PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI DAN STABILITAS HASIL 30 ...repository.ub.ac.id/7143/1/NOVI DWI...
Transcript of PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI DAN STABILITAS HASIL 30 ...repository.ub.ac.id/7143/1/NOVI DWI...
PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI DAN STABILITAS HASIL 30 GENOTIP PADI (Oryza sativa L.) DI TIGA LOKASI
Oleh:
NOVI DWI YULIANTI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
2
PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI DAN STABILITAS
HASIL 30 GENOTIP PADI (Oryza sativa L.) DI TIGA LOKASI
Oleh:
NOVI DWI YULIANTI
135040201111305
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
Jurusan
Prograrn Studi
Laboratorium
Menyetujui
Tanggal Persetujuan
LEMBAR PERSETUJUAN
Penampilan Karakter Agronomi dan Stabilitas Hasil 30Genotip Padi (Oryza sativa L.) di Tiga LokasiNovi Dwi Yulianti
135040201 I I 1305
Budidaya Pertanian
Agroekoteknologi
Pemuliaan Tanaman
Dosen Pembimbing
Disetujui:
Mengetatrui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian,
or. tr. Nurut.ilri. rrrrs.NIP. 19601012 198601 2 001
NIP. 19740525199903 I 001
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I
a\ l1,v@V1
Dr. Ir. Andy Soeeianto. CESANIP. 19560219 198203 I 002
Penguji II
Penguji III
Dr.Ir.. Nurul Aini MS.NIP. 19601012 198601 2 001
Tanggal Lulus :
NIP. 19740525 199903 1 001
I 4 AUG 2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Budi Waluyo, SP. MP. Selaku dosen
pembimbing. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan
tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan
jelas ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
Novi Dwi Yulianti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Novi Dwi Yulianti yang lebih akrab dipanggil Novi. Lahir di
kota Malang pada tanggal 23 November 1995. Penulis tinggal di Dusun Krajan RT 13
RW 04, Desa Sumbermanjing Kulon, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Penulis merupakan anak dari Bapak Nuryadi dan Ibu Tutiari dengan dua
bersaudara. Penulis mempunyai kakak yang bernama Doni Pribadi.
Penulis menempuh pendidikan SD di SD Negeri 07 Sumbermanjing Kulon,
Pagak pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan
di SMP Negeri 1 Pagak pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pagak pada tahun 2010 sampai dengan
tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis diterima di Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya melalui Jalur SNMPTN Undangan.
Pengalaman organisasi penulis pernah menjadi Anggota muda CADS (Center
for Agriculture Development Studies) pada Bendahara Inventaris CADS, Bendahara
Eksekutif CADS, Pengurus Kohati (Ketua Bidang Internal), Pengurus HMI Korkom
Brawijaya Fakultas Pertanian (Ketua Departemen Kajian). Penulis pernah menjadi
asisten praktikum Dasar Perlindungan Tanaman dan Hama Penyakit Penting
Tanaman. Penulis Magang kerja di Pt. Bisi International, Tbk.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan segala puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan atas dukungan dan do’a
dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan
pada waktu yang tepat. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya
haturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:
1. Tuhan YME, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi ini dapat
dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada Tuhan
penguasa alam yang meridhoi dan mengabulkan segala do’a.
2. Kedua orang tua saya, yang telah memberikan dukungan moril maupun materi
serta do’a yang tiada henti untuk kesuksesan saya. Ucapan terimakasih saja takkan
pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah
persembahas bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.
3. Dr. Budi Waluyo selaku dosen pembimbing, yang selama ini telah tulus dan ikhlas
meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan
bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih
baik.
4. Bapak Ir. Putu Darsana, MP, Ph. D selaku Direktur Riset dan Pengembangan PT.
BISI International , Tbk. Farm Kediri., dab Bapak Iwan Kiswanto, SP Selaku
pembimbing lapang di PT. BISI International , Tbk. Farm Kediri, yang telah
mengizinkan saya penelitian di PT. BISI International , Tbk. Farm Kediri.
5. Saudara saya (Kakak dan Adik) serta sahabat dan teman-teman saya, yang
senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyum dan do’anya untuk
keberhasilan ini, cinta kalian adalah memberikan kobaran semangat yang
menggebu, terimakasih dan sayang ku untuk kalian.
6. Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya
persembahkan skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang, Aamin.
RINGKASAN
Novi Dwi Yulianti. 135040201111305. Penampilan Karakter Agronomi dan
Stabilitas Hasil 30 Genotip Padi (Oryza sativa L.) di Tiga Lokasi. Pembimbing
Utama Dr. Budi Waluyo, SP.MP.
Padi ialah tanaman yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi seperti
gandum dan jagung. Permintaan akan beras dari tahun ke tahun semakin meningkat
sejalan dengan pertambahan penduduk. Berdasarkan data sensus penduduk 2005-
2010 penduduk Indonesia berjumlah 233.48 juta jiwa (BPS, 2012). Kebutuhan
konsumsi beras per kapita adalah 139.5 kg per kapita, maka kebutuhan beras
mencapai 32.49 juta ton. Pada tahun 2025-2030 laju pertumbuhan penduduk
Indonesia diperkirakan 286.02 juta jiwa kebutuhan beras 39.8 juta ton. (Ditjen PSP,
2013). Hal tersebut menjadikan padi sebagai tanaman budidaya yang selalu harus
diusahakan. Penanaman varietas unggul baru tidak selalu memberikan hasil yang
memadai sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan metode-metode baru
dikembangkan untuk perbaikan tanaman antara lain dengan cara persilangan,
bioteknologi dan rekayasa genetika. Sejak penghujung abad ke-20 dikembangkan
pula tanaman padi hibrida sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
produktivitas Keberhasilan penelitian bergantung pada dua faktor, yaitu ketepatan
dugaan hasil yang berkaitan dengan keakuratan percobaan dan ketepatan dugaan
pengaruh lingkungan pada lokasi yang berkaitan dengan kemampuan peramalan
lingkungan baru. Pengujian multilokasi bertujuan untuk mendapatkan varietas yang
mempunyai produktivitas tinggi seperti yang diinginkan petani serta memiliki
stabilitas dan adaptabilitas yang luas. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk
mendapatkan genotipe padi hibrida yang berdaya hasil tinggi dan mempunyai hasil
produksi yang stabil serta menentukan lingkungan yang potensial untuk
mengembangkan padi hibrida yang berdaya hasil tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang dikelola oleh PT. BISI
International, Tbk Farm Kambingan, Kediri yang dilakukan pada Oktober 2016
sampai dengan April 2017. Alat yang digunakan ialah bajak (traktor), penggaris,
timbangan analitik, gunting, moisture tester. Bahan yang digunakan ialah 30 genotip
padi yang terdiri dari 20 genotip padi hibrida yang diuji, 5 genotip padi pendamping
uji, dan 5 genotip padi sebagai pembanding, pupuk organik (pupuk kandang), pupuk
anorganik (N, P, K, NPK mutiara), pestisida. Metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan berupa 30 genotip padi
diulang 3 kali. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomi yang terdiri dari
anakan produktif, tinggi tanaman, umur bunga, intensitas hama dan penyakit, hasil
gabah kering, bobot 1000 butir gabah, jumlah gabah total per malai (butir), jumlah
gabai isi per malai, kualitas beras (rendemen beras giling dan presentase beras
kepala). Analisis varians dilakukan pada data yang di per oleh di setiap lokasi, uji
homogenitas kuadrat tengah galat yang dilanjutkan dengan analisis varians gabungan.
Perbedaan penampilan genotip diuji menggunakan least significant increases 5%.
Terdapat interaksi genotip x lingkungan yang berpengaruh terhadap penampilan
karakter tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah gabah total per malai, dan hasil
gabah. Jumlah anakan produktif dan bobot 1000 biji dipengaruhi oleh faktor genotip.
Nilai koefisien variasi percobaan berkisar antara 3.0% yaitu pada karakter umur
berbunga sampai dengan 40.1% pada bobot 1000 butir gabah. Hal tersebut
menunjukkan penampilan karakter agronomi pada tanaman padi dipengaruhi oleh
interaksi genotip x lingkungan dan genotip. Menurut Harsanti et al. (2003) genotipe
dengan nilai koefisien regresi lebih besar dari 1 maka akan beradaptasi dengan baik
pada lingkungan yang subur, dan bila koefisien regresi kurang dari 1 maka
beradaptasi baik pada lingkungan yang tidak subur. Terdapat delapan genotip padi
hibrida yang mempunyai hasil stabil dan beradaptasi luas, dan tiga genotip padi
hibrida yang beradaptasi pada lingkungan produktif. Padi hibrida yang mempunyai
penampilan stabil dan di atas rata-rata umum, yaitu HY1617RA001 (7.1 t/ha),
HY1617RA003 (6.9 t/ha), HY1617RA010 (7.5 t/ha), HY1617RA011 (7 t/ha),
HY1617RA012 (7.4 t/ha), HY1617RA014 (7.7 t/ha), HY1617RA015 (7.2 t/ha), dan
HY1617RA019 (7.5 t/ha). Padi hibrida yang beradaptasi pada lingkungan produktif
ialah HY1617RA016 (7.1 t/ha), HY1617RA017 (7.1 t/ha), dan HY1617RA020 (7.5
t/ha).
SUMMARY
Novi Dwi Yulianti. 135040201111305. Agronomic Performance and Yield Stability
30 Paddy (Oryza sativa L.) Genotypes in Three Locations. Main supervisor: Dr. Budi
Waluyo, SP.MP.
Paddy is a plant that has high carbohydrate nutrient like wheat and corn. The
demand of rice was increasing years to yeras along with population growth. Based on
population census data in 2005-2010, the number of Indonesia people are 233.48
million (CBS, 2012). The rice consumption per capita is 139.5 kg per capita, so the
demand of rice up to 32.49 million tons. In 2025-2030 the growth of Indonesia's
poople was estimated 286.02 million, so it menas that 39.8 million tonnes of rice
needs. (DG PSP, 2013). It makes rice as a crop that should be sought. Planting new
varieties not always provide sufficient results, so to supply the demand of food it
needs a new methods were developed to improvement of plants, such as : cross,
biotechnology and genetic engineering. Since the end of 20th century, there was
developed a hybrid rice plants as an alternative ways to increase the productivity of
paddy. These successfull of this study depend on two factors, first is accuracy of the
allegations relating to the results of experimental accuracy and precision of alleged
influence of the environment on locations related to new environmental forecasting
capabilities. Multi-location testing aims to obtain varieties that have high productivity
as well as a farmer want and have stability and broad adaptability. The purpose of
this study is obtain hybrid rice genotypes that have high yield and has stablilized
production and determine the potential to expand hybrid rice high yield.
This research was conducted in three locations managed by PT. BISI
International, Tbk Farm Kambingan, Kediri conducted in October 2016 until April
2017. The equipment used are plow (tractor), ruler, analytical scales, scissors,
moisture tester. The materials used were 30 paddy genotypes consisting of 20
genotypes of tested hybrid paddy, 5 test companion paddy genotypes, and 5 paddy
genotypes as comparison, organic fertilizer (manure), inorganic fertilizer (N, P, K,
NPK pearl) pesticide. The field design used in this research is randomized block
design (RAK). Treatment of 30 paddy genotypes was repeated 3 times. The
observation was conducted on agronomic character consisting of productive tiller,
plant height, flower days, pest and disease intensity, dry grain yield, 1000 grain
weight of grain, total grain per panicle, grain content per panicle, milled paddy and
percentage of paddy head. The analysis of variance was performed on the data
obtained at each location, the homogeneity test of the variance error followed by a
combined variance analysis. Differences in appearance of agronomic character of
genotype were tested using least significant increases 5%.
There are genotype x environmental interactions that influence the appearance
of plant height, flowering days, total grain per panicle, and grain yield. The number
of productive tillers and weight of 1000 seeds is influenced by the genotype factor.
Experimental variation coefficient value ranges from 3.0% that is in character of
flowering days up to 40.1% at 1000 grain weight of grain. It shows the appearance of
agronomic character in paddy influenced by genotype x environment and genotype
interaction. According to Harsanti et al. (2003) genotype with regression coefficient
value greater than 1 then it will adapt well to the fertile environment, and if the
regression coefficient less than 1 then adapt well to the environment that is not fertile.
There are eight hybrid paddy genotypes that have a stable and widely adapted yield,
and three hybrid paddy genotypes that adapt to a productive environment. Hybrid
paddy that has a stable appearance and above the general average, i.e. HY1617RA001
(7.1 t/ha), HY1617RA003 (6.9 t/ha), HY1617RA010 (7.5 t/ha), HY1617RA011 (7
t/ha), HY1617RA012 (7.4 T/ha), HY1617RA014 (7.7 t/ha), HY1617RA015 (7.2
t/ha), and HY1617RA019 (7.5 t/ha). Hybrid paddy adapting to the productive
environment is HY1617RA016 (7.1 t/ha), HY1617RA017 (7.1 t/ha), and
HY1617RA020 (7.5 t/ha).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal hasil penelitian yang
berjudul “Penampilan Karakter Agronomi dan Stabilitas Hasil 30 Genotip Padi
(Oryzae sativa L.) di Tiga Lokasi” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Budi Waluyo, SP.MP. selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan,
arahan, waktu dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian proposal hasil
penelitian ini.
2. Bapak Ir. Putu Darsana, MP, Ph. D selaku Direktur Riset dan Pengembangan PT.
BISI International , Tbk. Farm Kediri.
3. Bapak Iwan Kiswanto, SP Selaku pembimbing lapang di PT. BISI International ,
Tbk. Farm Kediri.
4. Kedua orang tua dan atas semangat, motivasi, dan doa yang tak pernah putus,
Teman-teman kelas A Agroekoteknologi dan rumah kos Sumbersari 285 A atas
dukungan dan motivasinya, Serta Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam
terselesainya proposal hasil penelitian ini.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi civitas akademika
FP UB, PT. BISI International Tbk, kediri, masyarakat, serta pihak lain yang
membutuhkan informasi terkait bahasan ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan proposal ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan ini.
Malang, Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN .................................................................................................. i
SUMARRY ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
LAMPIRAN ..................................................................................................... x
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
1.3 Hipotesis ................................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Deskripsi dan Morfologi Tanaman Padi ............................................... 3
2.2 Pemuliaan Padi Hibrida ......................................................................... 5
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Padi .............................................................. 7
2.5 Uji Daya Hasil ....................................................................................... 7
2.6 Analisis Stabilitas dan Adaptabilitas ...................................................... 8
3. BAHAN DAN METODE .......................................................................... 10
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................. 10
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 11
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 12
3.4 Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 12
3.5 Pengamatan ........................................................................................ 14
3.6 Analisis Data ...................................................................................... 16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 19
4.1 Hasil ................................................................................................... 19
1.1.1 Keragaman Lingkungan ............................................................ 20
1.1.2 Keragaman Karakter Agronomi Hasil ....................................... 21
1.1.3 Penampilan Karakter Agronomi Hasil ...................................... 22
1.1.4 Stabilitas Hasil dan Adaptasi ..................................................... 34
1.1.5 Intensitas Serangan Hama dan Penyakit .................................... 35
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 35
4.2.1 Keragaman Interaksi Genotip x Lingkungan yang Mempengaruhi
Penampilan Komponen Hasil Padi Hibrida .............................. 35
4.2.2 Stabilitas dan Adaptabilitas ....................................................... 41
4.2.3 Intensitas Hama dan Penyakit ................................................... 43
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 45
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 45
5.2 Saran ................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 46
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
Teks
1 Morfologi Tanaman Padi …………………………………… 5
2 Morfologi Padi bagian Bunga dan Gabah …........................... 6
3 Metode Perakitan Padi Hibrida …………............................. 8
4 Grafik Temperatur Masing-Masing Lokasi pada Saat Penelitian. 19
5 Grafik Curah Hujan Masing-Masing Lokasi pada Saat
Penelitian……………………………………………………… 20
6 Grafik Kelembaban Udara Masing-Masing Lokasi pada Saat
Penelitian …..………………………......................................... 20
LAMPIRAN
No
Halaman
Teks
1 Design Plot ………………………….…...…............................. 50
2 Dokumentasi .……………………………..…........................... 51
3 Tabel Pengamatan Hama dan Penyakit ……............................. 57
4 Anova Gabungan Anakan Produktif - Hasil .............................. 74
5 Anova Per Lokasi Anakan Produktif - Hasil .............................. 63
DAFTAR TABEL
No
Halaman
Teks
1 Bahan Benih Padi ………. ……..….…...…........................... 12
2 Analisis Ragam ……………………….....….......................... 16
3 Analisis Ragam Gabungan Antar Lokasi…........................... 17
4 Analisis Ragam Karakter Agronomi dan Hasil Padi Hibrida di
Kediri, Tuban, Ponorogo ..…....…............................................ 21
5 Analisis Homogenitas Varian Galat 10 Karakter Padi di 3
Lokasi........................................................................................ 21
6 Kuadrat Tengah Analisis Gabungan Komponen Hasil dan Hasil
30 Genotip Padi pada 3 Lokasi ……........................................ 22
7 Penampilan Jumlah Anakan Produktif Padi di 3 Lokasi ........... 23
8 Penampilan Tinggi Tanaman Padi di 3 Lokasi ……………… 25
9 Penampilan Umur Berbunga Padi di 3 Lokasi ........................... 27
10 Penampilan Jumlah Gabah Total Per Malai Padi di 3 Lokasi. 29
11 Penampilan Bobot 1000 Butir Gabah Padi di 3 Lokasi……. 31
12 Penampilan Hasil Padi di 3 Lokasi ……............................... 32
13 Penampilan dan Parameter Stabilitas Hasil Padi di 3 Lokasi ... 34
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi ialah tanaman yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi seperti
gandum dan jagung. Permintaan akan beras dari tahun ke tahun semakin meningkat
sejalan dengan pertambahan penduduk. Berdasarkan data sensus penduduk 2005-
2010 penduduk Indonesia berjumlah 233.48 juta jiwa (BPS, 2012). Kebutuhan
konsumsi beras per kapita adalah 139.5 kg per kapita, maka kebutuhan beras
mencapai 32.49 juta ton. Pada tahun 2025-2030 laju pertumbuhan penduduk
Indonesia diperkirakan 286.02 juta jiwa kebutuhan beras 39.8 juta ton (Ditjen PSP,
2013). Hal tersebut menjadikan padi sebagai tanaman budidaya yang selalu harus
diusahakan. Penanaman varietas unggul baru tidak selalu memberikan hasil yang
memadai sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan metode-metode baru
dikembangkan untuk perbaikan tanaman antara lain dengan cara persilangan,
bioteknologi dan rekayasa genetika. Sejak penghujung abad ke-20 dikembangkan
pula tanaman padi hibrida sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
produktivitas lahan sawah.
Padi hibrida berpotensi dikembangkan di Indonesia untuk meningkatkan
produktivitas padi. Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena heterosis
pada turunan pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua tetua yang berbeda.
Fenomena heterosis menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat,
anakan lebih banyak, malai lebih lebat dan dapat menghasilkan sekitar 1 t/ha lebih
tinggi dibandingkan varietas unggul padi sawah inbrida (Virmani, 1999).
Penelitian uji multilokasi atau lokasi ganda memegang peranan penting dalam
pemuliaan tanaman dan penelitian lainnya di bidang agronomi. Gabungan bidang
agronomi dan pemuliaan tanaman diperlukan dalam memperbaiki karakteristik
tanaman dan uji stabilitas sebelum pelepasan suatu varietas. Melalui analisis biplot,
jumlah anakan, bobot gabah isi dan gabah hampa, tinggi tanaman dan daya hasil
tertinggi merupakan karakter yang saling berkorelasi kuat pada padi varietas Cimelati
dan Inpari (Sa’diyah et al., 2014). Keberhasilan penelitian bergantung pada dua
2
faktor, yaitu ketepatan dugaan hasil yang berkaitan dengan keakuratan percobaan dan
ketepatan dugaan pengaruh lingkungan pada lokasi yang berkaitan dengan
kemampuan peramalan lingkungan baru. Rekomendasi pengembangan varietas
unggul baru memerlukan prediksi yang reliabel dan akurat terhadap produksi
(Sumertajaya, 2007). Menurut Gauch (2006), percobaan multilokasi penting untuk
mendapatkan genotip yang beradaptasi spesifik pada lingkungan tertentu, atau
genotip yang stabil pada berbagai kondisi lingkungan. Informasi semacam ini dapat
diperoleh dari beberapa percobaan. Uji multilokasi suatu genotip menunjukkan data
yang saling berinteraksi (Cullis et al., 2006). Faktor-faktor yang sering dilibatkan
dalam uji multilokasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu genotip
dan lokasi (Zobel et al., 1988).
Uji daya hasil merupakan aspek yang penting dalam program perakitan varietas
dan merupakan bagian paling akhir dari metode pemuliaan tanaman. Untuk
mendapatkan varietas yang berdaya hasil dan stabilitasnya tinggi maka perlu
dilakukan uji daya hasil dibeberapa tempat pengujian. Pengujian multilokasi
bertujuan untuk mendapatkan varietas yang mempunyai produktivitas tinggi seperti
yang diinginkan petani serta memiliki stabilitas dan adaptabilitas yang luas.
1.2 Tujuan
1. Mempelajari pengaruh interaksi genotip x lingkungan terhadap penampilan
komponen hasil dan hasil padi hibrida.
2. Untuk mendapatkan padi hibrida yang mempunyai penampilan hasil yang lebih
tinggi dan stabil dibandingkan dengan varietas pembanding.
1.3 Hipotesis
1. Terdapat interaksi genotip x lingkungan yang mempengaruhi penampilan
komponen hasil dan hasil padi hibrida.
2. Terdapat padi hibrida yang mempunyai penampilan hasil lebih tinggi dan stabil
dibandingkan dengan varietas pembanding.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Morfologi Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman berumpun rang termasuk ke dalam rumput-rumputan.
Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis
dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang
(Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun sebelum Masehi. Fosil butir padi dan gabah
ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India dan diperirakan berasal dari sekitar 100
- 800 sebelum Masehi. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah,
Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Padi merupakan komoditas
utama yang berperan sebagai pemenuh kebutuhan pokok karbohidrat dan pemenuhan
kebutuhan pangan utama bagi penduduk (Yusuf, 2010).
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta,
Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monotyledonae, Keluarga: Gramineae (Poaceae),
Genus: Oryza, Spesies: Oryza spp.
Tanaman padi mempunyai akar serabut. Akar berfungsi sebagai penguat atau
penunjang tanaman untuk dapat tumbuh tegak, menyerap hara dan air didalam tanah,
kemudian diteruskan ke organ lainnya diatas tanah yang membutuhkan. Akar padi
terdiri dari dua bagian yaitu akar primer (radikula) dan akar seminal (akar adventif).
Akar seminal muncul dari janin dekat bagian buku skutellum yang disebut dengan
akar seminal, akar seminal berjumlah 1-7. Apabila terjadi gangguan fisik terhadap
akar primer, maka pertumbuhan akar-akar seminal lainnya akan dipercepat.
Kemudian akar seminal digantikan oleh akar-akar sekunder yang tumbuh dari buku
terbawah batang ( Makarim dan Suhartatik, 2009).
Batang padi terdiri atas beberapa ruas dan buku. Ruas batang padi berbentuk
bulat dan berongga, dan di antara ruas batang padi terdapat buku-buku, disetiap buku
terdapat sehelai daun. Daun dan tunas Batang berfungsi sebagai penopang tanaman.
Hasil tanaman padi didukung oleh kokohnya batang pada tanaman tersebut. Jika
batang tanaman tidak kokoh, tanaman akan mudah rebah dan menurunkan hasil
4
secara drastis. Kekuatan antar buku batang dipengaruhi oleh ketebalan batang dan
kekuatan jaringan, status hara tanaman serta komposisi kimia. Pada tanaman padi
anakan pertama tumbuh pada batang utama (batang pokok), dan tumbuh di antara
dasar batang dan daun sekunder, sedangkan pada pangkal batang anakan pertama
membentuk perakaran. Anakan pertama tetap melekat pada batang utama hingga
masa pertumbuhan berikutnya. Untuk mendapatkan cadangan makanan anakan tidak
tergantung kepada batang utama karena memiliki akar sendiri. Anakan pertama
terbentuk setelah tanaman berumur 10 hari setelah tanam, maksimum 50-60 hari dan
tergantung pada varietas apa yang kita tanam. Selanjutnya diikuti dengan
pertumbuhan anakan berikutnya yang serupa dengan anakan pertama (Sudirman dan
Iwan, 2003).
Daun merupakan bagian dari tanaman yang berwarna hijau karena mengandung
klorofil yang bisa mengelola sinar matahari menjadi karbohidrat atau untuk keperluan
organ-organ tanaman lainnya. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam
susunan yang berselang-seling, terdiri satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas
helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun, lidah daun (ligule).
Adanya telinga dan lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakannya
dengan rumput-rumputan pada stadia bibit (seedling) (Azhar, 2010). Tajuk
merupakan kumpulan daun yang tersusun rapi dan teratur. Tajuk menangkap radiasi
surya untuk fotosintesis. Bentuk tajuk dapat dinyatakan dalam nilai menggunakan
parameter statistik, skewness yaitu kesimetrisan luas daun (Makarim dan Suhartatik,
2009). Morfologi tanaman padi tertera pada Gambar 1.
Gambar 2 menjelaskan tentang morfologi tanaman padi bagian bunga dan biji.
Bunga padi memiliki tangkai, perhiasan dan daun mahkota yaitu palea dan lemma
yang didalamnya terdapat bakal buah (kariopsis). Di dalam malai dua kepala putik,
dan enam filamen benang sari. Pada saat bunga padi dewasa palea dan lemma
membuka 30o-60o. Keduanya membuka pada saat siang hari kisaran pukul 10-12
dengan suhu berkisar antara 30o-32oC. Gabah atau buah padi adalah ovary yang telah
masak kemudian bersatu dengan lemma dan palea. Tanaman padi memiliki gabah
5
yang terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang telah dikupas akan
menjadi beras (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Gambar 1. Morfologi Tanaman Padi
Sumber: Jennings et al. (1979)
Sumber: Jennings et al. (1979)
Gambar 2. Morfologi Tanaman Padi Bagian Bunga dan Biji
6
2.2 Pemuliaan Padi Hibrida
Pemuliaan tanaman yang memanfaatkan fenomena heterosis telah memberikan
hasil lebih tinggi dari varietas inbrida pada berbagai jenis tanaman. Oleh sebab itu
maka pengaruh heterosis dimanfaatkan oleh para pemulia dalam teknologi saat ini,
sistem CMS (cytoplasmic genetic male sterile) atau galur mandul jantan dan
pemulihan kesuburan (restorer) merupakan alat genetik yang efektif digunakan untuk
pemuliaan padi hibrida. Menurut Virmani et al. (1999), teknik tiga galur memerlukan
dukungan komponen- komponen sebagai berikut: 1) Galur mandul jantan (CMS =
galur A) yang 100% mandul dan stabil kemandulannya. 2) Galur pemulih kesuburan
(restorer = galur R) yang nilai heterosisnya tinggi. 3) Galur pelestari kemandulan
tepung sari (galur B) yang murni. Benih padi hibrida dihasilkan dari persilangan
antara CMS dan Restorer
Padi hibrida diharapkan memiliki daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas
yang ditanam umumnya. Selain keunggulan potensi hasil, padi hibrida juga harus
mempunyai berbagai sifat unggul yang yang disenangi petani. Virmani (1994)
melaporkan bahwa berdasarkan penelitian pada musim kemarau 1986 hingga musim
hujan 1992, padi hibrida dapat meningkatkan hasil 15-20% di atas varietas inbrida.
Padi hibrida yang dihasilkan kebanyakan berlatar belakang genetik galur-galur yang
berasal dari IRRI. Akan tetapi, pemanfaatan galur-galur yang beradaptasi baik di
Indonesia mulai dilaksanakan, sehingga diharapkan padi hibrida yang dihasilkan
sudah beradaptasi terhadap kondisi agroekosistem yang sangat beragam di Indonesia.
Virmani et al. (1997) melaporkan bahwa persilangan indica/japonica tropika
prospektif menghasilkan hibrida yang unggul. Perakitan dan pengujian padi hibrida di
Indonesia telah menghasilkan tiga kombinasi hibrida harapan dan telah diuji
multilokasi pada tahun 2002. Gambar 3 menjelaskan tentangg metode perakitan padi
hibrida.
7
Gambar 3. Metode Perakitan Padi Hibrida (Virmani, 1994)
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Pada sawah irigasi, curah hujan bukan merupakan faktor pembatas tanaman
padi. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan > 200 mm dan tersebar
secara normal. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan tanaman padi ialah 24 - 290C.
Padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. pH tanah optimum yaitu 5,5-7,5.
Permeabilitas pada sub horison kurang dari 0,5 cm/jam.
Selain agroekosistem, cara pengelolaan tanaman juga mempengaruhi
keberlanjutan agribisnis padi. Dengan menerapkan pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) keberlanjutan agribisnis padi dapat diwujudkan. Pada saat ini hampir seluruh
teknologi budidaya tanaman menggunakan konsep PTT (Barns, 2005)
2.4 Uji Daya Hasil
Kegiatan pemuliaan meliputi pelepasan varietas baru yang memiliki
keunggulan dalam hal tertentu dalam kebijakan kementrian pertanian. Galur yang
memiliki daya hasil stabil akan dilepaskan sebagai varietas baru sebagaimana telah
tercantum didalam persyaratan UU no. 12/ th 1992. Uji daya hasil dilakukan untuk
8
mengevaluasi potensi hasil pada galur-galur terpilih yang diuji pada suatu lingkungan
tertentu, yang meliputi iklim dan tanah pada pertanamannya.
Uji daya hasil merupakan aspek penting dalam program perakitan varietas
baru. Uji daya hasil merupakan tahap akhir dari program pemuliaan tanaman. Pada
pengujian akan dilakukan seleksi terhadap galur-galur unggul homozigot yang telah
dihasilkan. Seleksi pada uji daya hasil biasanya meliputi tiga tahap yaitu uji daya
hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjut (UDHL), dan uji multilokasi untuk
melihat stabilitas dan adaptabilitas di berbagai lokasi sebelum dilepas menjadi
varietas baru dengan karakter yang diinginkan.
Menurut Satoto (2008) pada uji daya hasil lanjutan hibrida yang akan dilepas
ditanam berdampingan dengan hibrida yang sudah dilepas terdahulu dan varietas
inbrida yang sedang popular sebagai pembanding. Uji daya hasil termasuk aspek
penting dalam program perakitan varietas baru, para pemulia harus memutuskan
suatu galur yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan pada berbagai kondisi
lingkungan tumbuh.
2.5 Analisis Stabilitas dan Adaptabilitas
Stabilitas suatu genotip adalah kemampuan genotip untuk hidup dalam berbagai
lingkungan yang beragam, dimana fenotipenya tidak mengalami banyak perubahan
pada lingkungan lain. Stabilitas fenotipe disebabkan oleh kemampuan tanaman untuk
dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang beragam sehingga sifat fisiknya
tidak mengalami banyak perubahan (Alberts, 2004). Seorang pemulia tanaman harus
membuat percobaan pada beberapa lingkungan (lokasi) dan beberapa musim agar
yakin telah memilih genotip yang berdaya hasil tinggi dan berpenampilan stabil
(Kusumah, 2010).
Suatu genotip dapat dibagi menjadi empat klasifikasi berkaitan dengan
kemampuannya dalam beradaptasi di lingkungan (Roy, 2000), ialah (1) genotip tidak
responsif, (2) genotip toleran, (3) genotip stabil, dan (4) genotip adaptasi luas
(fleksibel). Allard dan Bradshaw (1964) menyatakan bahwa penyebab stabilitas hasil
suatu genotip adalah adanya mekanisme penyangga individu (individual buffering)
9
dan populasi (population buffering) yang menyebabkan genotype dengan hasil tinggi
dan stabil akan berpenampilan baik di semua lingkungan. Terdapat dua konsep
stabilitas, yaitu stabilitas statis dan dinamis. Stabilitas statis sering disebut sebagai
stabilitas biologis (Becker dan Leon, 1988). Stabilitas ini menyatakan keragaan suatu
genotip yang relative sama dari suatu lokasi ke lokasi lainnya (homeostatis).
Sementara stabilitas dinamis atau stabilitas agronomis menyatakan rata-rata suatu
genotip di semua lokasi. Stabilitas dilihat dari respon genotip yang tidak menyimpang
dari respon ratarata semua genotip yang ditanam di lingkungan uji
Stabilitas statis biasanya berkaitan dengan daya hasil yang rendah sehingga
konsep stabilitas statis lebih direkomendasikan untuk mengevaluasi daya hasil.
Simmonds (1991) menambahkan bahwa stabilitas statis akan lebih berguna
dibandingkan dengan stabilitas dinamis di negara berkembang. Metode yang dapat
dilakukan untuk menganalisi stabilitas antara lain adalah menggunakan analisis
stabilitas parametrik, analisis stabilitas non parametrik dan metode peubah ganda atau
multivariat (Alberts, 2004). Pendekatan parametrik berdasarkan asumsi sebaran
genotip, lingkungan dan pengaruh G x E. Pendekatan parametrik sangat baik
dilakukan jika memenuhi asumsi statistik seperti galat menyebar normal dan
pengaruh interaksi dapat terpenuhi dengan baik. Jika asumsi statistik tidak dapat
dipenuhi, maka alternatif lain adalah dengan menggunakan pendekatan non
parametrik.
Nasir (2001) menyatakan uji daya hasil lanjut sebaiknya dilakukan dua musim
di beberapa lokasi untuk menekan tersingkirnya galur-galur unggul selama seleksi
akibat adanya interaksi genotip dengan lingkungannya. Arsyad et al. (2006)
menambahkan ukuran petak pada uji daya hasil pendahuluan lebih kecil
dibandingkan ukuran petak pada uji daya hasil lanjut dan uji multilokasi. Jumlah
galur uji daya hasil pendahuluan lebih banyak dari pada uji daya hasil lanjut dan uji
multilokasi, namun jumlah lokasi uji daya hasil pendahuluan lebih sedikit
dibandingkan uji daya hasil lanjut dan uji multilokasi.
10
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sewa milik PT. BISI International, Tbk
Farm Kambingan, Kediri, yang beralamatkan di Dusun Ngatup, Desa Kambingan,
Kec. Pagu, Kab. Kediri. Kode Pos 64175. Lokasi penelitian sebagai tempat uji daya
hasil yaitu pada tiga kota : Kediri, Tuban, dan Ponorogo.
1. Pagu – Kediri – Jawa Timur
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri Jawa Timur
dengan ketinggian tempat 0 mdpl – 100 mdpl.
2. Widang – Tuban – Jawa Timur
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Widang Kota Tuban Jawa Timur dengan
ketinggian 182 meter diatas permukaan laut (mdpl).
3. Sawo – Ponorogo – Jawa Timur
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sawo Kabupaten Ponorogo Jawa Timur
dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter diatas permukaan.
3.1.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016 mulai penyemaian hingga
pemanenan pada bulan April 2017.
Pagu – Kediri – Jawa Timur
Penyemaian dilakukan pada tanggal 07 Oktober 2016, penanaman dilakukan
pada tanggal 28 Oktober 2016, dan pemanenan dilakukan pada tanggal 10
Februari 2017.
Widang – Tuban – Jawa Timur
Penyemaian dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2016, penanaman dilakukan
pada tanggal 16 November 2016, dan pemanenan dilakukan pada tanggal 03
Maret 2017
Sawo – Ponorogo – Jawa Timur
11
Penyemaian dilakukan pada tanggal 24 November 2016, penanaman
dilakukan pada tanggal 22 Desember 2016, dan pemanenan dilakukan pada
tanggal 06 April 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini ialah seperangkat alat budidaya
tanaman padi, alat pengukur panjang, alat pengukur berat, alat penguji benih, dan
komputer.
Tabel 1. Genotip padi yang digunakan pada penelitian
No. Hibrida yang
diuji
No. Hibrida yang
diuji
No. Varietas/Galur
Pendamping
No. Varietas/Galur
Cek
1 HY1617RA001 11 HY1617RA011 21 Inpari 33* 26 Ciherang*
2 HY1617RA002 12 HY1617RA012 22 Intani 2 27 Intani 301
3 HY1617RA003 13 HY1617RA013 21 Chandra 28 Mapan 05
4 HY1617RA004 14 HY1617RA014 23 Brang Biji 29 Sembada 989
5 HY1617RA005 15 HY1617RA015 25 SL8-SH5 30 PP 3
6 HY1617RA006 16 HY1617RA016
7 HY1617RA007 17 HY1617RA017
8 HY1617RA008 18 HY1617RA018
9 HY1617RA009 19 HY1617RA019
10 HY1617RA010 20 HY1617RA020
Keterangan:* non hibrida
Bahan yang digunakan ialah 20 genotip hibrida harapan, 5 genotip hibrida
pendamping, dan 5 genotip padi sebagai cek (Tabel 1). Pupuk organik (pupuk
kandang), pupuk anorganik (N, P, K, NPK Mutiara), pestisida dan fungisida
digunakan selama pemeliharaan tanaman.
Hibrida dengan kode depan HY yang diuji merupakan milik dan diproduksi
PT. BISI International, Tbk. Dua puluh genotip hibrida yang diuji berasal dari
beberapa persilangan tetua CMS (cytoplasmic genetic male sterile) yang meliputi 18
A, 19 A, dan 21 A dengan tetua restorer sesuai apa yang diharapkan. Hibrida-hibrida
ini diuji tahap G3. Pada tahap G3 ini hibrida-hibrida harapan dianggap sudah stabil
pada suatu lokasi tertentu sehingga perlu dilakukan pengujian terakhir dari pemuliaan
12
tanaman yang meliputi uji adaptasi untuk menentukan stabilitas hasil dan
adaptabilitas pada lokasi yang bervariasi.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di 3 lokasi yang berbeda. Percobaan di setiap lokasi
disusun berdasarkan rancangan acak kelompok. Perlakuan terdiri dari 30 genotip
padi, yang terdiri dari 20 hibrida harapan, 5 varietas pendamping, dan 5 varietas cek
yang diulang 3 kali.
Plot percobaan berupa petakan dengan ukuran 6m2 Pada setiap plot terdiri dari
90 tanaman (15 baris dan 6 lajur) dengan jarak tanamn di dalam plot 25 cm x 25 cm.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persemaian
Proses persemaian dilakukan dengan cara pemilihan benih yang bermutu bagus
yang ditandai dengan benih bernas (yang tenggelam) yang artinya benih tersebut
adalah benih yang berisi dan mempunyai kotiledon yang sempurna. Kemudian benih
bernas tersebut langsung ditebar pada lahan yang sudah diolah dengan kondisi air
macak-macak. Penyemaian dilakuakan pada tanggal 07 Oktober 2016 untuk lokasi
Kediri, Tuban pada tanggal 22 Oktober 2016, dan Ponorogo pada tanggal 24
November 2016.
3.4.2 Persiapan lahan
Pengolahan tanah dilakukan dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang
baik. Penaburan bahan organik secara merata pada lahan 2 minggu sebelum
dilakukan pengolahan. Kemudian tanah digenangi air terlebih dahulu untuk
melunakkan tanah supaya mudah untuk dibajak dan dicangkul. Pengolahan tanah
dengan bajak singkal (20 cm). Galengan dibersihkan dengan cangkul dan dipopok
dengan tanah agar air dan unsur hara pada petakan tidak hilang melaluli rembesan.
Setelah tanah diolah, tanah dibiarkan selama satu minggu dan digenangi air. Tanah
diolah kembali sampai melumpur dilanjutkan dengan perataan tanah sampai siap
tanam.
13
3.4.3 Penanaman
Penanaman bibit muda kurang lebih dilakukan pada 21 HST. Setiap lubang
terdiri dari 1-2 bibit. Pada saat bibit ditanam, tanah dalam kondisi jenuh air.
Penanaman menggunakan sistem jajar tegel dengan jarak 25 cm x 25 cm. jajar tegel
ialah penanaman yang tanpa ada selang/jeda antara tanaman satu dengan yang
lainnya. Penyulaman dilakukan sebanyak satu kali, yaitu sekitar satu minggu setelah
tanam dengan menggunakan sisa bibit yang masih ada. Penyulaman dimaksudkan
untuk mengisi rumpun yang mati atau kurang baik pertumbuhannya, agar diperoleh
populasi tanaman yang optimum.
3.4.4 Pemupukan
Pemupukan awal N diberikan pada umur padi sebelum 14 hst ditentukan
berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Cara pemberian pupuk N dilakukan dengan cara
disebar merata di permukaan tanah. Pemupukan dasar dilakukan ketika padi berumur
7 HST dengan dosis 15 kg. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 20-25 HST
dengan dosis 10 kg per luas petak (6m2) untuk pemupukan kedua. Dilakukan
pemupukan ketiga jika tanaman membutuhkan pupuk tambahan, pada penelitian ini
yang dilakukan pemupukan` tambahan yaitu pada lokasi Widang-Tuban.
3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi pengairan, pengendalian gulma, serta pengendalian
hama dan penyakit. Pengairan dilakukan dengan selang waktu 2 hari setelah
pengairan sebelumnya. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan ketika
padi berumur 30-45 HST. Selain pemupukan juga disemprotkan pestisida untuk
menghindari serangan hama dan penyakit. Pestisida yang digunakan ialah winder,
promectin, dan trisula untuk mengendalikan hama. Pestisida centro, warior, dan recor
untuk mengendalikan penyakit. Dosis yang digunakan ialah 10-25 ml tergantung
kebutuhan tanamannya. Penyemprotan pestisida tadak dilakukan satu-stu melainkan
dengan campuran. Yang paling dominan digunakan ialah promectin dan recor. Waktu
penyemprotan dilakukan ketika dirasa tanaman membutuhkannya. Diusahakan
menggunakan prinsip PHT untuk pengendalian hama dan penyakitnya.
14
3.4.6 Panen
Panen dilakukan pada saat biji pada malai telah menguning dan kondisi malai
masih segar. Tanaman padi dipotong dengan sabit 30-40 cm di atas permukaan tanah.
Tanaman yang telah dipotong ditumpukkan kemudian dirontokkan. Plastik atau terpal
digunakan sebagai alas tanaman padi yang baru dipotong dan dirontokkan. Pada
penelitian ini perontokan menggunakan mesin perontok .
3.5 Pengamatan
1. Anakan Produktif
Jumlah anakan produktif dihitung dari anakan per rumpun yang menghasilkan
malai dari beberapa rumpun sampel yang dipilih per plotnya pada saat menjelang
panen.
2. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai malai tertinggi dari masing-
masing rumpun sampel tanaman pada saat menjelang panen.
3. Umur Bunga (HSS)
Umur bunga (hari) dihitung sejak benih disemai sampai tanaman berbunga
(keluar malai) hingga 50 %.
4. Jumlah Gabah Total Per Malai (butir)
Jumlah gabah total per malai dihitung dari total gabah isi maupun gabah hampa
per malai dari masing-masing sampel malai per plotnya.
5. Jumlah Gabah Isi Per Malai (butir)
Jumlah gabah isi per malai dihitung dari total gabah isi malai dari masing-masing
rumpun sampel malai per petaknya.
6. Presentasi Gabah Isi Per Malai (%)
Persen gabah isi per malai = jumlah gabah isi permalai
jumlah gabah total per malai x 100 %
7. Kualitas Beras (rendemen beras giling % dan presentase beras kepala %)
% Rendemen beras giling: 100
𝐴 𝑥
𝐵
100 𝑥
100
𝐶 𝑥 𝐷
Keterangan:
15
A: bobot gabah sebelum digiling (gr)
B ; bobot gabah setelah digiling (gr)
C: bobot gabah pecah kulit sebelum dipoles (gr)
D: bobot beras setelah dipoles
% Beras kepala: bobot beras kepala
bobot beras setelah poles x 100 %
8. Bobot 1000 Butir Gabah (gram)
Dihitung dengan cara penimbangan 1000 butir gabah yang bernas (berisi penuh)
yang telah dirontokkan diukur dengan kadar air 14 %
= 100−KA timbang
100−14 x bobot 1000 butir gabah timbang
9. Hasil (ton/ha)
Dihitung dengan cara menimbang bobot gabah per plot pada saat pasca panen,
kemudian di konversikan kedalam Ha, dengan rumus sebagai berikut:
Hasil panen (ton / Ha) (KA 14 %) =
(𝐴 𝑥 10.000)
(𝐵) 𝑥
100−𝐶
100−𝐴
1000
Keterangan:
A: bobot gabah per petak (kg)
B: luas per petak (m2)
C: kadar air saat penimbangan (%)
10. Intensitas Hama dan Penyakit (WBC, Blast)
Untuk menghitung tingkat serangan hama dan penyakit dilakukan dengan cara
mengamati seluruh petak terhadap serangan hama dan penyakit pada saat fase
vegetatif hingga fase generatif.
3.6 Analisis Data
1. Analisis Ragam per Lokasi
Analisis ragam di setiap lokasi terhadap karakter komponen hasil dan hasil
ditujukan untuntuk mendapatkan nilai ragam galat. Model rancangan yang
digunakan berdasarkan Gomes dan Gomes (1995) ialah:
Yij = µ + αi + βj + εij
Yijk = Respon perlakuan
16
µ = Nilai tengah (rata-rata)
αi = Pengaruh aditif dari kelompok ke-i
βj = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan dari kelompok ke-i perlakuan ke-j
Analisis ragam setiap lokasi ditampilkan pada Tabel 2 analisis ragam menurut
Gomes dan Gomes (1995):
Tabel 2. Analisis Ragam
Sumber Ragam Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung
Ulangan r – 1 KT Ulangan 𝐾𝑇 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
𝐾𝑇 𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡
Genotip t – 1 KT Genotip 𝐾𝑇 𝐺𝑒𝑛𝑜𝑡𝑖𝑝
𝐾𝑇 𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡
Galat (r- 1) (t- 1) KT Galat
Total r.t – 1
2. Uji homogenitas ragam galat
Uji homogenitas ragam galat pada semua lokasi perlu dilakukan sebelum analisis
varians gabungan menggunakan metode Bartlett dengan prinsip uji kecocokan Chi-
Square (LeClerg et. al, 1962) sebagai berikut:
222 lnln1
iipt sfsfC
, untuk derajat bebas (k-1)
Keterangan:
k = banyaknya varians yang diuji
C = faktor koreksi =
ti ffk
11
13
11
fi = derajat bebas setiap varians yang diuji
ft = derajat bebas dari k-buah varians yang diuji
2
is = nilai varians masing-masing lingkungan
2
ps = nilai varians gabunga
17
3. Analisis Ragam Gabungan
Tabel 3. Analisis Ragam Gabungan Antar Lokasi
Sumber keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung
Lokasi (E) l -1 M l 𝑀𝑙
𝑀𝑟/𝑙
Ulangan / Lokasi (r -1)l M r / l
Genotip g -1 M g 𝑀𝑔
𝑀𝑔𝑙
Interaksi (GxE) (l -1)(g -1) M gl 𝑀𝑔𝑙
𝑀𝑒
Galat l(r -1)(g -1) Me
Total r l g-1
Sumber dari: Annicchiarico (2002). Keterangan: r: ulangan, l: lokasi, g: genotip, gl: interaksi genotip
x lokasi, M: kuadrat tengah.
Analisis ragam gabungan menggunakan model genotip tetap dan lokasi acak
(Tabel 3). Berdasarkan analisis ini akan diketahui pengaruh yang disebabkan oleh
interaksi genotip lingkungan.
4. Evaluasi Penampilan Karakter Komponen Hasil dan Hasil Padi Hibrida
Evaluasi penampilan karakter komponen hasil di uji menggunakan rumus LSI:
LSI, untuk menguji rata rata genotip di masing-masing lokasi = tα √2 𝑘𝑡𝑔
𝑟
LSI, untuk menguji rata rata genotip di seluruh lokasi = tα √2 𝑘𝑡𝑔
𝑟.𝑙
Keterangan: tα: tabel 1 arah 5%, ktg: kuadrat tengah galat analisis varian gabungan, r:
ulangan, l: lokasi
5. Analisis Stabilitas Hasil dan Adaptabilitas
Menggunakan persamaan Finlay dan Wilkinson (1963), respons genotipe yang
dimodelkan:
Y= a + bX
Keterangan: a: konstanta, b: koefisien regresi
18
Pada analisis stabilitas (Finlay-Wilkinsons) digunakan regresi antara varietas
dengan rataan varietas di setiap lingkungan dalam skala log (Model yij dengan `y.j).
Rata-rata hasil semua varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai absis, dan
hasil tiap varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai ordinat. Penarikan
kesimpulan kestabilan varietas adalah :
1. b = 1 : rata-rata stabilitas.
2. b >1 : peningkatan kepekaan terhadap perubahan lingkungan (lingkungan
optimal).
b <1 : peningkatan ketahanan terhadap perubahan lingkungan (lingkungan marginal).
19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaman Lingkungan
Pada saat penelitian suhu rata rata per bulan pada lokasi Kediri antara bulan
Oktober 2016 sampai dengan bulan Januari 2017 beragam yaitu 31oC sampai dengan
33oC, lokasi Tuban pada saat penelitian mempunyai suhu rata rata per bulan antara
bulan November 2016 sampai dengan bulan Februari 2017 beragam yaitu 30 oC
sampai dengan 31 oC, Pada saat penelitian di kota Ponorogo suhu rata rata per bulan
antara bulan Desember 2016 sampai dengan bulan April 2017 beragam yaitu 30 oC
sampai dengan 32 oC tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Temperatur Masing-Masing Lokasi pada Saat Penelitian
Gambar 5. Grafik Curah Hujan (mm) Masing-Masing Lokasi pada Saat Penelitian
0
20
40
60
80
100
120
(oC)
Temperatur (oC)
Ponorogo
Tuban
Kediri
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
(mm)
Curah Hujan (mm)
Ponorogo
Tuban
Kediri
20
Pada saat penelitian di kota Kediri curah hujan rata rata per bulan antara bulan
Oktober 2016 sampai dengan bulan Januari 2017 beragam yaitu 151.09 mm sampai
dengan 229.5 mm, untuk curah hujan rata rata per bulan pada lokasi Tuban antara
bulan November 2016 sampai dengan bulan Februari 2017 beragam yaitu 299.6 mm
sampai dengan 711.08 mm, lokasi Pomorogo mempunyai curah hujan rata rata per
bulan antara bulan Desember 2016 sampai dengan bulan April 2017 yang beragam
yaitu 289.9 mm sampai 504.09 mmtertera pada Gambar 5.
Kelembaban udara rata rata per bulan pada saat penelitian di kota Kediri
antara bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan Januari 2017 beragam yaitu 69%
samapai dengan 76%, kelembaban rata rata per bulan pada loaksi Tuban antara bulan
November 2016 sampai dengan bulan Februari 2017 beragam yaitu udara 68%
sampai dengan 78%, dan kelembaban udara rata rata per bulan di kota Ponorogo
antara bulan Desember 2016 sampai dengan bulan April 2017 beragam yaitu 74%
sampai dengan 81% Ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Kelembaban Udara (%) Masing-Masing Lokasi pada Saat
Penelitian
4.2 Keragaman Karakter Agronomi Hasil
Karakter agronomi hasil tanaman padi yang ditanam di Kediri terdapat
keragaman pada beberapa variabel yaitu anakan produktif, tinggi tanaman, umur
berbunga, dan hasil. Padi yang ditanam Tuban terdapat keragaman pada karakter hasil
0
50
100
150
200
250
(%)
Kelembaban Udara (%)
Ponorogo
Tuban
Kediri
21
saja. Padi yang ditanam Ponorogo terdapat keragaman pada beberapa karakter yaitu
tinggi tanaman,umur berbunga, persentase gabah isi permalai, dan hasil.
Tabel 4. Analisis ragam karakter agronomi dan hasil padi hibrida di Kediri, Tuban,
dan Ponorogo
No. Karakter Kuadrat Tengah Perlakuan di Lokasi
Kediri Tuban Ponorogo
1 Anakan produktif 8.36* 3.77 2.78
2 Tinggi tanaman (cm) 116.83** 44.83 94.91**
3 Umur berbunga (hss) 36.15** 12.60 6.78**
4 Jumlah gabah total per malai 1761.33 1378.22 477.71
5 Jumlah gabah isi per malai 751.20 683.29 512.30
6 Persentase gabah isi per malai 96.31 133.96 175.14**
7 Rendemen beras giling (%) 9.99 15.85 10.61
8 Presentase beras kepala (%) 90.53 49.91 70.30
9 Bobot 1000 butir gabah (g) 2.15 6.60 2.75
10 Hasil (t/ha) 2.50** 0.79* 7.64**
Keterangan: * berbeda nyata pada uji F5%
Tabel 5. Analisis homogenitas varians galat 10 karakter padi di 3 lokasi
Kuadrat Tengah Galat
Lokasi Db
An
akan
pro
du
kti
f
Tin
gg
i ta
nam
an (
cm)
Um
ur
ber
bu
ng
a (h
ss)
Jum
lah
gab
ah t
ota
l p
er m
alai
Jum
lah
gab
ah i
si p
er m
alai
Per
sen
tase
gab
ah i
si p
er m
alai
Ren
dem
en b
eras
gil
ing
(%
)
Pre
sen
tase
ber
as k
epal
a (%
)
Bo
bo
t 1
000
bu
tir
gab
ah (
g)
Has
il (
t/h
a)
Kediri 58 4.7 10.0 0.6 1159.2 529.0 98.2 6.7 59.5 5.3 0.5
Tuban 58 2.8 48.7 7.8 1604.2 1409.6 155.4 18.8 77.1 1.7 0.5
Ponorogo 58 4.4 22.5 0.9 941.1 812.7 40.9 7.6 78.8 6.0 0.7
2(hitung) 4.0 34.2* 117.6* 4.2 13.89 23.9 19.3 1.4 23.6 2.1
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf uji 2(0.05,db), db = derajat bebas. (di perkecil, diseragamkan)
22
Sebelum dilakukan analisis ragam gabungan, hasil dari data pengamatan diuji
homogenitas galatnya dengan menggunakan uji Bartlett χ2 (Chi Square) (Gomez dan
Gomez, 1995). Hasil uji Bartlett pada beberapa galat variabel umur berbunga, anakan
produktif, tinggi tanaman, bobot 1000 butir, jumlah gabah permalai, dan jumlah
gabah isi permalai, % gabah isi, % rendemen giling, dan % beras kepala ternyata
hasilnya homogen, yaitu χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tabel sehingga untuk selanjutnya
dapat dilakukan analisis ragam gabungan. Hasil analisis homogenitas (ragam e)
menunjukkan keragaman pada beberapa variabel yaitu pada karakter tinggi tanaman
dan umur berbunga tertera pada Tabel 5.
Tabel 6. Kuadrat tengah analisis varians gabungan komponen hasil dan hasil 30
genotip padi pada 3 lokasi
Kuadrat Tengah Karakter
Sumber
ragam
Db
An
akan
pro
du
kti
f
Tin
gg
i ta
nam
an (
cm)
Um
ur
ber
bu
ng
a (h
ss)
Jum
lah
gab
ah t
ota
l p
er
mal
ai
Jum
lah
gab
ah i
si p
er
mal
ai
Per
sen
tase
gab
ah i
si p
er
mal
ai
Ren
dem
en b
eras
gil
ing
(%)
Pre
sen
tase
ber
as k
epal
a
(%)
Bo
bo
t 1
000
bu
tir
gab
ah
(g)
Has
il (
t/h
a)
Lokasi 2 104.8* 2602.5* 1160.6* 13490.4* 8828.5* 3.7* 147.4* 1488.6* 99.7 124.7*
Ulangan
/Lokasi 6 14.0 132.8 4.385 4670.5 3052.0 19.9 31.6 292.6 14.5 1.0
Genotip 29 6.1* 101.5 * 14.3 * 3347.2 * 2176.5 102.9 15.1 96.3 6.1* 1.7*
Interaksi
GE 58 4.4 21.2* 20.6* 1116.0* 929.9 65.1 1s0.7 59.7 2.7 2.6*
Galat 174 4.0 46.4 3.1 2112.4 1878.3 100.7 11.0 71.8 4.3 0.9
Total 269
KV(%) 13.5 4.4 3.0 20.3 21.1 13.5 5.1 18.6 40.1 11.4
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf uji 2(0.05,18), db = derajat bebas.
Pada Tabel 6 menunjukkan varian gabungan komponen hasil dan hasil 30
genotip padi pada 3 lokasi. Lokasi menyebabkan keragaman pada semua karakter
yang di uji kecuali bobot 1000 butir gabah. Genotip menyebabkan keragaman pada
karakter jumlah anakan produktif dan bobot 1000 butir gabah. Pada interaksi genotip
dan lingkungan beragam pada karaker tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah gabah
total per malai dan hasil. Nilai koefisien varians beragam 3.0 sampai dengan 40.1
23
yang terendah yaitu terdapat pada karakter umur berbunga, dan yang tertinggi
terdapat pada karakter bobot 1000 butir gabah (g).
4.3 Penampilan Karakter Agronomi dan Hasil
4.3.1 Jumlah Anakan Produktif
Penampilan karakter jumlah anakan produktif di Kediri beragam dari 13.11
sampai dengan 18.44 dengan rata-rata 15.58. Dari penampilan karakter anakan
produktif pada saat dibandingkan dengan cek hasilnya bervariasi yaitu tidak terdapat
galur yang anakan produktifnya lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang
yaitu 15.93, tidak ada galur yang jumlah anakan produktifnya lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas Intani 301 yaitu14.11, tidak ada galur yang jumlah
anakan produktifnya lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu
14.93, terdapat 17 galur yang hasil anakan produktifnya lebih tinggi dibandingkan
rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 13.59, dan ada 5 galur yang yang anakan
produktifnya lebih tinggi dibandingkan varietas PP 3 yaitu 13.50 (Tabel 7).
Anakan produktif di Tuban beragam 11.67 sampai dengan 16.65 dengan rata-
rata 13.91. Dari penampilan ini tidak ada galur yang jumlah anakan produktifnya
lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 15.93, tidak terdapat galur
yang mempunyai anakan produktif lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Intani
301 yaitu 14.11, tidak ada galur yang mempunyai anakan produktif lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu14.93, HY1617RA012 dan
HY1617RA014 mempunyai anakan produktif lebih tinggi di bandingkan rata-rata
varietas Sembada 989 yaitu 13.59, HY1617RA012 dan HY1617RA014 mempunyai
anakan produktif lebih tinggi di bandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 13.50.
Anakan produktif tanaman yang ditanam di Ponorogo beragam 12.22 sampai dengan
15.78 dengan rata-rata 13.62. Dari penampilan ini tidak ada galur yang mempunyai
anakan produktif lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 15.93,
HY1617RA002 mempunyai anakan produktif lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Intani 301 yaitu 14.11, tidak ada galur yang mempunyai anakan produktif
lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu14.93, tidak terdapat galur
24
yang mempunyai anakan produktif lebih tinggi di bandingkan rata-rata varietas
Sembada 989 yaitu 13.59, HY1617RA002 mempunyai anakan produktif lebih tinggi
di bandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 13.50.
Tabel 7. Penampilan Jumlah Anakan Produktif 30 Genotip Padi di 3 Lokasi
No Genotip Lokasi Rata-rata Umum
Anakan Produktif Kediri Tuban Ponorogo
1 HY1617RA001 17.33de 13.33 13.33 14.67
2 HY1617RA002 15.33d 13.33 15.33be 14.67
3 HY1617RA003 14.33 15.22 12.89 14.15
4 HY1617RA004 18.00de 13.78 13.11 14.96
5 HY1617RA005 15.78d 14.33 13.11 14.41
6 HY1617RA006 14.78 13.67 12.22 13.56
7 HY1617RA007 16.11d 15.44 15.00 15.52
8 HY1617RA008 16.00d 15.33 13.22 14.85
9 HY1617RA009 18.44de 15.44 14.11 16.00
10 HY1617RA010 17.00d 14.33 13.78 15.04
11 HY1617RA011 16.78d 12.78 14.11 14.56
12 HY1617RA012 16.44d 16.11de 14.67 15.74
13 HY1617RA013 15.44d 14.78 14.56 14.93
14 HY1617RA014 15.89d 16.00de 13.33 15.07
15 HY1617RA015 16.78d 14.89 13.11 14.93
16 HY1617RA016 17.22d 13.33 13.56 14.70
17 HY1617RA017 18.11de 15.56 13.44 15.70
18 HY1617RA018 17.33de 15.22 13.78 15.44
19 HY1617RA019 17.11d 15.33 14.33 15.59
20 HY1617RA020 14.44 14.44 13.56 14.15
21 Inpari 33 18.11de 16.56de 15.56be 16.74de
22 Intani 2 13.11 13.56 14.44 13.70
23 Chandra 13.44 15.00 15.78be 14.74
24 Brang biji 13.33 14.78 13.56 13.89
25 SL 8-SHS 15.00 11.67 15.00 13.89
26 Ciherang 18.67 14.89 14.22 15.93
27 Intani 301 15.67 14.44 12.22 14.11
28 Mapan 05 16.67 14.00 14.11 14.93
29 Sembada 989 12.44 13.11 15.22 13.59
30 PP 3 14.44 13.11 12.33 13.30
Rataan Umum 15.58 13.91 13.62 14.37
LSI 5% 2.84 2.84 2.84 0.30
1 LSI 5% + Ciherang 21.51 17.73 17.07 18.77
2 LSI 5% + Intani 301 18.51 17.29 15.07 16.96
3 LSI 5% + Mapan 05 19.51 16.84 16.96 17.77
4 LSI 5% + Sembada
989 15.29 15.96 18.07 16.44
5 LSI 5% + PP 3 17.29 15.96 15.18 16.14
Keterangan: a = nyata lebih tinggi dari Ciherang berdasarkan uji LSI 5%, b = nyata lebih tinggi dari
Intani 301 berdasarkan uji LSI 5%, c = nyata lebih tinggi dari Mapan 05 berdasarkan uji
LSI 5%, d = nyata lebih tinggi dari Sembada 989 berdasarkan uji LSI 5%, e = nyata lebih
tinggi dari PP 3 berdasarkan uji LSI 5%
25
4.3.2 Tinggi Tanaman
Penampilan karakter tinggi tanaman pada tiga lokasi ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Penampilan Tinggi Tanaman 30 Genotip Padi di 3 lokasi
No Genotip Tinggi Tanaman di Lokasi Rata-rata Umum Tinggi
Tanaman (cm) Kediri Tuban Ponorogo
1 HY1617RA001 118.22 121.56 112.67 117.48
2 HY1617RA002 115.00 122.22 112.33 116.52
3 HY1617RA003 124.22abc 127.78a 116.33abcd 122.78abc
4 HY1617RA004 125.22abc 118.67 110.89 118.26
5 HY1617RA005 125.67abc 121.00 114.78abcd 120.48a
6 HY1617RA006 120.78ac 125.89 116.89abcd 121.19ac
7 HY1617RA007 128.00abc 121.56 118.11abcd 122.56abc
8 HY1617RA008 127.33abc 123.11 114.22abd 121.56abc
9 HY1617RA009 123.33abc 129.11ac 122.67abcd 125.04abc
10 HY1617RA010 129.11abc 126.89a 110.00 122.00abc
11 HY1617RA011 118.78 115.33 113.33ab 115.81
12 HY1617RA012 117.78 119.44 113.89ab 117.04
13 HY1617RA013 119.67 121.67 109.22 116.85
14 HY1617RA014 119.33 122.89 112.89ab 118.37
15 HY1617RA015 109.44 117.11 110.00 112.19
16 HY1617RA016 121.00ac 119.44 119.44abcd 119.96a
17 HY1617RA017 113.33 121.89 112.00 115.74
18 HY1617RA018 112.22 119.89 111.44 114.52
19 HY1617RA019 109.89 118.89 111.67 113.48
20 HY1617RA020 110.67 113.11 110.89 111.56
21 Inpari 33 115.33 123.22 98.67 112.41
22 Intani 2 118.00 121.56 109.00 116.19
23 Chandra 131.67abcd 125.11 123.56abcde 126.78abcd
24 Brang biji 119.89 130.33abc 102.11 117.44
25 SL 8-SHS 118.11 120.22 104.56 114.30
26 Ciherang 113.00 118.89 105.22 112.37
27 Intani 301 113.56 122.11 105.22 113.63
28 Mapan 05 112.78 120.67 106.89 113.44
29 Sembada 989 122.33 124.44 106.56 117.78
30 PP 3 129.67 126.44 115.44 123.85
Rataan Umum 118.27 122.51 107.87 116.21
LSI 5% 7.58 7.58 7.58 4.37
1 LSI 5% + Ciherang 120.58 126.47 112.80 119.95
2 LSI 5% + Intani 301 121.13 129.69 112.80 121.21
3 LSI 5% + Mapan 05 120.35 128.24 114.47 121.02
4 LSI 5% + Sembada
989 129.91 132.02 114.13 125.35
5 LSI 5% + PP 3 137.24 134.02 123.02 131.43
Keterangan: a = nyata lebih tinggi dari Ciherang berdasarkan uji LSI 5%, b = nyata lebih tinggi dari
Intani 301 berdasarkan uji LSI 5%, c = nyata lebih tinggi dari Mapan 05 berdasarkan uji
LSI 5%, d = nyata lebih tinggi dari Sembada 989 berdasarkan uji LSI 5%, e = nyata lebih
tinggi dari PP 3 berdasarkan uji LSI 5%
26
Penampilan karakter tinggi tanaman, tanaman padi yang ditanam di Kediri
beragam 109.44 cm hingga 128.00 cm dengan rata-rata 118.27 cm. Dari penampilan
ini terdapat 9 galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-
rata varietas Ciherang yaitu 112.37 cm, terdapat 6 galur yang mempunyai tinggi
tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Intani 301 yaitu 113.63 cm,
terdapat 9 galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Mapan 05 yaitu 113.44 cm, tidak terdapat galur yang mempunyai tinggi
tanaman lebih tinggi di bandingkan rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 117.78 cm,
tidak terdapat galur yang mempunyai anakan produktif lebih tinggi di bandingkan
rata-rata varietas PP 3 yaitu 123.85 cm.
Tanaman padi yang ditanam di Tuban mempunyai tinggi tanaman beragam
113.11 cm sampai dengan 130.33 cm dengan rata-rata 122.51 cm. Dari penampilan
ini genotip HY1617RA003, HY1617RA009, HY1617RA010 mempunyai tinggi
tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 112.37 cm, tidak
terdapat galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Intani 301 yaitu 113.63 cm, genotip HY1617RA009 mempunyai tinggi
tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 113.44 cm, tidak
terdapat galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi di bandingkan rata-rata
varietas Sembada 989 yaitu 117.78 cm, tidak terdapat galur yang mempunyai anakan
produktif lebih tinggi di bandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 123.85 cm. Lokasi
Ponorogo beragam 89.67 cm hingga 122.67 cm dengan rata-rata 107.87 cm. Dari
penampilan ini terdapat 10 galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 112.37 cm, terdapat 10 galur yang
mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Intani 301
yaitu 113.63 cm, terdapat 6 galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 113.44 cm, terdapat 7 galur yang
mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi di bandingkan rata-rata varietas Sembada
989 yaitu 117.78 cm, tidak terdapat galur yang mempunyai anakan produktif lebih
tinggi di bandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 123.85 cm.
27
4.3.3 Umur Berbunga
Karakter umur berbunga di Kediri yaitu 50.00 hari setelah tanam (hst) sampai
dengan 61.00 hst dengan rata-rata 56.60 hst. Dari penampilan karakter umur
berbunga pada saat dibandingkan dengan cek di Kediri genotip HY1617RA010,
HY1617RA012, HY1617RA014 mempunyai umur berbunga lebih genjah
dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 59.00 hst, ada 16 galur yang
mempunyai umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata varietas Intani 301
yaitu 56.89 hst, terdapat 16 galur yang mempunyai umur berbunga lebih genjah
dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 57.67 hst, tidak ada galur yang
mempunyai umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata varietas Sembada
989 yaitu 61.22 hst, tidak terdapat ada galur yang mempunyai umur berbunga lebih
genjah dibandingkan PP 3 yaitu 60.00 hst (Tabel 9.).
Umur berbunga di Tuban 53.67 hst sampai dengan 61.33 hst dengan rata-rata
57.40 hst. Genotip HY1617RA010 mempunyai umur berbunga lebih genjah
dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 59.00 hst, genotip HY1617RA009,
HY1617RA010 mempunyai umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata
varietas Intani 301 yaitu 56.89 hst, tidak terdapat galur yang mempunyai umur
berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 57.67 hst, tidak
ada galur yang mempunyai umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata
varietas Sembada 989 yaitu 61.22 hst, genotip HY1617RA010 mempunyai umur
berbunga lebih genjah dibandingkan PP 3 yaitu 60.00 hst ketika genotip tersebut
ditanam di Tuban. Umur berbunga di Ponorogo beragam 61.00 hst sampai dengan
65.00 hst dengan rata-rata 62.87 hst. Dari penampilan karakter umr berbunga pada
saat dibandingkan dengan cek di Ponorogo tidak terdapat galur yang mempunyai
umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 59.00 hst,
tidak terdapat galur mempunyai umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata
varietas Intani 301 yaitu 56.89 hst, genotip HY1617RA015, HY1617RA016,
HY1617RA019 mempunyai umur berbunga lebih genjah dibandingkan rata-rata
varietas Mapan 05 yaitu 57.67 hst, tidak ada galur yang mempunyai umur berbunga
lebih genjah dibandingkan rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 61.22 hst, genotip
28
HY1617RA015, HY1617RA016, HY1617RA019 mempunyai umur berbunga lebih
genjah dibandingkan PP 3 yaitu 60.00 hst (Tabel 9.).
Tabel 9. Penampilan Umur Berbunga 30 Genotip Padi di 3 Lokasi
No Genotip Umur Berbunga di Lokasi Rata-rata Umum
(HST) Kediri Tuban Ponorogo
1 HY1617RA001 59.00bc 56.33 64.00 59.78b
2 HY1617RA002 59.00bc 53.67 62.67 58.44
3 HY1617RA003 59.00bc 57.33 64.33 60.22bc
4 HY1617RA004 59.00bc 53.67 63.67 58.78
5 HY1617RA005 58.00bc 56.33 64.33 59.56b
6 HY1617RA006 59.00bc 57.00 63.33 59.78b
7 HY1617RA007 59.00bc 57.33 64.00 60.11bc
8 HY1617RA008 59.00bc 57.00 62.67 59.56b
9 HY1617RA009 59.00bc 58.33b 61.00 59.44b
10 HY1617RA010 61.00abc 59.67abe 61.33 60.67bc
11 HY1617RA011 58.00bc 57.33 63.00 59.44b
12 HY1617RA012 60.00abc 57.33 63.33 60.22bc
13 HY1617RA013 59.00bc 57.33 62.33 59.56b
14 HY1617RA014 60.00abc 55.33 61.67 59.00
15 HY1617RA015 57.33bc 53.67 65.00ce 58.67
16 HY1617RA016 52.33 54.67 65.00ce 57.33
17 HY1617RA017 50.00 56.33 64.67 57.00
18 HY1617RA018 51.00 53.00 64.33 56.11
19 HY1617RA019 57.00bc 55.00 65.00ce 59.00
20 HY1617RA020 53.00 55.00 64.67 57.56
21 Inpari 33 53.33 60.00abe 64.00 59.11
22 Intani 2 61.00abc 57.33 59.00 59.11
23 Chandra 59.00bc 59.00b 60.33 59.44b
24 Brang biji 59.00bc 61.33abce 61.67 60.67bc
25 SL 8-SHS 50.00 56.33 65.00ce 57.11
26 Ciherang 57.33 57.00 62.67 59.00
27 Intani 301 52.33 55.00 63.33 56.89
28 Mapan 05 52.33 58.33 62.33 57.67
29 Sembada 989 60.00 60.00 63.67 61.22
30 PP 3 61.00 56.67 62.33 60.00
Rataan Umum 56.60 57.40 62.87 58.96
LSI 5% 2.42 2.42 2.42 1.40
1 LSI 5% + Ciherang 59.75 59.42 65.09 61.42
2 LSI 5% + Intani 301 54.75 57.42 65.75 59.31
3 LSI 5% + Mapan 05 54.75 60.75 64.75 60.09
4 LSI 5% + Sembada
989 62.42 62.42 66.09 63.64
5 LSI 5% + PP 3 63.42 59.09 64.75 62.42
Keterangan: a = nyata lebih tinggi dari Ciherang berdasarkan uji LSI 5%, b = nyata lebih tinggi dari
Intani 301 berdasarkan uji LSI 5%, c = nyata lebih tinggi dari Mapan 05 berdasarkan uji
LSI 5%, d = nyata lebih tinggi dari Sembada 989 berdasarkan uji LSI 5%, e = nyata lebih
tinggi dari PP 3 berdasarkan uji LSI 5%
29
4.3.4 Jumlah gabah total per malai
Tabel 10 merupakan penampilan karakter jumlah gabah total per malai yang
di tanam pada tiga lokasi.
Tabel 10. Penampilan Jumlah Gabah Total per Malai 30 Genotip Padi di 3 Lokasi
No Genotip
Jumlah Gabah Total Per Malai
di Lokasi Rata-rata Umum Jumlah
Gabah Total Per Malai Kediri Tuban Ponorogo
1 HY1617RA001 130.53 142.34 169.30 147.39
2 HY1617RA002 160.15 169.76 153.67 161.19
3 HY1617RA003 198.02a 177.82b 195.82 190.56a
4 HY1617RA004 131.58 146.72 170.12 149.47
5 HY1617RA005 172.25 123.74 170.36 155.45
6 HY1617RA006 178.29a 160.76 167.22 168.76
7 HY1617RA007 167.44 139.99 181.33 162.92
8 HY1617RA008 160.71 143.39 191.07 165.06
9 HY1617RA009 149.49 123.32 159.59 144.14
10 HY1617RA010 124.53 141.37 169.78 145.22
11 HY1617RA011 169.48 143.08 161.69 158.08
12 HY1617RA012 205.37ac 120.56 171.76 165.90
13 HY1617RA013 176.56a 147.22 169.42 164.40
14 HY1617RA014 152.04 112.36 157.59 140.66
15 HY1617RA015 173.82a 191.75ab 181.22 182.26
16 HY1617RA016 164.47 159.12 171.40 164.99
17 HY1617RA017 149.94 154.64 172.30 158.96
18 HY1617RA018 138.52 146.63 167.95 151.03
19 HY1617RA019 153.93 129.41 142.29 141.87
20 HY1617RA020 176.73a 138.40 169.17 161.43
21 Inpari 33 145.03 109.11 165.32 139.82
22 Intani 2 178.57a 153.53 177.35 169.82
23 Chandra 205.11a 152.03 176.16 177.77
24 Brang biji 215.96abc 146.72 174.00 178.89
25 SL 8-SHS 159.43 181.81b 192.30 177.85
26 Ciherang 127.79 138.40 169.17 145.12
27 Intani 301 165.34 128.95 172.69 155.66
28 Mapan 05 159.79 170.15 178.75 169.56
29 Sembada 989 215.96 190.00 165.42 190.46
30 PP 3 208.97 165.99 200.58 191.85
Rataan Umum 175.57 158.70 177.32 170.53
LSI 5% 45.43 45.43 45.43 26.23
1 LSI 5% + Ciherang 173.21 183.83 214.59 190.55
2 LSI 5% + Intani 301 210.76 174.37 218.11 201.08
3 LSI 5% + Mapan 05 205.21 215.58 224.17 214.99
4 LSI 5% + Sembada
989 261.39 235.42 210.84 235.88
5 LSI 5% + PP 3 254.40 211.41 246.01 237.27
Keterangan: a = nyata lebih tinggi dari Ciherang berdasarkan uji LSI 5%, b = nyata lebih tinggi dari
Intani 301 berdasarkan uji LSI 5%, c = nyata lebih tinggi dari Mapan 05 berdasarkan uji
LSI 5%, d = nyata lebih tinggi dari Sembada 989 berda‘sarkan uji LSI 5%, e = nyata lebih
tinggi dari PP 3 berdasarkan uji LSI 5%
30
Karakter jumlah gabah total per malai di Kediri beragam 124.53 hingga
205.37 dengan rata-rata 17.79. Dari penampilan ini pada saat dibandingkan dengan
cek di Kediri genotip HY1617RA003, HY1617RA006, HY1617RA012,
HY1617RA013, HY1617RA015, HY1617RA020 mempunyai jumlah gabah total per
malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 145.12, tidak ada
galur yang mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan rata-
rata varietas Intani 301 yaitu 155.56, HY1617RA012 mempunyai jumlah gabah total
per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 169.56, tidak
ada galur yang mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan
rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 190.46, tidak ada galur yang mempunyai jumlah
gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas PP 3 191.85. Jumlah
gabah total per malai di Tuban beragam 109.11 hingga 191.75 dengan rata-rata
138.40. Genotip HY1617RA003 mempunyai jumlah gabah total per malai lebih
tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 145.12, HY1617RA003,
HY1617RA0015 mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan
rata-rata varietas Intani 301 yaitu 155.56, tidak terdapat galur yang mempunyai
jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05
yaitu 169.56, tidak ada galur yang mempunyai jumlah gabah total per malai lebih
tinggi dibandingkan rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 190.46, tidak ada galur
yang mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas PP 3 191.85. Jumlah gabah total per malai di Ponorogo beragam 142.29
hingga 195.82 dengan rata-rata 169.17. Di Ponorogo tidak terdapat galur yang
mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas
Ciherang yaitu 145.12, tidak ada galur yang mempunyai jumlah gabah total per malai
lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Intani 301 yaitu 155.56, tidak ada galur
yang mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Mapan 05 yaitu 169.56, tidak ada galur yang mempunyai jumlah gabah total
per malai lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 190.46,
tidak terdapat galur yang mempunyai jumlah gabah total per malai lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas PP 3 191.85 (Tabel 10).
31
4.3.5 Bobot 1000 butir gabah (g)
Karakter bobot 1000 butir gabah ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Penampilan Bobot 1000 Butir 30 Genotip Padi di 3 lokasi
No Genotip Lokasi Rata-rata Umum Bobot 1000
Burit (g) Kediri Tuban Ponorogo
1 HY1617RA001 27.47 26.56 28.51 27.52
2 HY1617RA002 27.31 25.41 27.75 26.82
3 HY1617RA003 26.61 25.68 27.09 26.46
4 HY1617RA004 27.48 25.06 28.55 27.03
5 HY1617RA005 26.13 24.80 28.52 26.48
6 HY1617RA006 26.49 26.98 27.68 27.05
7 HY1617RA007 26.98 25.78 28.43 27.06
8 HY1617RA008 27.61 26.28 28.49 27.46
9 HY1617RA009 26.39 26.34 29.52 27.42
10 HY1617RA010 27.19 27.47 28.78 27.81
11 HY1617RA011 27.18 27.67 27.73 27.53
12 HY1617RA012 27.55 27.69 28.48 27.91
13 HY1617RA013 26.67 26.11 26.57 26.45
14 HY1617RA014 27.54 26.20 29.48 27.74
15 HY1617RA015 26.54 25.29 27.52 26.45
16 HY1617RA016 27.82 26.32 27.75 27.30
17 HY1617RA017 25.33 25.74 27.07 26.05
18 HY1617RA018 26.19 25.49 27.27 26.32
19 HY1617RA019 27.74 26.09 29.59 27.81
20 HY1617RA020 28.97 26.55 29.25 28.26
21 Inpari 33 25.65 29.56abcde 27.94 27.72
22 Intani 2 27.14 25.12 28.21 26.82
23 Chandra 25.66 20.02 26.33 24.01
24 Brang biji 26.95 25.29 26.84 26.36
25 SL 8-SHS 28.54 26.19 29.54 28.09
26 Ciherang 26.79 26.20 29.09 27.36
27 Intani 301 28.19 26.29 28.37 27.62
28 Mapan 05 27.67 25.83 26.98 26.83
29 Sembada 989 27.25 26.49 26.77 26.84
30 PP 3 28.06 25.42 28.95 27.48
Rataan Umum 27.59 26.04 28.03 27.22
LSI 5% 2.97 2.97 2.97 0.31
1 LSI 5% + Ciherang 29.76 29.16 32.05 30.33
2 LSI 5% + Intani 301 31.16 29.25 31.34 30.58
3 LSI 5% + Mapan 05 30.64 28.79 29.95 29.79
4 LSI 5% + Sembada
989 30.22 29.45 29.74 29.80
5 LSI 5% + PP 3 31.02 28.39 31.92 30.44
Keterangan: a = nyata lebih tinggi dari Ciherang berdasarkan uji LSI 5%, b = nyata lebih tinggi dari
Intani 301 berdasarkan uji LSI 5%, c = nyata lebih tinggi dari Mapan 05 berdasarkan uji
LSI 5%, d = nyata lebih tinggi dari Sembada 989 berdasarkan uji LSI 5%, e = nyata lebih
tinggi dari PP 3 berdasarkan uji LSI 5%
32
Karakter bobot 1000 butir gabah di Kediri beragam 25.33 g sampai dengan
28.97 g dengan rata-rata 27.59 g. Dari penampilan ini pada saat dibandingkan dengan
cek pada lokasi Kediri tidak terdapat galur yang mempunyai bobot 1000 butir gabah
lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 27.36 g, verietas Intani
301 yaitu 27.62 g, varietas Mapan 05 yaitu 26.83 g, varietas Sembada 989 yaitu 26.84
g, dan varietas PP 3 yaitu 27.48 g. Bobot 1000 butir gabah di Tuban beragam 20.02 g
sampai dengan 29.56 g dengan rata-rata rata-rata 26.04 g. Dari penampilan ini pada
saat dibandingkan dengan cek pada lokasi Kediri tidak terdapat galur yang
mempunyai bobot 1000 butir gabah lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas
Ciherang yaitu 27.36 g, verietas Intani 301 yaitu 27.62, varietas Mapan 05 yaitu
26.83 g, varietas Sembada 989 yaitu 26.84 g, dan varietas PP 3 yaitu 27.48 g. Bobot
1000 butir gabah di Ponorogo beragam 26.33 g sampai dengan 29.89 g dengan rata-
rata rata-rata 28,03 g. Dari penampilan ini pada saat dibandingkan dengan cek pada
lokasi Kediri tidak terdapat galur yang mempunyai bobot 1000 butir gabah lebih
tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 27.36 g, verietas Intani 301
yaitu 27.62, varietas Mapan 05 yaitu 26.83 g, varietas Sembada 989 yaitu 26.84 g,
dan varietas PP 3 yaitu 27.48 g.
4.3.6 Hasil (t/ha)
Tabel 12. Merupakan penampilan karekter hasil. Karakter hasil di Kediri
beragam 5.93 t/ha sampai dengan 8.61 t/ha dengan rata-rata 6.18 t/ha. Dari
penampilan karakter hasil pada saat dibandingkan dengan cek di Kediri genotip
HY1617RA0015 dan HY1617RA0029 mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan
rata-rata varietas Ciherang yaitu 6.22 t/ha, HY1617RA0015 mempunyai hasil lebih
tinggi dibandingkan rata-rata varietas Intani 301 yaitu 6.07 t/ha, 18 galur yang yang
mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 6.00,
semua galur yang mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas
Sembada 989 yaitu 5.41 t/ha, dan 10 galur yang yang mempunyai hasil lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 4.94 t/ha.
33
Tabel 12. Penampilan Hasil (t/ha) 30 Genotip Padi di 3 lokasi
No Genotip Hasil di Lokasi
Rata-rata Umum Hasil (ton/ha) Kediri Tuban Ponorogo
1 HY1617RA001 7.57cde 5.08e 8.62abde 7.09cde
2 HY1617RA002 6.53cd 5.36e 8.59abde 6.82de
3 HY1617RA003 6.63cd 5.64e 8.53abde 6.93de
4 HY1617RA004 7.13cde 4.80 8.52abde 6.82de
5 HY1617RA005 7.09cde 5.08e 8.24abde 6.80de
6 HY1617RA006 6.45cd 4.78 9.27abcde 6.83de
7 HY1617RA007 6.94cd 4.43 9.08abcde 6.81de
8 HY1617RA008 6.85cd 4.56 8.56abde 6.66de
9 HY1617RA009 6.43d 4.88 9.05abcde 6.79de
10 HY1617RA010 7.00cd 5.89ae 9.59abcde 7.49abcde
11 HY1617RA011 6.71cd 5.28e 9.07abcde 7.02de
12 HY1617RA012 7.10cde 5.53e 9.51abcde 7.38abcde
13 HY1617RA013 6.70cd 5.32e 8.28abde 6.77de
14 HY1617RA014 7.52cde 5.86ae 9.67abcde 7.68abcde
15 HY1617RA015 8.61abcde 4.89 8.12bde 7.21bcde
16 HY1617RA016 7.24cde 4.86 9.33abcde 7.14bcde
17 HY1617RA017 7.27cde 4.73 9.39abcde 7.13bcde
18 HY1617RA018 6.29d 4.64 9.12abcde 6.68de
19 HY1617RA019 8.47acde 4.39 9.67abcde 7.51abcde
20 HY1617RA020 7.77cde 5.17e 9.65abcde 7.53abcde
21 Inpari 33 6.38d 5.51e 6.35e 6.08e
22 Intani 2 5.93 5.57e 6.80de 6.10e
23 Chandra 5.69 4.17 6.79de 5.55
24 Brang biji 5.43 4.54 4.09 4.69
25 SL 8-SHS 4.55 4.16 5.57 4.76
26 Ciherang 6.76 4.71 7.19 6.22
27 Intani 301 7.55 4.87 5.80 6.07
28 Mapan 05 5.39 4.90 7.72 6.00
29 Sembada 989 5.18 5.70 5.35 5.41
30 PP 3 6.00 3.94 4.89 4.94
Rataan Umum 6.18 4.82 6.19 5.73
LSI 5% 1.04 1.04 1.04 0.60
1 LSI 5% + Ciherang 7.80 5.76 8.23 7.26
2 LSI 5% + Intani 301 8.59 5.91 6.84 7.12
3 LSI 5% + Mapan 05 6.43 5.94 8.76 7.04
4 LSI 5% + Sembada
989 6.22 6.74 6.39 6.45
5 LSI 5% + PP 3 7.05 4.98 5.93 5.99
Keterangan: a = nyata lebih tinggi dari Ciherang berdasarkan uji LSI 5%, b = nyata lebih tinggi dari
Intani 301 berdasarkan uji LSI 5%, c = nyata lebih tinggi dari Mapan 05 berdasarkan uji
LSI 5%, d = nyata lebih tinggi dari Sembada 989 berdasarkan uji LSI 5%, e = nyata lebih
tinggi dari PP 3 berdasarkan uji LSI 5%
Karakter hasil di Tuban beragam 4.43 t/ha sampai dengan 6.10 t/ha dengan
rata-rata 4.82 t/ha. Dari penampilan karakter hasil pada saat dibandingkan dengan cek
di Tuban genotip HY1617RA0010 dan HY1617RA0014 mempunyai hasil lebih
tinggi dibandingkan rata-rata varietas Ciherang yaitu 6.22 t/ha, tidak terdapat
34
mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Intani 301 yaitu 6.07
t/ha, tidak terdapat yang yang mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Mapan 05 yaitu 6.00 t/ha, semua galur yang mempunyai hasil lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas Sembada 989 yaitu 5.41 t/ha, dan 10 galur yang yang
mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 4.94 t/ha.
Karakter hasil di Ponorogo beragam 6.00 sampai dengan 9.67 t/ha dengan rata-rata
6.19 t/ha. Dari penampilan karakter hasil pada saat dibandingkan dengan cek di
Ponorogo terdapat 19 galur yang mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Ciherang yaitu 6.22, t/ha 20 galur yang di uji mempunyai hasil lebih tinggi
dibandingkan rata-rata varietas Intani 301 yaitu 6.07 t/ha, 12 galur yang yang
mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas Mapan 05 yaitu 6.00
t/ha, semua galur yang yang mempunyai hasil lebih tinggi dibandingkan rata-rata
varietas Sembada 989 yaitu 5.41 t/ha, 20 galur yang di uji mempunyai hasil lebih
tinggi dibandingkan rata-rata varietas PP 3 yaitu 4.94 (Tabel 12.).
4.4 Stabilitas Hasil dan Adaptasi
Sebelum dilakukan analisis ragam gabungan, hasil dari data pengamatan diuji
homogenitas galatnya dengan menggunakan uji Bartlett χ2 (Chi Square) (Gomez dan
Gomez, 1995). Hasil uji Bartlett pada beberapa galat variabel umur berbunga, anakan
produktif, tinggi tanaman, bobot 1000 butir, jumlah gabah permalai, dan jumlah
gabah isi permalai, % babah isi, % rendemen ggiling, dan % beras kepala ternyata
hasilnya homogen, yaitu χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tabel sehingga untuk selanjutnya
dapat dilakukan analisis ragam gabungan.
Pada Tabel 13 menunjukkan stabilitas dan adaptabilitas 30 genotip padi yang
di uji di bandingkan dengan 5 varietas pembanding, dan 5 varietas pendamping.
Terdapat 13 galur yang stabil genotip HY1617RA004, HY1617RA005,
HY1617RA007, HY1617RA008, HY1617RA016, HY1617RA017, HY1617RA020
adaptif pada lingkungan yang optimal. Walau demikian hanya genotip-genotip yang
mempunyai penampilan di atas rata-rata umum yang terseleksi sebagai genotip
unggul.
35
Tabel 13. Penampilan dan parameter stabilitas hasil padi di 3 lokasi
No. Genotip Rentang Rata-rata
(t/ha))
Parameter Ketetangan
(t/ha) B Se(b) Kestabilan
1 HY1617RA001 5.1 - 8.6 7.1 1.18 0.18 Stabil
2 HY1617RA002 5.4 - 8.6 6.8 1.04 0.25 Stabil
3 HY1617RA003 5.6 - 8.5 6.9 0.93 0.25 Stabil
4 HY1617RA004 4.8 - 8.5 6.8 1.23 0.08 * Lingkungan Produktif
5 HY1617RA005 5.1 - 8.2 6.8 1.05 0.08 * lingkungan Produktif
6 HY1617RA006 4.8 - 9.3 6.8 1.45 0.34 Stabil
7 HY1617RA007 4.4 - 9.1 6.8 1.52 0.05 * lingkungan produktif
8 HY1617RA008 4.6 - 8.6 6.7 1.32 0.003 * lingkungan produktif
9 HY1617RA009 4.9 - 9.1 6.8 1.35 0.31 Stabil
10 HY1617RA010 5.9 - 9.6 7.5 1.19 0.38 Stabil
11 HY1617RA011 5.3 - 9.1 7.0 1.23 0.28 Stabil
12 HY1617RA012 5.5 - 9.5 7.4 1.29 0.26 Stabil
13 HY1617RA013 5.3 - 8.3 6.8 0.96 0.12 Stabil
14 HY1617RA014 5.9 - 9.7 7.7 1.24 0.19 Stabil
15 HY1617RA015 4.9 - 8.6 7.2 1.12 0.71 Stabil
16 HY1617RA016 4.9 - 9.3 7.1 1.46 0.063 * lingkungan produktif
17 HY1617RA017 4.7 - 9.4 7.1 1.53 0.04 * lingkungan produktif
18 HY1617RA018 4.6 - 9.1 6.7 1.45 0.34 Stabil
19 HY1617RA019 4.4 - 9.7 7.5 1.77 0.41 Stabil
20 HY1617RA020 5.2 - 9.7 7.5 1.48 0.02 * lingkungan produktif
21 Inpari 33 5.5 - 6.4 6.1 0.29 0.15 Stabil
22 Intani 2 5.6 - 6.8 6.1 0.40 0.13 Stabil
23 Chandra 4.2 - 6.8 5.5 0.87 0.01 * lingkungan marginal
24 Brang biji 4.1 - 5.4 4.7 -0.11 0.43 Stabil
25 SL 8-SHS 4.2 - 5.6 4.8 0.45 0.16 Stabil
26 Ciherang 4.7 - 7.2 6.2 0.83 0.24 Stabil
27 Intani 301 4.9 - 7.6 6.1 0.37 0.81 Stabil
28 Mapan 05 4.9 - 7.7 6.0 0.89 0.42 Stabil
29 Sembada 989 5.2 - 5.7 5.4 -0.12 0.12 Stabil
30 PP 3 3.9 – 6 4.9 0.36 0.58 Stabil
Keterangan: bi = koefisien regresi; SDi = simpangan regresi; ri = nilai korelasi. Nilai bi ‘*’ dan >1 =
adaptif pada kondisi lingkungan optimal; Nilai bi ‘tn’ = stabilitas dan adaptabilitas sangat baik
disemua kondisi lingkungan; Nilai bi ‘*’ dan <1 = adaptif pada kondisi lingkungan marginal.
4.5 Keragaman Hama dan Penyakit
4.5.1 Intensitas Serangan Hama (WBC) dan Penyakit (Kresek)
Dari data hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar dari 20 galur
yang di uji memiliki ketahanan yang kuat terhadap serangan hama wereng batanng
coklat (Nilapavarta lugens). Di Kediri terdapat 1 galur yang rentan terhadap serangan
hama wereng batanng coklat yakni HY1617RA012. Di Ponorogo terdapat 1 galur
36
yang rentan terhadap serangan hama wereng batanng coklat yakni HY1617RA012. Di
Tuban terdapat 3 galur yang rentan terhadap serangan wereng batanng coklat yaitu
HY1617RA005, HY1617RA006, HY1617RA019. Data pengamatan penyakit
menunjukkan bahwa sebagian besar dari 20 galur yang di uji memiliki ketahanan
terhadap serangan penyakit Blast (penyakit kresek). Serangan tersebut tidak
menyebabkan penurunan hasil yang signifikan terhadap galur yang di tanam. Hampir
setiap lokasi sama intensitas penyerangannya. Data pengamatan intersitas serangan
hama dan penyakit tertera pada Lampiran 3.
4.6 Pembahasan
4.6.1 Keragaman Interaksi Genotip x Lingkungan yang Mempengaruhi
Penampilan komponen Hasil Padi Pibrida
Lokasi penelitian memberikan hasil panen rata-rata yang beragam pada lokasi
Kediri beberapa galur yang di uji mempunyai hasil yang lebih tinggi dibandingkan
varietas Mapan 05, Sembada 989, dan PP3. Ada beberapa galur yang ditanam di
Tuban mempunyai hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas PP 3. Ada beberapa
galur yang ditanam di Ponorogo mempunyai hasil yang lebih tinggi varietas
Ciherang, Intani 301, Mapan 03, Sembada 989, danPP 3, dan indeks lingkungannya
positif. Hasil panen rata-rata yang tinggi menunjukkan bahwa adaptabilitas suatu
galur tinggi dan lingkungan tersebut sangat mendukung dan baik untuk pertumbuhan
padi. Indeks lingkungan positif dapat juga diartikan lingkungan memberikan
kontribusi optimal terhadap rata-rata hasil tinggi. Lokasi dengan indeks lingkungan
rendah, akan memberikan kontribusi terhadap rata-rata hasil yang rendah (Harsanti et
al., 2003). Hasil bulir (gabah) merupakan suatu kesatuan dari gabungan komponen
hasil. Galur berbeda pada semua rerata komponen hasil, yang artinya bahwa setiap
galur mempunyai potensi yang berbeda dalam penampilan yinggi tanaman, umur
berbunga, jumlah anakan produktif, bobot 1000 butir, jumlah gabah permalai, dan
jumlah gabah isi permalai yang nantinya akan mempengaruhi rerata hasil produksi
dari tanaman itu sendiri. Lingkungan yang berbeda pada semua komponen hasil,
berarti lingkungan tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampilan
37
komponen hasil. Lingkungan yang berbeda nyata memberikan informasi bahwa
komponen hasil berbeda-beda pada ketiga lingkungan yang telah di uji. Dari hasil
pada Tabel 5 mengenai uji homogenitas menggunakan persamaan chi-square hasil
yang berbeda nyata pada taraf 5% ialah tinggi tanaman, umur berbunga.
Tinggi tanaman juga mempengaruhi hasil produksi dari tanaman, jika tanaman
terlalu tinggi dan batangnya kurang kokoh maka tanaman tersebut akan rebah dan
mengakhibatkan turunnya hasil. Karena tanaman yang rebah biasanya tidak bisa
melakukan proses fotosintesis secara maksimal, sehingga berpengaruh pada pengisian
bulir. Semakin tanaman itu rebah maka semakin banyak pula bulir yang terisi penuh
dan bisa jadi gabah hampa. Penentuan umur panen didasarkan pada umur berbunga
dan warna tajuk serta warna gabah yang kekunung-kuningan. Pemanenan hasil padi
dengan tujuan dikonsumsi dan hasil padi dengan tujuan sebagai produksi benih
memiliki kriteria dan umur panen yang berbeda. Kriteria umur tanaman yang siap
dipanen untuk dikonsumsi biasanya dilakukan ketika stadium masak kuning
sedangkan untuk tujuan poduksi benih pada pemanenan dilakukan pada fase masak
penuh sehingga fase hidupnya hasil padi produksi benih biasanya lebih lama
dibandingkan dengan hasil padi konsumsi. Fase masak kuning dicirikan dengan
tanaman yang sudah menguning baik daun maupun gabahnya, gabah sudah keras
akan tetapi masih bisa dipatahkan dengan kuku jari tangan (Bimas, 1983).
Sumber keragaman genotip yang berbeda sehingga menunjukkan adanya
perbedaan potensi anakan produktif dan bobot 1000 butir diantara genotip yang di uji.
Hal tersebut membuktikan bahwa lingkungan memberikan pengaruh pada
penampilan karakter-karakter diatas. Interaksi genotip dengan lingkungan berbeda,
dapat diartikan bahwa penampilan tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah gabah
total permalai, dan hasil disebabkan adanya perbedaan tanggap suatu genotip
terhadap lingkungan dimana ia di tanam. Perbedaan responsif genotip terhadap
lingkungannya, akan membuat tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah gabah total
permalai, dan hasil suatu kultivar belum tentu sama jika ditanam pada lokasi yang
berbeda. Interaksi genotipe dengan lingkungan dapat diartikan bahwa, suatu genotipe
memberikan responsif yang tidak sama pada lingkungan yang berbeda (Totok, 2007).
38
Interaksi antara genotip dan lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa adanya
kombinasi antara genotip dengan lingkungan dalam penampilan komponen hasilnya.
Komponen hasil padi merupakan karakter kuantitatif yang dapat dihitung secara
sistematis, dan dapat diukur dengan menggunakan satuan tertentu. Karakter
kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman itu sendiri (Nasir, 2001).
Penyerapan sinar matahari berpengaruh terhadap rerata hasil produksi.
Terbukti bahwa penanaman pada lokasi Tuban menunjukkan rerata hasil yang sangat
rendah bahkan jauh dibawah kelima varietas pembanding, dikarenakan pada lokasi
tuban terdapat naungan sehingga pertumbuhan serta perkembangannya kurang
optimal. Tanaman naungan menaungi paling parah pada ulangan 3. Karena pada
ulangan 3 penyerapan cahaya tidak maksimal sehingga pertumbuhannya juga
terhambat dikarenakan fotosintesis tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap jumlah ankakan produktif dan jumlah gabah isi yang dihasilkan
permalai. Fotosintesis akan menghasilkan asimilat yang nantinya akan terakumulasi
menjadi berat kering tanaman. Berat kering merupakan bagian dari efisiensi
penyerapan dan pemanfaatan sinar matahari yang tersedia selama musim penanaman.
Jika berat kering meningkat menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi penyerapan
dan pemanfaatan radiasi matahari oleh tajuk secara maksimal, sehingga asimilat yang
dihasilkan juga akan meningkat (Gardner et al., 1991). Cahaya matahari secara
keseluruhan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman. Menurut
Joseph (2002), tanaman yang ternaungi proses pertumbuhannya akan terhambat yang
nantinya akan berpengaruh pada tinggi tanaman serta anakan produktif, bahkan malai
tidak akan terisi penuh sampai tidak dapat membentuk buah sehingga produksinya
cenderung menurun.
Karakter anakan produktif menunjukkan bahwa genotip berbeda nyata. Hal
tersebut disebabkan oleh pengaruh agroklimat (curah hujan dan kelembaban) dari
ketiga lokasi uji yang berbeda. Jika suhu udara terlalu dingin maka masa vegetatifnya
akan semakin panjang dan menimbulkan perbanyakan anakan semakin banyak. Jika
jumlah anakan terlalu banyak maka tanaman tidak bisa secara optimal melanjutkan
39
vase hidupnya dan pembentukan bulir akan terhambat. Jika masa vegetatif tanaman
terlalu panjang maka hal tersebut akan berpengaruh pada umur panen yang semakin
panjang. Fagi dan Irsal (1988) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan
padi adalah 25oC sampai 33oC, sedangkan suhu tinggi diperlukan dalam
pembentukan anakan. Menurut Rachmawati et al. (2014), jumlah anakan berkorelasi
positif dengan hasil, dengan adanya peningkatan jumlah anakan akan cenderung
diikuti dengan penambahan hasil gabah per rumpun. Jumlah anakan produktif
sebaiknya seimbang dengan jumlah anakan vegetatif (Dewi et al., 2009).
Tinggi tanaman merupakan komponen yang tidak kalah penting dengan
variabel lainnya. Pada hasil menunjukkan bahwa interaksi genotip dan lingkungan
berbeda nyata. Tinggi tanaman juga mempengaruhi hasil produksi dari tanaman, jika
tanaman terlalu tinggi dan batangnya kurang kokoh maka akan rebah dan
mengakhibatkan turunnya hasil. Karena tanaman yang rebah biasanya tidak bisa
melakukan proses fotosintesis secara maksimal, sehingga berpengaruh pada pengisian
gabah. Semakin tanaman itu rebah maka semakin banyak pula gabah yang tidak terisi
penuh jadi gabah hampa.
Secara umum penampilan umur panen dipengaruhi oleh umur berbunga, jika
semakin cepat tanaman itu berbunga maka semakin cepat pula panennya, begitu pula
sebaliknya. Umur berbunga menunjukkan bahwa setiap varietas memberikan
responif yang berbeda terhadap lingkungan tumbuhnya. Penampilan suatu fenotipik
yang berbeda pada setiap lokasi menunjukkan bahwa adanya interaksi antara genotip
dan lingkungan (Mangundidjodjo, 2000). Penentuan umur panen didasarkan pada
umur berbunga dan warna tajuk serta warna gabah yang kekunung-kuningan. Fase
masak kuning dicirikan dengan tanaman yang sudah menguning baik daun maupun
gabahnya, gabah sudah keras akan tetapi masih bisa dipatahkan dengan kuku jari
tangan (Bimas, 1983). Yoshida (1981) menyatakan bahwa tanaman padi dengan umur
dalam, merupakan bentuk adaptasi tanaman tersebut terhadap lingkungan yang
kurang subur. Pemindahan tanaman (Transplanting) juga menentukan dangkal dan
dalamnya umur berbunga yang nantinya akan berpengaruh pada umur panen. Selain
itu agroklimat juga berperan penting dalam menentukan umur panen. Dimana
40
agroklimat yang dimaksudkan disini ialah suhu, lama penyinaran (intensitas cahaya
matahari), serta kelembaban. Fagi dan Irsal (1988) menyatakan bahwa tingkat
kematangan bulir padi ditentukan oleh lama penyinaran yang diterima oleh tanaman
tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa umur padi akan semakin genjah dengan
semakin tingginya suhu udara di lokasi sekitar. Faktor suhu sangat erat kaitannya
dengan lama penyinaran. Lama penyinaran rata-rata di ketiga lokasi dimana
dilakukan penelitian 10-11 jam per hari. Suhu udara yang tinggi dan lama penyinaran
yang lama dapat mempercepat vase pertumbuhan dan proses kamatangan gabah dan
daun. Menurut Yoshida (1981) snescence (menguningnya) daun terjadi akibat
translokasi karbohidrat dan protein dari daun ke bulir terjadi lebih cepat, kemudian
dikaitkan dengan pengisian bulir juga lebih cepat sehingga kematangan juga lebih
cepat. Lingkungan tumbuh suatu individu dapat memberikan kontribusi terhadap
penampilan individu tersebut sesuai dengan potensi lingkungan tumbuh. Nilai potensi
suatu lingkungan dapat didasarkan pada indeks lingkungannya. Indeks lingkungan
bernilai negatif pada umur panen, berarti lingkungan tanam tersebut mendukung
suatu genotip untuk panen cepat.
Jumlah gabah total dipengaruhi oleh interaksi genotip dan lingkungan. Indeks
lingkungan negatif menunjukkan bahwa lingkungan kurang mendukung dalam
pertumbuhan padi (Harsanti et al., 2003). Menurut Yoshida (1981) kekurangan air
dan suhu tinggi (40oC), pada tanaman padi akan menurunkan jumlah gabah,
persentase gabah isi, dan bobot bulir. Menurut Susanto et al. (2003) tingginya gabah
hampa disebabkan kondisi lingkungan yang kurang mendukung dari segi penyediaan
air dan kemampuan tanaman menyerap sinar matahari yang nantinya akan di gunakan
sebagai bahan utama fotosintesis. Pada hasil penelitian persentase gabah isi,
rendemen beras giling tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara lokasi yang
satu dengan yang lainnya. Sejalan dengan pendapat Abdullah et al. (2008) yang
menyatakan bahwa persen gabah hampa sebagai gambaran seberapa besar gabah
yang tidak terisi penuh.
Yoshida (1981) mendefinisikan hasil padi adalah gabah pada kandungan air
14 persen. Gabah merupakan organ tanaman yang ditujukan sebagai alat
41
perkembangbiakan secara generatif. Gabah terbentuk setelah terjadi penyerbukan
yang dilanjutkan pembuahan. Menurut Damardjati (1988) gabah berisi cadangan
makanan, sebagian besar terdiri dari karbohidrat dan protein yang akan digunakan
untuk siklus hidup berikutnya. Persentase beras kepala sangat dipengaruhi oleh kadar
air dimana saat gabah tersebut di giling. Kadar air yang baik untuk proses
penggilingan yaitu di antara 12-14 %. Pada hasil penelitian presentase beras kepala
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara lokasi yang satu dengan yang
lainnya. Menurut Yoshida (1981) kekurangan air pada tanaman padi akan
menurunkan komponen hasil. Jika ketersediaan nitrisi dan air yang dibutuhkan
tanaman tercukupi maka tanaman akan berkembang biak dan mampu tumbuh secara
optimal. Jika pertumbuhannya optimal maka sejalan dengan hasilnya yang juga akan
meningkat. Karena jika pertumbuhannya optimal maka pengisian bulir akan terjadi
secara sempurna sehingga tidak banyak bilur yang hampa. Pengisian bilur secara
penuh berdampak positif pada bobot 1000 butir, karena semakin penuh pengisian
bulirnya maka bulir juga semakin berat.
Bedasarkan analisis ragam gabungan pada Tabel 6, Genotip, lingkungan dan
interaksi genotip dan lingkungan berbeda. Produksi gabah merupakan suatu
penampilan fenotipik yang dipengaruhi oleh faktor genotip, lingkungan dan interaksi
genotip lingkungan (Allard, 1960). Sumber keragaman genotip menunjukan
perbedaan pada analisis ragam hasil padi dan dapat diartikan bahwa setiap galur yang
dikaji mempunyai perbedaan potensi hasil.
Interaksi antara Genatip dan lingkungan menunjukkan perbedaan pada analisis
sidik ragam gabungan. Perbedaan pada interaksi genotip dengan lingkungan, berarti
setiap genotip yang dibahas memberikan responsif yang positif terhadap hasil yang
berbeda pada setiap lokasi yang di uji. Interaksi genotip dan lingkungan digunakan
untuk mengetahui tingkat responsifitas suatu genotip pada penanaman di berbagai
lingkungan yang berbeda. Interaksi genotip dan lingkungan juga dapat digunakan
untuk mengetahui bagaiman galur yang dapat tumbuh dengan baik di satu lokasi
tertentu dan mampu beadaptasi dengan baik.
42
4.6.2 Stabilitas dan Adaptabilitas
Interaksi antara genotip dan lingkungan menjadi menjadi salah satu kendala
dalam pelaksanaan pemuliaan tanaman. Interaksi antara genotip dan lingkungan
membuat tanaman hasil dari pemuliaan bisa jadi kurang stabil bahkan tidak stabil,
karena adanya perbedaan akan penampilan setiap genotip berdasarkan kondisi
lingkungan dimana tempat tumbuhnya tanaman tersebut (Harsanti et al., 2003). Oleh
karena itu, perlu dilakukannya uji daya hasil stabilitas serta adaptabilitasnya jika
ditanam pada lokasi yang berbeda. Stabilitas hasil menjadi salah satu kriteria suatu
genotip agar dapat dibudidayakan secara luas. Pendugaan nilai stabilitas hasil dan
rerata hasil 20 galur unggul padi yang yang di uji pada tiga lokasi terdapat 13 galur
yang stabil dan 7 galur yang adaptif pada lingkungan yang optimal.
Perbedaan interaksi genotip dengan lingkungan pada analisis ragam gabungan
karakter, tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah gabah total permalai, dan hasil
menjadi dasar dalam melakukan analisis stabilitas. Karena kestabilan suatu tanaman
beradaptasi pada lokasi yang berbeda bisa dilihat dari rerata produksi hasil yang di
pengaruhi oleh beberapa karakter tersebut. Hasil analisis stabilitas rerata hasil
produksi yang dipengaruhi oleh beberapa karakter diatas dengan menggunakan
metode (Finlay dan Wilkinson) disajikan pada Tabel 17. Terdapat 13 galur yang
memenuhi kriteria stabil pada rerata hasil produksi yang dipengaruhi oleh karakter
tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah gabah total permalai, dan hasil yaitu
HY1617RA001, HY1617RA002, HY1617RA003, HY1617RA006, HY1617RA009,
HY1617RA010, HY1617RA011, HY1617RA012, HY1617RA013, HY1617RA014,
HY1617RA015, HY1617RA018, HY1617RA019, dan 7 galur yang adaptif di
lingkungan yang optimal yaitu HY1617RA004, HY1617RA005, HY1617RA007,
HY1617RA008, HY1617RA016, HY1617RA017, HY1617RA020.
Koefisien regresi yang tidak berbeda dengan 1 menunjukkan bahwa suatu
galur yang memiliki nilai bi ‘tn’ (tidak samadengan 1) yang artinya galur tersebut
stabilitas dan adaptabilitas sangat baik disemua kondisi lingkungan. Sejalan dengan
pendapat (Findlay dan Wilkinson,1963) apabila nilai bi ‘*’ dan >1= adaptif pada
kondisi lingkungan optimal; nilai bi ‘tn’ = stabilitas dan adaptabilitas sangat baik
43
disemua kondisi lingkungan; nilai bi ‘*’ dan <1 = adaptif pada kondisi lingkungan
marginal. genotip stabil dan rerata hasilnya lebih tinggi dari rerata umum dapat
dikategorikan sebagai ganotipe ideal (Ambarwati dan Yudono, 2003).
Menurut Harsanti et al. (2003) genotip dengan nilai koefisien regresi lebih
besar dari 1 maka akan beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang subur, dan bila
koefisien regresi kurang dari 1 maka beradaptasi baik pada lingkungan yang tidak
subur. Nilai KK (koefisien keragaman) di tunjukkan pada tabel 5. Nilai koefisien
keragaman seperti yang di tunjukkan pada tabel diatas merupakan gambaran dari
seberapa besar pengaruh berbagai karakter yang diamati terhadap hasil. Nilai
koefisien keragaman yang sangat berpengaruh pada hasil ialah dari beberapa karakter
yaitu anakan produktif, umur berbunga, jumlah gabah permalai, dan % gabah isi.
Nilai KK yang berkisar antara 7-15 menunjukkan bahwa galur tersebut stabil
adatabilitasnya terhadap lingkungan yang berbeda. Sudimantara et al. (2013)
menjelaskan penentuan luas sempitnya variasi genetik suatu karakter yaitu karakter
yang mempunyai koefisien keragaman genetik relatif rendah dan sedang digolongkan
sebagai karakter yang bervariabilitas sempit, koefisien keragaman genetik yang tinggi
dan sangat tinggi digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas luas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa koefisien keragaman genetik termasuk dalam kategori
rendah untuk semua karakter yang diamati.
4.6.3 Intensitas Serangan Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit merupakan salah satu dari penyebab tinggi atau rendahnya
hasil dari tanaman yang kita budidayakan. Yang mana apabila tanaman terserang
hama maupun penyakit dalam luasan yang luas dan tingkat serangannya sangat
intensif maka akan menyebabkan penurunan hasil produksi. Pada penelitian ini saya
mengambil hama Wereng batang coklat (Nilapavarta lugens) sebagai parameter
serangan hama. Wereng batang coklat (Nilapavarta lugens) merupakan hama yang
paling sering menyerang tanaman padi. Jika tingkat serangannya di luasan yang beasr
maka akan menyebabkan kerugian dan kegagalan panen. Jika terjadi ledakan
serangan Wereng batang coklat (Nilapavarta lugens) akan berdampak buruk pada
44
hasil panen. Kerusakan pada pertanaman dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, yaitu dengan menghisap cairan sel tanaman sehingga
tanaman menjadi kering dan akhirnya mati. Sedangkan secara tidak langsung karena
hama ini dapat menjadi vektor penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa
(Subroto et al., 1992).
Pada penelitian ini dibahas tentang galur yang tahan serta rentan terhadap
serangan hama wereng batang coklat (Nilapavarta lugens) dengan menggunakan
varietas Intani 301 sebagai varietas pembandingnya. Mengapa menggunakan varietas
Intani 301 sebagai varietas pembandingnya karena varietas Intani 301 telah di uji
ketahanannya terhadap serangan hama wereng batang coklat (Nilapavarta lugens).
Terdapat 1 galur yang rentan terhadap serangan hama wereng batang coklat
(Nilapavarta lugens) yaitu galur HY1617RA012. Sedangkan untuk lokasi Tuban
terdapat 3 galur yang rentan terhadap serangan wereng batanng coklat (Nilapavarta
lugens) yaitu HY1617RA005, HY1617RA006, HY1617RA019. Terjadinya serangan
yang lebih tinggi pada lokasi tuban disebabkan oleh terdapatnya naungan berupa
pohon besar di sekitar area pertanaman. Menurut Joseph (2002), tanaman yang
ternaungi proses pertumbuhannya akan terhambat yang nantinya akan berpengaruh
pada tinggi tanaman serta anakan produktif, bahkan malai tidak akan terisi penuh
sampai tidak dapat membentuk buah sehingga produksinya cenderung menurun,
selain itu ia akan cenderung rentan terhadap serangan hama da penyakit.
Pertumbuhan dan perkembangan populasi organisme penganggu (OPT) dipengaruhi
oleh interaksi antara organisme penganggu tanaman (OPT), tanaman, faktor
lingkungan yang mendukung.
Pada hasil yang telah diperoleh bahwa sebagian besar dari 20 galur yang di uji
memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit Blast (penyakit kresek). Serangan
tersebut tidak menyebabkan penurunan hasil yang signifikan terhadap galur yang di
tanam. Hampir setiap lokasi sama intensitas penyerangannya. Penyakit blas yang
disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae Cav. merupakan salah satu penyakit
penting pada tanaman padi di seluruh dunia (Wang et al., 2014).
45
Hama dan penyakit sangat menyukai tempat yang lembab dan sedikit terkena
sinar mataharti secara langsung untuk dijadikan sebagai tempat tinggalnya. Cahaya
matahari secara keseluruhan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil
tanaman. Menurut Joseph (2002), tanaman yang ternaungi proses pertumbuhannya
akan terhambat yang nantinya akan berpengaruh pada tinggi tanaman serta anakan
produktif, bahkan malai tidak akan terisi penuh sampai tidak dapat membentuk buah
sehingga produksinya cenderung menurun, selain itu ia akan cenderung rentan
terhadap serangan hama da penyakit.
Hampir setiap negara penghasil padi sudah memiliki data tentang taksiran
kehilangan hasil panen padi yang disebabkan oleh penyakit Blass (penyakit kresek).
Wang et al. (2014) menyatakan bahwa kerugian hasil padi yang disebabkan oleh
penyakit Blass (penyakit kresek) di Jepang berkisar antara 20-100%; di Brasil
mencapai 100%, di India antara 5-10%; Korea 8%, China 14% dan Filipina 50-85%;
Vietnam berkisar 38-83%; di Itali antara 22-26%, dan di Iran antara 2080%. Tinggi
rendahnya rerata hasil produksi padi juga disebabkan oleh serangan penyakit.
Penyakit yang biasanya menyerang tanaman padi adalah blass yang disebabkan oleh
jamur Pyricularia grisae.
46
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Interaksi genotip dan lingkungan menyebabkan keragaman pada karakter tinggi
tanaman, umur berbunga, jumlah gabah total per malai, dan hasil. Genotip
menyebabkan keragaman pada karakter anakan produktif dan jumlah 1000 butir
gabah.
2. Terdapat 8 padi hibrida yang hasilnya stabil ditanam pada lingkungan yang
berbeda dengan hasil gabah lebih tinggi dari rata-rata umum. Hibrida
HY1617RA001 mempunyai hasil gabah 7.1 t/ha. Hibrida HY1617RA003
mempunyai hasil gabah 6.9 t/ha. Hibrida HY1617RA010 mempunyai hasil gabah
7.5 t/ha. Hibrida HY1617RA011 mempunyai hasil gabah 7 t/ha. Hibrida
HY1617RA012 mempunyai hasil gabah 7.4 t/ha. Hibrida HY1617RA014
mempunyai hasil gabah 7.7 t/ha. Hibrida HY1617RA015 mempunyai hasil gabah
7.2 t/ha. Hibrida HY1617RA019 mempunyai hasil gabah 7.5 t/ha. Selain padi
hibrida yang beradaptasi luas, terdapat 3 padi hibrida yang mempunyai
penampilan yang beradaptasi spesifik pada lingkungan produktif, yaitu hibrida
HY1617RA016 mempunyai hasil gabah 7.1 t/ha, hibrida HY1617RA017
mempunyai hasil gabah 7.1 t/ha, dan hibrida HY1617RA020 mempunyai hasil
gabah 7.5 t/ha.
5.2 Saran
Dari hasil yang di dapatkan ke 20 galur yang telah disebutkan pada Bab 3
yang di uji mampu menghasilkan hasil produksi serta stabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan 5 varietas pembanding/cek dengan di tanam pada tiga lokasi
yang berbeda yaitu Kediri, Ponorogo, dan Tuban. Oleh sebab itu uji multilokasi ini
perlu dilanjutkan di lebih banyak lokasi yang berbeda supaya didapatkan varietas
yang mampu menghasilkan hasil produksi serta stabilitas yang tinggi.
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B, Tjokrowidjojo S, Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan
padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang pertanian 27 (1): 1-9.
Alberts MJA. 2004. A Comparison of Statistical Methods to Describe Genotype x
Environment Interaction and Yield Syability in Multi Location Maize Trials
[tesis]. Bloemfontein (ZA): University of the Free State.
Allard, R.W. 1964. Principle of Plant Breeding. John Willey and Sons. New York.
485 pp.
Allard, R.W. and A.D. Bradshaw. 1964. Implication of genotype–environmental
interaction in applied plant breeding. Crop Sci. 5:503-506.
Ambarwati, E dan P. Yudono. 2003. Keragaan Hasil Bawang Merah. Ilmu Pertanian,
10 (2):1-10.
Annicchiarico, P. 2002. Genotype x Environment Interaction Challenges and
Opportunities for Plant Breeding and Cultivar Recommendation. Rome: Food
Agriculture Organization of the United Nations.
Arsyad, D.M., A. Nur. 2006. Analisis AMMI untuk stabilitas hasil galur-galur kedelai
di lahan kering masam. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25:78-84.
Azhar, C. 2010. Kajian Morfologi dan Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Varietas Cibogo Hasil Radiasi Sinar Gamma Pada Generasi M3. Fakultas
Pertanian, Medan.
Becker, H.C., J. Leon. 1988. Stability analysis in plant breeding. Plant Breeding
101:1-23.
Barns, J, Widyantoro dan A. Sopandi. 2005. Pengembangan Varietas Unggul dan
Galur Harapan Padi Gogo Secara Partisipatif. Laporan Akhir tahun. BPTP
Lampung.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produktivitas dan Produksi Padi. [internet]. [diacu
2016 Desember 12]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id/index.hp.
Cullis, B. R., B. J. Gogel, A. P. Verbyla, and R. Thompson. 1998. Spatial analysis of
multi environment early generation trials. Biometrics 54: 1–18.
Damardjati, S.D. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Padi I. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor. P:105-106.
48
Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik
Indonesia. 2013. [internet]. [diacu 2016 Desember 12] Tersedia dari
http://psp.deptan.go.id/index.php/page/publikasi/148.
Dewi IS, Trilaksana AC, Trikoesomaningtyas, Purwoko BS. 2009. Karakterisasi
galur haploid ganda hasil kultur antera padi. Buletin Plasma Nutfah 15 (1): 1-
12.
Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding
program. Aust. J. Res. 13: 742-754.
Gardner, P.F., R.B. Pierce, R.L Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan oleh H. Susilo. UI-Press. 1991. P:98-100.
Gauch, H .G. 2006. Statistical analysis of yield trials by AMMI and GGE. Crop Sci.
46:1488-1500.
Gomez, K. A. dan Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Endang Sjamsuddin dan Justika S, Baharsjah, penerjemah. Jakarta: UI Press.
Hadi, A. F. dan S. Halimatus. 2004. Model AMMI untuk analisis interaksi
genotip lokasi. Jurnal.
Harsanti, L., Hambali, Mugiono. 2003. Analisa daya adaptasi 10 galur mutan padi
sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat, 14 (1):1-7.
Jennings, P. R., W. R. Coffman, and H. E. Kauffman. 1979. Rice Improvement
International Rice Research Institute. Philipines.
Kusumah, D. A. 2010. Analisis Stabilitas Hasil Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.)
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LeClerg, E. L., W.H. Leonard, and A.G. Clark. 1962. Field Plot Technique. Burgess
Publishing Company, Minneapoli, Minnesota, 373 pp
Makarim, A. K., dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Padi. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Subang.
Mangoendidjojo, W. 2000. Analisis interaksi genotip x lingkungan tanaman
perkebunan (Studi kasus pada tanaman teh). Zuriat, 11 (2):15-21.
Nasir. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Rachmawati RY, Kuswanto, Purnamaningsih, SL. 2014. Uji keseragaman dan
analisis sidik lintas antara karakter agronomis dengan hasil pada tujuh
genotype padi hibrida japonica. Jurnal Produksi Tanaman. 2:21-27.
49
Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. New Dehli
(IN): Narosa Publishing House. 701 hal.
Satoto, Sudibyo T. W. U., D.Murdani, dan T.S. Kadir. 2008. Perbaikan Ketahanan
Padi Hibrida Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi.
Sa’diyah, H., R. Sitaresmi dan D. F. Hadi. 2014. karakterisasi galur harapan padi
sawah hasil penelitian konsorsium padi nasional. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu
Hayati dan Fisik 16(3):164-167.
Simmonds, N. W. 1991. Selection for Local Adaptation in Plant Breeding
Programme. Theor. Appl. Genet. 82:363-367.
Subroto, S.W.G., Wahyudin, T. Hendarto, H.Sawada. 1992. Taksonomi dan
bioekologi Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) Kerja Sama
Teknis Indonesia-Jepang Bidang Perlindungan Tanaman Pangan (ATA-162).
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta
Sudimantara RG, Tanti T, Muhidin, Saliartini NW. Wijayanto T. 2013.
Pendugaan diversitas genetik dan korelasi antar karakter agronomi padi gogo
(Oryza sativa L.) lokal Sulawesi Tenggara. Agriplus. Vol 23:3
Sudirman dan Ade, I. 2003. Mina Padi Budidaya Ikan Bersama Padi. Penebar
Swadaya, Jakarta. 73 hal.
Sumertajaya, I. M. 2007. Analisis Statistik Interaksi Genotype Dengan Lingkungan.
Departemen Statistiska Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian
Bogor. 33 hlm.
Susanto U, AA Daradjat dan B Suprihatno. 2003. Perkembangan pemuliaan padi
sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22(3):125-131.
Totok, A. D. H. 2007. Pengaruh Interaksi Genotip X Lokasi Tanam. Jurnal
Pembangunan Pedesaan, 7 (1):53-60.
Virmani, S. S. 1994. Prospect of Hybid Rice in the Tropics and Subtropics. Di dalam:
Virmani SS, editor. Hybrid Rice Technology New Development and Future
Prospects. Selected papers from the International Rice Res. Conf. IRRI. Los
Banos, Philippines. Hlm. 16-19.
Virmani, S. S., B. C. Virakhtamath, C. L. Casal, R. S. Toledo, M. T. Lopez, and J. O.
Manalo. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI. Manila. Philippines.
50
Virmani, S. S. 1999. Exploitation of heterosis for shifting the yield frontier in rice. Di
dalam: Coors JG, Pandey S, editor. Genetics and Exploitation of heterosis in
crops. Procedings of the International Symposium on the Genetics and
Exploitation of Heterosis in crops: Mexico City 17-22 August 1997.
Wisconsin: American Society of Agronomy and Crop Science Society of
America. hlm 423-438.
Wang, X, S Lee, J Wang, J Ma, T Bianco, and Y Jia. 2014. Current advances on
genetic resistance to rice blast disease. Chapter 7 in Rice-Germplam, Genetics
and Improvement (W Yan and J Bao, eds.). Available online at:
http://www.intechopen.com/books/rice-germplasm-genetics-and-
improvement/current-advances-on-genetic-resistance-to-rice-blast-disease.
(diakses 12 April 2017).
Yoshida, S. 1981. Dasar-Dasar Pengetahuan Tanaman Padi. Terjemahan oleh S.Y.
Jatmiko. Lembaga Penelitian Padi Internasional. 1992. 219 pp.
Yusuf, dan M. Pawit. 2010. Komunikasi Instruksional: teori dan praktek. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Zobel, R. W., S. A. El-Shaarawy., A. M. R. Abd El-bary., H. M. Hamoud and W.
M.B. Yehia. 1998. 1704 Use of High Efficient AMMI Method to Evaluate
New Egyptian Cotton Genotypes for Performance Stability. Cotton Research
Institute, Giza, Egypt. 1-11 p.