PBL SP 12

15
Tetanus Agung Ganjar Kurniawan 102010169 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected] Pendahuluan Tetanus adalah satu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang menghasilkan tetanospasmin neurotoksin, biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka tusuk yang terkontaminasi (seperti oleh jarum logam, splinter kayu, atau gigitan serangga). Penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani ini, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Pembahasan A. Anamnesis

description

pbl tetanus

Transcript of PBL SP 12

Page 1: PBL SP 12

Tetanus

Agung Ganjar Kurniawan

102010169

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected]

Pendahuluan

Tetanus adalah satu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme,

yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium

tetani. Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang disebabkan oleh basil

Clostridium tetani, yang menghasilkan tetanospasmin neurotoksin, biasanya masuk ke dalam tubuh

melalui luka tusuk yang terkontaminasi (seperti oleh jarum logam, splinter kayu, atau gigitan

serangga). Penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani ini, bermanifestasi

sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu

tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

Pembahasan

A. Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan meliputi :

a. Nama dan Usia : Laki-laki, usia 22 tahun.

b. Keluhan Utama : Keluhan demam, mulut terasa kaku dan nyeri tungkai bawah kanan

c. Keluhan Penyerta : Kulit tungkai kanan bawah kemerahan, teraba panas dan bengkak,

keluar nanah dari sela-sela luka.

d. Riwayat pengobatan : Tidak ada

Page 2: PBL SP 12

e. Riwayat kecelakaan : pasien mengalami kecelakaan 2 minggu lalu dan terdapat luka

robek pada tungkai kanan bawah dan terdapat 27 jahitan.

B. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Vital : Tekanan darah pasien 110/70 mmHg, denyut nadi 82x/menit.

Inpeksi : Kulit tungkat bawah di daerah luka terdapat kemerahan, dari

sela-sela luka yang dijahit keluar nanah, mulut terasa kaku.

Palpasi : Teraba panas di sekitar luka dan terdapat bengkak.

b. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaaan bakteriologik ditemukan clostridium tetani.

Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.

C. Diagnosis

Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Diagnosis tetanus dapat

diketahui dari pemeriksaan fisik pasien, berupa gejala klinik : kejang tetanik, trismus, dysphagia,

Rhisus sardonicus (otot wajah kaku). Biasanya tampak luka yang mendahuluinya. Pembuktian kuman

seringkali tidak perlu karena amat sukar mengisolasi kuman dari luka penderita.1

Vulnus Laceratum

Terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang

semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan

jaringan. Gejala klinik nya terlihat adanya syok dan syndroma remuk (cris syndroma), dan

tanda-tanda lokal biasanya nyeri dan pendarahan. Syok ditandai dengan tekanan darah

menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak

sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah

yang luka.2

D. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini berspora dan

bersifat obligat anaerob, bukan saja tidak bisa hidup dengan udara tapi bakteri ini juga selalu mati

Page 3: PBL SP 12

dengan adanya O2, kecuali bila bakteri ini wujud dalam bentuk endospore. Selalu dijumpai pada tinja

binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan

tinja binatang tersebut. Spora yang dihasilkan tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai

drumstick. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun jika ia menginfeksi luka

seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, tahan terhadap sinar matahari

dan bersifat resisten terhadapa berbagai disinfektan dan pendidihan selama 20 menit.

Clostridium tetani tidak bersifat invasif. Kumannya tetap berada di luka. Spora akan menjadi

bentuk vegetatif dan eksotoksin akan dibentuk apabila keadaannya memungkinkan yaitu keadaan

anaerob yang biasanya terjadi karena adanya jaringan nekrotik, adanya garam kalsium, adanya

kuman piogenik lainnya, vaskularisasi yang tersumbat, dan bekas pemotongan tali pusat.

Clostridium tetani menghasilkan neurotoxin, suatu eksotoksin, tetanospasmin yang dilepaskan

ketika sel lisis. Tetanospasmin bertanggung jawab untuk menimbulkan manifestasi klinik dari tetanus

yaitu kejang opistotonus dan kekakuan pada wajah, leher, perut dan anggota gerak.3

E. Epidemiologi

Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu

dengan imunitas parsial, dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal

mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksin ulangan. Walaupun tetanus dapat dicegah

dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia terutama di

Negara beriklim tropis dan Negara – Negara sedang berkembang, sering terjadi di brasil, Filipina,

Vietnam, Indonesia, dan Negara lain di benua Asia.

Bila tidak memiliki imunisasi aktif, seorang pasien dengan usia berapapun dapat mengalami

tetanus melalui luka yang terkontaminasi oleh tanah. Orang dewasa yang berusia > 60 tahun

merupakan kelompok berisiko tertinggi, terutama wanita yang mungkin lahir sebelum dikenalkan

imunisasi pada anak-anak .

Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk

melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus

neonatorum. Tetanus neonatal merupakan masalah khusus di beberapa negara berkembang akibat

kontaminasi sekitar umbilikus oleh tanah atau kotoran hewan untuk tujuan terapi.1

F. Patofisiologi

Tetanus dapat terjadi apabila tubuh terkena luka dan luka tersebut kemudian terkontaminasi

oleh spora dari Clostridium tetani. Bentuk spora dari bakteri akan berubah menjadi vegetatif bila

Page 4: PBL SP 12

lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut (anaerobic) dan kemudian

mengeluarkan eksotoksin yang menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan

sistem limpa. Dua macam eksotoksin yang dihasilkan, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Kuman

tetanusnya sendiri akan tetap tinggal di daerah luka, sehingga tidak ada penyebaran kuman.

Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular

junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor end plate dan setelah

masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu

anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama

disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut

berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter

inhibisi yaitu Gama Aminobutyric Acid (GABA) dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan

spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat

toxin masuk ke sumsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot

bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri,

penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Dengan penggunaan diazepam dosis

tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali

dan dikelola dengan teliti.4

G. Gejala Klinis

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa

minggu).

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:

Localized tetanus (Tetanus Lokal)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat

dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus

lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa

progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi

generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.

Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai

secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

Page 5: PBL SP 12

Cephalic Tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2

hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India), luka pada daerah

muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.5

Generalized tetanus (Tetanus umum)

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal

beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan

gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot

masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk

dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme

otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari

laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia.

Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan di dalam otot.

Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila

dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia,

penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

Neonatal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan

yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani,

maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan

menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril, merupakan

faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Klasifikasi tingkat keparahan tetanus

Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernapasan,

tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

Derajat II (sedang)

Trismus sedang, rigiditas yang Nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang,

gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.

Derajat III (berat)

Page 6: PBL SP 12

Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme reflex berkepanjangan, frekuensi

pernapasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari 120.

Derajad (IV) sangat berat

Derajat 3 dengan gangguan otonomik berat melibatkan system kadiovaskular. Hipertensi

berat takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia,salah satunya dapat

menetap.6

Keempat tolak ukur dan besarnya nilai (Philips):

Tolah ukur Nilai

Masa inkubasi

Kurang 48 jam 5

2-5 hari 4

6-10 hari 3

11-14 hari 2

lebih 14 hari 1

Lokasi infeksi

Internal/umbilikal 5

Leher, kepala, dinding tubuh 4

Ekstremitas proksimal 3

Ekstremitas distal 2

Tidak diketahui 1

Imunisasi

Tidak ada 10

Mingkin ada/ibu mendapat 8

Lebih dari 10 tahun yang lalu 4

Kurang dari 10 tahun 2

Proteksi lengkap 0

Faktor yang

memberatkan

Penyakit atau trauma yang membahayakan jiwa 10

Keadaan yang tidak langsung membahayakan jiwa 8

Keadaan yang tidak membahayakan jiwa 4

Trauma atau penyakit ringan 2

A.S.A.** derajat 1

** Sistim penilaian untuk menentukan risiko penyulit

Page 7: PBL SP 12

H. Penatalaksanaan

Strategi terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organism yang terdapat dalam tubuh

hendaknya dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut; toksin yang terdapat dalam

tubuh, di luar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisir; dan efek dari toksin yang telah terikat pada

sistem saraf pusat diminimisasi.

Penatalaksanaan umum:

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih.6 Dan tujuan tersebut

dapat diperinci seperti berikut: 7

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang

benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan,

terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar

luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut

dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Obat-obatan :

Antibiotika

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan Tetanus

pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/12 jam secafa IM diberikan

selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain

seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan

diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan

dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya

bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.

Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan

Page 8: PBL SP 12

Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-

6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena

TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan

Tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara

pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1

fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu

30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada

sebelah luar.

Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

Tetanus selesai.

Tabel 1 : PETUNJUK PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA KEADAAN LUKA

RIWAYAT

IMUNISASILuka bersih, Kecil Luka Lainnya

(dosis) Tet. Toksoid

(TT)

Antitoksin Tet.Toksoid

(TT)

Antitoksin

Tidak

diketahui

ya tidak ya ya

0 – 1 ya tidak ya ya

2 ya tidak ya tidak*

3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak

Keterangan:

* : Kecuali luka > 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16)

Page 9: PBL SP 12

Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada Tetanus Neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,

muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat–obatan

sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.8

Tabel 2: JENIS ANTIKONVULSAN

Jenis Obat Dosis Efek Samping

Diazepam

Meprobamat

Klorpromasin

Fenobarbital

0,5 – 1,0 mg/kg

300 – 400 mg/ 4 jam (IM)

25 – 75 mg/ 4 jam (IM)

50 – 100 mg/ 4 jam (IM)

Stupor, Koma

Tidak Ada

Hipotensi

Depressi pernafasan

Pengobatan menurut Adam .R.D. (1): Pada saat onset

3000 - 6000 unit, Tetanus immune globulin satu kali saja.

1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular. Jika alergi beri

tetracycline 2 gram sehari.

Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi)

Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini harus dilakukan tuk

mencegah cyanosis dan apnoe.

Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.

Jika cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis 15 mg setiap jam

sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan dipertahankan dengan respirator.

Pengobatan menurut Gilroy:

Kasus ringan : Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan

barbiturat secukupnyanya untuk mengurangi spasme.

Kasus berat :

1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team )

Page 10: PBL SP 12

2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus dibersihkan setiap

satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan yang baru.

3. Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam. Pernafasan dijaga dengan

respirator oleh tenaga yang berpengalaman

4. Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2 jam mencegah

conjunctivitis

5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari

6. Urine pasang kateter, beri antibiotika.

7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA

8. Rontgen foto thorax

9. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat dihentikan

pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan. Tracheostomy dipertahankan

beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik.

I. Komplikasi

Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot-otot

pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia serta kompressi fraktur vertebra

dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolysis dan renal failure.

Rhabdomyolysis adalah keadaan dimana otot rangka dengan cepat hancur, sehingga mengakibatkan

mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut. 1

J. Pencegahan

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia

mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang

lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya

sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang

pembentukkan antitoksin (karena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat,

walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat

untuk merangsang pembentukan kekebalan).1

Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan merawat luka dan pemberian anti

tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif sehingga

mencegah terjadinya tetanus atau memperpanjang masa inkubasi.

Page 11: PBL SP 12

Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya

cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat

dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT) yang

diberikan tiga kali dengan interval 4-6 minggu, dan diulang pada umur 18 bulan dan 5 tahun .

Untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu persalinan

terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat.2

Kesimpulan

Pasien laki-laki usia 22 tahun menderita Tetanus. Hal tersebut dilihat dari pemeriksaan fisiknya yang mengarah pada tetanus ditambah pasien sempat mengalami kecelakaan sebelumnya.

Daftar Pustaka

1. Ismanoe G. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Jilid III. Jakarta: Interna

Publishing; 2009.p.445.

2. Willson J M. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.p.54

3. Rahim A, Lintong M, Suharto, Jasodiwondo S. Buku Ajar Mikrobiologi kedokteran: Batang

positif gram. Jakarta; Binarupa Aksara Publishing: 2008.p.19.

4. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.p.21-4.

5. Harrison. Tetanus. in: Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th. New York:

McGrawHill; 2003.p.577-8.

6. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.p.49- 50.

7. Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Jakarta:

EGC; 2007.p.1777-9.

8. Syarif, Amir, Estuningtyas, Ari, Setiawati, Arini. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: EGC;

2008.p.245-7