Pembangunan Daerah Berbasis Model Pengembangan Kota T ... · Nomor 15 Tahun 1997 Tentang...
Transcript of Pembangunan Daerah Berbasis Model Pengembangan Kota T ... · Nomor 15 Tahun 1997 Tentang...
71FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Pembangunan Daerah Berbasis Model
Pengembangan Kota Terpadu Mandiri1
Oleh Irfan Sayuti2
ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT
Program Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (PPKTM) in Barito Kuala District is an effort to develop transmigration areadevelopment into new growth centers This study aims to determine pro-gram implementation PPKTM Cahaya Baru, the involvement of stake-holders in the implementation of PPKTM Cahaya Baru, in Barito KualaDistrict, and the outcomes obtained by migrants and residents about theprogram The research approach used was qualitative research withevaluative research designs The results showed that the PPKTM CahayaBaru, is still not running according to plan Construction and develop-ment activities tend to be the direction from top (top down approach).Realization of activities conducted since 2007 to 2009 was focused onphysical activity in infrastructure. While economic and community de-velopment efforts there is still no activity.
A. PENDAHULUANA. 1. Latar Belakang Masalah
Sejak dilaksanakannya program transmigrasi dari era kolonisasi
pada zaman penjajahan Belanda, hingga Orde Lama sampai dengan
Orde Baru harus diakui akselerasi perkembangan sebagian besar
kawasan pemukiman transmigrasi yang telah dibuka terkesan berjalan
1 Ditulis ulang dari Tesis berjudul “Analisis Pelaksanaan Program Pengembangan KotaTerpadu Mandiri di Kabupaten Barito Kuala” yang dibuat oleh Irfan Sayuti dibawahbimbingan Prof Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MS dan Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.
2 Irfan SayutiIrfan SayutiIrfan SayutiIrfan SayutiIrfan Sayuti adalah mahasiswa Program Magister Sains AdministrasiPembangunanUniversitas Lambung Mangkurat (MSAP UNLAM) angkatan II, dan status pekerjaannyasaat itu adalah PNS di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi KalimantanSelatan.
72 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
lamban. Fase-fase perkembangan sangat tergantung pada faktor inter-
nal dan eksternal, seperti faktor kemampuan sumberdaya manusianya
dan potensi sumberdaya alam serta lingkungannya. Oleh karena itu
ketika program akhirnya berhasil dalam proses perkembangannya
biasanya membutuhkan waktu panjang.
Bertitik tolak dari perkembangan. kawasan transmigrasi selama
ini baru mencapai tingkat kemandirian dalam kurun waktu yang relatif
lama, berkisar antara 20 tahun hingga 30 tahun setelah pembukaan
kawasan transmigrasi dilakukan, maka Pemerintah melalui
Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI berupaya membuat
terobosan baru dengan membuat program Pembangunan dan
Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (PP KTM) di daerah-daerah
yang memiliki potensi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun 2008, Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan
Selatan dipilih menjadi salah satu daerah yang ditetapkan untuk
melaksanakan Program PP KTM. Program PP KTM berdasarkan UU
Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian disebutkan sebagai
upaya mengembangkan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT)
menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru, dan mendukung pusat-pusat
pertumbuhan yang sudah ada. Pembangunan dan pengembangan
WPT tersebut akan mengacu kepada teori pengembangan wilayah
melalui pembangunan daerah transmigrasi yang meliputi kawasan
pembangunan transmigrasi. yang sudah dilaksanakan dan masih
dilakukan program pembinaan maupun yang sudah diakhiri masa
pembinaannya kepada pemerintah daerah (Lampiran III, Bab IV, Pasal
18-22 UU Nomor 15 Tahun 1997).
Dalam sejarahnya, program transmigrasi di Kabupaten Barito
Kuala sebenarnya sudah di mulai sejak tahun 1937, dengan
ditempatkannya sebanyak 95 Kepala Keluarga (KK) penduduk asal
Jawa Timur ke lokasi Purwosari atau yang kemudian dikenal dengan
sebutan Anjir. Setelah itu berbagai kawasan seperti Puntik Tarantang,
Barambai, Tabunganen, Kuripan, dan Wanaraya ikut dibuka dengan
ditempatkannya transmigran dari daerah Pulau Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara. Kawasan-kawasan tersebut ada yang berkembang cepat dan
ada juga yang lamban.
73FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Meskipun dalam proses yang lama, lokasi transmigran di
Kabupaten Barito Kuala itu akhirnya cukup berkembang maju, bahkan
kemudian menjadi. Ibukota Kecamatan,. seperti Kecamatan Wanaraya
dan Anjir. Hingga tahun tahun 2009, di Kabupaten Barito Kuala ada
lima Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang dilakukan pembinaan,
yaitu: UPT Sampurna Cahaya Baru, Sawahan, Simpang Arja, Simpang
Nungki, dan Jejangkit Timur. Di wilayah yang mencakup lima UPT
tersebut dan ditambah dengan beberapa eks UPT yang lain kemudian
ditetapkan sebagai PP KTM dengan nama KTM Cahaya Baru.
Secara teoritik, program. PP KTM sebenarnya sangat prospektif.
Pertama, pemerintah daerah yang wilayahnya termasuk program ini
dapat memanfaatkannya untuk membuat perencanaan dan
melaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
Hal ini tentu membawa angin segar bagi daerah yang sedang berupaya
membangun kawasan yang didasari dari keinginan dari bawah, yaitu
dapat menggali apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan kondisi
riil di lapangan. Kedua, pendekatan program PP KTM adalah.
pembangunan dan pengembangan yang bertujuan menciptakan
kawasan pertumbuhan ekonomi. Hal itu akan menimbulkan dampak
perubahan ekonomi yang positif bagi penduduk kawasan sekitar.
Untuk menunjang langkah-langkah tersebut Pemerintah
Kabupaten Barito Kuala sudah membuat Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Kota Terpadu Mandiri yang menetapkan
kawasan seluas 51.945 Ha di enam wilayah Kecamatan, yakni.
Mandastana (sebagian desa), Jejangkit, Belawang (sebagian desa),
Rantau Bedauh (sebagian desa), Barambai (sebagian desa), dan Cerbon
(sebagian desa). Dalam perkembangannya, Perda tersebut direvisi lagi
dengan memasukkan sebagian wilayah Kecamatan Marabahan dan
lainnya sebagai wilayah pengembangan. Sedangkan jumlah desa yang
masuk dalam program ini sebanyak 47 desa, 24 Unit UPT yang telah
diakhiri status pembinaannya dan 5 UPT yang masih di lakukan
pembinaan. Sedangkan ruang lingkup dalam program PP KTM pada
dasarnya adalah kawasan yang dikategorikan daerah pedesaan.
Pembangunan pedesaan merupakan salah satu program pembangunan
daerah. Pembangunan desa mengarah pada perluasan kesempatan
74 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
kerja, menggali potensi yang ada dan meningkatkan kemampuan
masyarakatnya.
Upaya pemberdayaan masyarakat desa yang berprinsip lokalitas
sebenarnya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat (Friedman,
1992). Merujuk pada Sajogyo (Sarman, 1998), pengembangan
masyarakat itu mestinya memperhatikan tingkat kemampuan
sumberdaya manusianya, penyediaan akses, dan pengembangan
kelembagaan yang membela kepentingan mereka. Hal itulah akar-akar
dari gerakan masyarakat yang sebenarnya diidamkan. Dengan
demikian wujud nyata pembangunan sebagai manifestasi dari
kebutuhan dan keinginan dari masyarakat akan dapat terlaksana dan
berhasil tanpa harus mengurangi sasaran dan tujuan pembangunan
yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu meskipun program PP KTM Cahaya Baru sudah
direncanakan secara komprehensif dan terstruktur dengan baik,
seharusnya perlu dievaluasi apakah dalam pelaksanaannya benar-
benar berorientasi pada pemberdayaan masyarakat yang partisipatif
sehingga program tersebut benar-benar bermanfaat bagi transmigran
yang nota bene merupakan sasaran target program.
A. 2. Pokok Permaasalahan
Program. PP KTM. Cahaya. Baru adalah program Pemerintah
Pusat, namun dalam pelaksanaannya diserahkan kepada instansi di
daerah, dan karena itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Barito Kuala adalah leading sector dalam program ini.
Secara struktural Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Barito Kuala (selanjutnya disingkat dengan sebutan Instansi Pelaksana)
seharusnya bertanggung jawab untuk merencanakan teknis program,
mengkoordinasikannya dengan segala pihak terkait. Tugas fungsional
tersebut secara teknis tidaklah mudah karena menyangkut kemampuan
komunikasi dan pengorganisasian. Berdasarkan pengamatan awal
untuk penelitian ini tampaknya kinerja Instansi Pelaksana belumlah
optimal. Pertanyaannya adalah, apakah dengan kinerja yang tidak
optimal itu akan dapat dicapai sasaran program sebagaimana yang
direncanakan; dan bagaimana dampaknya terhadap kelompok
75FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
masyarakat yang diandaikan sebagai subyek sasaran program? Oleh
karena itulah persoalan kapasitas dan kapabilitas organisasi Instansi
Pelaksana ini kemudian menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini.
A. 3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan, maka fokus
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Sampai sejauh
mana keterlibatan stakeholders dalam program pengembangan KTM
Cahaya Baru, dan apakah sudah ada manfaat program tersebut bagi transmigran
dan masyarakat di sekitar lokasi proyek?
A. 4. Tujuan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
kinerja pelaksana kebijakan program pengembangan KTM Cahaya
Baru dalam mengimplementasikan rencana yang disusun untuk pro-
gram pengembangan tersebut, dan faktor-faktor apa yang mungkin
menjadi penghambatnya.
B. METODOLOGIB. 1. Teorisasi Masalah
Program PP KTM Cahaya Baru di Kabupaten Barito Kuala
merupakan salah satu operasionalisasi dari opsi strategi dalam
pembangunan yang berorientasi pada pengembangan potensi wilayah
berbasis pemberdayaan masyarakat. Dalam program ini yang dijadikan
fokus dalam pelaksanaannya adalah menekankan pada pembangunan
dan pengembangan wilayah beserta masyarakat yang tinggal di dalam
kawasan tersebut.
Menurut Budiman (1996), konsep pembangunan secara umum
dapat diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan
masyarakat dan warganya. Seringkali kemajuan yang dimaksud
terutama adalah kemajuan material, maka pembangunan seringkali
diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di
bidang ekonomi. Pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok:
pertama, masalah materi yang mau dihasilkan dan dibagi; kedua,
masalah manusia yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi
76 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
manusia pembangunan. Sedangkan Siagian (2008) menafsirkan konsep
pembangunan. sebagai suatu usaha pertumbuhan dan perubahan
berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (na-
tion building).
Merujuk pada Kunarjo (2002), dewasa ini keinginan negara-negara
yang sedang berkembang menggebu-gebu untuk melakukan
pembangunan, terutama pembangunan di bidang ekonomi. Padahal
perubahan di bidang ekonomi bukan hanya satu-satunya arti yang
terkandung dalam pembangunan. Pembangunan harus diartikan lebih
dari pemenuhan kebutuhan materi di dalam kehidupan manusia.
Padahal apabila menggunakan pemahaman. Todaro (2003), hakikat
pembangunan adalah suatu proses multidimensional. yang mencakup
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan
institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta
pengentasan kemiskinan. Dengan kata lain, pembangunan itu harus
mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian
sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar dan keinginan individual dan kelompok sosial yang
ada. menuju suatu kondisi kehidupan lebih baik, baik materi maupun
spiritual.
Dalam konteks strategi pembangunan masyarakat, Sukirno (1976)
berpendapat bahwa terdapat banyak kriteria yang digunakan untuk
menetapkan suatu ruang sebagai kesatuan perkembangan kehidupan
fisik, sosial, dan ekonomi. Pada umumnya digunakan tiga kriteria untuk
menetapkan suatu kesatuan ruang yang disebut sebagai daerah,
wilayah, atau region, yaitu:
(1)Kriteria homogenitas, apabila di suatu ruang tersebut terdapat
kegiatan sosial ekonomi. yang sifatnya sama.
(2)Kriteria daerah nodal, bahwa wilayah atau region adalah suatu
ruang yang dikuasai atau menjadi orbitasi dari satu atau beberapa
pusat kegiatan sosial ekonomi tertentu.
(3)Kriteria menggunakan azas administratif, yaitu wilayah atau daerah
adalah suatu ruang yang dibatasi oleh batas administrasi tertentu
seperti, kabupaten atau provinsi.
77FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Analisis dalam rangka pengembangan wilayah pada dasarnya
memberikan penekanan pada penggunaan potensi sumber daya
daerah, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun
kelembagaan yang ada guna mengantisipasi berbagai permasalahan
dan kebutuhan daerah (Anonimous, 2003). Sehubungan dengan hal
itu, Soetomo (2008), menguraikan, bahwa di samping itu juga
diperlukan upaya mengembangkan kebijakan pembangunan pada
tingkat daerah untuk merangsang perkembangan sosial ekonomi
daerah yang bersangkutan, termasuk menciptakan dan mengantisipasi
berbagai peluang.
Dilihat dari analisis ekonomi, pembangunan daerah perlu
memperhatikan dan memperhitungkan beberapa faktor yaitu:
sumberdaya alam, tenaga kerja, investasi, entrepreneurship,
transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah,
pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah
daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan-bantuan
pembangunan (Arsyad, 1997). Dalam konsep pengembangan wilayah,
pendekatan pembangunan kawasan dalam penanganan masalah
kemiskinan adalah serangkaian upaya yang melihat suatu kawasan
sebagai kesatuan ruang yang utuh. Hal ini berbeda dengan
pembangunan sektoral. Apabila dilakukan hanya berdasarkan per
sektor maka dipastikan tidak akan komprehensif dan terintegrasi.
Dengan demikian hubungan saling mendukung, saling mengisi, saling
melengkapi, antar sektor sangat diharapkan. Faktor koordinasi dan
integrasi dalam hal ini menjadi sangat penting.
Dalam banyak kasus, strategi dan program pembangunan kota
dan pedesaan harus dilaksanakan secara terpadu. Menurut Adisasmita
(2005), pada kenyataannya kota dan wilayah pedesaan adalah saling
ketergantungan dan saling menunjang secara ekonomi. Keluaran
ekonomi yang satu merupakan masukan sumber daya yang lainnya.
Perbaikan pusat-pusat kota yang ada sekarang ini adalah untuk
menampung peningkatan penduduk kota sejalan dengan peningkatan
produksi industri. Perbaikan tersebut dimaksudkan untuk, yaitu: (a)
mencegah akibat-akibat negatif dari aglomerasi di wilayah perkotaan
yang. berlebihan seperti kongesti lalu lintas, pencemaran dan lain-lain;
78 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
dan, (b) memperbaiki ketidakseimbangan standar hidup di kota dan
pedesaan.
Pusat-pusat kota memungkinkan produksi dilaksanakan dengan
biaya yang efesien dan distribusi barang-barang esensial dan jasa-jasa
melalui skala dan spesialisasi tenaga kerja. Kota-kota merupakan mo-
tor perubahan dan sangat vital untuk pertumbuhan ekonomi. Di lain
pihak wilayah-wilayah pedesaan mempunyai arti penting pula yaitu:
(a) mensuplai bahan makanan; (b) menyediakan banyak bahan baku
untuk produksi industri; dan, (c) merupakan pasar lokal untuk barang-
barang dan jasa-jasa yang dihasilkan industri di kota.
Dengan demikian kunci untuk strategi pembangunan kawasan
semacam KTM itu sebaiknya adalah pembangunan industri-industri
agro secara padat karya dan aplikasi teknologi tepat guna secara luas
untuk meningkatkan produktivitas pertanian di wilayah pedesaan,
seperti manajemen air, pemanfaatan tanah, eksplorasi energi, land re-
form,. pemasaran, kesehatan, keluarga berencana dan jasa-jasa
penunjang secara institusional. Sasaran dari strategi pembangunan
semacam itu adalah memperoleh “full employment” tenaga kerja dan
sumber daya fisik di wilayah pedesaan dan mengusahakan agar
penduduk desa mempunyai rangsangan ekonomi yang cukup untuk
tetap tinggal di wilayah pedesaan. Dengan terciptanya distribusi
ekonomi yang seimbang maka tidak akan muncul salah satunya seperti
problem besarnya angka arus urbanisasi.
Namun yang perlu diperhatikan kondisi “full employment” itu
tidak akan muncul begitu saja. Menurut Wrihatmolo dan Dwidjowiyoto
(2007), untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu terwujudnya
masyarakat yang makmur dan sejahtera secara adil dan merata,
sebenarnya membutuhkan intervensi pemerintah. Intervensi
pemerintah itu berupa kebijakan-kebijakan. yang akan mendorong
terciptanya kondisi yang mendekati asumsi-asumsi ideal, semisal
pembangunan harus memberi ruang yang lebih besar kepada rakyat
untuk berpartisipasi dapat bersinergi dengan upaya untuk
menanggulangi masalah pengangguran, kemiskinan, dan
ketidakmerataan.
Dalam kaitan itulah program pemberdayaan masyarakat berbasis
model KTM mestinya perlu dievaluasi untuk mengetahui dimana letak
79FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
pentingnya partisipasi dan dimana kendalanya. Meminjam definisi
umum dari Scriven (1967), Glas (1969), Stuffiebeam (1974,) evaluasi
merupakan hasil penilaian atas manfaat atau guna (Pilipus, 2002).
Sedangkan makna evaluasi dalam analisis kebijakan secara umum
dapat disamakan dengan penafsiran (appraisal), pemberian angka (rat-
ing) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha
untuk menganalisa hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya atau
dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil
kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil
tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat
kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah
kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000).
Fungsi evaluasi dalam analisis kebijakan menurut Dunn adalah
memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yakni seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah
dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi
mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target
tertentu telah dicapai, serta memberi sumbangan pada klarifikasi dan
kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan tar-
get. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan
dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis
kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang
dituju.
Dalam konteks implementasi kebijakan program KTM Cahaya
Baru, seharusnya muncul sejumlah aktivitas yang berkaitan dengan
persiapan mengembangkan kawasan itu menjadi suatu kawasan yang
mandiri secara ekonomi. Diasumsikan, di kawasan itu niscaya banyak
mengalami perubahan berkaitan dengan pembangunan infrastruktur.
yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan pelaksanaan
perencanaan program, peningkatan penguasaan teknologi pertanian,
adanya investor yang akan menanamkan modal usaha dan semakin
terbukanya kawasan setempat tentu akan membawa dampak yang
cukup besar bagi kehidupan masyarakat setempat. Dan mestinya,
80 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
semua kegiatan itu mengundang partisipasi semua pihak, termasuk
para transmigran dan masyarakat sekitar, yang diperkirakan akan ikut
menerima dampak dari adanya program pengembangan kawasan
tersebut.
B.2. Kerangka KonseptualSecara konseptual, Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah kawasan
transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang
menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan (Anonimous, 2007).
KTM memposisikan kaum transmigran sebagi subyek pembangunan
untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya alam secara
berkelanjutan. Adapun pencantuman. istilah “Kota” dalam pengertian
tersebut dimaksudkan untuk menyatukan visi tentang kawasan
transmigrasi yang akan dibangun dan dikembangkan memenuhi fungsi-
fungsi perkotaan. Sehingga program transmigrasi ke depan diharapkan
secara psikologis mempunyai dampak positif untuk menarik minat kaum
muda bertransmigrasi, sekaligus mengurangi terjadinya perpindahan
penduduk yang tidak terarah ke kota-kota besar (deurbanisasi) serta
sebagai kota penyangga dalam konteks pembangunan perwilayahan.
Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi perkotaan adalah
tersedianya berbagai fasilitas yang meliputi:
1) Pusat kegiatan ekonomi wilayah;
2) Pusat kegiatan industri pengolahan hasil;
3) Pusat pelayanan jasa dan perdagangan;
4) Pusat pelayanan kesehatan;
5) Pusat pendidikan dan pelatihan;
6) Sarana pemerintahan; dan
7) Fasilitas umum dan sosial.
Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan sumberdaya alam
yang berkelanjutan adalah pemanfaatan sumberdaya alam untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tanpa meninggalkan
degradasi lingkungan untuk generasi yang akan datang. Kebijakan
program KTM di kawasan transmigrasi dirancang mengacu kepada
teori pengembangan wilayah melalui pembangunan wilayah
81FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
pengembangan transmigrasi (WPT), dan kegiatannya meliputi:
1) Kawasan yang sudah dilaksanakan pembangunan transmigrasi
terdiri dari pemukiman transmigrasi yang sudah diserahkan kepada
pemerintah daerah dan pemukiman transmigrasi yang masih ada
dan dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
2) Kawasan potensial yang sedang dibangun permukiman transmigrasi
baru.
3) Kawasan potensial yang dapat dikembangkan untuk calon
pemukiman tranmigrasi.
4) Kawasan desa sekitar.
Merujuk pada Buku Pedoman Umum Kota Terpadu Mandiri
(Anonimous, 2007) program pengembangan KTM pada dasarnya
bertujuan untuk:
a) Untuk menciptakan sentra-sentra agribisnis dan agroindustri yang
mampu menarik kehadiran investasi swasta.
b) Sebagai penggerak perekonomian para transmigran dan penduduk
sekitar menjadi. pusat-pusat pertumbuhan baru.
c) Membuka kesempatan kerja dan peluang usaha.
Diasumsikan, dengan terbentuknya sentra-sentra agribisnis dan
agroindustri di kawasan transmigrasi, maka diharapkan akan
meningkatkan kemudahan-kemudahan bagi para transmigran dan
penduduk sekitar untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar mereka.
Pada akhirnya apabila proses tersebut berjalan lancar maka dengan
sendirinya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para
transmigran dan penduduk sekitar di kawasan tersebut.
Dengan demikian, konsep dasar pembangunan KTM pada
hakekatnya adalah mewujudkan kawasan perkotaan yang dapat
mengatur dan menyediakan kebutuhan kota itu sendiri tanpa
tergantung dari kawasan kota lain. Suatu kota mandiri bukan sebuah
kota tanpa interaksi dengan daerah belakangnya, karena pada
dasarnya tetap didukung dan mendukung kegiatan usaha ekonomi
daerah belakangnya. Karena itu pengembangan KTM dilakukan pada
kawasan non produktif maupun kawasan produktif,. yang memiliki
dasar infrastruktur dengan pengembangan yang terencana dan
82 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
terintegrasi dengan kawasan di sekitarnya, serta harus berwawasan
lingkungan.
Dalam skenarionya, kawasan KTM dibangun dengan
menggunakan konsep pembangunan kawasan lengkap, tidak hanya
kawasan permukiman, tapi harus didukung oleh tersedianya
infrastruktur yang dapat memenuhi kebutuhan sosial ekonomi
masyarakat secara seimbang. KTM merupakan konsep nyata dari
pemikiran sistem konsep transmigrasi nasional dengan paradigma baru,
wujud dari pembangunan kawasan transmigrasi secara holistik dan
komprehensif. Konsep KTM akan menciptakan nilai tambah berbagai
produk yang dihasilkan kawasan transmigrasi, di dalam kawasan KTM
tersebut juga akan dibangun kawasan industri, lahan budidaya, fasilitas
sosial (sekolah, rumah sakit), fasilitas ekonomi (pasar, terminal, bank),
kantor pengelola, kantor manajemen pengelolaan desa, dan
infrastruktur.
Dengan demikian, pada dasarnya KTM adalah bentuk lain dari
strategi pengembangan wilayah, namun dengan kekhususan untuk
mengembangkan kawasan transmigrasi. Namun, merujuk pada
Tjokrowinoto (1999), konsep pengembangan wilayah di Indonesia
tampaknya tidak terlalu dapat diandalkan dalam tataran
implementasinya, karena:
(1)Program pengembangan wilayah pada tingkat makro cenderung
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan menempatkan
penanggulangan kemiskinan pada posisi sekunder.
(2)Pada tingkat pelaksana gagasan, tidak cukup komitmen dalam
melaksanakannya sehingga program pengembangan tersebut
cenderung disfungsional.
(3)Pengembangan wilayah pada tingkat mezzo, mengintegrasikan
sifat-sifat positif seperti pengembangan kapasitas dan
kelembagaan melalui learning process yang dimungkinkan oleh
time-frame yang lentur dan berjangka panjang. Akan tetapi
integrasi itu amat diwarnai oleh pendekatan sektoral daripada
pendekatan kawasan. Pada tingkat ini. pengembangan kawasan
dilaksanakan melalui program pengembangan wilayah dengan
tujuan menanggulangi kemiskinan melalui pembinaan kapasitas
dan pembinaan kelembagaan pada tingkat Kabupaten ke bawah.
83FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
(4)Pengembangan kawasan pada tingkat mikro karena time-frame
yang amat pendek cenderung melihat masing-masing proyek
sebagai enclave project yang terpisah satu sama lain dan melihat
kelompok sasaran sebagai obyek melalui sikap yang patronizing.
Pada. tingkat ini pengembangan kawasan terpadu dengan tujuan
utama meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di desa-
desa yang mempunyai permasalahan khusus secara langsung
melalui peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,
peningkatan dampak program pembangunan desa, pemerataan
upaya pembangunan, peningkatan kemampuan pelayanan
pedesaan dan peningkatan kemampuan mekanisme perencanaan
pembangunan dari tingkat desa.
Padahal meminjam pemikiran Adisasmita (2005), pada
pelaksanaan pembangunan sekarang ini, tantangan utama yang perlu
diatasi dalam jangka pendek adalah mengurangi jumlah penduduk
miskin melalui pendekatan kemanusiaan yang menekankan kebutuhan
dasar, pendekatan kesejahteraan melalui peningkatan dan
pengembangan ekonomi produktif, serta penyediaan jaminan sosial
dan perlindungan pengentasan kemiskinan agar dilakukan secara
komprehensif dan terpadu yang melibatkan semua pihak, baik
pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin
itu sendiri. Maksudnya adalah agar program pembangunan itu dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi
sosial ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat miskin.
Oleh karena itu tampaknya perlu dipahami bahwa antara tujuan
pembangunan dan motivasi pelaku pembangunan tidak selalu singkron;
dan kadangkala persoalannya menjadi semakin rumit manakala
dikaitkan dengan pentingnya unsur pembiayaan pembangunan itu
sendiri (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007). Tujuan pembangunan,
motivasi pelaku pembangunan, dan pembiayaan pembangunan
bertemu dengan dilema antara efektivitas dan efisiensi. Jika efektivitas
dipahami sebagai mengoptimalkan semua input tersedia, efisiensi
dipahami sebagai menurunkan input seoptimal mungkin. Jika input
84 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
itu adalah tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, dan
pembiayaan pembangunan, pilihannya adalah: (1) mengoptimalkan
penggunaan tujuan pembangunan, mengoptimalkan motivasi
pembangunan, dan mengoptimalkan pembiayaan pembangunan,
dengan orientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; atau
(2) menurunkan penggunaan tujuan pembangunan, dan menurunkan
pembiayaan pembangunan, dengan orientasi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kedua pilihan itu seringkali tidak dipilih
salah satunya, tetapi sama-sama dipakai. Kontradiksi ini (dalam
pengertian penerapan dua pilihan yang berlainan makna)
sesungguhnya dapat membentuk pilihan yang salah (adverse selec-
tion) dan dapat pula membentuk penyelewengan (moral hazard).
Kedua hal itu selanjutnya dapat menimbulkan biaya transaksi baru
(dan tentu saja pemborosan) dalam kegiatan pembangunan.
Dengan demikian, mestinya pelaksanaan program KTM Cahaya
Baru dalam setiap aktivitasnya harus tepat dan bermanfaat, agar dapat
mencapai target sasaran untuk meningkatkan perbaikan kesejahteraan
bagi warga masyarakat sekitar lokasinya. Agar. tercapai sasaran yang
diinginkan semua pihak yang terlibat harus memiliki pemahaman yang
sama tentang proses yang dijalankan. Jangan sampai hanya. bagus di
tingkat konsep tetapi jelek dalam implementasinya. Dalam rancangan
perencanaannya boleh saja disebutkan untuk mencapai tujuan
perbaikan penghasilan masyarakat, tetapi bisa saja terjadi dalam
implementasinya yang disebut kelompok sasaran itu malah
terpinggirkan. Itulah sebabnya dalam suatu rencana program yang
berhubungan dengan kebijakan publik harus senantiasa dapat dinilai
atau dievaluasi. Menurut Anderson (Wahab, 1990),. kebijakan adalah
langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor. berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan
tertentu. yang dihadapi. Mestinya program KTM pun bukanlah sebuah
perkecualian, niscaya melibatkan aktor untuk melaksanakannya guna
mencapai tujuan program yang telah dirancang sebelumnya.
Merujuk pada buku pedoman program KTM, secara konseptual
sudah cukup memadai bagaimana kerangka pikir yang mendasari
pentingnya program KTM berbasis pada perencanaan wilayah berbasis
partisipasi masyarakat. Paling tidak, pedoman itu. menunjukkan
85FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
prinsip-prinsip apa saja yang harus dianut dalam menyusun program
aksi untuk menunjang keberhasilan program KTM yang akuntabel.
Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:
• Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri di
kawasan. transmigrasi dirancang mengacu kepada teori
pengembangan wilayah melalui pembangunan Wilayah
Pengembangan Transmigrasi (WPT), dan secara teknis meliputi:
(1)Kawasan yang sudah dilaksanakan pembangunan transmigrasi
terdiri dari permukiman transmigrasi yang sudah diserahkan
kepada Pemerintah Daerah dan Pemukiman Transmigrasi yang
ada dan masih dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi;
(2)Kawasan potensial yang dapat dikembangkan untuk calon
pemukiman transmigrasi; dan,
(3)Kawasan Desa sekitar.
• Kriteria dan Persyaratan KTM, secara teknis meliputi:
(1)Masuk ke dalam kawasan budidaya non kehutanan;
(2)Luasan minimal 18.000 hektar yang diasumsikan berdaya
tampung 9.000 KK terdiri dari transmigran dan penduduk sekitar;
(3) Mempunyai potensi untuk mengembangkan komoditi unggulan
dan memenuhi skala ekonomis;
(4)Mempunyai kemudahan hubungan dengan Puasat-pusat
pertumbuhan yang telah ada;
(5)Kawasan yang diusulkan tidak tumpang tindih dengan
peruntukan pihak lain, tidak berpotensi masalah sosial,
merupakan aspirasi masyarakat setempat dan atau badan usaha;
(6)Usulan pembangunan dan pengembangan KTM merupakan
kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan
DPRD Kabupaten/Kota, dikoordinasikan oleh pemerintah
Provinsi, serta lolos seleksi dari Tim Pemerintah;
(7)Kebutuhan lahan yang diperlukan untuk pembangunan dan
pengembangan KTM adalah untuk Pusat bibit/benih dan
demfarm 230 hektar, pembangunan sarana dan pra sarana pusat
KTM 120 hektar, pengembangan pemukiman transmigrasi baru
86 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
minimal 1000 hektar, pengembangan transmigrasi swakarsa
mandiri minimal 500 hektar.
• Perolehan tanah kawasan KTM dapat berasal dari:
(1)Tanah Negara bebas, tanah hak dan ulayat yang perolehannya
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
(2)Hak pengelolaan (HPL) Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, dimana sebagian HPL dapat dilepaskan untuk
diproses menjadi Hak Guna Usaha (HGU) Badan Usaha melalui
BPN;.
(3)Tanah berasal dari HGU Badan Usaha, dimana sebagian HGU
tersebut dapat dilepaskan menjadi HPL Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi yang akan dibagikan kepada
Transmigran dan penduduk sekitar yang mengikuti program
transmigrasi.
• Rencana struktur tata ruang kawasan KTM harus mengacu kepada
amanat UU Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian pada
Pasal 22, bahwa Pembangunan Wilayah Pengembangan
Transmigrasi (WPT) dilaksanakan secara terencana dan bertahap
serta terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan
daerah, yang secara teknis dapat ditafsirkan sebagai kriteria:
(1) Dalam WPT terdapat beberapa Satuan Kawasan Pengembangan
(SKP), sedangkan setiap SKP terdiri dari Satuan Pemukiman (SP);
(2)SKP merupakan kumpulan SP transmigrasi dan desa sekitar yang
terhubungkan oleh jaringan transportasi dan memiliki desa
utama sebagai pusat kegiatan dari SKP;
(3)Dari beberapa SKP ditentukan satu pusat pengembangan utama
tingkat WPT untuk menjadi Pusat KTM yang mempunyai fungsi
perkotaan, (4) Pusat KTM mempunyai keterkaitan dan
keterikatan dengan Desa-desa utama yang merupakan Pusat SKP
dan Desa-desa sekitarnya.
• Pengembangan usaha, , , , , yang harus dilihat dari perspektif:
(1) Pengembangan usaha masyarakat pada KTM diarahkan kepada
pengembangan komoditas unggulan melalui sistem agribisnis dan
agroindustri dari hulu ke hilir yang bekerjasama dengan investor;
87FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
(2) Bidang usaha pertanian dan non pertanian merupakan kegiatan
yang saling mendukung.
• Pengembangan masyarakat, , , , , yang harus dipahami dalam konteks:
(1)Bidang pengembangan masyarakat terdiri dari: aspek ekonomi,
aspek sosial budaya, aspek mental spritual, aspek kelembagaan,
dan aspek keamanan;
(2) Pengembangan masyarakat diarahkan untuk membentuk
masyarakat pertanian modern yang direncanakan dengan
pendekatan partisipatif, berbasis kebutuhan dan melibatkan
pelaku usaha dan pemerintah daerah;
(3)Pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi penguatan
kelembagaan masyarakat, penguatan kapasitas SDM,
pengembangan kemitraan dan pelayanan jasa pemerintah;
(4)Untuk pengembangan masyarakat diarahkan untuk mencapai
perilaku masyarakat yang produktif, efesien, berwawasan luas,
peduli lingkungan dan berpikiran modern menuju masyarakat
madani.
Dengan demikian, apabila merujuk pada prinsip-prinsip tersebut
di atas mestinya pelaksana program dapat mengeliminir kendala dan
lebih mampu mengatasi hambatan yang muncul dalam implementasi
program di lapangan.
B. 3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Barito Kuala, khususnya di
kawasan yang termasuk dalam lokasi proyek PP-KTM Cahaya Baru,
yaitu: Desa, UPT, dan eks UPT yang termasuk dalam kawasan pro-
gram PP KTM Cahaya Baru Kabupaten Barito Kuala, yang meliputi 47
Desa, 24 Eks UPT, dan 5 UPT Binaan. Penelitian ini pada dasarnya
dimaksudkan untuk menilai implementasi program PP KTM Cahaya
Baru yang nota bene sudah mulai dilaksanakan sejak Januari 2008;
sehingga praktis sudah berlangsung selama 2 tahun hingga penelitian
ini dilakukan pada bulan Desember 2009. Karena program KTM Cahaya
Baru ini dirancang akan berlangsung hingga tahun 2012, maka evaluasi
dimaksud sebenarnya berpola evaluasi proses (evaluasi formatif).
88 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan
pendekatan penelitian deskriptif dengan desain penelitian evaluatif
berbasis metode survai. Desain evaluatif digunakan untuk menelaah
proses perencanaan hingga pelaksanan program yang dilakukan oleh
pengelola PP KTM Cahaya Baru. Meskipun menggunakan metode
survai, tetapi instrumen penelitian berupa kuesioner disampaikan
kepada responden dalam bentuk wawancara berstruktur; karena
secara teknis hal itu lebih mungkin dilakukan daripada kuesionernya
diserahkan kepada responden untuk ditanggapi. Sebagai responden
dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang berada di wilayah
KTM Cahaya Baru yang diasumsikan terlibat atau mengetahui kegiatan
proyek KTM; dan secara purposive ditentukan 90 orang responden yang
dikategorikan sebagai: (1) Perwakilan Desa (ditentukan 50 orang);. (2)
Perwakilan eks UPT (30 orang); dan (3) Perwakilan UPT yang masih
dibina (10 orang).
C. HASIL PENELITIANC. 1. Program KTM dalam Perspektif Kondisi Obyektif Barito
Kuala
Lokasi yang menjadi tempat dilaksanakannya Program PP KTM
Cahaya Baru adalah di wilayah Kabupaten Barito Kuala, tepatnya di
enam wilayah Kecamatan terpilih (dari 17 kecamatan di Kabupaten
Barito Kuala), yakni: Jejangkit, Mandastana, Belawang, (sebagian)
Barambai, Rantau Badauh, (sebagian) Cerbon, dan (sebagian)
Marabahan. Pusat PP KTM Cahaya Baru berada di Kecamatan
Marabahan, yang merupakan ibukota Kabupaten Barito Kuala
(Anonimous, 2009). Secara kluster, wilayah PP KTM Cahaya Baru itu
dikelompokkan dalam status Satuan Kawasan Pengembangan (SKP),.
yakni: Kecamatan Jejangkit (SKP 1),. Kecamatan Mandastana (SKP 2),
Kecamatan Belawang (SKP 3), Kecamatan Barambai (SKP 4),.
Kecamatan Rantau Badauh (SKP 5) dan sebagian Kecamatan
Marabahan, Kecamatan Cerbon dan. sebagian Kecamatan Barambai
termasuk kedalam (SKP-P). Keseluruhan luas areal. wilayah KTM
dirancang kurang lebih. 60.568 Ha (lihat Tabel 1), meskipun yang
dimasukkan dalam Perda KTM Cahaya Baru hanya seluas 51.945 hektar
89FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
saja. Dari kawasan SKP tersebut terdapat 29 Unit Pemukiman
Transmigrasi yang terdiri dari 24 UPT yang telah diserahkan dan 4
yang masih dibina. Sedangkan untuk rencana wilayah desa, eks UPT,
dan UPT yang masih dibina menyebar di berbagai Kecamatan, seperti
terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.
Sumber: Disnakertrans Kabupaten Batola, 2009.
Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 6
Tahun 2008 telah ditetapkan Kota Terpadu Mandiri (KTM), yang
meliputi kawasan di enam kecamatan itu, meliputi areal seluas 51.945
Ha. Dari kawasan seluas 51.945 Ha tersebut dibuat perencanaan tata
ruang yang akan menghasilkan susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara heirarkis
memiliki hubungan fungsional. Selain itu juga akan menghasilkan
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah, meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. Lahan PP KTM
90 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Cahaya Baru berada pada Kawasan Budidaya dan Menurut Rencana
Tata Guna Hutan termasuk Areal Penggunaan Lain (APL). Kawasan
KTM. ini tidak bertentangan dengan RTRW Provinsi Kalimantan
Selatan dan RTRW Kabupaten Barito Kuala (Perda Nomor 09 Tahun
2003), meskipun dalam kawasan ini termasuk beberapa UPT lama dan
UPT yang masih dalam pembinaan dan desa asal.
Kawasan KTM pada umumnya dikuasai oleh masyarakat namun
dapat dikembangkan sesuai komoditas unggulan ekonomis, dengan
catatan harus sepenuhnya melibatkan masyarakat secara langsung.
Sebagai contoh, lahan pengembangan permukiman di UPT Sawahan,
Kecamatan Cerbon. Potensi unggulan Kawasan KTM Cahaya Baru
adalah sentra persawahan produktif dan dipadukan dengan budidaya
hortikultura (jeruk, rambutan dan nenas). Kawasan ini sering disebut
dengan Kawasan Agropolitan Jeruk Berbasis Padi. Pada kawasan ini
pula telah dikembangkan kebun kelapa sawit dan budidaya ikan
keramba.
Tabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTM
Sumber : Diolah dari data Disnakertrans Kabupaten Batola, 2009.
91FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Untuk kondisi lahan yang dikembangkan semuanya merupakan
daerah lahan basah. Pola penggunaan lahan di Kawasan KTM Cahaya
Baru sesuai dengan pola penyebaran penduduk yang ada akumulasi
penduduk sebagian besar terdapat pada lokasi-lokasi yang
dikembangkan oleh pemerintah, seperti pusat pemerintahan dan
perdagangan, lokasi transmigrasi di mana daerah-daerah tersebut
sudah mempunyai prasarana dan sarana yang memadai. Penggunaan
lahan di wilayah Kawasan KTM Cahaya Baru terdiri dari permukiman,
persawahan, tegalan/pertanian lahan kering, kebun campuran,
perkebunan, hutan, danau/rawa dan alang-alang.
Dari observasi lapang yang dilakukan memang kondisi di wilayah-
wilayah tersebut masih minim sarana infrastruktur, terutama dari aspek
sarana transportasi. Hubungan antar wilayah dipisahkan oleh
hamparan hutan galam, bahkan terputus oleh sungai besar, seperti
Sungai Barito. Ini terjadi pada wilayah Kecamatan Barambai dan
Kecamatan Rantau Badauh. Melihat kondisi yang ada di lapangan
tersebut, seharusnya perlu segera dibuat jalan penghubung sehingga
antar wilayah menjadi satu kesatuan yang saling terhubung.
Tabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayah
KTM Cahaya BaruKTM Cahaya BaruKTM Cahaya BaruKTM Cahaya BaruKTM Cahaya Baru
Sumber : diolah dari data Disnakertrans Kabupaten Batola, 2009.
Persyaratan bagi penggunaan lahan yang dapat dimanfaatkan
bagi pengembangan Kawasan KTM Cahaya Baru harus memenuhi
ketentuan/kriteria status hutan, yaitu:
92 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
(1)Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Areal Penggunaan Lain (APL)
merupakan daerah yang berfungsi bagi penggunaan dan
perencanaan lain,. dapat langsung ditindaklanjuti.
(2)Hutan Produksi Biasa (HPB) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT),.
proyeksi lahan hanya bisa dilanjutkan apabila sudah dikelola
pengalihan status.
(3)Hutan lindung, Hutan Suaka Alam, Taman Nasional,. proyeksi
lahan tidak dapat dimanfaatkan / digunakan sama sekali.
Kawasan KTM Cahaya Baru seluruhnya termasuk dalam Areal
Penggunaan Lain (APL). Berdasarkan hasil penelusuran perencanaan
sebelumnya, ternyata Program Transmigrasi yang telah ada dikawasan
PP KTM Cahaya Baru telah ditunjang dengan Surat Keputusan HPL
(Tabel 4).
Tabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya Baru
berdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPL
Sumber: Disnakertrans Kabupaten Batola
Pola penggunaan lahan pada hakekatnya adalah merupakan
gambaran pemanfaatan ruang dari hasil jenis usaha dan tingkat
teknologi di suatu wilayah dan sejauh mana aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumber daya lahan baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat.
93FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Pola penggunaan lahan di Kawasan KTM Cahaya Baru sesuai
dengan pola penyebaran penduduk yang ada akumulasi penduduk
sebagian besar terdapat pada lokasi-lokasi yang dikembangkan oleh
pemerintah, seperti pusat pemerintahan dan perdagangan, lokasi
transmigrasi dimana daerah-daerah tersebut sudah mempunyai
prasarana dan sarana yang memadai.
Penggunaan lahan di wilayah Kawasan KTM Cahaya Baru terdiri
dari permukiman, persawahan, tegalan/pertanian lahan kering, kebun
campuran, perkebunan, hutan, danau/rawa dan alang-alang. Kondisi
lahan berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan dari studi terdahulu
yaitu: sistem Lahan Kahayan adalah sesuai bagi pengembangan
beberapa komoditas seperti tersebut. di bawah ini:
ooooo Tanaman Padi dan Palawija (Ubi Kayu, Jagung, Kacang-Kacang
dan Sayuran) Tanaman Padi, Ubi kayu, Jagung, Kacang-
kacangan dan Sayuran merupakan tanaman semusim (annual
plant).
ooooo Tanaman Buah-buahan; beberapa tanaman buah-buahan yang
cukup banyak ditanam para petani di lokasi penelitian adalah
Jeruk, Rambutan, Nangka, Mangga, dan Nenas. Kelima jenis
tanaman ini tersebut merupakan jenis tanaman. yang
berkembang baik pada daratan rendah, dan mempunyai
persyaratan tumbuh tanaman yang hampir sama.
ooooo Tanaman Keras; tanaman keras yang cukup banyak ditanam para
petani di lokasi penelitian adalah kelapa hibrida. Kelapa jenis
tanaman yang hidup baik pada dataran rendah dan dataran
tinggi. Tanaman ini diusahakan secara monokultur maupun
secara bersama-sama dengan tanaman lain di kebun-kebun
campuran.
Pola penggunaan lahan di kawasan perencanaan PP KTM Cahaya
Baru, terbagi atas kawasan terbangun dan kawasan tak terbangun.
Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun yakni digunakan sebagai
kawasan permukiman, yang terbagi lagi atas kawasan permukinan
perkotaan dan pemukiman perdesaan, fasilitas sosial ekonomi, jaringan
jalan dan lainnya. Sedangkan pola penggunaan lahan kawasan tak
94 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
terbangun sebagian besar terbentuk atas penggunaan lahan pertanian,
perkebunan, hutan, semak belukar, lahan kosong dan tegalan yang
menyebar pada masing-masing kecamatan. Berdasarkan pengamatan
di lapangan, ternyata tanaman padi sawah dikembangkan bersama-
sama dengan tanaman buah-buahan, khususnya jeruk. Penanaman
padi dengan jeruk dilakukan dengan sistem tumpang sari.
Dari persektif sosiokultural, karakter sosial budaya pada kawasan
KTM Cahaya Baru bercirikan suku Banjar dan Bakumpai, atau
campuran keduanya. Kultur masyarakat Banjar dan Bakumpai ini
dipengaruhi oleh faktor agama, khususnya agama Islam, dan ia tampak
pada pola kehidupan sehari-hari masyarakat yang cenderung agamis.
Sedangkan untuk masyarakat pendatang, terutama yang tinggal di
daerah transmigrasi, sebagian besar berasal dari pulau Jawa,. dan
sebagian kecil. transmigran yang berasal dari pulau Bali membawa
pengaruh budaya Bali dan agama Hindu. Meskipun tidak dimaksudkan
untuk mendeskripsikan korelasinya, tetapi jumnlah penduduk yang
berstatus miskin (Pra-Sejahtera) lebih banyak ditemukan di kecamatan
Mandastana (Tabel 5).
Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.
Sumber : BPS Kabupaten Batola
C. 2. Implementasi Program KTM Cahaya Baru.
Ada sejumlah rencana pengembangan potensi ekonomi di lokasi
program KTM Cahaya Baru, antara lain sebagaiberikut:
(a)Rencana Pengembangan Komoditas Melalui Agrobisnis (Kemitraan),
meliputi:
• Padi dan hortikultura, seperti jeruk dan nanas
• Kelapa sawit
95FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
• Ternak sapi dan unggas
• Perikanan budidaya kolam dan keramba jaring apung
• Industri kecil rumah tangga
(b)Rencana Pengembangan intesifikasi padi
(c) Rencana pengembangan jeruk dengan luas tanam sebanyak 4.377,9
Ha dan luas panen jeruk sebanyak 2.182 Ha.
(d) Rencana Pengembangan produksi jeruk sebanyak 34,724 Ton dengan
produktifitas 16,72 Ton/Ha.
(e) Rencana Pengembangan Perkebunan besar. kelapa sawit.
(f) Rencana Pengembangan plasma kelapa sawit sebanyak 3.300 Ha.
(g) Rencana Pengembangan Ternak Sapi.
(h) Rencana Pengembangan unggas ayam dan puyuh.
(i) Rencana Pengembangan keramba dan kolam.
(j) Rencana pengembangan lapangan penumpukan batu bara dan
eksploitasi. gas metana.
Berdasarkan laporan master plan yang dibuat oleh konsultan
Itnasindo (2008), penyusunan rencana tata. ruang Kota Terpadu
Mandiri Cahaya Baru, merupakan upaya untuk mengatur,
memanfaatkan dan mengembangkan setiap bagian wilayah secara
optimal dan terpadu, sehingga diperoleh keseimbangan dan keserasian
perkembangan wilayah secara menyeluruh selama jangka waktu
perencanaan. Prinsip yang dianut adalah pengintegrasian dari sistem
jaringan jalan, serta sistem pusat-pusat kegiatan fungsional wilayah.
Sistem jaringan jalan pada dasarnya adalah untuk menghubungkan
setiap pusat-pusat kegiatan fungsional wilayah dan sekaligus memberi
bentuk pada perkembangan fisik wilayah.
Selain pembangunan dan pengembangan SKP Pusat,. pusat-pusat
kegiatan dibawahnya yaitu SKP 1, SKP 2, SKP 3, SKP 4 dan SKP 5,
dilakukan dengan mengembangkan prasarana dan sarana sosial
ekonomi, sehingga. berfungsi sebagai pusat SKP yang melayani wilayah
belakangnya dan berfungsi sebagai pusat pelayanan lokal bagi desa-
desa di sekitarnya (Tabel 6.a dan Tabel 6.b).
96 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Tabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan Kawasan
Pengembangan KTMPengembangan KTMPengembangan KTMPengembangan KTMPengembangan KTM
Sumber: Master-Plan PP KTM Cahaya Baru.
97FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Desain master plan Pusat PP KTM Cahaya Baru dibuat itu sesuai
dengan pedoman tentang Pembangunan dan Pengembangan KTM yang
dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun
dalam praktiknya ternyata ada sejumlah rencana yang tidak konsisten,
terutama yang berkaitan dengan letak posisi dari pembangunan pusat
KTM. Dalam proses penentuan letak posisi pusat KTM itu mengalami
beberapa “tarik ulur” sehingga konsep KTM itu beberapa kali pula
direvisi. Bahwasanya kemudian posisi Pusat KTM ada di kecamatan
Marabahan (ibukota Kabupaten Barito Kuala) sebenarnya merupakan
hasil kompromi antara kepentingan Pemda dan DPRD setempat,
meskipun secara teoritik hal itu bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan
akselerasi PP KTM di masa mendatang. Dilihat dari letak posisinya, Pusat
KTM Cahaya Baru itu sebenarnya belum sepenuhnya mengacu kepada
pedoman baku yang telah ditetapkan Departemen Transmigrasi.
Seharusnya, Pusat KTM terletak di posisi yang strategis di tengah-tengah
wilayah pengembangan, sehingga mudah diakses semua desa, eks UPT,
maupun UPT yang masih dibina; sedangkan Marabahan (sebagai pusat
KTM) agak di utara kawasan pengembangan.
Merujuk pada konsep kebijakan Pemerintah Provinsi tentang
Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) untuk
Kabupaten Batola (Dinas Kimpraswil, 2002), kawasan yang dianggap
potensial adalah Desa Tabing Rimbah dan sekitarnya yang masuk
Kecamatan Mandastana dan Desa Kolam Makmur. Kecamatan
Wanaraya, Desa Jejangkit Pasar dan sekitarnya di Kecamatan Jejangkit,
dan Desa Punggu Baru dan sekitarnya di Kecamatan Anjir Muara.
Dengan demikian, penempatan lokasi Pusat KTM di Marabahan boleh
jadi akan menyebabkan akselerasi pertumbuhan ekonomi di kawasan
itu kurang optimal. Apalagi jikalau dikaitkan dengan program
unggulan lain untuk daerah ini, yakni program agropolitan. Program
agropolitan merupakan kegiatan pembangunan pertanian dalam arti
luas (tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan,
perikanan dan kelautan); dan program ini diarahkan untuk mendukung
keberadaan Kabupaten Barito Kuala sebagai daerah penunjang pro-
gram ketahanan pangan nasional, karena potensinya sebagai daerah
penghasil beras terbesar (sekitar 20%) di Kalimantan Selatan. Program
98 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
tersebut, sesuai SK Bupati Barito Kuala Nomor 369 tahun 2003
dipusatkan pada kawasan daerah pengairan Terantang dan daerah
pengairan Belawang, diikuti pengembangan beberapa kawasan sentra
produksi lainnya, yaitu:
• Kawasan sentra produksi jeruk dan hortikultura lainnya berbasis
padi, di Kecamatan Belawang, Barambai, Cerbon, Mandastana
dan Marabahan.
• Kawasan sentra pengembangansapi potong dan kambing berbasis
padi dan Palawija di Kecamatan Wanaraya dan Barambai.
• Kawasan sentra kelapa rakyat di Kecamatan Tamban, Mekarsari
dan Alalak.
• Kawasan sentra perikanan dan kelautan di Kecamatan
Tabunganen.
Dengan kata lain, ada ketidaksingkronan antara rencana pusat
KTM dengan pusat pengembangan agropolitan di Kabupaten Barito
Kuala; padahal dua program itu mestinya saling mendukung dan
melengkapi.
C. 3. Pembahasan
Merujuk pada buku pedoman PP KTM (Anonimous, 2007), secara
garis besarnya mentitikberatkan pada dua kegiatan utama, yaitu
pembangunan infrastruktur dan pengembangan usaha serta
pengembangan kemasyarakatan. Namun, dalam realisasi rencana
kegiatan yang dilakukan ternyata belum menyentuh semua bidang yang
direncanakan. Padahal kalau dilihat dari potensi wilayah, baik dari
sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, Kawasan PP
KTM Cahaya Baru memiliki prospek untuk dikembangkan. Salah satu
sebabnya ternyata karena proyek KTM itu oleh Instansi Pelaksananya
lebih menaruh perhatian pada pembangunan sarana dan prasaran fisik,
terutama pembangunan jalan dan gedung di Pusat PP KTM, Kelurahan
Ulu Benteng Kecamatan Marabahan. Hal itu dapat dilihat dari realisasi
pelaksanaan proyek sbb:
a. Pelaksanaan Proyek KTM Cahaya Baru 2007-2008:
99FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
(1)Pembangunan Pintu Gerbang (APBD 2007)
(2)Pembangunan Tugu KTM Cahaya Baru (APBD 2007)
(3)Pembangunan Taman Kota di Tugu KTM (APBN 2008)
(4)Pembangunan Taman Kota di Pusat KTM (APBN 2008)
b. Pelaksanaan Proyek KTM Cahaya Baru 2009
(1) Pembangunan Kantor Pengelola (700 m2). : Rp 2.100.000.000,-
(2) Pembangunan Rumah Pintar (250 m2) : Rp. 625.000.000,-
(3) Pembangunan Guest House (325 m2) : Rp. 975.000.000,-
(4) Pembangunan Jalan ke Pusat KTM(3.980 m) : Rp 3.316.528.000,-
(5) Pembangunan Jalan Boulevard (3.295 m) : Rp. 681.472.000,-
(6) Pembangunan Transmigrasi Baru:
• UPT Sawahan 100. KK : Rp 3.779.739.000,-
• UPT Jejangkit. 98 KK : Rp 5.079.544.000,-
• Pemugaran pemukiman
di Desa Jejangkit 35 KK : Rp 2.175.544.000,-
Bahkan apabila diperhatikan dengan seksama rencana
pengembangan kawasan KTP untuk anggaran tahun 2010 (Tabel 7),
tampak sekali kurangnya keberpihakan Instansi Pelaksana terhadap
rencana pengembangan sumberdaya ekonomi masyarakat setempat.
Tetapi, verifikasi dari aparat pelaksana proyek, kebijakan tersebut
ditempuh karena memang sudah disetujui oleh Departemen
Transmigrasi. Analoginya adalah, KTM itu butuh “panggung”, dan
yang dimaksud dengan analogi itu adalah infrastruktur pendukung,
terutama jalan dan gedung-gedung perkantorannya.
Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010
Sumber: Disnakertrans Kabupaten Batola, 2010.
Untuk realisasi rencana pengembangan usaha ekonomi dan
100 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
masyarakat selama program kebijakan PP KTM lima tahun ke depan
yang dimulai sejak tahun 2008 sampai dengan 2012 sebenarnya telah
dibuat rencana program aksi bersama dengan jajaran stakeholders,
terutama yang menangani sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.
Namun verifikasi terhadap para stakeholders dimaksud, ternyata
menunjukkan fakta bahwa program aksi dimaksud belum berjalan
efektif, terutama karena persoalan koordinasi (Hasil wawancara
dengan seorang pejabat Dinas Transmigrasi Provinsi Kalimantan
Selatan, tanggal 27 Desember 2009). Ada gagasan, bahwa seharusnya
ada semacam Badan Pengelola yang bertugas dan berwenang khusus
menangani pembangunan di kawasan KTM sehingga kontribusi peran
stakeholders bisa lebih optimal.
Seorang pejabat Pemda mengakui bahwa program KTM Cahaya
Baru itu masih berpola “trial and error”. Pejabat lainnya mengakui
bahwa pembangunan dalam konteks KTM Cahaya Baru masih terfokus
pada pembangunan fisik di pusat KTM, yakni di Kelurahan Ulu
Benteng Kecamatan Marabahan, karena memang demikian arahan
yang mereka terima dari pihak atasan. Tetapi pengakuan tersebut
sebenarnya tidak menunjukkan fakta bahwa para pejabat yang
berwenang dalam pelaksanaan rencana program KTM telah
memahami substansi masalah, bahwa diluncurkannya program KTM
itu terutama adalah untuk memberdayakan masyarakat di kawasan
transmigrasi agar jadi lebih mandiri secara ekonomi dan mampu
memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada untuk perbaikan
kesejahteraan hidup mereka; di samping tujuan lain untuk
mengembangkan kawasan tersebut menjadi lebih maju.
Dalam konsep pengembangan wilayah, pendekatan
pembangunan kawasan dalam penanganan masalah kemiskinan
adalah serangkaian upaya yang melihat suatu kawasan sebagai
kesatuan ruang yang utuh. Tetapi merujuk pada pengakuan sejumlah
pejabat yang notabene merupakan stakeholders program KTM, tampak
sekali pola pikir sektoral begitu dominan. Mereka semua mengakui
memiliki program yang berorientasi pada pemberdayaan dan
pengembangan potensi masyarakat, tetapi tidak ada satupun yang
dapat menunjukkan perannya dalam konteks pengembangan KTM
Cahaya Baru. Dalam kaitan itu Instansi Pelaksana sebagai “leading
101FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
sector” terbukti tidak mampu menjalankan perannya sebagai
koordinator, yang seharusnya dapat mendamaikan ego sektoral yang
ada di berbagai instansi terkait dan seharusnya terlibat dalam
pengembangan KTM Cahaya Baru.
Namun demikian, apakah program KTM sama sekali tidak ada
imbasnya terhadap kehidupan masyarakat di lokasi pengembangan?
Penelitian ini, melalui pengakuan para responden, membuktikan bahwa
secara umum memang warga masyarakat setempat tidak merasakan
manfaat yang signifikan, tetapi secara spesifik beberapan kelompok
masyarakat masih melihat positif program KTM tersebut. Dengan
mengambil sampel lokasi di 5 Desa, 3 Eks-UPT, dan 1 UPT yang masih
dibina; diperoleh 90 orang responden yang diasumsikan dapat
merepresentasikan warga masyarakat di lokasi KTM Cahaya Baru.
Representasi dimaksud dikaitkan dengan jenis pekerjaan responden
yang umumnya petani, karena program KTM sebenarnya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat transmigran, dan bidang
usahanya yang ditekuni oleh umumnya transmigran di Kabupaten
Barito Kuala adalah pertanian.
Kepada responden ditanyakan apakah pernah mengetahui
adanya program pembangunan yang bertajuk KTM Cahaya Baru(?),
dan jawaban responden ternyata sangat mengejutkan, karena 78%
responden mengaku tidak tahu. Responden yang mengaku program
KTM itu hanya pada kelompok responden yang mewakili UPT Binaan;
dan itupun terbatas pada mereka yang berstatus sebagai perangkat
desa dan. pengurus Kelompok Tani. Uniknya, mengenai sumber.
informasi mereka justru tidak mendapatkannya dari Instansi Pelaksana;
dan yang dimaksud dengan “mengetahui” adalah semata-mata pernah
mendengar informasi tantang hal itu tetap tidak juga lalu dapat
ditafsirkan sebagai memahaminya dengan baik, seperti yang
diungkapkan oleh MX.
“Pernah dulu diberitahu pihak Kecamatan. Cuma tidak ada
kelanjutannya. Pemberitahuannya juga disampaikan sekilas
secara lisan oleh Camat,” (Wawancara dengan MX,. tanggal 19
Februari 2010).
102 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Responden yang mengaku tahu ihwal program KTM umumnya
berasal dari UPT Binaan. Hal itu menjadi terasa wajar, karena mereka
masih melakukan komunikasi intens dengan aparatur Instansi
Pelaksana. Tetapi ketika mereka menjawab bahwa program KTM terasa
ada manfaatnya (dibanding responden lain di luar komunitas itu yang
justru mengaku tidak merasakannya sama sekali), tampaknya ada bias
informasi. Seolah-olah segala program yang diterima oleh transmigran
di UPT tersebut identik dengan program KTM, padahal sebenarnya
berbeda. Faktanya, mereka memang menerima bantuan paket untuk
pengembangan ternak kambing sebanyak 45 ekor (di luar bantuan
paket regular seperti jaminan hidup dan sarana produksi pertanian);
tetapi paket program tersebut tidak terdaftar sebagai bagian dari pro-
gram KTM Cahaya Baru, tetapi kabarnya merupakan imbas dari
kunjungan seorang pejabat Direktorat Jendral Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI ke lokasi UPT tersebut.
Pada dasarnya warga masyarakat setempat memang
membutuhkan program KTM, karena sebanyak 55% responden
mengaku perlu dan pentingnya prasarana transportasi berupa jalan
darat untuk mendukung eksistensi mereka sebagai petani transmigran.
Menurut mereka,. prasarana tersebut perlu ada (dansekarang ini masih
bermasalah) dalam rangka memperlancar kegiatan ekonomi pertanian
mereka, seperti misalnya menjual hasil bumi. Bahkan ketika diandaikan
apa yang diinginkan dari program KTM, 33% responden dengan
mantap berharap ada bantuan modal untuk mengembangkan usaha
pertanian mereka (dan justru bantuan dimaksud belum pernah ada
dalam wacana formal berkaitan dengan adanya program KTM Cahaya
Baru di sekitar lokasi mukim mereka). Hal itu menjadi semacam ironi,
karena sebanyak 67% responden masih membayangkan adanya
harapan bantuan dari Pemerintah (baca: Instansi Pelaksana KTM)
untuk mengatasi kesulitan mereka dalam kegiatan produksi pertanian,
terutama dalam hal ketersediaan saprodi, pupuk, dan pestisida.
Sedangkan 33% responden lainnya justru berhajat dalam hal
ketersediaan peralatan pasca panen seperti. mesin perontok padi (power
treaser). dan mesin penggilingan padi (rice milling unit).
Tatkala segala keluhan dan pengharapan masyarakat transmigran
yang kebetulan dijadikan responden dalam penelitian ini
103FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
dikomparasikan dengan verifikasi yang diberikan oleh apatur
pelaksana program KTM, maka tampaklah sejumlah kendala program
sebagai berikut:
• Aparatur dari Instansi Pelaksana merasa dukungan anggaran
untuk melaksanakan semua rencana kegiatan prohgram KTM
itu penting, namun mereka masih tergantung dengan anggaran
APBN, sedangkan dukungan dana APBD masih amat kurang.
• Pelaksana Program PP KTM Cahaya Baru masih belum mampu
melakukan koordinasi yang baik dengan para stakeholders pro-
gram; dan hal itu dialaskan pada belum dibentuknya. Badan
Pengelola KTM.
• Dalam konteks kegiatan pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan potensi ekonomi lokal, pihak Instansi Pelaksana
menilai rendahnya tanggapan dan dukungan masyarakat karena
kurang sosialisasi; tetapi di lain pihak, warga masyarakat sendiri
tidak melihat adanya urgensi program KTM tersebut karena tidak
jelas manfaatnya bagi kehidupan mereka sebagai transmigran
yang berbasis pada usaha pengembangan pertanian.
• Merujuk pada master plan yang ada, sejumlah pejabat yang
berwenang menilai konsep KTM Cahaya Baru masih belum
sempurna; dan karena ketidaksempurnaan itulah pihak investor
swasta belum mau terlibat dalam usaha pengembangan KTM
Cahaya Baru.
D. KesimpulanBerdasarkan penelitian lapang dapat dikemukakan kesimpulan
temuan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan rencana Program KTM Cahaya Baru patut dinilai
masih belum optimal kinerjanya karena terlalu berorientasi top
down dan Instansi Pelaksana program tidak sepenuhnya mampu
memainkan perannya sebagai “leading sector” yang seharusnya
mampu melakukan koordinasi secara proaktif dengan stakehold-
ers program yang ada di Kabupaten.
2. Program KTM masih belum dirasakan manfaatnya oleh
penduduk di lokasi proyek karena aktivitas program masih sangat
terbatas pada pembangunan fisik infrasruktur dan tidak
104 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
menyentuh kegiatan program pemberdayaan yang justru lebih
dibutuhkan oleh masyarakat petani transmigran yang sebenarnya
merupakan kelompok sasaran program KTM.
3. Program KTM seharusnya bisa menjadi faktor pemicu
pertumbuhan daerah, namun karena kurangnya kemampuan
koordinasi Instansi Pelaksana menyebabkan program ini tidak
bersifat komplementer dengan program pembangunan lainnya
yang relevan, seperti misalnya program agropolitan, yang sasaran
programnya serupa.
DAFTAR RUJUKAN
Adisasmita, H.R., 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha
Ilmu,Yogyakarta.
Adi, Siswo, 2002. Evaluasi. Pelaksanaan. Pemasukan. Pendapatan Asli.
Daerah Dalam. Menunjang. Pelaksanaan. Otonomi Daerah.
(Studi. Kasus di Kabupaten Nganjuk). Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya, Malang.
Anonimous, 2007. Pedoman. Pembangunan. dan. Pengembangan KTM.
Depnakertrans RI, Jakarta.
_________, 2008. Laporan Master Plan KTM Cahaya Baru. Itnasindo.
_________. 2008. Peraturan. Daerah. KTM. Pemkab Batola, Marabahan.
_________, 2009. Barito. Kuala. Dalam. Angka. BPS Kabupaten Barito
Kuala, Marabahan.
Arsyad, Lincolin, 1997. Ekonomi Pembangunan. STIE-YKPN,
Yogyakarta.
Budiman, Arif, 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Dunn, William N., 2000. Pengantar Analisis Kebijakan. Publik. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Friedman, John. 1992. Empowerment The Politics Alternatif Develop-
ment. Blackwell, Oxpord. USA.
ISEI. Bandung, 2003. Analisis. Ekonomi. Jawa Barat. Unpad Press,
Bandung.
105FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011
Kuncoro,. Mundrajad. 1997. Ekonomika. Pembangunan, Teori,.
Masalah,. dan Kebijakan. UPPM STIM YKPN. Jogjakarta.
Kunarjo. 2002. Perencanaan Dan Pengendalian Program
Pembangunan. UI. Jakarta.
Manuwiyoto, Mirwanto, 2008. Mengenal dan Memahami Transmigrasi.
Depnakertrans, Jakarta.
Muzzakar, A.G., 1999. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan dan
Pelaksanaan Pembangunan. Program Pascasarjana Univeristas
Brawijaya, Malang.
Sarman, Mukhtar, 1998. Dimensi Kemiskinan: Agenda Pemikiran
Sayogyo. P3R-. YAE, Bogor.
_______________, 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial.
Pustaka Fisip Unlam, Banjarmasin.
_______________, 2008. Dinamika Pedesaan: Sebuah Pendekatan
Sosiologis. Program MSAP UNLAM, Banjarbaru.
Siagian, Sondang P., 2008. Administrasi Pembangunan: Konsep.
Dimensi dan Strateginya. Bumi Aksara, Jakarta.
Soetomo, 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Sukirno, Sadono, 1978. Ekonomi Pembangunan: Proses Masalah dan
Dasar Kebijakan. UI Press, Jakarta.
Suparno, Erman, 2008. Paradigma Baru Transmigrasi: Menuju
Kemakmuran. Rakyat. Depnakertrans RI, Jakarta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan.
LP3ES, Jakarta.
Todaro, MP dan Stephen C. Smith, 2004. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga. (Terjemahan) Erlangga. Jakarta.
Wahab, Solichin Abdul, 1997. Pengantar Analisis Kebijaksanaan
Negara. PT Bumi Aksara,. Jakarta.
Wrihatnolo, R.R. dan R.R. Dwidjowijoto, 2006. Manajemen
Pwmbangunan Indonesia. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wrihatnolo, R.R. dan R.N. Dwidjowijoto, 2007. Manajemen
Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan Masyarakat.
PT Elek Media Komputindo, Jakarta.