Pembahasan dispersi
-
Upload
dinaandrasyifa -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
description
Transcript of Pembahasan dispersi
Dina Andrasyifa240210120125
Makanan memiliki struktur fisio-kimia yang rumit, sifat fisika bahan
pangan mencakup rentang yang cukup luas, mulai dari bahan fluida Newton
sampai sistem dispersi paling rumit dengan ciri-ciri semi padatan. Dispersi pangan
yaitu sistem pangan yang terdiri dari 1 atau lebih, fase terdispersi atau fase
diskontinu dalam suatu fase kontinu. Fase terdispersi dapat berupa kristal bahan
padat yang amorf, fragmen-fragmen sel, sel utuh, tetesan dari suatu cairan ataupun
gas. Sedangkan fase kontinu umumnya air atau minyak makan.
Menurut Winarno (1992) dapat dikatakan bahwa dispersi pangan yaitu
sistem pangan yang terdiri dari satu atau lebih fase terdispersi atau fase diskontinu
dalam suatu fase kontinu. Fase terdispersi dapat berupa kristal bahan padat yang
amorf, fragmen-fragmen sel, sel utuh, tetesan dari suatu cairan ataupun gas. Fase
kontinu umumnya air atau minyak makan. Beberapa bahan kimia dalam makanan
tidak dapat membentuk suatu larutan, tetapi hanya terdispersi dalam air.
Kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi kolodial. Perbedaan antara
larutan murni dan dispersi kolodial terletak dalam ukuran molekul dan partikel
yang terlibat dan juga luas relatif permukaannya.
Dispersi dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan kondisi fisik dari
partikel-partikel yang terdispersi menjadi dispersi kasar, dispersi koloidal, dan
larutan. Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi
dapat dibedakan menjadi:
Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel bahan tersebut berbentuk
begitu besar atau kompleks sehingga tidak larut dan juga tidak dapat
membentuk koloidal.
Contoh : pati dalam air dingin.
Dispersi koloidal adalah partikel-partikel zat yang ada dalam air bentuknya
tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, tetapi juga tidak cukup
kecil untuk membentuk suatu larutan.
Contoh : protein yaitu penggumpalan susu.
Dispersi molekular (larutan sejati) adalah partikel-partikel zat yang
didispersikan lebih kecil daripada 1 milimikron.
Dina Andrasyifa240210120125
5.1. Pengenalan Sistem Dispersi
Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase
terdispersi) di dalam zat lain (fase pendispersi atau medium). Atau dispersi
pangan adalah sistem pangan yang terdiri dari satu atau lebih fase terdispersi atau
fase diskontinyu dalam suatu fase kontinyu.
5.1.1. Larutan
Hasil pengamatan pada tabel 1. menunjukkan bahwa gula yang dilarutkan
dalam air membentuk campuran yang homogen dibandingkan garam yang
dilarutkan dalam air. Gula pasir lebih mudah larut karena gula pasir strukturnya
lebih padat dibandingkan dengan garam. Pada proses pelarutan, terjadi tarikan
antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara
pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarutnya sama-sama
polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini
memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.
Molekul air yang mula-mula terikat pada lapisan pertama ternyata tidak
bergerak, kemudian molekul gula akhirnya dikelilingi lapisan air yang kemudian
melepaskan diri dari kristal. Proses ini yang menyebabkan terjadinya larutan gula.
Namun pada larutan jenis ini, jika gula dimasukkan terus-menerus ke dalam air,
maka terdapat waktu dimana gula akan sulit larut. Kejadian ini dinamakan titik
jenuh antara gula dengan air. Namun gula masih akan tetap larut jika dilakukan
pemanasan karena dengan adanya pemanasan akan dapat mengurangi daya tarik-
menarik antar molekul air. Selain itu memberikan energi pada molekul air
sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik pada molekul gula. Hal ini
menyatakan bahwa daya kelarutan yang melibatkan ikatan hidrogen seperti pada
gula akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. (Winarno, 1992).
Proses kelarutan garam pada air dideskripsikan dengan garam dapur
(NaCl) atom Na yang mendonasikan satu elektron yang ada di lapisan luar kepada
atom Cl yang kekurangan satu elektron pada lapisan luar sehingga menghasilkan
ion Na+ dan Cl-. Akibatnya kedua elektron tersebut saling terikat dengan adanya
daya tarik elektrostatik. Molekul-molekul air dapat mengurangi daya tarik
menarik dan menghidrasi serta mengungsikan ion Na dan Cl. Dari hasil
Dina Andrasyifa240210120125
pengamatan dapat kita simpulkan bahwa larutan gula merupakan larutan sejati
dengan fase tunggal yang memiliki homogenitas tinggi karena tidak terdapatnya
endapan dan terbentuk larutan yang berwarna bening.
5.1.2. Dispersi Kasar
Sejumlah senyawa kimia yang terkandung pada bahan pangan terkadang
tidak dapat membentuk suatu larutan, namun hanya terdispersi dalam air dan
membentuk suatu dispersi kasar. Kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi
kolodial. Perbedaan antara larutan murni dan dispersi kolodial terletak dalam
ukuran molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas relatif permukaannya
(Winarno,1982).
Hasil pengamatan terhadap dispersi kasar dilakukan pada tepung kanji atau
sagu dapat dillihat pada tabel 2. Fase terdispersi pada sol yaitu Padatan (P) dan
Fase Pendispersinya adalah Cairan (C). Ukuran partikel koloid berada di antara
partikel larutan dan suspensi, yaitu berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm ).
Sampel yang digunakan adalah susu skim. Susu skim memiliki penampakan
berwarna putih gading, berbentuk serbuk dan butir-butir kasar. Setelah
ditambahkan air hangat susu skim larut sempurna dan berwarna putih.
Bila dibandingkan dengan dispersi kasar, terlihat larutan susu skim ini
memiliki tingkat homogenitas dan jumlah endapan yang berbeda. Partikel koloid
sukar dipisahkan dengan saringan biasa karena ukurannya yang sangat kecil.
Beberapa bahan kimia dalam makanan tidak membentuk suatu larutan, tetapi
hanya terdispersi dalam air. Kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi
koloidal. Perbedaan antara larutan murni dan dispersi koloidal terletak dalam
ukuran molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas relatif permukaannya.
Dalam bentuk dispersi koloidal, partikel-partikel yang ada dalam air bentuknya
tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, tetapi tidak cukup kecil untuk
dapat membentuk larutan.
Penyebab dari tidak menyatunya kedua zat emulsi diantaranya perbedaan
berat jenis masing-masing bahan dan perbedaan tegangan antarpermukaan antara
(kedua permukaan bahan) antar muka udara-cairan maupun cairan-cairan.
Dina Andrasyifa240210120125
Hasil pengamatan yang telah diperoleh ternyata sesuai dengan literature di
atas bahwa protein dari susu akan membentuk dispersi koloidal. Perbedaan sol
dengan dispersi kasar yaitu sol lebih homogen. Karena pada dispersi kasar kanji
mengendap seluruhnya. Berdasarkan tingkat homogenitasnya antara larutan,
dispersi kasar, dan sol dari yang paling tinggi didapat hasil larutan > Dispersi
kasar > Sol.
Jika dilakukan perbandingan antara larutan, dispersi kasar, dan sol dapat
kita lihat bahwa larutan memiliki tingkat homogenitas yang paling tinggi karena
setelah diaduk dan didiamkan selalu larut. Namun, pembentukan sol pada susu
skim memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan pembentuk larutan
dengan pemberian gaya luar yang sama, yaitu dengan pengadukan. Hal ini
berkaitan dengan sifat partikel susu skim yang mudah larut dalam air. Sedangkan
pada dispersi kasar setelah didiamkan selama 5 menit terjadi pemisahan kembali
antara larutan dan endapan, hal ini menunjukkan bahwa dispersi kasar tidak
bersifat stabil. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa larutan
merupakan larutan yang bersifat sejati, dispersi kasar merupakan larutan yang
tidak sempurna, sedangkan sol bukan merupakan larutan sejati. (Winarno, 1992).
5.1.4. Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang
lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi
saling antagonistik (Winarno, 1992). Emulsi adalah sistem dispersi cair dalam
cair, fase terdispersinya tersebar sebagai butiran dalam fase kontinyu. Zat
pengemulsi adalah zat-zat surfaktan yang memiliki bagian yang bersifat polar
(hidrofilik) dan bagian non-polar (hidrofobik) (Anonim, 2009). Ada dua macam
emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o).
Emulsi w/o mempunyai penampakan yang berminyak, struktur seperti kulit (skin
compartible), sulit terpisah, dan sulit meresap. Sedangkan, emulsi o/w
mempunyai penampakan seperti air, ringan dan mudah terpisah (Winarno,1992).
Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling
ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda (Winarno, 1997). Pada
suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang
Dina Andrasyifa240210120125
terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian
kedua disebut media pendispersi yang biasanya terdiri dari air dan bagian
ketiga adalah emulsifier (pengemulsi ). Karena air dan minyak tidak bersatu,
maka dibutuhkan suatu pengemulsi, misalnya kuning telur. Kuning telur
merupakan emulsifier yang kuat. Pada saat penambahan kuning telur ke
dalam campuran air dan minyak, minyak dan air bersatu. Kuning telur
mempunyai gugus polar dan non-polar. Gugus polar mengikat air dan gugus
non-polar mengikat lemak atau minyak.
Percobaan dilakukan dengan mencampur 1 sdm minyak dalam 3 sdm
akuades kemudian dikocok kuat. Hasilnya berupa campuran yang terdiri dari dua
fraksi dengan terbentuknya 2 lapisan, dimana minyak terdapat di atas permukaan
air. Pemisahan ini disebabkan karena sifat dari bahan yang berbeda, dalam hal ini
air bersifat polar dan minyak bersifat non-polar (Winarno, 1992). Setelah itu
ditambah zat pengemulsi berupa kuning telur. Hasil pengamatan dapat dilihat
pada tabel 5.
Hasil perubahan minyak yang didapat setelah ditambahkan air tanpa
ditambahkan kuning telur adalah berupa 2 fase yang terbentuk, pada fase pertama
adalah terdapat fase minyak bagian atas yang berwarna kuning pucat, kemudian
pada bagian tengahnya air agak keruh dan bergelembung. Setelah ditambahkan
kuning telur, minyak dan air menytu membentuk larutan berwarna kuning cerah
dan terdapat gelembung. Namun setelah didiamkan 5 menit, minyak dan air
berpisah kembali. Minyak berwarna kuning keruh, sedangkan pada fase kedua
terdapat air yang berwarna kuning.
Pemisahan ini disebabkan karena sifat dari bahan yang berbeda, dalam hal
ini air bersifat polar dan minyak bersifat non-polar (Winarno, 1992). Setelah itu
ditambah kuning telur dan diaduk. Hasilnya adalah 2 fase dimana fase terdapat
busa dan fase kedua merupakan komponen minyak dan air bercampur. Ini terjadi
karena adanya penambahan kuning telur sebagai emulsifier alami.
Adapun cara-cara untuk membedakan antara jenis O/W dan W/O yaitu:
a) Dengan konduksi :
Emulsi O/W dapat mengkonduksi listrik, sedangkan emulsi W/O tidak,
kecuali jika fase terdispersinya lebih dari 60%
Dina Andrasyifa240210120125
b) Dengan pengenceran dengan air atau minyak :
Emulsi O/W tidak akan merubah sifatnya bila ditambahkan minyak,
sebaliknya emulsi W/O tidak akan berubah sifatnya bila ditambahkan air
c) Dengan menggunakan zat warna :
Zat warna yang digunakan adalah zat yang dapat larut dalam minyak atau air
d) Dengan menggunakan cara flourescence :
Dengan memeriksanya di bawah sinar ultraviolet.
5.1.5. Busa dan busa padat
Pada praktikum kali ini sampel yang diamati adalah putih telur yang
dikocok dengan garpu dan pengocok telur. Hasil pengamatannya dapat dilihat
pada tabel 6. Busa merupakan salah satu jenis dispersi pangan yang fase
terdispersinya berupa gas dan fase kontinunya adalah cairan. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa putih telur yang dikocok dengan pengocok telur memiliki
tekstur yang cukup stabil, namun hasil pengocokan menggunakan mixer jauh
lebih baik dan sempurna. Selain itu, pengocokan menggunakan mixer
memerlukan waktu yang ebih singkat jika dibandingkan dengan peralatan lainnya.
Selain itu, secara visual putih telur yang dikocok dengan mixer berbentuk busa
semua sedangkan jika dikocok dengan garpu dann pengocok telur busa yang
terbentuk sangat encer dan masih terdapat putih telur. Busa yang terdapat pada
putih telur yang dikocok dengan mixer terbentuk karena banyak gelembung udara
yang terperangkap dalam albumen cair sehingga busa yang terbentuk bersifat
lebih padat dan kehilangan sifat alirnya. Bentuk dari alat pengocok dan kecepatan
pengocokkan sangat mempengaruhi perubahan yang terjadi pada putih telur.
Selain itu, kestabilan busa juga ditentukan oleh kandungan ovomusin (salah satu
komponen putih telur) (De Man, 1997).
Menurut Winarno (1992) bila putih telur dikocok maka gelembung udara
akan terperangkap dalam albumen cair dan membentuk busa. Semakin banyak
udara yang terperangkap maka busa yang terbentuk akan semakin kaku dan
kehilangan sifat alirnya. Putih telur dapat mengembang karena kandungan gas
yang tinggi akibat pengocokan yang tertahan pada putih telur dan berbuih halus.
Putih telur bisa berbusa karena protein putih telur mudah didenaturasi dengan
Dina Andrasyifa240210120125
bahan dan karena adanya gaya permukaan. Hasil pengamatan mengenai busa pada
dapat dilihat pada tabel 7.
Busa padat merupakan salah satu sistem dispersi pangan yang terdiri dari
fase terdispersi gas dalam padatan. Pada praktikum kali ini sampel yang diamati
adalah arumanis. Ketika diamati dengan loop arumanis memiliki struktur
berserabut, warnanya bening dan berbentuk kristal (Buckle, 1987). Arumanis
berbentuk serat agak kasar dan berbentuk padatan, tetapi bila dibiarkan dalam
waktu yang lama di udara terbuka akan menggumpal karena arumanis
mengandung gula. Dimungkinkan kristal bening yang terlihat ketika diamati
dengan loop merupakan gula yang terdispersi gas. Hal ini dapat kita asumsikan
bahwa arumanis merupakan busa padat karena medium pendispersinya padatan
dan fase terdispersinya gas.
5.2. Emulsi dan Pengemulsi
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang
lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi
saling antagonistik (Winarno, 1992). Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi
dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan sistem koloid dari zat cair yang
terdispersi dalam zat padat disebut emulsi padat dan sistem koloid dari zat cair
yang terdispersi dalam gas disebut emulsi gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu
kedua zat cair tidak saling melarutkan.
Pengamatan yang dilakukan dalam praktikum kali ini ialah pengamatan
terhadap struktur mikroskopis emulsi, penentuan jenis emulsi, stabilitas relatif zat
pengemulsi, stabilitas relatif santan kelapa dan pengaruh pemanasan terhadap
emulsi.
5.2.1. Struktur Mikroskopis dari Emulsi
Struktur mikroskopis dari emulsi dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop. Struktur mikroskopis dari emulsi dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop. Sampel yang digunakan adalah mentega, susu, margarine, dan
shortening. Mentega dan margarin merupakan golongan sistem dispersi tipe
emulsi yang mana fase terdispersinya berupa cairan sedangkan fase
Dina Andrasyifa240210120125
pendispersinya juga berupa cairan, fase terdispersinya tersebar sebagai butiran
dam fase pendispersinya. Sampel disimpan di objek glass, lalu diteteskan
metyhlen blue. Jenis pewarna ini digunakan karena methylen blue dapat mengikat
air dan menjadi berwarna biru. Sampel lau diamati dengan menggunakan
mikroskop. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 8.
Hasil yang didapat berdasarkan pengamatan yaitu mentega adalah
memiliki struktur mikroskopis berupa bulatan-bulatan berukuran besar dengan
bentuk yang tidak beraturan yang tersebar di tengahnya. Bulatan-bulatan kecil
yang terlihat pada mikroskop saat pengamatan adalah gelembung-gelembung
udara. Sedangkan stuktur dari air susu adalah berupa bulatan-bulatan yang
berukuran lebih kecil dari struktur mentega, dengan ukuran bulatan yang rata-rata
sama merata.
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat pada struktur mikroskopik susu
terlihat ada bintik-bintik hitam. Tetapi anatara bintik-bintik hitam tersebut
jaraknya renggang. Dan itu menunjukkan dimana butiran-butiran lemak tersebar
dalam air. Sedangkan pada struktur mikroskopik mentega sebaliknya jarak antara
bintik-bintik hitam tersebut saling berdekatan. Jarak yang berdekatan ini
disebabkan oleh butiran-butiran air yang tersebar dalam minyal lebih mengikat
minyak.
Jika O/W merupakan kuning terikat biru sebaliknya W/O adalah biru terikat
kuning. Berdasarkan hasil pengamatan sampel margarine setelah dilihat di bawah
mikroskop terlihat orange di luar dan biru di dalam maka margarine merupakan
jenis emulsi W/O sedangkan pada sampel susuterlihat orange di dalam sementara
itu biru di luar maka susu merupakan jenis emulsi O/W. hal ini sangat sesuai
dengan literature bahwa margarine merupakan emulsi W/O yang artinya sistem
dimana butiran-butiran air tersebar dalam minyak. Sedangkan susu sebaliknya.
5.2.2. Menentukan Jenis Emulsi
Praktikum ini untuk menentukan suatu bahan apakah termasuk ke dalam
emulsi O/W dan W/O yang menggunakan alat mikroskop. Sampel yang
digunakan adalah mentega. Jenis pewarna yang digunakan adalah campuran
methylen blue. Jenis pewarna ini digunakan karena methylen blue dapat mengikat
Dina Andrasyifa240210120125
air dan menjadi berwarna biru. Pada hasil pengamatan, terlihat bahwa margarin
dan mentega, merupakan air yang terikat didalam minyak sehingga tergolong
emulsi W/O.
Pada sampel susu (o/w), susu dan metilen blue bercampur hal ini
dimungkinkan terjadi pengikatan partikel minyak sehingga terbentuk butiran
berwarna biru karena fase kontinyu pada air susu larut dalam pewarna methylen
blue. Sedangkan pada sampel margarin dan mentega (w/o), metilen blue terpisah
dengan margarin, hal ini dimungkinkan adanya pengikatan partikel air sehingga
terbentuk gumpalan berwarna oranye.
Dari hasil pengamatan dapat kita simpulkan bahwa susu merupakan jenis
emulsi oil in water (o/w) hal ini dikarenakan metil biru memberikan hasil positif
pada emulsi jenis (o/w), sedangkan margarine dan mentega merupakan jenis
emulsi water in oil (w/o). Pada emulsi o/w tidak akan merubah sifatnya bila
ditambahkan minyak dan sebaliknya emulsi w/o tidak akan merubah sifatnya bila
ditambahkan air. (Anonim1, 2010).
5.2.3. Kestabilan Emulsi
Kestabilan dari emulsi dapat dilihat dengan terbentuknya larutan yang
sempurna antara dua zat yang berbeda kepolarannya. Percobaan dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana efektivitas penggunaan emulsi yang dapat
mempertahankan sifat emulsinya paling lama. Larutan yang digunakan adalah air,
CMC (Carboxy Methyl Cellulose), dan gum arab. Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi yang berbeda, lalu ditambahkan 2
ml santan. Tabung reaksi dikocok selama 3 menit, lalu didiamkan dan
cata waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan larutan.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh berdasarkan tabel 9 yaitu emulsi
minyak dan kuning telur memilki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan emulsi air dan minyak sayur. Hal ini ditandai dengan waktu minyak dan
kunig telur memisah lebih lama dibandingkan dengan waktu memisah antara air
dan minyak sayur. Emulsi minyak dan kunig telur lebih stabil karena adanya zat
pengemulsi (emulsifier) yaitu kuning telur. Telur mengandung lipoprotein dan
Dina Andrasyifa240210120125
fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel. Struktur misel pada lesitin
tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut bekerja dengan baik.
Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat
menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan
cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya
menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier
memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda
polaritasnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CMC memerlukan waktu yang
paling lama untuk memisahan air dan minyak. Hal ini disebabkan karena CMC
merupakan zat penstabil sehingga jika CMC itu akan memisahkan diri dari air
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sedangkan air memerlukan waktu yang
sangat singkat untuk memisahkan diri dari air karena sejak awal fase air dan fase
minyak tidak akan pernah bercampur sehingga akan selalu terpisah.
kestabilan dari emulsi dapat dilihat dengan terbentuknya larutan yang
sempurna antara dua zat yang berbeda kepolarannya. Percobaan dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penggunaan emulsi yang dapat
mempertahankan sifat emulsinya paling lama. Sampel yang digunakan
pada percobaan ini adalah minyak sayur, dengan zat yang ditambahkan
yaitu air dan CMC (Carboxy Methyl Cellulose). Berdasarkan hasil
pengamatan, campuran air dan minyak merupakan campuran yang paling
cepat memisah masing-masing fraksinya, yaitu selama 25 detik. Hal ini
disebabkan karena tidak ada daya emulsifier yang bekerja pada campuran
tersebut. Sedangkan pada campuran minyak dan CMC, campuran
dianggap paling lama tingkat kestabilannya daripada campuran air dan
minyak. Karena CMC memang biasa digunakan sebagai pemantap dalam
sistem dispersi pangan, CMC juga dapat meningkatkan viskositas sistem
emulsi. Peningkatan viskositas tersebut disebabkan oleh gugus karboksil
yang terdapat pada molekul CMC bersifat dapat mengikat air sehingga
meningkatkan viskositas pada fase cair.
Dina Andrasyifa240210120125
5.2.5. Pengaruh Pemanasan terhadap Emulsi
Dari hasil pengamatan yang diperoeh berdasarkan tabel 10, setelah sampel
dipanaskan warna dari mentega dan margarin mengalami perubahan. Pada
margarin warna bagian atas menjadi kuning dan bagian bawah menjadi lebih
kuning dan jernih. Selain itu, pada sampel mentega berubah menjadi lebih kuning
daripada margarin. Sampel shortening, pada saat dipanaskan hanya terbentuk 1
fase yaitu minyak. Perubahan ini terjadi karena rusaknya komponen-komponen
dari emulsi tersebut dan terjadinya penguapan air pada lemak oleh pemanasan
yang dilakukan, sehingga menyebabkan sampel berubah warna dan terjadi
kekeruhan.
Jika dibandingkan, margarin lebih cepat meleleh daripada mentega karena
berdasarkan literature margarin mempunyai titik leleh lebih tinggi daripada
mentega. Sehingga, margarin dapat lebih stabil dibandingkan dengan mentega.
(Anonim2, 2010). Titik leleh mentega berkisar antara 32 – 350C, sedangkan titik
leleh margarin hanya berbeda sedikit, yaitu antara 34 – 370C. (Winarno, 1992).
Perubahan tersebut terjadi kerena komponen-komponen dari emulsi
tersebut mengalami kerusakan. Setelah dipanaskan, stabilitas emulsi hilang.
Terjadinya penguapan air dan perubahan pada lemak oleh pemanasan yang
dilakukan, menyebabkan sampel berubah warna. Margarin berubah warna
menjadi kuning kilat cerah sedangkan mentega berubah warna menjadi kuning
pucat. Perubahan yang terjadi karena rusaknya komponen-komponen dari emulsi
tersebut. Selain terjadi perubahan warna, terjadi kekeruhan yang ditimbulkan dari
keduanya, hasil menunjukkan margarin lebih keruh dibandingkan mentega.
5.2.6. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Emulsi merupakan sistem koloid yang tidak stabil dan tidak terbentuk
secara spontan. Pemasukan tenaga melalui pengocokan, pengadukan, dan
homogenisasi diperlukan untuk membentuk emulsi. Setelah beberapa lama,
emulsi cenderung kembali menjadi keadaan terpisah antara fase terdispersi dan
medium pendispersinya karena keadaan seperti itu lebih stabil (Wikipedia, 2010).
Pada saat praktikum dilakukan pengamatan terhadap kecepatan memecah
emulsi yang diberi perlakuan bervariasi pada setiap tabungnya, hal ini bertujuan
Dina Andrasyifa240210120125
untuk membandingkan kestabilan emulsi dari setiap perlakuan. Hasil
pengamatannya dapat dilihat melalui tabel 11.
Kestabilan emulsi paling lama terjadi pada campuran air yang ditambah
minyak dan kuning telur. Hal ini terjadi karena kuning telur bersifat emulsifier
yang kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang
menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang
terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein bahan kimia pengemulsi
utamanya adalah lesitin fosfolipid. (Winarno, 1982). Sedangkan garam, merica
dan detergen bukanlah emulsifier sehingga waktu untuk memisahnya pun lebih
cepat dibanding kuning telur.
Dina Andrasyifa240210120125
VI. KESIMPULAN
Gula merupakan larutan sejati dengan fase tunggal yang memiliki
homogenitas tinggi karena tidak terdapatnya endapan dan terbentuk larutan
yang berwarna bening.
Ketidakstabilan suspensi (sol) dipengaruhi oleh perubahan ukuran
partikel dan perubahan penyusunan partikel-partikel terdispersi.
Tepung sagu yang dilarutkan dengan air akan membentuk suatu
dispersi kasar. Dispersi kasar adalah sistem dispersi yang memiliki
homogenitas tidak kontinyu.
Larutan merupakan larutan yang bersifat sejati, dispersi kasar
merupakan larutan yang tidak sempurna, sedangkan sol bukan merupakan
larutan sejati.
Arumanis merupakan busa padat karena medium pendispersinya
padatan dan fase terdispersinya gas.
Busa yang terdapat pada putih telur yang dikocok dengan mixer
dan pengocok telur terbentuk karena banyak gelembung udara yang
terperangkap dalam albumen cair sehingga busa yang terbentuk bersifat lebih
padat dan kehilangan sifat alirnya.
Bentuk dari alat pengocok dan kecepatan pengocokkan sangat
mempengaruhi perubahan yang terjadi pada putih telur.
Susu merupakan jenis emulsi oil in water (o/w)
Mentega merupakan jenis emulsi water in oil (w/o).
Kestabilan emulsi paling lama terjadi pada campuran air yang
ditambah minyak dan kuning telur. Hal ini terjadi karena kuning telur bersifat
emulsifier yang kuat.
Margarin lebih cepat meleleh daripada mentega karena berdasarkan
literature margarin mempunyai titik leleh lebih tinggi daripada mentega.
Dina Andrasyifa240210120125
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2010. Emulsi. Available at http://ms.wikipedia.org/wiki/Emulsi.
(Diakses tanggal 11 Desember 2010).
Anonim2. 2010. Mentega atau Margarin, Apa Bedanya?. Available at
http://www.wrm-indonesia.org. (Diakses tanggal 11 Desember 2010).
Buckle, K. A., Edwards, Fleet, dan Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari
Purnomo dan Adiyono. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press).
DeMan John M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah Prof. Dr. Kosasih
Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.