Penelitian ini berjudul “Kajian Penamaan Tempat Fotokopi ...repository.ump.ac.id/751/3/Syukur...
Transcript of Penelitian ini berjudul “Kajian Penamaan Tempat Fotokopi ...repository.ump.ac.id/751/3/Syukur...
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini berjudul “Kajian Penamaan Tempat Fotokopi di Sekitar
Lingkungan Kampus di Purwokerto Tahun 2015”. Untuk membedakan penelitian
sekarang dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya, maka peneliti meninjau
penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang berjudul
“Kajian Semantik pada Nama-Nama Tempat Kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan
Kembaran Kabupaten Banyumas” oleh Rifa Nofiyanti (2013). penelitian tersebut
menghasilkan analisis berupa latar belakang, tujuan, jenis penamaan, dan makna
yang terkandung pada nama-nama tempat kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan
Kembaran Kabupaten Banyumas. Dalam tahap penyediaan data digunakan metode
cakap yang memiliki teknik dasar pancing dan lanjutan, yaitu teknik cakap semuka,
teknik rekam, dan teknik catat. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah nama-nama tempat kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran
Kabupaten Banyumas. Data yang digunakan berjumlah 92 data, terdiri dari 38 data
(RT 1 sampai RT 5 RW 4), 5 data (RT 1 sampai RT 2 RW 7), 26 data (RT 1 sampai
RT 4 RW 9), 23 data (RT 1 sampai RT 4 RW 10). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang sekarang dengan penelitian sebelumnya
mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada penggunaan teori
makna, teori penamaan, dan tahap penyediaan data. Perbedaannya adalah pada data
penelitian. Data yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu nama-nama
tempat kos di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas,
6
Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
7
sedangkan pada penelitian yang sekarang data penelitiannya adalah nama-nama
tempat fotokopi di sekitar lingkungan kampus di Purwokerto tahun 2015.
Penelitian yang relevan selanjutnya berjudul “Konsep Penamaan Rumah
Makan di Daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas” oleh Danang Eko Prasetyo
(2010). Penelitian tersebut berisi tentang jenis penamaan dan konsep penamaan
rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas. Hasil analisis dari
penelitian tersebut berupa jenis makna, jenis penamaan, tujuan, inspirasi, dan asal
bahasa yang digunakan dalam penamaan rumah makan di daerah Purwokerto
Kabupaten Banyumas. Tahap penyediaan data menggunakan tiga metode yaitu
observasi, dokumentasi, dan wawancara. Data yang digunakan yaitu nama-nama
rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas. Data yang digunakan
berjumlah 47 data. 22 data menggunakan bahasa Indonesia, 18 data menggunakan
bahasa Jawa, 2 data menggunakan bahasa Jawa Banyumas, 2 data menggunakan
bahasa Padang, dan 3 data menggunakan bahasa Inggris. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang sekarang dengan penelitian sebelumnya
mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada penggunaan teori
makna dan teori penamaan. Perbedaannya adalah pada data penelitian dan metode
penyediaan data. Data yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu nama-nama
rumah makan di daerah Purwokerto Kabupaten Banyumas, sedangkan pada
penelitian sekarang data peneltitiannya adalah nama-nama tempat fotokopi di sekitar
lingkungan kampus di Purwokerto tahun 2015. Metode penyediaan data pada
penelitian sebelumnya menggunakan metode observasi sedangkan pada penelitian
sekarang menggunakan metode cakap dengan teknik dasar pancing.Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
8
Untuk menegaskan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian
sebelumnya, peneliti meninjau skripsi lain yang berjudul “Sistem Penamaan Toko di
Purwokerto Kabupaten Banyumas” oleh Shodiq Hami M. (2010). Penelitian tersebut
menghasilkan analisis berupa klasifikasi penamaan toko berdasarkan asal bahasa,
jenis makna, dan jenis penamaan toko yang ada di Purwokerto Kabupaten
Banyumas. Tahap penyediaan data digunakan tiga metode yaitu observasi,
dokumentasi, dan wawancara. Data yang digunakan yaitu nama-nama toko di
Purwokerto Kabupaten Banyumas yang berjumlah 35 data. 17 data menggunakan
bahasa Indonesia, 13 data menggunakan bahasa Jawa, dan 5 data menggunakan
bahasa Inggris. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian sekarang
dengan penelitian sebelumnya mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya
adalah pada pembahasan yaitu membahas mengenai asal bahasa, jenis makna, dan
jenis penamaan. Perbedaannya ada pada data penelitian dan teknik penyediaan data.
Data yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu nama-nama toko di
Purwokerto Kabupaten Banyumas, sedangkan pada penelitian yang sekarang data
peneltitiannya adalah nama-nama tempat fotokopi di sekitar lingkungan kampus di
Purwokerto tahun 2015. Teknik penyediaan data pada penelitian sebulumnya
menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan wawancara, sedangkan pada
penelitian yang sekarang teknik penyediaan data menggunakan metode cakap.
B. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Bahasa pada dasarnya merupakan sistem simbol yang ada di alam ini.
Seluruh fenomena simbolis yang ada di alam semesta ini pada dasarnya adalah
bahasa (Hidayat, 2014: 23). Menurut Alwasilah (2010: 14), bahasa adalah alat untukKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
9
mengejawantahkan pikiran tentang fakta dan realitas yang direpresentasi lewat
simbol bunyi. Menurut Dardjowidjojo (1991: 21), bahasa dalam pengertian sempit
ialah sarana komunikasi antar individu yang diucapkan. Dalam pengertian luas
bahasa ialah sarana komunikasi antar individu yang pada umumnya mencakup
tulisan, isyarat, dan kode-kode lainnya.
Chaer (2003: 32) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja
sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Hockett (dalam Chaer,
2003: 284-285), bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-
kebiasaan. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa
adalah sistem simbol berupa bunyi-bunyi ujaran yang mempunyai makna. Sebagai
suatu simbol, bahasa dapat berupa apa saja yang ada di alam ini. Bahasa dalam
kehidupan manusia dapat dimaknai sebagai sarana komunikasi antar individu
maupun kelompok yang berupa ucapan, tulisan, isyarat, dan kode-kode lainnya.
Bahasa digunakan oleh anggota kelompok untuk berkomunikasi dan bekerja sama.
2. Fungsi Bahasa
Bahasa dan fungsi bahasa sering kali memiliki kesamaan arti, sehingga
keduanya sangat sulit dibedakan. Mana yang pengertian bahasa dan mana yang
pengertian fungsi bahasa. Menurut Hidayat (2014: 26), fungsi utama bahasa adalah
sebagai alat komunikasi. Menurut Tarigan (2009: 3), fungsi bahasa adalah sebagai
sarana komunikasi vital dalam kehidupan. Menurut Chaer (2003: 33), bahasa
berfungsi sebagai alat interaksi sosial.Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
10
Dari pendapat-pendapat di atas mengenai fungsi bahasa, peneliti
menyimpulkan bahwa bahasa pada dasarnya berfungsi sebagai alat komunikasi atau
sarana bercakap-cakap antar manusia. Bahasa sangat berperan dalam setiap
kehidupan manusia. Segala aktivitas makhluk hidup (terutama manusia) sangat
membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Seiring
perkembangannya, bahasa tidak lagi hanya sebagai alat komunikasi biasa, namun
sudah masuk ke taraf vital. Fungsi bahasa berkembang sebagai keperluan
administrasi pemerintahan, perdagangan antarnegara, maupun aktivitas-aktivitas
lainnya yang berkaitan dengan hubungan antarnegara.
3. Jenis Bahasa
Bahasa mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan manusia sebagai
alat komunikasi yang menghubungakan individu satu dengan yang lainnya. Peranan
bahasa yang tidak mungkin tergantikan memaksa manusia untuk dapat menguasai
bahasa. Namun demikian, dengan banyaknya manusia yang tersebar di seluruh dunia
menyebabkan ketidakseragaman dalam berbahasa, sehingga muncullah berbagai
ragam bahasa. Masing-masing negara mempunyai bahasanya sendiri dan berupaya
agar dapat melestarikan bahasa asli negaranya. Bahkan dalam suatu negara tidak
jarang dijumpai bahasa-bahasa lain yang digunakan oleh penduduk yang mendiami
suatu tempat sebagai bahasa daerah tempat tersebut.
Alwi, dkk (2010: 3) mengemukakan bahwa banyaknya jenis bahasa seperti
bahasa Indonesia dipengaruhi oleh luas wilayah pemakainya dan bermacam-macam
penuturnya yang tersebar ke dalam daerah-daerah yang bebeda. Kondisi geografis
yang bersekat-sekat dipisahkan oleh pegunungan, laut, atau selat, ditambah lagiKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
11
dengan kurangnya hubungan komunikasi antar penutur menyebabkan peluang
hadirnya bahasa baru semakin tinggi. Hal itu menyebabkam masing-masing daerah
memiliki beragam bahasa yang saling berbeda. Fenomena keanekaragaman bahasa
tidak hanya muncul di Indonesia. Semua negara di dunia memiliki beranekaragam
bahasa, da bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa mandarin, bahasa Arab, dan lain
sebagainya.
C. Semantik
Semantik merupakan istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya, atau dengan kata lain ilmu yang mempelajari makna atau arti bahasa
(Chaer, 2013: 2). Djajasudarma (2012: 1) menyebut semantik sebagai bagian ilmu
bahasa (linguistik) yang mempelajari makna. Verhaar (2010: 385) berpendapat
bahwa semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Sedangkan
Palmer (dalam Aminuddin, 2011: 15) menyebutkan bahwa semantik berasal dari
bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis,
semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Yule (2006: 5)
mengemukakan bahwa semantik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-
bentuk linguistik dengan entitas di dunia; yaitu bagaimana hubungan kata-kata
dengan sesuatu secara harfiah. Morris (dalam Budiman, 1999: 106), mengemukakan
bahwa semantik merupakan salah sebuah aspek semiotik yang mempelajari relasi-
relasi di antara tanda dan objek yang diacunya atau makna tanda-tanda sebelum
digunakan dalam tuturan tertentu. Parera (2004: 42) mengemukakan bahwa
semantik adalah ilmu tentang makna.Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
12
Dari pendapat-pendapat di atas mengenai semantik, maka peneliti
menyimpulkan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji
tentang seluk beluk makna. Semantik merupakan teori yang mengkaji makna atau
arti bahasa. Bagaimana hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dengan simbol
yang ada di alam ini. Makna yang dikaji dalam ilmu semantik meliputi makna kata
yang hadir dari kata itu sendiri dan makna yang hadir akibat hubungan gramatikal.
Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna,
hubungan makna yang satu dengan makna lain.
D. Makna
1. Pengertian Makna
Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri
terutama kata-kata (Djajasudarma (2012: 7). Menurut Aminuddin (2011: 52-53),
makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati
bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Ada tiga unsur
pokok yang tercakup di dalam batasan pengertian makna, yaitu (1) makna adalah
hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi
karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna dapat digunakan
untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti. Menurut Parera
(2004: 42-46), Makna merupakan hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan
realitas di alam. Konsep makna lebih luas dari pada arti, arti tidak mempunyai
kedudukan di dalam makna, sedangkan makna mempunyai kedudukan di dalam arti.
Menurut Kridalaksana (2008: 148), pengertian makna dibagi menjadi empat antara
lain: (1) maksud pembicara agar mudah dimengerti oleh lawan bicara, (2) pengaruhKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
13
satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia, (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa
dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, (4)
cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna
adalah hubungan antara bahasa (ujaran) dengan unsur di luar bahasa yang
merupakan kesepakatan oleh para pemakai bahasa.
2. Jenis Makna
Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Chaer (2013: 60-78)
membagi jenis makna menjadi 16, yaitu: (1) makna leksikal, (2) makna gramatikal,
(3) makna referensial, (4) makna nonreferensial, (5) makna denotatif, (6) makna
konotatif, (7) makna kata, (8) makna istilah, (9) makna konseptual, (10) makna
asosiatif, (11) makna idiomatikal, (12) makna peribahasa, (13) makna kias, (14)
makna kolusi, (15) makna ilokusi, dan (16) makna perlokusi.
Menurut Pateda (2010: 96-132) terdapat 29 jenis makna, yaitu: (1) makna
afektif, (2) makna denotatif, (3) makna deskriptif, (4) makna ekstensi, (5) makna
emotif, (6) makna gereflekter, (7) makna gramatikal, (8) makna ideasional, (9)
makna intensi, (10) makna khusus, (11) makna kiasan, (12) makna kognitif, (13)
makna kolokasi, (14) makna konotatif, (15) makna konseptual, (16) makna
konstruksi, (17) makna kontekstual, (18) makna leksikal, (19) makna lokusi, (20)
makna luas, (21) makna piktorial, (22) makna proposisional, (23) makna pusat, (24)
makna referensial, (25) makna sempit, (26) makna stilistika, (27) makna tekstual,
(28) makna tematis, dan (29) makna umum.Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
14
Sedangkan Djajasudarma (2013: 8-20) membagi jenis makna ke dalam 14,
yaitu (1) makna sempit, (2) makna luas, (3) makna kognitif, (4) makna konotatif, (5)
makna emotif, (6) makna referensial, (7) makna kontruksi, (8) makna leksikal, (9)
makna gramatikal, (10) makna idesional, (11) makna proposisi, (12) makna pusat,
(13) makna piktorial, dan (14) makna idiomatik.
Dari pendapat di atas, peneliti perlu membatasi jenis makna yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Batasan-batasan yang digunakan disesuaikan dengan
hasil temuan dari data-data yang ada. Peneliti lebih condong ke pendapat Pateda
tentang jenis makna, karena sesuai dengan hasil temuan. Peneliti menggunakan
beberapa jenis makna yang secara umum pernah digunakan dalam penelitian-
penelitian terdahulu. Namun, ada beberapa jenis makna seperti, makna luas dan
makna emotif, yang belum pernah digunakan dalam penelitian-penellitian
sebelumnya. Berkaitan dengan data penelitian, ada enam jenis makna yang
digunakan oleh peneliti, yaitu (1) makna luas, (2) makna sempit, (3) makna
referensial, (4) makna denotatif, (5) makna konotatif, dan (6) makna emotif.
a. Makna Luas
Menurut Pateda (2010: 120), makna luas menunjukkan bahwa makna yang
terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang dipertimbangkan. Semua kata
yang tergolong kata berkonsep, dapat dikatakan memiliki makna luas. Sejalan
dengan itu, Djajasudarma (2013: 10) menyebutkan bahwa makna luas adalah makna
yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan. Kata-kata
berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa makna luas adalah makna kata yang lebih luas dari yang
diperkirakan. Contoh: kursi (luas) - kursi roda, kursi goyang, (sempit).Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
15
b. Makna Sempit
Menurut Pateda (2010: 126), makna sempit adalah makna yang berwujud
sempit pada keseluruhan ujaran. Djajasudarma (2013: 8) mengemukakan bahwa
makna sempit adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang
asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
makna sempit adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Contoh:
kaca jendela maknanya lebih sempit dibandingkan dengan kata kaca. Kaca jendela
maksudnya kaca yang digunakan khusus untuk jendela dan bukan kaca yang
digunakan untuk bidang lain.
c. Makna Referensial
Menurut Pateda (2010: 125), makna referensial adalah makna yang langsung
berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata. Referen dapat berupa benda,
peristiwa, proses, atau kenyataan. Djajasudarma (2013: 14) mengemukakan bahwa
makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau
referent (acuan). Menurut Chaer (2013: 63-64), sebuah kata dapat bermakna
referensial apabila kata tersebut mengacu pada sesuatu di luar bahasa. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung
dengan kenyataan atau sesuatu yang ditunjuk oleh suatu kata. Dapat berupa benda,
peristiwa, atau kenyataan. Contoh: kata meja mempunyai referen (acuan) yaitu
sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja”.
d. Makna Denotatif
Menurut Pateda (2010: 98-99), makna denotatif adalah makna polos, makna
apa adanya, sifatnya objektif. Makna denotatif disebut juga makna sebenarnya,Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
16
makna yang tidak dihubungkan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada
pembicaraan maupun pada pendengar. Chaer (2013: 65-66) mengemukakan bahwa
makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai menurut hasil
observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman
lainnya. Makna denotatif menyangkut informasi-informasi faktual objektif yang
kemudian disebut juga sebagai makna sebenarnya. Barthes (dalam Budiman, 1999:
22) menyebutkan bahwa denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah,
makna yang sesungguhnya, (penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa
yang terucap).
Verhaar (2010: 390) mengemukakan bahwa denotasi adalah referensi pada
sesuatu ekstralingual menurut makna kata yang bersangkutan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna yang mengacu pada makna asli
atau makna sebenarnya dari sebuah kata. Makna denotatif bersifat objektif
berdasarkan makna lugas suatu kata. Contoh: kata perempuan bermakna denotasi
yaitu manusia dewasa yang bukan laki-laki, kata uang bermakna denotatif yaitu
benda kertas atau logam yang digunakan dalam transaksi jual beli.
e. Makna Konotatif
Menurut Pateda (2010: 112), makna konotatif muncul akibat asosiasi
perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca.
Menurut Chaer (2013: 65), sebuah kata dapat disebut mempunyai makna konotatif
apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif. Barthes (dalam
Budiman, 1999: 65), menyebutkan bahwa konotasi biasanya mengacu pada makna
yang menempel pada suatu kata karena sejarah pemakainya. Menurut DjajasudarmaKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
17
(2013: 12), makna konotatif muncul akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang
diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif muncul dari makna kognitif
yang ditambahi komponen lain. Sedangkan menurut Verhaar (2010: 390), makna
konotatif atau konotasi adalah arti yang dapat muncul pada penutur akibat penilaian
afektif atau emosional. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna konotatif adalah
makna yang mengandung nilai rasa atau mengandung anggapan-anggapan
pendengar maupun pembaca. Contoh: kata perempuan mempunyai nilai rasa rendah
‘negatif’, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa tinggi ‘positif’.
f. Makna Emotif
Menurut Djajasudarma (2013: 12), makna emotif adalah makna yang bersifat
positif. Makna emotif adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan
pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Menurut Pateda (2010: 102),
makna emotif adalah makna yang terdapat dalam kata yang menimbulkan emosi.
Sedangkan menurut Shiply (dalam Pateda, 2010: 101), makna emotif adalah makna
yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai apa
yang dipikirkan atau dirasakan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna emotif adalah
makna yang bersifat positif yang timbul dari reaksi pembicara atau pendengar
terhadap sesuatu yang dirasakan. Contoh: kalimat Si Ali mampus, dengan kalimat Si
Ali meninggal. Orang yang mendengar ujaran ini mengasosiasikan sifat Ali karena
nilai rasa meninggal dan mampus berbeda. Kata meninggal lebih cocok digunakan
untuk seseorang yang baik, berkedudukan tinggi ‘positif’, sedangkan kata mampus
lebih cocok digunakan kepada hewan ‘negatif’.
Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
18
E. Penamaan
1. Pengertian Penamaan
Menurut Chaer (2013: 43), penamaan adalah proses pelambangan suatu
konsep untuk mengacu kepada sesuatu referen yang berada di luar bahasa.
Penamaan itu sendiri merupakan kegiatan pengganti benda, proses, gejala, aktivitas,
sifat. Menurut Poerwadarminta (2007: 793 ), nama merupakan (kata menyatakan)
panggilan atau sebutan orang (barang, tempat, dst). Menurut Sudaryat (2011: 59),
proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan
arbitrer. Konvensional berdasarkan masyarakat pemakainnya sedangkan arbitrer
berdasarkan kemauan masyarakat.
Menurut Djajasudarma (2012: 47-49), penamaan tidak lepas dari bahasa, dan
studi bahasa pada dasarnya adalah peristiwa budaya. Jika dalam suatu wilayah
mempunyai budaya yang beraneka ragam, maka bahasa yang muncul akibat
peristiwa budaya juga akan beraneka ragam. Termasuk di dalamnya ada penamaan
dan pemaknaan. Contoh: penamaan dalam bahasa Indonesia pepaya, bahasa Sunda
gedang, bahasa Jawa gandhul. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan adalah
proses pelambangan suatu benda, proses, gejala, aktivitas, serta sifat.
2. Jenis Penamaaan
Menurut Chaer (2013: 44-51), proses penamaan dibagi menjadi 9, yaitu:
penamaan berdasarkan (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan
sifat khas, (4) penemu dan pembuat, (5) tempat asal, (6) bahan, (7) keserupaan, (8)
pemendekan, dan (9) penamaan baru, sedangkan menurut Sudaryat (2011: 59-60),
ada 10 cara dalam proses penamaan, yaitu: (1) peniruan bunyi, (2) penyebutanKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
19
bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat
asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan
pemendekan, (9) penyebutan penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan.
Dari pendapat di atas, peneliti perlu membatasi jenis penamaan yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Peneliti lebih condong ke pendapat Chaer tentang
jenis penamaan, karena sesuai dengan hasil temuan. Penelitian ini menggunakan
jenis penamaan, yaitu penamaan berdasarkan: (1) penyebutan sifat khas, (2) penemu
dan pembuat, (3) penyebutan tempat asal, (4) penyebutan pemendekan, dan (5)
penyebutan bagian.
a. Penyebutan Sifat Khas
Penyebutan sifat khas adalah penamaan sesuatu benda berdasarkan sifat khas
yang ada pada benda itu. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam
peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian yaitu perubahan dari kata
sifat menjadi kata benda. Ciri makna yang disebut dengan kata sifat mendesak kata
bendanya karena sifatnya sangat menonjol, sehingga kata sifat itulah yang menjadi
kata bendanya (Chaer, 2013: 46). Sudaryat (2011: 59) mengemukakan bahwa
penyebutan sifat khas yakni penamaan suatu benda dengan berdasarkan sifat yang
khas yang ada pada benda itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan berdasarkan
penyebutan sifat khas adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat khas atau ciri
paling dominan yang ada pada benda itu. Contoh: orang yang mempunyai badan
bersar lazim disebut si Gendut. Orang yang mempunyai badan kurus lazim disebut si
kurus ata si Krempeng.Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
20
b. Penemu dan Pembuat
Banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat
berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa
sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah appelativa (Chaer,
2013: 47). Sudaryat (2011: 59) menyatakan bahwa penyebutan apelativa adalah
penamaan suatu benda berdasarkan nama penemu, nama pabrik pembuatnya, atau
nama dalam peristiwa sejarah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan
berdasarkan penemu dan pembuat adalah penamaan suatu benda yang diambil dari
nama penemu atau pembuat, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa
sejarah. Contoh: Volt nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama
penciptanya yaitu Volta seorang sarjana fisika bangsa Italia.
c. Tempat Asal
menyebutkan bahwa penamaan suatu benda dapat dipengaruhi dan ditelusuri
berdasarkan tempat asal benda tersebut (Chaer, 2013: 48). Sudaryat (2011: 59)
menyatakan bahwa penyebutan tempat asal adalah penamaan suatu benda
berdasarkan nama tempat asal benda tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
penamaan berdasarkan penyebutan tempat asal adalah penamaan suatu benda
berdasarkan tempat asal benda tersebut. Contoh: sarden berasal dari nama tempat di
Italia, yaitu Pulau Sardinia. Kentang Kledung berasal dari nama tempat penangkaran
benih kentang yang ada di Desa Kledung, Wonosobo.
d. Pemendekan
Dalam perkembangan bahasa terakhir ini banyak kata-kata dalam bahasa
Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atauKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
21
suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu (Chaer, 2013: 51).
Menurut Sudaryat (2011: 60), pemendekan adalah penamaan suatu benda dengan
cara memendekkan ujaran atau kata lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penamaan
berdasarkan penyebutan pemendekan adalah kata-kata yang terbentuk dari gabungan
huruf atau suku kata lain yang menghasilkan kata baru. Menurut Kridalaksana
(2010: 162-163), bentuk-bentuk kependekan meliputi: (1) singkatan, (2) penggalan,
(3) akronim dan kontraksi, dan (4) lambang huruf.
1) Singkatan
Menurut Lingga (2011: 72), istilah singkatan adalah bentuk istilah yang
tulisannya dipendekan. Singkatan adalah salah satu hasil proses pemendekan yang
berupa huruf atau gabungan huruf. Baik yang dieja huruf demi huruf seperti: UMP
(Universitas Muhammadiyah Purwokerto), KKN (Kuliah Kerja Nyata), DIY
(Daerah Istimewa Yogyakarta), atau yang tidak dieja huruf demi huruf seperti: dng.
(dengan), dst. (dan seterusnya).
2) Penggalan
Penggalan yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian
dari leksem. Penggalan mempunyai beberapa sub klasifikasi, yaitu: (1) penggalan
suku kata pertama dari suatu kata, misalnya Dok. (dokter), Sus. (suster). (2)
penggalan suku terakhir dari suatu kata, misalnya Pak. (bapak), Bu (ibu). (3)
penggalan tiga huruf pertama dari suatu kata, misalnya Ust. (ustadz). (4) penggalan
empat huruf pertama dari suatu kata, misalnya Helm. (helmet). (5) penggalan kata
terakhir dari suatu frasa, misalnya Harian (surat kabar harian).Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
22
3) Akronim dan Kontraksi
Akronim adalah proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku
kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit
banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia. Menurut Lingga (2011: 72), istilah
akronim merupakan gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau gabungan
kombinasi huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Akronim merupakan gabungan huruf atau kata untuk menghasilkan kata baru namun
masih dapat dilisankan secara keseluruhan. Contoh: FKIP (efkip dan bukan /ef/, /ka/,
/i/, /pe/), ABRI (abri dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/). Sedangkan kontraksi adalah proses
pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem. contoh: tak
(tidak), sendratari (seni drama dan tari).
4) Lambang Huruf
Lambang huruf adalah proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf
atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuanlitas, satuan atau unsur. Huruf
lambang tidak diberi titik di belakangnya. Contoh: cm (sentimeter), m (meter), g
(gram). Bentuk ini disebut lambang karena dalam perkembangannya tidak dirasakan
lagi asosiasi linguistik antara dengan kepanjangannya. Lambang-lambang tersebut
sudah menjadi kesepakatan dalam konsep dasar ilmiah.
e. Penyebutan Bagian
Penyebutan bagian adalah gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu
benda atau hal, padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya (Chaer, 2013: 45).
Sudaryat (2011: 59) mengemukakan bahwa penyebutan bagian adalah penyebutanKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
23
atau penamaan suatu benda dengan cara menyebutkan bagian dari suatu benda
padahal yang dimaksud keseluruhannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebutan
bagian adalah penyebutan sebagian untuk mewakili keseluruhan. Contoh: ketika
seseorang pergi ke warung dan memesan kopi pasti yang disodorkan oleh pemilik
warung bukan kopi saja, melainkan sudah dalam bentuk siap minum, sudah diseduh
dengan air panas, diberi gula, dan ditempatkan dalam cangkir.
f. Penamaan Berdasarkan Temuan Baru oleh Peneliti
Dalam penelitian ini, tidak semua jenis penamaan yang telah disebutkan oleh
beberapa pendapat di atas sesuai dengan latar belakang penamaan fotokopi, sehingga
peneliti membuat argumentasi dengan menambahkan jenis penamaan baru sesuai
dengan daya pikir peneliti. Temuan baru oleh peneliti didasarkan pada beberapa data
yang akan diteliti memiliki latar belakang penamaan yang tidak sesuai dengan teori
penamaan yang ada. Jenis penamaan berdasarkan temuan baru oleh peneliti dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1) Penamaan Berdasarkan Harapan atau Tujuan
Harapan yaitu suatu cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuat
terjadi. Penamaan berdasarkan harapan atau tujuan adalah jenis penamaan yang
memiliki maksud atau tujuan tertentu berupa keinginan atau cita-cita yang ingin
dicapai oleh si pemberi nama. Pemberian nama yang mengandung harapan
dimaksudkan agar apa yang diinginkan dalam suatu usaha dapat tercapai. Contoh
nama tempat fotokopi yang mengandung penamaan berdasarkan harapan atau tujuan
yaitu, ‘Sukses’. Nama ‘Sukses’ mengandung harapan atau tujuan agar usahaKajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016
24
fotokopi tersebut tetap lancar, beruntung, dan berhasil dalam menjalankan usaha
fotokopi.
2) Penamaan Berdasarkan Nama Benda
Penamaan berdasarkan nama benda yaitu penamaan yang menggunakan nama suatu
benda untuk mengingat benda tersebut. Nama benda digunakan sebagai bentuk
kekaguman atau kecintaan terhadap suatu benda. Dengan demikian, nama benda
yang digunakan sebagai nama tempat fotokopi akan selalu diingat oleh si pemberi
nama. Contoh nama tempat fotokopi yang menggunakan nama suatu benda yaitu,
‘kencana’. Nama ‘Kencana’ mempunyai makna emas. Pemberian nama tersebut
sebagai bentuk kecintaan si pemberi nama terhadap benda emas.
Kajian Penamaan Tempat..., Syukur Fadholloh, FKIP, UMP, 2016