Pemberantasan Chikunguya

44
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Arika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, kongo, Angola, Kenya, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserand adalah Thailand pada tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka an India pada tahun 1964. Biasanya, demam Chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-2006, telah dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan Chikungunya di pulau Reunion dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil an Kerala. Ribuan kasus terdeteksi di daerah-daerah di India dan di Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka, setelah hujan lebat dan banjir pada bulan Agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala), 125 kematian dihubungkan dengan Chikungunya. Pada bulan Desember 2006 dilaporkan terjadi 3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian lebih dari 80 orang. Di Pakistan pada bulan oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari 12 kasus Chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India (Widoyono, 2005) Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam Chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20 tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan KLB demam Chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, dilanjutkan Bogor, Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2005). 1

description

upaya kesehatan masyarakat tentang chikunguya

Transcript of Pemberantasan Chikunguya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti

Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Arika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe,

kongo, Angola, Kenya, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserand adalah Thailand

pada tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka an India pada tahun 1964. Biasanya, demam

Chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-2006, telah

dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan Chikungunya di pulau Reunion

dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil an Kerala. Ribuan kasus terdeteksi di

daerah-daerah di India dan di Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka, setelah

hujan lebat dan banjir pada bulan Agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala),

125 kematian dihubungkan dengan Chikungunya. Pada bulan Desember 2006 dilaporkan

terjadi 3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian

lebih dari 80 orang. Di Pakistan pada bulan oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari

12 kasus Chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang

menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India (Widoyono, 2005)

Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam

Chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal

Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20

tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan

KLB demam Chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, dilanjutkan Bogor,

Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang

menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2005).

Masalah kesehatan Chikungunya ini ternyata juga menjadi salah satu masalah utama

di Kecamatan Ngunut. Berdasarkan data yang diberikan petugas Puskesmas Ngunut yang

menangani program penanggulangan dan pengontrolan Chikungunya, didapatkan 4

tersangka kasus Chikungunya di Dusun Umbut Sewu RT02/RW01, Desa Kaliwungu,

Kecamatan Ngunut pada bulan Januari hingga Maret 2014. Beberapa kasus yang dilaporkan

antara lain ditemukan pasien atas nama Ny. Astuti (56 tahun), Tn. Supono (34 tahun), Ny.

Muntiana (28 tahun), Tn. Sujinan (49 tahun) yang menjadi tersangka kasus Chikungunya

dan tinggal di desa Kaliwungu. Oleh karena itu, perlu perhatian dan penanganan secepatnya

agar wabah ini tidak meluas.

Oleh karena itu, pengontrolan terhadap nyamuk yang menjadi vector dari virus

Chikungunya harus digalakkan. Selama ini, program pengontrolan nyamuk yang sudah ada

yaitu berupa menggalakkan 3M dan Fogging (Pengasapan). Program ini sudah cukup baik,

namun terkendala dengan hal-hal yang bersifat teknis. Menggalakkan 3M, karena program

1

ini bersifat mengubah perilaku atau kebiasaan individu untuk mencegah pertumbuhan

sarang nyamuk, maka program yang sudah cukup baik ini, terkadang masih sukar atau

malas dilakukan oleh masyarakat. Yang kedua adalah fogging, program ini cukup mahal

untuk dilakukan secara terus menerus. Menurut harian Rakyat merdeka, 20 Februari 2007,

menyebutkan bahwa di kota bandung menghabiskan 750juta untuk melakukan Fogging dan

pemberian abate di 18 kecamatan. Selain itu, dr.Emil, sekretaris IDI Jambi, dalam sebuah

harian (TribunNews, 12Desember 2012) menyatakan penggunaan fogging tidak efektif,

karena setelah fogging dilakukan tidak semua nyamuk bisa mati, dan nyamuk-nyamuk yang

bertahan ini akan menjadi lebih kebal terhadap fogging.

Sehubungan dengan masalah tersebut, penulis ingin mengusulkan mengenai

penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana sebagai alternatif dalam pengontrolan

vektor nyamuk yang secara tidak langsung juga untuk menanggulangi masalah kejadian

Chikungunya di Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah pengetahuan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut

tentang Chikungunya dan pencegahannya.

1.2.2 Apa upaya-upaya yang sudah dilakukan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan

Ngunut untuk pemberantasan nyamuk untuk menanggulangi Chikungunya.

1.2.3 Bagaimana penggunaan alat penangkap nyamuk sederhana sebagai alternatif dalam

pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus Chikungunya.

1.3 Tujuan Kegiatan

1.3.1 Meningkatkan pengetahuan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut

dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus

Chikungunya.

1.3.2 Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu

dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus

Chikungunya.

1.3.3 Mengetahui manfaat penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana sebagai

alternatif dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi

kasus Chikungunya.

2

1.4 Manfaat Kegiatan

1.4.1 Menambah wawasan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut tentang

Chikungunya dan pencegahannya.

1.4.2 Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau tambahan referensi

dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat.

1.4.3 Bagi penulis merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan menambah wawasan pengetahuan.

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Chikungunya

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), menyebutkan bahwa

Chikungunya berasal dari suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya,

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus dengan gejala utama

demam mendadak, bintik-bintik kemerahan, nyeri sendi terutama sendi lutut dan

pergelangan kaki sehingga orang tersebut tidak dapat berjalan untuk sementara waktu.

Biasanya menyerang sekelompok orang dalam suatu wilayah tertentu.

2.1.1. Penyebab

Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk

keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti

(Depkes, 2007).

2.1.2. Gejala

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam

diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah

timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang

menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan juga

penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus

Chikungunya. Untuk lebih rinci gejala penyakit Chikungunya antara lain, yaitu (Depkes,

2007):

a. Demam. Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka

kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.

b. Sakit persendian. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum

timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, nyeri, sehingga kadang penderita ”

merasa lumpuh ” sebelum berobat . Sendi yang sering dikeluhkan: sendi lutut,

pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.

c. Nyeri otot. Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah

bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata kaki.

d. Bercak kemerahan (ruam) pada kulit. Bercak kemerahan ini terjadi pada hari

pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di

daerah muka, badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.

e. Sakit Kepala: sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.

f. Kejang dan Penurunan Kesadaran. Kejang biasanya pada anak karena panas

yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.

4

g. Gejala lain. Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah

bening di bagian leher.

Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue. Pada demam

berdarah dengue terjadi perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian sedangkan

pada Chikungunya tidak, namun Chikungunya memiliki gejala nyeri sendi yang tidak terjadi

pada penderita demam berdarah dengue.

2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk memastikan penyakit ini dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan teknik

ELISA maupun pemeriksaan virusnya (Depkes, 2007).

2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak

Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan air bersih didalam rumah

maupun di sekitar rumah seperti bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung,

ban bekas, drum, kaleng, pecahan botol, potongan bambu dan lain-lain. Pada musim hujan

lebih banyak lagi tempat-tempat yang menampung air (Depkes, 2007).

2.1.5. Diagnosa

Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji

hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan

serologis ini hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian,

tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari (Depkes, 2007).

2.1.6. Pengobatan

Menurut Depkes, 2007, demam Chikungunya termasuk penyakit yang sembuh

dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan

yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya, seperti

obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan parasetamol. Antibiotika tidak

diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi

sekunder tidak bermanfaat. Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan

makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak

mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.

Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk

penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein

dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan

istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan

untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.

2.1.7. Pencegahan

Menurut Departemen Kesehatan RI, tahun 2007, cara menghindari penyakit ini adalah

membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di

genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang

menampung air bersih.

5

Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang

menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini

juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah

nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan

memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan

penyakit demam berdarah dengue.

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan

malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan

cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti

tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun,

pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara

menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling

tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai

menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.

Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang

memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela

rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar

matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.

Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.

Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat

oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan

baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah

tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.

2.1.8. Penanganan Kasus

Bila menemukan kasus Chikungunya lakukan (Depkes, 2007) :

a. Segera laporkan ke Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat.

b.Hindari penderita dari digigit nyamuk (tidur memakai kelambu) agar tidak

menyebarkan ke orang lain.

c. Anjurkan penderita untuk beristirahat selama fase akut.

d. Pada keadaan KLB perlu dilakukan penyemprotan/pengasapan.

e. Lakukan Pemeriksaan Jentik di rumah dan sekitar rumah.

2.1.9. Karakteristik Penyakit Chikungunya

2.1.9.1. Cara Penularan

Penyakit Chikungunya boleh dikatakan ‘bersaudara’ dengan penyakit demam dengue

dan demam dengue berdarah karena dibawa oleh pembawa yang sama yaitu nyamuk Aedes

Aegypti maupun albopictus. Masa inkubasi virus ini ialah dua sampai empat hari, sementara

manifestasinya tiga sampai sepuluh hari. Bedanya, jika virus dengue menyerang

pembuluhdarah, virus Chikungunya menyerang sendi dan tulang. Nyamuk aedes lazimnya

6

akan menggigit seseorang yang telah dijangkiti oleh virus Chikungunya dan memindahkan

darah berkenaan kepada seorang mangsa lain yang sehat (Sebastian, 2009).

Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, penyakit ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk yang berperan sebagai vektor/pembawa, seperti Aedes Aegypti (merupakan vektor

utama CHIKV), Aedes Albopticus yang mungkin juga berperan dalam penyebaran penyakit

di kawasan Asia. Kera dan beberapa binatang buas lainnya juga diduga dapat sebagai

perantara penyakit ini karena hewan-hewan inilah yang sebenarnya menjadi target awal

penyakit ini.

2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya

Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat

nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah

dengue. Meski masih “bersaudara” dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan.

Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti (Sebastian, 2009).

2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya

Satu-satunya cara menghindari gigitan nyamuk Chikungunya adalah dengan

mencegah digigit nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu bisa dilakukan pemberantasan vektor

nyamuk dewasa maupun membunuh jentik nyamuk. Pemberantasan vektor nyamuk dewasa

bisa dilakukan dengan racun serangga atau pengasapan/fogging dengan malathion

sedangkan abatisasi digunakan untuk memberantas jentik pada TPA (tempat penampungan

air). Sarang nyamuk diberantas dengan cara PSN (Sebastian, 2009).

a. Abatisasi

Tujuan abatisasi agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak akan menjadi

nyamuk dewasa. Semua TPA yang ditemukan jentik Aedes Aegypti ditaburi bubuk abate

sesuai dengan dosis satu sendok makanan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air. Bubuk

abate juga dituang di bak mandi.

b. Pemberantasan Sarang Nyamuk

PSN adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk

Aedes dengan cara 3M, yaitu sebagai berikut :

1. Menguras secara teratur, terus-menerus seminggu sekali, mengganti air secara teratur

tiap kurang dari seminggu pada vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate

ke TPA

2. Menutup rapat-rapat TPA

3. Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang-barang lainnya

yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.

4. Khusus di tempat pasca-kebakaran harus segera dibersihkan dari wadah-wadah yang

bisa menampung air.

7

2.1.9.4. Proteksi diri dengan salep atau gunakan kawat nyamuk

Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang lain, nyamuk itu menggigit pada siang hari. Untuk

mencegahnya kita bisa menggunakan salep atau minyak yang dioles di bagian tubuh yang

terbuka. Selain menggunakan salep untuk mencegah gigitan nyamuk, bisa juga

menggunakan minyak sereh. Cara lain adalah dengan menggunakan kawat nyamuk di pintu-

pintu dan jendela rumah (Widoyono, 2005).

Dengan melakukan hal-hal di atas, sebenarnya sudah dilakukan perlindungan tidak

hanya pada demam Chikungunya tetapi juga demam berdarah yang lebih fatal dan

mematikan. Tidak mustahil penyakit Demam Chikungunya datang bersama-sama dengan

penyakit demam berdarah.

2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya

Berdasarkan penjelasan oleh Widoyono, tahun 2005, penularan penyakit

Chikungunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :

a. Agen

Agen dalam penyakit Chikungunya adalah nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan)

dan Aedes Albopictus. Arbovirus famili Togaviridae genus Alpha virus, dengan perantaraan

nyamuk Aedes.

b. Reservoir

Habitat berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan

juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam

putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di

belakang pintu kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap.

Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk

memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana

sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida

yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan

themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan,

bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti tidak suka hinggap

di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.

c. Portal of exit

Penderita penyakit Chikungunya seharusnya dirawat di rumah sakit agar kondisinya

selalu dikontrol.

d. Portal of entry

Lingkungan harus dibersihkan terutama pada barang-barang yang dapat digenangi

air. Hindari gigitan nyamuk pada pagi sampai dengan sore hari karena nyamuk penyebab

Chikungunya aktif pada saat itu.

8

e. Kerentanan penjamu

Daya tahan tubuh yang lemah dan kekebalan tubuh yang lemah saat terkena gigitan

nyamuk.

2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya

Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan melalui ikatan

perkawinan, adopsi atau kelahiran. Keluarga memiliki peran yang sangat pentingdalam

upaya pencegahan penyakit Chikungunya. Keluarga berperan dalam hal menjaga pola hidup

agar tetap bersih dan sehat. Selain itu, makanan yang dimakan pun harus memenuhi 4

sehat 5 sempurna agar tubuh tetap sehat dan tidak mudah terkena penyakit. Lingkungan

rumah pun harus bersih. Lakukan gerakan 3 M secara teratur yaitu menutup tempat

penampungan air, mengubur barang bekas agar tidak digenangi air dan menguras bak

secara teratur agar terhindar dari nyamuk penyebab Chikungunya ini (Widoyono, 2005).

2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya

Penyakit Chikungunya seringkali menjadi permasalahan tersendiri jika menyerang

masyarakat, Chikungunya menjadi salah penyakit yang terjadi dengan cara KLB (kejadian

luar biasa), hal ini dikarenakan jika salah satu masyarakat terjangkit Chikungunya maka

dalam waktu dekat akan terjadi kasus yang lebih besar.

2.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya

Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya,

didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai

penularan penyakit demam Chikungunya yaitu (Depkes, 2007):

a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita.

b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain

c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.

d. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.

Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan

lingkungan ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk

mencapai tujuan ini di perlukan usaha yang terus - menerus secara berkesinambungan.

Hasil yang diharapkan memang tidak tampak dengan segera.

a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan

(fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap

di benda-benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti

pada pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes, 2007).

9

Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya

malathion dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan

karbamat. Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low

volume (ULV), karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak

mempunyai efek residu (Sudarmo, 2002).

Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi penularan

virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung virus

Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan

insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu

diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-

rendahnya (Sudarmo, 2002).

b. Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik.

a). Cara kimia

Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida

pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan

adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu

sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah

granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan

(Soedarmo, 2002).

b). Cara Biologi

Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti

memelihara ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan

ikan lega. Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan

pertumbuhan larva (Depkes, 2007).

c). Cara Fisik

Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau

memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan,

menguras tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat

penampungan air, dan menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk Aedes Aegypti (Depkes, 2007).

Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran

serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan

motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik

nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes, 2007).

10

2.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk

Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:

a. Penyemprotan massal

Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber penyebarluasan penyakit ke

wilayah lain. Kejadian luar biasa/wabah demam Chikungunya sering kali dimulai dari

peningkatan jumlah kasus demam Chikungunya di wilayah lain. Biasanya di desa/kelurahan

ini, pada tahun-tahun berikutnya akan terjadi kasus demam Chikungunya. Oleh karena itu

penularan penyakit di wilayah ini diperlukan segera diatasi dengan penyemprotan insektisida

dan diikuti PSN oleh masyarakat untuk membasmi jentik-jentik penular demam

Chikungunya. Penyemprotan ini dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam

Chikungunya di desa rawan agar sebelum terjadi puncak penularan virus Chikungunya,

populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah

(Depkes, 2007).

b. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat

perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk yang

dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan

untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam Chikungunya.

c. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat tempat

umum dengan melaksanakan PSN meliputi:

Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau

menutupnya rapat-rapat.

Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.

Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).

Memelihara ikan dan cara-cara lain untuk membasmi jentik.

(Soedarmo, 2002)

11

2.3 Alat Penangkap Nyamuk Sederhana

Perangkap nyamuk yang akan dijelaskan pada kali ini adalah alat penangkap

nyamuk yang ditemukan oleh Hsu Jia Chang pada tahun 2007. Alat ini merupakan sebuah

alat penangkap nyamuk yang terbuat dari botol air mineral bekas yang diisi dengan larutan

gula dan ragi yang difermentasikan. Cara kerja alat ini adalah akibat reaksi dari gula dan ragi

yang difermentasikan menghasilkan CO2. CO2 merupakan atraktan kimia yang memiliki

daya tarik terhadap serangga terutama nyamuk aedes aegypti (Kusnendar, 2013).

Berikut merupakan contoh percobaan yang dilakukan sebelumnya, oleh Hsu Jia

Chang:

Alat dan Bahan:

1. Botol plastik bekas ukuran 1,5 liter

2. Air 200mL

3. Gula merah/aren 50gr

4. Ragi 1gr

5. Lakban/solasi

6. Kertas berwarna hitam

Langkah Pembuatan:

1. Potong botol plastik di 1/3 atas. Simpan bagian atas/mulut botol.

2. Campur gula merah dengan air panas. Biarkan hingga dingin dan kemudian

tuangkan di separuh bagian potongan bawah botol.

3. Tambahkan ragi. Tidak perlu diaduk. Ini akan menghasilkan karbon-dioksida.

4. Pasang/masukkan potongan botol bagian atas dengan posisi terbalik seperti corong.

12

5. Bungkus botol dengan sesuatu yang berwarna hitam, kecuali bagian atas, dan

letakkan di beberapa sudut rumah Anda.

6. Dalam dua minggu, Anda akan melihat jumlah nyamuk yang mati di dalam botol.

(Kusnendar, 2013)

Sifat nyamuk menyukai CO2. Campuran larutan gula dan ragi merupakan fermentasi

yang akan menghasilkan gas CO2. Sehingga, nyamuk akan tertarik untuk mendatangi

larutan ini. Sedangkan warna hitam yang digunakan pada alat tersebut digunakan karena

nyamuk menyukai suasana yang gelap dan pengap, sehingga mendukung untuk

mengundang nyamuk datang. Selain itu, alat ini mengandalkan hasil proses fermentasi untuk

menghasilkan CO2, maka idealnya alat ini dipasang dengan jarak masing-masing kurang

lebih tiap 3 meter, karena bau fermentasi akan tercium pada radius tersebut. Larutan pada

alat tersebut juga harus diganti tiap 2 minggu, karena proses fermentasinya sudah berakhir

dalam rentang waktu tersebut (Kusnendar, 2013).

Hal yg harus diperhatikan, karena ini larutan gula, maka tidak hanya nyamuk yang

akan tertarik, tapi semut juga akan tertarik, oleh karena itu bisa disiasati dengan

menggunakan kapur anti semut atau menempatkan alat tersebut di piring yang berisikan air.

Alat ini juga harus dijaga dari jangkauan anak-anak (Kusnendar, 2013).

13

Penyuluhan tentang CHIKUNGUNYA dan

pencegahannya

Fogging masih menjadi pilihan utama

Angka kejadian kasus Chikungunya Tinggi

Chikungunya masih menjadi salah satu masalah utama di

kecamatan Ngunut

Pengetahuan yang kurang

Sulitnya untuk menggalakkan perilaku 3M

Mahal dan kurang efektif

Dibutuhkan alternative untuk pembarantasan nyamuk

Motivasi Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk

Monitoring dan Evaluasi

2.4 KERANGKA KONSEP

Kerangka Konsep

14

BAB 3

METODE DAN LANGKAH YANG DILAKUKAN

3.1. Desain

Desain mini project yang dilakukan menggunakan metode survei lapangan ke

lokasi yang telah ditentukan, dimana semua sampel yang ditetapkan diamati

langsung di lapangan dan diberi intervensi. Data dikumpulkan untuk menentukan

masalah apa yang akhirnya akan diintervensi. Hasil ditampilkan dalam bentuk

diagram dan grafik untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi.

3.2. Waktu dan Tempat

Mini project dilaksanakan pada bulan Maret 2013 – Mei tahun 2014 Desa

Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung.

Tabel 1. Time Table Mini Project

Maret April Mei

I II III IV I II III IV I II III IV

Survey lapangan &

penyusunan proposal

Intervensi

Evaluasi Hasil

Penyusunan

Laporan

Presentasi

Hasil

3.3.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua warga di wilayah kerja Puskesmas

Ngunut, Kabupaten Tulungagung.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel secara umum terbagi menjadi 2, yakni probability

sampling, dan non probability sampling. Menurut Sekaran, 2006, desain

pengambilan sampel dengan cara probabilitas dilakukan jika representasi sampel

15

penting untuk menggeneralisasikan hasil penelitian secara luas. Dalam penelitian

ini dilakukan probability sampling dengan metode simple random sampling.

Teknik ini merupakan teknik yang paling sederhana, dimana sampel diambil

secara acak tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.

Pengacakan sampel dilakukan dengan menggunakan tabel random sampel.

(Trochim, 2006).

3.4. Langkah

3.4.1. Peneliti melakukan komunikasi dengan perangkat desa dan sumber informasi

lain yang memungkinkan didapatkan informasi mengenai tingkat pengetahuan,

kesadaran serta perilaku masyarakat dan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan

untuk menanggulangi Chikungunya khususnya pemberantasan nyamuk.

3.4.2. Peneliti kemudian melakukan pendekatan terhadap orang-orang yang pernah

atau menjadi tersangka Chikungunya.

3.4.3. Peneliti bekerjasama dengan perangkat desa melakukan perencanaan untuk

intervensi.

3.4.4. Penyuluhan yang dilakukan dengan metode group discussion dan intervensi

berupa Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana.

3.4.5. Melakukan monitoring dan evaluasi

3.4.7. Hasil yang didapatkan berupa data dalam berbagai bentuk.

3.5. Penyampaian Data

Data yang didapatkan berupa profil pengetahuan masyarakat Desa

Kaliwungu, Kecamatan Ngunut mengenai CHIKUNGUNYA dan pencegahannya.

Data yang diperoleh dari data primer dari masyarakat dan data sekunder yang

diperoleh dari data Puskesmas Ngunut, perangkat desa, dan tenaga kesehatan

setempat. Data yang sudah terkumpul dibandingkan sebelum dan sesudah intervensi

dilakukan.

16

3.6. Diagram Langkah

3.7Strategi Kegiatan

Strategi yang digunakan dalam rangka memenuhi promosi kesehatan berupa

melakukan intervensi saat kegiatan rutin dengan pendekatan melalui perangkat desa dan

tenaga kesehatan setempat. Kegiatan yang dilakukan dengan penyuluhan dengan Group

Discussion dan mempraktekkan langsung cara pembuatan Alat Penangkap Nyamuk

Sederhana dengan kemasan semenarik (dengan bookllet, Simulasi, dll) dan sesederhana

(agar mudah diterapkan) mungkin, serta pemberian reward kepada peserta yang aktif,

sehingga masyarakat antusias dalam mengikuti acara promosi kesehatan ini.

3.8 Media Kegiatan

Media yang digunakan dalam intervensi ini berupa Group Discussion, Presentasi,

Video, dan Simulasi (praktek langsung) dengan bahasa yang diterima. Selain itu juga dibuat

booklet tentang Chikungunya dan pembuatan alat penangkap nyamuk sederhana agar suatu

saat, warga tetap dapat menerapkan konsep ini meskipun sudah tidak didampingi.

3.9 Tantangan

Beberapa tantangan yang didapatkan berupa, pertama, terbatasnya waktu dan dana

dalam melaksanakan program secara holistik meliputi seluruh faktor resiko. Kedua,

perbedaan tingkat pendidikan antar warga menyebabkan sulitnya menyatukan dalam satu

pandangan dan metode. Ketiga, kurangnya antusiasme warga untuk mengikuti penyuluhan,

17

Data Sekunder ( Data Puskesmas Ngunut)

Data Sekunder (Profil desa Kaliwungu dan data tenaga kesehatan setempat)

Data Primer (Sampel)

Pendekatan Komunitas

Penentuan Masalah

Intervensi

Penyuluhan dengan Group Discussion + Simulasi Pembuatan ALPENDER

Evaluasi

sehingga perlu diberikan sesuatu yang menarik, yang tidak ada pada penyuluhan-

penyuluhan sebelumnya.

3.10Sistem Evaluasi

Berbagai kegiatan terdiri atas penyuluhan Chikungunya dan pencegahannya dengan

Group Discussion dan Praktek Pembuatan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana. Kegiatan-

kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai rencana kegiatan yang telah ditentukan

berdasarkan metode dan strategi yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut pada tabel akan

dijelaskan sistem evaluasi pada masing masing kegiatan intervensi warga

Tabel 11. Sistem Evaluasi Kegiatan Intervensi

KEGIATAN TOLAK UKUR

Survei Pendahuluan untuk mengetahui

upaya-upaya yang dilakukan masyarakat

untuk pemberantasan nyamuk

Didapatkan data-data yang lengkap

tentang perilaku yang menjadi factor resiko

dan upaya-upaya yang dilakukan

Penyuluhan tentang CHIKUNGUNYA dan

pencegahannya dengan Group

Discussion

Pretest dan posttest

Jumlah kehadiran

Dinilai keaktifan saat penyuluhan dan

Diskusi grup

Simulasi Pembuatan Alat Penangkap

Nyamuk Sederhana

Role plays

Jumlah kehadiran dalam setiap kegiatan

Dinilai keaktifan untuk melakukan praktek

dengan benar dan sistematis

Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk

Sederhana

Jumlah warga yang menggunakan Alat

Efektifitas alat untuk menangkap nyamuk

(1-2 minggu pasca intervensi)

18

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Survei Pendahuluan

Waktu Pelaksanaan : 12 April 2014

Tempat : Puskesmas Ngunut, Balaidesa Kaliwungu, dan Lingkungan

desa Kaliwungu

Sasaran : Petugas pemegang program di PKM ngunut, Kepala Desa

Kaliwungu, dan warga desa Kaliwungu.

Tujuan Kegiatan :

1. Mengetahui upaya dan atau program yang ada di puskesmas dalam mencegah

penyebaran kasus chikungunya.

- Mengetahui adanya program pengawas jentik.

- Mengetahui adanya program pem-foggingan secara berkala.

- Mengetahui adanya program penyuluhan tentang chikungunya dan PSN.

2. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu

dalam mencegah penyebaran penyakit chikungunya.

- Mengetahui kebersihan misalnya berapa minggu sekali menguras bak mandi,

mengganti air vas bunga atau wadah apapun yang dapat menampung air,

bagaimana kondisi saluran air, apakah pernah dilakukan kerja bakti,

kebersihan warga untuk membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas

yang berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk, perilaku masyarakat apakah

sering menggantung baju di belakang pintu.

- Mengetahui tentang penggunaan Selambu, repellent dan abate.

- Apakah pernah dilakukan fogging, berapa kali dilakukan fogging.

Pencapaian hasil :

1. Program yang ada di Puskesmas Ngunut dalam mencegah penyebaran penyakit

chikungunya adalah Pengawas Jentik Berkala (JUMANTIK) yang di ambil dari warga

desa tersebut. Program ini cukup efektif, karena begitu ada kemungkinan

pertumbuhan jentik, akan segera dapat diketahui oleh pihak puskesmas dan

mendapatkan intervensi. Warga yang ditunjuk menjadi pengawas jentik juga akan

mendapatkan kompensasi setiap melaporkan adanya pertumbuhan jentik. Namun

karena terkendala masalah anggaran biaya, akhirnya program ini kurang berjalan

dengan baik. Untuk jadwal dilakukannya fogging dan penyuluhan tentang

chikungunya dan PSN, hanya dilakukan secara insidental.

19

2. Upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu dalam mencegah

penyebaran penyakit chikungunya.

- Berdasarkan informasi yang didapatkan dari beberapa warga yang

diwawancarai secara acak, didapatkan kebiasaan menguras bak mandi saat

mulai terlihat kotor kira-kira sekitar 2-3 minggu sekali. Kesadaran warga untuk

membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas yang berpotensi untuk

menjadi sarang nyamuk juga masih kurang. Perilaku masyarakat untuk

menggantung pakaian di belakang pintu juga kadang masih dilakukan.

- Kondisi saluran air yang ada di desa Kaliwungu juga tidak mengalir dengan

baik. Sehingga, terdapat pertumbuhan jentik nyamuk. Untuk program kerja

bakti berdasarkan informasi dari bapak Bambang, selaku Kepala Desa di

Kaliwungu, kerja bakti kadang dilaksanakan, tetapi untuk jadwal rutin masih

belum ada.

- Penggunaan Selambu sudah jarang sekali dilakukan.

- Beberapa warga mengaku masih suka menggunakan repellent

- Pemakaian abate untuk membunuh jentik nyamuk masih sedikit sekali yang

melakukan. Jika berdasarkan informasi dari petugas puskesmas, jika terjadi

kasus, kemudian dilakukan PE (penyelidikan epidemiologi), baru dilakukan

pemberian Abate.

- Fogging pernah beberapa kali dilakukan di desa Kaliwungu. Pada bulan Maret

yang diinisiasi oleh kepala desa dan pada bulan April dari Dinas kesehatan.

20

4.2.Penyuluhan dan Pengukuran Tingkat Pengetahuan Tentang Chikungunya dan

Pemberantasan Sarang Nyamuk

Waktu Pelaksanaan : 26 April 2014

Tempat : Rumah Kader Kesehatan Desa Kaliwungu

Peserta : Kader Kesehatan Desa Kaliwungu

Sasaran kegiatan : Warga Desa Kaliwungu

Tujuan Kegiatan :

1. Mengetahui tingkat pengetahuan warga desa Kaliwungu tentang chikungunya

dan PSN.

2. Memberi informasi kesehatan tentang penyakit Chikungunya, cara penularan,

pengobatan, dan cara pencegahannya.

3. Memaparkan informasi tentang faktor resiko yang didapat dari survei

pendahuluan dan menyarankan warga untuk mulai mengubah perilaku yang

menjadi faktor resiko tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit chikungunya

di Desa Kaliwungu.

Pencapaian hasil :

Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan penyuluhan tentang

penyakit Chikungunya, cara penularan, pengobatan, dan cara pencegahannya

dilakukan pre dan post test yang terdiri dari 5 soal. Peserta digolongkan dalam kategori

pengetahuan baik bila mencapai skor ≥70 dan dikategorikan pengetahuannya kurang

bila skornya < 70. Sebelum dilakukan penyuluhan hasilnya adalah 60% peserta

pengetahuannya kurang dan 40% peserta pengetahuannya baik. Setelah pelaksanaan

penyuluhan didapatkan peningkatan jumlah peserta yang pengetahuannya baik yaitu

sebesar 90% dan peserta yang pengetahuannya kurang yaitu sebesar 10%.

21

Perbandingan dan Diagram Hasil Nilai Pretest dan Post test

Gambar Diagram Perbandingan Nilai Pre

Test dan Post test Peserta Penyuluhan

22

No Nama Peserta Nilai Pretest

1 Umi Khusnul 60

2 Ade Trifena 60

3 Evi 70

4 Kurnia 50

5 Sulistyarini 60

6 Erna

Kushariat 70

7 Surati 70

8 Sunarti 60

9 Siti Musrikah 70

10 Anik Winarni 70

11 Dina Setya 80

12 Yuliani 60

13 Eka Retnowati 50

14 Sulastri 60

15 Wiwik 70

16 Siti Maryam 70

17 Sudarwati 40

18 Nikmatul 60

19 Sri Esti 50

20 Isniar 50

No Nama Peserta Nilai Post test

1 Umi Khusnul 90

2 Ade Trifena 80

3 Evi 100

4 Kurnia 70

5 Sulistyarini 80

6 Erna Kushariat 100

7 Surati 90

8 Sunarti 80

9 Siti Musrikah 90

10 Anik Winarni 90

11 Dinaa Setya 100

12 Yuliani 80

13 Eka Retnowati 80

14 Sulastri 90

15 Wiwik 100

16 Siti Maryam 90

17 Sudarwati 60

18 Nikmatul 80

19 Sri Esti 80

20 Isniar 60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 200

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Pre TestPost Test

Analisis keberhasilan

- Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:

Kegiatan diikuti secara tertib oleh seluruh peserta penyuluhan yaitu

sebanyak 20 orang kader.

Jumlah peserta yang hadir ini sudah memenuhi 50% target (dari

jumlah total kader kesehatan didesa Kaliwungu yaitu 30orang)

Antusiasme peserta terhadap materi yang diberikan cukup baik, hal ini

dikarenakan penyajian materi yang mudah dimengerti, bahasa yang

digunakan adalah bahasa sehari-hari, dan penyajiannya menarik

dengan booklet dan presentasi kepada tiap peserta.

Pemateri menggunakan teknik diskusi dengan penjelasan singkat dan

lebih banyak menggali pengetahuan dan pengalaman peserta dengan

memberi pertanyaan mengenai materi yang telah diberikan, kemudian

dilanjutkan sesi tanya jawab.

Penyuluhan yang diberikan dapat diterima dengan baik oleh hampir

semua peserta, hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh bahwa

terjadi peningkatan grafik perbandingan nilai pretest dan post test

peserta.

23

4.3 Simulasi Pembuatan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana

Waktu Pelaksanaan : 26 April 2014

Tempat : Rumah Kader Kesehatan Desa Kaliwungu

Peserta : Kader Kesehatan Desa Kaliwungu

Sasaran kegiatan : Warga Desa Kaliwungu

Tujuan Kegiatan :

1. Memberikan informasi tentang cara pembuatan, mekanisme kerja, dan

hal yang harus diperhatikan dari Alat Penangkap Nyamuk Sederhana.

2. Melakukan simulasi pembuatan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana.

Manfaat Kegiatan :

1. Meningkatkan pengetahuan tentang cara pembuatan, mekanisme kerja,

dan hal yang harus diperhatikan dari Alat Penangkap Nyamuk

Sederhana.

2. Membuat peserta lebih terampil jika harus membuat Alat Penangkap

Nyamuk Sederhana secara mandiri.

Pencapaian hasil :

Pada sesi kali ini peserta penyuluhan melakukan simulasi pembuatan Alat

Penangkap Nyamuk Sederhana. Evaluasi dalam proses simulasi ini diukur

dengan beberapa parameter kualitatif yang dibuat oleh peneliti, antara lain:

1. Antusiasme

24

Seluruh peserta simulasi memiliki antusiasme yang tinggi saat simulasi.

Para peserta banyak mengajukan pertanyaan tentang mekanisme kerja,

cara pembuatan, dan hal yang harus diperhatikan tentang alat penangkap

nyamuk tersebut.

2. Keterampilan yang sistematis

Perserta dapat melakukan simulasi pembuatan Alat Penangkap Nyamuk

Sederhana secara sistematis sesuai dengan langkah-langkah yang telah

dijelaskan sebelumnya.

3. Kerapian hasil alat yang dibuat

Beberapa alat yang dihasilkan dari simulasi yang dilakukan oleh peserta,

sebagian ada yang rapi, dan sebagian lainnya juga ada yang masih

kurang rapi, namun tidak membuat alat kehilangan fungsinya.

Analisis tingkat keberhasilan program :

Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:

Kegiatan diikuti oleh peserta yang aktif dan antusias.

Hasil evaluasi proses pembuatan Alat Penangkap Nyamuk yang

disimulasikan oleh peserta dinilai baik. Hal tersebut dibuktikan dengan

peserta mampu membuat Alat Penangkap Nyamuk secara mandiri,

dengan cara yang sistematis dan sesuai langkah-langkah yang

dijelaskan sebelumnya.

Selain itu, juga dapat dilihat dari sebagian besar alat yang dihasilkan,

berhasil dibuat secara rapi seperti yang dicontohkan oleh peneliti.

Dengan ini diharapkan setelah ini, peserta simulasi dapat mencoba

membuat sendiri dirumah Alat Penangkap Nyamuk Sederhana

tersebut.

25

4.4 Evaluasi Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana

Waktu Pelaksanaan : 6 Mei 2014

Tempat :Rumah Kader Kesehatan

Peserta : Kader Kesehatan yang telah membuat Alat Penangkap

Nyamuk pada simulasi sebelumnya.

Sasaran kegiatan : Kader Kesehatan Desa Kaliwungu

Tujuan Kegiatan : Evaluasi Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk

Sederhana yang telah dibuat oleh Kader Kesehatan Desa

Kaliwungu.

Manfaat Kegiatan : Mengetahui apakah Alat Penangkap Nyamuk Sederhana

dapat berfungsi untuk menangkap nyamuk yang secara

tidak langsung untuk mengurangi penyebaran penyakit

chikungunya yang ada di Desa Kaliwungu.

Pencapaian hasil :

Dalam evaluasi ini, peneliti fokus untuk melakukan evaluasi terhadap

fungsi dari alat yang telah dibuat oleh kader kesehatan saat simulasi pembuatan

Alat Penangkap Nyamuk Sederhana. Evaluasi dilakukan setelah 1-2minggu alat

tersebut digunakan. Evaluasi diukur melalui beberapa parameter kualitatif yang

dibuat oleh peneliti. Berikut adalah parameter evaluasi untuk alat penangkap

nyamuk sederhana:

26

1. Jika Jumlah Nyamuk yang ditangkap >10ekor nilainya 100, 5-9

ekor nilainya 75, <5ekor nilainya 50.

2. Pendapat subjektif kader dan keluarga bahwa nyamuk tidak

dirasakan samasekali bernilai 100, nyamuk berkurang bernilai 75,

tidak ada perbedaan 50.

3. Kader membuat alat penangkap nyamuk tambahan, selain yang

dibuat saat simulasi. Kader membuat alat tambahan bernilai 100,

Hanya menggunakan alat yang dibuat saat simulasi bernilai 75,

dan pasien tidak menggunakan alat yang dibuat bernilai 50.

PENILAIAN ALAT PENANGKAP NYAMUK

No Nama Kader

PARAMETER PENILAIAN

1 (Jumlah

nyamuk)

2 (Pendapat

Subektif)

3

(Penggunaan

alat)

Nilai Rata-

rata

1 Umi Khusnul 75 75 75 75

2 Ade Trifena 50 50 75 58

3 Evi 75 75 75 75

4 Kurnia 75 75 100 83

5 Sulistyarini 50 50 75 58

6 Erna Kushariat 75 75 100 83

7 Surati 50 50 75 58

8 Sunarti 75 75 75 75

9 Siti Musrikah 75 75 75 75

10 Anik Winarni 75 75 75 75

11 Dina Setya 50 75 75 66

12 Yuliani 50 50 75 58

13 Eka Retnowati 75 75 100 83

14 Sulastri 50 50 75 58

15 Wiwik 50 75 75 66

27

16 Siti Maryam 50 50 75 58

17 Sudarwati 75 75 100 83

18 Nikmatul 50 50 75 58

19 Sri Esti 50 50 75 58

20 Isniar 75 75 75 75

* Hasil berarti baik jika nilai rata-rata ≥ 75

Analisis Tingkat Keberhasilan:

Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa, dari 20 alat yang digunakan, 10

alat mendapatkan nilai rata-rata ≥75, 10 alat mendapatkan nilai rata-

rata <75. Artinya 50% menunjukkan hasil yang baik.

Analisis Kekurangan:

Pemanfaatan alat, memang masih belum maksimal, karena seharusnya

alat digunakan dengan jarak tiap 3 meter (memakasimalkan hasil

fermentasi).

DOKUMENTASI SAAT EVALUASI ALAT PENANGKAP NYAMUK

SEDERHANA

28

Dokumentasi Tempat-tempat diletakkannya alat penangkap nyamuk

sederhana.

29

BAB 5

KESIMPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pihak puskesmas,

didapatkan permasalahan komunitas berupa wabah Chikungunya di desa

Kaliwungu. Setelah dilakukan survei pendahuluan di desa kaliwungu, diketahui

terdapat beberapa perilaku yang menyebabkan atau memperburuk

permasalahan tersebut. Beberapa perilaku tersebut antara lain kebiasaan jarang

menguras bak mandi, tidak membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas

yang berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk, menggantung pakaian di

belakang pintu, dan lain sebagainya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

pengetahuan dari warga desa yang masih kurang, tentang penyakit, cara

penularan, dan pencegahan Chikungunya. Adapun upaya-upaya yang telah

dilakukan oleh masyarakat desa kaliwungu antara lain dengan menggunakan

repellent, penggunaan selambu walaupun sudah jarang dilakukan, dan fogging

yang sudah dilakukan pada bulan Maret dan April.

30

Karena permasalahan diatas, peneliti menyarankan beberapa intervensi.

Yang pertama, dengan memberikan penyuluhan dan diskusi tentang Penyakit

chikungunya, bagaimana penularan dan cara pencegahannya. Sehingga, setelah

ini, masyarakat diharapkan mampu mengubah perilaku seperti yang disebutkan

diatas, yang menyebabkan pertumbuhan nyamuk atau penyebaran chikungunya

makin bertambah luas. Yang kedua, dengan menyarankan penggunaan alat

penangkap nyamuk sederhana. Dengan ini, diharapkan mampu memberikan

alternatif terhadap pemberantasan nyamuk.

Berdasarkan hasil evaluasi pada intervensi yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat desa kaliwungu tentang penyakit

dan pencegahan chikungunya meningkat, ditandai dengan peningkatan hasil

yang signifikan dari nilai pretest dan post test saat penyuluhan dan diskusi.

Kesimpulan kedua, hasil evaluasi alat penangkap nyamuk sederhana,

menunjukan bahwa, 50% alat penangkap nyamuk yang digunakan, mendapat

nilai yang baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa alat ini bisa digunakan

sebagai alternative untuk pemberantasan nyamuk dan mengurangi penyebaran

Chikungunya.

5.2 Saran

Pengetahuan yang telah disampaikan saat penyuluhan dan diskusi, harus

disebarkan ke masyarakat lainnya. Karena jika hanya sebagian orang (kader

kesehatan saja), maka penyebaran nyamuk tetap terjadi karena masih banyak

masyarakat yang belum mengerti. Kemudian untuk penggunaan alat penangkap

nyamuk sederhana, harus disesuaikan dengan aturan, agar hasil yang

didapatkan menjadi optimal.

Saran untuk puskesmas, untuk tetap melakukan follow up kepada kader

kesehatan yang telah mendapatkan pengetahuan tentang chikungunya dan alat

penangkap nyamuk sederhana. Selain itu, untuk terus menggalakkan program

untuk pengawas jentik, agar bisa mengurangi pertumbuhan dan penyebaran

nyamuk.

Saran untuk desa, advokasi pada perangkat desa agar menjalankan

program yang dapat mengurangi penyebaran nyamuk didesa kaliwungu.

Misalnya, kerja bakti di lingkungan desa dan pembagian bubuk abate.

31

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit UI. Jakarta

Chen LC, Lei HY, Liu CC, Shiesh SC, Chen SH, Liu HS. 2006. Correlation of Serum Levels of Macrophage Migration Inhibitory Factor with Disease Severity and Clinical Outcome in Dengue Patients. Am J Trop Med Hyg. 74(1): 142-7

Depkes, 2009. Waspadai Demam Chikungunya. Jakarta.

Http://www.depkes.go.id/index.php/491-waspadai-demam-

Chikungunya.html. Diakses tanggal 28 Februari 2014.

Direktorat Jenderal P2PL DepKes RI. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009.

Freedman DO, Weld LH, Kozarsky PE, Fisk T, Robins R, von Sonnenburg F. 2006. Spectrum of Disease and Relation to Place of Exposure among Ill Returned Travellers. N Engl. J Med. 354(2):119-30

Kusnendar, 2013. Mengusir Nyamuk Secara Alami dan Aman bagi Kesehatan.

Medical news. 2009. Apa itu Chikungunya.

Http://www.news-medical.net/health/What-is-Chikungunya-

%28Indonesia%29.aspx. Diakses tanggal 28 Februari 2014

32

Rothman AL. 2004. Dengue: Defining Protective versus Pathologic Immunity. J Clin Invest. 113(7): 946-51

Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia

Sebastian MR, Lodha R, Kabra SK. 2009. Chikungunya Infection. Indian Journal,

volume 76-February 2009. http://www.springerlink.com. Diakses tanggal

28 Februari 2014

Trochim, W. 2006. Probability Sampling. (online, http://socialresearchmethods.net, diakses tanggal 18 Maret 2014)

WHO, 2007. What is Chikungunya fever?.http://www.who.int/features/qa/63/en/.

Diakses tanggal 1 Maret 2014.

WHO, 2008. Chikungunya. WHO Media Centre.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs327/en. diakses tanggal 28

Februari 2014.

Widoyono, 2005. Penyakit Tropis (Epidimiologi, Penularan, Pencegahan, dan

Pemberantasannya). Erlangga: Jakarta.

33