pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana
Transcript of pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana
KEMENTERIAN KESEHATAN RI2012
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZIDALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI613.2Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anakp Pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012. ISBN 978-602-235-138-2
1. Judul I. NUTRITION II. FOOD III. EMERGENCY CARE IV. CIVIL DEFENSE V. DISASTER
Daftar Ralat
Halaman Tertulis Seharusnya
13 mergencies Emergencies
36 Rusum Ransum
41 gula untuk selingan sore 0
gula untuk selingan sore 3/4 p
54 Rangsum Ransum
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZIDALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI2012
PEDOMAN KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN RIDIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
DIREKTORAT BINA GIZI2012
613.2Indp
KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
BA
K
T I H U S ADA
Katalog Dalam Terbitan. Kementrian Kesehatan RI623.2Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,P Pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi darurat. - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2010.
I. Judul 1. NUTRITION 2. FOOD 3. EMERGENCY CARE
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I iii
KATA PENGANTAR
Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status gizi korban bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia.
Untuk mengantisipasi kejadian bencana dengan segala dampaknya, Direktorat Bina Gizi telah menerbitkan buku “Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi Dalam Keadaan Darurat, 2002” dan telah digunakan selama 1 dekade dalam penanganan kegiatan gizi di berbagai daerah bencana dengan beberapa revisi sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Buku “Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana” ini, merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya, antara lain dengan melengkapi bagan kegiatan penanganan gizi mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.
Pedoman ini merupakan acuan bagi petugas untuk mengelola kegiatan penanganan gizi dalam situasi bencana. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam pembahasan pedoman edisi revisi ini.
Saran dan masukan konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan untuk penyempurnaan pedoman ini di masa mendatang.
Jakarta, Mei 2012
Direktur Bina Gizi,
DR. Minarto, MPS
iv I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I v
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR .............................................................................. iiiDAFTAR ISI ........................................................................................... vDAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viiDAFTAR TABEL ................................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................... . 1 B. Tujuan ............................................................................ 3 1. Tujuan Umum ............................................................. 3 2. Tujuan Khusus ............................................................. 3 C. Definisi Operasional ....................................................... 4 BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ............................................ 7. A. Pra Bencana ................................................................... 7. B. Situasi Keadaan Darurat Bencana .................................... 9. 1. Siaga Darurat .................................................... ...........9. 2. Tanggap Darurat ................................................ ...........9. 3. Transisi Darurat ....................................................... 15. C. Pasca Bencana ........................................................... 16
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI .................... 17. A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan ................................ 18 1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 bulan ...................... 18 2. Penanganan Gizi Anak Balita Usia 24-5.9. bulan .......... 25. 3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui ............25. 4. Penanganan Gizi Lanjut Usia ..................................... 28 B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa ......................................28
vi I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI ............................................. 29. 1. Pra Bencana ................................................................. 29. 2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut ..............29. 3. Pasca Bencana .............................................................. 30 BAB V DAFTAR PUSTAKA ..................................................................31 LAMPIRAN ...........................................................................................32
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal dan Cara Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Untuk Pengungsi ..................32
Lampiran 2 Penyusunan Menu Pemberian Makanan Pada Bayi Dan Anak (PMBA) Usia 6 – 5.9. Bulan ........................37.
Lampiran 3 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Orang/Hari) ................................47.
Lampiran 4 Formulir I Registrasi Keluarga, Balita dan Ibu Hamil ...................................................................48
Lampiran 5 Formulir II Hasil Pengukuran Antropometri dan Faktor Penyulit Pada Anak Balita ...............................49.
Lampiran 6 Formulir III Hasil Pengukuran Antropometri Pada Ibu Hamil .................................................................5.0
Lampiran 7 Pernyataan Bersama United Nations Childrens Fund (Unicef), World Health Organization (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) .........................5.1
Lampiran 8 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Mengenai Air Susu Ibu (ASI) dan Menyusui ...................................................................5.7.
Lampiran 9 Checklist Pemantauan dan Evaluasi .................................7.6
viii I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal .......................................................................32Tabel 2 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 15.00 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal ...............................................33Tabel 3 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal ...................................... 34Tabel 4 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) orang/hari .............................35.Tabel 5 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/Dapur Umum ( Wet Ration ) g/orang/hari ......................................................................36Tabel 6 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 6-8 Bulan (65.0 kkal) ................................................................... 38Tabel 7 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan (65.0 kkal) .................................................................................... 38Tabel 8 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 9.-11 Bulan (9.00 kkal) ................................................39. Tabel 9 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Bayi 9. - 11 Bulan (9.00 kkal) ................................................................40Tabel 10 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 12-23 Bulan (125.0 kkal) ...........................................41Tabel 11 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 12 - 23 Bulan (125.0 kkal) ..............................................................42Tabel 12 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 24-47. Bulan (1300 kkal) ...........................................43Tabel 13 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 24-47. Bulan (1300 kkal) ..............................................................44Tabel 14 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak 48-5.9. Bulan (17.5.0 kkal) .................................45.Tabel 15 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak 48-5.9. Bulan (1300 kkal) ..............................................................46
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2009. tercatat 287. kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.5.13 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.49.5. orang, luka ringan/rawat jalan 5.6.65.1 orang, korban hilang 7.2 orang dan mengakibatkan 45.9..387. orang mengungsi. Selanjutnya, pada tahun 2010 tercatat 315. kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 1.385. orang, luka berat/rawat inap sebanyak 4.085. orang, luka ringan/rawat jalan 9.8.235. orang, korban hilang 247. orang dan mengakibatkan 618.880 orang mengungsi. Sementara itu, pada tahun 2011 tercatat 211 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak 5.5.2 orang, luka berat/rawat inap sebanyak 1.5.7.1 orang, luka ringan/rawat jalan 12.39.6 orang, korban hilang 264 orang dan mengakibatkan 144.604 orang mengungsi. Dampak bencana tersebut, baik bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi.
Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban
2 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada.
Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita.
Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 3
mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan.
Buku ini merupakan acuan bagi petugas gizi dan para pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana agar penanganan gizi dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Petugas memahami kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya penurunan status gizi korban bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Petugas memahami kegiatan penanganan gizi pada pra bencana
b. Petugas memahami pengelolaan penyelenggaraan makanan pada situasi bencana
c. Petugas mampu menganalisis data hasil Rapid Health Assessment (RHA) kejadian bencana
d. Petugas mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu hamil korban bencana.
e. Petugas mampu melaksanakan pemantauan dan evaluasi pasca bencana
4 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
C. Definisi Operasional
a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
b. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia
c. Pengungsi (Internal Displaced People) adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggal untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
d. Kelompok rentan adalah sekelompok orang yang membutuhkan penanganan khusus dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia baik dengan fisik normal maupun cacat.
e. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
f. Surveilans gizi pada situasi bencana adalah proses pengamatan keadaan gizi korban bencana khususnya kelompok rentan secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi.
g. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi.
h. Makanan tambahan bagi balita adalah makanan tambahan yang diperuntukan bagi balita usia 24 - 5.9. bulan dengan kandungan gizi sekitar 1/3 dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu energi 35.0-400 kkal dan 12 - 15. g protein per hari makan.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.
i. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI bagi anak usia 6 – 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi, dengan kandungan yaitu energi minimum 400 kkal dan 8 - 12 g protein per hari makan.
j. Makanan tambahan bagi ibu hamil adalah makanan tambahan yang diperuntukan bagi ibu hamil, dengan kandungan gizi sesuai dengan AKG, yaitu energi 300 kkal dan 17. g protein per hari makan.
k. Keadaan serius (serious situation) adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 15.%, atau 10-14,9.% dan disertai faktor penyulit.
l. Blanket supplementary Feeding adalah makanan tambahan yang diberikan kepada seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil yang diberikan pada keadaan gawat (serious situation).
m. Keadaan berisiko (risky situation) adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 10-14,9.%, atau 5.-9.,9.% dan disertai faktor penyulit.
n. Targetted supplementary feeding adalah makanan tambahan yang diberikan kepada kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5. cm yang diberikan pada keadaan kritis (risky situation).
o. Faktor penyulit (aggravating factors) adalah terdapatnya satu atau lebih dari tanda berikut ini:
• Rata-rataasupanmakananpengungsikurangdari2100kkal/hari.
• Angkakematiankasar>1per10.000/hari.
• Angkakematianbalita>2per10.000/hari.
• TerdapatKejadianLuarBiasa(KLB)campakataupertusis.
• PeningkatankasusISPAdandiare.
p. Prevalensi balita kurus adalah jumlah anak berusia 0 – 5.9. bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai
6 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
z score <–2 SD menurut Kepmenkes Nomor 19.9.5. Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2010 di bagi populasi anak usia 0-5.9. bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu.
q. Prevalensi balita sangat kurus adalah jumlah anak berusia 0 – 5.9. bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai z score <–3 SD menurut Kepmenkes Nomor 19.9.5. Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak dibagi jumlah populasi anak usia 0-5.9. bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu.
r. Ibu hamil risiko kurang energi kronik (KEK) adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5. cm.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.
BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak pra bencana, pada situasi bencana dan pasca bencana, sebagaimana digambarkan pada Bagan 1. Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana.
A. Pra Bencana
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai kegiatan terkait lainnya.
8 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Bagan 1Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Sumber: Diadaptasi dari The Management of Nutrition in Major Emergencies: WHO, 2000. p.75-77
Sosialisasi dan Pelatihan PetugasPembinaan Teknis
Rencana KontinjensiPengumpulan Data Awal
dll
Pemantauan dan Evaluasi
Pra - Bencana
FASE I TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL:Analisis data pengungsi dari hasil Rapid Health Assessment (RHA)
FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL:Pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/PB atau BB/TB dan TB/U),
ibu hamil (LiLA)
TAHAP TANGGAP DARURAT LANJUT:Analisis hasil pengukuran antropometri dan faktor penyulit
Situasi Serius(Serious Situation):
Persentase balita kurus(<-2SD BB/TB) > 15%
atauPersentase balita kurus
(<-2SD BB/TB)10,0 - 14,9.% disertaiadanya faktor penyulit
Penanganan:
Ransum PMT untuk semua kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil (Blanket Supplementary Feading)
Penanganan:
PMT untuk kelompokrentan kurang giziterutama balita kurus danibu hamil risiko KEKdengan LiLA <23,5. cm(Targetted SuplementaryFeeding)
Penanganan:
Tidak perlu intervensikhusus (Pelayanan rutin)
Situasi NormalPersentase balita kurus
(<-2SD BB/TB) 5.,0 - 9.,9.%atau
Persentase balita kurus(<-SD BB/TB)
<5.% disertai adanya faktor penyulit
Situasi Berisiko(Risky Situation):
Persentase balita kurus(<-2SD BB/TB) > 14,9%
atauPersentase balita kurus
(<-SD BB/TB) 5.,0 - 9.,9.% disertai adanya
faktor penyulit
Pasca - Bencana
Bencana
Surveilans
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 9.
B. Situasi Keadaan Darurat Bencana
Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat.
1. Siaga Darurat
Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
2. Tanggap Darurat
Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut.
a. Tahap Tanggap Darurat Awal
1) Fase I Tanggap Darurat Awal
Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan.
Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah:• Memberikanmakananyangbertujuanagarpengungsi
tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya
• Mengawasipendistribusianbantuanbahanmakanan
• MenganalisishasilRapidHealthAssessment(RHA)
Pada fase ini, penyelenggaraan makanan bagi korban
10 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
bencana mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah (wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A.
Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal
Bahan Makanan Kebutuhan/Orang/Hari (g)
Ukuran Rumah Tangga (URT)1
Biskuit 100 10-12 bh
Mie Instan 320 3 gls (4 bks)
Sereal (Instan) 5.0 5. sdm (2 sachets)
Blended food (MP-ASI) 5.0 10 sdm
Susu untuk anak balita (1-5. tahun) 40 8 sdm
Energi (kkal) 2.138
Protein (g) 5.3
Lemak (g) 40
Catatan:
1. Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara keseluruhan
2. Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada Blended food (MP-ASI) dan susu untuk anak umur 1-5. tahun di dalam standar perencanaan ransum
3. Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum
4. Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga atau kehilangan
1 Ukuran Rumah Tangga (URT): bh = buah; gls = gelas; sdm = sendok makan; bks = bungkus
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 11
Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal
Bahan Makanan Kebutuhan/Orang/Hari (g)
Kebutuhan Bahan Makanan
Untuk 1500 Pengungsi
Tambahan 10% (kg)
Jumlah Kebutuhan
(kg)
Per Hari (kg)Per 3 Hari (kg)
Biskuit 100 15.0 45.0 45. 49.5.
Mie Instan 320 480 1440 144 15.84
Sereal (Instan) 5.0 7.5. 225. 22,5. 247.,5.
Blended food (MP-ASI) 5.0 7.5. 225. 22,5. 247.,5.
Susu untuk anak balita (1-5. tahun) 40 60 180 18 19.8
2) Fase II Tanggap Darurat Awal
Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:
a) Menghitung kebutuhan gizi
Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat dihitung ransum pengungsi dengan memperhitungkan setiap orang pengungsi membutuhkan 2.100 kkal, 5.0 g protein dan 40 g lemak, serta menyusun menu yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang tersedia. Contoh menu dapat dilihat pada Lampiran 1.
12 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi:
• Tempatpengolahan• Sumberbahanmakanan• Petugaspelaksana• Penyimpananbahanmakananbasah• Penyimpananbahanmakanankering• Caramengolah• Caradistribusi• Peralatanmakandanpengolahan• Tempatpembuangansampahsementara• Pengawasanpenyelenggaraanmakanan• Mendistribusikanmakanansiapsaji• Pengawasan bantuan bahan makanan untuk
melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan lain-lain, yang meliputi:
P Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak
P Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan suplemen
P Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target konsumen
P Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan target konsumen
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 13
Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana.
b. Tanggap Darurat Lanjut
Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana.
Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur dan jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi:
1) A n a l i s i s f a k t o r penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment (RHA).
2) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi badan), ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas).
Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri :
•Populasikorbanbencanasampai3.000orang,seluruh(total)balitadiukur
•Populasikorbanbencanakurangdari10.000rumahtangga,gunakansystematic random sampling dengan jumlah sampel minimal 45.0 balita
• Populasikorbanbencana lebihdari10.000rumahtangga,gunakan cluster sampling, yaitu minimum 30 cluster yang ditentukan secara Probability Proportion to Size (PPS) dan tiap cluster minimum 30 balita
Sumber :The Management of Nutrition In Major mergencies,Geneva,WHO,2000. P45..
14 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
3) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5. cm).
4) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak, demam berdarah dan lain-lain.
Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi mempertimbangkan pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
• Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensibalita kurus ≥15.% tanpa faktor penyulit atau 10-14,9.% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan tambahan (blanket supplementary feeding).
• SituasiBerisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita kurus 10-14,9.% tanpa faktor penyulit atau 5.-9.,9.% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted supplementary feeding).
• Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10%tanpa faktor penyulit atau <5.% dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin.
Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan
2. Tanda Klinis = Kwashiorkor, Marasmus dan Marasmik-Kwashiorkor
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 15.
kesehatan untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
5.) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplemen gizi.
• Khusus anak yang menderita gizi kurang perludiberikan makanan tambahan disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi 35.0 kkal dan protein 15. g per hari.
• Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari,selama 9.0 hari.
• Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin Adosis 200.000 IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24 jam)
• Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayiberusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-5.9. bulan, bila kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A.
• Melakukan penyuluhan kelompok dan konselingperorangan dengan materi sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI.
• Memantau perkembangan status gizi balita melaluisurveilans gizi.
3. Transisi Darurat
Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat
16 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
C. Pasca Bencana
Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment) dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 17.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab utama dalam penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola kegiatan gizi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub regional, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada situasi bencana melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional.
Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:
a. Penghitungan kebutuhan ransum;
b. Penyusunan menu 2.100 kkal, 5.0 g protein dan 40 g lemak;
c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan;
d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai pendistribusian;
e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu formula bayi;
f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi khususnya balita dan ibu hamil;
g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi;
h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan konseling MP-ASI;
i. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi untuk ibu hamil);
18 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Penanganan gizi dalam situasi bencana terdiri dari penanganan gizi pada kelompok rentan dan dewasa selain ibu menyusui dan ibu hamil. Penjelasan lebih rinci penanganan pada kelompok tersebut sebagai berikut:
A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak usia 24-5.9. bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia.
1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan
Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi bencana.
Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut:
a. Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
1) Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap diberikan pada situasi bencana
2) PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam situasi bencana
3) PMBA dalam situasi bencana harus dilakukan dengan benar dan tepat waktu
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 19.
4) Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah yang dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat yang mempunyai tenaga terlatih penyelenggara PMBA dalam situasi bencana
5.) Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau keterbatasan tenaga pelaksana PMBA dalam situasi bencana, dapat meminta bantuan tenaga dari Dinas Kesehatan lainnya
6) PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak
7.) Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat untuk mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak termasuk bayi dan anak piatu
8) Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak
9.) Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam pengadaan ransum.
b. Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana
1) Penilaian Cepat
Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut:
a) Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu
b) Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat awal fase pertama sebagai bagian dari menghitung kebutuhan gizi
c) Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang terlibat dalam penanganan bencana
d) Penilaian cepat dilakukan dengan mencatat, mengolah
20 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
dan melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu
e) Instrumen penilaian cepat meliputi:
• Profil penduduk terutama kelompok rentan dananak yang kehilangan keluarga
• Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasukpemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI serta bayi piatu
• Keberadaansusuformula,botoldandot
• DataASIEksklusifdanMP-ASIsebelumbencana
• Risikokeamananpadaibudananak
Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan informasi, dilakukan pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari analisis faktor risiko penyebab masalah gizi dalam situasi bencana.
Data kualitatif meliputi:
• Akses ketersediaan pangan terutama bagi bayidan anak
• Kondisi lingkungan misalnya sumber air dankualitas air bersih, bahan bakar, sanitasi, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), perumahan, fasilitas penyelenggaraan makanan
• Dukungan pertolongan persalinan, pelayananpostnatal (ibu nifas dan bayi neonatus) serta perawatan bayi dan anak
• Faktor-faktorpenghambatibumenyusuibayidanPMBA
• Kapasitas dukungan potensial pemberian ASIEksklusif dan MP-ASI (Kelompok Pendukung
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 21
Ibu Menyusui, nakes terlatih, konselor menyusui, konselor MP-ASI, LSM perempuan yang berpengalaman)
• Kebiasaan PMBA termasuk cara pemberiannya(cangkir/botol), kebiasaan PMBA sebelum situasi bencana dan perubahannya
Data kuantitatif meliputi:
• Jumlahbayidananakbadutadenganatautanpakeluarga menurut kelompok umur; 0-5. bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan
• Jumlahibumenyusuiyangsudahtidakmenyusuilagi
• Angkakesakitandankematianbayidananakdipengungsian
2) Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA
a) Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di pengungsian
b) Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Government Organization (LSM/NGO) kesehatan memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi
c) Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian, Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang ada dilokasi bencana
d) Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta
e) Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki bayi atau anak yang menderita masalah gizi
22 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
c. Kriteria Bayi 0-5. bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu Formula atau PASI 3
3. PASI = Penganti Air Susu Ibu seperti : susu formula, makanan/minuman untuk bayi < 6 bulan, botol susu dot/empeng.
1) Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis).
2) Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi bencana
3) Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI)
4) Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya.
d. Cara Penyiapan dan Pemberian Susu Formula
1) Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun
2) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, mencuci alat dengan menggunakan sabun
3) Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya dengan benar
4) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan menakar menggunakan botol susu)
5.) Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan air bersih, jika memungkinkan gunakan air minum dalam kemasan.
6) Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling menyusui.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 23
Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan
• Bayi tetap diberi ASI • Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat
memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor, dengan persyaratan: Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang
bersangkutan Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui
dengan jelas oleh keluarga bayi Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi
yang di beri ASI Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak
mempunyai indikasi medis ASI donor tidak diperjualbelikan
• Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan
24 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
• Baduta tetap diberi ASI• Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan
atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan• Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum
yang mempunyai nilai gizi tinggi.• Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia 6-11
bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak berusia 12-5.9. bulan
“ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A”.
• Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan (contoh menu pada lampiran 2)
• Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat pengungsian
e. Pengelolaan Bantuan Susu Formula atau Pengganti Air Susu Ibu (PASI)
1) Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa bantuan berupa susu formula/PASI, botol dan dot pada korban bencana tidak diperlukan.
2) Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat.
3) Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat
4) Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula untuk menghindari keracunan dan kontaminasi
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 25.
2. Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan
a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan keracunan.
b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan. (contoh menu pada Lampiran 2)
c. Pemberian kapsul vitamin A.
d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan minyak sayur.
3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal dan 17. g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energi 5.00 kkal dan 17. g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel berikut:
26 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 3
Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal)
Bahan Makanan Jumlah Porsi (p) Pagi Selingan
Pagi Siang Selingan Sore Malam
Nasi atau bahan makanan penukar
6 p + 1 p 1 p + 1/2 p 1 p 2 p ½ p 1,5. p + ½ p
Lauk Hewani atau bahan makanan Penukar
3 p 1 p - 1 p - 1 p
Lauk Nabati atau bahan makanan Penukar
3 p 1 p - 1 p - 1 p
Sayur atau bahan makanan Penukar
3 p 1 p - 1 p - 1 p
Buah atau bahan makanan Penukar
4 p - 1 p 1 p 1 p 1 p
Gula 2 p 1 p - - 1 p -Minyak 5. p 1,5. p 1 p 1 p - 1,5. pSusu 1 p - - - - 1 p
Keterangan:
1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui dengan rincian tambahan ½ p pada makan
pagi dan ½ p pada makan malam
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 27.
Tabel 4
Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal)
Waktu Makan
Menu HariI II III IV V
Pagi Nasi kuning Abon
Nasi Ikan kalengbumbu tomat
Mie kuah Tumis daging kaleng
Nasi goreng Perkedel kornet
Nasi uduk Bakwan ikan kaleng
Selingan Bola bola mie daging Tehmanis
Buah kaleng Biskuit Teh manis
Buah kaleng Biskuit Teh manis
Siang Nasi Ikan asin pedas (cabekering)
Nasi Mie goreng Opor daging kaleng
Nasi Ikan bumbu kari
Nasi
Sup Bola daging kaleng
Nasi Tumis Dendeng manis
Selingan Buah kaleng Biskuit Teh manis
Buah kaleng Martabak mie Teh manis
Buah kaleng
Sore Nasi Tim ikan kaleng
Nasi gurih Dendeng balado
Nasi Mie kuah siram daging kaleng
Nasi Sambal goreng ikanteri
Nasi Fuyunghai mie ikan sarden saos tomat
Catatan:• Menuinidiberikanselama5haripertamadimanaumumnyabahanmakanansegarsepertilaukpauk,
sayuran dan buah belum dapat diperoleh
• TabletFe(folat)terusdiberikandandikonsumsi
• Setelahharike-5diharapkansudahtersediabahanmakanansegar
• Menudapat lebihbervariasidengandiberikanmakananselinganberupabuah+biskuit,danmakansiang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
• Buahdapatbervariasisesuaidenganbuahyangada
• Bilamakanansegarsudahdapatdiperoleh,makanankalengsepertiikankaleng,dagingkalengsupayasegera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan, sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya
28 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.
4. Penanganan Gizi Lanjut Usia
Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit.
B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa
1. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan
2. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar Menu Harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan
3. Pemberian makanan/minuman suplemen harus didasarkan pada anjuran petugas kesehatan yang berwewenang
4. Perhitungan kebutuhan gizi korban bencana disusun dengan mengacu pada rata-rata Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, sebagai mana terdapat pada Lampiran 3
5.. Menyediakan paket bantuan pangan (ransum) yang cukup untuk semua pengungsi dengan standar minimal 2.100 kkal, 5.0 g protein dan 40 g lemak per orang per hari. Menu makanan disesuaikan dengan kebiasaan makan setempat, mudah diangkut, disimpan dan didistribusikan serta memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 29.
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan dan evaluasi kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan mulai tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara terus menerus dan berkesinambungan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengevaluasi pencapaian pelaksanaan kegiatan dengan cara memantau hasil yang telah dicapai yang terkait penanganan gizi dalam situasi bencana yang meliputi input, proses dan output.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh pengelola kegiatan gizi bersama tim yang dikoordinasikan oleh PPKK Kementerian Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan.
1. Pra Bencanaa. Tersedianya pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi
bencana b. Tersedianya rencana kegiatan antisipasi bencana (rencana
kontinjensi)c. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan petugasd. Terlaksananya pembinaan antisipasi bencanae. Tersedianya data awal daerah bencana
2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut
a. Tersedianya data sasaran hasil RHAb. Tersedianya standar ransum di daerah bencanac. Tersedianya daftar menu makanan di daerah bencanad. Terlaksananya pengumpulan data antropometri balita (BB/U,
BB/TB dan TB/U)e. Terlaksananya pengumpulan data antropometri ibu hamil dan ibu
menyusui (LiLA)
30 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
f. Terlaksananya konseling menyusui
g. Terlaksananya konseling MP-ASI
h. Tersedianya makanan tambahan atau MP-ASI di daerah bencana
i. Tersedianya kapsul vitamin A di daerah bencana
j. Terlaksananya pemantauan bantuan pangan dan susu formula
3. Pasca Bencana
a. Terlaksananya pembinaan teknis pasca bencana
b. Terlaksananya pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana.
c. Terlaksananya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi pasca bencana
Contoh instrumen pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat dilihat pada Lampiran 9..
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 31
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta. PPKK-Kemenkes RI. 2011
2. The Management of Nutrition in Major Emergencies. Geneva. WHO. 2000
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007. Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007.
4. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
5.. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7. Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
6. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penanggulangan Dana Siap Pakai Pada Status Keadaan Darurat Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008
32 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Lampiran 1
CONTOH RANSUM FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL DAN CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN UNTUK
PENGUNGSI
Tabel 1
Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal
Bahan MakananJumlah/Orang/Hari (g)
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5Sereal (beras, terigu, jagung, bulgur) 400 420 35.0 420 45.0
Kacang-kacangan 60 5.0 100 60 5.0
Minyak goreng 25. 25. 25. 30 25.
Ikan/daging kaleng - 20 - 30 -Gula 15. - 20 20 20Garam beriodium 5. 5. 5. 5. 5.Buah dan Sayur - - - - 100Blended Food (MP-ASI) 5.0 40 5.0 - -
Bumbu - - - - 5.
Energi (kkal) 2113 2106 2087. 209.2 2116Protein (g; % kkal) 5.8 g; 11% 60 g; 11% 7.2 g; 14% 45. g; 9.% 5.1 g; 10%
Lemak (g; % kkal) 43 g; 18% 47. g; 20% 43 g; 18% 38 g; 16% 41 g; 17.%
Sumber: UNHCR, Handbook for Emergencies
Catatan :
Contoh ransum tipe 1, 2, 3, 4, dan 5. merupakan alternatif sesuai dengan faktor-faktor kebiasaan serta ketersediaan pangan setempat
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 33
Tabel 2
Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Tipe 1
Bahan Makanan
Kebutuhan/Orang/Hari
(g)
Ukuran Rumah Tangga
(URT)
Sereal (beras, terigu, jagung) 400 2 gls
Kacang-kacangan 60 6-9. sdm
Minyak goreng 25. 2-3 sdm
Ikan/daging kaleng -
Gula 15. 1-2 sdm
Garam beriodium 5. 1 sdm
Buah dan Sayur -
Blended Food (MP-ASI) 5.0 10 sdm
Energi (kkal) 2.113
Protein (g; % kkal) 5.8 g; 11%
Lemak (g; % kkal) 43g; 18%
Catatan:
Ukuran Rumah Tangga (URT): gls = gelas; sdm = sendok makan
34 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 3
Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal
Jika jumlah pengungsi sebanyak 15.00 orang, maka perhitungan kebutuhan bahan makanan pada Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal untuk selama 10 hari adalah sebagai berikut:
Bahan MakananKebutuhan/Orang/Hari
(g)
Kebutuhan Bahan Makanan
Untuk 1500 Pengungsi
Penambahan Kebutuhan
Bahan Makanan 10% (kg)Per Hari
(kg)Per 10 Hari
(kg)
Sereal (beras, terigu, jagung) 400 600 6.000 6600
Kacang-kacangan 60 9.0 9.00 9.9.0
Minyak goreng 25. 37.,5. 37.5. 412,5.
Ikan/daging kaleng -
Gula 15. 22,5. 225. 247.,5.
Garam beriodium 5. 7.,5. 7.5. 82,5.
Buah dan Sayur -
Blended Food (MP-ASI) 5.0 7.5. 7.5.0 825.
Energi (kkal) 2.113
Protein (g; % kkal) 5.8 g; 11%
Lemak (g; % kkal) 43g; 18%
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 35.
Tabel 4
Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) g/orang/hari
Bahan Makanan Ransum 1 Ransum 2
Blended Food Fortified/MP-ASI 25.0 200
Sereal
Biskuit tinggi energi
Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A 25. 20
Biji-bijian
Gula 20 15.
Garam beriodium
Energi (kkal) 1.25.0 1.000
Protein (g) 45. 36
Lemak (g) 30 30
36 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 5
Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/Dapur Umum (Wet Ration) g/orang/hari
Bahan Makanan R1 R2 R3 R4 R5
Blended Food Fortified/MP-ASI bubuk 100 125. 100
Sereal 125.
Biskuit Tinggi energi 125.
Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A 15. 20 10 10
Biji-bijian 30 30
Gula 10 10
Garam beriodium 5.
Energi (kkal) 620 5.60 7.00 605. 5.10
Protein(g) 25. 15. 20 23 18
Lemak % (kkal) 30 30 28 26 29.
Catatan :
R = Rusum
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 37.
Lampiran 2
PENYUSUNAN MENU PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) USIA 6– 59 BULAN
Kebutuhan gizi:
Bayi 6-11 bulan, 100-120 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) + Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
Anak 12-23 bulan, 80-9.0 kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari ASI + MP-ASI/makanan keluarga
Anak 24-5.9. Bulan, 80-100 Kal/kg berat badan, makanan terdiri dari makanan keluarga
Menu MP-ASI dan makanan keluarga dibawah ini terdiri dari 2 bagian. Bagian satu adalah menu 5. hari pertama setelah keadaan darurat terjadi, dimana bantuan bahan makanan masih terbatas. Lima (5.) hari berikutnya diharapkan keadaan sudah mulai teratasi dan bantuan bahan makanan segar sudah ada, sehingga menu dapat ditambah bahan makanan segar berupa lauk, sayur dan buah sesuai kebutuhannya
Bila dari awal keadaan darurat sudah tersedia bahan makanan segar seperti daging/ikan/telur, sayur dan buah, maka harus diutamakan untuk diberikan pada bayi dan balita
Perlu diperhatikan jenis bantuan yang diberikan hendaknya juga meliputi bumbu dapur, baik yang segar maupun yang sudah diproses atau siap pakai (dalam kemasan)
38 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Tabel 6
Pembagian Porsi Menu Makanan SehariUntuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal)
Bahan Makanan Jumlah Porsi (p) Pagi Selingan
Pagi Siang Selingan Sore Sore
ASI SekehendakNasi/penukar ¾ p ¼ p - ¼ p - ¼ pLauk/Penukar 1 p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 pBuah 1 p - - ½ p - ½ pSusu 2/5. p - - 1/5. p - 1/5. pMinyak - - - - - -MP-ASI (blended food)
1-2 sachet(@ 25. g)
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
1 sachet (1 g)
Tabel 7
Contoh Menu Hari I sampai VUntuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal)
Waktu Makan
Menu HariI II III IV V
Setiap Waktu ASI ASI ASI ASI ASI
Pagi Bubur siap saji rasa pisang
Bubur siap saji rasa apel
Bubur siap saji rasa jeruk
Bubur siap saji rasa pisang
Bubur siap saji rasa jeruk
Siang Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi
Sore Bubur siap saji rasa ikan
Bubur siap saji rasa ayam
Bubur siap saji rasa kacang hijau
Bubur siap saji rasa daging sapi
Bubur siap saji rasa kacang merah
Catatan:• ASIditeruskansekehendakbayi• Menuinidiberikanselama5haripertamadimanaumumnyabahanmakanansegarsepertilaukpauk,
sayuran dan buah belum dapat diperoleh• Setelahhari ke-5diharapkansudah tersediabahanmakanansegar, sehinggamenu lebihbervariasi
dengan diberikan makanan selingan berupa buah+biskuit, dan makan sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar
• Buahdapatbervariasisesuaidenganbuahyangada• Laukhewanidapatdiberikanbervariasi sesuaidenganbahanmakanansegar yang tersedia, seperti
ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan • Sayurandapatdipilihdarisayuranyangtersedia,apapunjenissayurannya• Tambahkantaburia1sachet(1g)setiapduaharisekalidalamsalahsatumakananpagi
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 39.
Tabel 8
Pembagian Porsi Menu Makanan SehariUntuk Bayi 9-11 Bulan (900 kkal)
Bahan Makanan Jumlah Porsi (p) Pagi Selingan
Pagi Siang Selingan Sore Sore
ASI SekehendakNasi/penukar 2 p 1/2 p ½ p ¼ p ½ p ¼ pLauk/Penukar 1 p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 pBuah 1 p - ½ p - ½ p -Susu 1 p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 pMinyak ½ p - - ¼ p - ¼ pMulti vitamin dan mineral (Taburia)
1 sachet (1 g)
40
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Tabe
l 9
Cont
oh M
enu
Hari
I – H
ari V
Untu
k Ba
yi 9
-11
Bula
n (9
00 k
kal)
Wak
tu M
akan
Men
u Ha
riI
IIIII
IVV
Setia
p W
aktu
ASI
ASI
ASI
ASI
ASI
Pagi
Bubu
r siap
saji
rasa
pi
sang
Bubu
r siap
saji
rasa
ap
elBu
bur s
iap s
aji ra
sa
jeruk
Bubu
r siap
saji
rasa
pi
sang
Bu
bur s
iap s
aji ra
sa
jeruk
Selin
gan
Bisk
uit b
ayi
Bisk
uit b
ayi
Bisk
uit b
ayi
Bisk
uit b
ayi
Bisk
uit b
ayi
Sian
g Bu
bur S
umsu
mBu
bur S
umsu
mBu
bur S
umsu
mBu
bur S
umsu
mBu
bur S
umsu
mSe
linga
n Bi
skui
t bay
iBi
skui
t bay
iBi
skui
t bay
iBi
skui
t bay
iBi
skui
t bay
iSo
re
Bubu
r siap
saji
rasa
ika
nBu
bur s
iap s
aji ra
sa
ayam
Bu
bur s
iap s
aji ra
sa
kaca
ng h
ijau
Bubu
r siap
saji
rasa
da
ging
sap
iBu
bur s
iap s
aji ra
sa
kaca
ng m
erah
Cata
tan:
•
ASI d
iteru
skan
sek
ehen
dak
bayi
•M
enu
ini d
iber
ikan
selam
a 5.
hari
perta
ma
dim
ana
umum
nya
baha
n m
akan
an s
egar
sepe
rti la
uk p
auk,
say
uran
dan
bua
h be
lum
dap
at d
iper
oleh
•
Bubu
r sum
sum
dap
at d
ibua
t bila
ters
edia
tepu
ng b
eras
, san
tan/
sus
u da
n gu
lamer
ah/ p
utih
•Se
telah
har
i ke
5.-di
hara
pkan
sud
ah te
rsed
ia ba
han
mak
anan
seg
ar
•M
enu
dapa
t leb
ih b
erva
riasi
deng
an d
iber
ikan
mak
anan
seli
ngan
ber
upa
buah
+ b
iskui
t, da
n m
akan
sian
g/ s
ore
dilen
gkap
i den
gan
lauk
dan
sayu
ran
sega
r •
Buah
dap
at b
erva
riasi
sesu
ai de
ngan
bua
h ya
ng a
da
•La
uk h
ewan
i unt
uk ti
m s
arin
g da
pat d
iber
ikan
berv
arias
i ses
uai d
enga
n ba
han
mak
anan
seg
ar y
ang
ters
edia,
sep
erti
ayam
, ika
n, d
agin
g, a
taup
un te
mpe
, tah
u, k
acan
g-ka
cang
an•
Sayu
ran
untu
k tim
sar
ing
dapa
t dip
ilih d
ari s
ayur
an y
ang
ters
edia,
apa
pun
jenis
sayu
rann
ya•
Tam
bahk
an ta
buria
1 s
ache
t (1
g) s
etiap
dua
har
i sek
ali p
ada
salah
sat
u m
akan
an p
agi
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 41
Tabel 10
Pembagian Porsi Menu Makanan SehariUntuk Anak 12-23 Bulan (1250 kkal)
Bahan Makanan Jumlah Porsi (p) Pagi Selingan
Pagi Siang Selingan Sore Sore
ASI Sekehendak
Nasi/penukar 2,5. p 3/4 p 1/4 p ½ p ¼ p ¾ p
Lauk/Penukar 3 p 1 p - 1 p - 1 p
Buah 2 p - 1 p - 1 p -
Susu 1,5. p 1/2 p - ½ p - ½ p
Minyak 1 p p - - ½ p - ½ p
Gula 1,5. p - ¾ p - - -
Multi vitamin dan mineral (Taburia)
- 1 sachet (1 g)
- - - -
42
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Tabe
l 11
Cont
oh M
enu
Hari
I – H
ari V
Untu
k An
ak 1
2-23
Bul
an (1
250
kkal
)
Wak
tu M
akan
Men
u Ha
riI
IIIII
IVV
Setia
p W
aktu
ASI
ASI
ASI
ASI
ASI
Pagi
Bubu
r ber
asAb
onNa
si Ik
an k
aleng
sao
s to
mat
Mie
gore
ng c
ampu
r da
ging
kale
ng
Nasi
gorin
gAb
onNa
si ud
ukPe
rked
el da
ging
kale
ngSe
linga
nBi
skui
t Bu
ah k
aleng
Bisk
uit
Buah
kale
ngBi
skui
t Si
ang
Nasi
Sup
jamur
kale
ng d
an
teri
Nasi
Tum
is de
nden
g m
anis
Nasi
Sup
dagi
ng k
aleng
Nasi
Ikan
Sar
den
sam
bal
gore
ng
Nasi
Tim
teri
bum
bu to
mat
Cata
tan:
•
ASI d
iteru
skan
sek
ehen
dak
bayi
•M
enu
ini d
iber
ikan
selam
a 5.
hari
perta
ma
dim
ana
umum
nya
baha
n m
akan
an s
egar
sepe
rti la
uk p
auk,
say
uran
dan
bua
h be
lum
dap
at d
iper
oleh
•
Tam
bahk
an T
abur
ia da
lam m
akan
an a
nak
1 sa
chet
per
har
i•
Sete
lah h
ari k
e-5.
diha
rapk
an s
udah
ters
edia
baha
n m
akan
an s
egar
•
Men
u da
pat l
ebih
ber
varia
si de
ngan
dib
erika
n m
akan
an s
eling
an b
erup
a bu
ah +
bisk
uit,
dan
mak
an s
iang/
sore
dile
ngka
pi d
enga
n lau
k pa
uk d
an s
ayur
an s
egar
•
Buah
dap
at b
erva
riasi
sesu
ai de
ngan
bua
h ya
ng a
da
•Bi
la m
akan
an s
egar
sud
ah d
apat
dip
erol
eh, m
akan
an k
aleng
sep
eri i
kan
kalen
g, d
agin
g ka
leng
supa
ya s
eger
a di
gant
i den
gan
baha
n m
akan
an s
egar
ata
upun
tem
pe, t
ahu,
kac
ang
kaca
ngan
•
Sayu
ran
dapa
t dip
ilih d
ari s
ayur
an y
ang
ters
edia,
apa
pun
jenis
sayu
rann
ya•
Tam
bahk
an ta
buria
1 s
ache
t (1
g)/h
ari d
alam
sala
h sa
tu m
akan
an a
nak
43
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Tabe
l 12
Pem
bagi
an P
orsi
Men
u M
akan
an S
ehar
iUn
tuk
Anak
24-
47 B
ulan
(130
0 kk
al)
Baha
n M
akan
anJu
mla
h Po
rsi
(p)
Pagi
Selin
gan
Pagi
Sian
gSe
linga
n So
reSo
reM
alam
Nasi
/pen
ukar
3,25.
p¾
p½
p¾
p½
p¾
p-
Lauk
/Pen
ukar
3 p
1 p
-1
p-
1 p
-
Buah
2 p
-1
p-
1 p
--
Susu
2 p
1 p
--
--
1 p
Min
yak
1,5.
p½
p-
½ p
-½
p-
Gula
2 p
½ p
½ p
-½
p-
½ p
Mul
ti vi
tam
in
dan
min
eral
(Tab
uria
)-
1 sa
chet
(1 g
)-
--
--
44
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Tabe
l 13
Cont
oh M
enu
Har
i I –
Har
i VU
ntuk
Ana
k 24
-47
Bula
n (1
300
kkal
)
Wak
tu M
akan
Men
u H
ari
III
IIIIV
VPa
gi
Bubu
r ber
asAb
on
Susu
Nas
i Ik
an k
alen
g sa
us to
mat
Su
su
Mie
gor
eng
Cam
pur d
agin
g ka
leng
Susu
Nas
i gor
eng
Abon
Su
su
Nas
i udu
k Pe
rked
el d
agin
g ka
leng
Susu
Selin
gan
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)Si
ang
Nas
i Ik
an tu
na k
alen
g tu
mis
ba
wan
g
Nas
i D
agin
g ka
leng
bum
bu
sant
an
Nas
i udu
k Ab
on ik
an
Nas
i Su
p ja
mur
kale
ng d
ante
ri N
asi
Tum
is D
ende
ng m
anis
Selin
gan
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh,s
irup,
ju
s dl
l)
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh,s
irup,
ju
s dl
l)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh,s
irup,
ju
s dl
l)
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh,s
irup,
ju
s dl
l)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh,s
irup,
ju
s dl
l)So
reN
asi
Sup
jam
ur k
alen
g da
n te
riSu
su
Nas
i Tu
mis
Den
deng
man
is
Susu
Nas
i Su
p da
ging
kal
eng
Susu
Nas
iIk
an s
arde
n bu
mbu
sam
bal
gore
ngSu
su
Nas
i Ti
m te
ri bu
mbu
tom
at
Susu
Cata
tan:
•
Men
u in
i dib
erik
an s
elam
a 5.
hari
pert
ama
dim
ana
umum
nya
baha
n m
akan
an s
egar
sepe
rti l
auk
pauk
, say
uran
dan
bua
h be
lum
dap
at d
iper
oleh
•
Susu
dib
erik
an 2
kal
i seh
ari k
aren
a an
ak s
udah
dis
apih
•
Men
u sa
ma
deng
an m
akan
an u
sia
12-2
4 bu
lan,
han
ya p
orsi
lebi
h be
sar
•Se
tela
h ha
ri ke
-5. d
ihar
apka
n su
dah
ters
edia
bah
an m
akan
an s
egar
•
Men
u da
pat l
ebih
ber
varia
si d
enga
n di
berik
an m
akan
an s
elin
gan
beru
pa b
uah
+ bi
skui
t, da
n m
akan
sia
ng/s
ore
dile
ngka
pi d
enga
n la
uk d
an s
ayur
an s
egar
•
Buah
dap
at b
erva
riasi
ses
uai d
enga
n bu
ah y
ang
ada
•Bi
la m
akan
an s
egar
sud
ah d
apat
dip
erol
eh, m
akan
an k
alen
g se
pert
i ika
n ka
leng
, dag
ing
kale
ng s
upay
a se
gera
dig
anti
deng
an b
ahan
mak
anan
seg
ar a
taup
un te
mpe
, tah
u, k
acan
g-ka
cang
an
•Sa
yura
n da
pat d
ipili
h da
ri sa
yura
n ya
ng te
rsed
ia, a
papu
n je
nis
sayu
rann
ya
•Ta
mba
hkan
tabu
ria 1
sac
het (
1 g)
/ har
i dal
am s
alah
sat
u m
akan
an a
nak
45.
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Tabe
l 14
Pem
bagi
an P
orsi
Men
u M
akan
an S
ehar
iUn
tuk
Anak
48-
59 B
ulan
(175
0 kk
al)
Baha
n M
akan
anJu
mla
h Po
rsi (
p)Pa
giSe
linga
n Pa
giSi
ang
Selin
gan
Sore
Sore
Mal
am
Nasi
/pen
ukar
4 p
1 p
½ p
1 p
½ p
1 p
-La
uk/P
enuk
ar4,
5. p
1 p
½ p
1,25.
p½
p1,
25. p
-Bu
ah3
p-
1 p
1 p
-1
p-
Susu
3 p
1 p
½ p
-½
p-
1 p
Min
yak
1,5.
p½
p-
½ p
-½
p-
Gula
2 p
½ p
½ p
-½
p-
½ p
Mul
ti vi
tam
in d
an m
iner
al
(Tab
uria
)-
1 sa
chet
(1 g
)-
--
--
46
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Tabe
l 15
Cont
oh M
enu
Har
i I –
Har
i VU
ntuk
Ana
k 48
-59
Bula
n (1
750
kkal
)
Wak
tu
Mak
anM
enu
Har
iI
IIIII
IVV
Pagi
Bu
bur b
eras
Ab
on
Susu
Nas
i Ik
an k
alen
g sa
us to
mat
Su
su
Mie
gor
eng
Cam
pur d
agin
g ka
leng
Susu
Nas
i gor
eng
Abon
Su
su
Nas
i udu
k Pe
rked
el d
agin
g ka
leng
-Sus
u
Selin
gan
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Bisk
uit
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Buah
kal
eng-
Min
uman
man
is
(teh
, siru
p, ju
s dl
l)Bi
skui
t M
inum
an m
anis
(teh
, siru
p,
jus
dll)
Sian
g N
asi
Ikan
tuna
kal
eng
tum
is b
awan
gN
asi
Dag
ing
kale
ng b
umbu
san
tan
Nas
i udu
k Ab
on ik
an
Nas
i Su
p ja
mur
kale
ng d
ante
ri N
asi
Tum
is D
ende
ng m
anis
Selin
gan
Buah
kal
eng-
Min
uman
man
is
(teh
, siru
p, ju
s dl
l)Bi
skui
t M
inum
an m
anis
(teh
, siru
p,
jus
dll)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)
Bisk
uit
Min
uman
m
anis
(teh
, siru
p,
jus
dll)
Buah
kal
eng
Min
uman
man
is (t
eh, s
irup,
ju
s dl
l)So
reN
asi
Sup
jam
ur k
alen
g da
n te
riSu
su
Nas
i Tu
mis
den
deng
man
is
Susu
Nas
i Su
p da
ging
kal
eng
Susu
Nas
i Ik
an s
arde
n bu
mbu
sam
bal
gore
ngSu
su
Nas
i Ti
m te
ri bu
mbu
tom
at
Susu
Cata
tan:
•
Men
u in
i dib
erik
an s
elam
a 5.
hari
pert
ama
dim
ana
umum
nya
baha
n m
akan
an s
egar
sep
erti
lauk
pau
k, s
ayur
an d
an b
uah
belu
m d
apat
dip
erol
eh
•Su
su d
iber
ikan
2 k
ali s
ehar
i kar
ena
anak
sud
ah d
isap
ih
•M
enu
sam
a de
ngan
mak
anan
usi
a 12
-24
bula
n, h
anya
por
si le
bih
besa
r•
Sete
lah
hari
ke-5.
dih
arap
kan
suda
h te
rsed
ia b
ahan
mak
anan
seg
ar
•M
enu
dapa
t leb
ih b
erva
riasi
den
gan
dibe
rikan
mak
anan
sel
inga
n be
rupa
bua
h +
bisk
uit,
dan
mak
an s
iang
/sor
e di
leng
kapi
den
gan
lauk
dan
say
uran
seg
ar
•Bu
ah d
apat
ber
varia
si s
esua
i den
gan
buah
yan
g ad
a •
Bila
mak
anan
seg
ar s
udah
dap
at d
iper
oleh
, mak
anan
kal
eng
sepe
rti i
kan
kale
ng, d
agin
g ka
leng
sup
aya
sege
ra d
igan
ti de
ngan
bah
an m
akan
an s
egar
ata
upun
tem
pe, t
ahu,
kac
ang-
kaca
ngan
•
Sayu
ran
dapa
t dip
ilih
dari
sayu
ran
yang
ters
edia
, apa
pun
jeni
s sa
yura
nnya
•Ta
mba
hkan
tabu
ria 1
sac
het (
1 g)
/ har
i dal
am s
alah
sat
u m
akan
an a
nak
•Pe
rbed
aan
deng
an a
nak
usia
2-3
tahu
n te
rdap
at p
ada
jum
lah
baha
n m
akan
an y
ang
dibe
rikan
47.
I
Ped
oman
Keg
iata
n Gi
zi D
alam
Pen
angg
ulan
gan
Benc
ana
ANGK
A KEC
UKUP
AN GI
ZI YA
NG DI
ANJU
RKAN
BAGI
BANG
SA IN
DONE
SIA (O
RANG
/HARI)
1
No
Kelom
puk
Umur
Berat
Ba
dan
(kg)
Tingg
i Ba
dan
(cm)
Energ
i (kk
al)
Pro-
tein
(g)
Vit A
(RE)
Vit D
(mcg)
Vit
E (mg)
Vit K
(mcg)
Th
ia- min
(mcg)
Ribo-
flavin
(mg)
Niacin
(m
g) As
am
Folat
(mcg)
Piri-
doksi
n (m
g) Vit
B12
(mcg)
Vit
C (m
g) Ka
l-siu
m (m
g)
Fos- for
(mg)
Magn
e- siu
m (m
g) Be
si (m
g) Iod
ium
(mcg)
Se
ng
(mg)
Sele-
niu
m (m
cg)
Mang
an
(mg)
Fluor
(mg)
An
ak
1 0 -
6 bu
lan
6,0
60
550
10
375
5 4
5 0,3
0,3
2
65
0,1
0,4
40
200
100
25
0,5
90
1,3
5 0,0
03
0,01
2 7 -
11 bu
lan
8,5
71
650
16
400
5 5
10
0,4
0,4
4 80
0,3
0,5
40
40
0 22
5 55
7
90
7,5
10
0,6
0,4
3 1 -
3 tah
un
12,0
90
1000
25
40
0 5
6 15
0,5
0,5
6
150
0,5
0,9
40
500
400
60
8 90
8,2
17
1,2
0,6
4
4 - 6
tahun
17
,0 11
0 15
50
39
450
5 7
20
0,6
0,6
8 20
0 0,6
1,2
45
50
0 40
0 80
9
120
9,7
20
1,5
0,8
5 7 -
9 tah
un
25,0
120
1800
45
50
0 5
7 25
0,9
0,9
10
20
0 1,0
1,5
45
60
0 40
0 12
0 10
12
0 11
,2 20
1,7
1,2
Pri
a 6
10 -1
2 tah
un
35,0
138
2050
50
60
0 5
11
35
1,0
1,0
12
300
1,3
1,8
50
1000
10
00
170
13
120
14
20
1,9
1,7
7 13
- 15 t
ahun
45
,0 15
0 24
00
60
600
5 15
55
1,2
1,2
14
40
0 1,3
2,4
75
10
00
1000
22
0 19
15
0 17
,4 30
2,2
2,3
8
16 - 1
8 tah
un
55,0
160
2600
65
60
0 5
15
55
1,3
1,3
16
400
1,3
2,4
90
1000
10
00
270
15
150
17,0
30
2,3
2,7
9 19
- 29 t
ahun
56
,0 16
5 25
50
60
600
5 15
65
1,2
1,3
16
40
0 1,3
2,4
90
80
0 60
0 27
0 13
15
0 12
,1 30
2,3
2,7
10
30
- 49 t
ahun
62
,0 16
5 23
50
60
600
5 15
65
1,2
1,3
16
40
0 1,3
2,4
90
80
0 60
0 30
0 13
15
0 13
,4 30
2,3
3,0
11
50
- 64 t
ahun
62
,0 16
5 22
50
60
600
10
15
65
1,2
1,3
16
400
1,7
2,4
90
800
600
300
13
150
13,4
30
2,3
3,0
12
65 +
tahun
62
,0 16
5 20
50
60
600
15
15
65
1,0
1,3
16
400
1,7
2,4
90
800
600
300
13
150
13,4
30
2,3
3,0
1Ke
putus
an M
enter
i Kese
hatan
Repu
blik In
done
sia No
mor: 1
593/M
enkes
/SK/XI
/2005
tang
gal 24
Nope
mber
2005
, tenta
ng An
gka Ke
cukup
an Gi
zi Yan
g Dian
jurkan
Bagi B
angsa
Indo
nesia
ANGK
A KEC
UKUP
AN G
IZI YA
NG DI
ANJU
RKAN
BAGI
BANG
SA IN
DONE
SIA (O
RANG
/HARI)
1
No
Kelom
puk
Umur
Berat
Ba
dan
(kg)
Tingg
i Ba
dan
(cm)
Energ
i (kk
al)
Pro-
tein (g)
Vit A
(RE)
Vit D
(mcg
) Vit
E (mg)
Vit K
(mcg
) Th
ia- min
(mcg
)
Ribo-
flavin
(m
g) Nia
cin
(mg)
Asam
Fo
lat
(mcg
)
Piri-
doksi
n (m
g) Vit
B12
(mcg
) Vit
C (m
g) Ka
l-siu
m (m
g)
Fos- for
(mg)
Magn
e- siu
m (m
g) Be
si (m
g) Iod
ium
(mcg
) Se
ng
(mg)
Sele-
niu
m (m
cg)
Mang
an
(mg)
Fluor
(mg)
An
ak
1 0 -
6 bu
lan
6,0
60
550
10
375
5 4
5 0,3
0,3
2
65
0,1
0,4
40
200
100
25
0,5
90
1,3
5 0,0
03
0,01
2 7 -
11 bu
lan
8,5
71
650
16
400
5 5
10
0,4
0,4
4 80
0,3
0,5
40
40
0 22
5 55
7
90
7,5
10
0,6
0,4
3 1 -
3 tah
un
12,0
90
1000
25
40
0 5
6 15
0,5
0,5
6
150
0,5
0,9
40
500
400
60
8 90
8,2
17
1,2
0,6
4
4 - 6
tahun
17
,0 11
0 15
50
39
450
5 7
20
0,6
0,6
8 20
0 0,6
1,2
45
50
0 40
0 80
9
120
9,7
20
1,5
0,8
5 7 -
9 tah
un
25,0
120
1800
45
50
0 5
7 25
0,9
0,9
10
20
0 1,0
1,5
45
60
0 40
0 12
0 10
12
0 11
,2 20
1,7
1,2
Pr
ia 6
10 -1
2 tah
un
35,0
138
2050
50
60
0 5
11
35
1,0
1,0
12
300
1,3
1,8
50
1000
10
00
170
13
120
14
20
1,9
1,7
7 13
- 15 t
ahun
45
,0 15
0 24
00
60
600
5 15
55
1,2
1,2
14
40
0 1,3
2,4
75
10
00
1000
22
0 19
15
0 17
,4 30
2,2
2,3
8
16 - 1
8 tah
un
55,0
160
2600
65
60
0 5
15
55
1,3
1,3
16
400
1,3
2,4
90
1000
10
00
270
15
150
17,0
30
2,3
2,7
9 19
- 29 t
ahun
56
,0 16
5 25
50
60
600
5 15
65
1,2
1,3
16
40
0 1,3
2,4
90
80
0 60
0 27
0 13
15
0 12
,1 30
2,3
2,7
10
30
- 49 t
ahun
62
,0 16
5 23
50
60
600
5 15
65
1,2
1,3
16
40
0 1,3
2,4
90
80
0 60
0 30
0 13
15
0 13
,4 30
2,3
3,0
11
50
- 64 t
ahun
62
,0 16
5 22
50
60
600
10
15
65
1,2
1,3
16
400
1,7
2,4
90
800
600
300
13
150
13,4
30
2,3
3,0
12
65 +
tahun
62
,0 16
5 20
50
60
600
15
15
65
1,0
1,3
16
400
1,7
2,4
90
800
600
300
13
150
13,4
30
2,3
3,0
1Ke
putus
an M
enter
i Kes
ehata
n Rep
ublik
Indon
esia
Nomo
r: 159
3/Men
kes/S
K/XI/2
005 t
angg
al 24
Nop
embe
r 200
5, ten
tang A
ngka
Kecu
kupa
n Gizi
Yang
Dian
jurka
n Bag
i Ban
gsa I
ndon
esia
Lam
pira
n 3
No
Kelom
puk
Umur
Berat
Ba
dan
(kg)
Tingg
i Ba
dan
(cm)
Energ
i (kk
al)
Pro- tein (g)
Vit A
(RE)
Vit D
(m
cg)
Vit E (m
g) Vit
K (m
cg)
Thia- min
(mcg
)
Ribo-
flavin
(m
g) Nia
cin
(mg)
Asam
Fo
lat
(mcg
)
Piri-
doksi
n (m
g) Vit
B12
(mcg
) Vit
C
(mg)
Kal-
sium
(mg)
Fos- for
(mg)
Magn
e- siu
m (m
g) Be
si (m
g) Iod
ium
(mcg
) Se
ng
(mg)
Sele-
niu
m (m
cg)
Mang
an
(mg)
Fluor
(mg)
Wa
nita
13
10 -1
2 tah
un
37,0
145
2050
50
60
0 5
11
35
1,0
1,0
12
300
1,2
1,8
50
1000
10
00
180
20
120
12,6
20
1,6
1,8
14
13 - 1
5 tah
un
48,0
153
2350
57
60
0 5
15
55
1,1
1,0
13
400
1,2
2,4
65
1000
10
00
230
26
150
15,4
30
1,6
2,4
15
16 - 1
8 tah
un
50,0
154
2200
50
60
0 5
15
55
1,1
1,0
14
400
1,2
2,4
75
1000
10
00
240
26
150
14,0
30
1,6
2,5
16
19 - 2
9 tah
un
52,0
156
1900
50
50
0 5
15
55
1,0
1,1
14
400
1,3
2,4
75
800
600
240
26
150
9,3
30
1,8
2,5
17
30 - 4
9 tah
un
55,0
156
1800
50
50
0 5
15
55
1,0
1,1
14
400
1,3
2,4
75
800
600
270
26
150
9,8
30
1,8
2,7
18
50 - 6
4 tah
un
55,0
156
1750
50
50
0 10
15
55
1,0
1,1
14
40
0 1,5
2,4
75
80
0 60
0 27
0 12
15
0 9,8
30
1,8
2,7
19
65
+ tah
un
55,0
156
1600
50
50
0 15
15
55
1,0
1,1
14
40
0 1,5
2,4
75
80
0 60
0 27
0 12
15
0 9,8
30
1,8
2,7
Ha
mil
20
Trime
ster I
+ 100
+ 1
7 +3
00
+ 0
+ 0
+ 0
+ 0,3
+ 0,3
+ 4
+ 200
+ 0
,4 + 0
,2 + 1
0 +1
50
+ 0
+ 30
+ 0
+ 50
+ 1,7
+ 5
+ 0,2
+ 0,2
21
Trime
ster II
+ 3
00
+ 17
+300
+ 0
+ 0
+ 0
+ 0
,3 + 0
,3 + 4
+ 2
00
+ 0,4
+ 0,2
+ 10
+150
+ 0
+ 3
0 + 9
+ 5
0 + 4
,2 + 5
+ 0
,2 + 0
,2 22
Tri
meste
r III
+ 300
+ 1
7 +3
00
+ 0
+ 0
+ 0
+ 0,3
+ 0,3
+ 4
+ 200
+ 0
,4 + 0
,2 + 1
0 +1
50
+ 0
+ 30
+ 13
+ 50
+ 9,0
+ 5
+ 0,2
+ 0,2
Me
nyus
ui 23
6 b
ulan p
ertam
a
+ 500
+ 1
7 +3
50
+ 0
+ 4
+ 0
+ 0,3
+ 0,4
+ 3
+ 100
+ 0
,5 + 0
,4 + 4
5 +1
50
+ 0
+ 30
+ 6
+ 50
+ 4,6
+ 10
+ 0,8
+ 0,2
24
6 bula
n ked
ua
+ 5
50
+ 17
+350
+ 0
+ 4
+ 0
+ 0
,3 + 0
,4 + 3
+ 1
00
+ 0,5
+ 0,4
+ 45
+150
+ 0
+ 3
0 + 6
+ 5
0 + 4
,6 + 1
0 + 0
,8 + 0
,2
48
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Lam
pira
n 4
FORM
ULIR
I. REG
ISTRA
SI KE
LUAR
GA DA
N IBU
HAMI
L
Tang
gal
:
Kecam
atan
: Na
ma Po
sko
:
Kabu
paten
/Kota
: De
sa/Ke
lurah
an
:
Provin
si :
No
Nama
Ke
pala
Kelua
rga
Juml
ah Ba
lita
0-59 B
ulan
Juml
ah Ba
lita M
enuru
t Kelo
mpok
Usia
dan J
enis
Kelam
in Ju
mlah
Jiwa
≥ 5 T
ahun
To
tal Ji
wa
0-5
Bulan
6-1
1 Bu
lan
12-23
Bulan
24
-59
Bulan
La
ki- laki
Perem
puan
Ju
mlah
L
P L+
P L
P L
P L
P L
P Ha
mil
Tidak
Ha
mil
L P
Juml
ah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5=3+
4) (6)
(7)
(8)
(9)
(10
) (11
) (12
) (13
) (14
) (15
) (16
) (17
=14+
15+1
6) (18
=3+1
4) (19
=4+1
5+16
) (20
=18+
19)
1
2
3
4
5
6
Form
I
No
Nama
Ke
pala
Kelua
rga
Juml
ah Ba
lita
0-59 B
ulan
Juml
ah Ba
lita M
enuru
t Kelo
mpok
Usia
dan J
enis
Kelam
in Ju
mlah
Jiwa
≥ 5 T
ahun
To
tal Ji
wa
0-5
Bulan
6-1
1 Bu
lan
12-23
Bulan
24
-59
Bulan
La
ki- laki
Perem
puan
Ju
mlah
L
P L+
P L
P L
P L
P L
P Ha
mil
Tidak
Ha
mil
L P
Juml
ah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5=3+
4) (6)
(7)
(8)
(9)
(10
) (11
) (12
) (13
) (14
) (15
) (16
) (17
=14+
15+1
6) (18
=3+1
4) (19
=4+1
5+16
) (20
=18+
19)
7
8
9
10
11
12
Juml
ah
Catat
an: L
=Lak
i-laki;
P=Pe
rempu
an
Pena
nggu
ng Ja
wab,
Petug
as,
-------
------
------
------
------
-----
----
------
------
------
------
-------
49.
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
Lam
pira
n 5
FORM
ULIR
II. HA
SIL PE
NGUK
URAN
ANTR
OPOM
ETRI
DAN F
AKTO
R PEN
YULIT
PADA
ANAK
BALIT
A2
Tang
gal
:
Kecam
atan
: Na
ma Po
sko
:
Kabu
paten
/Kota
: De
sa/Ke
lurah
an
:
Provin
si :
No
Nama
Ke
pala
Kelua
rga
Nama
Ba
lita
Jenis
Ke
lamin
Tang
gal L
ahir
(Tgl-B
ln-Th
n) Um
ur (Bu
lan)
Antro
pome
tri Kli
nis
Gizi
Buruk
Fakto
r Pen
yulit
L P
LiLA
(cm
) Ka
tegori
LiL
A BB
(kg)
PB at
au TB
(cm
) BB
/PB
atau
BB/TB
Dia
re ISP
A Ca
mpak
Ma
laria
Lain-
lain
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
1
2
2 Keter
anga
n: L:
Laki-l
aki; P
: Pere
mpua
n; LiL
A: Lin
gkar L
enga
n Atas
Ka
tegori
LiLA
: <11
,5 cm
= Se
verely
Acute
Maln
utritio
n (SA
M); ≥
11,5
cm sa
mpai <
12,5
cm =
Mode
rate A
cute M
alnutr
ition (
MAM)
; ≥12
,5 cm
= No
rmal
BB/PB
atau
BB/TB
: San
gat K
urus (
Z-Scor
e <-3
SD); K
urus (
Z-Scor
e ≥-3
SD sa
mpai <
-2 SD
); Norm
al (Z-S
core ≥
-2 SD
samp
ai <+2
SD); G
emuk
(Z-Sc
ore ≥+
2 SD)
ISPA:
Infeks
i Salu
ran Pe
rnafas
an Ak
ut Kli
nis Gi
zi Buru
k : M
= Mara
smus,
K = K
washi
orkor,
M+K
= Ma
rasmik
-Kwash
iorkor
Form
II
FORM
ULIR
II. HA
SIL PE
NGUK
URAN
ANTR
OPOM
ETRI
DAN F
AKTO
R PEN
YULIT
PADA
ANAK
BALIT
A2
Tang
gal
:
Kecam
atan
: Na
ma Po
sko
:
Kabu
paten
/Kota
: De
sa/Ke
lurah
an
:
Provin
si :
No
Nama
Ke
pala
Kelua
rga
Nama
Ba
lita
Jenis
Ke
lamin
Tang
gal L
ahir
(Tgl-B
ln-Th
n) Um
ur (Bu
lan)
Antro
pome
tri Kli
nis
Gizi
Buruk
Fakto
r Pen
yulit
L P
LiLA
(cm
) Ka
tegori
LiL
A BB
(kg)
PB at
au TB
(cm
) BB
/PB
atau
BB/TB
Dia
re ISP
A Ca
mpak
Ma
laria
Lain-
lain
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
1
2
2 Keter
anga
n: L:
Laki-l
aki; P
: Pere
mpua
n; LiL
A: Lin
gkar L
enga
n Atas
Ka
tegori
LiLA
: <11
,5 cm
= Se
verely
Acute
Maln
utritio
n (SA
M); ≥
11,5
cm sa
mpai <
12,5
cm =
Mode
rate A
cute M
alnutr
ition (
MAM)
; ≥12
,5 cm
= No
rmal
BB/PB
atau
BB/TB
: San
gat K
urus (
Z-Scor
e <-3
SD); K
urus (
Z-Scor
e ≥-3
SD sa
mpai <
-2 SD
); Norm
al (Z-S
core ≥
-2 SD
samp
ai <+2
SD); G
emuk
(Z-Sc
ore ≥+
2 SD)
ISPA:
Infeks
i Salu
ran Pe
rnafas
an Ak
ut Kli
nis Gi
zi Buru
k : M
= Mara
smus,
K = K
washi
orkor,
M+K
= Ma
rasmik
-Kwash
iorkor
Form
II No
Na
ma
Kepa
la Ke
luarga
Na
ma
Balita
Jenis
Kelam
in Ta
ngga
l Lah
ir (Tg
l-Bln-
Thn)
Umur
(Bulan
)
Antro
pome
tri Kli
nis
Gizi
Buruk
Fakto
r Pen
yulit
L P
LiLA
(cm
) Ka
tegori
LiL
A BB
(kg)
PB at
au TB
(cm
) BB
/PB
atau
BB/TB
Dia
re ISP
A Ca
mpak
Malar
ia La
in-lain
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
3
4
5
6
7
8
Ju
mlah
Pe
nanggu
ng Jaw
ab,
Petug
as,
--------
--------
--------
--------
----
----
--------
--------
--------
-------
5.0
I Pe
dom
an K
egia
tan
Gizi
Dal
am P
enan
ggul
anga
n Be
ncan
a
FORM
ULIR
III. H
ASIL
PENG
UKUR
AN A
NTRO
POME
TRI P
ADA
IBU
HAMI
L3
Tang
gal
:
Keca
matan
:
Nama
Posk
o :
Ka
bupa
ten/Ko
ta :
Desa
/Kelur
ahan
:
Pr
ovins
i :
No
Nama
Kep
ala K
eluarg
a Na
ma Ib
u ham
il Ta
ngga
l Lah
ir Um
ur
(Tahu
n) Um
ur K
eham
ilan (
Trim
ester
) An
tropo
metri
I
II III
LiLA
Kateg
ori
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1
2
3 4 5 6
3 Kete
ranga
n: Ka
tegor
i Ling
kar L
enga
n Atas
(LiLA
) Ibu H
amil:
<23,5
cm =
risiko
Kuran
g Ene
rgi Kr
onis
(KEK
); ≥23
,5 cm
= No
rmal
Form
II
FORM
ULIR
III. HA
SIL PE
NGUK
URAN
ANTR
OPOM
ETRI
PADA
IBU H
AMIL3
Ta
ngga
l :
Ke
cama
tan
: Na
ma Po
sko
:
Kabu
paten
/Kota
: De
sa/Ke
lurah
an
:
Provin
si :
No
Nama
Kepa
la Ke
luarga
Na
ma Ib
u ham
il Ta
ngga
l Lah
ir Um
ur (Ta
hun)
Umur
Keha
milan
(Trim
ester
) An
tropo
metri
I II
III LiL
A Ka
tegori
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1
2
3 4 5 6
3 Kete
ranga
n: Ka
tegori
Ling
kar L
enga
n Atas
(LiLA
) Ibu H
amil:
<23,5
cm =
risiko
Kuran
g Ene
rgi Kr
onis (
KEK);
≥23,5
cm =
Norm
al
Form
II
Lam
pira
n 6
No
Nama
Kep
ala K
eluar
ga
Nama
Ibu h
amil
Tang
gal L
ahir
Umur
(T
ahun
) Um
ur K
eham
ilan (
Trim
ester
) An
tropo
metri
I
II III
LiLA
Kateg
ori
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
7 8 9 10
Juml
ah
Pe
nang
gung
Jawa
b,
Pe
tugas
, ---
------
------
------
------
------
---
---
------
------
------
------
------
--
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.1
Lampiran 7
Pernyataan Bersama United Nations Children,s Fund (Unicef), World Health Organization (WHO)
dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Jakarta, 7 Januari 2005
Rekomendasi Tentang Pemberian Makanan Bayi Pada Situasi Darurat
A. Kebijakan Tentang Pemberian Makanan Bayi
1. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1 jam pertama.
2. Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan.
3. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6 bulan.
4. Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.
B. Pemberian ASI (Menyusui) 1
1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.1
1 Rekomendasi didasarkan pada Kode Internasional Pemasaran Susu Formula, World Health Assembly (WHA) tahun 19.9.4 dan 19.9.6, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pemasaran Pengganti ASI, dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia. WHA ke 47. menyatakan: Pada operasi penanggulangan bencana, pemberian ASI pada bayi harus dilindungi, dipromosikan dan didukung. Semua sumbangan susu formula atau produk lain dalam lingkup Kode, hanya boleh diberikan dalam keadaan terbatas.
5.2 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
2. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
3. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
4. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
DALAM SITUASI DARURAT:
a. Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.
b. Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.
c. Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun penggunaannya harus dimonitor oleh tenaga yang terlatih, sesuai dengan beberapa prinsip di bawah ini:
Susu formula hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu:
1) Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan relaktasi tidak memungkinkan. Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya: anak piatu, dll.
2) Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui, persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
3) Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.
4) Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.3
konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek pemberian makan bayi yang tepat.
5.) Hanya susu formula yang memenuhi standar Codex Alimentarius yang bisa diterima.
6) Sedapat mungkin susu formula yang diproduksi oleh pabrik yang melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak diterima.
7.) Jika ada pengecualian untuk butir di atas, pabrik tersebut sama sekali tidak diperbolehkan mempromosikan susu formulanya.
8) Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
9.) Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
10) Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir atau gelas.
11) Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI.
12) Untuk mengurangi bahaya pemberian susu formula, beberapa hal di bawah ini sebisa mungkin dipenuhi:
a) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, diberikan sabun untuk mencuci.
b) Alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya.
c) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan gunakan botol susu).
d) Bahan bakar dan air bersih yang cukup (bila memungkinkan gunakan air dalam kemasan).
5.4 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
e) Kunjungan ulang untuk perawatan tambahan dan konseling.
f) Lanjutkan promosi menyusui untuk menghindari penggunaan susu formula bagi bayi yang ibunya masih bisa menyusui.
C. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
1. MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
2. MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila memungkinkan).
3. MP-ASI harus yang mudah dicerna.
4. Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi.
5.. MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup.
D. Perawatan dan Dukungan Bagi Ibu Menyusui
1. Ibu menyusui membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra.
2. Kondisi yang mendukung pemberian ASI eksklusif mencakup:
a. Perawatan ibu nifas.
b. Rangsum makanan tambahan.
c. Air minum untuk ibu menyusui.
d. Tenaga yang terampil dalam konseling menyusui.
E. Menepis Mitos
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering adalah:
i. Stres menyebabkan ASI kering
Walaupun stres berat atau rasa takut dapat menyebabkan terhentinya
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.5.
aliran ASI, akan tetapi keadaan ini biasanya hanya sementara, sebagaimana reaksi fisiologis lainnya. Bukti menunjukkan bahwa menyusui dapat menghasilkan hormon yang dapat meredakan ketegangan kepada ibu dan bayi dan menimbulkan ikatan yang erat antara ibu dan anak.
ii. Ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui
Ibu menyusui harus mendapat makanan tambahan agar dapat menyusui dengan baik dan mempunyai kekuatan untuk juga merawat anaknya yang lebih besar. Jika kondisi gizi ibu sangat buruk, pemberian susu formula disertai alat bantu menyusui diharapkan dapat meningkatkan produksi ASI.
iii. Bayi dengan diare membutuhkan air atau teh
Berhubung ASI mengandung 9.0% air, maka pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan diare biasanya tidak membutuhkan cairan tambahan seperti air gula atau teh. Apalagi, dalam situasi bencana seringkali air telah terkontaminasi. Pada kasus diare berat, cairan oralit (yang diberikan dengan cangkir) mungkin dibutuhkan disamping ASI.
iv. Sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui
Jika bayi mendapat susu formula, ibu dapat menyusui kembali setelah terhenti sementara, dengan memberikan teknik relaktasi dan dukungan yang tepat. Keadaan ini kadang-kadang sangat vital dalam kondisi ini.1
5.6 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.7.
Lampiran 8
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI)
MENGENAI AIR SUSU IBU (ASI) DAN MENYUSUI
Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, rumah sakit, dan lingkungan. Menyusui juga memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan emosional baik ibu maupun bayi. ASI bukan hanya sumber nutrisi optimal, melainkan juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap berbagai penyakit. Oleh karena manfaatnya yang sedemikian besar, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sudah sepantasnya setiap tenaga kesehatan maupun anggota masyarakat turut mendukung dan menggalakkan pemakaian ASI.
Manfaat ASI dan menyusui
Air susu ibu tidak hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Manfaat bagi ibu
1. Proteksi kesehatan ibu. Oksitosin yang dilepaskan sewaktu menyusui menolong uterus untuk kembali ke ukuran semula dan mengurangi perdarahan pasca-persalinan.1
2. Menyusui mengurangi risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada ibu. Analisis data dari 47. studi epidemiologi di 30 negara menunjukkan bahwa risiko relatif kanker payudara menurun sebanyak 4,3% untuk setiap tahun menyusui.2
3. Menjarangkan kehamilan. Selama enam bulan pertama setelah melahirkan, jika seorang wanita belum mendapat kembali haidnya dan
1 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 21 November 2010
5.8 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
menyusui secara eksklusif maka proteksi terhadap terjadinya kehamilan adalah 9.8%. Semakin lama menyusui, makin lama periode amenore dan makin lama dapat menunda kehamilan. 3
Manfaat bagi bayi
1. Nutrisi optimal. ASI mengandung nutrien terbaik yang mudah dicerna dan diserap secara efisien. Bayi yang mendapat ASI tidak perlu lagi diberikan air putih maupun cairan lain, karena sebagian besar komponen penyusun ASI adalah air (7.0%) dan kandungan air dalam ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan bayi.
2. Meningkatkan imunitas. Sistem imun bayi belum berkembang sempurna pada tahun pertama kehidupan, sehingga bayi bergantung pada ASI untuk melawan infeksi.
3. Menurunkan risiko diare
a. Bayi yang mendapat ASI non-eksklusif lebih sering mengalami diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif, namun risiko ini lebih kecil dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI. 4
b. Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa pada usia 0-13 minggu, bayi yang mendapat ASI lebih jarang mengalami diare dibandingkan mereka yang mendapat susu formula sejak lahir (IK 9.5.% untuk reduksi insidens 6,6%-16,8%). 5.
c. Studi di Amerika Serikat terhadap 17.43 pasangan ibu-anak menunjukkan bayi yang sama sekali tidak mendapat ASI lebih sering mengalami diare dibandingkan kelompok yang mendapat ASI eksklusif (OR 1,8). Efek profektif ASI sebanding dengan jumlah ASI yang didapat. 6
d. Studi PROBIT (Promotion of Breastfeeding Intervention Trial) dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara acak untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 1649.1 pasangan ibu-
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.9.
anak diikuti selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di rumah sakit intervensi lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif pada usia tiga dan enam bulan. Anak pada kelompok intervensi juga lebih jarang mengalami infeksi gastrointestinal (OR 0,60; IK 9.5.% 0,40–0,9.1). 7.
4. Mengurangi risiko infeksi respiratorik
a. Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih jarang mengalami infeksi saluran napas. Pada usia 0-13 minggu, hanya 23% bayi ASI yang mengalami infeksi saluran napas dibandingkan dengan 39.% bayi yang mendapat susu formula. (IK 9.5.% untuk perbedaan insidens 3,9.%-20,3%). 5.
b. Studi di Brazil menunjukkan bahwa risiko dirawat karena pneumonia lebih tinggi 17. kali lipat pada bayi yang tidak mendapat ASI (OR 16,7.; IK 9.5.% 7.,7.–36,0) dibandingkan bayi yang mendapat ASI. 8
c. Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun 19.88-19.9.4 menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 4 sampai <6 bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami pneumonia (adjusted OR 4,27.; IK 9.5.% 1,27.-14,35.) dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif≥6 bulan. 9.
5. Mengurangi risiko otitis media
a. Studi di Swedia melaporkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita otitis media dibandingkan bayi yang diberi susu formula. Kejadian otitis media pada bayi berusia 1-3 bulan yang mendapat ASI hanya 1%, dibandingkan dengan 6% pada bayi yang tidak mendapat ASI. 10
b. Studi terhadap 17.43 bayi di Amerika menunjukkan bahwa ASI memiliki efek proteksi terhadap otitis media. Risiko otitis media lebih besar pada kelompok yang diberi ASI campur formula (OR 1,6) dan yang tidak mendapat ASI sama sekali (OR 1,7.) dibandingkan kelompok ASI eksklusif. Efek protektif ini dipengaruhi oleh banyaknya ASI yang diminum. 6
60 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
c. Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun 19.88-19.9.4 menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 4 sampai <6 bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami otitis media rekuren (adjusted OR 1,9.5.; IK 9.5.% 1,06-3,5.9.) dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif ≥6 bulan. 9.
6. Mengurangi risiko penyakit kronik
Metaanalisis terhadap 17. studi kasus kontrol dan 2 studi ekologi menunjukkan bahwa kelompok yang tidak pernah mendapat ASI lebih sering menderita Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), dengan OR 1,13 (IK 9.5.% 1,04-1,23). Subjek yang mendapat ASI selama <3 bulan memiliki risiko lebih tinggi menderita IDDM dibandingkan kelompok yang mendapat ASI ≥3 bulan (OR 1,23; IK 9.5.% 1,12-1,35.). Keterbatasan studi ini adalah kemungkinan recall bias yang berpotensi terjadi pada studi kasus kontrol. 11
7. Mengurangi angka kematian bayi
a. Analisis terhadap tiga studi mengenai kematian bayi di Ghana, Pakistan, dan Filipina menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap kematian akibat diare (OR 6,1; IK 9.5.% 4,1-9.,0) dan kematian akibat infeksi respiratorik akut (OR 2,4; IK 9.5.% 1,6-3,5.) selama enam bulan pertama kehidupan. Daya proteksi ASI menurun seiring dengan usia. Rasio odds gabungan (IK 9.5.%) untuk usia <2 bulan, 2-3 bulan, 4-5. bulan, 6-8 bulan, dan 9.-11 bulan adalah berturut-turut 5.,8 (3,4-9.,8), 4,1 (2,7.-6,4), 2,6 (1,6-3,9.), 1,8 (1,2-2,8), dan 1,4 (0,8-2,6). 12
b. Studi di Ghana, India, dan Peru yang mengikutsertakan 9.424 pasangan ibu-bayi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal risiko kematian antara anak yang mendapat ASI eksklusif dan yang mendapat ASI predominan (adjusted hazard ratio, HR 1,46; IK 9.5.% 0,7.5.–2,86). Bayi yang tidak mendapat ASI memiliki risiko mortalitas lebih besar dibandingkan mereka yang mendapat ASI predominan (adjusted HR 10,5.; IK 9.5.% 5.,0–22,0), demikian pula bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI sebagian (adjusted HR 2,46, IK 9.5.% 1,44–4,18). Temuan ini
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 61
menggarisbawahi risiko kematian pada anak yang tidak mendapat ASI, dan risiko ini jauh lebih rendah pada anak yang mendapat ASI predominan maupun ASI eksklusif. 1
8. Mengurangi risiko alergi
a. Studi di Swedia yang mengikutsertakan 4089. bayi yang diikuti sejak lahir sampai usia 2 tahun menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama ≥4 bulan lebih jarang mengalami asma (OR 0,7.; IK 9.5.% 0,5.-0,9.). 14
b. Studi PROBIT dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara acak untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 1649.1 pasangan ibu-anak diikuti selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di rumah sakit intervensi lebih banyak yang memberikan ASI eksklusif. Anak pada kelompok intervensi juga memiliki risiko dermatitis atopi lebih rendah (OR 0,5.4; IK 9.5.% 0,31–0,9.5.). 7.
9. Mengurangi risiko obesitas
a. Studi di Jerman menunjukkan bahwa prevalens obesitas pada anak usia 5.-6 tahun yang tidak pernah mendapat ASI adalah 5. kali lipat dibandingkanmerekayangmendapatASIselama>1tahun.Makinlama durasi pemberian ASI, makin kecil prevelens obesitas. Analisis statistik menunjukkan ASI merupakan faktor protektif terhadap obesitas (OR 0,7.5.; IK 9.5.% 0,5.7.-0,9.8). 15.
b. Studi di Amerika terhadap lebih dari 15.000 anak menunjukkan bahwa prevalens gizi lebih (overweight) pada anak usia 9.-14 tahun yang mendapat ASI atau ASI predominan selama sedikitnya 7. bulan lebih rendah dibandingkan kelompok yang mendapat ASI selama ≤3 bulan (adjusted OR 0,8; IK 9.5.% 0,67.-0,9.6). 16
10. Meningkatkan kecerdasan dan kemampuan psikososial dan perkembangan
a. ASI menguatkan (bonding) antara ibu dan bayi. Kontak erat setelah melahirkan akan menciptakan hubungan saling mencintai antara ibu
62 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
dan bayi. Bayi lebih jarang menangis jarang mengalami asma (OR 0,7.; IK 9.5.% 0,5.-0,8). Anak yang mendapat ASI sebagian selama ≥6 bulan juga lebih dan ibu dapat memahami serta merespons kebutuhan bayinya lebih baik.
b. Studi PROBIT di Belarus yang melibatkan 17.046 bayi melaporkan bahwa ASI eksklusif meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hasil studi ini menunjukkan perbedaan rerata skor Wechsler Abbreviated Scaled of Intelligence (WASI) antara anak yang mendapat ASI dengan yang tidak adalah 7.,5. (IK 9.5.% 0,8-14,3) untuk IQ verbal, 2,9. (IK 9.5.% -3,3-9.,1) untuk IQ performance, dan 5.,9. (-1,0-12,8) untuk IQ secara keseluruhan. 17.
c. Studi di Kopenhagen menunjukkan bahwa pemberian ASI berkorelasi secara bermakna terhadap skor IQ pada usia 27.,2 tahun. Makin lama durasi ASI, makin tinggi skor IQ. 18
Manfaat bagi keluarga 19.
1. Kesehatan dan status nutrisi yang lebih baik.
2. Manfaat ekonomi. ASI sama sekali tidak membutuhkan biaya dibandingkan susu formula. Uang yang dibelanjakan untuk susu formula dapat digunakan untuk membeli makanan bergizi bagi ibu dan anggota keluarga lainnya.
3. Mengurangi biaya kesehatan, karena bayi ASI lebih jarang menderita sakit dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.
Manfaat bagi rumah sakit 19.
1. Menyusui menciptakan atmosfir yang lebih tenang dan hangat, karena bayi lebih jarang menangis dan ibu lebih cepat merespon tangisan bayinya.
2. Bila kebijakan (rooming-in) berjalan dengan baik, maka tidak dibutuhkan ruang perawatan bayi sehingga sumber daya manusia, waktu, maupun biaya rumah sakit yang terserap untuk ruang perawatan bayi dapat
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 63
dikurangi. Special care nursery masih dibutuhkan untuk bayi yang sakit.
3. Rooming-in dan dukungan terhadap ASI akan meningkatkan citra rumah sakit dan menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang terbaik bagi ibu dan bayi.
Manfaat bagi komunitas 20
1. Menurunkan biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara.
2. Menurunkan angka absensi orangtua sehingga meningkatkan produktivitas dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan negara.
3. Mengurangi beban lingkungan untuk mengolah limbah kaleng susu fomula dan botol, serta mengurangi konsumsi energi untuk memproduksi susu formula.
Rekomendasi IDAI
1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi semua bayi yang tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan edukasi mengenai manfaat ASI dan menyusui.
a. Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan WHO 2009., termuat pada bagian selanjutnya dari rekomendasi ini. Bila terdapat kontraindikasi, maka harus ditelaah lebih lanjut, apakah kontraindikasi tersebut bersifat sementara atau permanen. Bila kontraindikasi hanya bersifat sementara, maka ibu dianjurkan memerah ASI untuk menjagai kesinambungan produksi ASI. Bila menyusui langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan memberikan ASI yang diperah.
b. Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui sebelum waktunya didasarkan pada pertim- bangan bahwa risiko menyusui akan lebih membahayakan dibanding manfaat yang akan didapatkan.
2. ASI-eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu
64 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
selain ASI. Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI-eksklusif.
3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus didukung. Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen penting penentu keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari ayah dapat berperan besar dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui selanjutnya, terutama saat terjadi masalah.
4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit segera setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi sehat dan siaga mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam waktu satu jam pertama setelah melahirkan.
a. Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis awal saat bayi sedang kontak dengan ibunya.
b. Prosedur penimbangan, pengukuran, memandikan, pengambilan darah, pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis mata dapat ditunda sampai bayi mendapat ASI pertamanya.
c. Bayi yang terpengaruh oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan bantuan agar mampu melakukan perlekatan yang efektif.
5.. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan pada bayi kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis.
6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak melarang penggunaan empeng untuk tujuan non-nutritive sucking, oral training untuk bayi prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan khusus.
7.. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering kemauan bayi. Ibu menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan tanda-tanda lapar seperti terjaga terus, aktif, mouthing, atau rooting.
a. Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in) sepanjang hari sangat membantu keberhasilan menyusui.
b. Lamanya menyusui tergantung pada kehendak bayi. Payudara diberikan bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 65.
kedua payudara mendapat stimulasi yang sama dan mendapat pengeringan yang sama.
c. Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau dirangsang untuk menyusui maksimum setiap 3 jam.
8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga kesehatan sekurangnya dua kali sehari.
a. Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer susu.
b. Kemajuan dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi dirawat dicatat dan direkam medis
c. Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui, demikian juga dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu pertama.
d. Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum ibu dan bayi meninggalkan rumah sakit.
9.. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga kesehatan pada usia 3-5. hari.
a. Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis, terutama untuk mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi, pola berkemih dan defekasi, begitu pula masalah payudara (nyeri, pembengkakan).
b. Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan, dan transfer susu. Penurunan berat badan lebih dari 7.% berat lahir mengindikasikan kemungkinan masalah menyusui dan harus dievaluasi lebih lanjut.
10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3 minggu agar dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan dukungan pada periode awal menyusui ini.
11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai tumbuh kembang optimal.
66 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
12. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) kaya besi diberikan secara bertahap mulai usia 6 bulan. Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi yang memiliki kelainan hematologi tidak memiliki cadangan besi adekuat pada saat lahir umumnya membutuhkan suplementasi besi sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan bersama dengan ASI- eksklusif.
13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik.
a. Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak meningkatkan asupan kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat badan.
b. Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak membutuhkan air putih maupun jus buah, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberian minuman atau makanan selain ASI berisiko mengandung kontaminan atau alergen.
c. Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan bayi.
d. Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima susu sapi, tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi.
14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang diberikan setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam setelah lahir. Bila tidak tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan vitamin K1 oral namun diulang dalam kurun waktu 4 bulan.
15.. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui.
16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga kesinambungan ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan ASI yang diperah.
17.. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencatat tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 67.
18. Bayi risiko tinggi:
a. Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi risiko tinggi lain, baik secara langsung maupun pemberian ASI perah. Dukungan dan edukasi untuk ibu mengenai menyusui dan teknik memerah ASI diberikan sedini mungkin.
b. Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin.
c. Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi mendapat ASI yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI. Air susu ibu yang berasal dari bank ASI telah memenuhi persyaratan dan berasal dari donor yang telah diskrining. ASI segar dari donor yang belum diskrining tidak dianjurkan karena risiko transmisi kuman.
d. Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis, hiperbilirubinemia, dan kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan defisiensi atau tersangka defisiensi G6PD harus menghindari obat yang dapat menginduksi hemolisis.
19.. Keadaan bencana dan situasi darurat:
a. Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya menjadi sangat penting pada keadaan bencana atau situasi darurat.
b. Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi terkena penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi, terhentinya persediaan makanan, tempat tinggal yang tidak memadai, serta tidak adanya fasilitas untuk memasak. Selain itu, tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit.
c. Pemberian susu formula pada keadaan bencana perlu memperhatikan beberapa hal:
i. Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan tenaga kesehatan terlatih.
68 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
ii. Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi dapat menyusui.
iii. Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan relaktasi tidak memungkinkan.
iv. Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang cara penyajian susu formula yang aman dan pemberian makan bayi yang tepat.
v. Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat setempat dengan masa kadaluwarsa minimal 1 tahun.
vi. Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
vii. Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu dan menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena terbatasnya bahan bakar, dapat menggunakan air dalam kemasan).
viii. Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk.
ix. Promosi menyusui secara terus menerus agar ibu yang masih dapat menyusui tidak memberikan susu formula.
d. Industri susu formula tidak diperbolehkan mempromosikan produknya
Peran dokter spesialis anak dalam melindungi, mempromosikan, dan mendukung ASI
1. Umum
a. Mempromosikan, mendukung dan melindungi menyusui. Dokter spesialis anak sangat dianjurkan membaca literatur mengenai bukti ilmiah mengenai manfaat ASI bagi kesehatan dan perkembangan bayi.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 69.
b. Mempromosikan menyusui sebagai norma budaya dan memotivasi keluarga dan masyarakat untuk mendukung ASI.
c. Mengetahui keragaman budaya dan adat istiadat mengenai praktik menyusui dan mengolah kemajemukan tersebut untuk keberhasilan menyusui.
2. Edukasi
a. Memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai fisiologi dan manajemen menyusui.
b. Mendukung pelaksanaan pelatihan menyusui dan laktasi untuk mahasiwa, pendidikan dokter spesialis anak maupun dokter spesialis anak.
3. Praktik klinis
a. Bekerjasama dengan dokter spesialis kebidanan untuk memastikan bahwa ibu hamil mendapat informasi yang cukup sejak dari masa antenatal.
b. Dokter spesialis anak dapat menjadi promotor dan motivator dalam menciptakan lingkungan yang ramah untuk menyusui/menyusu, agar menyusui menjadi budaya di lingkungan tempat kerja. Dokter spesialis anak bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan jajaran pimpinan rumah sakit menciptakan Rumah Sakit Sayang Bayi.
c. Dokter spesialis anak melakukan upaya perbaikan kebijakan dan praktik yang tidak mendukung menyusui (misalnya, pemberian paket formula saat ibu dan bayi pulang, kupon diskon, dan pemisahan ibu dan bayi), minimal di lingkungan kerjanya.
d. Rumah sakit dianjurkan memiliki klinik laktasi, konselor laktasi, dan pojok menyusui.
e. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan penyuluhan tentang ASI dan menyusui bagi masyarakat.
4. Komunitas
a. Menganjurkan media untuk mempresentasikan
7.0 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
menyusui sebagai sesuatu yang positif dan normatif.
b. Menganjurkan pemilik gedung untuk menyediakan ruangan khusus untuk menyusui.
Kondisi medis yang memungkinkan pemberian pengganti ASI
ASI merupkan nutrisi terbaik bagi bayi. Meskipun demikian, terdapat beberapa kondisi medis yang menjustifikasi pemberian pengganti ASI (susu formula) baik sementara maupun permanen. Bila memutuskan untuk memberikan susu formula, tenaga medis harus yakin bahwa risiko harmful pemberian ASI lebih besar dibanding dengan manfaatnya.
1. Kondisi Bayi
a. Bayi yang tidak boleh menerima ASI maupun susu jenis lain, kecuali susu formula khusus.
- Galaktosemia klasik: memerlukan susu formula khusus bebas galaktosa.
- Maple Syrup Urine Disease: memerlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin.
- Fenilketonuria: memerlukan susu formula khusus bebas fenilalanin (pada beberapa kondisi, pemberian ASI masih memungkinkan dengan pengawasan ketat).
b. Bayi yang membutuhkan penggantian sementara (temporary), namun sebenarnya baginya ASI tetap merupakan pilihan terbaik.
- Bayi dengan berat lahir <15.00 g (very low birth weight).
- Bayi lahir dengan usia gestasi <32 minggu (very preterm).
- Bayi baru lahir dengan risiko gangguan adapatasi metabolik atau adanya peningkatan kebutuhan glukosa (prematur, kecil untuk masa kehamilan, stress hipoksik/iskemik intrapartum bermakna, bayi sakit, serta bayi lahir dari ibu DM yang kadar gula darahnya tidak membaik setelah pemberian ASI).
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.1
2. Kondisi Ibu
a. Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI permanen.
Ibu dengan infeksi HIV, dengan memenuhi kriteria AFASS terpenuhi (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Bila kriteria AFASS tidak dapat dipenuhi maka sebaiknya ASI-eksklusif selama 6 bulan. Tidak diperbolehkan untuk mencampur ASI dan susu formula.
b. Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI sementara.
- Ibu sedang sakit berat sehingga tidak dapat menyusui dan merawat bayinya, misalnya sepsis.
- Ibu menderita HSV tipe-1 sehingga kontak langsung antara lesi di payudara ibu dengan mulut bayi harus dihindari sampai lesi aktif sembuh
- Ibu mengkonsumsi obat-obat berikut:
i. Obat psikoterapi sedatif, anti-epileptik, opioid, maupun kombinasinya yang dapat mengakibatkan drowsiness dan depresi nafas sebaiknya dihindari bila obat alternatif tersedia.
ii. Bahan radioaktif iodine-131 sebaiknya dihindari dengan menggunakan alternatif lain, namun bila terpaksa menggunakan bahan tersebut maka ibu dapat menyusui kembali 2 bulan setelah mendapat iodine-131.
iii. Penggunaan iodine topikal untuk perawatan luka secara berlebihan dihindari karena dapat mengakibatkan supresi tiroid dan gangguan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI.
iv. Kemoterapi, ibu yang sedang menjalani kemoterapi harus menghentikan menyusui selama menjalani kemoterapi.
c. Kondisi ibu yang menyebabkan ASI masih dapat diberikan namun menghadapkan bayi pada risiko mengalami gangguan kesehatan.
7.2 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
- Abses payudara: menyusui tetap dilanjutkan pada payudara yang sehat dan bila pengobatan telah dimulai, maka payudara yang sakit pun dapat diberikan.
- Hepatitis B: ASI tetap diberikan dan pastikan bayi mendapat vaksin Hepatitis B dalam 24 jam setelah lahir.
- Hepatitis C.
- Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan bagi ibu, ASI tetap harus dikeluarkan untuk mencegah memburuknya mastitis dan cegah agar tidak menjadi abses.
- Tuberkulosis: bukan merupakan kontra indikasi namun baik ibu maupun bayi harus mendapat tata laksana sesuai panduan.
- Penggunaan zat berbahaya:
i. Ibu menggunakan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, stimulant lain yang terbukti mengakibatkan efek merugikan bagi bayi yang disusui.
ii. Alkohol, opioid benzodiazepine, dan ganja dapat mengakibatkan sedasi bagi ibu dan bayinya.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.3
Kesimpulan
Ikatan Dokter Anak Indonesia secara tegas menyatakan bahwa pemberian ASI menjamin tercapainya tumbuh kembang yang terbaik. Keterlibatan aktif dokter anak untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung menyusui/pemberian ASI sangat dibutuhkan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal.
Kepustakaan
1. Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin concentrations. Br Med J. 19.80;281:834-5..
2. Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data from 47. epidemiological studies in 30 countries, including 5.0302 woman with breast cancer and 9.69.7.3 woman without the disease. Lancet. 2002;360:187.-9.5..
3. Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of information collection to public health policy. Bull World Health Organ. 19.9.0;68:625.-31.
4. Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity. Pediatrics. 19.9.0;86:87.4-82.
5.. Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect of breastfeeding against infection. BMJ. 19.9.0;300:11-6.
6. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant morbidity and the extent of breastfeeding in the United States. Pediatrics. 19.9.7.;9.9.:e5..
7.. Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I, Shapiro S, et al. Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT). JAMA. 2001;285.:413-20.
8. Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control. BMJ. 19.9.9.;318:1316-20.
7.4 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
9.. Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006;117.:425.-32.
10. Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent study on breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf Dis J. 19.9.4;13:183-8.
11. Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent diabetes mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 19.9.6;7.:87.-9.2.
12. WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the prevention of infant mortality. Effect of breastfeeding of infant and child mortality due to infections disease in less developed countries: a pooled analysis. Lancet. 2000;35.5.:45.1-5..
13. Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K. Infant feeding patterns and risks of death and hospitalization in the first half of infancy: multicentre cohort study. Bull World Health Organ. 2005.;83:418-26.
14. Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and allergic diseases in infants – a prospective birth cohort study. Arch Dis Child. 2002;87.:47.8-81.
15.. Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, et al. Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ. 19.9.9.;319.:147.-5.0.
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.5.
16. Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285.:2461-7..
17.. Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et al. Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from a large randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65.:5.7.8-84.
18. Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The association between duration of breastfeeding and adult intelligence. JAMA. 2002;287.:2365.-7.1.
19.. World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Baby-friendly hospital initiative: revised, updated and expanded for integrated care. Section 2. Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital initiative: a course for decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009.. Geneva.
20. American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 2005.;115.:49.6-5.06.
21. World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of breastmilk substitutes. WHO. 2009.. Geneva.
Jakarta, 21 November 2010
Pengurus PusatIkatan Dokter Anak Indonesia
Sumber : www.idai.or.id
7.6 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Lampiran 9
Checklist Pemantauan dan Evaluasi
Provinsi : Kabupaten :
Lampiran 9 Checklist Pemantauan dan Evaluasi
Provinsi : Kabupaten :
No Komponen Kegiatan Ya Tidak Keterangan 1 Pra Bencana a. Tersedia Pedoman b. Tersedia contingency plan c. Dilaksanakan sosialisasi dan pelatihan
petugas
d. Dilakukan pembinaan antisipasi bencana e. Tersedianya data awal daerah bencana 2 Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat
Lanjut a. Tersedia data sasaran b. Tersedia standar ransum c. Tersedia daftar menu makanan d. Dilaksanakannya pengumpulan data
antropometri balita e. Dilaksanakannya pengumpulan data
antropometri ibu hamil dan ibu menyususi (LiLA)
f. Dilaksakannya konseling menyusui g. Dilaksakannya konseling MP-ASI h. Tersedia makanan tambahan atau MP-
ASI i. Tersedia Kapsul vitamin A j. Dilaksanakannya pemantauan bantuan
pangan dan susu formula
3 Pasca Bencana a. Dilaksanakannya pembinaan teknis paska
bencana.
b. Dilaksanakannya pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana
c. Dilakukannya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi paska bencana
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.7.
DAFTAR PESERTAPenyempurnaan Pedoman Kegiatan Gizi dalam
Penanggulangan BencanaBogor, 5-8 Maret 2012
Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Tatang Kustiana, SE, M.Si (Kemensos)
Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Elmy Rindang Turhayati, SKM, MKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Cahaya Indriaty, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Dr. Ari Rachmawati (PI Setditjen, Kemenkes)
Dr. Widiana Kusumasari (PPK Kesehatan, Kemenkes)Dyna Simanjuntak, AMG (BNPB Pusat)
Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Priatmo Triwibowo, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Muhammad Adil, SP, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Dr. Julina, MM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
7.8 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Pembahasan LanjutBogor, 14-17 Maret 2012
DR. Abas Basuni Jahari, M.Sc (PTTK dan EK, Kemenkes)
Ir. Eman Sumarna, MSc (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Tri Budiarto, M.Si (Badan Nasional Penangg ulangan Bencana Pusat)
Yus Rizal, DCN, M.Epid (BNPB Pusat)
Dr. Mohammad Imran (PPK Kesehatan, Kemenkes)
Dr. Mieke Vennyta (Ditjen PP dan PL, Kemenkes)
Yunimar Usman, SKM, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Cahaya Indriaty, SKM, M.Kes (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Masruroh, S.Gz (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Yuniwati, SKM, M.Kes (Dinkes Prov. Aceh)
Sofia Deliana HSB, M.Kes (Dinkes Prov Sumut)
Nursal, SKM (Dinkes Prov Sumbar)
Dessani Putri, SKM (Dinkes Prov Riau)
Ernawati, SKM (Dinkes Prov Jambi)
Yulia Darlis, S.Gz (Dinkes Prov Sumatera Selatan)
Rini Handayani, SKM (Dinkes Prov Bengkulu)
Dian Sandrawati, AMG (Dinkes Prov Lampung)
Iskandar, SKM (Dinkes Prov Kep. Bangka Belitung)
Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.9.
Prima Sari, AMD (Dinkes Prov Kep. Riau)
Dr. Sylviana Marcella, M.Sc (Dinkes Prov DKI Jakarta)
Lisa Avianty, SKM (Dinkes Prov Jawa Barat)
Rinaningsih, SKM, M.Si (Dinkes Prov Jawa Tengah)
Suseno, S.Gz (Dinkes Prov DI. Yogyakarta)
Suyatmi, SKM, M.Kes (Dinkes Prov Jawa Timur)
Andi Suhardi, SKM, M.Kes (Dinkes Prov Banten)
Wahyuni Dewi Haryani, SKM, M.Si (Dinkes Prov Bali)
Made Armeini Sedana Putri, SKM (Dinkes Prov Nusa Tenggara Barat)
Saiful, SKM (Dinkes Prov Nusa Tenggara Timur)
Rayna Anita, SKM, MPH (Dinkes Prov Kalimantan Barat)
Damaris Kadang, SKM (Dinkes Prov Kalimantan Tengah)
Gusti Asyari (Dinkes Prov Kalimantan Selatan)
Agus Budianto, SKM (Dinkes Prov Kalimantan Timur)
Eva Yanti Tawas, SKM, M.Si (Dinkes Prov Sulawesi Utara)
Arhernius Paliling, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Tengah)
Sitti Rahmatiah, SKM. M.Kes (Dinkes Prov Sulawesi Selatan)
Selvia, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Tenggara)
Muhammad Aris, S.Gz (Dinkes Prov Gorontalo)
Jawahira, SKM (Dinkes Prov Sulawesi Barat)
Nurjani Husen, SKM (Dinkes Prov Maluku Utara)
Jemiwa Jacadewa, SKM (Dinkes Prov Papua Barat)
Diana Wilyan, AMG (Dinkes Prov Papua)
80 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana
Pembahasan AkhirJakarta, 16 Mei 2012
Galopong Sianturi, SKM, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Pudjo Hartono, MPS (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Eko Prihastono, SKM, MA (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)H. Ali Bernadus, SKM, MA (BNPB Pusat)
Maman Haerurohman, SKM (PPK Kesehatan, Kemenkes)Radito Pramono Susilo, ST (BNPB Pusat)
Iwan Halwani, SKM, M.Si (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Iryanis, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siti Masruroh, S.Gz (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Muhammad Adil, SP, MPH (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Dr. Julina, MM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Asep Adam Mutaqin, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Andri Mursita, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)Siti Hana, SKM (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
Siswono (Direktorat Bina Gizi, Kemenkes)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI2012
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZIDALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI613.2Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anakp Pedoman kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012. ISBN 978-602-235-138-2
1. Judul I. NUTRITION II. FOOD III. EMERGENCY CARE IV. CIVIL DEFENSE V. DISASTER
Daftar Ralat
Halaman Tertulis Seharusnya
13 mergencies Emergencies
36 Rusum Ransum
41 gula untuk selingan sore 0
gula untuk selingan sore 3/4 p
54 Rangsum Ransum
613.2 Ind p
PEDOMAN KEGIATAN GIZIDALAM PENANGGULANGAN BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI2012