PENERAPAN MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...
Transcript of PENERAPAN MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...
PENERAPAN MODEL REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION (RME) DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA PADA SISWA DI MADRASAH
IBTIDAIYAH SE-KECAMATAN BAWEN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2017
Oleh
EMY RATNAWATI
NIM: 12020150024
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
Untuk gelar Magister Pendidikan
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
MOTTO
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(Q.S. Al-Baqoroh: 45)
v
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah membesarkanku dan selalu mendoakan
serta mengusahakan keberhasilanku.
2. Suamiku tercinta H. Muh Fauzi, S.Ag, M.Ag., yang senantiasa
memberikan dukungan baik dalam suka maupun duka
3. Anak-anakku Hilmy Arkan, Difaa Rahmani Fauzy, Fahril Ruzaini Fauzy
selalu ku sayangi
4. Almamaterku.
vi
ABSTRAK
Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME) dalam Pembelajaran
Matematika Pada Siswa di Madrasah Ibtidaiyah se-Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang Tahun 2017. Tesis Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI), Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Salatiga,
Pembimbing Dr. Winarno, S.Si, M. Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model Realistic
Mathematics Education (RME), hasil evaluasi RME serta kelebihan dan
kelemahan model MRE dalam pembelajaran matematika pada siswa di Madrasah
Ibtidaiyah se-Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
Sumber data terdiri dari primer dan sekunder. Teknik pengumpulan datanya
menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan
di MI se-Kecamatan Bawen dalam pembelajaran matematika di MIN Doplang,
MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan yaitu model Realistic
Mathematics Education (RME). Pembelajaran matematika realistik diawali
dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika,
kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan
sendiri konsep matematika. Prosedur yang ada dalam penerapan model RME yaitu
tahap persiapan, pembukaan, proses pembelajaran, dan tahap akhir. Evaluasi
model RME dilihat dari aktivitas siswa berdasarkan aspek kegiatan lisan dan
kegiatan mental yang sangat aktif adalah siswa MIN Doplang dan MIS Geyongan
sedangkan MIS Pancuran dan MIS Asinan kategori siswanya aktif. Pada aspek
kegiatan emosional di MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS
Asinan siswanya semua aktif artinya semangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran, tidak mengganggu teman saat belajar, berani maju ke depan kelas
dan mengerjakan tugas dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Kelebihan model
RME adalah: a) Pembelajaran matematika lebih menarik, relevan dan bermakna,
tidak formal dan tidak abstrak. b) Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa,
c) Menekankan belajar matematika pada learning by doing, d) Menfasilitasi
penyelesaian masalah matematika tanpa menggunakan penyelesaian yang baku. e)
Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. Sedangkan
kelemahannya adalah 1) diskusi kelompok masih dikuasai oleh siswa yang
pandai, 2) Tingkat pengetahuan dan profesionalisme guru yang rendah. 3) Peranan
guru sebagai fasilitator akan membuat guru harus selalu memperluas
wawasannya. Oleh karena itu guru harus berani menerapkan model pembelajaran
yang tepat guna meningkatkan kualitas pemecahan masalah matematis secara
realistik yang ada pada diri siswa.
Kata Kunci : Model, Realistic Mathematics Education (RME), Matematika.
vii
ABSTRACT
Application of the Realistic Mathematics Education (RME) Model in
Mathematics Learning for Students in Islamic Junior High Schools throughout
Bawen Sub-District, Semarang District, 2017. Thesis of the Teacher Training
Program for Islamic Junior High School (PGMI), Postgraduate Program, Salatiga
State Islamic Institute, Advisor Dr. Winarno, S.Si, M. Pd.
This study aims to determine the application of the Realistic Mathematics
Education (RME) model, the results of the RME evaluation as well as the
strengths and weaknesses of the MRE model in mathematics learning for students
in Islamic Junior High Schools throughout Bawen District, Semarang Regency
This research method is qualitative with phenomenological approach Data
sources consist of primary and secondary. Data collection techniques use methods
of observation, interviews and documentation.
The results showed that the learning model applied in MI in Bawen
District in mathematics learning at MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran
and MIS Asinan is the Realistic Mathematics Education (RME) model. Realistic
mathematics learning begins with the real world, so as to facilitate students in
learning mathematics, then students with the help of the teacher are given the
opportunity to find their own mathematical concepts. Existing procedures in the
application of the RME model are the preparation, opening, the implementation
phase, and the evaluation stage as the final stage. Evaluation of the RME model
seen from student activities based on aspects of oral activities and mental
activities that are very active are MIN Doplang and MIS Geyongan students while
MIS Pancuran and MIS Asinan are active student categories. In the aspect of
emotional activities at MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran and MIS
Asinan students are all active, meaning that they are enthusiastic in participating
in learning activities, do not disturb friends while learning, dare to come to the
front of the class and do tasks calmly and in a hurry. The advantages of the RME
model are: a) Mathematical learning is more interesting, relevant and meaningful,
informal and not abstract. b) Consider the level of student ability, c) Emphasize
learning mathematics on learning by doing, d) Facilitate the resolution of
mathematical problems without using standard solutions. e) Using context as a
starting point for learning mathematics. While the weaknesses are 1) group
discussion is still dominated by smart students, 2) Low level of teacher knowledge
and professionalism. 3) The role of the teacher as a facilitator will make the
teacher always have to broaden his horizons. Therefore the teacher must be brave
to apply the right learning model in order to improve the quality of realistic
mathematical problem solving that exists in students.
Keyword: Model, Realistic Mathematics Education (RME),Mathematics.
viii
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang
telah memberi rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis sebagai salah satu pelengkap persyaratan untuk gelar
Magister Pendidikan. Sholawat serta salam semoga tercurahkan atas tauladan
umat akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Penulis menyadari dalam proses
penulisan tesis ini tidak lepas dari berbagai hambatan, namun berkat bimbingan,
bantuan berbagai pihak, serta ridha dari Allah Swt, penulisan tesis ini dapat
selesai dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada
yang terhormat :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. H. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Direktur Program
Pascasarjana IAIN Salatiga.
3. Ibu Dr. Hj. Maslikhah, S.Ag., M.Si. selaku Kaprogdi Program Pascasarjana
PGMI.
4. Bapak Dr. Winarno, S. Si, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Para dosen pascasarjana yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari
awal kuliah hingga selesainya tesis ini.
6. Pimpinan serta Staf Perpustakaan IAIN Salatiga yang telah membantu penulis
dalam mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam penyelesaian tesis.
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
MOTTO.................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
PRAKATA ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Signifikansi Penelitian ............................................................................. 5
D. Kajian Pustaka ......................................................................................... 6
E. Kerangka Teori ...................................................................................... 10
F. Metode penelitian ................................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 16
BABIIGAMBARAN UMUM MADRASAH DAN PENERAPAN MODEL
REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) ................................. 17
A. Gambaran Umum Madrasah.................................................................. 17
B. Metode Pembelajaran Matematika ........................................................ 18
BAB III EVALUASI PENERAPAN MODEL RME DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA ......................................................................................... 28
A. Indikator Aktivitas Siswa ...................................................................... 28
xi
B. Hasil Evaluasi Model RME ................................................................... 30
BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MODEL RME DI MI SE-
KECAMATAN BAWEN ........................................................................ 33
A.Kelebihan Penerapan Model RME ...................................................... 33
B. Kelemahan Penerapan Model RME .................................................... 36
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 39
A.Simpulan .............................................................................................. 39
B. Saran .................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 42
LAMPIRAN ........................................................................................................... 45
BIOGRAFI PENULIS
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1. Proses Penerapan Model RME ............................................................. 21
Tabel 3.1. Indikator Aktivitas Siswa ...................................................................... 28
Tabel 3.2. Kategori Evaluasi Penerapan RME Aktivitas Siswa ............................ 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Tabel 2.1. Evaluasi Aktivitas Siswa ....................................................................... 32
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Evaluasi Penerapan Model RME di MI se-Kecamatan Bawen
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3. Soal Evaluasi Model RME
4. Hasil Belajar Model RME
5. Catatan Lapangan Metode Wawancara
6. Alat Peraga “Pembelajaran RME”Matematika
7. Foto Kegiatan Madrasah
8. Lembar Konsultasi Pembimbing
9. Surat Ijin Penelitian
10. Surat Bukti telah Melakukan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar dan
pembelajaran yang merupakan kegiatan inti dari proses pencapaian hasil
belajar. Hasil belajar merupakan tolok ukur maksimal yang telah dicapai
siswa setelah melakukan belajar selama waktu yang telah ditentukan dan
untuk mengetahui kemampuan siswa setelah melakukan proses pembelajaran.
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah pengetahuan, ingatan, comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, menerapkan), analysis (menguraikan), synthesis
(merencanakan, membentuk bangunan baru), dan menilai. Domain afektif
adalah receiving (sikap menerima), responding, valuing (menilai),
organization, characteristization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.1
Orientasi pendidikan di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri
yaitu: cenderung memperlakukan siswa berstatus sebagai obyek, guru
berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan; materi bersifat
subject-oriented. Ciri-ciri tersebut, mengidentifikasikan bahwa belum adanya
peran aktif siswa dalam pembelajaran.2
1Suprijono, Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, 6.
2Sutarto Hadi, Pendidikan Realistik: Menjadikan Pelajaran Matematika Lebih
Bermakna bagi Siswa, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2003, 1.
2
Indikator tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia adalah
tingkat penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang
dipengaruhi oleh daya serap terhadap sains dan matematika. Matematika juga
merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh
dunia.3 Pembelajaran matematika di sekolah masih mengikuti kebiasaan
dengan urutan diterangkan, diberikan contoh, dan diberikan latihan soal
artinya guru lebih aktif dari pada siswa.4
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah
harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis siswa.5 Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam
proses pembelajarannya.
Pelajaran matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang kering,
karena kurang kelihatan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari,
kecuali materi pelajaran berhitung yang berguna dalam belanja atau
perhitungan sederhana, ketiadaan hubungan antara pelajaran disekolah
dengan dunia kerja dan masalah kehidupan nyata, ikut menyebabkan
3Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence: Cara Cerdas
Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar, Jogjakarta: PT Arruz Media, 2007, 40. 4Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Keadaan Masa Kini Menuju
Harapan Masa Depan, Jakarta: Dikti, 2000, 1. 5Permendiknas RI, No. 41, 2007.
3
rendahnya motivasi belajar matematika siswa. Apabila siswa terhubung
dengan konteks (permasalahan sehari-hari), siswa dapat memahami apa
yang mereka kerjakan, dan tidak perlu banyak menghafal konsep dan
prosedur yang tidak bermakna bagi mereka.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar sangatlah penting ketika
memilih metode pembelajaran mana yang akan digunakan. Metode
pembelajaran adalah cara dalam menyajikan (menguraikan, memberi contoh
dan memberi latihan) isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
tertentu.6
Peningkatan kualitas pembelajaran matematika di kelas perlu
mengembangan materi pembelajaran. Buku teks matematika siswa sebagian
materi yang disajikan masih banyak yang menggunakan penalaran deduktif,
sehingga ada keluhan yang dialami siswa dalam mempelajari materi dari
buku teks pelajaran yakni susah memahami konsep matematika. Selain itu,
materi yang disajikan kurangnya keterkaitan antara pembelajaran matematika
di sekolah dengan dunia nyata dan kehidupan sehari-hari siswa sehingga
mata pelajaran matematika termasuk mata pelajaran yang sulit dan ditakuti
siswa. Oleh karena itu Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Bawen yaitu MIN
Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan telah menerapkan
metode dengan model Realistic Mathematics Education (RME) dalam
pembelajaran matematika sehingga dijadikan sebagai lokasi penelitian karena
MIN Doplang merupakan madrasah negeri satu-satunya di kecamatan Bawen
6Atwi Suparman, Desain Instructional, Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka,
2007,166.
4
tepatnya di daerah pedesaan sedangkan MIS Geyongan, MIS Pancuran dan
MIS Asinan terletak di daerah dekat dengan pabrik, sebagian besar siswa
kurang diperhatikan orang tua, yang rata-rata mereka diabaikan karena
tuntutan ekonomi bahkan orang tua mereka berangkat ke negara tetangga
sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) sehingga siswa harus hidup bersama
nenek atau kakeknya.
RME adalah salah satu model pembelajaran matematika yang
dikembangkan untuk mendekatkan matematika kepada siswa. Masalah-
masalah nyata dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika untuk menunjukkan bahwa matematika
sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Benda nyata yang akrab
dengan kehidupan siswa dijadikan sebagai alat peraga dalam
pembelajaran matematika.7 Siswa harus diberi kesempatan untuk
membangun pengetahuan dan pemahaman sendiri. Berdasarkan hasil
observasi awal di MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS
Asinan yang telah menggunakan model pembelajaran Realistic Mathematics
Education (RME) pada pembelajaran matematika, penulis tertarik untuk
mengetahui apakah RME yang diterapkan di empat madrasah tersebut sudah
dilakukan sesuai dengan prosedur RME. Dengan demikian pemilihan model
pembelajaran yang akan dipakai dalam proses pembelajaran matematika
sangatlah menentukan.
7Nyimas Aisyah dkk, Pengembangan Pembelajaran Matematika SD, Jakarta: Dirjen
Dikti Depdiknas, 2007, 7.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka penulis dapat
mengemukakan rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan model Realistic Mathematics Education (RME)
dalam pembelajaran matematika pada siswa di Madrasah Ibtidaiyah se-
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana hasil evaluasi dalam menerapkan model Realistic Mathematics
Education (RME) pada pembelajaran matematika di Madrasah Ibtidaiyah
se-Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan model Realistic Mathematics Education
(RME) pada pembelajaran matematika di Madrasah Ibtidaiyah se-
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang?
C. Signifikasi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penerapan model Realistic Mathematics Education
(RME) dalam pembelajaran matematika pada siswa di Madrasah Ibtidaiyah
se-Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
b. Untuk mengetahui hasil evaluasi dalam menerapkan model Realistic
Mathematics Education (RME) pada pembelajaran matematika di Madrasah
Ibtidaiyah se-Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
6
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model Realistic Mathematics
Education (RME) pada pembelajaran matematika di Madrasah Ibtidaiyah
se-Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
2. Manfaat Penelitian
a. ManfaatTeoretik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan literatur tentang metode yang tepat dalam pembelajaran matematika
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
b. Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan masukan yang
konstruktif bagi madrasah untuk pengembangan kualitas pembelajaran
Matematika dan bagi guru dapat menambah khasanah pembelajaran yang
sangat mungkin dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pelaksanaan
tugas mengajar guru di sekolah.
D. Kajian Pustaka
Penelitian Ulfa (2016) dalam penelitiannya yang membahas tentang
Penerapan Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa,
menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran RME dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Persentase aktivitas siswa
secara klasikal pada siklus I memperoleh kategori cukup aktif, meningkat
pada siklus II menjadi kategori aktif. Nilai rata-rata hasil belajar siswa siklus I
memperoleh kategori belum tuntas, meningkat pada siklus II menjadi kategori
7
tuntas.8 Penelitian ini juga membahas tentang model pembelajaran akan tetapi
juga ditekankan strategi yang tepat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
May Shandy (2016) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dengan
menerapkan pedekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas IV
Sekolah Dasar Se-Kecamatan Sukasari Kota Bandung, terlihat dari hasil tes
evaluasi dengan rata-rata nilai pada siklus I adalah 70,6 dengan ketuntasan 62
%, lalu rata-rata nilai pada siklus II adalah 88 dengan ketuntasan 87 %.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan
hasil belajar.9
Penelitian lain yang dilakukan Muhammad Syukur (2004) dalam
tesisnya yang berkaitan dengan metode pembelajaran guru dengan hasil
penelitian bahwa metode belajar yang tepat dapat meningkatkan kreativitas
siswa yaitu guru perlu merancang komponen proses pembelajaran yang dapat
mengembangkan kreativitas siswa yang meliputi desain lingkungan belajar,
aktivitas siswa, metode dan media pembelajaran, dan teknik evaluasi hasil
pembelajaran. Program yang telah disusun tersebut harus dilaksanakan sesuai
dengan rancangan.10
8
Annisa Ulfa, “Penerapan Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD
Negeri 1 Tempuran”, Tesis, Universitas Lampung, 2016, 60. 9May Shandy, “Realistic Mathematics Education (RME) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Volume 1, Nomor 1
(Desember 2016), 47. 10
Muhammad Syukur, “Pengembangan Kreativitas Dalam Proses Pembelajaran di
SMA Bakti Mulya 400 Kebayoran Lama Jakarta Selatan”, Tesis, UIN Syarif Hidayatullah,
2004, 154.
8
Herwati A (2015) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa peningkatan
kemampuan penalaran analogi dan generalisasi Matematik dengan
menggunakan pendekatan realistik. Kemampuan penalaran Matematik lebih
tinggi apabila menggunakan pendekatan realistik dibandingkan dengan
tanpa realistik. Pendekatan realistik memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menjadi lebih aktif dalam pengajaran dan pembelajaran
Matematika. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik
memberikan kesan yang baik terhadap diri siswa. Siswa menjadi lebih
positif dalam pembelajaran dan mencari sendiri konsep Matematika dan
bukan lagi merupakan pemberitahuan dari guru. Siswa itu sendiri yang
aktif mengkonstruksi pengetahuannya.11
Penelitian lain Ardhini Lestari A (2014) dalam jurnalnya memberikan
hasil bahwa penerapan pendekatan RME yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi soal cerita tentang himpunan mengikuti langkah-
langkah, yaitu: pada langkah memahami masalah kontekstual, guru
menyajikan masalah kontekstual dan meminta siswa untuk memahami
masalah yang diberikan. Pada langkah menyelesaikan masalah, siswa
bersama kelompoknya diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada
langkah membandingkan dan mendiskusikan jawaban, beberapa kelompok
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan kelompok lain
membandingkan dan mengomentari jika terdapat perbedaan jawaban dengan
11
Herawati A, “Efektifitas Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematika di SMA Negeri 1 Tembilahan Inhil Riau ”, Jurnal Peluang, Volume 4,
Nomor 1 (Oktober 2015), 11.
9
kelompoknya. Pada langkah menyimpulkan, guru mengarahkan siswa untuk
membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari.12
Dalam jurnalnya Septiana Wijayanti (2016) menunjukkan bahwa
dengan pendekatan RME dapat meningkatkan kreativitas pemecahan
masalah, dapat dilihat indikator keberhasilan meliputi: menemukan fakta,
masalah, gagasan, solusi dan mengimplementasikan permasalahan,
menunjukkan lebih dari 40%. Pembelajaran dengan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) juga meningkatkan prestasi belajar
matematika, terlihat dari siswa yang tuntas dalam KKM sebelum dilakukan
tindakan 12 siswa (31%), setelah dilakukan tindakan yang tuntas menjadi 32
siswa (82%).13
Hasil penelitian yang dideskripsikan di atas, memang cukup banyak
tulisan ilmiah yang senada dengan tema peningkatan hasil belajar matematika
dengan model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
sehingga dapat saling melengkapi satu sama lain, akan tetapi penulis belum
menemukan kajian secara khusus yang meneliti tentang penerapan metode
Realistic Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika
khususnya di MI se-Kecamatan Bawen. Penelitian ini sangat penting untuk
diterapkan kepada siswa dengan proses dan cara penerapan serta pembinaan
12
Andini Lestari A, “Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Soal Cerita Tentang Himpunan di
Kelas VII MTsN Palu Barat”, Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako, Volume
2, Nomor 1 (September 2014), 11. 13
Septiana Wijayanti, “Penggunaan Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) sebagai Upaya Peningkatan Kreativitas Dalam Pemecahan Masalah Matematika
Siswa X.7 SMA Negeri 1 Pulokulon ”, Magistra, Volume 1, Nomor 95 (Maret 2016), 87.
10
yang berlanjut sehingga menjadikan siswa untuk meningkatan hasil belajar
Matematika.
E. Kerangka Teori
Model pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang
mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan
pembelajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.14
RME merupakan salah satu model pembelajaran matematika yang
berorientasi pada siswa, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan
matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan
seharihari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang
real atau nyata.15
Model pembelajaran RME adalah matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai
titik awal pembelajaran.
Prosedur atau langkah-langkah Realistic Mathematics Education
(RME) antara lain: 1) Persiapan. Selain menyiapkan masalah kontekstual,
guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai
macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2) Pembukaan. Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi
14
Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat
Pendidikan Dasar, Jakarta: Rajawali Pers, 2015, 39. 15
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta:
Kencana, 2013, 205.
11
pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia
nyata untuk memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri. 3) Proses
pembelajaran. Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah
sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun
secara kelompok. 4) Tahap akhir yaitu Mengolah dan menganalisis data
yang diperoleh dan membuat kesimpulan.16
“Cooperative learning refers to a variety of teching methods in which
students work in small group to help one another learn academic content.”17
Pembelajaran kooperatif adalah suatu variasi metode pembelajaran dimana
peserta didik bekerja dalam kelompok kecil untuk membantu peserta didik
yang lain mempelajari materi pelajaran.
Prinsip pembelajaran matematika realistik yaitu: 1) Penemuan
kembali terbimbing dan matematisasi progresif, artinya pembelajaran
matematika realistik harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika. 2) Fenomena
didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan masalah
matematika realistik harus menetapkan aspek aplikasi dan
mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif. 3)
Mengembangkan model-model sendiri, artinya pemecahan masalah
matematika realistik harus mampu dijembatani melalui pengembangan
model-model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkret
16
Yusuf Hartono, Pendekatan Matematika Realistik, Jakarta: Dikti Bahan Ajar PJJ
PGSD, 2010, 20. 17
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice, London:
Allymand Bacon, 2005, 2.
12
menuju situasi abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh siswa untuk
memecahkan masalah, dapat menciptakan kreasi dalam kepribadian siswa
melalui aktifitas di bawah bimbingan guru.18
Belajar matematika berarti belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti
belajar bernalar. Keterpaduan antara konsep belajar dan konsep mengajar
melahirkan konsep baru yaitu proses belajar mengajar yang dikenal dengan
proses pembelajaran.19
Kelebihan dalam menerapkan model Realistic Mathematics Education
(RME) adalah: a) Pengetahuan yang dibangun oleh siswa akan terus
tertanam dalam diri siswa. b) Memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa tentang adanya keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari,
c) Pembelajaran tidak berorientasi kepada memberi informasi dan memakai
matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah. Sedangkan
Kelemahan dalam menerapkan model RME yaitu a) Menggunakan masalah
realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. b) Pemilihan alat peraga harus
cermat agar alat peraga yang dipilih bisa membantu proses berpikir siswa
sesuai dengan tuntutan RME. c) Upaya mendorong siswa agar bisa
menemukan cara untuk menyelesaikan tiap soal merupakan tantangan
tersendiri.20
18
Miftahul Jannah, “Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Tanjung Brebes Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) Pada Sub Materi Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan
Persegi Tahun Pelajaran2006/2007”, Tesis, UNNES, 2007, 22. 19
Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta : PT. Grasindo, 2004,
8. 20
Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran: Teori…, 110.
13
Kemampuan matematika siswa merupakan perwujudan dari proses
keberhasilan pembelajaran matematika yang dicerminkan dengan perubahan
pola berpikir, sikap dan perubahan tingkah laku yang ditunjukan oleh siswa.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan
pendekatan deskriptif yaitu meneliti masalah yang sifatnya kualitatif, yakni
prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.21
Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus (case study),
dalam arti penelitian fokus pada kasus (fenomena) yang kemudian dipahami
dan dianalisa secara mendalam.”22
Meskipun studi lapangan, penelitian ini
tetap melakukan kajian pustaka seperti pembahasan tentang metode dan
strategi pembelajaran.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Bawen
Kabupaten Semarang yang terdiri dari 4 madrasah dan semuanya dijadikan
objek penelitian. Fokus penelitiannya adalah MIN Doplang yang merupakan
MIN satu-satunya di Kecamatan Bawen dan 3 MI swasta yaitu MI Pancuran,
MI Geyongan dan MI Asinan. Dalam pembelajaran menggunakan model
pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) sehingga lokasi
21
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, 36. 22
Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007, 99.
14
tersebut dapat dijadikan contoh bagi lembaga lainnya yang representatif untuk
dijadikan penelitian.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data mengenai
model pembelajaran matematika di MI Se-Kecamatan Bawen sedangkan
sumber data sekunder terdiri dari dokumen data umum seperti gambaran
umum madrasah dan data khusus seperti kegiatan pembelajaran dan prestasi
belajar. Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
Informan, yang terdiri dari kepala sekolah, dewan guru, siswa, dokumen yang
berupa administrasi madrasah, dan kegiatan pembelajaran.
4. Pendekatan
Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fenomenologis untuk
menggali perspektif orang dalam (insider). Semua perspektif orang dalam
mesti dipertimbangkan tanpa memandang tingkat intelektual mereka.23
Pendekatan ini digunakan peneliti untuk mengkaji apakah dalam
penerapan model Realistic Mathematics Education (RME) dalam
pembelajaran matematika yang dilaksanakan mampu memberikan efek positif
bagi lingkungan madrasah dan sekitar khususnya berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam memahami soal matematika dengan menerapkan
contoh konkrit di MI Se-Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
23
Zakiyuddin Baidhawy, Studi Islam Pendekatan dan Metode, Yogyakarta: PT.Bintang
Pustaka Abadi (BiPA), 2011, 280.
15
5. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Peneliti menggunakan observasi partisipan untuk mempelajari dan
memahami perilaku yang terlibat dan observasi langsung dengan pedoman
sebagai pengamatan. Berkaitan dengan pengamatan dalam penelitian
dilakukan kegiatan observasi terhadap kegiatan proses pembelajaran,
aktivitas guru dan siswa, dan administrasi madrasah.
b. Metode Interview
Metode wawancara ini digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus di bahas sekaligus menjadi data dan
mengecek apakah aspek tersebut telah ditanyakan kepada informan. Metode
ini digunakan peneliti untuk mengetahui model pembelajaran matematika
yang diajukan kepada Kepala Madrasah, guru dan siswa.
c. Metode dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dari berbagai
informasi melalui bahan dokumentasi yang berkaitan dengan penerapan
model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) seperti
rencana pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan
16
yang dapat dikelola, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.24
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tiga prosedur analisis
yaitu: 1) Reduksi data yaitu suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
untuk menyederhanakan data kasar yang diperoleh di lapangan. 2) Penyajian
data yaitu menyajikan data yang sudah diedit dan diorganisasi secara
keseluruhan dalam bentuk naratif deskriptif. 3) Penarikan kesimpulan yaitu
merumuskan kesimpulan setelah melakukan tahap reduksi dan penyajian data.
G. Sistematika Penulisan
Tesis ini disusun dalam lima bab, dalam bab I merupakan Pendahuluan.
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
signifikansi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan. Bab II berisi gambaran umum madrasah dan penerapan model
pembelajaran RME. Bab III berisi hasil evaluasi dalam penerapan model
pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) di MI se-Kecamatan
Bawen. Bab IV Kelebihan dan kekurangan dalam penerapan model
pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) di MI se-Kecamatan
Bawen. Bab V merupakan Penutup. Penulis mengambil kesimpulan dari hasil
penelitian ini yang disertai rekomendasi sebagai implikasi dari sebuah
penelitian.
24
Lexy Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2005, 248.
17
BAB II
GAMBARAN UMUM MADRASAH DAN PENERAPAN
MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
A. Gambaran Umum Madrasah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Doplang merupakan satu-satunya
MI yang berstatus negeri di kecamatan Bawen, berada di daerah pedesaan
yang terletak di luar lingkungan komplek Pondok Pesantren, tepatnya
terletak pada lintasan desa yang menghubungkan ke lintasan Kecamatan
Bawen. Jarak antara MIN Doplang dengan pusat Kecamatan Bawen adalah
sekitar 3 km ke arah sebelah Timur. Sedangkan jarak MIN Doplang dengan
pusat Kabupaten Semarang adalah sekitar 15 km ke arah Selatan. Jarak
dengan Kantor Kementerian Agama kabupaten Semarang sekitar 10 km.
MIN doplang memiliki bangunan kelas sebanyak 8 kelas. Ruang guru dan
Kepala madrasah 1 ruang. Kamar Kecil (WC) Guru sebanyak 2 ruang. WC
Siswa sebanyak 6 ruang. Data rekap guru di MIN Doplang terdiri dari 14
guru PNS, 6 guru bantu dengan jumlah 20 orang. Data siswa laki-laki ada 142
dan perempuan ada 105 dengan jumlah 247 siswa.25
Kecamatan Bawen terdapat tiga madrasah ibtidaiyah yang berstatus
swasta yaitu MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan. Jumlah
siswanya lebih sedikit dibandingkan madrasah ibtidaiyah yang berstatus
negeri. MIS Geyongan, MIS Pancuran terletak di daerah yang dekat dengan
25
Hasil Dokumentasi MIN Doplang, 05 Januari 2018.
18
pabrik. MIS Geyongan data siswa laki-laki ada 42 dan perempuan ada 42
dengan jumlah 84 siswa. Jumlah guru ada 7 dan 1 kepala madrasah. MIS
Pancuran data siswa laki-laki ada 55 dan perempuan ada 51 dengan jumlah
101 siswa MIS Asinan terletak di daerah pedesaan, mayoritas gurunya non
PNS. Jumlah tenaga pengajar ada 7 guru yang berstatus sebagai guru tetap
yayasan (GTY). MI Asinan data siswa laki-laki ada 46 dan perempuan ada
16 dengan jumlah 62 siswa. Kegiatan Belajar Mengajar atau KBM di MI
Kecamatan bawen dilaksanakan pada pagi hari, mulai dari jam 07.15 WIB
hingga jam 12.40 WIB. Lama jam belajar untuk kelas I dan kelas II setiap
jamnya (1 jam pelajaran) adalah 30 menit, sedangkan untuk kelas III, IV, V,
dan VI lama setiap jamnya ( 1 jam pelajaran) adalah 35 menit.26
B. Proses Penerapan Model RME dalam Pembelajaran Matematika
Guru harus memilih model pembelajaran yang sesuai untuk setiap
kompetensi yang ingin dicapai, karena tidak setiap model pembelajaran
sesuai untuk digunakan dalam mencapai setiap kompetensi atau tujuan
pembelajaran tertentu. Model yang diterapkan dalam pembelajaran
matematika di MI Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang yaitu MIN
Doplang, MIS Asinan, MIS Geyongan dan MIS Pancuran adalah dengan
pendekatan baru Realistic Mathematics Education (RME).
Model RME merupakan bentuk pembelajaran yang menggunakan dunia
nyata dan kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan aktivitas siswa
26
Dokumentasi Madrasah Ibtidaiyah Swasta Geyongan, Pancuran dan Asinan.
19
untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang
diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.27
Dalam penerapan model RME, pembelajaran diawali dengan
masalah kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik atau dunia
nyata, sehingga memungkinkan madrasah di Kecamatan Bawen seperti
MIN Dolang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan menggunakan
pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari
konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan sebagai matematisasi
konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan
konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan
konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata. Oleh karena itu,
untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak
sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari dan
penerapan matematika dalam sehari-hari.
Dalam menerapkan model pembelajaran RME, MIN Doplang, MIS
Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan harus mengetahui prosedur yang
ada dalam model RME adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Adapun persiapan yang dilaksanakan, yaitu a) Melakukan observasi
untuk melihat karakteristik yang ada dan kegiatan pembelajaran
matematika yang dilaksanakan di sekolah tersebut.b) Menentukan kelas
dan menetapkan materi pembelajaran Matematika. c) Menyusun Rencana
27
Effie Efrida Muchlis, “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) Terhadap Perkembangan Kemampuan Pemecahan Masalah”, Jurnal
Exacta, ISSN: 1412-3617, Vol. X, No. 2 (Desember 2012), 136.
20
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan pendekatan RME. d)
Menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang sesuai dengan
pendekatan RME, untuk selanjutnya diberikan kepada siswa pada saat
diskusi kelompok. e )Menyusun instrumen tes dan melakukan uji coba
instrumen penelitian.
2. Tahap Pembukaan. Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan
strategi pembelajaran yang dipakai. Siswa mendeskripsikan masalah
kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada
masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah,
selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri
berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan
adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya.
Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga
siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut.
3. Proses Pembelajaran
Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, langkah-langkah
yang dilakukan adalah a) Melaksanakan pembelajaran matematika dengan
pendekatan RME. b) Memberikan tes kemampuan akhir pemahaman
konsep matematis setelah penerapan pembelajaran dengan pendekatan
RME. Setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
didepan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain
memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji.
Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan
21
sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta
menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Tahap Akhir. Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik
melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan kesimpulan suatu
konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistik yang
diselesaikan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus
mengerjakan soal evaluasi.
Gambaran tentang implementasi RME diberikan contoh pembelajaran
pembagian pecahan di MI. Dalam pembelajaran, sebelum peserta didik
masuk pada sistem formal, terlebih dahulu mereka dibawa ke “situasi”
informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian
menjadi bagian yang sama misalnya pembagian kue sehingga tidak terjadi
loncatan pengetahuan informal siswa konsep matematika dengan pengetahuan
matematika formal. Setelah mereka memahami pembagian menjadi bagian
yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan RME
dilakukan dengan empat tahapan untuk menuju matematika formal.
Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan, pembukaan, proses pembelajaran
dan tahap akhir. Adapun cara mengajarkan konsep pecahan kepada siswa
kelas IV dengan pendekatan RME, salah satunya adalah melalui konteks
“membagi makanan seperti kue”. Proses penerapan model RME dalam
pembelajaran matematika pada materi pecahan sederhana adalah sebagai
berikut:
22
Tabel 2.1.
Proses Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME)
MI Se-Kecamatan Bawen
Tahapan Langkah-langkah Pembelajaran RME
Persiapan 1) Guru mengawali pembelajaran dengan
mempersiapkan beberapa kue, pisau dan
beberapa piring sebagai alas.
2) Guru membagi siswa atas beberapa
kelompok kecil yang terdiri dari 2 anak, 3
anak, dan 4 anak. Kemudian guru
membagikan satu buah kue kepada setiap
kelompok.
3) Siswa-siswa diminta untuk membagi
satu buah kue tersebut secara adil sesuai
dengan jumlah anak dalam setiap
kelompok. Pada kegiatan ini siswa
diberikan kebebasan untuk membuat
kalimat untuk membagikan sebuah kue
tersebut sesuai dengan bahasa mereka sendiri.
4) Setelah semua kelompok selesai
memotong kue menjadi bagian-bagian yang
sesuai dengan banyak anggota pada setiap
kelompok, guru meminta mereka memegang
kue yang mereka dapatkan.
5) Secara bergantian guru bertanya kepada
siswa “berapa bagian kue yang kamu
dapatkan dari kelompokmu”.
6) Setelah siswa menjawab, guru
memperbolehkan siswa memakan kue yang
mereka dapatkan. Oleh karena itu
pembelajaran akan menyenangkan dan
mampu mendorong aktivitas dan
interaktivitas siswa.
Pembukaan 1) Pada tahap ini, guru tidak lagi
membawa kue, tetapi kue tersebut sudah
dimodelkan dengan sebuah kertas warna-
warni yang berbentuk persegi.
23
2) Guru membagi siswa atas beberapa
kelompok dengan anggota kelompok sama
banyak, kemudian guru memberikan
selembar kertas warna-warni untuk setiap
kelompok.
3) Siswa-siswa bekerja kelompok membuat
setengah, seperempat, dan sepertiga dari
kertas persegi yang telah disediakan dan
menempelkan pada tempat yang telah
disediakan pada LKS. Kemudian siswa
diminta untuk menuliskan pecahan yang
sesuai pada bagian yang telah dipotong.
Proses Pembelajaran 1) Pada tahap ini pengetahuan mereka
dibangun untuk menuju kepada tahap formal.
2) Konteks kue dan penskemaan kue yang
telah dimodelkan dengan kertas warna-
warni sudah tidak berlaku lagi.
3) Guru mulai menjelaskan siswa tentang
pecahan sederhana dalam bentuk formal.
4) Dalam soal matematika formal, kue
digambarkan dengan sebuah gambar persegi
yang sudah dibagi menjadi beberapa bagian.
5) Kemudian guru memberikan beberapa
soal pecahan sederhana untuk dikerjakan
siswa secara individu.
Tahap Akhir Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan
siswa untuk menarik kesimpulan mengenai
pemecahan masalah mengenai pembagian
pecahan, konsep, prosedur atau prinsip yang
telah dibangun bersama. Pada tahap ini
karakteristik pembelajaran matematika
realistik yang muncul adalah interaktif serta
menggunakan kontribusi siswa.
Sumber: Hasil Observasi di MI Se-Kecamatan Bawen
Pada pelajaran matematika di MI Se-Kecamatan Bawen, model RME
ini diterapkan pada waktu kegiatan pembelajaran baru dimulai atau pada saat
guru menginformasikan materi pembelajaran. Siswa dapat menyelesaikan
24
masalah tersebut dengan langsung menggunakan konsep yang telah
dimilikinya atau siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan mengubah ke
dalam model matematika lalu menggunakan konsep yang telah dimiliki.
Dalam tahapan persiapan pembelajaran dengan model RME sudah
diterapkan oleh MI Kecamatan Bawen. Model ini digunakan untuk
meningkatkan kecepatan dan ketepatan siswa dalam mengingat serta
mengungkapkan kembali ingatannya seperti: penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian bilangan-bilangan dasar, sebagai contoh: siswa di
kelas IV di MI harus memiliki kemampuan melakukan pembagian dengan
dikaitkan dunia nyata seperti pembagian kue.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di MIS Asinan, dalam
pembelajaran matematika belum sepenuhnya menggunakan alat peraga yang
bertujuan untuk memberikan wujud riil terhadap bahan yang dibicarakan
dalam materi pembelajaran. Alat peraga yang digunakan dalam proses belajar
mengajar dalam garis besarnya memiliki manfaat menambah kegiatan belajar
siswa, menghemat waktu belajar, memberikan alasan yang wajar untuk
belajar karena membangkitkan minat perhatian dan aktivitas siswa serta dapat
mengakomodir siswa yang lebih mudah memahami teori secara visual.28
Pada tahap pembukaan, guru melakukan pengamatan kegiatan siswa
dalam berlatih dengan kelompoknya serta memberikan arahan kepada
siswa yang menemukan kesulitan pada proses latihan. Setelah 30 menit
kegiatan latihan selesai, guru meminta setiap siswa untuk mempresentasikan
28
Hasil Wawancara dengan Reni Andriyani Guru MIS Asinan, 27 Januari 2018, Pukul
10.00 WIB.
25
hasil latihannya dengan menggunakan alat peraga kue yang diganti dengan
kertas berwarna dalam pembagian pecahan.29
Model RME dilakukan dengan berdiskusi secara berkelompok, terdiri
dari 3-6 siswa dalam melakukan aktivitas siswa ketika mengerjakan soal
latihan matematika. Kelompok diskusi dipilih atas dasar menggabungkan
siswa yang tempat duduknya berdekatan sebanyak 6 siswa. Kegiatan siswa
berkelompok selain mengerjakan secara diskusi, mereka juga melakukan
aktifitas siswa saling bekerja sama apabila ada salah satu siswa dalam
kelompok yang mengalami kesulitan.30
Metode ini sudah diterapkan di MI se-Kecamatan Bawen yang
merupakan interaksi antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru untuk
menganalisis, menggali permasalahan tertentu yang dilakukan dalam bentuk
klasikal. Contohnya melakukan diskusi kelompok kecil dapat dibedakan
menjadi: pasangan, kelompok 3-6 orang, kelompok dinamika yaitu mulai dari
dua orang, kemudian bergabung menjadi empat orang, terus bergabung
menjadi delapan orang dan seterusnya.
Pada proses pembelajaran, guru tidak menjelaskan materi secara
keseluruhan seperti pembelajaran sebelumnya. Tidak lagi membawa kue,
tetapi kue tersebut sudah dimodelkan dengan sebuah kertas warna-warni
yang berbentuk persegi dan menempelkannya pada LKS sehingga guru
harus membacakan dan menjelaskan setiap langkah yang harus dikerjakan.
29
Hasil Wawancara dengan Puput Ali Muttaqin Guru MIN Doplang, 29 Januari 2018,
Pukul 09.30 WIB. 30
Hasil Wawancara dengan Abdul Kholiq, Guru MIS Geyongan, 30 Januari
2018.Pukul 10.00 WIB.
26
Pada pertemuan selanjutnya siswa sudah dapat memahami sendiri
petunjuk dan perintah pada modul.31
Berdasarkan hasil wawancara di MIS Pancuran, Siswanto mengatakan
“Pada proses pembelajaran atau pembangunan pengetahuan, semua guru
matematika disini menerapkan model RME karena kegiatan dapat
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan
mengaitkan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari seperti
pembagian dengan kue dikaitkan dengan soal pecahan sederhana, sehingga
siswa termotivasi untuk menyelesaikan pertanyaan yang mengarahkan siswa
dalam proses pemecahan masalah.32
Menurut Sriyanti, model RME senantiasa bagus diterapkan apabila
dalam proses pembelajaran matematika betul-betul disiapkan dengan baik,
didukung alat dan media serta memperhatikan batas kemungkinan
penggunaannya. Model ini sering digunakan oleh setiap guru. Selain
disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor
kebiasaan baik dari guru ataupun siswa meskipun juga ada kekurangannya.33
Hasil observasi di MIS Asinan diperoleh data bahwa tahap akhir
pembelajaran soal-soal kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi
dijumpai pada bagian akhir dari kegiatan belajar mengajar di kelas,
bahkan seringkali hanya dipandang sebagai pengayaan dari materi yang
31
Hasil wawancara dengan Jarwinah dan Rika, Guru Matematika MIN Doplang dan
MIS Asinan, 26 Januari 2018, Pukul 08.30 WIB. 32
Hasil Wawancara dengan Siswanto, Kepala MIS Pancuran, 25 Januari 2018,Pukul
08.30 WIB 33
Hasil Wawancara dengan Sriyanti Guru MIN Doplang, 29 Januari 2018, Pukul 08.30
WIB
27
telah dipelajari. Dalam akhir kegiatan pembelajaran dengan model RME
adanya kontribusi siswa dapat menarik kesimpulan mengenai pemecahan
masalah melalui diskusi.34
Penggunaan model RME dalam pelajaran matematika di MI
Kecamatan Bawen kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa
dengan kemampuan tinggi di sekolah yang menerapkan pendekatan RME
lebih baik hasilnya dibandingkan dengan siswa di sekolah yang tidak
menerapkan pendekatan RME. Model pembelajaran matematika yang ada di
MI Kecamatan Bawen yaitu menggunakan Realistic Mathematics Education
(RME) merupakan pendekatan baru yang sudah diterapkan di MIN Doplang,
MIS Pancuran, Geyongan dan Asinan. Model RME merupakan pendekatan
pembelajaran matematika yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi
kehidupan siswa. Model RME dalam pembelajaran matematika menekankan
pada keterampilan berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dan menarik
kesimpulan. Dapat dilihat bahwa pembelajaran ini termasuk pembelajaran
dengan proses belajar mandiri dan berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, ketepatan model pembelajaran yang dipilih harus
disesuaikan dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan diajarkan.
34
Hasil Wawancara dengan Atika, Siswa Kelas IV MIS Asinan, 27 Januari 2018.
Pukul 09.30 WIB
28
BAB III
EVALUASI PENERAPAN MODEL RME DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A. Indikator Aktivitas Siswa
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan lembar observasi yang berisi
sejumlah indikator perilaku atau aspek yang diamati.35
Kriteria yang digunakan dalam penilaian harus tepat, sehingga dapat
memberi hasil penilaian yang objektif. Data evaluasi aktivitas siswa selama
proses pembelajaran dengan menggunakan model Realistic Mathematics
Education (RME) yang berlangsung melalui tiga tahapan yaitu tahapan
nyata, pembentukan skema, dan tahapan pembangunan pengetahuan
diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dengan
melihat indikator sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Indikator Aktivitas Siswa
No Aspek yang
Diamati
Indikator
1 Kegiatan
lisan
(A)
a. Mengajukan pertanyaan.
b. Memberikan saran.
c. Mengemukakan pendapat saat diskusi.
d. Berbicara dengan bahasa yang baik dan benar.
e. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
2 Kegiatan
mental
(B)
a. Menggunakan berbagai cara untuk memecahkan
masalah saat berdiskusi.
b. Membantu teman yang kesulitan.
35
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
berdasarkan Kurikulum 2013), Jakarta: Rajawali Pers, 2013, 117.
29
c. Bekerjasama dalam kelompok.
d. Membuat keputusan dengan cepat.
e. Memeriksa kembali tugas yang dikerjakan
sebelum dikumpul.
3 Kegiatan
emosional
(C)
a. Semangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
b. Tidak mengganggu teman saat belajar.
c. Berani maju ke depan kelas.
d. Mengerjakan tugas dengan tenang dan tidak
tergesa-gesa.
e. Menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu.
Selama proses pembelajaran siswa dituntut mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki model atau strategi belajar sendiri serta memiliki
kecapakan berpartisipasi dalam tim. Peran guru dalam pembelajaran model
RME adalah mengajukan permasalahan nyata, motivasi, menyediakan bahan
ajar dan fasilitas yang diperlukan siswa untuk memecahkan masalah
serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan
perkembangan intelektual siswa. Adapun kategori dalam menentukan
evaluasi penerapan model RME dilihat dari aktivitas siswa sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Kategori Evaluasi Penerapan RME dilihat dari Aktivitas Siswa
No Skor Kategori Indikator
1 5 (80-
100)
Sangat
Aktif
Jika semua indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
2 4 (60-79) Aktif Jika keempat indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
3 3 (40-59) Cukup
Aktif
Jika ketiga indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
4 2 (20-39) Kurang
Aktif
Jika kedua indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
5 1 (0-19) Pasif Jika hanya satu indikator dalam aspek
yang diamati dilaksanakan selama
pengamatan.
30
B. Hasil Evaluasi Model RME
Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika, salah
satunya adalah melalui implementasi model RME secara terus-menerus
ditingkatkan kualitasnya, baik dari segi proses maupun hasil pembelajaran.
Sebagai ujung tombak pelaksana asesmen dalam pembelajaran, para guru
perlu memiliki keterampilan dalam melakukan penilaian yang tepat pada
proses dan hasil pembelajaran siswanya.
.Berdasarkan hasil evaluasi yang ada dalam menerapkan model RME
pelajaran Matematika di MI Kecamatan Bawen berkaitan dengan aktivitas
siswa, maka diperoleh hasil sesuai lampiran tabel 3.3 sebagai berikut:
MIN Doplang Kecamatan Bawen, hasil evaluasi aktivitas siswanya dari
31 siswa yang berkategori aktif ada 11 siswa dan sisanya 20 siswa sangat
aktif dengan mengamati beberapa aspek yaitu kegiatan lisan rata-rata sangat
aktif dengan skor 4,12 artinya semua indikator dalam aspek yang diamati
dilaksanakan selama pengamatan. Dalam kegiatan mental rata-rata siswa
berkategori sangat aktif dengan skor 4 artinya semua indikator dalam
aspek yang diamati dilaksanakan selama pengamatan dan kegiatan
emosional siswa terlihat aktif dengan skor 3,97 artinya hanya keempat
indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan selama pengamatan.
Hasil evaluasi aktivitas siswanya dalam penerapan model RME
pembelajaran matematika di MIS Geyongan, dari 15 siswa yang berkategori
aktif ada 5 siswa dan sisanya 10 siswa sangat aktif dengan mengamati
beberapa aspek yaitu kegiatan lisan rata-rata sangat aktif dengan skor 4
31
artinya semua indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan selama
pengamatan. Dalam kegiatan mental rata-rata siswa berkategori sangat aktif
dengan skor 4 artinya semua indikator dalam aspek yang diamati
dilaksanakan selama pengamatan dan kegiatan emosional siswa terlihat aktif
dengan skor 3,6 artinya hanya keempat indikator dalam aspek yang diamati
dilaksanakan selama pengamatan.
MIS Pancuran dalam penerapan model RME pembelajaran matematika,
hasil evaluasi aktivitas siswanya yang berjumlah 14 siswa yang berkategori
aktif ada 8 sedangkan 6 siswa sangat aktif. Hal ini dilihat dari beberapa aspek
yaitu kegiatan lisan rata-rata aktif dengan skor 3,86 artinya hanya empat
indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan selama pengamatan.
Dalam kegiatan mental rata-rata siswa berkategori aktif dengan skor 3,78
artinya hanya empat indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan
selama pengamatan dan kegiatan emosional siswa terlihat aktif dengan skor
3,5 artinya hanya keempat indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan
selama pengamatan.
MIS Asinan dalam penerapan model RME pembelajaran matematika,
hasil evaluasi aktivitas siswanya yang berjumlah 7 siswa yang berkategori
aktif ada 5 sedangkan 2 siswa sangat aktif. Hal ini dilihat dari beberapa aspek
yaitu kegiatan lisan rata-rata aktif dengan skor 3,85 artinya hanya empat
indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan selama pengamatan.
Dalam kegiatan mental rata-rata siswa berkategori aktif dengan skor 3,57
artinya hanya empat indikator dalam aspek yang diamati dan kegiatan
32
emosional siswa terlihat aktif dengan skor 3,28 artinya hanya keempat
indikator dalam aspek yang diamati dilaksanakan selama pengamatan.
Berdasarkan hasil evaluasi penerapan RME pada pembelajaran
matematika tentang aktivitas siswa di MI se-Kecamatan Bawen dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Evaluasi Aktivitas Siswa di MI se-Kecamatan Bawen
Dalam pembelajaran matematika di MI se-Kecamatan Bawen dengan
model RME dapat disimpulkan bahwa nilai aktivitas siswa diamati dari tiga
aspek yang berdasarkan pada indikator masing-masing aspek sebagai
patokannya yaitu aspek kegiatan lisan, kegiatan mental dan kegiatan
emosional. Dilihat dari aspek kegiatan lisan dan kegiatan mental yang sangat
aktif adalah MIN Doplang dan MIS Geyongan sedangkan MIS Pancuran dan
MIS Asinan kategori siswanya aktif. Pada aspek kegiatan emosional, siswa di
MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan semuanya
masuk kategori aktif.
0
20
40
60
80
Kegiatan Lisan
Kegiatan Mental
Kegiatan Emosional
Nilai
Aspek yang diamati
Evaluasi Aktivitas Siswa dalam Penerapan RME
MIN Doplang
MIS Geyongan
MIS Pancuran
MIS Asinan
33
BAB IV
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MODEL RME
DI MI SE-KECAMATAN BAWEN
A. Kelebihan Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME)
Pendekatan pembelajaran diperlukan untuk membantu siswa menguasai
materi yang diajarkan guru yaitu dengan menggunakan konsep pembelajaran
yang membuat siswa mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri melalui
model pembelajaran RME.
Model pembelajaran RME dapat mengembangkan sikap positif anak
dan pemahaman, serta aktivitas dalam pembelajaran matematika. dengan
model RME soal yang abstrak dapat menjadi soal yang mudah dipahami bagi
siswa. Selain itu, pembelajaran matematika di MI se-Kecamatan Bawen yaitu
MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan dengan
menerapkan model RME banyak memberikan beberapa kelebihan yaitu:
1. Pembelajaran matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak
terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal penting dalam
penerapan model RME. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka sendiri melalui proses belajar
yang interaktif, seperti: kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun
diskusi kelas. Secara eksplisit bentuk interaksi yang berupa negoisasi,
penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi,
34
kooperatif dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor
penting dalam proses belajar mengajar secara konstruktif.
2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa artinya siswa bisa
menyelesaikan pemecahan masalah matematika dengan mengaitkan
pengalaman siswa dalam kehidupan nyata yang bersifat realistis melalui
konsep-konsep matematika dan menekankan untuk membawa matematika
pada pengajaran bermakna. Contohnya: siswa yang pandai dapat
dijadikan tutor.
3. Menekankan belajar matematika pada learning by doing.
Pada pembelajaran matematika realistik tercipta suasana belajar
dimana siswa merasa usaha dan kontribusi mereka dihargai, siswa
mempunyai kebebasan dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan
kemampuannya yang dapat mengeksplorasi dalam beraktivitas dengan
matematika, sedangkan siswa yang berkemampuan rendah juga masih bisa
menyenangi matematika sesuai dengan kemampuanya. Disini akan muncul
sikap saling menghargai, kerja keras dan mandiri. Hal ini tentunya sesuai
dengan konsep teori yang disampaikan oleh beberapa pakar pendidikan
matematika yang sudah mengkaji beberapa model pembelajaran yang
dapat membentuk karakter siswa. Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dengan berbagai model dan metodenya, dapat dijadikan
sebagai alat untuk membangun karakter bangsa.36
36
Soedjajdi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi Keadaan
Masa Kini Menuju Haraan Masa Depan, Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 2000, 67.
35
Contohnya: Salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman
konsep pembagian pada siswa kelas IV di MI Se-Kecamatan Bawen yaitu
dengan menggunakan pendekatan RME. Hal ini terjadi karena dapat
mempermudah siswa untuk tidak sekedar mengingat tetapi juga paham
tentang konsep pembagian pecahan sehingga keterampilan untuk
memecahkan soal yang berhubungan dengan pembagian juga
meningkat. Selain itu, siswa menjadi lebih aktif dan terpacu untuk selalu
dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dalam proses
pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika pada pokok
materi pembagian dengan menggunakan makanan seperti kue.
4. Menfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa
menggunakan penyelesaian yang baku.
Pada tahap penyelesaikan masalah siswa diminta mengerjakan secara
individu sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa
yang satu dengan yang lainnya. Pada langkah ini yang muncul adalah yaitu
menggunakan kontribusi siswa dan pengalaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Pada tahap ini tentunya akan membangun karakter untuk jujur,
bekerja keras dalam menyelesaikan masalah, mandiri, kreatif dan tentunya
juga melatih siswa untuk memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Contohnya:
alat peraga dapat diserahkan kepada siswa sebagai tugas kelompok.
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
Siswa diberi kesempatan untuk menemukan ide atau konsep
matematika berdasarkan pengalaman anak dalam berinteraksi dengan
36
lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan
sekolah, keluarga, atau masyarakat yang benar-benar dikenal siswa. Siswa
diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah dan mencoba
mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut.
Berdasarkan hasil temuan peneliti di MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS
Pancuran dan MIS Asinan sudah sesuai dengan kajian teori pada bab I tentang
kelebihan dalam penerapan model RME yaitu: a) Pengetahuan yang dibangun
oleh siswa akan terus tertanam dalam diri siswa karena pembelajaran
matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak terlalu formal dan
tidak terlalu abstrak serta dapat mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
b) Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang adanya keterkaitan
matematika dengan kehidupan sehari-hari karena mempertimbangkan tingkat
kemampuan siswa dan menekankan belajar matematika pada learning by
doing. c) Pembelajaran tidak berorientasi kepada memberi informasi dan
memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah seperti
menfasilitasi penyelesaian masalah matematika dan menggunakan konteks
sebagai titik awal pembelajaran matematika.
B. Kelemahan Penerapan Model Realistic Mathematics Education (RME)
Kelemahan yang terjadi dalam penerapan model Realistic Mathematics
Education (RME) pada pembelajaran matematika di MI se-Kecamatan Bawen
yaitu:
37
1. Melihat kondisi siswa yaitu diskusi kelompok masih dikuasai oleh siswa
kelompok yang pandai, sedangkan untuk kelompok yang kurang
berkecenderungan pasif.
Dalam menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus
menjadi yang terbaik sehingga terpacu semangat setiap kelompok untuk
memahami setiap materi ajar yang didiskusikan. Selain aktivitas anggota
kelompok, peran ketua atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan diskusi. Tutor setiap kelompok dipilih secara demokratis oleh
para siswa sehingga mampu mewujudkan suasana yang akrab dan harmonis
di antara sesama anggota kelompok. Kondisi semacam ini sangat diperlukan
ketika para siswa harus mempelajari dan menyelesaikan masalah
matematika dengan model RME. Penerapannya di MI se-Kecamatan Bawen
ketika diskusi kelompok yang pandai lebih cepat menyelesaikan masalah
matematika dibandingkan dengan kelompok yang biasa.
2. Kondisi guru yaitu tingkat pengetahuan dan profesionalisme guru dalam
pemilihan media dan metode pembelajaran yang rendah mengakibatkan
terjadinya kekeliruan dalam menyelesaikan masalah dan menyampaikan
materi matematika. Cara mengatasinya dengan diadakan suatu model in
service training yang lebih terpokus kepada upaya pemberdayaan guru
sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapinya dengan pembinaan
profesi pendidik.
3. Peranan guru sebagai fasilitator akan membuat guru harus selalu
memperluas wawasannya. Jika guru tidak memfasilitasi kebutuhan siswa
38
dalam belajar seperti lembar kerja maka siswa kurang terarah sehingga perlu
adanya kemampuan berpikir dan bernalar serta adanya suatu pembelajaran
yang bermutu.
Hasil temuan peneliti di MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS
Pancuran dan MIS Asinan sudah sesuai dengan kajian teori pada bab I
tentang kelemahan dalam penerapan model RME yaitu: a) Menggunakan
masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, hal ini terbukti dari
hasil diskusi kelompok masih dikuasai oleh siswa kelompok yang pandai. b)
Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa
membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan RME, buktinya
tingkat pengetahuan dan profesionalisme guru dalam pemilihan media dan
metode pembelajaran masih ada yang rendah. c) Upaya mendorong siswa
agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan tiap soal merupakan
tantangan tersendiri seperti adanya peranan guru sebagai fasilitator akan
membuat guru harus selalu memperluas wawasannya.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, MI se-Kecamatan Bawen dalam
menerapkan model baru pada pembelajaran matematika yaitu RME selain
terdapat kelebihan atau keuntungan dalam pembelajaran matematika juga
ada kelemahan dan kendalanya yaitu aktivitas siswa dan guru. Pendekatan
pembelajaran diperlukan untuk membantu siswa menguasai materi yang
diajarkan guru yaitu dengan menggunakan konsep pembelajaran yang
membuat siswa mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri melalui
pendekatan pembelajaran dengan model RME.
39
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Pembelajaran matematika di MI Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang yaitu MIN Doplang, MIS Asinan, MIS Geyongan dan MIS
Pancuran adalah menggunakan model pendekatan baru yaitu Realistic
Mathematics Education (RME). Pembelajaran matematika realistik diawali
dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar
matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan
untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu,
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam bidang lain. Prosedur
atau langkah-langkah yang ada dalam menerapkan model RME dalam
pembelajaran matematika yaitu tahap persiapan, pembukaan, proses
pembelajaran dan tahap akhir.
Evaluasi penerapan model RME di MI se-Kecamatan Bawen dilihat
dari aktivitas siswa berdasarkan aspek kegiatan lisan dan kegiatan mental
yang sangat aktif adalah siswa MIN Doplang dan MIS Geyongan sedangkan
MIS Pancuran dan MIS Asinan kategori siswanya aktif. Pada aspek kegiatan
emosional di MIN Doplang, MIS Geyongan, MIS Pancuran dan MIS Asinan
siswanya semua aktif artinya semangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran, tidak mengganggu teman saat belajar, berani maju ke depan
kelas dan mengerjakan tugas dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
40
Penerapan model RME dalam pembelajaran matematika di MI se-
Kecamatan Bawen mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya
adalah: a) Pembelajaran matematika lebih menarik, relevan dan bermakna,
tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak. b) Mempertimbangkan tingkat
kemampuan siswa, c) Menekankan belajar matematika pada learning by
doing, d) Menfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa
menggunakan penyelesaian yang baku. e) Menggunakan konteks sebagai titik
awal pembelajaran matematika. Sedangkan kelemahannya antara lain: 1)
diskusi kelompok masih dikuasai oleh siswa kelompok yang pandai,
sedangkan untuk kelompok yang kurang berkecenderungan pasif. 2) tingkat
pengetahuan dan profesionalisme guru yang rendah mengakibatkan terjadinya
kekeliruan dalam menyelesaikan masalah dan menyampaikan materi
matematika. 3) Peranan guru sebagai fasilitator akan membuat guru harus
selalu memperluas wawasannya.
B. Saran
Proses pembelajaran matematika agar lebih efektif dan lebih memberikan
hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran: Bagi instansi
pendidikan hendaknya senantiasa memberikan motivasi, monitoring, dan
evaluasi kepada guru agar berani menerapkan model pembelajaran yang tepat
guna meningkatkan kualitas pemecahan masalah matematis siswa.
Bagi Guru, diharapkan agar lebih kreatif dalam memilih dan
menggunakan model, pendekatan, dan metode yang relevan dengan
41
pembahasan materi pelajaran. Kepada para peneliti di bidang pendidikan
khususnya pendidikan matematika untuk melakukan penelitian lebih lanjut
guna memperluas hasil-hasil penelitian ini pada khususnya dan masalah
matematika pada umumnya.
Penelitian ini belum sepenuhnya komprehensif, maka bagi peneliti
yang berminat dengan tema ini dapat mengkaji lebih dalam tentang model
pendekatan yang belum diterapkan pada mata pelajaran matematika tidak
hanya pada lingkup MI saja seperti tingkat atas maupun perguruan tinggi
sehingga membutuhkan kajian yang lebih sebagai bahan pertimbangan dan
kajian untuk meningkatkan keberhasilan dalam proses pembelajaran.
42
DAFTAR PUSTAKA
Baidhawy, Zakiyuddin. Studi Islam Pendekatan dan Metode. Yogyakarta:
PT.Bintang Pustaka Abadi (BiPA), 2011.
Hadi, Sutarto. Pendidikan Realistik: Menjadikan Pelajaran Matematika Lebih
Bermakna bagi Siswa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2003.\
Hartono, Yusuf. Pendekatan Matematika Realistik. Jakarta: Dikti Bahan Ajar PJJ
PGSD, 2010.
Herawati A, Efektifitas Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematika di SMA Negeri 1 Tembilahan Inhil Riau ”, Jurnal
Peluang, Volume 4, Nomor 1 (Oktober 2015): 11.
Huda. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013.
Hudoyo, Herman& Sutawijaya, Akbar. Matematika, Jakarta: Depdiknas Dirjen
Pendidikan Tinggi Direk Ketenagaan, 2006.
Jannah, Miftahul, “Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP
Negeri 2 Tanjung Brebes Dalam Pembelajaran Matematika Dengan
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Pada Sub
Materi Pokok Bahasan Persegi Panjang Dan Persegi Tahun
Pelajaran2006/2007”, Tesis, UNNES, 2007.
Kunandar. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
berdasarkan Kurikulum 2013). Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Lestari A, Andini, “Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Soal
Cerita Tentang Himpunan di Kelas VII MTsN Palu Barat”, Jurnal
Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako, Volume 2, Nomor 1
(September 2014): 11.
Masykur, Moch dan Fathani, Abdul Halim. Mathematical Intelligence: Cara
Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Jogjakarta:
PT Arruz Media, 2007.
Moeloeng, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2005.
Muchlis, Effie Efrida, “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) Terhadap Perkembangan Kemampuan Pemecahan
43
Masalah”, Jurnal Exacta, ISSN: 1412-3617, Vol. X, No. 2 (Desember
2012): 136.
Nurhadi. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta : PT. Grasindo, 2004.
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Shandy, May. “Realistic Mathematics Education (RME) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Volume 1, Nomor 1 (Desember 2016): 47.
Slavin, Robert E. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice.
London: Allymand Bacon, 2005.
Soedjadi. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia: Keadaan Masa Kini Menuju
Harapan Masa Depan. Jakarta: Dikti, 2000.
Sukmadinata, Nana Saodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Sumantri, Mohamad Syarif. Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat
Pendidikan Dasar. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Suparman, Atwi. Desain Instructional. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka,
2007.
Suprijono. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana, 2013.
Syukur, Muhammad, “Pengembangan Kreativitas Dalam Proses Pembelajaran di
SMA Bakti Mulya 400 Kebayoran Lama Jakarta Selatan”, Tesis, UIN
Syarif Hidayatullah, 2004.
Ulfa, Annisa, “Penerapan Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Tempuran”, Tesis, Universitas Lampung,
2016.
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional). Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011.
44
Wijayanti, Septiana, “Penggunaan Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) sebagai Upaya Peningkatan Kreativitas Dalam Pemecahan
Masalah Matematika Siswa X.7 SMA Negeri 1 Pulokulon ”, Magistra,
Volume 1, Nomor 95 (Maret 2016): 87.
45
LAMPIRAN
46
LAMPIRAN
Tabel 4.3.1.
Evaluasi Penerapan Model RME dilihat dari Aktivitas Siswa
di MIN Doplang Kecamatan Bawen
No Nama
Siswa
Aspek yang diamati Jumlah
Skor
Skor
Maksimal
Kategori
A B C
1 AN 3 3 3 9 15 Aktif
2 SS 4 3 3 10 15 Aktif
3 SAN 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
4 DS 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
5 W 4 4 5 13 15 Sangat Aktif
6 TS 4 3 3 10 15 Aktif
7 AK 4 5 3 12 15 Sangat Aktif
8 DBS 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
9 TP 3 4 4 11 15 Aktif
10 H 3 3 4 10 15 Aktif
11 DK 4 5 4 13 15 Sangat Aktif
12 SI 4 5 4 13 15 Sangat Aktif
13 SO 4 3 3 10 15 Aktif
14 JS 5 3 3 11 15 Aktif
15 AK 5 3 3 11 15 Aktif
16 RW 5 5 5 15 15 Sangat Aktif
17 NGN 5 5 5 15 15 Sangat Aktif
18 AW 5 5 5 15 15 Sangat Aktif
19 SQ 5 4 5 14 15 Sangat Aktif
20 WEW 4 5 5 14 15 Sangat Aktif
21 ST 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
22 DV 5 4 5 14 15 Sangat Aktif
23 SMS 4 5 5 14 15 Sangat Aktif
24 YMN 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
25 EBS 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
26 GR 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
27 MH 5 5 5 15 15 Sangat Aktif
28 AS 4 3 3 10 15 Aktif
29 DS 5 5 4 14 15 Sangat Aktif
30 SW 3 3 3 9 15 Aktif
31 UW 3 3 3 9 15 Aktif
Jumlah Skor 128 124 123
Skor
Maksimal
155 155 155
Rata-rata 4,12 4 3,97
47
Skor
Rata-rata
Nilai (JS/
SK* 100)
82,58 80 79,35
Kategori Sangat
Aktif
Sangat
aktif
Aktif
Tabel
Indikator Aktivitas Siswa
No Aspek yang
Diamati
Indikator
1 Kegiatan
lisan
(A)
a. Mengajukan pertanyaan.
b. Memberikan saran.
c. Mengemukakan pendapat saat diskusi.
d. Berbicara dengan bahasa yang baik dan benar.
e. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
2 Kegiatan
mental
(B)
a. Menggunakan berbagai cara untuk memecahkan
masalah saat berdiskusi.
b. Membantu teman yang kesulitan.
c. Bekerjasama dalam kelompok.
d. Membuat keputusan dengan cepat.
e. Memeriksa kembali tugas yang dikerjakan
sebelum dikumpul.
3 Kegiatan
emosional
(C)
a. Semangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
b. Tidak mengganggu teman saat belajar.
c. Berani maju ke depan kelas.
d. Mengerjakan tugas dengan tenang dan tidak
tergesa-gesa.
e. Menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu.
48
Tabel 4.5.
Kategori Evaluasi Kinerja Guru Penerapan RME
No Skor Kategori Indikator
1 5 (80-
100)
Sangat
Aktif
Jika semua indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
2 4 (60-79) Aktif Jika keempat indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
3 3 (40-59) Cukup
Aktif
Jika ketiga indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
4 2 (20-39) Kurang
Aktif
Jika kedua indikator dalam aspek yang
diamati dilaksanakan selama pengamatan.
5 1 (0-19) Pasif Jika hanya satu indikator dalam aspek
yang diamati dilaksanakan selama
pengamatan..
Tabel 4.3.2.
Evaluasi Penerapan Model RME dilihat dari Aktivitas Siswa
di MIS Geyongan Kecamatan Bawen
No Nama
Siswa
Aspek yang diamati Jumlah
Skor
Skor
Maksimal
Kategori
A B C
1 HS 3 3 3 9 15 Aktif
2 RM 4 4 2 10 15 Aktif
3 MO 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
4 PAW 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
5 CDRS 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
6 KK 4 4 3 11 15 Aktif
7 SH 5 5 3 13 15 Sangat Aktif
8 WR 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
9 YRP 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
10 SN 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
11 PO 5 5 4 14 15 Sangat Aktif
12 KA 5 5 5 15 15 Sangat Aktif
13 RS 3 3 3 9 15 Aktif
14 ASS 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
15 SS 3 3 3 9 15 Aktif
Jumlah Skor 60 60 54
Skor
Maksimal
75 75 75
49
Rata-rata
Skor
4 4 3,6
Rata-rata
Nilai (JS/
SK* 100)
80 80 72
Kategori Sangat
Aktif
Sangat
Aktif
Aktif
Tabel 4.3.3.
Evaluasi Penerapan Model RME dilihat dari Aktivitas Siswa
di MIS Pancuran Kecamatan Bawen
No Nama
Siswa
Aspek yang diamati Jumlah
Skor
Skor
Maksimal
Kategori
A B C
1 SO 3 3 3 9 15 Aktif
2 MIS 4 3 2 9 15 Aktif
3 KI 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
4 PYH 4 4 3 11 15 Aktif
5 TK 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
6 ST 4 4 3 11 15 Aktif
7 HB 3 3 3 9 15 Aktif
8 SY 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
9 SF 3 3 4 10 15 Aktif
10 DSR 4 4 3 11 15 Aktif
11 LI 5 5 4 14 15 Sangat Aktif
12 JS 5 5 5 15 15 Sangat Aktif
13 BS 3 3 3 9 15 Aktif
14 AW 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
Jumlah Skor 54 53 49
Skor
Maksimal
70 70 70
Rata-rata
Skor
3,86 3,78 3,5
Rata-rata
Nilai (JS/
SK* 100)
77 75,71 70
Kategori Aktif Aktif Aktif
50
Tabel 4.3.4.
Evaluasi Penerapan Model RME dilihat dari Aktivitas Siswa
di MIS Asinan Kecamatan Bawen
No Nama
Siswa
Aspek yang diamati Jumlah
Skor
Skor
Maksimal
Kategori
A B C
1 TA 3 3 3 9 15 Aktif
2 NF 4 3 2 9 15 Aktif
3 RZ 4 3 3 12 15 Sangat Aktif
4 AN 4 4 3 11 15 Aktif
5 AG 4 4 4 12 15 Sangat Aktif
6 YG 5 5 5 11 15 Aktif
7 IN 3 3 3 9 15 Aktif
Jumlah Skor 27 25 23
Skor
Maksimal
35 35 35
Rata-rata
Skor
3,85 3,57 3,28
Rata-rata
Nilai (JS/
SK* 100)
77 71 65
Kategori Aktif Aktif Aktif
51
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : MIN Doplang
Tahun Ajaran : 2017/2018
Kelas/Semester : IV/2
Mata Pelajaran : Matematika
Alokasi Waktu : 3 x 35 menit
Standar Kompetensi
1. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar
1.1. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan.
Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan pecahan.
2. Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan pengurangan pecahan.
A. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Kognitif
a. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat melakukan
penjumlahan bilangan pecahan berpenyebut sama dengan benar.
b. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat melakukan
penjumlahan bilangan pecahan berpenyebut tidak sama dengan benar.
c. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat memecahkan masalah sehari-hari
yang melibatkan penjumlahan pecahan berpenyebut sama dengan benar.
d. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat memecahkan masalah seharihari
yang melibatkan penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama dengan
benar.
52
e. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat melakukan
pengurangan bilangan pecahan berpenyebut sama dengan benar.
f. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat melakukan
pengurangan bilangan pecahan berpenyebut tidak sama dengan benar.
g. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat memecahkan masalah seharihari
yang melibatkan pengurangan pecahan berpenyebut sama dengan benar.
h. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat memecahkan masalah seharihari
yang melibatkan pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama dengan
benar.
2. Tujuan Afektif
a. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa dapat menyebutkan cara
penyelesaian masalah penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan
aktif.
b. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat bekerjasama mengerjakan LKS
dengan baik.
3. Tujuan Psikomotor
a. Setelah mendapatkan penjelasan guru, siswa dapat memperagakan
sendiri dan melakukan pemecahan masalah penjumlahan dan
pengurangan pecahan dengan benar.
b. Melalui pengalaman belajar, siswa dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Karakter yang Diharapkan
Perhatian, tekun, kerjasama dan tanggung jawab
C. Materi Pokok
Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan
pengurangan bilangan pecahan biasa.
D. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1. Metode Pembelajaran: Matematika Realistik
2. Pendekatan Pembelajaran: Penemuan Terbimbing, Diskusi Kelompok,
Penugasan
53
E. Kegiatan Pembelajaran
Langkah –langkah RME Uraian Kegiatan Waktu
Memahami masalah
kontekstual
1. Kegiatan Awal
a. Guru membuka pelajaran
dengan salam dan do„a.
b. Guru mengondisikan kelas,
menyiapkan siswa untuk belajar
c. Guru mengecek kehadiran siswa
d. Siswa mendengarkan apersepsi:
―Ibu Luluk membawa apel yang
dipotong 8 bagian sama besar. Anak
mengambil 2 bagian masih berapa
bagian kah apel yang tersisa ?
e. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memberikan
motivasi kepada siswa supaya
semangat belajar.
10 menit
Menjelaskan masalah
kontekstual
2. Kegiatan Inti
a. Guru mengingatkan kembali
materi sebelumnya
b. Guru menyajikan kembali
masalah yang dijadikan apersepsi.
c. Siswa memperhatikan contoh
masalah sehari-hari yang berkaitan
dengan penjumlahan dan
pengurangan pecahan yang
disampaikan guru dalam apersepsi.
85 menit
Memikirkan atau memilih
model yang tepat untuk
menyelesaikan masalah
d. Perwakilan dua siswa maju ke
depan untuk memperagakan
masalah
menggunakan alat peraga yang
disediakan guru.
e. Perwakilan siswa tersebut
menyampaikan penyelesaian dari
masalah yang diberikan dengan
bimbingan guru.
f. Guru melakukan tanya jawab
apakah siswa sudah paham
mengenai
pergaan yang dilakukan temannya.
g. Siswa memperhatikan penjelasan
guru mengenai hasil kerja perwakilan
siswa.
h. Siswa dibagi dalam 8
kelompok,
54
setiap kelompok terdiri dari 4 siswa.
i. Siswa diberi LKS 1 dan
mendapat penjelasan singkat cara
mengerjakan LKS 1 dari guru.
j. Siswa mengerjakan LKS 1
bersama kelompoknya untuk
mempelajari pemecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari terkait
penjumlahan pecahan, mengubah
kalimat soal menjadi kalimat
matematika.
k. Siswa berdiskusi menyelesaikan
kalimat matematika sesuai
pengetahuan yang dimiliki siswa.
Membandingkan
dan mendiskusikan
jawaban
l. Perwakilan 2 kelompok
mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya di depan kelas
dengan
menuliskan jawabannya.
m. Kelompok lain memperhatikan
dan memberikan tanggapan
Menyimpulkan n. Guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan tentang
konsep, definisi, teorema, prinsip
atau prosedur matematika yang
terkait dengan masalah kontekstual
yang baru diselesaikan.
o. Siswa bertanya jawab dengan
guru mengenai kesulitan dalam
memecahkan masalah terkait
penjumlahan pecahan untuk
mengetahui tingkat ketercapaian
kompetensi dasar.
p. Siswa diberi penguatan oleh
guru bagi siswa yang sudah dapat
menyelesaikan tugas dan diberi
motivasi bagi siswa yang belum
dapat menyelesaikan tugas.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa bersama guru
menyimpulkan materi yang
dipelajari.
b. Guru memotivasi siswa agar
lebih rajin untuk belajar dan untuk
mempelajari materi selanjutnya.
10
menit
55
c. Guru mengakhiri pelajaran
dengan mengucapkan salam.
F. Sumber dan media pembelajaran
Sumber :
Burhan Mustaqim. Ayo Belajar Matematika 4: untuk SD/MI Kelas IV. Jakarta:
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Hal 15-20.
Achmad Kusnandar. Matematika: Untuk SD/MI Kelas 4. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009, Hal 190-213.
Media : LKS, Pita ,Gambar pizza, cokelat, ubin, botol minuman, corong, kertas
lipat, lem, gunting.
G. Penilaian
Penilaian Proses
Dilakukan guru selama mengamati kegiatan siswa pada saat proses
pembelajaran.
No Nama Aspek yang diamati Jumlah
skor
Keaktifan Kerja
sama
Keberanian Ketepatan
Menjawab
Catatan:
Kriteria penskoran: Kualifikasi Penskoran:
56
4 : Sangat baik (A) :4
3 : Baik (B) :3
2 : Cukup baik (C) :2
1 : Kurang (D) :1
Kegiatan pembelajaran matematika ini dikatakan berhasil apabila 75% dari jumlah
siswa mampu memperoleh nilai B dalam jumlah penilaian.
Bawen, 12 Maret 2018
Mengetahui
Kepala Madrasah Guru Matematika
Emy Ratnawati Rini Novaria
NIP. 197804011999032002 NIP.
198211102006042035
57
Rubrik Penilaian Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika
1. Siswa mampu mengidentifikasi masalah yaitu siswa dapat menyebutkan
apa yang diketahui dan ditanyakan dari masalah.
Rubrik Penskoran:
Skor maksimal = 3 dan skor minimal = 0
Skor 0 = tidak mengerti sama sekali maksud masalah
Skor 1 = tidak mengerti sebagian masalah dengan menyebutkan sebagian
apa yang diketahui dan tidak menyebutkan apa yang ditanyakan dari masalah.
Skor 2 = tidak mengerti sebagian masalah dengan menyebutkan sebagian
apa yang diketahui dan menyebutkan apa yang ditanyakan dari masalah.
Skor 3 = mampu mengidentifikasi masalah dengan benar dan tepat.
2. Siswa mampu merencanakan penyelesaian masalah yaitu siswa dapat
membuat sketsa atau gambar atau model dan menuliskan rumus yang
digunakan untuk memecahkan masalah.
Rubrik Penskoran:
Skor maksimal = 2 dan Skor minimal = 0
Skor 0 = tidak merencanakan masalah sama sekali
Skor 1 = merencanakan penyelesaian masalah hanya sebagian saja.
Skor 2 = mampu merencanakan penyelesaian masalah dengan benar dan
tepat.
3. Siswa mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yaitu siswa
dapat melakukan operasi hitung dengan benar sesuai dengan rumus.
Rubrik Penskoran:
Skor maksimal = 4 dan Skor minimal = 0
Skor 0 = tidak mampu menyelesaikan masalah sama sekali
Skor 1 = menyelesaikan masalah tetapi tidak benar (tidak tepat dengan
masalah sama sekali).
58
Skor 2 = menyelesaikan masalah hanya sebagian saja.
Skor 3 = menyelesaikan masalah kurang tepat.
Skor 4 = mampu menyelesaikan masalah dengan benar dan tepat.
4. Siswa dapat menafsirkan solusi masalah yaitu siswa menjawab apa yang
ditanyakan dan menarik kesimpulan.
Rubrik Penskoran:
Skor maksimal = 1 dan Skor minimal = 0
Skor 0 = tidak menyimpulkan masalah sama sekali.
Skor 1 = dapat menyimpulkan masalah dengan kalimat sendiri
Contoh Soal Evaluasi:
1. Kakak membeli kg telur dan kg gula pasir, Berapa kg berat seluruh
belanjaan Kakak?
2. Ibu mempunyai minyak goreng sebanyak liter. Kemudian ibu
menyuruh kakak membeli minyak goreng di warung sebanyak liter.
Berapa liter minyak goreng ibu sekarang?
3. Pak Tani memiliki sawah seluas hektar. Dijual seluas hektar. Berapa
hektar luas sawah Pak Tani sekarang?
4. Kakak membeli meter kain. Digunakan untuk membuat saputangan
meter. Berapa meter panjang kain kakak sekarang?
5. Bu Mira mempunyai mentega seberat kg. Sebanyak kg mentega itu
digunakan untuk membuat kue. Kemudian ibu membeli mentega lagi
kg. Berapa kg berat mentega Ibu sekarang?
59
Catatan Lapangan 1
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Sabtu, 27 Januari 2018
Pukul : 09.30 WIB
Lokasi : Ruang Kelas IV
Sumber Data : Atika
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakansi siswa kelas IV MIS Asinan. Pertanyaan
yang disampaikan menyangkut Apa saja metode yang dilakukan guru pada saat
mata pelajaran matematika? Bagaimana tanggapan siswa dengan materi
pelajaran matematika?
Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa sering dijumpai bahwa
soal-soal kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi dijumpai pada
bagian akhir dari kegiatan belajar mengajar di kelas, bahkan seringkali
hanya dipandang sebagai pengayaan dari materi yang telah dipelajari.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan metode RME soal kontekstual
ditempatkan di awal pembelajaran serta berperan sebagai pemicu terjadinya
penemuan kembali oleh siswa tentang aktivitas siswa selama pembelajaran dan
cara mengajar guru mata pelajaran matematika yang selalu menggunakan
metode RME dan penugasan. Tanggapan siswa: materi pelajaran matematika
susah dan membosankan. Alasannya guru yang mengajar kurang
menyenangkan, karena terlalu banyak teori, sehingga siswa bosan dan
merasa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran tetapi ketika
menggunakan metode RME siswa banyak yang langsung memahami dan bisa
menjawab soal.
60
Catatan Lapangan 2
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Jum‟at, 26 Januari 2018
Pukul : 08.30 WIB
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Jarwinah, Rika Agus P,
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakansi Guru matematika di MIN Doplang dan
MIS Asinan. Pertanyaan yang disampaikan menyangkut Apakah metode
Realistic Mathematics Education (RME) sering dilakukan guru matematika?
Apakah tujuan dari metode tersebut dan bagaimana penerapan metode dan
strateginya pada saat guru melakukan proses pembelajaran? Dari hasil
wawancara tersebut terungkap bahwa implementasi pembelajaran metode ini
sudah diterapkan oleh MI se-Kecamatan Bawen. Metode RME ini tujuannya
agar siswa bisa secara individu ketika mengerjakan latihan atau tugas yang
menuntut kemandirian. Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan
pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep-konsep
matematika dan menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran
bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari
yang bersifat realistik.
Pada awal pembelajaran menggunakan buku paket sehingga guru harus
membacakan dan menjelaskan setiap langkah yang harus dikerjakan. Pada
pertemuan selanjutnya siswa sudah dapat memahami sendiri petunjuk dan
perintah pada modul. Guru tidak menjelaskan materi secara keseluruhan
seperti pada pembelajaran sebelumnya. Dengan adanya modul diharapkan
siswa dapat menemukan konsep sendiri dan dapat memahaminya serta
dapat mengaplikasikannya pada pemecahan masalah. Jawaban dari kegiatan
pada modul hasil kerja siswa dipertegas kembali oleh guru pada akhir
pembelajaran. Jenis strategi yang digunakan yaitu dengan pembelajaran kreatif,
harapannya siswa mampu memunculkan kreatifitas, baik dalam konteks kreatif
berpikir maupun dalam melakukan sesuatu. Kreatif dalam berpikir merupakan
kemampuan imajinatif namun rasional. Dalam pembelajaran efektif, siswa
perlu dilibatkan secara aktif, Selain itu, untuk menciptakan proses
pembelajaran yang efektif, guru harus memperhatikan beberapa hal yang
mendasar antara lain adalah pengelolaan tempat belajar, pengelolaan siswa,
pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan isi atau materi pelajaran dan
pengelolaan sumber belajar
61
Catatan Lapangan 3
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Senin, 29 Januari 2018
Pukul : 08.00- 09.30 WIB
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Sriyanti, Umi Rofiqoh, Puput
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakansi Guru matematika di MIN Doplang.
Pertanyaan yang disampaikan menyangkut apa saja metode yang digunakan
selain menggunakan drill? Apa saja media yang digunakan guru dalam
pembelajaran matematika dan strategi yang tepat dalam menyelesaikan
masalah matematika?
Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa selain menggunakan
metode drill, metode RME juga sering dilakukan. Metode RME senantiasa
bagus apabila pengunaannya dalam pembelajaran matematika betul-betul
disiapkan dengan baik, didukung alat dan media serta memperhatikan batas
kemungkinan penggunaannya. Metode ini sering digunakan oleh setiap guru.
Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya
faktor kebiasaan baik dari guru ataupun siswa meskipun juga ada
kekurangannya
Metode RME dilakukan ke semua kelas dan metode drill merupakan
metode lain yang sering dilakukan pada pembelajaran matematika selalu
dilaksanakan guru di kelas atas, terlebih pada guru yang mengajar matematika
tingkat atas yaitu kelas VI. Pada akhir proses belajar, misal: setelah
mempelajari topik tertentu guru memberikan tugas pada siswa untuk
mempelajari kembali topik yang dibahas dengan latihan-latihannya yang ada
pada beberapa buku serta lembar kerja siswa yang ditentukan. Pertemuan
berikutnya guru memberikan tes untuk melihat hasil yang dicapai siswa
sebagai tolak ukur keberhasilan belajar.
Dalam metode demonstrasi, Guru melakukan pengamatan kegiatan
siswa dalam berlatih dengan kelompoknya serta memberikan arahan kepada
siswa yang menemukan kesulitan pada proses latihan. Setelah 30 menit
kegiatan latihan selesai, guru meminta setiap siswa untuk mempresentasikan
hasil latihannya dengan menggunakan alat peraga berupa kue dalam materi
pembagian. Penggunaan alat peraga bertujuan untuk memberikan wujud riil
terhadap bahan yang dibicarakan dalam materi pembelajaran. Alat peraga yang
digunakan dalam proses belajar mengajar dalam garis besarnya memiliki
manfaat menambah kegiatan belajar siswa, menghemat waktu belajar,
memberikan alasan yang wajar untuk belajar karena membangkitkan minat
62
perhatian dan aktivitas siswa serta dapat mengakomodir siswa yang lebih
mudah memahami teori secara visual.
Apabila siswa telah memahami permasalahan, maka guru menentukan
strategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah mata pelajaran matematika
antara lain: a) menyelesaikan soal sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini, kemampuan siswa memahami substansi materi dan
keterampilan melakukan perhitungan matematika akan membantu untuk
melakukan penyelesaian masalah. b) Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh
dengan pengecekan untuk mengoreksi kesalahan sampai jawabannya benar.
Kendala yang ditemui di MIN Doplang dalam pembelajaran matematika
menjadi faktor penghambat dalam menggunakan pendekatan RME yaitu masih
adanya siswa yang kurang memperhatikan apabila gurunya sedang
menjelaskan materi atau temannya sedang mempresentasikan hasil diskusinya
di depan kelas, untuk gurunya sendiri masih terdapat kendala yaitu guru
masih kurang bervariasi dan terlalu banyak dalam memberikan soal-soal
sehingga siswa tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan karena
sudah habis waktunya
63
Catatan Lapangan 4
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Selasa, 30 Januari 2018
Pukul : 10.00 WIB dan 11.00 WIB
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Abdul Kholiq, Siti Jumiatun
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakansi Guru matematika di MIS Geyongan.
Pertanyaan yang disampaikan menyangkut apa saja metode yang digunakan
selain menggunakan metode ceramah dan drill? Apa saja aktivitas
pembelajaran yang dilakukan siswa selama menggunakan metode diskusi?dan
faktor penghambat apa yang ada dalam pembelajaran matematika?
Dari hasil wawancara tersebut terungkap dalam mengerjakan soal latihan
matematika kadang-kadang menggunakan metode diskusi yang dilakukan
secara berkelompok, terdiri dari 4-5 siswa dalam melakukan aktivitas
siswa. Kelompok diskusi dipilih atas dasar menggabungkan siswa-siswa
yang tempat duduknya berdekatan sebanyak 5 siswa. Kegiatan siswa
berkelompok selain mengerjakan secara diskusi, mereka juga melakukan
aktifitas siswa saling bekerja sama apabila ada salah satu siswa dalam
kelompok yang mengalami kesulitan.
Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan
pembelajaran tidak melakukan metode RME. Demikian juga dengan siswa,
mereka akan lebih mudah mengerjakan soal matematika manakala ada guru
yang memberikan materi pelajaran melalui metode RME, selama proses
pembelajaran lebih berpusat kepada siswa sehingga siswa nampak aktif dan
siswa tidak merasa bosan. Selain itu juga, dalam menyelesaikan suatu
masalah siswa dapat menyelesaikan dengan caranya sendiri sesuai dengan ide
dan pendapat yang dimilikiny. Salah satu strategi yang diterapkan guru dalam
pembelajaran matematika adalah pembelajaran realistik ini dikenal juga
dengan pembelajaran terpadu, yang pembelajarannya dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan kejiwaan siswa. Pembelajaran
terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan
pendekatan kurikulum terpadu yaitu kurikulum 2013 yang diterapkan
sekarang ini, bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran secara
relevan dan bermakna bagi siswa.
Faktor penghambat dalam penerapan metode RME pada pembelajaran
matematika di MIS Geyongan sebagai berikut: Siswa yang pandai kadang
tidak sabar menanti jawabannya terhadap teman yang belum selesai.
Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat
64
itu.Pada saat pembelajaran siswa yang kurang pintar lebih memilih posisi
duduk dibangku belakang. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru,
terutama yang duduk dibangku belakang. Guru tidak pernah mengaitkan
materi yang dijelaskan dengan masalah kontekstual dan jarang memakai alat
peraga dalam pembelajaran. Guru dalam memberikan tugas kurang efektif.
Nilai sebagian besar subyek pada kelas IV ini masih tergolong rendah dan
masih banyak yang mendapat nilai dibawah KKM.
65
Catatan Lapangan 5
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Sabtu, 27 Januari 2018
Pukul : 10.00 WIB dan 10.30 WIB
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Reni Andriyani, Isbani.
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakansi Guru di MIS Asinan. Pertanyaan yang
disampaikan menyangkut metode apa yang cocok diterapkan di kelas atas dan
bagaimana pelaksanaannya?
Dari hasil wawancara tersebut terungkap pada pembelajaran matematika
di MI se-Kecamatan Bawen, metode studi mandiri dilaksanakan di kelas atas
yaitu kelas VI. Pada tahap terakhir proses belajar, misal: setelah mempelajari
topik tertentu guru memberikan tugas pada siswa untuk mempelajari kembali
topik yang dibahas dengan latihan-latihannya yang ada pada beberapa buku
serta lembar kerja siswa yang ditentukan. Pertemuan berikutnya guru
memberikan tes untuk melihat hasil yang dicapai siswa sebagai tolak ukur
keberhasilan belajar.
Pada akhir pembelajaran, guru selalu menerapkan metode RME dan
memberikan soal dengan menerapkan metode drill untuk menentukan hasil
belajar siswa. Hal ini terlihat dari langkah-langkah siswa dalam
mengerjakan sebuah soal beserta jawabannya sudah dituliskan secara
sistematis, runtut, dan jelas. Ketika saat kegiatan belajar mengajar di awal
menggunakan modul, siswa cenderung untuk langsung menuliskan
perhitungan secara matematis tanpa diawali dengan menjelaskan informasi apa
saja yang didapatkan dari soal, akan tetapi pada lembar jawaban post test untuk
soal uraian banyak siswa telah menuliskan jawabannya secara runtut dan
menjelaskan informasi apa saja yang diperoleh dan bagaimana cara
menyelesaikannya.
Aktifitas siswa pada saat proses pembelajaran matematika terdapat
beberapa masalah yaitu: Seluruh siswa pernah merasa bosan dan jenuh saat
belajar matematika. Selama proses belajar berlangsung, hampir seluruh
siswa tidak pernah bertanya dikarenakan takut dan malu. Masih ada
beberapa siswa yang masih acuh tak acuh dengan tidak mengerjakan tugas
atau PR yang diberikan guru.
66
Catatan Lapangan 6
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Kamis, 25 Januari 2018
Pukul : 08.00 WIB
Lokasi : Ruang Kepala Madrasah
Sumber Data : Siswanto
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakan kepala madrasah di MIS Pancuran.
Pertanyaan yang disampaikan menyangkut metode apa yang susah diterapkan
pada lingkup madrasah ibtidaiyah dan apa alasannya?
Dari hasil wawancara tersebut terungkap bahwa di MIS Pancuran semua
guru matematika menerapkan metode RME. Melalui kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan RME siswa dapat mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah matematis. Dengan adanya pembelajaran dengan bentuk
pemecahan masalah diharapkan siswa termotivasi untuk menyelesaikan
pertanyaan (soal) yang mengarahkan siswa dalam proses pemecahan masalah.
67
Catatan Lapangan 7
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari/ Tanggal : Kamis, 25 Januari 2018
Pukul : 09.30 WIB
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Siswanto
Deskripsi Data :
Informan adalah merupakan Guru di MIS Pancuran. Pertanyaan yang
disampaikan menyangkut strategi apa yang belum diterapkan di MI dan apa
alasannya? Apa yang menjadi faktor penghambat dalam penerapan metode
RME?
Dari hasil wawancara tersebut strategi dengan pendekatan
kronstruktivisme belum diterapkan di MI se-Kecamatan Bawen karena siswa
hanya mengandalkan belajar di sekolah saja. Pada pembelajaran matematika
biasanya menggunakan buku paket atau lembar kerja siswa, terlihat bahwa
siswa tertarik dan termotivasi untuk dapat menyelesaikan soal yang ada pada
buku atau LKS tersebut. Hal ini dapat dilihat ketika siswa mengalami
kesulitan dalam mengerjakannya, siswa akan bertanya kepada guru
mengenai solusi atau cara yang harus mereka tempuh untuk dapat
menyelesaikan kesulitan yang sedang mereka hadapi
Faktor penghambat pada pembelajaran matematika di MIS Pancuran
adalah pengaturan waktu yang tidak sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Hal ini dikarenakan belum terbiasanya siswa belajar
matematika secara berkelompok dan menyelesaikan permasalahan nyata. Oleh
karena itu guru selalu berkeliling dan membimbing setiap kelompok yang
mengalami kesulitan. Kurangnya siswa dalam mengemukakan pendapat karena
siswa takut pendapatnya salah dan takut ditertawakan oleh temannya
68
DOKUMENTASI
69
70
Alat Peraga Apel dalam RME
1. Tujuan
Dengan mempraktekan dengan gambar atau bahan yang jelas di
harapkan siswa dapat lebih menguasai materi pecahan pada mata pelajaran
matematika kelas IV semester I.
2. Manfaat
Siswa menguasai dan memperoleh gambaran yang sesuai dengan
menggunakan peraga buah apel dengan metode yang pas dengan pembelajaran
PAIKEM di MIN 2 Semarang .
3. Rancangan/Desain Alat Peraga
Alat dan Bahan :
a.kertas tugas
b.buah apel
c. Spidol ( bisa juga tulisan di cetak print)
d. e. gunting / cutter / pisau
4. Prosedur Pembuatan Alat Peraga
a. Setelah guru menerangkan materi tentang pecahan dengan gambar yang
sesungguhnya guru membimbing anak anak membuat pecahan yang
sesungguhnya.
b. Potonglah apel apel sesuai dengan kertas tugas yang ada.
c. peraga buah apel sesuai dengan pecahan di masing masing kelompok
sesuai dengan kertas tugas masing – masing .
5. Penggunaan Alat Peraga Di MIN Doplang
71
a. mintalah sukarelawan 4 siswa untuk mengikuti perintah pada kertas kerja
yang sudah ada.
b. setiap siswa diminta untuk menentukan nilai pecahan yang ada yang dapat
memudahkan anak mengingat sebuah nilai pecahan.
c. dengan mengunakan alat peraga apel akan mempermudah anak
mengunakan materi pecahan secara nyata sesuai dengan metode
pembelajaran RME .
d. Hal ini akan menarik minat siswa sehingga akan berimbas pada
peningkatan kompetensi anak pada materi pecahan di kelas IV semester
IMIN Doplang.
72
DOKUMENTASI MI GEYONGAN KECAMATAN BAWEN
73
DOKUMENTASI MI PANCURAN
74
DOKUMNETASI MIN DOPLANG BAWEN
75
76
DOKUMENTASI MI ASINAN KEC BAWEN
77
78
79
80
81
82
LEMBAR KONSULTASI PEMBIMBING
83
84
SURAT IJIN PENELITIAN
85
86
87
88
SURAT BUKTI TELAH MELAKUKAN PENELITIAN
89
90
91
92
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Emy Ratnawati
NIM : 12020150024
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir : Sleman, 01 April 1978
Alamat : Jl Imam Bonjol, Winong, RT 04 RW 01
Kecandran, Sidomukti, Salatiga
Email : [email protected]
Program studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Ngabean Secang Lulus tahun 1990
2. SMPN 01 Secang Lulus tahun 1993
3. MAN Temanggung Lulus tahun 1996
4. DII STAIN Salatiga Lulus tahun 1998
5. S1 STAIN Salatiga Lulus tahun 2001
6. Pascasarjana IAIN Salatiga Lulus tahun 2019