Pembahasan Ujian Sekolah Matematika Kelompok Akuntansi dan Pemasaran
Pembahasan Kti Kelompok 7
description
Transcript of Pembahasan Kti Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latara belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula
sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan
kelainan k o n g e n i t a l b e r a t , k i r a - k i r a 2 0 % m e n i n g g a l
d a l a m m i n g g u p e r t a m a kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik,
radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital
setelah bayi lahir, dikenal pulaadanya diagnosisi pre/- ante natal
kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar
diketahui.Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai
faktor sepertifaktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara
bersamaan.Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya.
Faktor j an i nnya s end i r i dan f a k to r l i ngkungan h idup j an i n d iduga
1
dapa t me n jad i faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia,
hipotermia, atau hipertermia d iduga dapa t m en jad i f ak t o r
penyeba bnya .
S e r ingka l i penyebab ke l a inan kongenitai tidak diketahui.Salah
satu kelainan kongenital yang sering terjadi adalah Biasanya terletak di garis
tengah. Meningokel biasanya terdapat didaerah servikal atau daerah torakal
sebelah atas. Kantong hanya berisi selaputo t ak , se dangkan ko rda t e t a p
da l a m ko rda s p ina l i s ( da l a m du ram e te r t i dak terdapat saraf).
B. Rumusan masalah
1. apa yang dimaksud dengan meningokel?
2. apa penyebab meningokel?
3. apa saja tanda dan gejala meningokel
4. bagaimana cara pencegahan meningocel?
5. bagaimana perjalanan penyakit atau patofisiologi meningocel?
6. bagaimana konsep asuhan keperawatan meningokel?
C. Tujuan
1. mengetahui konsep penyakit meningokel.
2. mengetahui konsep asuhan keperawatan meningokel.
3. mengetahui bagaimana penatalaksanaai meningokel.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep penyakit
1. Pengertian Meningokel
Meningokel adalah selaput otak menonjol keluar pada salah satu sela
tengkorak tapi biasanya di daerah belakang kepala.Meningokel merupakan
benjolan berbentuk kista di garis tulang belakang yang umumnya terdapat di
daerah lumbo sacral.Lapisan meningeal berupa durameter dan arachnoid ke
luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis masih di tempat yang
normal. Benjolan di tutup dengan membran tipis yang semi transparan
berwarna kebiru-biruan atau di tutup sama sekali oleh kulit yang dapat
menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat
jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada
lengkung vertebra posterior.Medulla spinalis biasanya normal dan menerima
posisi normal pada medulla spinalis, meskipun mungkin tertambat, ada
siringomielia, atau diastematomielia.Massa linea mediana yang berfluktuasi
yang dapat bertransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya
berada di punggung bawah.Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik
dengan kulit dan tidak mengancam penderita. (Behrman dkk, 2000)
3
Meningokel merupakan deformitas kongenital janin yang ditandai oleh
penonjolan meningen menembus tulang tengkorak atau kolumna vertebrata;
meningokel akan tampak sepertri sebuah kista yang terisi cairan serebrospinal.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina
bifida.Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang
tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.Spina
bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh.Meningokel merupakan kelainan
kongenital SSP yang paling sering terjadi.Biasanya terletak di garis
tengah.Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal
sebelah atas.Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).Tidak terdapat gangguan
sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-
FKUI, Hal-1136)
2. Penyebab Meningokel
Penyebab terjadinya menignokel adalah karena adanya defek pada
peutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak
normal dari korda spianlis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada
lengkung vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima
posisi normal pada medulla spinalis, meskipun mungkin terhambat, ada
4
siringomeielia atau diastematomielia(Behrman, dkk 2000). Meningokel
membentuk sebuah kista yang diisi oleh cairan serebrospinal dan
meninges.Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat
bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya terjadi
dibawah punggung.Sebagian bessar meningokel terutup dengan baik dengan
kulit dan tidak mengancam penderita.Pemeriksaan neurologis yang cermat
sangat dianjurkan.
Banyak sekali penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 70% kasus
meningokel dapat dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defiensi
asam folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis
meningokel.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya meningokel, yaitu :
a. Kelainan Genetik / Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada
yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi
yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-
kadang sebagai unsur resesif.
b. Kelainan Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas
organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.5
c. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama
kehamilan.Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat
menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh.Infeksi pada
trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat
pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.Sebagai contoh infeksi
virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada
trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai
katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang
dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf
pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
d. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital pada bayinya.Salah satu jenis obat yang telah diketahui
dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.Beberapa jenis jamu-
6
jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus
minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit
tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
e. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi
baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979,
secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08/100 kelahiran hidup
dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35
tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1:5500 untuk kelompok
ibu berumur <35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75
untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu
berumur 45 tahun atau lebih.
f. Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital.Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
7
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
g. Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang
cukup besar pada orangtua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi
pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada
bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis
sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
h. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital.Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic
acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
i. Faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya.Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya.Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.Seringkali penyebab kelainan
kongenitai tidak diketahui.8
3. Tanda dan Gejala
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah
atas.Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda
spinalis (dalam duramter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi
kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan
normal.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena.Beberapa anak memiliki gejala ringan
atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena
(Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu
daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi
paling akhir.
Istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan defek spinal menurut
Wong, 2004 :
a. Mielodisplasia
Semua istilah inklusif yang merujuk pada perkembangan detektif bagian
manapun dari medulla spinalis
b. Spina Bifida
Defek penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi
jaringan melalui celah tulang.
9
c. Spina Bifida Okulta
Kegagalan penyatuan arkus vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi
medulla spinalis atau meninges, tidak dapat dilihat secara eksternal.
d. Spina Bifida Kista
Defek dalam penutupan dengan protrusi sakulareksternal melalui spina
tulang dengan berbagai derajat keterlibatan saraf.
e. Meningokel
Bentuk kista spina bifida; terdiri dari kista meninges seperti kantong yang
berisi cairan spina, tetapi tidak melibatkan saraf atau defisit neurologis.
Gejalanya sebagai berikut :
a. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi
baru lahir.
b. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
c. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
d. Penurunan sensasi
e. Inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
f. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)
10
4. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna
spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah
defek penutupan dengan meninges tidak terpajan di permukaan kulit.Defek
vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan
penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah
penonjolan yang terdiri dari maninges dan sebuah kantong berisi cairan
serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan
neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena.Hidrosefalus terdapat pada 20%
kasus spina bifida sistika.Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral
atau sakral.
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla
spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat
pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sakral 21% kasus; dan torakal
atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena
cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua
anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai
70% tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan
hidrosefalus menderita malformasi sistem saraf pusat lain, dengan deformitas
Arnold-Chiari yang paling umum.
11
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum
diketahui.Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat
dalam terjadinya defek ini.Tuba neural umumnya lengkap empat minggu
setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab;
kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen
dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir
50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum
vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat.
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect)
merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal
embrio.Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari
pemisahan tuba neural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal
tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi
neurologik secara lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut
dan saraf-saraf yang terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area
lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering
menyertainya (90% sampai 95%).
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup
kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir.Kadang-kadang sebagai
akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena
permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau
kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan
pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam 12
serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering
digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal
dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal,
apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina
vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya,
posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan
ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat
mengiritasi lesi yang rapuh.Apabila digunakan penghangat overhead, balutan
di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang
dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan
meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek
tersebut.Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril.Balutan
diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam).Dan sakus tersebut diamati
dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda
infeksi.Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor
atau terkontaminasi.Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan
lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada sistem saraf pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah
kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan.Akan
13
tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi
lutut.Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul
yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang
menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya,
penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta
daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan
persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang
sebenarnya ada pada remaja itu.
5. Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat
dilakukan padapemeriksaan janin intrauterin, dapat pula ditemukan pada saat
bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan
atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat
pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-
kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil
menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan
tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan
lainnya.
14
Sebelum koreksi defek dengan pembedahan, penderita harus secara
menyeluruh diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana,
ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT) dengan metrizamid atau
resonansi magnetik (MRI) untuk menentukan luasnya keterlibatan jaringan
saraf jika ada anomali yang terkait termasuk diastematomielia, medulla
spinalis tertambat dan lipoma (Behrman, dkk 2000)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk
menentukan luas dan lokasi kelainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa
menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta
pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan
untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan (Behrman, dkk 2000)
6. Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam
folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum
wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada
wanita hamil adalah 1 mg/hari.
7. Pengobatan
15
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel, adalah
mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan komplikasi
(misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi
saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu
memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembutdiatas
kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan
kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu
memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu
campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan
saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang
terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki
hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara
spontan.
8. pemeriksaan diagnostic dan berbagai penelitian
a. Untuk memastikan diagnosa, apa yang ada didalam kantong maka perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Apakah hanya cairan atau ada
16
otak yang ada didalamnya. Jika hanya cairan dan meningochelenya tidak
besar operasi bisa di tunda sampai umur 2-3 tahun. Tapi jangan sampai
umur anak bermain karena itu akan menjadi bahan ejekan temannya. Tapi
jika terdapat jaringan otak di dalam kantong tersebut maka perlu dilakukan
rekonstruksi secepatnya. Agar otak tersebut bisa berkembang sesuai
dengan tempat dan perannya.
b. Penelitian yang dilaksanakan untuk mengungkap korelasi defisiensi asam
folat dengan kadar TGF, βl dan TGF 1 dalam serum maupun dalam
tulang, serta korelasi kadar kedua faktor pertumbuhan tersebut dalam
tulang kepala pasien meningokel dengan lebar defek. Bila kedua hal tadi
telah terungkap, maka proses teratogenesis meningokel menjadi lebih
jelas. Penelitian ini menggunakan dua macam cara, sesuai dengan
hipotesis yang hendak diuji, yaitu metode eksperimental laboratoris
dengan hewan coba tikus dan metode observasional klinis pada pasien
meningokel.
Derajat defisiensi asam folat dikelompokkan dalam kategori berat
dan ringan sesuai dengan rangsum yang diberikan, yaitu rangsum sangat
rendah folat dan rangsum rendah folat, sedangkan untuk kontrol adalah
rangsum cukup folat. Komposisi rangsum dibuat sesuai dengan standar
kandungan dan takaran purified diet yang selama ini telah digunakan,
meliputi : glukosa, selulosa, casein non vitamin, sunflower oil, choline,
mineral, vitamin tanpa folat dan trace element asam folat dengan tiga
takaran yang berbeda untuk setiap kelompok hewan coba, diberikan lewat
sonde oral. Enam belas minggu setelah pemberian diet, darah hewan coba
17
diambil untuk pemeriksaan kadar asam folat, TGF β1 dan IGF I, Hewan
kemudian dikawinkan, selelah janin lahir diambil tulang kepalanya untuk
pemeriksaan kadar TGF 01 dan IGF 1. Pada pasien meningokel sewaktu
operasi eksisi dengan metode standar, jaringan tulang tepi defek diambil
sedikit untuk pemeriksaan TGF R1 dan IGF I, dan lebar defek diukur
dengan antropometer Martin.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan terdapat korelasi kadar asam folat yang cukup kuat dengan
kadar TGF β1 dan IGF I, serta jumlah sel apoptosis dan nekrosis;
demikian juga dengan proses terbentuknya defek tulang pada pasien
meningokel.
Hasi1 penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan tentang konsep baru terbentuknya defek tulang kepala pada
meningokel yang dikaitkan dengan defisiensi asam fofat. Penelitian ini
juga bermanfaat untuk memperluas aspek pencegahan bagi kasus
meningokel dan kelainan neural tube defect pada umumnya, serta aspek
pengobatan terhadap kasus defek tulang kepala, bahkan sejak pasien masih
berada di dalam kandungan.
Langkah selanjutnya, sebelum hamil, ibu sangat disarankan
mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan laboratorium
juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.
18
9. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi, bayi dimasukkan ke dalam incubator dengan kondisi
tanpa baju.
b. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk
mencegah infeksi.
c. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi, dan
ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya
melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga (Dewi,
2010)
B. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Anammesa
1) Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah,
pekerjaan ibu.
2) Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru
dilahirkan.
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit terdahulu
5) Riwayat keluarga
19
- Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat),
susu, daging, dan hati.
- Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
b. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
B3 (Brain) :
- Peningkatan lingkar kepala
- Adanya myelomeningocele sejak lahir
- Pusing
B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah
2. Diagnosa
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka
operasi
Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
20
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan
dengan paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.
3. Intervensi
1). Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka
operasi
Tujuan :
Anak bebas dari infeksi
Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.
21
2).
Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
22
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital.
Observasi tanda infeksi :
perubahan suhu, warna kulit,
malas minum , irritability,
perubahan warna pada
myelomeingocele.
2. Ukur lingkar kepala setiap 1
minggu sekali, observasi
fontanel dari cembung dan
palpasi sutura cranial
3. Ubah posisi kepala setiap 3
jam untuk mencegah dekubitus
4. Observasi tanda-tanda
infeksi dan obstruksi jika
terpasang shunt, lakukan
perawatan luka pada shunt
dan upayakan agar shunt
tidak tertekan
Untuk melihat tanda-tanda terjadinya
resiko infeksi
Untuk melihat dan mencegah terjadinya
TIK dan hidrosepalus
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi
pada kepala (dekubitus)
Menghindari terjadinya luka infeksi dan
trauma terhadap pemasangan shunt
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong,
memberi minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya
Intervensi Rasional
23
Dorong orangtua
mengekspresikan
perasaannya dan
perhatiannya terhadap
bayinya, diskusikan
perasaan yang
berhubungan dengan
pengobatan anaknya
Bantu orangtua
mengidentifikasi aspek
normal dari bayinya
terhadap pengobatan
Berikan support orangtua
untuk membuat keputusan
tentang pengobatan pada
anaknya
Untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling
menyalahkan
Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk
mendapatkan keadaan bayinya yang lebih baik
Memberikan arahan/suport terhadap orangtua
untuk lebih mengetahui keadaan selanjutnya
yang lebih baik terhadap bayi
3). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
24
Kriteria hasil :
Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
Bayi / anak tidak menangis berlebihan
Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi
/ anaknya
4). Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
Kantung meningeal tetap utuh
25
Intervensi Rasional
Ajarkan orangtua cara merawat bayinya
dengan memberikan terapi pemijatan
bayi
Posisikan bayi prone atau miring
kesalahasatu sisi
Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat
melakukan perawatan kulit
Agar orangtua dapat mandiri dan
menerima segala sesuatu yang sudah
terjadi
Untuk mencegah terjadinya luka
infeksi dan tekanan terhadap luka
Untuk mencegah terjadinya luka
memar dan infeksi yang melebar
disekitar luka
Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi Rasional
Rawat bayi dengan
cermat
Tempatkan bayi pada
posisi telungkup atau
miring
Gunakan alat pelindung
di sekitar kantung ( mis
: slimut plastik bedah)
Modifikasi aktifitas
keperawatan rutin
(mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Untuk mencegah kerusakan pada kantung
meningeal atau sisi pembedahan Untuk
meminimalkan tegangan pada kantong
meningeal atau sisi pembedahan
Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak
terjadi iritasi serta infeksi
Mencegah terjadinya trauma
5). Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan :
pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intracranial
26
Kriteria Hasil :
anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi Rasional
Observasi dengan
cermat adanya tanda-
tanda peningkatan TIK
Lakukan pengkajian
Neurologis dasar pada
praoperasi
Hindari sedasi
Ajari keluarga tentang
tanda-tanda
peningkatan TIK dan
kapan harus
memberitahu
Untuk mencegah keterlambatan tindakan
Sebagai pedoman untuk pengkajian
pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
Karena tingat kesadaran adalah pirau penting
dari peningkatan TIK
Praktisi kesehatan untuk mencegah
keterlambatan tindakan
6). Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan
dengan paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses
Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
27
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan
eleminasi.
Intervensi Rasional
Jaga agar area perineal
tetap bersih dan kering
dan tempatkan anak pada
permukaan pengurang
tekanan.
Masase kulit dengan
perlahan selama
pembersihan dan
pemberian lotion.
Berikan terapi stimulant
pada bayi
Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan
pergelangan kaki selama posisi telengkup
Untuk meningkatkan sirkulasi.
Untuk memberikan kelancaran eleminasi
28
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS
1. IDENTITAS BAYI
Nama Bayi : By. W
Tempat / Tgl lahir :
Jenis Kelamin : Perempuan
2. IDENTITAS IBU
Nama Ibu : Ny. W
Tempat / Tgl lahir : 21 tahun
Agama / Suku : Islam / Jawa
Warga Negara : WNI
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
29
Alamat Rumah :
3. IDENTITAS AYAH
Nama Ayah : Tn. J
Tempat / Tgl lahir : 28 tahun
Agama / Suku : Islam / Jawa
Warga Negara : WNI
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat Rumah :
4. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. J
Alamat :
Hubungan : Ayah By. W
30
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Dikirim oleh : RSUD M
Dx. Medik : NA dengan Meningo Ensephalokel dan
Hidrochepalus non Comunicans
Keadaan umum saat MRS : Keadaan umum lemah, GT lemah, tidak sesak,
BAB (+), BAK (+), BBL 3400 gr, PB 50
cm, LD 34 cm dan LK 31 cm, akral hangat.
Terdapat meningokel sudah pecah dipangkal
hidung dibungkus kassa dan merembes.
C. RIWAYAT KAHAMILAN DAN PERSALINAN
1. RIWAYAT PRE NATAL
Antenatal Care / ANC : Dokter setiap bulan ( 9 kali)
Imunisasi : -
Tablet Fe : Dapat
Keluhan saat hamil : Tidak AdaKebiasaan saat hamil : Makan /
Minum seperti biasa, kebiasaan ibu bila kepala
minum bodrex dan minum jamu beras kencur /
sejenisnya. Selain itu suami merokok.
2. RIWAYAT NATAL
Jenis Persalinan : Spontan
31
Pertolongan Persalinan : Dukun
Usia Kehamilan : Aterm
Anak ke : 1 (Pertama)
Waktu Pecah Ketuban : Spontan sebelum lahir (warna jernih)
Bayi lahir 30 detik : Menangis
Resusitasi Neonatus : Tidak dilakukan
IMD : Tidak dilakukan
APGAR SCORE : -
Lain – lain : Awalnya ibu dibawa ke RSUD karena mulai ada
pembukaan, karena baru buka 1 disarankan untuk
pulang. Sesampai dirumah ibu melahirkan
ditolong oleh dukun. Bayi lahir dengan jenis
kelamin perempuan langsung menangis dengan
meningokel terbungkus selaput tipis.
3. RIWAYAT POST NATAL
Bayi dirujuk ke RSUD Mojokerto, bayi disarankan untuk dirawat oleh Bidan.
Keesokan hari meningokel dirawat oleh bidan dan pecah, kemudian dirujuk ke
RSUD M dan selanjutnya dirujuk ke RSUD D
D. RIWAYAT KESEHATAN
32
Ayah bayi mengatakan bahwa selama hamil, istrinya tidak pernah sakit yang
parah.Riwayat penyakit keluarga : orang tua dari ibu bayi menderita penyakit
hipertensi.
E. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Ibu / Ayah dan keluarga belum bias menerima kehadiran bayinya dalam kondisi cacat.
Ibu bayi tinggal bersama orang tuanya dan saudara – saudaranya, suami jarang pulang
karena kerja di proyek, suami juga tidak pernah mengantar istri kontrol, istri control
kehamilan diantar ibunya ke dokter.
F. RIWAYAT SOSIAL CULTURAL
Adat istiadat yang dilakukan pada masa kehamilan, persalinan dan Nifas :
Keluarga percaya bahwa kunyit dan kuning telur kampong bisa memperkuat tenaga
saat melahirkan. Keluarga juga percaya bahwa minyak kelapa bisa mempercepat dan
mempermudah proses persalinan. Setelah melahirkan harus memakai gurita yang
panjang (bahasa jawa : bengkung) karena melahirkan pertama harus ditata, keluarga
percaya bahwa setelah melahirkan tulang – tulang kembali muda, kalau tidak hati –
hati bisa bungkuk dan sebagainya.
DATA YANG DIPEROLEH DARI KLIEN
NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN
33
1 PERNAPASAN
Ø Napas Spontan
Ø RR 44 x/mnt, irregular dan dangkal
Ø O2 Nasal BCPAP 2 lpm PEEP 4 cmH2O
Ø Ronchi -/- , wh -/- Dispne (+) stridor (+)retraksi
intercostals (+), PCH (+) Laringo malaise (+)
Ø Kulit pucat (+), Cutis marmorata (-)
Ø Terdapat meningokel dipangkal hidung, bayi
cenderung hiperekstensi
Ø Downe Score 4 (Gawat napas sedang)
Pola Nafas tidak efektif
2 SIRKULASI
Ø HR 144 x/mnt, regular
Ø Akral hangat, kering, Kulit pucat (+), Suhu 36,7
°C bayi dalam box lampu
Ø Meningokel sdh pecah dibungkus kassa
merembes serum (+) dan pus (+), Oedema tungkai
(-) Perdarahan (-)
Ø GT lemah, CRT ≤ 2 detik, Hb 14,9 mg/dL
MK : -
3 MAKANAN, CAIRAN & ELEKTROLIT
Ø Usia 27 hari, diit PASI 12 x 40 cc
Ø K.U lemah, GT lemah
Ø BBL : 3400 gr, MRS : 3400 gr, Skg : 2800 gr
BB turun 600 gr
Ø Reflek rooting (+) Sucking (+)
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
34
Ø Cara minum : OGT, muntah (-) retensi (-)
Ø Bayi tampak pucat, Hb 14,9 mg/dL albumin 4
(post koreksi, pre 3,4)
4 ALAT GENITAL
Ø Jenis kelamin : perempuan
Ø Vagina bersih, Pseudomenstruasi (+)
Ø kateter (-)
Ø Labia Mayora menutupi labia minora
MK : -
5 ELIMINASI
Ø BAK : jernih (+) kateter (-)Hematuri (-)
Prod. Urine ± 70 – 80 cc / 24 jam
(1-1,1 cc/kg/jam)
Ø BAB : (+)Biasa, konsistensi lunak, warna
kuning
Ø Anus (+)
MK : -
6 NEUROSENSORI
Ø Tingkat kesadaran : respon terhadap nyeri (+)
Letargis (+)Gerakan lemah, kejang (-)
Ø Gerak tangis cukup bila dirangsang → bayi
lebih banyak tidur
Ø LK lahir : 31cm LK sekarang : 31cm
Ø Ubun – ubun cembung, hidrosephalus (+),
anencephaly sinistra (+), sutura belum menutup 1
jari
MK : Resiko terjadi kejang
35
Ø Reaksi pupil terhadap cahaya (+)
7 KEBERSIHAN KULIT
Ø Kulit tampak pucat, akral hangat suhu 36,7°C
turgor kulit baik, meningokel pecah, kepala bersih,
Ickterus (-), meningokel Ø 4 cm (Ø awal sebelum
pecah 2 cm), laserasi (+) kemerahan (+) bengkak
(+), meningokel dirawat dengan bactroban zalf dan
sufratul dibungkus kassa, CRP : 0,5 (fluktuatif 0,5-
39,03)
MK : Infeksi
8 RASA NYAMAN
Ø Saat disentuh (dirangsang) bayi menangis dan
bergerak aktif
-
9 TIDUR & ISTIRAHAT
Ø Lebih banyak tidur, Letargis (+)
-
10 PSIKOSOSIAL
Ø Ayah bayi bertanya “ Apakah anak saya bisa
sembuh? “
Ø Ayah bayi bertanya “ kondisi bayi saya
bagaimana sus ?”
Kurang pengetahuan orang
tua
HASIL LABORATORIUM ( tanggal 19/2/2013 )
Hb : 14,9
Leukosit : 15.200
Trombosit : 530
Albumin : 4
Natrium : 136
Kalium : 5,9
36
CRP
: 0,5
(fluktuatif 0,5-
39,03)
GDA : 105
Clorida : 102
Kalsium total : 9,3
Hasil kultur cairan
otak
pre op
(14/2/2013)
post op
(17/2/2013)
Nilai Normal
· Warna &
konsistensi
· ∑ sel
· Protein total
· Glukosa
Normal
0 (low)
25,3
30 (low)
Normal
0 (low)
17
110 (high)
1-5
12-60
50-80
Hasil kultur darah tanggal 13/2/2013 : Pseudaomonas aeruginosa
TERAPI DOKTER :
O2 Nasal BCPAP 2 lpm PEEP 4 cmH2O
Tropic feeding PASI 12 x 40 cc
Inj. Vit K 1 mg/im (1x /minggu)
37
Rawat Meningokel dengan bactroban dan sufratul
Rawat bersama dokter dan perawat
Termoregulasi
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS : -
DO :
Ø Napas Spontan
Ø RR 44 x/mnt,
irregular dan
dangkal
Ø O2 Nasal
BCPAP 2 lpm PEEP
4 cmH2O
Ø Ronchi -/- , wh
-/- Dispne (+)
stridor (+)retraksi
intercostals (+),
PCH (+) Laringo
malaise (+)
Meningokel Ø 4 cm
pada pangkal hidung
↓
Penekanan pada jalan
napas atas dan
mengganggu
penglihatan
↓
Ketidaknyamanan
↓
Posisi kepala hiper
ekstensi
↓
Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan
penekanan meningokel
terhadap jalan napas atas
38
Ø Kulit pucat(+)
Ø Cutis marmorata
(-)
Ø Terdapat
meningokel
dipangkal hidung,
bayi cenderung
hiperekstensi
Ø Downe Score 4
Pola napas tidak efektif
2 DS : -
DO :
Ø Usia 27 hari,
diit PASI 12 x 40 cc
Ø K.U lemah, GT
lemah
Ø BBL : 3400 gr,
MRS : 3400 gr,
Skg : 2800 gr BB
turun 600 gr
Ø Reflek rooting
(+) Sucking (+)
Meningokel
↓
Proses
penyakit (penekanan
syaraf menelan)
↓
Reflek menghisap ↓
↓
Peningkatan
metabolisme tubuh
↓
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan
dengan proses penyakit /
Peningkatan metabolisme
tubuh
39
Ø Cara minum :
OGT, muntah (-)
retensi (-), adomen
supel, BU 12x/mnt
Ø Kulit pucat, Hb
14,9
mg/dL albumin 4
(post koreksi, pre
3,4)
Ø GDA tidak
terkaji
Resiko ↓ BB
3 DS : -
DO :
Ø Tingkat
kesadaran : respon
terhadap nyeri (+)
Letargis (+)Gerakan
lemah, kejang (-)
Ø Gerak tangis
cukup bila
dirangsang → bayi
lebih banyak tidur
Meningokel
↓
Hidrocephalus
↓
Akumulasi cairan otak
↓
Aliran darah dan cairan
otak
terganggu/sumbatan
Resiko terjadi kejang
berhubungan dengan
peningkatan TIK
40
Ø LK lahir : 31cm
LK sekarang : 31cm
Ø UUB cembung,
hidrosephalus (+),
anencephaly sinistra
(+), sutura belum
menutup 1 jari
Ø Reaksi pupil
terhadap cahaya (+)
↓
TIK meningkat
↓
Kejang
4 DS :
Ø Ayah bayi
bertanya “ Apakah
anak saya bisa
sembuh? “
Ø Ayah bayi
bertanya “ kondisi
bayi saya bagaimana
sus ?”
DO : -
Ø Ayah bayi
bertanya tentang
proses penyakit dan
Anak sakit
↓
Tingkat pendidikan
orang tua
↓
Proses penyakit dan
kondisi anaknya
Kurangnya pengetahuan
orang tua berhubungan
dengan proses penyakit dan
kondisi anaknya
41
kondisi anaknya
pada petugas
kesehatan (perawat)
5 DS :-
DO :
Kulit tampak pucat,
akral hangat suhu
36,7°C turgor kulit
baik, meningokel
pecah, kepala bersih,
Ickterus (-),
meningokel Ø 4 cm
(Ø awal sebelum
pecah 2 cm), laserasi
(+) kemerahan (+)
bengkak
(+),meningokel
dirawat dengan
bactroban zalf dan
sufratul dibungkus
kassa, CRP : 0,5
(fluktuatif 0,5-
Menigokel pecah
↓
Port de entry kuman
↓
infeksi
MK : Infeksi berhubungan
dengan meningokel yang
pecah
42
39,03)
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan meningokel terhadap
jalan napas atas
2. Resiko terjadi kejang berhubungan dengan peningkatan TIK (hidrochepalus)
3. Infeksi berhubungan dengan meningokel yang pecah
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan proses penyakit /
peningkatan metabolisme tubuh
5. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan proses penyakit dan kondisi
anaknya
43
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi.
Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah
servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak,
sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat
saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi
normal sesudah operasi.
B. Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua
ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan
ditawarkan bagi semua wanita hamil.
44
DAFTAR PUSTAKA
Allen V. Carol. Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan. Jakarta : EGC, 1998.
Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC, 2008.
Gloria M. Bulechek. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier Mosby, 2013
Haryanto. Konsep Dasar Keperawatan dengan Pemetaan Konsep (Concept Mapping). Jakarta : Salemba Medika, 2007.
Priharjo.Robert.pengkajian fisik keperawatan. Jakarta :EGC,2006.
Wiley. Nursing Diagnoses Definication and Classification, 2015-2017. NANDA International Nursing, 2014.
Sumber Internet :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-umifitriya-6601-3-babii.pdf diakses pada 10 oktober 2015, 19.30
http://www.academia.edu/9682589/DOKUMENTASI_PENGKAJIAN_KEPERAWATAN diakses pada 10 oktober 2015, 19.00
https://id.wikipedia.org/wiki/Intervensi diakses pada 10 oktober 2015, 20.30
45