PCOS policistic ovaran syndrome refrat PCOS
-
Upload
arkais-massah -
Category
Documents
-
view
237 -
download
1
Transcript of PCOS policistic ovaran syndrome refrat PCOS
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin
dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh
sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk
penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/Ovariu polikistik/Stein-Leventhal
Syndrome), dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral
dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil,
hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan
dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan
konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang
skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum
dari infertilitas. (5),(7)
Semula sindroma ovarium polikistik ditandai dengan trias hirsutisme,
amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali dengan gambaran klinis yang
heterogen dan etiologi yang multifaktorial. Dalam perkembangannya manifestasi dari
sindroma ini menjadi lebih kompleks. Sindroma ini dapat disertai atau tanpa adanya
kelainan morfologi di ovarium. Stephen dkk mendapatkan sebanyak 75% wanita dengan
ovarium polikistik mengalami menstruasi yang tidak teratur. Peneliti lain mendapatkan
dari 350 wanita dengan hirsutisme hanya 50% memiliki ovarium polikistik dengan
siklus tidak teratur. Sebaliknya Fox mendapatkan 14% wanita dengan hirsutisme dan
oligomenorea tidak dijumpai adanya peningkatan jumlah folikel pada pemeriksaan
USG. Sementara dengan Pache dkk mendapatkan 50% wanita dengan SOPK secara
klinis mempunyai ovarium yang normal. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang tetap antara gambaran klinis dan perubahan histologis ovarium. Dengan
demikian maka sindroma Stein-Leventhal hanya merupakan bagian dari spektrum yang
luas dengan kondisi klinik berbeda yang berhubungan dengan kista ovarium, yang
mempunyai konotasi sedikit terbatas. (7)
Wanita dengan SOPK mempunyai peningkatan resiko gangguan toleransi
glukosa, diabetes melitus tipe II, dan hipertensi. Penyakit kardiovaskuler diketahui
1
mempunyai prevalensi yang lebih tinggi pada wanita dengan SOPK, dan telah
diperkirakan wanita tersebut mempunyai resiko terkena infark miokard yang lebih
tinggi. Banyak gangguan lipid (seringnya kadar high density lipoprotein cholesterol
(HDL) menjadi rendah dan peningkatan kadar trigliserida) dan gangguan fibrinolisis
terjadi pada pasien SOPK.(8)
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat
mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin
dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif. (7)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sindroma ovarium polikistik merupakan serangkaian gejala yang dihubungkan
dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan dengan kelainan
endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar
hipofise atau adrenal yang mendasari. Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi
gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi
dan amplitudo pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan
peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen. Hiperandrogenisme secara klinis dapat
ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan
naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion.
Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan
hiperandrogenisme dan anovulasi kronik.(7)
Gambar 2.1 Produksi berlebihan dan/atau aktivitas yang meningkat hormon androgen
pada wanita dengan Sindrom ovarium polikistik (SOPK) membrikan efek maskulinisasi
termasuk munculnya rambut pada wajah. (9)
3
2.2 PREVALENSI
Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar 4-6%, kepustakaan lain melaporkan bahwa prevalensinya
berkisar 5-10%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 % dari semua wanita
steril serta 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik. Menurut
Suparman 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang tidak berovulasi.
Sebanyak 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu berkembang menjadi anovulasi
kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (OPK). Telah ditemukan bahwa 80% dari
kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil sebagai Penyakit Ovarium polikistik
(POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi, Penyakit Ovarium polikistik ini akan
bergejala lengkap sebagai Sindroma Ovarium polikistik (SOPK). (7)
Gejala hiperandrogen dengan oligo atau amenore muncul pada 1-4% wanita usia
reproduktif. Meskipun USG rutin yang menskrining 257 wanita muda tidak
mengeluhkan adanya gejala hiperandrogen namun didapatkan 22%-nya mempunyai
polikistik ovarium. 1 dari wanita dengan ovarium normal mempunyai siklus menstruasi
yang reguler, dan 75% wanita dengan ovarium polikistik mempunyai siklus ireguler
(kebanyakan dari wanita ini tidak menunjukkan kelainan klinis dan bukti biokimia
hiperandrogenisme).(2)
Prevalensi SOPK didapatkan dengan gejala klinis yang berbeda-beda. Dari 1079
kasus wanita dengan OPK (tinjauan literatur), Goldzieher dan Axelrod mendapatkan
47% wanita dengan gangguan menstruasi berupa amenorea dan sebanyak 16 % wanita
siklus menstruasinya teratur. Conway dkk serta Franks mendapatkan 20% - 25% wanita
dengan gambaran ovarium polikistik (USG) mempunyai siklus menstruasi yang teratur.
Sedangkan peneliti lain mendapatkan sebanyak 30% (1741 kasus). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Balen mendapatkan 70% wanita dengan SOPK mengalami hirsutisme.
Sedangkan obesitas didapatkan pada 35% - 50% wanita dengan SOPK. Hirsutisme
didapatkan lebih banyak pada wanita obese dengan SOPK (70% - 73%) dibandingkan
dengan wanita dengan berat badan normal (56% - 58%). Sementara gangguan
menstruasi lebih banyak dialami wanita obese dengan SOPK (28% - 32%)
dibandingkan wanita non-obese (12% - 22%).(7)
4
2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari SOPK sangat komplek, dan walaupun faktor-faktor yang
menginisiasinya belumlah sepenuhnya dimengerti, karakteristik gangguan endokrin dari
SOPK sekali terjadi maka akan berlangsung terus menerus. Temuan utama adalah
peningkatan tonik dari kadar LH serum dan FSH yang rendah atau normal. Selain itu
dijumpai pula peningkatan kadar androgen. Kelainan metabolik berupa hiperinsulinemia
dan resistensi insulin ikut berperan dalam timbulnya SOPK.
A. Kelainan neuroendokrin
LH yang meningkat pada pasien SOPK akan dapat meningkatkan jumlah dan
frekuensi respon dari Gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH) dari hipotalamus.
GnRH merupakan stimulan utama untuk menghasilkan sekresi gonadotropin dan
menstimulasi sel-sel teka interna folikel untuk memproduksi androstenedion, yang
dikonversi di perifer, utamanya di dalam jaringan lemak, menjadi estron (E1), dan
testoteron dalam jumlah yang lebih sedikit meningkat, berlawanan dengan pasien-pasien
dengan hipertekosis. Kadar estradiol (E2) tetap normal atau sedikit dibawah normal,
yang menyebabkan peningkatan rasio E1/E2. Peningkatan kadar E1, dan pada beberapa
pasien akan meningkatkan sekresi dari inhibin-F suatu peptida nonsterois yang
dihasilkan oleh sel-sel granulosa, akan menghambat sekresi FSH. Peningkatan rasio
LH/FSH merupakan temuan yang khas pada ovarium polikistik. Peningkatan estrogen
yang bersirkulasi tampaknya akan meningkatkan sekresi dari Luteinizing hormone
relasing factor (LHRF) dan mempertinggi sensitifitas sel-sel hipofisis yang
memproduksi LH terhadap LHRF. Produksi estrogen ovarium pada pasien polikistik
ovarium secara nyata berkurang dari jaringan ovarium, mungkin karena inaktivasi dari
sistem aromatese FSH dependent pada sel-sel granulosa. Sintesis estrogen intrafolikel,
dan peningkatan rasio LH/FSH akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan folikel pada
stadium midantral, terjadi anovulasi, dan ovarium yang sklerokistik. Sejumlah kelainan
akan menyebabkan hiperestronemia dan perubahan sekresi gonadotropin secara
potensial berperan dalam inisiasi atau terjadinya polikistik ovarium yang terus-
menerus.(3),(7)
5
B. Hiperandrogenisme
Kelebihan androgen adrenal
Salah satu studi menunjukkan bahwa wanita dengan SOPK terjadi peningkatan
yang bermakna dari aktivitas 11-hidroksisteroid dehidrogenase, yang merupakan
enzim yang memetabolisme kortisol menjadi kortison. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kadar clearence kortisol dan, menurunkan feedback negatif dari sekresi
adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan secara sekunder meningkatkan sekresi
androgen adrenal. Pada studi ini wanita yang obes menunjukkan peningkatan aktivitas
11-hidroksisteroid dehidrogenase, tetapi tidak sesuai dengan derajat yang terlihat pada
wanita dengan SOPK. Ini kemungkinan adanya pengaruh hiperinsulinemia yang dapat
meningkatkan aktivitas enzim ini yang mengarahkan terjadinya hiperandrogen adrenal.(2)
Gambar 2.2 Peranan GnRH pada patogenesis SOPK
Pengaruh androgen yang berlebihan serta mekanisme kerjanya sebagai berikut :
a. Sentral
Peningkatan kadar androgen dalam darah terutama akan mengganggu gonadostat
di hipotalamus dan akan menekan GnRH. Akibatnya adalah terganggunya
perkembangan seksual, dan terjadinya penekanan langsung terhadap gonadotropin baik
pada tingkat hipotalamus maupun hipofisis. Dalam hal ini LH lebih jelas dipengaruhi
daripada FSH. Ini berarti bahwa peningkatan androgen yang beredar dalam darah
mengganggu keserasian poros hipotalamus-hipofisis-ovarium.
6
b. Perifer
Terjadi gangguan pada tingkat ovarium dan folikel. Terjadi pemutusan androgen
dalam sel-sel perifolikuler, sehingga folikel ovarium menjadi resisten terhadap
rangsangan gonadotropin. Belum jelas adanya hambatan pada reseptor gonadotropin
maupun penjenuhan dengan androgen. Tetapi yang jelas ialah kadar androgen lokal
yang tinggi akan menyebabkan perkembangan folikel ovarium yang resisten..
Peningkatan androgen adrenal dapat menyebabkan hiperestronemia karena akan
memanjangkan fase folikuler dan memendekkan fase luteal dan konsekuensinya terjadi
peningkatan rasio LH/FSH. Peristiwa ini yang menerangkan kerapnya infertilitas dan
ketidakteraturan haid pada wanita dengan hiperandrogen. Terapi deksametason dapat
mengoreksi rasio LH/FSH yang abnormal pada beberapa pasien dengan polikistik
ovarium, yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi lagi. Walaupun beberapa
penelitian percaya bahwa pada pasien-pasien polikistik ovarium, abnormalitas adrenal
adalah gangguan yang primer, penelitian lain telah menyimpulkan bahwa itu adalah
sekunder dari kelainan hormonal.
Pada pihak lain, hiperandrogen endogen akan menebalkan tunika albuginea
ovarium. Juga ternyata bahwa pemberian androgen eksogen yang berlebihan dapat
menebalkan kapsul ovarium. Selanjutnya keadaan tersebut akan mengganggu pelepasan
folikel dan pecahannya bintik ovulasi. Ini merupakan bentuk lain dari androgen dalam
mengganggu mekanisme ovulasi. Secara klinis dengan menekan kadar androgen yang
tinggi akan menyebabkan folikel ovarium menjadi lebih peka terhadap gonadotropin
endogen dan eksogen.
C. Obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin
Obesitas berhubungan dengan masalah kesehatan pada umumnya dan kelainan
ginekologi secara khusus, meliputi siklus menstrusasi yang ireguler, amenorea, dan
perdarahan uterus disfungsional. Salah satu penelitian menemukan bahwa pada
perempaun remaja yang gemuk meningkatkan serum androgen dan kadar LH dan rasio
E1 dan E2 yang terbalik. Namun hal ini bersifat reversibel dengan menurunnya berat
badan.
7
Gambar 2.3 Hipotesis patogenesis SOPK. Pada bagan ini, hiperinsulinemia merupakan
penyebab utama dari SOPK, meskipun peningkatan produksi androgen sendiri dapat
menyebabkan terjadinya SOPK. Pada wanita yang dengan predisposisi resistensi insulin
mengkombinasikan hubungan antara obesitas yang menyebabkan resistensi insulin.
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan androgen melalui setidaknya 3 mekanisme : (1)
Stimulasi dari hiperandrogenisme ovarium melalui peningkatan LH atau stimulasi
aktivitas 17-hidroksilase/17,20-lyase, (2) stimulasi hiperandrogenisme adrenal melalui
augmentasi aktivitas 11-hidroksisteroid dehidrogenase, atau (3) supresi kadar SHBG.
Jaringan adiposa mengandung aromatase yang merupakan enzim yang mengkonversi
androgen menjadi estrogen. Meningkatnya keadaan androgen dan estrogen mengarah
kepada terjadinya atresia folikuler, anovulasi, dan meningkatnya sekresi LH, yang
secara lebih lanjut meningkatkan produksi androgen ovarium.
Kadar androgen meningkat pada wanita gemuk. Baik tingkat produksi androgen
maupun tingkat clearance-nya meningkat. Penurunan Sex hormone binding globulin
(SHBG) berhubungan dengan obesitas yang meningkatkan kadar clearance androgen.
Tingkat kelebihan berat badan berkorelasi dengan derajat aromatisasi ekstraglanduler
dari androgen menjadi estrogen. Meningkatnya kadar androgen, tingginya rasio E2:E1,
dan rendahnya kadar SHBG membuat keadaan biokimiawi kepada keadaan SOPK.
Lebih dari 50% pasien SOPK merupakan pasien gemuk. Pada banyak wanita SOPK,
pengurangan dari berat badan dapat menurunkan kadar androgen, menghilangkan
hirsutism, dan bahkan mengembalikan ovulasi.
8
Obesitas, ketika dikaitkan dengan SOPK, mempunyai berhubungan dengan
hiperinsulinemia, resistensi insulin, dan tes toleransi glukosa yang abnormal. Resistensi
insulin dan hiperinsulinemia ditentukan terjadi pada wanita SOPK, baik yang gemuk
maupun tidak gemuk. Insulin menstimulasi sekresi androgen dari stroma ovarium, hal
ini disebabkan karena insulin merupakan famili insulin lainnya dari insulin growth
factor 1 (IGF-1). IGF-1 dapat meningkatkan produksi sel teka ovarium menghasilkan
androgen. Disebabkan karena reseptor untuk insulin dan IGF-1 serupa, sehingga pada
percobaan secara in vitro insulin dapat meningkatkan produksi androgen pada sel teka
dan stroma. Hiperinsulinemia juga secara potensial menyebabkan peningkatan kadar
androgen yang bersirkulasi (dan dengan konversi di perifer, estron) pada pasien-pasien
SOPK. Hasil dari hiperandrogenisme ini pada gilirannya akan meningkatkan resistensi
insulin.(3),(7)
Ketidaknormalan lipoprotein secara umum terdapat pada SOPK meliputi
meningkatnya kolesterol, trigliserida, dan low density lipoprotein (LDL), dan rendahnya
kadar high density lipoprotein dan apoporetin. Berdasarkan salah satu penelitian, ciri
yang paling penting dari peningkatan lipid ialah menurunnya kadar HDL.(1)
Penemuan lain yang muncul pada wanita dengan SOPK meliputi gangguan
fibronolisis yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar inhibitor aktivator plasminoge,
meningkatnya insidensi hipertensi terjadi pada 40% perimenopaus, prevalensi yang
besar dari aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler, dan resiko infark myokard . (1)
2.4 GAMBARAN KLINIS
1. Gangguan menstruasi dan infertilitas
Penderita SOPK sering datang dengan keluhan gangguan menstruasi dapat
berupa oligomenorea, amenorea dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya
anovulasi kronik dan hiperandrogenemia. (6),(7)
2. Hirsutisme
Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat yang
biasa, seperti kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan
androgen yang berlebihan akibat kerusakan enzim 3 betahidroksisteroid dehidrogenase.
9
3. Obesitas
Wanita dengan berat badan yang berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi
gangguan fungsi ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar
suprarenal yang berlebihan, peningkatan produksi testosteron, androstenedion serta
peningkatan rasio estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan kadar
SHBG serum. Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh untuk
menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen menjadi
estrogen adalah aromatase. Jaringan yang dimiliki kemampuan untuk mengaromatisasi
androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan jaringan lemak. (7)
Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan lemak, dan
tingkat perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak. Pengurangan berat
badan pada wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan kadar androgen dan
estrogen terutama estron serum. Hiperestronemia dan hiperinsulinemia adalah 2 hal
yang berhubungan dengan kegemukan yang berperan dalam patogenesis ovarium
polikistik. (7)
Gambar 2.4 Skematis gangguan pada ovarium pada wanita gemuk
4. Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , pengecilan payudara.
Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan. (6),(7)
10
2.5 GAMBARAN HISTOPATOLOGI
2.5.1 Gambaran Makroskopis
Kedua ovarium, kadang-kadang pada kasus yang jarang satu ovarium, membesar
2 sampai 5 kali ukuran normal dan lebih besar dari uterus. Bentuknya oval atau “egg-
shaped” ; dimana pada penelitian baru-baru ini, volume ovarium pada pasien ovarium
polikistik 3 kali lebih besar dari volume ovarium kelompok kontrol. Kadang-kadang,
ovarium dapat ditemukan dalam ukuran normal. Kista korteks superfisial biasanya dapat
dilihat dibawah permukaan ovarium yang putih. Pemeriksaan bagian permukaan
ovarium ini menunjukkan suatu penebalan pada tunika, berwarna putih seperti mutiara,
korteks superfisial, dan beberapa kista, dengan diameter kurang dari 1 cm. Biasanya ada
suatu zona sentral stroma dengan beberapa atau kadang tidak ada sama sekali stigmata
ovulasi (misalnya korpora lutea atau albikans).
Gambar 2.5 Gambaran makroskopis SOPK (11)
Gambar 2.6 Perbandingan gambaran ovarium normal dan ovarium yang polikistik (12)
11
2.5.2 Gambaran mikroskopis
Korteks superfisial mengalami fibrosis dan hiposeluler, menyerupai suatu
kapsul, dan mungkin mengandung pembuluh darah berdinding tebal yang menonjol.
Penjualan dari stroma fibrotik yang meluas dari korteks superfisial ke korteks yang
lebih dalam atau bahkan kemedula. Kista ini merupakan folikel kistik yang atretik yang
mempunyai batas sebelah dalam dari beberapa lapisan sel-sel granulosa nonluteinisasi
yang mungkin mengalami eksfoliasi fokal. Suatu lapisan yang lebih luar dari sel-sel
teka interna kadang-kadang disebut sebagai “hipertekosis folikuler” tetapi folikel-folikel
kistik pada wanita dengan ovarium polikistik berbeda dari yang ditemui pada wanita
normal, dimana pada wanita normal hanya ditemui peningkatan jumlah. Folikel-folikel
matur yang mencapai stadium midantral dan folikel-folikel atretik menunjukkan
luteinisasi teka interna mungkin jumlahnya 2 kali dari ovarium normal. Jumlah dan
gambar-gambaran folikel primordial adalah normal. Seperti telah dinyatakan, stigmata
dari ovulasi sebelumnya tidak ada, tetapi korpora lutea telah didiskripsikan sebanyak
30% dari kasus-kasus khusus ovarium polikistik. Korteks yang lebih dalam dan stroma
medula mungkin mempunyai sampai 5 kali lipat pertambahan volume. Stroma mungkin
mengandung sel-sel stroma terluteinisasi dan fokal dari otot-otot polos. Sarang-sarang
dari sel-sel hilus ovarium (leydig) mungkin lebih banyak pada pasien-pasien dengan
ovarium polikistik daripada pada kelompok kontrol dengan usia yang sama.
2.6 DIAGNOSIS
Menurut kesepakatan National Institute of Health – National Institute of Child
Health and Human Development NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK ditetapkan :
Kriteria mayor :
- Anovulasi
- Hiperandrogenemia
- Tanda klinis hiperandrogenisme
- Penyebab lainnya dapat disingkirkan
Kriteria minor :
- Resistensi insulin
- Hirsutisme dan obesitas yang menetap
- Meningkatnya perbandingan rasio LH FSH
12
- Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan hiperandrogenemia
- Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik
Dalam skema ini, terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis SOPK:
anovulasi dan adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis dan
laboratorium. Adannya dua kelainan ini cukup untuk mendiagnosis keadaan bukan
penyebab patologi lainnya seperti hiperandrogenisme (yaitu, AOAH, neoplasma adrenal
atau ovarium, sindrom Cushing) atau anovulasi (yaitu, hypogonadotropic atau gangguan
hypergonadotropic, hyperprolactinemia, penyakit tiroid). Dibutuhkan 1 kriteria mayor
yaitu anovulasi dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH > 2,5 dan terbukti adanya
ovarium polikistik secara USG. (1), (10)
Profil Hormonal Hiperandrogenisme Kelainan
Reproduksi
Gangguan
Metabolik
LH/FSH
Androgen
Estrogen tetap/
PRL tetap/
SHBG
IGFBP-1
Hiperinsulinemia
Jerawat
Hirsutisme
Seborea
Alopesia
Akantosis nigrikans
Gggn menstruasi
Anovulasi
Infertilitas
Abortus
Diabetes gestasional
Preeklamsia
Obesitas
Disfibrinolisis
Dislipidemia
Diabetes
Hipertensi
Peny. kardio-
vaskuler
PRL = prolaktin; SHBG = sex hormone-binding globulin; IGFBP = insulin-like
growth factor-binding protein; akantosis nigrikans = penebalan kulit berwarna
kehitaman pada daerah lipatan akibat stimulasi insulin pada lamina basalis
epidermis
Tabel 2.1 Profil endokrin, tanda dan gejala SOPK
13
Gambar 2.7 Gambar scan ovarium yang klasik pada SOPK. Lingkaran hitam kecil di
sekeliling adalah 'kista' yang merupakan ciri diagnostik SOPK. (9)
Penyakit ini diperkirakan terjadi pada 3,5% - 7% dari populasi wanita. Pasien-
pasien yang terkena khusunya mereka yang berada pada dekade ketiga dengan riwayat
obesitas pramenars, amenorea sekunder atau oligomenorea, infertil dan hirsutisme.
Gambar ini mungkin terjadi sendirian atau berupa kombinasi. Virilisasi Frank, yakni
berupa klitoromegali, suara yang dalam, botak pada temporal, perilaku seperti pria dan
jika onsetnya mendadak, kemungkinan suatu hipertekosisi stroma atau suatu tumor
ovarium yang virilisasi. Ovarium pada penderita polikistik ovarium mungkin dapat
teraba membesar atau dapat juga tidak teraba. Pemeriksaan usg pelvis dan laparoskopi
mungkin berguna dalam menetapkan diagnosis. Dengan USG hampir 95% diagnosis
dapat ditegakkan, terlihat gambaran seperti roda padat, atau folikel-folikel kecil
diameter 7-10 mm dan salah satu ovarium membesar.
Dengan USG pada 25% wanita normal ditemukan adanya ovarium polikistik.
Analisa hormonal, apakah itu LH, FSH, PRL dan testosteron sangat tergantung dari
gambaran klinis, misalnya dijumpai gangguan haid, infertilitas, maka cukup diperiksa
FSH, LH dan prolaktin. Wanita polikistik ovarium meunjukkan kadar FSH, Prolaktin
dan estrogen normal, sedangkan LH sedikit tinggi (nisba LH/FSH>3). LH yang tinggi
akan meningkatkan sintesis testosteron di ovarium, dan membuat stroma ovarium
menjadi tebal dan membuat folikel atresi. Bila ada hirsutisme perlu diperiksa kadar
testosteron, untuk mengetahui apakah hirsutisme itu disebabkan oleh ovarium atau
kelanjar suprarenal, perlu diperiksa 17-hydroxy pregnenolone sulfate (DHEAS). Kadar
14
testosteron yang tinggi selalu berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml). Indikasi pemeriksaan
testosteron dan DHEAS juga tergantung dari pertumbuhan rambut, jika ringan
kemungkinan berasal dari ovarium, berupa anovulasi kronik, sedangkan bila
pertumbuhan rambut mencolok, kemungkinan besar berasal dari kelenjar suprarenal
berupa hiperplasia atau tumor.
Penyakit SOPK ini dapat bersifat familial, dan mungkin merupakan penyebab
endokrinopati yang paling sering dari hirsutisme familiar. Dasar genetik dari penyakit
mungkin dapat dijumpai pada beberapa pasien, walaupun kekerapannya belum
diketahui. Pada suatu studi terhadap ovarium polikistik familial, walaupun
kekerapannya belum wanita para pasien studi terhadap ovarium polikistikfamilial,
paling tidak setengah dari saudara wanita para pasien ovarium polikistiksama-sama
terpengaruh, konsisten dengan modus pewarisan autosom dominan. Studi lain
menyatakan adanya suatu X-linked transmission.
Pemeriksaan penunjang pada SOPK beserta tujuan pemeriksaannya akan
dijelaskan melalui tabel 2.3 berikut ini.
Pemeriksaan Nilai normal Tujuan β-hCG < 5 mIU/mL (< 5 IU/L) Menyingkirkan kehamilan TSH 0,5-4,5 μU/mL (0,5-4,5
mU/L) Menyingkirkan gangguan tiroid
Prolaktin < 20 ng/mL (<20 μg/L) Menyingkirkan hiperprolaktinemia
Testosteron (total) < 20 ng/dL (< 0,7 nmol/L) Menyingkirkan tumor yang menghasilkan androgen
Testosteron (bebas) 20-30 tahun: 0,06-2,57 pg/mL (0,20-8,90 pmol/L) 40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL (1,40-7,00 pmol/L)
Menegakkan diagnosis atau monitoring terapi
DHEAS 600-3.400 ng/mL (1,6-9,2 μmol/L)
Menyingkirkan tumor yang menghasilkan androgen
Androstenedione 0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4 nmol/L)
Menegakkan diagnosis
17α-hydroxyprogesterone
Fase folikuler < 2 μg/L (6,1 nmol/L)
Menyingkirkan NCAH
Insulin puasa < 20 μU/mL (< 144 pmol/L) Menyingkirkan hiperinsulinemia
Glukosa puasa 65-119 mg/dL (3,6-6,6 mmol/L)
Menyingkirkan diabetes tipe 2 atau intoleransi glukosa
Rasio glukosa puasa : insulin
≥ 4,5 Menyingkirkan resistensi insulin
15
Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan gaya hidup
Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2 mmol/L)
Monitor perubahan gaya hidup
Kolesterol LDL 80-130 mg/dL (2,1-3,4 mmol/L)
Monitor perubahan gaya hidup
Ultrasonografi pelvis Monitor perubahan gaya hidup Biopsi endometrium Tidak ada tanda
hiperplasia/keganasan Menyingkirkan keganasan atau hiperplasia
Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain oligomenorea atau hiperandrogenisme. Pemeriksaan-pemeriksaan lain mungkin berguna untuk monitoring terapi β-hCG = beta subunit human chorionic gonadotropin; TSH = thyroid-stimulating hormone; DHEAS = dehydroepiandrosterone sulfate; NCAH = nonclassic adrenal hyperplasia; HDL = high-density lipoprotein; LDL = low-density lipoprotein
Tabel 2.2 Pemeriksaan Laboratorium Pada SOPK
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding termasuk variasi yang luas dari sejumlah gangguan lain yang
berakibat pada abnormalitas pelepasan gonadotropin, anovulasi kronik, dan ovarium
yang sklerokistik. Ovarium yang sklerokistik merupakan ekspresi morfologi yang
nonspesifik dari anovulasi kronik pada pasien-pasien premenopause, dan dapat disertai :
a. Lesi adrenal, misalnya sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital, dan tumor-
tumor adrenal virilisasi.
b. Gangguan hipotalamus-pituitari primer
c. Lesi-lesi ovarium yang memproduksi jumlah yang berlebihan dari estrogen atau
androgen, termasuk tumor-tumor sex-cord stromal, tumor-tumor sel steroid dan
beberapa lesi nonneoplastik seperti hiperplasia sel Leydig dan hipertekosis troma.
Ovarium sklerokistik juga terjadi pada pasien-pasien dengan ooforitis autoimun,
setelah penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, berhubungan dengan adhesi
periovarium, setelah terapi androgen jangka panjang pada wanita agar menjadi pria
transeksual dan ditemukan normal pada individu-indivudi prespubertas.(7)
Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia dapat dijumpai pada 25 % kasus dan galaktorea pada 13 %
pasien dengan ovarium polikistik. Beberapa pasien dengan hiperprolaktinemia
mempunyai adenoma pituitari, sehingga diperlukan pemeriksaan CT scan sella tursika,
tapi pada kasus ini mungkin berhubungan dengan hiperplasia dari sel-sel penghasil
16
prolaktin yang diinduksi oleh hiperestronemia pada pasien-pasien ini. keadaan
hiperprolaktinemia ini, baik melalui efek langsung pada sel-sel pensekresi gonadotropin
atau secara tidak langsung melalui mekanisme ini (misalnya penurunan tonus
dopaminergik), dapat berakibat pada peningkatan rasio LH/FSH. Prolaktin juga
meningkatkan sekresi DHEAS dari kelenjar adrenal. Pada beberapa pasien, tetapi
dengan bromokriptin akan membalikkan keadaan hiperprolaktinemia, menurunkan
kadar androgen, dan pada beberapa pasien akan mengembalikan siklus obulatorik.(7)
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa penyebab dari gangguan ovulasi.
Kondisi Nilai laboratorium serum
FSH LH Prolaktin Testosteron SOPK Normal atau
agak menurun
Meningkat Normal atau agak meningkat
Normal atau meningkat
Aktivitas berat atau perubahan berat badan yang cepat
Normal Normal Normal Normal
Kegagalan ovarium prematur
Meningkat signifikan
Meningkat Normal Normal
Adenoma hipofisis Agak menurun
Agak menurun
Meningkat Normal
Obat-obat progestasional
Agak menurun
Agak menurun
Normal Normal
Hipertiroidisme atau hipotiroidisme
Menurun Menurun Normal Normal
Gangguan makan Menurun Menurun Normal Normal Hiperplasia adrenal kongenital
Normal Normal Normal Normal atau agak meningkat
Tabel 2.3 Diagnosis banding gangguan anovulasi dan temuan laboratorium serum yang
berhubungan
2.8 PENATALAKSANAAN
2.8.1 Perbaiki Gaya hidup
Menurunkan Berat Badan
Menurunkan berat badan merupakan rekomendasi awal pada pasien dengan
obesitas karena dapat memperbaiki kesehatan, menurunkan kadar insulin, SHBG, dan
androgen, dan dapat mengembalikan ovulasi baik digunakan sendiri atau dengan
kombinasi obat induksi ovulasi. Kehilangan berat badan sebanyak 5-7% lebih dari 6
17
bulan dapat mengurangi bioavabilitas atau jumlah kadar testosteron bebas secara
signifikan dan mengembalikan ovulasi dan fertilitas lebih dari 75% wanita.(1)
2.8.2 Terapi Medisinalis
Pengobatan tergantung tujuan pasien. Beberapa pasien membutuhkan terapi
kontrasepsi hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi. Kebanyakan
pasien dengan SOPK mencari pengobatan untuk hirsutisme dan infertilitasnya.
Hirsutisme dapat diobati dengan obat antiandrogen yang menurunkan kadar androgen
tubuh. Infertilitas pada SOPK sering berespon terhadap klomifen sitrat.(1),(4)
Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen, dan
mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan
kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat, antara lain :
1. Komponen progestin mensupres LH, mengakibatkan penurunan produksi androgen
ovarium
2. Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan penurunan
testosteron bebas.
3. Mengurangi kadar androgen sirkulasi.
4. Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron pada kulit
dengan menghambat 5α-reduktase. (1)
Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana endometriumnya
distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi endometrium hiperplasia dan dapat
terjadi endometrium carcinoma pada pasien SOPK dengan anovulasi yang kronis.
Banyak dari kasus seperti ini dapat dikembalikan dengan menggunakan progesteron
dosis tinggi, seperti megestrol asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.(4)
Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme, keseimbangan
harus dipertahankan antara penurunan kadar testosteron bebas dan androgenisitas
intrinsik dari progestin. Tiga progestin senyawa yang terdapat dalam kontrasepsi oral
(norgestrel, norethindrone, dan norethindrone asetat) diyakini merupakan androgen
dominan. Kontrasepsi oral yang berisi progestin baru (desogestrel, gestodene,
norgestimate, dan drospirenone) memiliki aktivitas androgenik yang minimal. Terdapat
18
bukti yang terbatas bahwa terdapat perbedaan dalam hasil uji klinis yang ditentukan
oleh perbedaan-perbedaan ini secara in vitro dari potensi androgenik. (1)
Pengobatan hanya dengan kontrasepsi oral sendiri relatif tidak efektif (tingkat
keberhasilan < 10% ) dalam pengobatan hirsutisme pada wanita dengan SOPK.
Resistensi insulin juga mungkin diperparah oleh kontrasepsi oral pada pasien tersebut.
Oleh karena itu, protokol yang efektif untuk pengelolaan farmakologi dengan obat
kontrasepsi oral untuk hirsutisme biasanya memasukkan obat yang dapat menghalangi
aksi androgen. (1)
Medroksiprogesteron Asetat
Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah
berhasil digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi axis
hipofise-hypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan gonadotropin,
sehingga mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh ovarium. Meskipun
penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas berkurang secara signifikan. Dosis
oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg
diberikan intramuscular setiap 6 minggu sampai 3 bulan dalam bentuk depot.
Pertumbuhan rambut berkurang sebanyak 95% pasien. Efek samping dari pengobatan
termasuk amenorea, hilangnya kepadatan mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit
kepala, disfungsi hepatik, dan penambahan berat badan. (1)
Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH)
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal yang
dihasilkan oleh ovarium. Ini ditunjukkan untuk menekan kadar steroid ovarium pada
pasien SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan intramuskular setiap
28 hari mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada hirsutisme idiopatik atau pada
hirsutisme sekunder pada SOPK. Tingkat androgen ovarium secara signifikan dan
selektif ditekan. Penambahan kontrasepsi oral atau terapi penggantian estrogen untuk
pengobatan agonis GnRH dapat mencegah keropos tulang dan efek samping lainnya
dari menopause, seperti hot flushes dan atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak
menambah potensi dengan terapi penambahan estrogen untuk pengobatan agonis
GnRH. (1)
Ketokonazol
19
Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and Drug
Administration, menghambat kunci sitokrom steroidogenik. Diberikan pada dosis
rendah (200 mg / hari), dapat secara signifikan mengurangi tingkat androstenedion,
testosteron, dan testosteron bebas. (1)
Flutamide
Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan tidak mempunyai
aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin. Pada banyak
studi, kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa dilaporkan
modulasi produksi androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa dengan
spironolakton dan cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati kanker prostat
pada laki-laki. Obat ini diguakan secara umum dalam dosis 125-250 mg dua kali sehari.
Efek samping yang umum ialah kulit kering dan meningkatkan nafsu makan. Efek yang
paling mengkhawatirkan ialah hepatitis yang diinduksi obat ini yang fatal muncul pada
< 0,5% pasien. Flutamid juga berhubungan dengan feminisasi genital laki-laki pada
tikus percobaan dan dipertimbangkan mempunyai efek yang serupa pada manusia.(3)
Cyproterone Acetate
Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat
antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara
kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga
menginduksi enzim hepatik dan dapat meningkatkan laju metabolisme plasma clearance
androgen. Formulasi Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma acetate
mengurangi kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan, menekan
gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG. Cyproterone asetat juga menunjukkan
aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi tingkat DHEAS. Diberikan dalam
rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg / hari pada hari ke-5 - 15, dan
ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5 - 26), jadwal siklus ini membuat
perdarahan menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan efektif
dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah. (1)
Efek samping cyproterone asetat ialah kelelahan, meningkatnya berat badan,
penurunan libido, perdarahan tak teratur, mual, dan sakit kepala. Gejala ini terjadi lebih
jarang ketika ethinyl estradiol ditambahkan. (1)
Spironolactone
20
Spironolacton merupakan diuretik hemat kalium yang menginhibisi
pertumbuhan rambut dengan menghambat aktivitas 5α-reduktase dan mengikat secara
kompetitif terhadap reseptor intraseluler dari DHT. Dosis yang lebih besar mengganggu
aktivitas sitokrom P-450, yang mengurangi jumlah total androgen sintesis dan sekresi.
Efek samping spironolakton ialah menstruasi yang ireguler, mual dan lemah dengan
dosis yang lebih tinggi. Disebabkan spironolakton merupakan diuretik hemat kalium,
wanita dengan hiperkalemia harus diobservasi dengan hati-hati atau sebaiknya diberikan
alternatif obat lainnya.(3)
Insulin Sensitizers
Karena hiperinsulinemia memainkan peran dalam SOPK terkait anovulasi,
pengobatan dengan insulin sensitizers dapat menggeser keseimbangan endokrin
terhadap ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi dengan
modalitas pengobatan lain. (1)
Metformin (glucophage) adalah biguanide antihyperglycemic oral merupakan
obat yang digunakan secara ekstensif untuk diabetes non insulin dependent. Studi
terdahulu mengevaluasi penggunaan metformin dalam kehamilan menyarankan tidak
berefek teratogenik dan penurunan angka keguguran tetapi berpotensi meningkatkan
risiko preeklamsia dan kematian perinatal. Metformin terutama menurunkan glukosa
darah dengan menghambat produksi glukosa hepatik dan dengan meningkatkan ambilan
glukosa perifer. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin pada tingkat postreceptor
dan merangsang insulin memediasi pembuangan glukosa. Hiperandrogenisme dari
SOPK secara substansial dikurangi dengan metformin, yang menyebabkan penurunan
tingkat insulin dan meningkatkan fungsi reproduksi. Metformin (500 mg tiga kali
sehari) meningkatkan tingkat ovulasi baik secara spontan dan ketika digunakan dalam
kombinasi dengan clomiphene sitrat pada pasien gemuk dengan SOPK. Pada kelompok
ini, 90% tingkat ovulasi telah dicapai. Pada metaanalisis Cochrane, monoterapi
metformin meningkatkan laju ovulasi 3.9 kali lebih daripada plasebo, dan kombinasi
metformin dan clomiphene citrate memperbaiki tingkat ovulasi dan kehamilan 4.4â kali
dibandingkan dengan menggunakan clomiphene citrate saja.(1)
Clomiphene citrate
21
Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas
antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi.
Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja klomifen sitrat yang
tepat. Lebih khusus lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat mengikat dan memblokir
reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan
balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH
di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan
peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel
ovarium. Clomiphene citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan
langsung pada hipofisis atau ovarium. Sayangnya, efek antiestrogen clomiphene sitrat
pada tingkat endometrium atau serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan
pada sebagian kecil individu. (1)
Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan
penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek umpan
balik estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan LH-FSH-RH
yang selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior meningkatkan sekresi FSH dan
LH. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel serta ovulasi.
Penggunaan clomiphene sitrat untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat
baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan
40% akan hamil. (1)
Terapi gonadotropin untuk Pasien Sindrom ovarium polikistik
Pasien SOPK yang anovulatoir yang gagal untuk ovulasi atau hamil setelah
perawatan medis dengan obat sensitisasi antiestrogen atau insulin harus
dipertimbangkan untuk induksi ovulasi dengan menggunakan terapi gonadotropin, baik
sendiri atau dalam kombinasi dengan clomiphene sitrat atau letrozole. Perawatan ini
melibatkan injeksi gonadotropin harian, pemantauan ketat kadar estradiol serum dan
pemantauan perkembangan folikel dengan USG transvaginal. Inseminasi intrauterine
sering direkomendasikan dalam hubungannya dengan induksi ovulasi untuk
mengoptimalkan kemungkinan kehamilan. Penting untuk diingat bahwa pasien SOPK
cenderung memiliki sejumlah besar folikel antral kecil di fase yang tidak distimulasi.
Folikel ini berpotensi dapat dirangsang dengan terapi gonadotropin eksogen. Efek ini
bisa menjadi masalah karena tujuan terapi gonadotropin pada pasien tersebut, tidak
22
untuk menghasilkan banyak telur tetapi lebih untuk merangsang pelepasan hanya 1-2
oosit. Perawatan harus dipantau oleh dokter yang berpengalaman karena meningkatnya
risiko dan kehamilan multipel secara signifikan ketika menggunakan gonadotropin pada
pasien ini.(1)
2.8.3 Metode Operatif
Metode Hair Removal Fisik
Krim obat menghilangkan rambut menghilangkan rambut hanya sementara.
Mereka merobohkan dan melarutkan rambut oleh ikatan disulfida hydrolyzing.
Meskipun krim menghilangkan rambut memiliki efek dramatis, banyak wanita tidak
bisa mentolerir iritasinya. Penggunaan topikal krim kortikosteroid dapat mencegah
dermatitis kontak. Krim eflornithine hydrochlorida, juga dikenal sebagai
difluoromethylornithine (DMFO), blok ornithine dekarboksilase (ODC) ireversibel,
enzim dalam folikel rambut yang penting dalam mengatur pertumbuhan rambut. Ini juga
telah terbukti efektif pada perawatan rambut wajah yang tidak diinginkan. (1)
Mencukur sangat efektif namun tidak mengubah kualitas, kuantitas, atau tekstur
rambut. Namun, mencabut, jika dilakukan tidak merata dan berulang-ulang, dapat
menyebabkan inflamasi dan kerusakan folikel rambut dan membuat mereka kurang baik
untuk dilakukan elektrolisis. Waxing adalah metode mencabut bulu secara sekelompok
yang dipetik keluar dari bawah permukaan kulit. Hasil dari waxing bertahan lebih lama
(hingga 6 minggu) daripada mencukur atau obat menghilangkan rambut krim. (1)
Bleaching rambut menghilangkan pigmen melalui penggunaan hidrogen
peroksida (biasanya kekuatan 6%), yang kadang-kadang dikombinasikan dengan
amonia. Meskipun mencerahkan dan melembutkan rambut selama oksidasi, metode ini
sering dikaitkan dengan perubahan warna rambut atau iritasi kulit dan tidak selalu
efektif. (1)
Elektrolisis dan laser hair removal adalah satu-satunya cara permanen
direkomendasikan untuk hair removal. Seorang teknisi terlatih menghancurkan folikel
setiap rambut secara individual. Ketika sebuah jarum dimasukkan ke dalam folikel
rambut, arus galvanik, elektrokauter, atau keduanya atau secara kombinasi (campuran)
dapat menghancurkan folikel rambut. Setelah jarum dilepas, sebuah forseps digunakan
untuk menghilangkan rambut. Pertumbuhan kembali rambut berkisar dari 15% hingga
23
50%. Masalah dengan elektrolisis ialah rasa sakit, bekas luka, dan pigmentasi. Biaya
juga dapat menjadi halangan. Laser hair removal menghancurkan folikel rambut melalui
photoablation. Metode-metode ini paling efektif setelah terapi medis lainnya gagal
mengobati pertumbuhan rambut. (1)
Elektrokauter Laparoscopik
Laparoscopik ovarium elektrokauter digunakan sebagai alternatif untuk reseksi
pada pasien dengan SOPK parah yang resisten terhadap clomiphene sitrat. Pada seri
terbaru, pengeboran ovarium dicapai laparoskopi dengan menggunakan jarum
elektrokauter. Pada setiap ovarium, dibuat 10-15 lubang. Hal ini menyebabkan ovulasi
spontan di 73% dari pasien, dengan 72% hamil dalam waktu 2 tahun. Pada pasien yang
telah mengalami follow-up setelah laparoskopi, 11 dari 15 tidak mengalami adhesi.
Untuk mengurangi adhesi, tekhniknya ialah dengan kauterisasi hanya 4 poin ovarium
saja yang menyebabkan angka kehamilan yang sama, dengan tingkat keguguran 14%.
Kebanyakan hasil melaporkan penurunan kadar androgen dan LH dan peningkatan
konsentrasi FSH. Diatermi unilateral telah terbukti menghasilkan aktivitas ovarium
bilateral. Risiko pembentukan adhesi harus diberitahukan kepada pasien.(1)
BAB III
24
KESIMPULAN
Sindroma ovarium polikistik merupakan gangguan endokrin paling sering pada
wanita usia reproduksi dan penyebab paling sering infertilitas anovulatorik.
Seiring dengan perkembangannya, semula sindroma ovarium polikistik ditandai
dengan trias hirsutisme, amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali
dengan gambaran klinis yang heterogen dan etiologi yang multifaktorial.
Penatalaksanaan sindroma ini adalah dengan pemberian hormon insulin, antiandrogen,
induksi ovulasi, reduksi insulin, perbaikan gaya hidup maupun dengan intervensi
operatif.
25