Pembuatan Sel Surya Silikon

33
Pembuatan Sel Surya Silikon : Sang Primadona Ketika trio Bell Laboratories, Chapin, Fuller dan Pearson, menemukan sebuah fenomena p-n junction yang dapat mengubah radiasi sinar matahari menjadi tenaga listrik pertama kalinya pada tahun 1954, material yang dipergunakan berupa silikon (Si). Sayangnya fenomena yang mereka sebut sebagai ‘photocell’ kala itu masih belum menarik banyak perhatian kalangan peneliti untuk dijadikan sebuah mata kajian serius. Dugaan penulis pribadi ialah karena saat itu booming penelitian dalam bidang fisika zat padat (solid state physics) atau zat mampat (condensed matter) tengah mewabah. Ditambah lagi dengan semakin terbukanya teknologi semikonduktor dan teknologi vakum membuka industrialisasi besar-besaran produk elektronika terutama untuk kalangan rumah tangga pada era 1950-1960-an. Minimnya perhatian pada fenomena photocell berlangsung hingga hampir 20 tahun lamanya sampai meletusnya krisis minyak bumi selama pecahnya perang Arab-Israel di awal tahun 1970-an akibat embargo minyak oleh negara Arab terhadap dunia Barat. Tersentaknya dunia atas krisis minyak tersebut berimbas pada kebijakan mencari sumber-sumber energi baru selain bersandar pada minyak bumi/energi fosil di mana ‘photocell’ menjadi salah satu sumber energi baru yang dilirik. Nama photocell yang kemudian berubah menjadi solar cell/sel surya dengan sangat cepat menjadi salah satu topik utama penelitian di bidang energi baru dan terbaharukan. Hal ini sangat jelas beralasan pada kemampuannya mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik secara langsung dan mudah serta sangat menjanjikan. Yang sama pentingnya ialah, munculnya topik penelitian di bidang ini telah berhasil menyadarkan masyarakat pada masa itu bahwa energi matahari memiliki potensi yang selama ini belum teroptimalkan dalam memenuhi kebutuhan energi dunia. Sel surya dengan berbahan baku silikon hingga saat ini masih merupakan jenis sel surya yang paling banyak diteliti, dikembangkan serta dipasarkan. Selain dilatarbelakangi oleh

description

Ade gantengkjzcxkznclknkcxnckxcxzcnzlknckncklznlkcnklnznczknkznckdnskf ZhdfisfdsfhIEFjdbfsdjf

Transcript of Pembuatan Sel Surya Silikon

Page 1: Pembuatan Sel Surya Silikon

Pembuatan Sel Surya Silikon : Sang PrimadonaKetika trio Bell Laboratories, Chapin, Fuller dan Pearson, menemukan sebuah fenomena p-n-

  junction yang dapat mengubah radiasi sinar matahari menjadi tenaga listrik pertama kalinya

pada tahun 1954, material yang dipergunakan berupa silikon (Si). Sayangnya fenomena yang

mereka sebut sebagai ‘photocell’ kala itu masih belum menarik banyak perhatian kalangan

peneliti untuk dijadikan sebuah mata kajian serius. Dugaan penulis pribadi ialah karena saat

itu booming penelitian dalam bidang fisika zat padat (solid state physics) atau zat mampat

(condensed matter) tengah mewabah. Ditambah lagi dengan semakin terbukanya teknologi

semikonduktor dan teknologi vakum membuka industrialisasi besar-besaran produk

elektronika terutama untuk kalangan rumah tangga pada era 1950-1960-an.

Minimnya perhatian pada fenomena photocell berlangsung hingga hampir 20 tahun lamanya

sampai meletusnya krisis minyak bumi selama pecahnya perang Arab-Israel di awal tahun

1970-an akibat embargo minyak oleh negara Arab terhadap dunia Barat.

Tersentaknya dunia atas krisis minyak tersebut berimbas pada kebijakan mencari sumber-

sumber energi baru selain bersandar pada minyak bumi/energi fosil di mana ‘photocell’

menjadi salah satu sumber energi baru yang dilirik. Nama photocell yang kemudian berubah

menjadi solar cell/sel surya dengan sangat cepat menjadi salah satu topik utama penelitian di

bidang energi baru dan terbaharukan. Hal ini sangat jelas beralasan pada kemampuannya

mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik secara langsung dan mudah serta

sangat menjanjikan. Yang sama pentingnya ialah, munculnya topik penelitian di bidang ini

telah berhasil menyadarkan masyarakat pada masa itu bahwa energi matahari memiliki

potensi yang selama ini belum teroptimalkan dalam memenuhi kebutuhan energi dunia.

Sel surya dengan berbahan baku silikon hingga saat ini masih merupakan jenis sel surya yang

paling banyak diteliti, dikembangkan serta dipasarkan. Selain dilatarbelakangi oleh

penemuan pertama sel surya, mapannya pengetahuan akan silikon, terbuktinya kehandalan

silikon dalam aplikasi sel surya, dan jumlah cadangan silikon di perut bumi berupa pasir

silica yang berlimpah menjadi beberapa bahan pertimbangan utama. Belum ditambah oleh

dukungan infrastruktur industri semikonduktor yang memang mengambil material silikon

sebagai bahan dasar utama produk elektronika yakni microchip atau microprocessor.

Mantapnya silikon sebagai sel surya yang paling banyak diproduksi patut berterima kasih

pada dukungan industri semikonduktor tersebut. Pada masa-masa awal industrialisasi sel

surya, silikon sebagai bahan dasar sel surya merupakan bahan buangan dari industri

semikonduktor. Silikon yang tidak terpakai pada industri semikonduktor dikarenakan, misal,

kadar kemurnian silikon yang rendah, dipakai pada industri sel surya yang memang tidak

terlalu membutuhkan material silikon dengan kemurnian yang sangat tinggi. Baru pada

Page 2: Pembuatan Sel Surya Silikon

beberapa tahun belakangan inilah beberapa pabrik pemurnian silikon mulai memproduksi

bahan material silikon khusus untuk aplikasi sel surya dengan berkaca pada pesatnya

produksi sel surya silikon di dunia saat itu, maupun proyeksi pemasaran sel surya di masa

depan. Saat ini, sel surya jenis silikon menempati pangsa pasar sekitar 82-85% pasar sel surya

dunia.

Sebagaimana disinggung di atas, sel surya pertama memanfaatkan p-n junction silikon, yang

menjadi cara kerja fundamental sel surya jenis apapun. Silikon jenis p (p-type) disambung

dengan silikon jenis n (n-type) menghasilkan sambunagn p-n. p-type ini maksudnya silikon

dengan kelebian muatan positif (surplus hole) dan n-type merupakan material silikon

berkelebihan muatan negatif (surplus elektron). Adanya sambungan p-n ini memungkinkan

kedua muatan positif (hole) maupun negatif (elektron) dapat berpindah dan mengalir ke arah

yang berlawanan. Jika kedua ujung sambungan p-n ini dihubungkan dengan sebuah rangkaian

listrik, maka elektron dan hole dapat mengalir ke rangkaian. Sinar mataharilah (photon) yang

menggerakkan elektron dan hole tersebut menuju rangkaian tadi. (Mekanisme sel surya ini

disederhanakan demikian saja,  mekanisme sel surya yang lebih detail ditulis pada

artikelMelihat prinsip kerja sel surya lebih dekat (Bagian   Pertama).  Gambar dibawah ini

merupakan struktur komponen dasar sel surya pada umumnya. Penulis mendapatkannya

pada link berikut.

Proses pembuatan sel surya silikon ini terbilang paling sederhana diantara semua jenis sel

surya. Meski merupakan sebuah proses dalam dunia semikonduktor yang identik dengan

proses high-tech, namun jika mencermati proses pembuatan sel surya secara lebih detil, kesan

tersebut berangsur-angsur hilang. Penulis kebetulan pernah mengunjungi sebuah pabrik –

tepatnya sebuah industri kecil-menengah- yang memproduksi sel surya di sebuah kota

industri di Korea Selatan; dari pembuatan silikon n type hingga enkapsulasi sel surya yang

siap dijual. Tidak terlampau rumit mengerjakannya, meski perlu disadari bahwa industri ini

membutuhkan investasi yang tidak kecil.

Tahapan umum pembuatan sel surya silikon :

1. Pemesanan dan spesifikasi silikon wafer yang dibutuhkan.

Page 3: Pembuatan Sel Surya Silikon

Pembuatan sel surya silikon ini bermula dari pemesanan silikon khusus untuk

aplikasi sel surya yang dikenal sebagai “Cz-Si wafers (Czochralski Silicon wafers) di

mana Cz merupakan proses utama pembuatan silikon wafer dari bijih silikon. Yang

disebut dengan khusus ialah silikon wafer ini telah dimodifikasi menjadi silikon p-

type dari pabrikan. Silikon wafer untuk sel surya ini berbentuk bujur sangkar

dengan sudut yang diratakan, sebagaimana ditunjukkan pada di bawah. Dimensi

silikon wafer ini ialah 10-15 cm dengan ketebalan antara 200-350 micron (0.2-0.35

mm).

2. Pembersihan permukaan silikon wafer.

Silikon wafer yang dipesan ini memiliki tipikal permukaan yang sangat kasar akibat

pemotongan atau pengerjaan selama di pabrik pembuatan wafer. Untuk itu,

permukaan silikon di etch (dikikis) dengan menggunakan larutan asam atau basa.

Cukup dengan merendam silikon wafer ke dalam larutan tersebut, maka permukaan

silikon wafer kira-kira sedalam 10 mikron akan terkikis secara merata.

3. Teksturisasi permukaan silikon wafer.

Agar silikon wafer yang dipergunakan dapat secara optimal menyerap sinar

matahari, pada umumnya permukaan silikon diberi perlakuan khusus berupa

teksturisasi dengan menggunakan larutan basa NaOH atau KOH dengan

konsentrasi, temperatur maupun lama perlakuan tertentu. Dengan mencelupkan

Page 4: Pembuatan Sel Surya Silikon

wafer ke dalam laruan tersebut, permukaan silikon menjadi kasar dengan tekstur

menyerupai piramida. Tekstur wafer seperti piramida ini dapat mengurangi

pemantulan sinar matahri yang dating serta meningkatkan penyerapan sinar

matahari oleh permukaan wafer.

4. Difusi fosfor dan pembuatan lapisan n-type silikon.

Fosfor dikenal luas sebagai elemen tambahan (dopant) untuk membuat

semikonduktor silikon berjenis n atau silikon n-type. Setelah proses teksturisasi,

silikon wafer ini dimasukkan ke dalam dapur pemanas bertemperatur tinggi yang

dilengkapi dengan larutan POCl3 sebagai sumber fosfor. Dengan meniupkan gas

inert nitrogen ke dalam larutan, maka uap fosfor akan keluar dan dapat dialirkan ke

dalam dapur. Suhu di dalam furnace dijaga sekitar 900-9500C sehingga uap fosfor

tersebut dapat berdifusi masuk ke dalam silikon melalui sisi sisi

permukaannya. Proses difusi biasanya dihentikan setelah 10-15 menit hinga

terbentuknya lapisan silikon n-type di permukaan silikon dengan ketebalan lapisan

sekitar 10-20 micron. Lapisan n-type ini berfungsi sebagai pelengkap sambungan p-

n pada struktur sel surya dan lapisan konduktif yang mengalirkan elektron ke

rangkaian listrik.

5. Penghilangan lapisan silikon n-type pada bagian sisi wafer.

Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4, lapisan silikon n-type terdapat pula di

bagian sisi wafer yang bila ini terjadi maka ia dapat menghubungkan dua

permukaan wafer. Untuk itu lapisan silikon n-type di sisi wafer perlu dihilangkan

dengan memotong lapisan tersebut atau yang lebih presisi ialah dengan

menggunakan plasma yang mengikis habis lapisan silikon n-type ini.

Page 5: Pembuatan Sel Surya Silikon

6. Pembuatan lapisan anti-refleksi.

Selain teksturisasi untuk memaksimumkan penyerapan sinar matahari, maka

penggunaan lapisan anti-refleksi (anti-reflection coating/ARC) di atas lapisan

silikon n-type. Lapisan ARC ini merupakan lapisan transparan/tembus cahaya yang

dapat meneruskan sinar matahari yang jatuh di permukaan wafer namun tidak

memantulkannya. Indeks refraksi lapisan ARC yang besar ini-lah yang

menyebabkan ia tidak memantulkan sinar matahari. Material untuk ARC ini

biasanya ialah TiO2 /titanium dioksida atau Magnesium Fluorida (MgF2). Teknik

pembuatannya dapat memanfaatkan teknik penguapan kimia (chemical vapor

deposition/CVD) yang mereaksikan uap senyawaan titanium atau magnesium

organik yang dicampur dengan uap air pada suhu yang relatif rendah yakni 2000C.

7. Metalisasi.

Agar dapat dihubungkan dengan kabel, silikon diberi lapisan metal yang konduktif

sehingga dapat mengalirkan elektron/hole dari sel surya. Logam yang cocok untuk

bertuas sebagai konduktor ini ialah Ag (perak). Ia memiliki sifat konduktifitas yang

tinggi, memiliki daya rekat ke silikon wafer yang sangat baik serta berdaya tahan

tinggi. Perak yang dipasang di silikon wafer sangat tipis dan pemasangannya

menggunakan metode screen printing. Pasta larutan perak dioleskan di atas sebuah

pola dengan bagian bagin tertentu yang memungkinkan pasta larutan perak

mengisi permukaan wafer. Setelah selesai dioleskan di atas wafer, dengan

pemanasan dan pengeringan 100-2000C, pasta akan mengering. Proses metalisasi

ini dikerjakan pula di bagian belakang silikon wafer.

Page 6: Pembuatan Sel Surya Silikon

8. Pemanasan (co-firing).

Pemanasan pada suhu yang tinggi diperlukan untuk memantapkan lapisan metal

konduktif karena masih terdapatnya residu/bahan bahan sisa organik selama

pengeringan pada suhu rendah. Pada pemasan yang lebih tinggi, perak sebagai

komponen konduktif menjadi semakin padat dan mampu mempenetrasi lapisan ARC

dan akhirnya menyentuh lapisan silikon n-type tanpa merusak lapisan ARC sendiri.

HIngga tahap ini, komponen sel surya sudah secara utuh terbuat.

9. Pengujian dan pemilihan sel.

Ini ialah tahap akhir dari pembuatan sel surya yakni menguji sel dan memeriksa

efisiensi sel maupun akititas quality control lainnya.

10. Enkapsulasi dan pembuatan modul sel.

Sebagaimana disebutkan di awal, sel surya hanya berukuran 10×10 atau 15×15

cm. Agar sel dapat dipergunakan, dan menghasilkan daya yang bias dipasarkan, sel

dirangkai menjadi sebuah modul yang lebih besar dan tersusun atas 20-30 sel.

Dalam tahap ini, proses enkapsulasi modul dengan kaca/plastik dan pemasangan

frame aluminum dikerjakan hingga siap untuk dipakai (lihat gambar modul surya di

bawah). Tanpa enkapsulasi yang berfungsi pula sebagai pelindung sel surya

terhadap lingkungan luar, sel atau modul tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Page 7: Pembuatan Sel Surya Silikon

Sebagai penutup. Tulisan ini salah satunya saya tujukan untuk mengetahui secara

umum bagaimana proses pembuatan sel surya jenis silikon yang paling banyak

dijual di pasaran. Dan juga, atas banyaknya pertanyaan seputar bagaimana

investasi untuk membuat sel surya silikon sendiri di Indonesia. Diharapkan, ada

semacam gambaran umum mengenai kerumitan -atau justru kesederhanaan- proses

pembuatan sel surya silikon sehingga menjawab pertanyaan apakah sel surya

silikon dapat diproduksi sendiri di Indonesia, sebuah respon terhadap berita di

Kompas yang penulis kutip di Blog ini.

Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sebenarnya sangat

luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun. Jumlah energi sebesar itu setara

dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup

0,1% saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10% sudah mampu

untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini. Perkembangan yang pesat dari industri

sel surya (solar sel) di mana pada tahun 2004 telah menyentuh level 1000 MW membuat banyak

kalangan semakin melirik sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan ini. 

Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi

sebesar 69% dari total energi pancaran matahari [1]. Suplai energi surya dari sinar matahari yang

diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 10 joule pertahun,

energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt [1]. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali

konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0.1% saja

permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10% sudah mampu untuk

menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini [2].

Cara kerja sel surya adalah dengan memanfaatkan teori cahaya sebagai partikel. Sebagaimana

diketahui bahwa cahaya baik yang tampak maupun yang tidak tampak memiliki dua buah sifat

Page 8: Pembuatan Sel Surya Silikon

yaitu dapat sebagai gelombang dan dapat sebagai partikel yang disebut dengan photon.

Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi yang dipancarkan

oleh sebuah cahaya dengan panjang gelombang dan frekuensi photon V dirumuskan dengan

persamaan: 

E = h.c/λ

Dengan h adalah konstanta Plancks (6.62 x 10-34 J.s) dan c adalah kecepatan cahaya dalam vakum

(3.00 x 108 m/s). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa photon dapat dilihat sebagai sebuah

partikel energi atau sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu [3].

Dengan menggunakan sebuah divais semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas dan

terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, cahaya yang datang akan mampu dirubah menjadi energi

listrik.

Hingga saat ini terdapat beberapa jenis solar sel yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti

untuk mendapatkan divais solar sel yang memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk mendapatkan

divais solar sel yang murah dan mudah dalam pembuatannya. 

Tipe pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah jenis wafer (berlapis) silikon

kristal tunggal. Tipe ini dalam perkembangannya mampu menghasilkan efisiensi yang sangat

tinggi. Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengembangan silikon kristal tunggal untuk dapat

diproduksi secara komersial adalah harga yang sangat tinggi sehingga membuat solar sel panel

yang dihasilkan menjadi tidak efisien sebagai sumber energi alternatif. Sebagian besar silikon

kristal tunggal komersial memiliki efisiensi pada kisaran 16-17%, bahkan silikon solar sel hasil

produksi SunPower memiliki efisiensi hingga 20%[www.sunpowercorp.com]. Bersama perusahaan

Shell Solar, SunPower menjadi perusahaan yang menguasai pasar silikon kristal tunggal untuk

solar sel. 

Jenis solar sel yang kedua adalah tipe wafer silikon poli kristal. Saat ini, hampir sebagian besar

panel solar sel yang beredar di pasar komersial berasal dari screen printing jenis silikon poli cristal

ini. Wafer silikon poli kristal dibuat dengan cara membuat lapisan lapisan tipis dari batang silikon

dengan metode wire-sawing. Masing-masing lapisan memiliki ketebalan sekitar 250350

micrometer. Jenis solar sel tipe ini memiliki harga pembuatan yang lebih murah meskipun tingkat

efisiensinya lebih rendah jika dibandingkan dengan silikon kristal tunggal. Perusahaan yang aktif

memproduksi tipe solar sel ini adalah GT Solar, BP, Sharp, dan Kyocera Solar. 

Kedua jenis silikon wafer di atas dikenal sabagai generasi pertama dari solar sel yang memiliki

ketebalan pada kisaran 180 hingga 240 mikro meter. Penelitian yang lebih dulu dan telah lama

dilakukan oleh para peneliti menjadikan solar sel berbasis silikon ini telah menjadi teknologi yang

berkembang dan banyak dikuasai oleh peneliti maupun dunia industri. Divais solar sel ini dalam

perkembangannya telah mampu mencapai usia aktif mencapai 25 tahun [1]. Modifikasi untuk

membuat lebih rendah biaya pembuatan juga dilakukan dengan membuat pita silikon (ribbon si)

yaitu dengan membuat lapisan dari cairan silikon dan membentuknya dalam struktur multi kristal.

Meskipun tipe sel surya pita silikon ini memiliki efisiensi yang lebih rendah (13-15%), tetapi biaya

produksinya bisa lebih dihemat mengingat silikon yang terbuang dengan menggunakan cairan

silikon akan lebih sedikit.

Page 9: Pembuatan Sel Surya Silikon

Generasi kedua solar sel adalah solar sel tipe lapisan tipis (thin film). Ide pembuatan jenis solar sel

lapisan tipis adalah untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel mengingat tipe ini hanya

menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon jika dibandingkan dengan bahan baku untuk

tipe silikon wafer. Dengan penghematan yang tinggi pada bahun baku seperti itu membuat harga

per KwH energi yang dibangkitkan menjadi bisa lebih murah. 

Metode yang paling sering dipakai dalam pembuatan silikon jenis lapisan tipis ini adalah dengan

PECVD dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang dibuat dengan metode ini menghasilkan silikon

yang tidak memiliki arah orientasi kristal atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non

kristal). Selain menggunakan material dari silikon, solar sel lapisan tipis juga dibuat dari bahan

semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd Te)

dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS). 

Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar

19,5% yang berasal dari solar sel CIGS [5]. Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan

tipis adalah semikonduktor sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur

sehingga menghasilkan divais solar sel yang fleksibel. Kedua generasi dari solar sel ini masih

mendominasi pasaran solar sel di seluruh dunia dengan silikon kristal tunggal dan multi kristal

memiliki lebih dari 84% solar sel yang ada dipasaran (lihat Gambar 1) [4].

Gambar 1. Sebaran jenis solar sel yang berada di pasar komersial yang masih

didominasi oleh solar sel generasi pertama (World market 2001 by Technology).

Penelitian agar harga solar sel menjadi lebih murah selanjutnya memunculkan generasi ketiga dari

jenis solar sel ini yaitu tipe solar sel polimer atau disebut juga dengan solar sel organik dan tipe

solar sel foto elektrokimia. Solar sel organik dibuat dari bahan semikonduktor organik

seperti polyphenylene vinylene dan fullerene. 

Berbeda dengan tipe solar sel generasi pertama dan kedua yang menjadikan pembangkitan

pasangan electron dan hole dengan datangnya photon dari sinar matahari sebagai proses

utamanya, pada solar sel generasi ketiga ini photon yang datang tidak harus menghasilkan

pasangan muatan tersebut melainkan membangkitkan exciton. Exciton  inilah yang kemudian

Page 10: Pembuatan Sel Surya Silikon

berdifusi pada dua permukaan bahan konduktor (yang biasanya di rekatkan dengan organik

semikonduktor berada di antara dua keping konduktor) untuk menghasilkan pasangan muatan dan

akhirnya menghasilkan efek arus foto (photocurrent) [5-6]. 

Tipe solar sel photokimia merupakan jenis solar sel exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel

nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam sebuah perendam (dye). Jenis ini

pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Graetzel pada tahun 1991 sehingga jenis solar sel ini

sering juga disebut dengan Graetzel sel atau dye-sensitized solar cells (DSSC) [2]. 

Graetzel sel ini dilengkapi dengan pasangan redok yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa

berupa padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini memungkinkan bahan baku

pembuat Graetzel sel lebih fleksibel dan bisa dibuat dengan metode yang sangat sederhana

seperti screen printing. Meskipun solar sel generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam

hal efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini akan mampu memberi

pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat hargan dan proses pembuatannya yang

sangat murah.

Pertumbuhan teknologi sel surya di dunia memang menunjukkan harapan akan solar sel yang

murah dengan memiliki efisiensi yang tinggi. Sayangnya sangat sedikit peneliti di Indonesia yang

terlibat dengan hiruk pikuk perkembangan tentang teknologi sel surya ini. Sudah seharusnya

pemerintah secara jeli melihat potensi masa depan Indonesia yang kaya akan sinar matahari ini

dengan mendorong secara nyata penelitian di bidang energi surya ini.

Masalah energi tampaknya akan tetap menjadi topik yang hangat sepanjang peradaban umat

manusia. Upaya mencari sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil masih tetap

ramai dibicarakan. Ada beberapa energi alam sebagai energi alternatif yang bersih, tidak

berpolusi, aman dan dengan persediaan yang tidak terbatas. Di antaranya adalah energi surya,

angin, gelombang dan perbedaan suhu air laut. Di masa yang akan datang, dengan adanya

kebutuhan energi yang makin besar, penggunaan sumber energi listrik yang beragam tampaknya

tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, pengkajian terhadap berbagai sumber energi baru tidak akan

pernah menjadi langkah yang sia-sia. Tulisan ini akan membahas perkembangan teknologi sel

surya dewasa ini sebagai komponen utama untuk pembangkit listrik tenaga matahari dan

prospeknya di masa depan dengan penekanan pada material pembentukan sel surya itu sendiri.

Fotovoltaik dan permasalahannya

Teknologi fotovoltaik yang mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi energi listrik dengan

menggunakan divais semikonduktor yang disebut sel surya (solar cells) merupakan salah satu

pilihan yang menarik. Apalagi buat Indonesia yang terletak di katulistiwa dan terdiri dari banyak

kepuluan dan pegunungan yang menyulitkan penyebaran jaringan transmisi listrik. Secara umum

listrik tenaga surya ini sudah dapat diterima sebagai sumber energi alternatif. Persoalan yang ada

sekarang adalah harganya yang masih mahal dibandingkan dengan listrik yang dibangkitkan

dengan sumber energi lain, sehingga penggunaannya sekarang terbatas hanya dalam skala kecil

seperti pada barang-barang elektronik dan juga digunakan sebagai pembangkit listrik pada

daerah-daerah yang masih sulit dijangkau oleh jaringan listrik. Usaha untuk menurunkan harga

panel sel surya dapat dilakukan dengan menaikkan efisiensi (konversi) dari sel tersebut yaitu

parameter yang menyatakan prosentase dari besarnya energi listrik yang bisa dihasilkan oleh sel

surya dibandingkan dengan besarnya energi cahaya yang diterima. Usaha lain adalah perlunya

Page 11: Pembuatan Sel Surya Silikon

kampanye penggunaan secara massal dari sel surya ini untuk dapat meningkatkan volume

produksinya. Dengan menaikkan efisiensi dari sel surya, disamping menurunkan harga

pembuatannya, juga akan memperkecil luas permukaan modulnya untuk daya keluaran yang

sama, sehingga lebih menghemat tempat.

Teknologi Silikon dan GaAs

Pada prinsipnya, sel surya adalah identik dengan piranti semikonduktor dioda. Hanya saja dewasa

ini strukturnya menjadi sedikit lebih rumit karena perancangannya yang lebih cermat untuk

meningkatkan efisiensinya. Untuk penggunaan secara luas dalam bentuk arus bolak-balik, masih

diperlukan peralatan tambahan seperti inventer, baterei penyimpanan dan lain-lain. Kemajuan dari

penelitian akan material semikonduktor sebagai bahan inti sel surya, telah menjadi faktor kunci

bagi pengembangan teknologi ini. Dalam teknologi sel surya, terdapat berbagai pilihan

penggunaan material intinya. Kristal tunggal silikon sebagai pioner dari sel surya memang masih

menjadi pilihan sekarang karena teknologinya yang sudah mapan sehingga bisa mencapai efisiensi

lebih dari 20 ntuk skala riset. Sedangkan modul/panel sel surya kristal silikon yang sudah

diproduksi berefisiensi sekitar 12 Namun demikian, penggunaan material ini dalam bentuk

lempengan (waver) masih digolongkan mahal dan juga volume produksi lempeng silikon tidak

dapat mencukupi kebutuhan pasar bila terjadi penggunaan sel surya ini secara massal. Sehingga

untuk penggunaan secara besar-besaran harus dilakukan uasaha untuk mempertipis lapisan

silikonnya dari ketebalan sekarang yang mencapai ratusan mikron.

Material yang berifisiensi tinggi lainnya adalah dari paduan golongan unsur III-V GaAs dan InP.

Walaupun secara teoritik efisiensinya bisa mencapai 35tetapi sulitnya menumbuhkan kristal

tunggal berkualitas tinggi dari material-material di atas menyebabkan harganya tergolong sangat

mahal sehingga penggunaannya masih terbatas, terutama hanya untuk penggunaan di angkasa

luar. Ini ditunjang lagi oleh sifat material tersebut yang tahan terhadap radiasi-radiasi di angkasa

luar. Material golongan ini memang tidak dipertimbangkan untuk digunakan secara massal. Usaha

yang sedang diupayakan sekarang untuk menekan sedikit harga pembuatannya adalah

menumbuhkan lapisan GaAs di atas lempeng silikon. Namun, penggabungan dari dua material

dengan struktur berbeda ini menyebabkan timbulnya strain pada lapisan antarmukanya sehingga

menurunkan efisiensi.

Sel surya film tipis

Pilihan yang paling diharapkan saat ini untuk dapat diproduksi secara massal dengan harga yang

murah adalah sel surya yang terbuat dari film tipis (Thin film solar cells). Di antaranya ada tiga

material yang sedang dikembangkan secara intensif yaitu CuInSe2 (atau paduannya seperti CuIns2

atau CuInGaSe2 ), CdTe dan silikon amorf. Dengan tingkat efisiensi sekitar 10sel surya film tipis ini

sudah layak untuk diproduksi massal dengan harga yang dapat bersaing dengan sumber energi

listrik yang lain. Untuk ketiga material di atas hanya dibutuhkan ketebalan sekitar satu mikron

untuk membentuk sel surya yang efisien. Ini disebabkan karena daya serap cahayanya yang besar.

Sel surya film tipis CdTe telah dapat diproduksi dalam bentuk modul percobaan dengan efisiensi

sekitar 10Jadi cukup layak untuk diproduksi dalam bentuk modul percobaan dengan efisiensi

sekitar 10Jadi cukup layak untuk diproduksi secara massal. Persoalannya adalah material ini belum

dapat diterima dengan baik karena mengandung unsur cadmium. Bila rumah yang atapnya

dipasang sel surya CdTe terbakar, unsur cadmium ini akan menimbulkan polusi yang

membahayakan.

Page 12: Pembuatan Sel Surya Silikon

Material CuInSe2 adalah juga diharapkan dapat digunakan secara luas. Material dengan daya

absorpsi cahaya yang besar ini, secara teoritik mempunyai efisiensi 20ahkan lebih. Dalam skala

laboratorium saat ini telah dibuat efisiensi di atas 15Kesulitan dari material yang masih baru ini

adalah sukarnya mengontrol komposisi dari ketiga unsur pembentukannya terutama saat

diproduksi dalam ukuran yang besar secara massal, sehingga masih mengalami kesulitan dalam

memproduksi modul dengan kualitas yang sama. Mencari proses pembuatan yang murah dan

layak untuk produksi massal adalah masalah yang menjadi pusat perhatian untuk material

golongan ini.

Yang terakhir adalah silikon amorf. Material ini juga dikenal sebagai bahan dasar pembuatan flat

panel display untuk layar komputer atau televisi portabel. Ini dimungkinkan karena material ini

bisa ditumbuhkan dalam ukuran besar dengan lebar lebih dari satu meter. Film tipis silikon amorf

biasanya dibuat dengan menguraikan gas monosilane (SiH4 ) dalam plasma yang dibangkitkan

oleh penguat frekuensi radio (glow discharge) pada suhu yang relatif rendah (250o C). Material ini

tergolong yang paling murah di antara semua sel surya film tipis. Secara teoritik, dapat

menghasilkan efisiensi sekitar 15-16Kelemahannya adalah adanya degrasi/penurunan efisiensi

sekitar 30ari harga awal, saat pertama kali disinari walaupun pada akhirnya menjadi stabil (efek

Staebler Wronski). Panel sel surya dengan efisiensi (setelah terdegradasi) 10udah berhasil dibuat.

Walaupun nilai efisiensi tersebut sudah masuk kategori layak produksi, usaha untuk

menyempurnakan proses pembuatannya masih terus berlangsung guna menekan serendah

mungkin harga jualnya.

Ada dua hal lain yang juga sering dipertanyakan orang terhadap sel surya. Yang pertama adalah

polusi. Meskipun saat menggunakannya, sel surya tidak menyebabkan polusi tapi saat

pembuatannya (seperti industri semikonduktor lainnya) tetap menimbulkan limbah/polusi. Yang

kedua adalah adanya parameter \x{201C}energy pay-back time\x{201D} yang menyatakan

lamanya waktu yang diperlukan oleh sel surya untuk menghasilkan energi yang sama dengan

energi yang dipakai saat pembuatan sel surya itu sendiri. Terhadap dua hal di atas, sel surya film

tipis silikon amorf ternyata lebih unggul dibandingkan dengan sel surya lainnya.

Sel surya di Jepang

Negara Jepang lewat proyek Sunshine-nya dimana penulis pernah ikut terlibat selama lima tahun,

sangat menaruh minat pada material silikon amorf yang diharapkan dapat digunakan secara

massal oleh penduduknya. Sesuai dengan fleksibilitas dari silikon amorf ini yang dapat

ditumbuhkan pada substrat apa saja, saat ini sedang diteliti penumbuhan material ini di atas

plastik khusus sebagai pengganti kaca sehingga menjadi lebih ringan dan murah. Sewaktu proyek

Shunshine yang disponsori oleh MITI Jepang ini dimulai tahun 1974, harga sel surya adalah lebih

dari 20.000 yen/watt-puncak. Dewasa ini, harganya telah mencapai sekitar 300-400 yen/watt-

puncak. Diharapkan dengan usaha keras pada R&Dnya, harga 100 yen/watt akan dicapai sekitar

tahun 2000. Ini berarti ekivalen dengan harga energi listrik sebesar 10-20 yen/kWh atau sekitar 10-

20 sen dollar/kWh, harga yang bersaing dengan listrik yang dibangkitkan secara konvensional.

Pemerintah Jepang juga sudah mengeluarkan perundangan untuk memungkinkan penjualan

kelebihan listrik yang dihasilkan dari pemakai sel surya ke perusahaan listrik. Jadi buat Jepang

yang memang tidak memiliki sumber enrgi fosil yang mencukupi ini, listrik tenaga surya bukanlah

terbatas pada penggunaan yang khusus di daerah terpencil tapi merencanakan penggunaan

secara massal untuk rumah-tinggal di kota, sekolah dan fasilitas umum lainnya mulai tahun 2000

mendatang. Untuk mendukung hal ini, mulai beberapa tahun yang lalu, pemerintah Jepang

memberikan subsidi sebesar 60ari harga jualnya buat rumah-tinggal yang ingin memasang panel

Page 13: Pembuatan Sel Surya Silikon

sel surya dengan daya keluaran 2-3 kW. Kampanye seperti ini memang bertujuan untuk lebih

memasyarakatkan penggunaan dari sel surya sehingga diharapkan dapat menurunkan harga

pembuatannya karena produksi secara massal. Buat kita di Indonesia, pertimbangan penggunaan

sel surya seharusnya bisa menjadi lebih layak lagi, mengingat negara kita terletak di katulistiwa

yang menerima sinar matahari sepanjang tahun dan juga cukup tersedia lahan untuk

menempatkan panel sel surya bila tidak ingin diletakkan di atap rumah.

Pemilihan material yang tepat untuk produksi sel surya bukanlah suatu harga mati. Ini dikarenakan

adanya karakteristik yang berbeda-beda dari sel surya tersebut. Jadi seperti saat ini ada berbagai

jenis bahan bakar untuk kendaraan bermotor seperti premium, solar dan sebagainya, sel surya pun

nantinya akan menawarkan bermacam-macam jenis di pasaran, bergantung pada spesifikasi

kebutuhan kita masing-masing.

Di Indonesia

Untuk kita di Indonesia, walaupun memang masih ada alternatif energi yang lain, ada baiknya kita

terlibat secepatnya dalam teknologi pembuatan sel surya ini. Sel surya sebagai suatu divais

semikonduktor terkait erat dengan teknologi semikonduktor itu sendiri. Jadi pengembangan

teknologi ini bisa dijalankan bersama-sama dengan pengembangan divais-divais semikonduktor

lainnya untuk aplikasi mikroelektronika. Perbedaan besarnya adalah terletak pada dimensinya,

dimana sel surya harus difabrikasi dalam ukuran sebesar mungkin sedangkan divais

mikroelektronika menuju ke arah pengecilan. Jadi penguasaan teknologi ini akan dengan

sendirinya memudahkan penguasaan teknologi semikonduktor lainnya. Hal ini sejalan dengan

usaha pengembangan industri elektronika di Indonesia.

Secara umum, penggunaan panel photovoltaik oleh pemerintah dikoordinir oleh BPP Teknologi.

Beberapa tempat yang diketahui penulis sedang melakukan aktivitas pembuatan sel surya ini di

Indonesia adalah di Puspitek Serpong, LEN dan ITB. Usaha seperti ini diharapkan bisa menjadi

embrio bagi industri sel surya dalam negeri atau bahkan industri semikonduktor. Partisipasi seperti

ini sangat strategis, selagi teknologi ini belum jenuh dan masih dalam tahap mencari bentuk yang

optimal. Kalau hal ini tidak dilakukan sekarang, dikawatirkan kita bisa menjadi pengimpor sel surya

terbesar dikemudian hari, seperti pengalaman kita untuk bidang teknologi tinggi lainnya.

Sel surya : Struktur & Cara kerjaSel surya atau juga sering disebut fotovoltaik adalah divais yang mampu

mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut

sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya

matahari yang sampai kebumi, walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan

listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem

solar thermal.

Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau sambungan,

dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti dioda, dan

saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika disinari,

umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5 sampai 1

Page 14: Pembuatan Sel Surya Silikon

volt, dan arus short-circuit dalam skala  milliampere per cm2. Besar tegangan dan

arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel surya

disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri dari

28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi

penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara

paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai

dengan daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Gambar dibawah menunjukan

ilustrasi dari modul surya.

Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk

memperbesar total daya output. (Gambar :”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson)

Struktur Sel Surya

Sesuai dengan perkembangan sains&teknologi, jenis-jenis teknologi sel surya pun

berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel surya generasi satu,

dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian penyusun sel yang

berbeda pula (Jenis-jenis teknologi surya akan dibahas di tulisan “Sel Surya : Jenis-

jenis teknologi”). Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara kerja dari sel

surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis material silikon

yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya generasi

pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).

Page 15: Pembuatan Sel Surya Silikon

Struktur dari sel surya komersial yang menggunakan material silikon sebagai

semikonduktor. (Gambar:HowStuffWorks)

Gambar diatas  menunjukan ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya. Secara

umum terdiri dari :

1. Substrat/Metal backing

Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya. Material

substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena juga berfungsi

sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan material

metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk  sel surya dye-

sensitized  (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat

masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif

tapi juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide

(FTO).

2. Material semikonduktor

Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya

mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya generasi

pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material

semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk

kasus gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang

umum diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis,

material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu

contohnya material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan

amorphous silikon, disamping material-material semikonduktor potensial lain yang

dalam sedang dalam penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O

(copper oxide).

Page 16: Pembuatan Sel Surya Silikon

Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material

semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan

diatas) dan  tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll)  yang membentuk p-n junction. P-n

junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-

p, tipe-n, dan juga prinsip p-n junction dan sel  surya akan dibahas dibagian “cara

kerja sel surya”.

3. Kontak metal / contact grid

Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material semikonduktor

biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif transparan sebagai

kontak negatif.

4.Lapisan antireflektif

Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh

semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi oleh lapisan anti-refleksi.

Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan besar indeks refraktif

optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan ke

arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan kembali.

5.Enkapsulasi / cover glass

Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul surya dari hujan

atau kotoran.

Cara kerja sel surya

Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction

antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan

atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar.  Semikonduktor tipe-n

mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif)  sedangkan semikonduktor tipe-p

mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur atomnya.  Kondisi

kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan mendoping material

dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p,

silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon

tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah menggambarkan junction

semikonduktor tipe-p dan tipe-n.

Page 17: Pembuatan Sel Surya Silikon

Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan hole) dan tipe-n (kelebihan

elektron). (Gambar : eere.energy.gov)

 Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron

(dan hole) bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika

semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak

dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif pada

semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada  semikonduktor tipe-p.

Akibat dari aliran elektron dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang mana

ketika cahaya matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong

elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang selanjutnya

dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya hole bergerak menuju kontak positif

menunggu elektron datang, seperti diilustrasikan pada gambar dibawah.

Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction. (Gambar : sun-nrg.org)

*Definisi dari istilah-istilah teknis diartikel ini bisa ditemukan di menu “Daftar istilah-

istilah”

Page 18: Pembuatan Sel Surya Silikon

Industri semikonduktor menyisakan banyak limbah-limbah silikon reclaim yang bisa dimanfaatkan kembali untuk sel surya. Silikon reclaim merupakan silikon sisa dari pembuatan wafer semikonduktor yang digunakan sebagai tester untuk mengetahui unjuk kerja wafer.

Para peneliti School of Engineering Swansea University bersama dengan Pure Wafer International di Inggris, mengembangkan sel surya murah yang menurut mereka bisa menurunkan harga listrik energi surya. Pure Wafer International merupakan perusahaan dengan core bussines industri silikon.

Sel surya yang dikembangkan Swansea University dan Pure Wafer diaplikasikan menjadi sebuah modul dengan harga yang lebih murah dan efisiensi sistem yang lebih baik.

Menurut Simon Conway dari Pure Wafer, konsorsium tersebut, yang juga melibatkan tiga industri lainnya bertujuan untuk memproduksi modul PV dengan biaya yang lebih murah serta efisiensi yang tinggi di Wales pada 2010.

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA BERBASIS CIS (CuInSe2)Ahmad Arifudin Zuhri

(Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri surabaya)

ABSTRAKPenelitian tentang sumber energi terbarukan semakin banyak dilakukan. Salah satunya

adalah pemanfaatan energi matahari dengan alat fotovoltaik (sel surya). Pilihan yang paling diharapkan saat ini untuk dapat diproduksi secara massal dengan harga yang murah adalah sel surya yang terbuat dari film tipis (Thin film solar cells). Di antaranya yang sedang dikembangkan secara intensif yaitu CuInSe2 (CIS). Sel surya berbasis CIS merupakan sel surya yang mempunyai konduktivitas yang tinggi. Selain itu, sel surya berbasis CIS ternyata mempunyai efisiensi yang cukup besar hingga 12,2%.Kata kunci : Sel surya, CIS, efisiensi

1.        PendahuluanKebutuhan  energi

  pada  kehidupan  modern  terus  meningkat,  sehingga  para peneliti  terus  berupaya  mengembangkan sumber- sumber  energi  terbarukan,  untuk menggantikan  sumber  energi  konvensional  yang  telah  mapan selama  ini.

Sumber energi terbesar yang tersedia  di bumi  adalah energi radiasi  yang berasal dari matahari berkisar  69%  dari  total  energi pancaran  matahari.  Bumi  menerima  energi radiasi  dari matahari kira-kira sebesar 2 x 1017 Watt setiap harinya. Energi sebesar itu akan sayang  sekali  jika tidak  dimanfaatkan,  sehingga  diperlukan  suatu alat  yang mampu mengkonversi  energi  radiasi  matahari  menjadi  energi  listrik,  diantaranya adalah sel surya[3].

Sel  surya  yang    digunakan  saat  ini  sebagian  besar  terbuat  dari  silikon. Persentase penggunaan bahan sel surya dewasa ini  adalah 43 % silikon polikristal, 39%  silikon  kristal tunggal,  1  %  silikon  lapisan  tipis,  3  %  silikon  dalam  bentuk  ribbon, sedangkan  14  % bahan  selain  silikon.  Silikon  mendominasi  bahan  sel  surya  karena

Page 19: Pembuatan Sel Surya Silikon

teknologi fabrikasinya  memang  sudah  mapan. Namun  demikian  penelitian menggunakan bahan lain terus dilakukan hingga kini dan bahkan pada masa-masa yang akan  datang[2].

Pilihan yang paling diharapkan saat ini untuk dapat diproduksi secara massal dengan harga yang murah adalah sel surya yang terbuat dari film tipis (Thin film solar cells). Di antaranya ada tiga material yang sedang dikembangkan secara intensif yaitu CuInSe2 (atau paduannya seperti CuInS2 atau CuInGaSe2 ), CdTe dan silikon amorf[9].

Dari sekian banyak macam sel surya yang dikembangkan adalah sel surya CuInSe2(CIS). Sel surya CIS banyak diteliti dan dikembangkan di negara maju karena mempunyai efisiensi yang tinggi dan dapat dibuat lapisan tipis, sehingga dapat menghemat biaya dan tempat[10].

Salah satu bagian yang penting dari sel surya CIS adalah bagian tipe N yang biasa dibuat dari bahan semikonduktor tipe N. Bahan semikonduktor tipe N yang dapat digunakan adalah bahan SnO2, CdO dan ZnO. Bahan tersebut dibuat lapisan tipis dan direposisikan pada lapisan tipis tipe P dari bahan paduan CuInSe2 (CIS). Paduan CuInSe2 (CIS) ini mempunyai konduktivitas dan serapan yang cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dari sel surya[10].

2.        Tinjauan teori2.1.  Sel surya fotovoltaik

Sel  surya  fotovoltaik  merupakan  suatu  alat  yang  dapat  mengubah  energi  sinar matahari secara langsung menjadi energi listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor  yang  bekerja  menurut  suatu  proses  khusus  yang dinamakan  proses tidak seimbang  (non-equibilirium  process)  dan  berlandaskan  efek fotovoltaik (photovoltaic effects)[3].

Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Pada  sel  surya  terdapat  junction antara  dua  lapisan  tipis  yang  terbuat  dari  bahan semikonduktor yang masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis p ( positif ) dan

semikonduktor jenis n ( negatif )[3].

gambar 1. Struktur sel surya Silikon p-n

Page 20: Pembuatan Sel Surya Silikon

junction [3]

 

 

Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar  pita  energi  material  tersebut  akan  menyebabkan  eksitasi  elektron  dari  pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole  ini  dapat bergerak  dalam  material  sehingga  menghasilkan  pasangan  elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n  akan  kembali  ke area-p  sehingga  menyebabkan  perbedaan  potensial  dan  arus  akan mengalir.

gambar 2. Skema Kerja Sel Surya Silikon [3]

 

Page 21: Pembuatan Sel Surya Silikon

2.2.  CISCuInSe2  (CIS) adalah suatu semikonduktor tipe-p yang digunakan sebagai bahan sel

surya yang mempunyai efisiensi atau daya serap  energi yang cukup besar di daerah  300 nm–500 nm. Adapun sifat fisis CIS, misal: berat molekul 336,28 g cm -3, densitas 5,77 dan  titik didih 986 0C serta  mempunyai simetri  khalkopirit[5].

Sel surya CIS banyak diteliti dan dikembangkan di negara maju karena termasuk sel surya yang mempunyai efisiensi tinggi. CuInSe2 pada sel surya adalah bagian lapisan tipis tipe p. Bahan Cu merupakan bahan konduktor yang mempunyai konduktivitas yang tinggi, bahan In termasuk bahan konduktor yang biasa digunakan untuk membentuk lapisan tipis tipe p, dan bahan Se termasuk bahan semikonduktor tipe-p. Dengan memadukan ketiga unsur tadi akan diperoleh semikonduktor tipe-p yang mempunyai konduktivitas tinggi[7].

gambar 3. Struktur kristal CuInSe2  [6]

 

Page 22: Pembuatan Sel Surya Silikon

                         

gambar 4. Diagram fase CuInSe2 [6]

 

3.        Device sel surya

Teknik yang sering digunakan untuk  deposisi  semikonduktor, diantaranya adalah Bridgman,  Czockralski, dan  sputtering  (dc  dan rf). Pada dasarnya semua teknik tersebut mempunyai kelebihan. dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari teknik  Bridgman adalah dapat menghasilkan bahan semikonduktor masif yang sangat homogen, namun karena teknik ini bekerja pada suhu yang sangat tinggi, sehingga dibutuhkan bahan (tabung kuarsa) yang cukup mahal[5].

   Dalam pembuatan serbuk CuInse dengan metode Bridgman, peralatan yang digunakan meliputi: seperangkat pompa vakum, alat penghubung (sambungan), tabung kurasa, alat pemanas dan serbuk Cu,In dan Se[7].

gambar 5. susunan peralatan pembuatan paduan

Page 23: Pembuatan Sel Surya Silikon

CuInSe2 (Sumaryadi, 2006)

 

Berdasarkan penelitian Krustok[4] sel surya berbasis CIS dibuat dengan perbandingan Cu:In:Se2 adalah 1:3:5. Deposisi lapisan ini dilakukan dengan metode RF-Sputtering. Semikonduktor tipe-n yang digunakan adalah ZnO.

gambar 6. skema cross-section  layer monograin CuInSe2 [4]

 

Page 24: Pembuatan Sel Surya Silikon

Sedangkan Abdullah[1] melakukan fabrikasi sel surya berbasis CIS dengan metode

Electron Beam Evaporation

gambar 7. diagram alir fabrikasi CuInSe2 dengan e-beam evaporation [1]

 

Page 25: Pembuatan Sel Surya Silikon

gambar 8. Cross-section film CuInSe2 dengan ZnS

 

Wei Liu[8], juga melakukan fabrikasi sel surya berbasi CIS dengan menggunakan

gambar 9. (a) cross-section CIS dan (b) penampang sel surya dari atas [8]

 

Page 26: Pembuatan Sel Surya Silikon

Hydrazine Solution Process.

4.        Hasil dan pembahasanBerdasarkan penelitian Nugraha[5], sel surya CIS dikarakterisasi dengan UV-VIS.

gambar 10. grafik absorpsi CuInSe2 (a) multilayer (b) non multilayer

 

 

Page 27: Pembuatan Sel Surya Silikon

Dari data  –  data diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan CuInSe2 banyak lapisan (multilayer) akan lebih baik daripada satu lapisan  (non multilayer) sebagai fungsi penyerapan (absorber) untuk digunakan pada sel surya lapisan tipis.

Dari pengujian dengan FPP bahwa untuk pengujian 3 titik kita mendapatkan bahwa lapisan tipis CuInSe2  multilayer merupakan bahan semikonduktor bertipe-p, hambatannya  (1,42  ±  0,03)x102   ?  dan nilai resistivitasnya  (1,63 ± 0,04)  ? cm.

Tabel 1. Perbandingan efisiensi solar sel CIS

 

Hasil Penelitian Krustok[4] dengan RF-Sputtering,

Tabel 2. Efisiensi CuInSe:ZnS pada suhu ruang dan di anneal 100 oC

 

Page 28: Pembuatan Sel Surya Silikon

Hasil penelitian Abdullah[1]

Hasil penelitian Wei Lu[8]

gambar 11. (a) karakteristik I-V (b) karakterisasi EQE

 

Page 29: Pembuatan Sel Surya Silikon

  

Berdasarkan uji karakterisasi EQE, sampel A (perkusor tipe I) mempunyai efisiensi 10,7% sedangkan sampel B (perkusor tipe III) mempunyai efisiensi sebesar 12,2%.

5.        Kesimpulan1.      Sel surya berbasis CuInSe2 merupakan sel surya yang mempunyai konduktivitas tinggi,

karena Cu dan In adalah konduktor yang sangat baik2.      CIS dapat di pabrikasi dengan metode Bridgman,  Czockralski, sputtering  dll3.      Berdasarkan penelitian (Wei Liu, 2009) sel surya berbasis CIS mempunyai efisiensi yang

cukup besar, yaitu sebesar 12,2%

6.        Daftar pustaka

 1.      Abdullah, H. (n.d.). Effect of annealing temperature on CuInSe2/ZnS thin film solar cells fabricated by using Electron Beam

Evaporation. Selangor: Universiti Kebangsaan Malaysia.

2.      Ariswan. (n.d.). Struktur dan komposisi kimia bahan semikonduktor Cd(Se,S) masif hasil preparasi dengan metode

Bridgman. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

3.      Ginting, D. (2011). PEMBUATAN PROTOTIPE DYE SENSITIZED SOLAR CELL DENGAN DYE KLOROFIL BAYAM

MERAH. Medan: Skripsi USU.

4.      Krustok, J. (n.d.). Device characteristics of CuInSe2-based solar cells . Estonia: Tallinn University of Technology.

5.      Nugraha, E. (2006). PENDEPOSISIAN SAMBUNGAN p-n CuInSe2 MULTILAYER-ZnO DENGAN METODE RF

SPUTTERING DAN KARAKTERISASINYA. Berkala MIPA.

6.      Stanbery, T. A. (2001). Processing of CuInSe2-Based Solar Cells: Characterization of Deposition Processes in Terms of

Chemical Reaction Analyses. Colorado: National Renewable Energy Laboratory.

7.      Sumaryadi, R. (2006). Pembuatan paduan CuInSe2 untuk sel surya CIS dengan metode bridgman. Prosiding seminar

nasional penelitian dan pengelolaan perangkat nuklir.

8.      Wei Liu, D. B. (2009). 12% Efficiency CuIn( Se,S)2 Photovoltaic Device Prepared Using a Hydrazine Solution

Process. Chemistry of materials.

9.      Wenas, W. W. (2004). Teknologi Sel Surya : Perkembangan Dewasa Ini dan yang Akan Datang. Energi LIPI. Retrieved

from http://www.energi.lipi.go.id.

10.  Yunanto. (2006). Deposisi Lapisan Tipis ZnO Sebagai Lapisan Tipis Tipe N dan Jendela Sel Surya CuInSe2. Jurnal Sains

Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science, 183 - 187.