbedaan yang tidak bermakna dengan kelompok
K(-) dan didapatkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok K(+). Hal ini
berarti pemberian sari kunyit kuning dosis I dapat mengurangi kerusakan sel
hepar akibat pemberian parasetamol dan dapat mengembalikan sel hepar ke
kondisi seperti kelompok K(-).
Hasil pada kelompok PII menunjukan perbedaan yang bermakna
dengan kelompok K(-) dan K(+). Hal ini berarti pemberian sari kunyit kuning
dosis II dapat mengurangi kerusakan sel hepar akibat pemberian parasetamol
tetapi tidak dapat mengembalikan sel hepar ke kondisi seperti kelompok K(-).
Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena dosis yang diberikan untuk kelompok
PII tidak lebih efektif dalam mengurangi kerusakan sel hepar akibat pemberian
parasetamol dibanding dosis I yang diberikan untuk kelompok PI. Efek sari
kunyit kuning dalam mengurangi kerusakan sel hepar akibat pemberian
parasetamol pada dosis II lebih rendah dibanding dosis I. Hal ini dapat
dianalogikan dengan kerja obat atau ada kemungkinan adanya efek prooksidan
dari kurkumin yang terkandung dalam sari kunyit kuning.
Obat memiliki dosis optimal. Kurva dosis dan efek berbentuk
sigmoid sehingga apabila dosis yang diberikan lebih dari maksimal, maka akan
menurunkan fungsi obat tersebut (Mycek et al., 2001). Hal tersebut sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
halnya dengan pemberian sari kunyit kuning bila diberikan berlebihan, maka
akan mengurangi efeknya dalam mengurangi kerusakan sel hepar akibat
pemberian parasetamol.
Kurkumin yang terkandung dalam sari kunyit kuning pada kadar
yang rendah memiliki efek sebagai antioksidan tetapi pada kadar yang lebih
tinggi kurkumin dapat berefek sebagai prooksidan ( Lopez, 2008). Kurkumin
dapat menginduksi kematian sel. Pada penelitian yang meneliti efek kurkumin
dalam menginduksi kematian sel dapat diketahui bahwa kurkumin hanya dapat
menginduksi kematian sel pada sel yang mengalami penurunan kadar
glutathione. Pada sel yang normal kurkumin tidak dapat menginduksi kematian
sel. Kurkumin dapat menginduksi kematian sel tergantung dosis dan lama
penggunaan (Sying – ai et al., 2004). Pada penggunaan parasetamol dosis toksis
terjadi deplesi cadangan glutathione. Deplesi cadangan glutathione dapat
meningkatkan pembentukan reactive oxygen species (ROS). Hal tersebut
memicu sel lebih sensitive terhadap kurkumin dan mengakibatkan terjadinya
kematian sel. Kurkumin dapat menginduksi kematian sel tergantung pada dosis
sehingga mungkin pada penggunaan sari kunyit kuning yang lebih tinggi, dosis
II, kurkumin dalam sari kunyit kuning dapat menginduksi kematian sel.
Kerusakan sel hepar pada kelompok PI lebih rendah dibandingkan
dengan kerusakan sel hepar pada kelompok PII. Hal ini berarti peningkatan
dosis sari kunyit kuning tidak meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan
sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol karena diasumsikan dosis yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
diberikan pada kelompok PII melebihi dosis optimal atau adanya efek
prooksidan bila sari kunyit kuning diberikan dalam dosis yang lebih tinggi
Karena dalam penelitian ini hanya dilakukan pengamatan histologis
terhadap sel hepar mencit maka belum dapat dipastikan apakah kerusakan sel
hepar yang lebih tinggi pada kelompok PII terjadi karena penurunan efek
proteksi sari kunyit kuning atau adanya efek samping penggunaan sari kunyit
kuning.
Penelitian ini menggunakan sari kunyit kuning bukan menggunakan
ekstrak kunyit kuning atau ekstrak kurkumin karena sari kunyit kuning banyak
digunakan masyarakat dibandingkan ekstrak kunyit kuning atau ekstrak
kurkumin. Penelitian yang ada cenderung berfokus pada kurkumin sebagai
hepatoprotektor. Di dalam sari kunyit kuning juga terkandung zat – zat lain
selain kurkumin sehingga tidak menutup kemungkinan zat – zat tersebut juga
dapat berperan sebagai hepatoprotektor.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbukti adanya
efek proteksi sari kunyit kuning terhadap hepar berupa pengurangan kerusakan
sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol pada dosis tertentu. Tetapi pada
peningkatan dosis terjadi penurunan efek proteksinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 43
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pemberian sari kunyit kuning peroral dengan dosis I (0,1 g/ 20 g BB
mencit/ hari) dan dosis II (0,2 g/ 20 g BB mencit/ hari) selama 14 hari
berturut – turut dapat mengurangi kerusakan sel hepar mencit yang
diinduksi parasetamol (p = 0,000 dan p = 0,000).
2. Peningkatan dosis sari kunyit kuning dari dosis I menjadi dosis II tidak
dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel hepar mencit
yang diinduksi parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dengan lama pemberian
sari kunyit kuning yang lebih bervariasi sehingga diketahui waktu
pemberian yang efektif untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sel
hepar mencit yang diinduksi parasetamol.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan parameter
selain aspek histologis, misalnya mengukur kadar SGOT dan SGPT atau
ditinjau dari segi biomolekuler dengan marker glutathione.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat – zat lain
dalam sari kunyit kuning yang dapat berperan sebagai hepatoprotektor.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping
penggunaan sari kunyit kuning dalam jumlah dan waktu tertentu.