Pemeriksaan Fisis Dada Dan Paru
-
Upload
denisafriansyah -
Category
Documents
-
view
51 -
download
3
Transcript of Pemeriksaan Fisis Dada Dan Paru
PEMERIKSAAN FISIS DADA DAN PARU
BATUK
Batuk bisa merupakan suatu keadaan yang normal atau abnormal. Dalam keadaan
abnormal penyebab tersering adalah infeksi virus yang umumnya bersifat akut dan self-limiting.
Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret dan partikel-partikel pada faring dan saluran napas.
Batuk biasanya merupakan suatu refleks sehingga bersifat involunter, namun dapat juga bersifat
volunter. Batuk yang involunter merupakan gerakan refleks yang dicetuskan karena adanya
rangsangan pada reseptor sensorik mulai dari faring hingga alveoli.
Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang menyertainya dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis. Batuk ringan yang bersifat non-explosive disertai dengan suara parau
dapat terjadi pada pasien dengan kelemahan otot-otot pernapasan, kanker paru dan aneurisma
aorta torakalis yang mengenai nervus rekuren laringeus kiri sehingga terjadi paralisis pita suara.
Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat (asma dan PPOK) sering mengalami batuk
yang berkepanjangan disertai dengan napas berbunyi, dan kadang-kadang bisa sampai sinkope
akibat adanya peningkatan tekanan intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan gangguan
aliran balik vena dan penurunan curah jantung. Batuk akibat adanya inflamasi, infeksi dan tumor
pada laring umunya bersifat keras, membentak dan nyeri serta dapat disertai dengan suara parau
dan stridor. Batuk yang disertai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk dikeluarkan
umumnya didapatkan pada bronkiektasis. Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada
seorang perokok merupakan keluhan khas bronkitis kronik. Batuk kering (non-produktif) disertai
nyeri dada daerah sternum dapat terjadi akibat trakeitis. Batuk pada malam hari yang
menyebabkan gangguan tidur dapat terjadi akibat asma. Batuk dapat disebabkan oleh adanya
occult gastro-oesophageal reflux dan sinusitis kronik yang disertai dengan post-nasal drip dan
umumnya timbul pada siang hari Penggunaan ACE inhibitor untuk pengobatan hipertensi dan
gagal jantung dapat menyebabkan batuk kering khususnya pada perempuan. Keadaan ini
disebabkan karena adanya bradikinin dan substansi-P yang normalnya didegradasi oleh
angiotensin-convering enzyme. Batuk yang timbul pada saat dan setelah menelan cairan
menunjukan adanya gangguan neuromuskular orofaring. Paparan dengan debu dan asap di
lingkungan kerja dapat menyebabkan batuk kronik yang berkurang selama hari libur dan akhir
pekan.
BERDAHAK
Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:
1. Serous : -Jernih dan encer,pada edema paru akut.
-Berbusa,kemerahan,pada alveolar cell cancer.
2. Mukoid : -Jernih keabu-abuan,pada bronkitis kronik.
-Putih kental,pada asma.
3. Purulen : -Kuning, pada pneumonia,
-Kehijauan, pada bronkiektasis,abses paru.
4. Rusty (Blood-stained) : Kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna karat, pada
Pneumococcal pneumonia dan edema paru.
Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum adalah:
Jumlah. Produksi sputum purulen yang banyak dan dipengaruhi posisi tubuh khas untuk
bronkiektasis. Produksi sputum purulen dalam jumlah besar yang mendadak pada suatu
episode menunjukan adanya ruptur abses paru atau empiema ke dalam bronkus. Sputum
encer dan banyak yang disertai dengan bercak kemerahan pada pasien dengan sesak napas
mendadak menunjukkan adanya edema paru. Sputum yang encer dan banyak bisa juga
didapatkan pada alveolar cell cancer.
Warna. Warna sputum dapat membantu dalam menentukan kemungkinan penyebab
penyakit. Sputum yang jernih atau mukoid selain didapatkan pada PPOK (tanpa infeksi) bisa
juga ditemukan akibat adanya inhalasi zat iritan. Sputum kekuningan bisa didapatkan pada
infeksi saluran napas bawah akut (karena adanya neotrofil aktif), dan juga pada asma (karena
mengandung eosinofil). Sputum kehijauan yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan
pada bronkiektasis dan dapat membentuk 3 lapisan yang khas yaitu lapisan atas yang
mukoid, lapisan tengah yang encer dan lapisan bawah yang purulen Sputum purulen biasanya
berwarna kehijauan karena adanya sel-sel neutrofil yang liris serta produk hasil
katabolismenya akibat adanya enzim green-pigmented enzyme verdoperoxidase. Pada
pneumococcal pneumonia stadium awal dapat ditemukan sputum yang berwarna coklat
kemerahan akibat adanya inflamasi perenkim paru yang melalui fase hepatisasi merah. Rusty
(Blood-stained sputum) menujukkan adanya hemoglobin/sel eritrosit. Sputum yang berbusa
dengan bercak darah yang difus dapat terjadi pada edema paru akut.
Bau Sputum. Sputum yang berbau busuk menunjukan adanya infeksi oleh kuman-kuman
anaerob dan dapat terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi sekunder, abses paru dan
empiema.
Solid material. Pada asma dan allergic bronchopulmonary aspergillosis dapat terjadi
akumulasi sekret yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini dibatukkan keluar akan
tampak struktur yang menyerupai cacing yang merupakan cetakan bronkus.
BATUK DARAH
Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah yang dikeluarkan pada saat batuk Yang
berasal dari saluran napas bagian bawah. Batuk darah dapat bervariasi jumlahnya mulai dari
blood-streaked sputum hingga batuk darah masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat
terjadi pada bronkiektasis terinfeksi. Batuk darah masif yang potensial fatal sering
didapatkan pada bronkiektasis, tuberkulosis dan kanker paru.
SAKIT DADA
Sakit dada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan organ-organ mediastinum. Nyeri dada
harus diuraikan secara rinci yang mencakup lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula
keluhan, derajat nyeri, faktor yang memperberat/meringankan misalnya efek pada pernafasan
dan pergerakan.
Sakit dada dapat berasal dari nyeri dinding dada, nyeri pleura dan nyeri mediastinum.
a. Nyeri Pleura
Karakteristik nyeri pleura yaitu bersifat tajam, menusuk dan semakin berat bila menarik
nafas/batuk.
b. Nyeri Dinding Dada
Nyeri pada dinding dapat terjadi akibat adanya gangguan pada saluran nafas maupun pada
kelainan muskuloskeletal. Ada beberapa gejala yang dapat membedakan antara nyeri pleura
dan nyeri dada. Nyeri yang timbul mendadak dan terlokalisir setelah mengalami batuk-batuk
yang hebat atau trauma langsung menunujukan adanya injuri pada otot-otot interkostal
ataupun fraktur iga. Nyeri dada akibat kanker paru, mesotelioma dan metastase pada tulang
umumnya bersifat tumpul, iritatif, tidak berhubungan dengan pernafasan dan memberat
secara progresif. Nyeri akibat pancoast tumor pada apeks paru akibat erosi pada iga I sering
kali menjalar ke lengan bagian medial akibat adanya invasi pada radiks pleksus brakhialis
bagian bawah.
c. Nyeri Mediastinum
Nyeri mediastinum mempunyai ciri-ciri yaitu bersifat sentral/retrosternal serta tidak
berkaitan dengan pernafasan ataupun batuk. Nyeri tumpul yang bersifat progresif sehingga
mengganggu tidur dapat terjadi akibat adanya keganasan pada KGB mediastinum atau akibat
timoma. Tromboemboli paru masif yang menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kanan
dapat menyebabkan nyeri sentral yang menyerupai iskemik miokard.
SESAK NAPAS
Sesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak
nyaman maupun gangguan/kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan
tingkat aktifitas. Rasa sesak napas ini kadang-kadang diutarakan pasien sebagai kesulitan
untuk mendapatkan udara segar, rasa terengah-engah atau kelelahan.
Saat anamnesis mengenai sesak napas harus ditanyakan mengenai awal mulai keluhan,
lamanya, progesifitas, variabilitas, derajat beratnya, fakto-faktor yang
meperberat/memperingan dan keluhan yang berkaitan lainnya. Tentukan apakah sesak napas
terjadi secara mendadak dan semakin memberat dalam waktu beberapa menit (misalnya
akibat pneumotoraks ventil, emboli paru masif, asma, aspirasi benda asing), atau terjadi
secara bertahap dan semakin berat secara progresif dalam waktu beberapa jam atau hari
(akibat pneumonia, asma, PPOK eksaserbasi akut) atau memberat dalam waktu beberapa
minggu, bulan atau tahun (akibat efusi pleura, PPOK, TB paru )
Keadaan atau aktifitas apa yang dapat menimbulkan sesak perlu diketahui, karena dapat
memberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya. Sesak saat berbaring (ortopnea)
seringkali didapatkan pada pasien dengan gagal jantung kiri dan pasien dengan kelelahan otot
pernapasan akibat keterlibatan diafragma. Sesak yang membuat pasien terbangun pada
malam hari merupakan gejala khas gejala asma dan gagal jantung kiri. Sesak napas yang
berkurang pada setiap akhir pekan atau pada saat hari libur menunjukan kemungkinan adanya
asma akibat kerja.
NAPAS BERBUNYI (WHEEZING)
Wheezing adalah bunyi siulan yang bernada tinggi yang terjadi akibat aliran udara yang
melalui saluran napas yang sempit. Umumnya wheezing terjadi pada saat ekspirasi, namun
pada keadaan yang berat dapat terdengar baik pada ekspirasi maupun inspirasi. Wheezing
yang timbul akibat adanya aktifitas merupakan gejala yang sering didapatkan pada pasien
asma dan PPOK.
PEMERIKSAAN FISIS PARU
a. Menentukan Lokasi Kelainan Dinding Dada.
Lokasi kelainan pada dada dapat ditentukan dalam 2 dimensi yaitu sepanjang aksis vertikal
dan sepanjang lingkar dada.
Penetuan lokasi berdasarkan aksis vertikal dilakukan dengan menghitung sela iga.
Angulus sternalis Ludovici dapat digunakan sebagai pedoman dalam menghitung sela iga.
Untuk mengidentifikasi angulus sternalis ini pertama-tama letakan jari pada suprasternal
notch, kemudian gerakan jari ke kaudal kira-kira 5 cm untuk mendapatkan angulus tersebut
yang merupakan penonjolan (sudut) yang di bentuk oleh manubrium sterni dan korpus sterni.
Dengan menggerakan jari kearah lateral akan didapatkan perlengketan sela iga ke II pada
sternum. Selanjutnya dengan menggunakan 2 jari dapat dihitung sela iga satu per satu dengan
arah oblique. Pada perempuan untuk menghitung sela iga maka payudara harus disingkirkan
ke arah lateral. Perhatikan bahwa tujuh rawan iga pertama melekat pada sternum sedangkan
rawan iga ke 8, 9, dan 10 melekat pada rawan iga yang berada di atasnya. Iga ke XI dan XII
yang merupakan iga melayang bagian anteriornya tidak mengadakan perlekatan.
b. Tehnik Pemeriksaan
Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi berbaring
telentang, sedangkan pemeriksaan. Pakaian pasien diatur sedemikian rupa sehingga seluruh
dada dapat diperiksa. Pada perempuan pada saat memeriksa dada dan paru belakang maka
bagian depan ditutup.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis paru maka dilakukan pengamatan awal untuk
mengetahui adanya kelainan.
Setelah melakukan pengamatan awal, dilakukan pemeriksaan fisis paru yang terdiri
dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi. Inspeksi dapat dilakukan untuk mengetahui lesi pada dinding dada, kelainan
bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.
1. Kelainan dinding dada. Parut bekas operasi, pelebaran vena superfisial akibat
bendungan vena, spider nevi, ginekomastia, retraksi otot-otot interkostal
2. Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih
besar dari antero-posterior. Kelainan dada yang bisa didapatkan :
- Dada paralitikum (dada kecil, diameter sagital pendek, sela iga sempit, iga miring
angulus costae <90%, terdapat pada pasien malnutrisi)
- Dada emfisema/barrel-shape (dada mengembung, diameter anteroposterior lebih
besar, tulang punggung melengkung), terdapat pada pasien bronkitis kronis, PPOK.
- Kifosis (kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan kearah anterior.
- Skoliosis : kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral.
- Pectus excavatum : dada dengan tulang sternum mencekung kedalam.
- Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) : dada dengan sternum menonjol
kedepan.
.
3. Frekuensi pernapasan. Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali/menit. Pernapasan yang
kurang dari 14 kali/menit disebut bradipnea, sedangkan pernapasa yang ebih dari 20
kali/menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia, asidosis.
4. Jenis pernapasan.
- Torakal, misalnya pada pasien tumor abdomen
- Abdominal, misalnya pasien PPOK
- Kombinasi. Umumnya pada perempuan sehat pernapasan torako-abdominal,
sedangkan pada laki-laki abdomino-torakal
5. Pola pernapasan.
- Pernapasan normal (irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai
dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.
- Takipnea ( napas cepat dan dangkal)
- Hiperpnea/hiperventilasi 9 napas cepat dan dalam )
- Bradipnea (napas yang lambat)
- Pernapasan Cheyne stoke (irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode
apnea , kemudian disusul periode hiperpnea). Siklus ini terjadi berulang-ulang
- Pernapasan Biot (jenis pernapasan yang tidak teratur baik pada dalam hal frekuensi
maupun amplitudonya)
- Sighing respiration (pola pernapasa n normal yang diselingi oleh tarikan napas yang
dalam)
Palpasi. Palpasi pada dinding dada dapat dilakukan baik secara statis dan dinamis.
1. Palpasi dalam keadaan statis.
- Pemeriksaan KGB
- Pemeriksaan untuk menetukan posisi mediastinum (pemeriksaan trakea dan apeks
jantung)
- Pemeriksaan palpasi selanjutnya ke daerah dada depan dengan jari tangan untuk
mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding
dada, krepitasi.
2. Palpasi dalam keadaan dinamis.
- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama
mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal. Pengembangan paru
bagian atas dilakukan dengan mengamati kedua klavikula.
- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukakan denga cara meletakakan
kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih
jelas. Rasakan dengan teliti getaran suara yang ditimbulkan, pemriksaan ini disebut
dengan fremitus taktil. Hasil fremitus ini dilaporkan sebagai normal, melemah atau
mengeras. Fremitus yang melemah dilaporkan pada penyakit empiema, hidrotoraks,
atelektasis.
Perkusi. Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada
dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding dada
sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi. Bagian tengah falang medial tangan
kiri tersebut kemudian diketuk dengan menggunakan ujung jari tengah kanan, dengan
sendi tangan sebagai penggerak. Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketukan yang
terdengar dapat bermacam-macam, yaitu:
- Sonor (resonan): terjadi bila udara dalam paru cukup banyak,terdapat pada paru yang
normal.
- Hipersonor : terjadi bila udara didalam paru menjadi lebih banyak, misalnya pada
emfisema paru, pneumothoraks.
- Redup : bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara, misalnya adanya
infiltrat, efusi pleura sedang.
- Pekak : terdapat pada jaringan yang tidak mengandung udara didalamnya.
- Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara didalam
lambung.
Perkusi untuk menetukan batas paru-hati dan paru-lambung. Untuk menentukan
batas paru-hati dilakukan perkusi sepanjang garis midklavikula kanan sampai didapatkan
adanya perubahan bunyi dari sonor ke redup. Perubahan ini menunjukkan batas antara
paru dan hati. Tentukan batas tersebut dengan menghitung dimulai dari sela iga ke II
kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke VI. Setelah itu menentukan
peranjakan paru, pasien diminta untuk menarik napas dalam kemudian ditahan,
sementarai itu dilakukan perkusi pada kedua jari tersebut. Dalam keadaan normal
hasilnya akan terjadi perubahan bunyi yaitu dari redup kemudian menjadi sonor. Dalam
keadaan normal didapatkan peranjakan sebesar 2 jari.
Untuk menetukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang garis aksilaris
anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani. Biasanya
didapatkan setinggi sela iga ke VIII.
Pada paru belakang dilakukan juga pemeriksaan perbandingan secara zigzag.
Selanjutnya untuk menetukan batas paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan
dengan pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapula kanan dan kiri. Dalam kedaan
normal didapatkan hasil perkusi yang sonor dikedua lapang paru.
Auskultasi. Pemeriksaan auskultasi meliputi pemeriksaan suara napas pokok. Suara
napas pokok yang normal terdiri dari :
- Vesikular : suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah, dimana fase
inspirasi langsung didikiti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda.
- Bronkovesikular : suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang,
dimana fase ekpirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi.
- Bronkial : suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase
ekspirasi menjadi lebih panjang daripada fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.
- Trakeal : suara napas keras dan kasar, dapat didengarkan di daerah trakea.
- Amforik : suara napas yang didaatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya
perifer dan berhubungan dengan bronkus.
Suara napas tambahan terdiri dari :
- Ronki basah : suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, dan biasanya
terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas.
- Ronki kering : suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang
relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit,
misalnya adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya
tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada pasien asma.
- Bunyi gesekan pleura : terjadi karena pleura parietal dan viseral yang meradang
saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir
inspirasi dan awal ekspirasi.
- Hippocrates succussion : biasanya didaptkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.
- Pneumotoraks click : bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi
jantung, bila didapatkan adanya udara diantara kedua lapisan pleura yang
menyelimuti jantung.
BUNYI HANTARAN SUARA
Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya bising napas
bronkovesikular atau bronkial, maka pemeriksaan dilanjutkan untuk menilai hantaran
bunyi suara. Stetoskop diletakan pada dinding dada secara simetris, kemudian diminta
untuk mengucapkan sembilan puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara yang
dihantarkan ke dinding dada akan terdengar tidak jelas.
Pasien diminta juga untuk mengucapkan ‘ee’ diamana dalam keadaan normal
akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara ‘ee’ terdengar sebagai ‘ay’ maka
perubahan ‘E’ menjadi ‘A’ ini disebut egofoni, misalnya pada pneumonia. Pasien
kemudian diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata 99. Dalam keadaan normal
suara berbisik itu terdengar halus dan tidak jelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi
semakin jelas dan keras disebut whisperes pectorilocquy.