Pedoman Teknis Irigasi Lahan Lebak
-
Upload
iwan-hernawan -
Category
Documents
-
view
119 -
download
11
Transcript of Pedoman Teknis Irigasi Lahan Lebak
PEDOMAN TEKNIS
IRIGASI LAHAN LEBAK DAN PASANG SURUT/ TAM
PT - PLA C.3.2 - 2009
DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN LAHAN DAN AIR
DEPARTEMEN PERTANIAN 2009
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketersediaan pangan dalam jumlah cukup, mudah diakses dan
dengan harga terjangkau merupakan salah satu pondasi
pendukung ketahanan nasional. Gangguan terhadap ketersediaan
pangan akan mengganggu keamanan dan stabilitas nasional. Oleh
karena itu Pemerintah selalu dan terus berusaha agar kebutuhan
pangan rakyat dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah menyusun program
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Dalam
RPPK tersebut diamanatkan bahwa bangsa Indonesia perlu
membangun ketahanan pangan yang mantap dengan
memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk
lima komoditas pangan strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu
dan daging sapi.
Khusus untuk produksi padi/beras, yang merupakan bahan pangan
paling strategis, Pemerintah khususnya Departemen Pertanian
sejak tahun 2006 telah mentargetkan kenaikan produksi padi
sebesar 5 % per tahun. Untuk mencapai upaya peningkatan
produksi beras nasional telah disusun beberapa program, antara
lain subsidi benih, pengembangan padi hibrida, sarana produksi,
subsidi bunga, pembangunan / perbaikan infrastruktur pertanian
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
2
seperti Rehab JITUT, JIDES, dan pengembangan TAM. Dengan
berbagai program dan kegiatan tersebut, maka produksi beras
telah berhasil ditingkatkan sebesar 4,96 % menjadi 57,157 juta
ton pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 ini berdasarkan ARAM
III produksi beras nasional mencapai 60,280 juta ton, yang berarti
terjadi peningkatan sebesar 5,46 %.
Meskipun produksi beras telah berhasil ditingkatkan, namun
tantangan ke depan masih cukup berat seperti pertambahan
penduduk, adanya alih fungsi lahan yang cukup besar, perubahan
iklim dan bencana alam lainnya yang menjadi ancaman terhadap
produksi beras nasional.
Salah satu peluang untuk peningkatan produksi pangan adalah
dengan memanfaatkan lahan rawa, baik rawa pasang surut
maupun rawa lebak. Potensi lahan rawa cukup besar, yaitu
sekitar 33,4 juta hektar, dimana yang potensial untuk
pengembangan pertanian sebesar 11,04 juta hektar. Sampai saat
ini telah diusahakan lebih kurang seluas 1.676.786 hektar, terdiri
dari lahan rawa pasang surut seluas 801.322 hektar, rawa lebak
seluas 757.072 hektar dan tambak seluas 118.392 hektar.
Disadari sepenuhnya bahwa lahan rawa bukanlah lahan yang
terbaik untuk usaha pertanian dibandingkan lahan pertanian
lainnya. Dalam pemanfaatan lahan rawa untuk usahatani tanaman
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
3
pangan banyak ditemui kendala. Kendala utama adalah adanya
lapisan pirit pada tanah sulfat masam dan sifat kering tak balik
pada tanah organik/gambut. Penanganan yang salah terhadap
tanah organik dan tanah sulfat masam dengan lapisan piritnya
akan dapat menyebabkan tanah menjadi sangat masam sehingga
tidak dapat lagi untuk budidaya pertanian pada lahan tersebut.
Salah satu teknologi yang sederhana, mudah dalam perawatan
dan pemeliharaan serta relatif murah, yaitu dengan teknologi Tata
Air Mikro (TAM), dengan memanfaatkan pola pergerakan
pasang surutnya air di lahan rawa pasang surut dan pengelolaan
air dengan sistem polder di lahan rawa lebak.
Besarnya potensi lahan rawa untuk peningkatan produksi pangan,
mengakibatkan kegiatan pengembangan TAM menjadi salah satu
kegiatan utama Departemen Pertanian dan menjadi salah satu
tolok ukur keberhasilan Ditjen Pengelolaan Lahan Dan Air.
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Kegiatan Pengembangan TAM di lahan rawa bertujuan
sebagai berikut :
a. Meningkatkan Luas Tanam melalui Penambahan Indeks
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
4
Pertanaman (IP) dan Penambahan Baku Lahan (PBL).
b. Meningkatkan produktivitas lahan.
c. Membangun rasa memiliki petani terhadap jaringan TAM
yang sudah dibangun.
2. Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dengan dilaksanakannya
kegiatan ini antara lain :
a. Meningkatnya luas tanam melalui Penambahan Indeks
Pertanaman (IP) lebih dari 50 % dan Penambahan Baku
Lahan (PBL).
b. Meningkatnya produktivitas usahatani lebih dari 20 %.
c. Terciptanya rasa memiliki petani terhadap jaringan TAM
yang sudah dibangun.
C. Istilah
Beberapa istilah yang dipergunakan dalam buku pedoman ini
mempunyai pengertian sebagai berikut :
1. Enclove adalah : Keadaan sebidang lahan yang karena satu
dan lain hal tidak termasuk dalam pengembangan TAM,
tetapi masuk dalam lokasi pengembangan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
5
2. Gorong-Gorong adalah : Bangunan fisik yang dibangun
memotong jalan / galengan yang berfungsi untuk
penyaluran air.
3. Indeks Pertanaman/IP (Croping Intensity) adalah:
Suatu ukuran pemanfaatan lahan atau frekuensi tanam
dalam luasan tertentu dalam kurun waktu satu tahun.
4. Lahan Rawa Lebak adalah: lahan rawa yang tergenang air
hujan dalam kurun waktu relatif lama.
5. Lahan Rawa Pasang Surut adalah : Lahan rawa yang
dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surut air laut
secara nyata.
6. Padat Karya Pertanian adalah suatu kegiatan padat karya
yang melibatkan atau mempekerjakan petani, buruh tani
atau warga perdesaan miskin lainnya pada kegiatan
pembangunan infrastruktur pengelolaan lahan dan air untuk
tujuan produktif di sektor pertanian.
7. Peta Kepemilikan Lahan adalah : gambaran situasi dalam
SID yang mencantumkan luas lahan dan nama pemilik yang
terkena kegiatan TAM.
8. Pintu Air adalah : Bangunan fisik yang dapat mengatur
keluar masuk air pasang / surut sesuai dengan kebutuhan
tanaman yang diusahakan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
6
9. Produktivitas adalah : Tingkat hasil / produksi yang
didapatkan per hektar tanam dalam satu kali penanaman.
10. Rehabilitasi adalah : Perbaikan infrastruktur yang sudah
pernah ada yang karena sesuatu dan lain hal keadaannya
kurang berfungsi.
11. Saluran Cacing adalah : saluran menyilang dan membujur
di petakan sawah
12. Saluran Keliling Petakan adalah : saluran air yang dibuat
mengelilingi petakan sawah dalam luasan maximum 1 ha.
13. Saluran Kuarter adalah: saluran air yang menghubungkan
saluran sub tersier ke saluran keliling.
14. Saluran Sub Tersier adalah : saluran air yang
menghubungkan saluran tersier ke kuarter.
15. Sosialisasi adalah : Pemberitahuan sesuatu rencana
kegiatan dalam hal ini TAM kepada semua pihak terkait
secara runut, transparan, dalam bentuk urun rembuk,
diskusi mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan.
16. Stimulan adalah : Bantuan dalam bentuk rangsangan
pengadaan bahan dan alat untuk
mempercepat,mempermudah,menyempurnakan kegiatan fisik
TAM.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
7
17. Survei Investigasi Desain (SID) adalah : Penentuan /
penetapan lokasi dan jenis, spesifikasi infrastruktur,
perhitungan RAB yang akan dilaksanakan pembangunannya.
18. Swakelola adalah : Pelaksanaan pekerjaan yang
direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri, yang dapat
dilaksanakan oleh pengguna barang/jasa, instansi
pemerintah, kelompok masyarakat dan LSM.
19. Tata Air Makro adalah : Penguasaan air di tingkat kawasan
/ areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya
jaringan drainase irigasi seperti navigasi, sekunder, tersier,
kawasan retarder, dan sepadan sungai atau laut, saluran
intersepsi dan kawasan tampung hujan.
20. Tata Air Mikro (TAM) adalah : Pengaturan atau
penguasaan air di tingkat usaha tani yang berfungsi untuk
mencukupi kebutuhan evaporasi tanaman, mencegah /
mengurangi pertumbuhan gulma dan kadar zat beracun,
mengatur tinggi muka air melalui pengaturan pintu air dan
menjaga kualitas air.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
8
II. PELAKSANAAN
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian di dalam pelaksanaan
pengembangan TAM adalah : (a) Lokasi, (b) SID, (c) Konstruksi, (d)
Partisipasi petani, (e) Pengawasan dan (f) Pembiayaan.
A. Lokasi
Kegiatan pengembangan TAM dilaksanakan pada lokasi yang
memerlukan pengaturan tata air mikro di daerah rawa pasang
surut atau rawa non pasang surut (lebak).
1. Syarat Calon Lokasi (CL)
Lokasi yang dinyatakan layak untuk diikutkan dalam
program pengembangan TAM adalah lokasi yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Sistem Tata Air Makro (saluran primer dan sekunder)
berfungsi dengan baik, khusus untuk tipologi lahan rawa
pasang surut.
b. Sistem Tata Air Makro tidak harus ada, khusus untuk
tipologi lahan rawa non pasang surut (lebak).
c. Lokasi pengembangan adalah rawa pasang surut atau
non pasang surut/lebak yang telah dikembangkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum atau merupakan lokasi
yang telah dikembangkan oleh desa/dusun.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
9
d. Potensi untuk dapat meningkatkan IP.
e. Transportasi dari dan ke lokasi relatif lancar.
f. Lokasi terletak pada satu hamparan blok tersier, dan
tidak ada enclove.
g. Di lokasi pilihan tersedia petani penggarap, dan atau
pemilik penggarap dengan standar kepemilikan
maksimum 2 ha/ KK.
h. Usulan calon lokasi dilengkapi dengan peta DASIRA
(Daerah Reklamasi Rawa) yang diterbitkan oleh Dinas
Pengairan setempat.
i. Lokasi yang diusulkan tidak terkena banjir yang dapat
mengancam keberhasilan pertanaman.
j. Lokasi harus didelinasi dengan menunjukan posisi
koordinatnya (LU/LS – BT/BB)
2. Syarat Calon Petani (CP)
Petani yang dinyatakan layak untuk diikutkan dalam
program pengembangan TAM adalah petani yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Para petani calon pemanfaat telah tergabung dalam
kelompok tani/Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
10
b. Para petani/kelompok tani/P3A bersedia berpartisipasi
atau memberikan sharing dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut.
c. Mempunyai keyakinan bahwa TAM bermanfaat untuk
meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman.
d. Bersedia membangun saluran kemalir dan saluran cacing
di lahan masing-masing atas biaya masing-masing.
e. Membutuhkan dan mau membangun serta memelihara
TAM.
f. Sanggup menanam varietas unggul sesuai rekomendasi
BPTP setempat.
g. Sanggup mengusahakan lahan minimal 2X tanam dalam 1
tahun.
h. Tidak selalu mengharapkan bantuan pemerintah, bersedia
memberikan kontribusi / partisipasi dalam pengembangan
TAM.
3. Survei Calon Petani dan Calon Lokasi (CP/CL)
a. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendapatkan calon petani
dan calon lokasi pengembangan TAM.
b. Pelaksanaan kegiatan CP/CL ini dilakukan secara swakelola
oleh petugas Dinas Pertanian.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
11
c. Hasil CP/CL yang memenuhi syarat selanjutnya ditetapkan
sebagai lokasi kegiatan pengembangan TAM TA. 2009 oleh
Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
B. Survei, Investigasi dan Desain (SID)
1. Survei, Investigasi
Kegiatan Survei Investigasi untuk mendapatkan kondisi lokasi
pengembangan TAM untuk digunakan dalam penyusunan
rancangan/desain TAM antara lain meliputi:
a. Penelusuran jaringan yang telah ada
b. Identifikasi kebutuhan jaringan baru (bila diperlukan)
c. Identifikasi kedalamam lapisan pirit
d. Identifikasi ketebalan lapisan gambut
e. Identifikasi batas kepemilikan lahan
f. kebutuhan bangunan TAM
2. Desain (rancangan teknis)
a. Rancangan teknis atau desain sederhana dilaksanakan
setelah lokasi ditetapkan.
b. Rancangan atau desain sederhana dapat dilaksanakan
secara swakelola (sesuai ketentuan yang berlaku).
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
12
c. Rancangan teknis ini meliputi pengukuran dan
penggambaran rencana pengembangan Tata Air Mikro.
d. Hasil rancangan/desain sederhana ini berupa sket lokasi,
gambar rancangan teknis sederhana kegiatan
pembangunan TAM, perkiraan kebutuhan bahan, peralatan
dan biaya.
C. Konstruksi
Kegiatan pengembangan TAM yang akan dilaksanakan pada lahan
rawa pasang surut dan non pasang surut (lebak) antara lain
meliputi :
1. Normalisasi dan peningkatan saluran-saluran tersier, sub
tersier dan kuarter yang telah mengalami kerusakan atau
sedimentasi.
a. Memperdalam dan memperlebar saluran yang
mengalami pendangkalan/ penyempitan sebagai akibat
sedimentasi
b. Memperbaiki saluran yang bocor
c. Mengembalikan bentuk dan dimensi saluran seperti
kondisi semula (reshaping)
d. Memperkuat dan menstabilkan tanggul saluran.
2. Membuat atau melengkapi saluran sub tersier, kuarter, sub
kuarter.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
13
3. Membuat saluran sudetan (drainase).
4. Membuat tanggul keliling yang dilengkapi pintu-pintu air.
5. Membuat bangunan bagi, pintu air (stoplog), gorong-gorong
dan siphon.
Pintu air dibangun untuk menghubungkan air dari saluran
tersier ke sub tersier/kwarter, dan dari sub tersier/kwarter
ke petakan sawah. Jumlah dan spesifikasinya disesuaikan
dengan keadaan lokasi.
a. Bahan pintu diusahakan dari bahan yang cukup tahan
terhadap air masam dan berkadar garam tinggi. Pintu air
tersebut diletakkan pada dudukan yang permanen dan
kuat (dicor/di semen).
b. Gorong-gorong dibangun untuk menghubungkan saluran
tersier ke sub tersier / kwarter.
c. Dapat menggunakan bahan yang mudah didapat, murah
dan tahan lama, antara lain pipa pralon (PVC), bis beton.
d. Dalam membangun gorong-gorong dan pintu air
dimungkinkan digabung agar dapat menghemat biaya.
6. Membuat area water retensi (area penyimpanan air)
terutama pada lebak pematang dan lebak tengahan,
sehingga pada musim kemarau airnya dapat dimanfaatkan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
14
7. Pemasangan pompa-pompa air yang berfungsi untuk
mengeluarkan air lebih di musim hujan dan memasukkan air
di musim kemarau. Sistem pengelolaan air ini dikenal dengan
sistem “Polder”.
Ketentuan teknis pelaksanaan pengembangan TAM dapat dilihat
pada lampiran 4.
D. Tata cara Pelaksanaan Swakelola
Kegiatan TAM ini dilaksanakan secara swakelola, dengan cara
sebagai berikut:
1. Untuk komponen biaya Belanja Uang Honor Tidak Tetap agar
digunakan untuk membiayai tenaga kerja pada kegiatan
konstruksi dengan pola padat karya.
2. Untuk komponen biaya Belanja bahan / material agar
digunakan untuk pengadaan bahan-bahan maupun peralatan
yang dibutuhkan untuk keperluan konstruksi misalnya semen,
pasir, besi beton, plat besi, pintu air, alat ukur debit, dsb
sesuai dengan kebutuhan.
3. Tata cara penggunaan dana belanja sosial lainnya untuk
pengembangan TAM mengacu pada pedoman umum Bansos
Ditjen PLA.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
15
E. Partisipasi
Kelompok tani/P3A diwajibkan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan ini sejak dari proses perencanaan sampai dengan
pelaksanaan. Partisipasi tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk tenaga kerja, bahan bangunan, dana dan sebagainya.
F. Pengawasan
Untuk menjamin agar pelaksanaan pekerjaan konstruksi dapat
sesuai dengan yang telah direncanakan diperlukan pengawasan
yang ketat.
G. Pembiayaan
Biaya yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan ini berasal dari
DIPA TA. 2009 Satker Dinas Pertanian masing-masing Kabupaten.
Komponen biaya untuk kegiatan ini terdiri dari:
1. Biaya konstruksi Pengembangan TAM dipergunakan untuk Upah
Tenaga Kerja dan Bahan Material.
2. Biaya untuk SID, sosialisasi, pembinaan, monitoring dan
evaluasi dibiayai dari dana pendamping/sharing yang berasal
dari APBD provinsi/kabupaten.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
16
III. INDIKATOR KINERJA
Indikator kinerja dari kegiatan ini meliputi: keluaran, hasil, manfaat dan
dampak. Uraian rinci dari indikator kinerja disajikan sebagai berikut :
A. Keluaran (Output)
Keluaran dari kegiatan Pengembangan TAM ini adalah :
1. Terbangunnya jaringan TAM sesuai dengan target yaitu seluas
11.042 Ha di 10 Propinsi.
2. Meningkatnya rasa memiliki petani terhadap jaringan irigasi
yang sudah dibangun / direhab.
B. Hasil (Outcome)
Hasil dari kegiatan Pengembangan TAM ini adalah :
1. Berfungsinya jaringan TAM untuk mendukung pengembangan
pertanian.
2. Bertambahnya pengetahuan dan keterampilan petugas dan
petani di daerah dalam pengelolaan TAM.
C. Manfaat (Benefit)
Manfaat dari kegiatan Pengembangan TAM ini adalah :
1. Meningkatnya luas tanam akibat penambahan Indeks
Pertanaman dan Penambahan Baku Lahan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
17
2. Meningkatnya kualitas lahan dan air serta produktivitas
usahatani.
D. Dampak (Impact)
Dampak dari kegiatan ini adalah meningkatnya pendapatan
petani di lokasi Pengembangan TAM.
Disadari sepenuhnya bahwa pencapaian indikator kinerja ini
merupakan sistem yang saling terkait yang ditentukan oleh banyak
faktor penentu lainnya, yang berjalan secara proses dan
membutuhkan waktu. Namun demikian hendaknya indikator ini
dijadikan patokan dalam melakukan penilaian terhadap hasil kinerja,
sehingga seluruh proses kegiatan harus mengacu pada sasaran
indikator tersebut.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
18
IV. MONITORING DAN EVALUASI
A. Monitoring
Monitoring dilakukan terhadap pelaksanaan pengembangan TAM
TA. 2009.
1. Monitoring dititikberatkan pada pelaksanaan rehab/penggalian
saluran tersier, sub tersier, kwarter, saluran keliling, saluran
cacing, JUT, gorong-gorong, pintu air dengan menggunakan
Form Laporan Perkembangan Kegiatan Pengembangan TAM
TA. 2009 pada lampiran 2.
2. Monitoring tersebut dilakukan oleh Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota dan Propinsi.
3. Hasil Monitoring dilaporkan ke Dinas Pertanian Propinsi,
dengan tembusan ke Ditjen PLA dan Direktorat Pengelolaan
Air (PA) via fax nomor : 021 – 7823975.
4. Dinas Pertanian Propinsi menyampaikan rekapitulasi hasil
monitoring Kabupaten/kota ke Ditjen PLA dan tembusan ke
Direktorat Pengelolaan Air (PA) setiap 1 bulan sekali.
B. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan pengembangan TAM
TA. 2006, TA. 2007, TA. 2008 dan TA. 2009. Untuk kegiatan TA.
2009 evaluasi tersebut dilakukan pada akhir TA. 2009.
Selanjutnya hasil monitoring dan evaluasi dibahas secara
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
19
berjenjang, mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat nasional.
C. Perkembangan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Fisik dan
Keuangan
Dalam melakukan penilaian/ pembobotan kemajuan pelaksanaan
pekerjaan fisik dan keuangan dapat dilihat pada tabel berikut ini
dengan mengacu pada Jadwal Pelaksanaan Kegiatan TAM
(lampiran 1).
Tabel 1. Tahapan Kegiatan dan Pembobotan Pelaksanaan Kegiatan Fisik dan Keuangan
NO. KEGIATAN Bobot (%)
A Persiapan 20 1 CPCL 2 2 SID 5 3 RUKK 4 4 SK – SK 2 5 PEMBUKAAN REKENING 4 6 TRANSFER DANA 3
B PELAKSANAAN 80 1 KONSTRUKSI 80
TOTAL 100
Ket: Pembobotan dilakukan berdasarkan jumlah pencairan dana ke rekening kelompok sesuai dengan RUKK (Rancangan Usulan Kegiatan Kelompok)
Contoh: Tahap 1: 20% 20/100*75 = 15 Tahap 2: 80% 80/100*75 = 60
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
20
D. Laporan Akhir
1. Setelah pelaksanaan pengembangan TAM selesai, Kepala
Dinas Pertanian Kabupaten selaku penanggung jawab
kegiatan di tingkat kabupaten wajib menyiapkan dan
menyampaikan laporan akhir pelaksanaan program
pengembangan TAM, baik dari segi fisik maupun keuangan.
Form laporan dapat dilihat pada lampiran 2
2. Agar lebih informatif dan komunikatif, Laporan Akhir
dilengkapi dengan foto-foto dokumentasi pada kondisi awal
pekerjaan, sedang dalam pelaksanaan, dan setelah
pekerjaan selesai 100%
3. Kerangka Pelaporan (outline) dari laporan akhir tersebut
seperti pada lampiran 3.
4. Laporan akhir tersebut disampaikan kepada Direktur
Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air dan tembusan ke
Direktur Pengelolaan Air dengan alamat : Direktorat
Pengelolaan Air Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan,
Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550 dan kepada Dinas
Lingkup Pertanian Provinsi .
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
21
V. KETENTUAN TEKNIS
A. Survei Investigasi Desain (SID)
SID adalah rangkaian kegiatan yang meliputi :
1. Survei.
Survei meliputi observasi, inventarisasi/pengumpulan data CPCL
dan pembuatan peta. Kegiatan ini dilakukan dengan cara meninjau
dan mencatat data/informasi CPCL, wawancara dan diskusi
dengan CP, dengan menggunakan kuisioner dan formulir yang
sudah disiapkan lebih dulu. Kuisioner dan formulir berisikan data
sebagai berikut :
- Nama-nama kelompok tani, jumlah petani, desa dan
kecamatan.
- tata letak lokasi dengan posisi koordinat (LS/LU, BB/BT)
- prasarana usahatani seperti jalan, jembatan, gorong-gorong
dll.
- Iklim dan tipe luapan air pasang/surut.
- Kelembagaan tani
- Potensi lahan usahatani (luas, pola tanam, jenis tanaman,
produktivitas, IP dll)
- Sosial ekonomi (pemasaran hasil, harga, pemilikan lahan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
22
Pembuatan peta bila dana memungkinkan antara lain : peta situasi
dan peta jasira (skala 1 : 10.000), peta petak tersier (1 : 5.000),
peta rancangan TAM (1 : 2.000). Apabila dana tidak
memungkinkan, dapat dibuat peta sederhana namun semua
dimensi terukur sehingga dapat dijadikan dasar pelaksanaan
konstruksi dan penyusunan RAB.
Hasil survei perlu dilengkapi dengan data sekunder antara lain :
data iklim, jumlah penduduk, harga bahan/upah setempat dan
data potensi desa/kecamatan.
2. Investigasi
Investigasi adalah menyelidiki atau meneliti lebih dalam
karakteristik lahan pasang surut / lebak meliputi :
- keadaan agroklimat
- jenis dan sifat-sifat fisik dan kimia tanah, khususnya
kandungan pirit (FeS2)
- kualitas air, untuk mengetahui salinitas air.
- hidrotopografy, untuk mengetahui tipe luapan air pada lahan
pasang surut / lebak.
- Kondisi lahan usahatani, untuk mengetahui jenis vegetasi pada
lahan yang akan dikembangkan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
23
3. Desain TAM a. Penataan Lahan
Penataan lahan perlu dilakukan agar lahan dapat sesuai
dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Dalam
melakukan penataan lahan perlu diperhatikan hubungan antara
tipologi lahan, type luapan dan pola pemanfaatannya. Penataan
lahan untuk berbagai tipe luapan dapat dilihat pada Tabel 1.
Sistem Surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan
untuk melakukan diversifikasi tanaman dilahan rawa. Bila pada
tanah gambut lapisan dibawahnya berpasir atau pasir kuarsa
dan atau lapisan mengandung pirit maka tanah gambut
tersebut jangan disurjan atau dibuat sawah, tetapi sebaiknya
gambut dipertahankan untuk tanaman padi gogo dan palawija,
sayuran, buah-buahan, dan perkebunan.
Tabel 1. Penataan dan pola pemanfaatan lahan yang dianjurkan pada setiap tipologi lahan dan tipe luapan air di pasang surut.
Tipologi Lahan Tipe luapan air Kode Tipologi A B C D
SMP-1 Aluvial bersulfida dangkal
Sawah Sawah Sawah -
SMP-2 Aluvial bersulfida dalam
Sawah Sawah/surjan
Sawah/ surjan
Sawah/ tegalan /kebun
SMP-3/A
Aluvial bersulfida sangat dalam
- Sawah/surjan
Sawah/ tegalan/kebun
Tegalan /Kebun
SMA-1 Aluvial bersulfat 1
- Sawah/surjan
Sawah/ surjan
Sawah /tegalan /kebun
SMA-2 Aluvial bersulfat 2
- Sawah/surjan
Sawah/ surjan
Sawah/ tegalan /kebun
SMA-3 Alluvial bersulfat 3
- - Sawah/ kebun
Tegalan /Kebun
HSM Aluvial bersulfida dangkal bergambut
- Sawah Sawah/ tegalan
Tegalan/ Kebun
G-1 Gambut dangkal
- Sawah Sawah/ tegalan
Tegalan/ Kebun
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
24
Sumber : Widjaja-Adhi (1995)
2. Desain Sistem Pengairan/drainase Saluran tersier
Pengelolaan air tingkat tersier ditujukan untuk mengatur
saluran tersier agar berfungsi :
- memasukkan air irigasi
- mengatur tinggi muka air di saluran dan secara tidak
langsung di petakan lahan
- mengatur kualitas air dengan membuang bahan
beracun yang terbentuk di petakan lahan serta
mencegah masuknya air asin ke petakan lahan.
Sistem pengelolaan air di tingkat tersier dan mikro
tergantung kepada tipe luapan air pasang. Penataan air
pada tingkat ini dapat dilakukan dengan 2 sistem yaitu
sistim aliran satu arah (one-way flow system) dan sistim
aliran dua arah (two-way flow system). Hal yang perlu
mendapat perhatian dalam pemilihan sistim tata air mikro
adalah sinkronisasi antara tata air makro dan tata air mikro.
G-2 Gambut sedang
- - Kebun/ kebun
Kehutanan
G-3 Gambut dalam
- - Kebun/ kebun
Konservasi
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
25
a. Sistem aliran satu arah
Pada sistem aliran satu arah, saluran irigasi dan
saluran drainase dibuat secara terpisah. Pintu klep
dipasang berlawanan arah. Pada saluran irigasi pintu
klep membuka ke arah dalam sedang pada saluran
drainase pintu klep membuka ke arah luar sehingga
pencucian lahan dapat berlangsung dengan efektif.
b. Sistem aliran dua arah
Pada sistem air dua arah, saluran tersier yang dibuat
berfungsi sebagai saluran irigasi dan drainase. Oleh
karena saluran berfungsi sebagai saluran irigasi dan
saluran drainase, pada dua saluran ini dipasang pintu-
pintu. Untu menjaga agar tidak terjadi over drain,
pada pintu-pintu perlu dipasang over flow/ stoplog.
3. Saluran Kuarter dan Drainase
Sistem Pengelolaan Tata Air Mikro mencakup pengaturan
dan pengelolaan tata air di saluran kuarter dan petakan
lahan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan
sekaligus memperlancar pencucian bahan beracun. Saluran
kuarter biasanya dibuat di setiap batas pemilikan lahan,
sedangkan di dalam petakan lahan dibuat saluran cacing
dengan interval 3 – 12 meter dan disekeliling petakan lahan
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
26
tergantung pada kondisi lahannya. Semakin tinggi tingkat
masalah keracunan, semakin rapat pula jarak antar saluran
cacing tersebut. Usaha pencucian ini akan berjalan baik
apabila terdapat cukup air segar, baik dari hujan maupun
dari air pasang. Oleh Karena itu, air di petakan lahan perlu
diganti setiap dua minggu pada saat pasang besar.
a. Bentuk dan Ukuran Saluran
Gambar yang harus disiapkan adalah saluran
drainase dan rancangan bangunan pelengkap seperti:
jalan, gorong-gorong dan jembatan penyeberangan
bila ada.
Gambar penampang melintang saluran dapat dilihat pada Tabel 2 di
bawah ini :
Saluran Kemilir No Gambar Penampang Melintang
Lbr. Atas Lbr. Bawah Tinggi
1
0,30 m 0,25 m 0,25 m
2 Saluran Keliling
Lbr. Atas Lbr. Bawah Tinggi
0,30 m 0,25 m 0,40 m
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
27
3 Saluran Sub Tersier
Lbr. Atas Lbr. Bawah Tinggi
0,80 m 0,60 m 0,80 m
4 Saluran Kuarter pada lahan Potensial
Lbr. Atas Lbr. Bawah Tinggi
0,60 m 0,40 m 0,60 m
5 Saluran Kuarter pada lahan Sulfat Masam
Lbr. Atas Lbr. Bawah Tinggi
0,60 m 0,40 m 0,50 m
6 Saluran Kolektor
Lbr. Atas Lbr. Bawah Tinggi
0,80 m 0,60 m 0,60 m
b. Rancangan Pintu Air Tersier dan Sekunder
Pintu air untuk saluran tersier sebaiknya dibuat
kombinasi antara flapgate dan stoplog terutama
untuk daerah yang bertipe luapan A/B, sedangkan
untuk saluran kuarter dengan pintu flapgate.
Untuk tipe luapan C/D pada saluran tersier sebaiknya
dibuat pintu stoplog, jangan dengan pintu ulir seperti
dilakukan di daerah irigasi, untuk saluran kuarter
dibuat pintu stoplog yang ketinggiannya bisa diatur
menurut kebutuhan. Pintu flapgate dan stoplog sudah
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
28
banyak dikembangkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum dan sekarang ada pintu stoplog yang dibuat
dari fiber.
4. Kriteria Model Desain TAM
Rencana yang akan diterapkan dalam pembinaan/
pengembangan model pembuatan TAM disusun
berdasarkan kriteria berikut :
a. Jarak antara 2 saluran tersier tidak lebih dari 200 m,
kalau lebih dari 200 m perlu dibuat saluran sub-tersier
pada bagian tengahnya (efek kuarter tidak lebih 100
m).
b. Ujung saluran tersier dalam kondisi buntu, maka harus
dihubungkan dengan saluran sekunder yang terdekat
(dalam kondisi buntu, pengaturan air di ujung saluran
tersier adalah sangat penting).
c. Aliran satu arah di saluran tersier direkomendasikan
untuk penggelontoran air asam (bisa satu arah dari
SPD ke SDU kalau tidak ada pintu sekunder, dan
apabila ada pintu di SPD maka aliran satu arah dari
SDU ke SPD).
d. Operasi pintu sorong harus rutin, untuk keperluan ini
maka pembuatan pintu air perlu diletakkan dekat
pemukiman. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
29
dalam menjangkau lokasi pintu tersebut. Operasi
ditujukan untuk suplai (memasukkan air) pada air
pasang.
e. Ditinjau dari tipologi lahan pada daerah rawa pasang
surut, penerapan pengembangan model pembangunan
jaringan TAM, dibedakan :
1) Lahan dengan luapan A/B
Untuk tanaman padi pada musim hujan dan
pada musim kemarau, harus dibantu dengan
pompanisasi khususnya pada tipe luapan B.
a) Jika pada lahan tipe luapan A/B belum ada
pintu, maka dibiarkan terbuka tanpa ada
pintu (one-way flow system) untuk
keperluan drainase dan suplai.
b) Apabila sudah ada saluran sub tersier, maka
perlu dibuat gorong-gorong terbuka (tanpa
pintu).
c) Apabila tidak ada pintu air di saluran
sekunder (SPD) maka saluran tersier perlu
dibuat pintu sorong pada saluran
penghubungnya. Jika ada pintu pintu air di
saluran sekunder maka gorong-gorong pada
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
30
saluran tersier dapat dibuka atau dipasang
stoplog.
d) Bila saluran tersier dihubungkan dengan
sekunder (SDU) maka hanya dibuat gorong-
gorong (dengan pipa) untuk keperluan aliran
satu arah dari SPD ke SDU.
2) Lahan dengan tipe luapan C/D
Lahan ini dapat digunakan untuk penanaman
padi pada musim hujan dan palawija pada
musim kemarau. Pengembangan model di lahan
dengan tipe luapan C/D ini dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi drainase untuk keperluan
penanaman palawija di musim kemarau.
Perlu dipertimbangkan antara kebutuhan untuk
pencucian tanah dari racun yang ada dan
penggenangan air untuk penanaman padi pada
musim hujan .
Untuk itu, sub tersier dihubungkan dengan
sekunder SDU perlu dibuat gorong-gorong
(dengan pipa) yang dilengkapi dengan stoplog.
Bila dihubungkan dengan saluran SPD hanya
perlu gorong-gorong.
Bila tidak ada pintu air di saluran sekunder
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
31
(SPD), maka pada saluran tersier perlu dibuat
pintu sorong di ujung saluran penghubung. Jika
saluran tersier sudah dihubungkan dengan SPD
maka tidak perlu dibuat pintu air atau hanya
perbaikan pintu yang ada.
Bila ada pintu air di saluran sekunder (SPD)
maka pada penghubung hanya dibuat gorong-
gorong saja, atau perbaikan pintu yang sudah
ada di tersier.
Pada saluran sekunder (SDU) pada saluran
penghubung (pada tersier) dibuat gorong-
gorong dengan pipa dan stoplog. Bila saluran
sudah ada pintu maka hanya perbaikan saja.
Saluran kuarter dapat dibuat pada batas
kepemilikan lahan saja, tetapi jika terdapat
lapisan pirit (pada sub-soil) atau untuk tanaman
palawija maka saluran kuarter dapat dibuat lebih
intensif dengan jarak 50 m untuk keperluan
pencucian sulfat masam atau untuk drainase
pada penanaman palawija.
5. Pelaksanaan Pekerjaan Jaringan Tata Air Mikro
a. Pembersihan Lapangan
Untuk memperlancar pekerjaan galian maupun
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
32
timbunan tanah, di posisi jalur saluran dilakukan
pembersihan lapangan terlebih dahulu sehingga
diperoleh ruang kerja yang leluasa untuk melaksanakan
pekerjaan galian dan timbunan. Khususnya untuk
pekerjaan timbunan, bahan timbunan adalah tanah asli
setempat yang tidak tercampur dengan unsur yang
lainnya.
Pekerjaan pembersihan lapangan ini dapat tidak
dilakukan selama kondisi lapangannya mendukung,
maksudnya sepanjang jalur rencana saluran kondisinya
terbuka, tidak ada penghalang baik berupa semak atau
hal lainnya sehingga dipastikan dapat langsung
mengerjakan pekerjaan galian atau timbunan. Demikian
juga untuk saluran keliling dan kemalir yang posisinya
ada di dalam lahan usahatani tidak memerlukan
pembersihan lapangan.
b. Pemasangan Patok Ajir/Bouwplank
Khususnya untuk saluran sub tersier, kolektor dan
kuarter, untuk mendapatkan kelurusan arah saluran
maka berdasarkan patok-patok bantu pada pekerjaan
uitzet, dipasang patok ajir yang menunjukkan ujung
kiri/ kanan dari lebar atas/ bawah saluran dan
pematang/ tanggul dan dipasang papan bouwplank
untuk menunjukkan ketinggian timbunan. Baik patok
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
33
ajir maupun papan bouwplank di pasang pada jalur
rencana saluran per 25 m. Karena tanah asli bahan
timbunan akan mengalami penyusutan maka untuk
ketinggian, ukurannya harus djilebihkan antara 5 – 10
cm dari tinggi rencana. Demikian pula dengan
kedalaman galian saluran, untuk mencapai kestabilan
lereng/ talud saluran yang dibuat baru maka setelah
pembentukan saluran dan dioperasikan nantinya akan
mengalami pengendapan sehingga kedalaman galian
saluran juga harus dilebihkan antara 5 – 10 cm dari
kedalaman rencana. Baik tinggi timbunan maupun
kedalaman galian diukur dari permukaan tanah asli.
c. Pekerjaan Galian
Setelah patok dan papan bouwplank terpasang
berjarak 25 m antara satu dengan yang lainnya, maka
untuk mendapatkan kelurusan saluran, diantara 2
patok ajir (yang berjarak 25 m) yang menunjukkan
ujung kiri/ kanan lebar atas saluran ditarik garis bantu
(bisa berupa tali plastik). Berpatokan kepada garis
bantu tersebut pekerjaan galian dapat dilakukan dan
untuk mendapatkan bentuk dan kedalaman galian,
dibuat dari bahan kayu ukuran 3/5 rangka bouwplank
berbentuk penampang saluran (segi empat/trapezium)
dengan catatan untuk tingginya sudah ditambahkan.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
34
d. Biasanya untuk keperluan timbunan tanggul/ pematang
menggunakan bahan hasil galian (dengan
memperhatikan faktor susut tanah ± 20 %) sehingga
tanah hasil galian diletakkan pada kedua sisi galian
dengan memperhatikan jarak sempadan saluran
secara merata.
e. Pekerjaan Timbunan
Pembentukan timbunan tanggul/ pematang dapat
memanfaatkan bahan hasil galian, akan tetapi jika
tidak mencukupi maka bahan timbunan diambil dari
galian di sisi sebelah luar rencana saluran. Untuk
mendapatkan tinggi timbunan yang diinginkan ditarik
garis bantu dari antara 2 patok ajir (yang berjarak 25
m) yang menunjukkan ujung kiri/ kanan lebar atas
timbunan yang diinginkan ditarik garis bantu dari
antara 2 patok ajir ( yang berjarak 25 m ) yang
menunjukkan ujung kiri/ kanan lebar bawah timbunan
tanggul/ pematang. Untuk mendapatkan bentuk
timbunan yang diinginkan, dapat juga dilakukan
dengan membuat rangka bouwplank dari bahan kayu
ukuran 3/5 berbentuk penampang timbunan
tanggul/pematang (segi empat/trapesium).
f. Pekerjaan Perapihan
Pekerjaan perapihan dilakukan selama masa kontrak
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
35
kerja sampai masa pemeliharaan selesai. Maksud
perapihan disini adalah untuk mempertahankan ukuran
penampang galian maupun timbunan sesuai dengan
yang ditentukan, misalnya pada waktu pekerjaan
galian dilakukan ternyata peletakan tanah
timbunannya belum membentuk seperti yang
ditentukan, ada longsoran di lereng/ talud galian
maupun timbunan, karena kering maka terjadi
retakan-retakan di timbunan tanggul/ pematang maka
harus dilakukan pembentukan kembali penampang
galian atau timbunan tanggul/pematang.
g. Untuk dapat memberikan fungsi yang optimal, jaringan
Tata Air Mikro memerlukan sarana penunjang yang
secara langsung/ tidak langsung mempengaruhi fungsi
Tata Air Mikro dalam satu kawasan/hamparan lahan
usahatani.
Sarana pendukung tersebut terdiri dari :
1. Jalan Usaha Tani
Konstruksi jalan usaha tani berupa timbunan
tanah yang dipadatkan dengan ukuran tertentu
yang sudah ditetapkan dalam perencanaan
(desain). Untuk memperkokoh konstruksi, dapat
juga di kedua sisi jalan usaha tani dibuat
konstruksi siring (dinding penahan) dari kayu.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
36
Sebagai bangunan pelengkap jalan usahatani
adalah jembatan yang dapat berupa konstruksi
kayu atau pasangan batu/beton.
2. Bangunan air
Jenis bangunan air yang diperlukan untuk
melengkapi jaringan TAM adalah: Pintu Sorong,
Pintu Stoplog, Pintu Klep dan Gorong-gorong
Secara garis besar pekerjaan sarana penunjang
ini meliputi pekerjaan tanah (galian dan
timbunan dan pemadatan), konstruksi kayu,
pasangan batu bata, pasangan beton.
C. Pemeliharaan Jaringan Tata Air Mikro
1. Pemeliharaan Jaringan Drainase
Jaringan drainse perlu dipelihara, agar ; (1) sarana dan
prasarana hidrolik yang telah dibangun tetap berfungsi
sehingga dapat bermanfaat secara berkelanjutan, dan (2)
untuk mengurangi biaya perbaikan yang lebih tinggi pada
masa yang akan datang.
Kerusakan bangunan air di lahan rawa lebih besar
dibandingkan dengan dilahan sawah irigasi. Beberapa factor
yang menyebabkan kerusakan pada jaringan drainase
adalah : (1) adanya erosi, (2) tumbuhnya vegetasi rawa,
dan (3) akibat terjadinya banjir.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
37
Pemeliharaan saluran harus dilakukan secara rutin.
Pemeliharaan rutin menyangkut pemeliharaan bangunan
pintu air, pembersihan dari kotoran, pemotongan rumput
dan perbaikan tanggul saluran. Pemeliharaan insidentil
mencakup kegiatan-kegiatan yang sebelumnya tidak
diperkirakan atau ditaksir kuantitasnya, antara lain
perbaikan longsor tepi dan tanggul saluran, endapan
lumpur, dan perbaikan saluran yang rusak. Sedangkan
pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan terhadap
kerusakan yang sifatnya mendadak sehingga diperlukan
perbaikan segera, seperti kerusakan akibat bencana alam,
banjir.
3. Pemeliharaan saluran Tersier
Pemeliharaan saluran tersier meliputi kegiatan sebagai
berikut :
a. Pemotongan rumput pada lereng dan tanggul saluran
b. Pembersihan saluran meliputi pengangkatan kotoran
atau rumput ditengah saluran. Kegiatan ini sebaiknya
dilakukan bersamaan dengan pemotongan rumput ditepi
saluran.
c. Pembentukan dan perapihan tanggul saluran tersier. Hal
ini dilakukan bila terjadi kerusakan tanggul akibat
retakan/longsoraAn. Selain memelihara saluran tersier
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
38
bangunan yang ada di saluran seperti pintu air yang
dipelihara. Pemeliharaan yang harus dilakukan
adalah :
a. Penimbunan dan pemadatan timbunan pada
bangunan tersier.
b. Penambahan cerucuk gelam pada sayap bangunan
tersier untuk menahan benturan langsung pada
bagian sayap dan memperkokoh bangunan tersier.
c. Penanaman rumput pada lereng bangunan yang
berfungsi sebagai pengaman lereng dari erosi/
longsor.
d. Pembersihan rutin sekat blok dan papan duga.
Selanjutnya pengecetan, pelumasan dan
pembersihan pintu ayun dan sponeng.
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
39
Lampiran 1
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN TATA
AIR MIKRO TA. 2009
No. Komponen Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVA. Persiapan
1 Pembuatan SK-SK2 Juklak diterima dari Provinsi3 Pembuatan Juknis oleh Kab/Kota4 Koordinasi dengan Instansi terkait5 Inventarisasi CPCL6 Penetapan Lokasi 7 Sosialisasi8 Pembuatan rekening kelompok9 Pembuatan Desain Sederhana
10 Penyusunan RUKK
B. Pelaksanaan1 Transfer dana2 Konstruksi
a. Penyediaan bahan/materialb. Pelaksanaan fisikc. Pemeliharaan
3 Monitoring4 Evaluasi 5 Laporan Bulanan6 Laporan Akhir
Minggu ke Minggu ke Minggu keMinggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu keMinggu keOktober
Minggu ke Minggu ke Minggu kePebruari Maret AprilJanuari
Minggu ke
BulanNopember DesemberMei Juni Juli Agustus September
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
40
Lampiran 2
Form PLA.01
KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN LAHAN DAN AIRT.A. 2008
Dinas : ……………………………..Kabupaten : ……………………………..Provinsi : ……………………………..Subsektor : ……………………………..Program : ……………………………..Bulan : ……………………………..
No. Aspek Kegiatan Pagu DIPA Realisasi Lokasi Kegiatan KeteranganKeuangan Fisik Keuangan Fisik Nama Desa/ Koordinat
(Rp) (Ha) (Rp) (%) Konstruksi (Ha) Tanam (Ha) Kelompok Kecamatan1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
A. Pengelolaan Air 1. JITUT2. JIDES3. TAM4. dst ……
B. Pengelolaan Lahan 1. JUT2. Optimasi Lahan3. Reklamasi Lahan4. dst ……..
C. Perluasan Areal) 1. SID(TP/Horti/Bun/Nak*) 2.Konstruksi
3. Pengadaan Saprodi4. dst ……..
UMLAHCatatan :
1. Laporan dikirim ke Dinas Propinsi terkait tembusan ke Ditjen PLA Pusat, paling lambat tanggal 5 setiap bulan2. Laporan ke Pusat ke Bagian Evaluasi dan Pelaporan d/a. Kanpus Deptan Gedung D Lantai 8 Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jakarta Selatan via Fax : 021-7816086 atau E-mail : [email protected]
3. Realisasi adalah realisasi kumulatif s/d bulan ini (bulan laporan)4. Kolom (13) dapat diisi serapan tenaga kerja, dll*) Coret yang tidak perlu
………………………., …………………………...…………. 2008
Penanggung jawab kegiatan Kabupaten
LAPORAN REALISASI FISIK DAN KEUANGAN
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
41
Lampiran 3
Form PLA.02
Dinas : ……………………………..Propinsi : ……………………………..Subsektor : ……………………………..Program : ……………………………..Bulan : ……………………………..
Keuangan Fisik(Rp) (Ha) (Rp) (%) Konstruksi (Ha) Tanam (Ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 111 Dinas…………………….*) Pengelolaan Air 1. JITUT
Kab/Kota ………………… 2. JIDES3. TAM4. dst ……
Pengelolaan Lahan 1. JUT2. Optimasi Lahan3. Reklamasi Lahan4. dst ……..
Perluasan Areal) 1. SID(TP/Horti/Bun/Nak**) 2.Konstruksi
3. Pengadaan Saprodi
2 Dinas…………………….*)Kab/Kota …………………
3 Dinas…………………….*)Kab/Kota …………………
1. JITUT2. JIDES3. TAM4. JUT5. Optimasi Lahan6. Reklamasi Lahan7. Perluasan Areal8. dst
Ctt: 1. Laporan dikirim ke Ditjen PLA Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulan2. Laporan ke Pusat ke Bag Evaluasi dan Pelaporan d/a. Kanpus Deptan Gedung D Lantai 8 Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jaksel. Fax : 021 7816086 atau E-mail : [email protected]. Realisasi adalah realisasi kumulatif s/d bulan ini (bulan laporan)4. Kolom (13) dapat diisi serapan tenaga kerja, dll*) Diisi nama Dinas Kabupaten/Kota yang melaksanakan kegiatan PLA. **) Coret yang tidak perlu ………………………., ……………………...………………. 2008
Pagu DIPA Realisasi KeteranganKeuangan Fisik
Penanggung jawab kegiatan Propinsi
JUMLAH
Aspek
LAPORAN REALISASI FISIK DAN KEUANGANKEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN LAHAN DAN AIR TA 2008
No. Dinas Kabupaten/Kota*) Kegiatan
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
42
Lampiran 4
Form PLA.03
Dinas : ………………………………..Kabupaten : ………………………………..Provinsi : ………………………………..Subsektor : ………………………………..Tahun : ………………………………..
1 3 5
A. Aspek Pengelolaan Air1 JITUT2 JIDES3 TAM4 dst
B. Aspek Pengelolaan Lahan1 JUT2 Pengembangan Jalan Produksi3 Optimasi Lahan4 dst
C. Aspek Perluasan Areal1 Cetak Sawah2 Perluasan Areal Hortikultura3 Perluasan Areal Perkebunan4 dst
Catatan :1. Laporan dikirim ke Dinas Propinsi terkait tembusan ke Ditjen PLA Pusat, paling lambat tanggal 5 setiap bulan2. Laporan ke Pusat ke Bagian Evaluasi dan Pelaporan d/a. Kanpus Deptan Gedung D Lantai 8 Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jak via Fax : 021-7816086 atau E-mail : [email protected]
3. Manfaat harus terukur, contoh :a. Kegiatan JITUT/JIDES seluas 500 Ha, dengan kenaikan IP 100 % , peningkatan produktivitas 0,5 ton/Ha(produktifitas awa sehingga peningkatan produksi : 500 X 2 X 0,5 Ton = 500 ton, maka produksi akhir menjadi (500 Ha x 5 Ton) + 500 Ton = 3
………………. ………………….…. 2008
Penanggungjawab Kegiatan Kabupaten
2 4
LAPORAN MANFAAT KEGIATAN PENGELOLAAN LAHAN DAN AIR TA. 2006 DAN TA. 2007
No. KegiatanTarget Fisik
DIPA Realisasi Fisik Manfaat
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
43
Lampiran 5
Form PLA.04
Dinas : ………………………………..Provinsi : ………………………………..Subsektor : ………………………………..
1 3 7
A. Aspek Pengelolaan Air1 JITUT2 JIDES3 TAM4 dst
B. Aspek Pengelolaan Lahan1 JUT2 Pengembangan Jalan Produksi3 Optimasi Lahan4 dst
C. Aspek Perluasan Areal1 Cetak Sawah2 Perluasan Areal Hortikultura3 Perluasan Areal Perkebunan4 dst
Catatan :1. Laporan dikirim ke Ditjen PLA Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulan2. Laporan ke Pusat ke Bagian Evaluasi dan Pelaporan d/a. Kanpus Deptan Gedung D Lantai 8 Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jaksel via Fax : 021-7816086 atau E-mail : [email protected]
3 Manfaat harus terukur, contoh :a. Kegiatan JITUT/JIDES seluas 500 Ha, dengan kenaikan IP 100 % , peningkatan produktivitas 0,5 ton/Ha(produktifitas awal 5 ton/ Ha) sehingga peningkatan produksi : 500 X 2 X 0,5 Ton = 500 ton, maka produksi akhir menjadi (500 Ha x 5 Ton) + 500 Ton = 3000Ton
………………. ………………….…………. 2008
Penanggungjawab Kegiatan Propinsi
2 4
REKAPITULASI LAPORAN MANFAAT KEGIATAN PENGELOLAAN LAHAN DAN AIR TA. 2006 DAN TA. 2007
No. Kegiatan Target Fisik Realisasi Fisik Manfaat
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
44
Lampiran 6
OUTLINE LAPORAN AKHIR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan dan Sasaran
II. PELAKSANAAN
A. Masukan
B. Lokasi
C. Tahap Pelaksanaan
D. Permasalahan
E. Pemecahan Masalah
III. HASIL
IV. MANFAAT
V. DAMPAK
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
45
Lampiran 7
ALOKASI TAM TA. 2009
No Pusat/Prop/Kab/Kota Sub Sektor Tata Air Mikro (Ha)
TOTALKABUPATEN (TP)
10,842
1 Prop. Sumatra Utara 1,000
Jumlah Kab/Kota 1,000
Kab. Langkat 300
Kab. Langkat Tanaman Pangan 300
Kab. Labuhan Batu 500
Tanaman Pangan 500
Kab. Serdang Bedagai Tanaman Pangan 200
200
Kab. Deli Serdang Tanaman Pangan 200
200
2 Prop. Riau 2,000
Jumlah Kab/Kota 2,000
Kab. Indragiri Hilir 500
Tanaman Pangan 500
Kab. Indragiri Hulu 500
Tanaman Pangan 500
Kab. Pelalawan 500
Tanaman Pangan 500
Kab. Rokan Hilir 300
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
46
No Pusat/Prop/Kab/Kota Sub Sektor Tata Air Mikro (Ha)
Tanaman Pangan 300
Kab. Siak 200
Tanaman Pangan 200
3 Prop. Jambi 752
Jumlah Kab/Kota 752
Kab.TanjungJabungBarat 252
Tanaman Pangan 200
Perkebunan 52
Kab.TanjungJabungTimur 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Tebo 300
Tanaman Pangan 300
4 Prop. Sumatera Selatan 800
Jumlah Kab/Kota 800
Kab. Musi Banyuasin 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Ogan Komering Ilir 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Banyuasin 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Ogan Ilir 200
Tanaman Pangan 200
5 Prop. Lampung 1,050
Jumlah Kab/Kota 1,050
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
47
No Pusat/Prop/Kab/Kota Sub Sektor Tata Air Mikro (Ha)
Kab. Lampung Tengah 50
Tanaman Pangan 50
Kab. Tulang Bawang 1,000
Tanaman Pangan 1,000
6 Prop. Bengkulu 1,050
Jumlah Kab/Kota 1,050
Kab. Muko-muko
Tanaman Pangan 1,050
7 Prop. Kalimantan Barat 1,050
Jumlah Kab/Kota 1,050
Kab.Singkawang 100
Tanaman Pangan 100
Kab.Landak 150
Tanaman Pangan 150
Kab. Bengkayang 150
Tanaman Pangan 150
Kab.Ketapang 150
Tanaman Pangan 150
Kab. Pontianak 150
Tanaman Pangan 150
Kab. Sambas 150
Tanaman Pangan 150
Kab. Kubu Raya 200
Tanaman Pangan 200
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
48
No Pusat/Prop/Kab/Kota Sub Sektor Tata Air Mikro (Ha)
8 Prop. Kalimantan Tengah 1,190
Jumlah Kab/Kota 1,190
Kab. Kota Waringin Timur 90
Tanaman Pangan 90
Kab. Kapuas 250
Tanaman Pangan 250
Kab. Kotawaringin Barat 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Sukamara 250
Tanaman Pangan 250
Kab. Pulang Pisau 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Katingan 200
Tanaman Pangan 200
9 Prop.Kalimantan Selatan 850
Jumlah Kab/Kota 850
Kab. Banjar 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Hulu Sungai Utara 150
Tanaman Pangan 150
Kab. Tapin 400
Tanaman Pangan 400
Kab. Tanah Laut 100
Tanaman Pangan 100
Pedoman Teknis Pengembangan Tata Air Mikro (TAM) TA. 2009
49
No Pusat/Prop/Kab/Kota Sub Sektor Tata Air Mikro (Ha)
10 Prop. Kalimantan Timur 1,100
Jumlah Kab/Kota 1,100
Kab. Pasir 300
Tanaman Pangan 300
Kab.Bulungan 200
Tanaman Pangan 200
Kab. Malinau 300
Tanaman Pangan 300
Kab. Penajam Paser Utr 300
Tanaman Pangan 300