Paud Keterampilan Sosial
-
Upload
eti-rachmawati -
Category
Documents
-
view
77 -
download
3
description
Transcript of Paud Keterampilan Sosial
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB II
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN
METODE BERMAIN PERAN
A. Konsep Keterampilan Sosial
1. Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain,
baik dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun saudara-saudaranya. Di
dalam hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat
bermakna dalam kehidupannya yang membentuk pribadinya, yang membantu
perkembangannya menjadi manusia sebagai mana mestinya. Sejak kecil anak
telah belajar cara berperilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang yang
paling dekat dengan dia, yaitu ibunya, ayahnya, saudara-saudaranya, dan anggota
keluarga yang lain. Apa yang telah dipelajari anak dari lingkungan keluarganya
sangat mempengaruhi perilaku sosialnya. Perasaan terhadap orang lain, juga
merupakan hasil dari pengalaman yang lampau dan mempengaruhi hubungan
sosial, seperti yang dapat diobservasi dalam situasi kehidupan sehari-hari. Hasil
observasi di kelas sebagaimana yang diungkapakan oleh Johnson (1975) dalam
Aisyah,dkk (2007) menunjukkan bahwa anak berperilaku dalam suatu kelompok
berbeda dengan perilakunya dengan kelompok lain. Perilaku anak dalam
kelompok juga berbeda pada waktu dia sendirian. Kehadiran orang lain dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap anak. Menurut Johnson,
13
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
perbedaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu persepsi individu yang
menjadi anggota kelompok, lingkungan tempat terjadinya interaksi dan pola
kepemimpinan yang dipakai guru di kelas Aisyah dkk (2007)
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain,
baik teman sebaya, guru, orang tua, maupun saudara-saudaranya. Di dalam
hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwayang sangat bermakna
dalam kehidupannya yang dapat membantu pembentukan kepribadiannya
Ernawulan Syaodih (2003:48)
Menurut Aisyah dkk (2007:9.35) perkembangan sosial adalah proses
kemampuan belajar dan tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk
hidup sebagai bagian kelompoknya. Perkembangan sosial berbeda dengan
kemampuan sosial, kemampuan sosial merupakan kecakapan seorang anak untuk
merespon dan mengikat perasaan dengan perasaan positif, dan memiliki
kemampuan yang tinggi untuk menarik perhatian mereka. Di dalam kemampuan
sosial anak dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan
sosial di mana ia berada. Anak yang dapat bersosialisasi dengan baik sesuai tahap
perkembangan dan usianya cenderung menjadi anak yang mudah bergaul.
Menurut Yusuf (2001:122, Mubiar (2008:12), perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan trasdisi: untuk meleburkan suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan
bekerjasama.
14
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Menurut Hurlock (1978:250), keyakinan tradisioal sebagian manusia
dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian lagi tidak. Menurut Hadis (1996:116),
perkembangan sosial yang juga merupakan dasar pembentukan kepribadian telah
dimulai sejak awal kehidupan. Bahwa mereka dapat mengadakan hubungan sosial
terlihat dari reaksi anak terhadap suara atau tangisan bayi lain.
Menutut Gunarti dkk (2008:1.14), definisi perkembangan sosial secara
umum yaitu sebagai berikut:
a) Keterampilan sosial merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang
mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan
yang berasal dari dalam diri.
b) Perkembangan sosial adalah suatu proses kemampuan belajar dari tingkah
laku yang ditiru dalam keluarganya serta mengikuti contoh-contoh serupa
yang ada di seluruh dunia.
c) Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntunan sosial dan memerlukan 3 proses, yaitu sebagai
berikut:
a. Beralajar berperilaku agar dapat diterima secara sosial
b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
c. Perkembangan sikap sosial
d) Sosiobilitas adalah diperolehnya kemampuan untuk bertingkah laku sesuai
dengan harapan-harapan sosial yang berlaku di masyarakat.
15
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sebagai makhluk sosial seorang individu dituntut untuk mampu dan
terampil bersosialisi. Pengertian keterampilan sosial adalah proses penyesuaian
individu terhadap adat istiadat, kebiasaan, dan cara hidup yang berlaku di
masyarakat sekitarnya. Proses ini berlangsung sejak awal masa hidupnya, dan
bagaimana kemampuan anak dalam bersosialisasi ini secara umum banyak
tergantung dari pengalamannya pada awal-awal masa hidupnya Sari (1996:114)
Dari ke tiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial
merupakan suatu proses memperoleh kemampuan untuk berperilaku yang sesuai
dengan keinginan yang berasal dari dalam diri seseorang dan sesuai dengan
tuntutan dan harapan-harapan sosial yang berlaku di masyarakat.
Ross (dalam Brewer,2007) menggambarkan bahwa keterampilan sosial
sebagai kemampuan untuk menilai apa yang sedang terjadi dalam suatu situasi
sosial, keterampilan untuk memahami dan menginterprestasikan secara tepat
tindakan-tindakan dan kebutuhan dalam bermain, dan keterampilan untuk
membayangkan beberapa kemungkinan alternanatif tindakan dan memiliki salah
satu yang paling pandai.
Keterampilan sosial adalah keterampilan atau strstegi yang digunakan
untuk suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial yang diperoleh melalui
proses belajar dengan tujuan untuk mendapatkan hadiah atau penguat dalam
hubugan interpersonal yang dilakukan.
Perkembangan keterampilan sosial adalah perkembangan perilaku anak
dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak berada.
16
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Perkembangan keterampilan sosial merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar
kematangan. Keterampilan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan
kesempatan belajar terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah, kegiatan bermain
menjadikan fungsi sosial anak menjadi semakin berkembang. Tatanan sosial yang
baik dan sehat serta dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri
yang positif akan menjadikan perkembangan sosialisasi anak menjadi lebih
optimal Masitoh dkk (2005:11)
1. Proses Pekembangan Keterampilan Sosial
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga
proses keterampilan sosialisasi. Proses keterampilan sosialisasi ini tampaknya
terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut:
a. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima di
masyarakat.
b. Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
c. Mengembangkan sikap atau tingkah laku sosial terhadap individu lain
dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses keterampilan
sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu
sosial dan kelompok individu non sosial. Kelompok individu sosial adalah mereka
yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu
17
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima oeh anggota kelompok.
Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak
berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang
tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka
tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kandang mereka tumbuh menjadi
individu antisosial, yaitu individu yang mngetahui harapan kelompok sosial, tetapi
dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak
atau dikucilkan oleh kelompok sosial Nugraha (2004:1.18,1.19).
Setiap individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka
mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogyanya ia perbuat
seperti yang diharapkan oleh orang lain.
Loree (1970:86) (dalam Mubiar 2011:37,38) dengan mensitir pendapat
English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa keterampilan sosial itu
merupakan suatu proses dimana individu (terutama anak) melatih kepekaan
dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya), belajar bergaul dan bertingkah laku
di dalam lingkungan sosio-kulturnya.
Menurut Hurlock (1978:288) banyak kondisi yang menimbulkan kesulitan
bagi anak utuk melakukan penyesuaian diri dengan baik, tetapi ada empat kondisi
yang paling penting yaitu:
18
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Bila pola perilaku sosial yang buruk dikembangkan di rumah, anak akan
menemukan kesulitan untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik di
luar rumah, meskipun dia diberi motivasi kuat untuk untuk melakukannya.
b. Bila rumah kurang memberikan model perilakuuntuk ditiru, anak akan
mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosialnya di luar rumah.
c. Kurangnya belajar motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial
sering timbul dari pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan di
rumah maupun di luar rumah.
d. Meskipun memiliki motivasi kuat untuk belajar melakukan penyesuaian
sosial yang baik anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang
cukup dalam proses belajar ini.
2. Perkembangan Perilaku Keterampilan Sosial Anak
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diriterhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi
satu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerjasama, Nurihsan dan Mubiar
(2011:36)
Pada proses berikutnya perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh
perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial, atau norma- norma kehidupan masyarakat serta
mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapakan
19
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
norma-norma dalam kehidupan sehari – hari. Proses bimbingan orang tua ini
lazim disebut sosialisasi, Nurihsan dan Mubiar (2011: 36).
Sueann RobinsonAmbron (1981, Mubiar:2011), mengartikan sosialisasi
itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan
kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab dan efektif.
Menurut Nurihsan (2011:36) keterampilan sosial dari orang tua ini
sangatlah penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan belum punya
pengalaman untuk membimbing perkembangan sendiri ke arah kematangan.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga,
orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan
bentuk-bentuk tingkah laku sosial.
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial
(zoonpoliticon), kata Plato. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus
berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah
Singh Zingg di India dan Itard di Prancis, bayi yang disusui dan dibesarkan
binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa) Nur Ihsan
(2011:37)
Dua atau tiga teman tidaklah cukup banginya. Anak ingin bersama dengan
kelompoknya, karena hanya dengan demikian terdapat cukup teman untuk
bermain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk
20
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima
kelompok semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun
perempuan Nurihsan (2011:36)
Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman sebaya yang lebih
luas daripada anak perempuan. Ia lebih suka bermain berkelompok daripada
hanya dengan satu atau dua anak. Sebaliknya, hubungan sosial anak perempuan
lebih intensif dalam arti bahwa ia sering bermain dengan satu atau dua daripada
dengan seluruh kelompok Nurihsan (2011:36)
Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih sama, kebaikan hati,
kejujuran, kemurahan hati, dan sportivitas. Mejelang masa anak-anak berakhir,
anak lebih menyukai teman dari latar belakang sosial ekonomi, ras, dan agama
yang sama, khususnya sebagai teman baik Nurihsan (2011:37)
Perkembangan sosial harus diikuti dengan kontrol dan kemampuan untuk
mengatur diri sendiri, dua hal yang harus berjalan bersamaan. Kemampuan
mengatur diri sendiri adalah suatu kebebasan pada anak untuk mengontrol
perilakunya sendiri agar sesuai dengan tuntutan sosial yang ada. Jika seorang anak
dilarang main ke jalan oleh ibunya dan jika ia berkeinginan berbuat demikian
maka ia akan ingat larangan tersebut dan tidak melakukannya. Di sini berarti anak
mampu mengatur diri sendiri, mengontrol perilakunya sesuai dengan larangan
yang telah ditetapkan oleh ibunya. Disiplin diri atau kemampuan mengontrol diri
ini sejalan dengan perkembangan kognitif anak. Tergantung apakah ia dapat
21
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menyerap informasi tentang aturan yang dituntut oleh lingkungan sosialnya atau
belum (Fawzia,1996:117).
3. Proses Penanaman Keterampilan Sosial Pada Anak
Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka
mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa seyogianya ia perbuat seprti
yang diharapkan olrang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini
disebut bersosialisasi Mubiar (2011:37)
Loree (1970:86, Mubiar:2011:37) mengatakan bahwa dengan mensitir
pandapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu
merupakan suatu proses dimana individu (terutama anak) melatih kepekaan
dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dengan bertingkah
laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio – kulturnya.
Perkembangan sosial pada anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan
atau bimbingan orangtua maupun untuk bergaul dengan orang lain. Untuk
mencapai kematangan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta
mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan
norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua
ini lazim disebut sosialisasi Mubiar (2011:36).
Sueann Robinson Ambron (1981dalam Yusuf,2001:123) mengartikan
sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah
22
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat
yang bertanggung jawab dan efektif
Sosialisasi dari orangtua ini sangatlah penting bagi anak, karena dia masih
terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing
perkembangannya sendiri ke arah kematangan. J. Clausen (Ambron, 1981:221,
Yusuf:2001:123) mendeskripsikan tentang upaya yang dilakukan orang tua dalam
rangka sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, yaitu sebagai
berikut:Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota
keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman-teman bermainnya, anak mulai
mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku soial. Pada anak, bentuk-bentuk
tingkah laku sosial itu adalah:
a. Pembangkangan (Negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan.
Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau
tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak
anak. tingkah laku ini mulai muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan
mencapai puncaknya pada usia tiga tahun. Berkembangnya tingkah laku
negativisme pada usia ini dipandang sebagai hal yang wajar. Setelah usia
empat tahun, biasanya tingkah laku ini mulai menurun. Antara usia empat
tahun sampai enam tahun, sikap membangkang/ melawan secara fisik
beralih melawan secara verbal (mengunakan kata-kata). Sikap orang tua
terhadap tingkah laku melawan pada usia ini seyogyanya tidak
memandangnya sebagai pertanda bahwa anak itu nakal, keras kepala, tolol
23
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
atau sebutan lainnya yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua mau
memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara
naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi
“dependen” (ketergantungan) ke posisi “ independen “ (bersikap mandiri).
Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses
perkembangan tersebut.
b. Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (non
verbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk
reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan/
keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku
menyerang, seperti: mencubit, menggigit, memukul, menendang, marah-
marah, dan mencaci maki. Orang tua yang menghukum anak yang agresi,
menyebabkan meningkatnya agresivitas anak. oleh karena itu sebaiknya
orang tua berusaha untuk mereduksi, mengurangi agresivitas anak tersebut
dengan cara mengalihkan perhatian/ keinginan anak, memberikan mainan
atau sesuatu yang yang di inginkannya (sepanjang tidak membahayakan
keselamatannya) atau upaya lain yang bisa meredamagresivitas anak
tersebut.
c. Berselisih/ bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa
tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti
diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau
mainannya.
24
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d. Menggoda (terasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif.
Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk
verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi
marah pada orang yang diserangnya.
e. Persaingan (rivarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu
didorong (distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat
pada usia empat tahun, yaitu persaingan untuk prestise dan pada usia 6
tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan lebih baik.
f. Kerjasama(coorperation) yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok.
Anak yang berusia dua tahun atau tiga tahun belum berkembang sikap
bekerjasamanya, mereka masih kuat sikap “ self- centered”-nya. Mulai
usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakkan
sikap kerjasamanya dengan anak lain. Pada usia enam atau tujuh tahun,
sikap kerjasama ini sudah berkembang lebih baik lagi. Pada usia ini anak
mau bekerja kelompok dengan teman-temannya.
g. Tingkah laku berkuasa (anscedant behavior), yaitu jenis tingkah laku
untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bossines”
wujud dari tingkah laku ini, seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam
atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
h. Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam
memenuhi interes atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi
keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis,
menjerit atau marah-marah.
25
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
i. Simpati (sympaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk
menaruh perhatian pada orang, mau mendekati atau bekerja sama
dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat
mengurangi sikap “ selfish”-nya dan dia mulai mengembangkan sikap
sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
Perkembangan keterampilan sosial anak sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya
atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi
atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif,
maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.
Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan
orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan
bimbigan, teladan, pengajaran, atau pembiasaan terhadap anak dalam
menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/ budi pekerti;
cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti (1) bersifat
minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3) bersifat egois/ selfish, (4)
senang mengisolasi diri/ menyendiri, (5) kurang memiliki persaan
tenggang rasa, dan (6) kurang memperdulikan norma dalam perilaku
(Yusuf,2004:127)
Menurut Gunarti dkk (2008:1.14-1.15) perkembangan sosial setiap anak
akan melaui proses panjang yang pada akhirnya nilai-nilai sosial tersebut menjadi
26
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bagian dalam diri seorang anak. Berikut akan digambarkan alur proses sosialisasi
pada setiap individu. Mulai sejak lahir sampai menjadi dewasa.
a. Proses imitasi
Berupa proses peniruan terhadap tingkah laku atau sikap serta cara
pandang orang dewasa (model) dalam aktivitas yang dilihat anak yang
secara sengaja belajar bergaul dari orang-orang terdekatnya (orangtua).
Untuk itu selain membimbing dan mengajarkan anak bagaimana bergaul
dengan tepat. Orang tua juga dituntut untuk menjadi model yang baik bagi
anaknya.
b. Proses identifikasi
Berupa proses terjadinya sosialisasi pada seseorang yang didasarkan pada
orang tersebut untuk menjadi seperti individu lain yang dikaguminya atau
dengan perkataan lain proses menyamakan tingkah laku sosial orang yang
berbeda di sekitarnya sesuai dengan perannya kelak dimasyarakat.
c. Proses internalisasi
Berupa proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dengan perkataan
lain, relatif mantap dan menetapnya suatu nilai sosial pada diriiseseorang
sehingga nilai-nilai tersebut tertanam dan menjadi milik orang tersebut.
Untuk itu dibutuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai sosial yang baik dan
27
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang buruk sehingga kelak anak dapat berkembang menjadi makhluk
sosial yang sehat dan bertanggung jawab.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya,
baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman
sebaya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan
peluang terhadap perkembangan sosial anak secara positif, maka anak
akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang Yusuf
(2004:125)
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat
(zosialized) memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu
proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Ketiga proses itu adalah:
a. Belajar Berperilaku yang Dapat Diterima Secara Sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya
harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima.
b. Memainkan Peran Sosial yang Dapat Diterima
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi.
28
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sebagai contoh, ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan
anak serta bagi guru dan murid.
c. Perkembangan Sikap Sosial
Untuk bermasyarakat/ dalam kurung bergaul dengan baik, anak-anak harus
meyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya
mereka akan berhasil dalam menyesuaikan sosial yang baik dan diterima
sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri
Nugraha (2004)
Sikap anak-anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial dan seberapa
baik mereka dapat bergaul dengan orang lain, sebagian besar akan tergantung
pada pengalaman belajar selama bertahun-tahun awal kehidupan yang merupakan
masa pembentukan. Apakah mereka akan belajar menyesuaikan diri dengan
tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat bergantung pada
empat faktor yaitu;
a. Kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena anak-anak
tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika sebagian
besar waktu mereka dipergunakan seorang diri.
b. Dalam keadaan bersama-sama, anak-anak tidak hanya harus mampu
berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi
juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan
menarik bagi orang lain. Perkembangan bicara merupakan penunjang
29
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang penting bagi bersosialisasi, tetapi pembicaraan yang egosentrik
menghalangi perkembangan sosialisasi anak.
c. Anak akan belajar bersosialisasi hanya apabila mereka mempunyai
motivasi untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar tergantung pada
tingkat kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial kepada anak.
jika mereka memperoleh kesenangan melalui hubungan dengan orang lain,
mereka akan mengulangi hubungan tersebut. Sebaliknya jika hubungan
sosial hanya memberikan kegembiraan sedikit, mereka akan
menghindarinya.
d. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting. Dengan
metode coba ralat anak mempelajari beberapa pola perilaku yang penting
bagi penyesuaian sosial yang baik Aisyah (2007:9.37)
4. Perilaku Adaptif Anak Taman Kanak-Kanak yang Bekaitan dengan
Keterampilan Sosial
Menurut Dini Daeng P. Sari (1996:114), sebagai makhluk sosial seorang
individu dituntut untuk mampu dan terampil bersosialisasi. Pengertian sosialisasi
adalah proses penyesuaian diri individu terhadap adat istiadat, kebiasaan dengan
cara hidup yang berlaku dimasyarakat sekitarnya. Proses ini berlangsung sejak
masa awal hidupnya, dan bagaimana kemampuan anak dalam meningkatkan
keterampilan sosial ini secara umum banyak tergantung dari pengalamannya pada
awal-awal hidupnya. Bila pengalaman-pengalaman awalnya dalam besosialisasi
lebih banyak memberi kesenangan dan kepuasan, maka dapat dipekirakan proses
30
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sosialisasinya berkembang ke arah yang positif, sebaliknya bila tidak, hambatan
dan kesulitan dalam bersosialisasi akan banyak ditemuinya.
Empat faktor yang juga dianggap banyak pengaruh pada tingkat
kemampuan anak dalam keterampilan sosial adalah:
a. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya dengan berbagai usia dan latar belakang yang berbeda. Semakin
banyak dan bervariasi pengalamannya dalam bergaul dengan orang-orang
di lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang dapat
dipelajarinya untuk menjdi bekal dalam meningkatkan keterampilan
sosialnya.
b. Adanya minat dan motivsi untuk bergaul. Semakin banyak pengalaman
yang menyenangkan yang diperolehnya melalui pergaualan dan aktifitas
sosialnya, minat dan motivasinya, minat dan motivasinya untuk bergaul
juga akan semakin berkembang. Keadaan ini kan memberi peluang yang
lebih besar untuk meningkatkan keterampilan sosialnya tersebut. Dengan
minat dan motivasi bergaul yang besar anak akan terpacu untuk selalu
memperluas wawasan pergaulan dan pegalamannya dalam bersosialisasi
ini, sehingga makin banyak pula hal-hal yang dipelajarinya yang pada
akhirnya akan meningkatkan keterampilan sosial. Sebaliknya bila
seseorang tidak memilki minat dan motivasi dalam bergaul, ia cenderung
menyendiri dan lebih suka melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak
melibatkan dan menuntut hubungan dengan orang lain. Dengan demikian
makin sedikit pengalaman bergaulnya dan makin sedikit pula yang dapat
31
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dipelajarinya tentang pergaulan yang dapat menjadi bekal untuk
meningkatkan keterampilan sosialnya.
c. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang bisa menjadi
“model” bagi anak. Walaupun keterampilan sosial ini dapat juga
berkembang melalui cara” coba salah” yang dialami oleh anak, melalui
pengalaman bergaul atau dengan “ meniru “ perilaku orang lain dalam
bergaul, tetapi akan lebih efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang
sengaja diberikan oleh orang yang dijadikan”model” bergaul yang baik
bagi anak.
d. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki individu.
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, individu tidak hanya dituntut
untuk berkomuniksi dengan kata-kata yang dapat difahami, tetapi juga
dapat membicarakan topik yang dapat dimengerti dan menarik bagi orang
lain yang menjadi lawan bicaranya. Dan kemampuan komunikasi ini
menjadi inti dari keterampilan sosial, artinya sekalipun tiga faktor telah
ada, tetapi tidak didukung oleh kemampuan berkomunikasi yang baik
dalam keterampilan sosialpun menjadi kurang baik.
Menurut Hurlock (1978) dalam lingkup budaya Amerika dewasa ini para
orang tua dan guru menaruh perhatian pada jenis penyesuaian yang dilakukan
anak. Bagi mereka, populer atau tidaknya seorang anak begitu penting sehingga
mereka membantu berbagai upaya untuk membantu agar si anak dapat menjadi
anggota yang diterima secara sosial dalam kelompok teman sebaya. Sebagian
32
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
besar orang tua menyadari adanya hubungan yang erat antara penyesuaian sosial
seorang anak dengan keberhasilan dan kebahagiaan pada masa kanak-kanak dan
pada masa kehidupan selanjutnya. Untuk menjamin bahwa anak-anak mereka
akan dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik, mereka memberikan
kesempatan kepada anak-anak mereka untuk menjalin kontak sosial dengan anak-
anak yang lain, dan berusaha memotivasi mereka agar aktif secara sosial. Apabila
seorang anak diterima dengan baik oleh teman-teman sebayanya, kondisi ini akan
menghasilkan pola perilaku dan sikap yang akan membuka peluang bagi
terciptanya perkawinan yang bahagia dan akan menjadi batu loncatan untuk
meraih keberhasilan dalam dunia kerja, yang selanjutnya akan menimbulkan
mobilitas sosial ke atas.
Guru menaruh perhatian terhadap penyesuaian sosial murid, karena
mereka mengetahui bahwa anak yang diterima dengan baik mempunyai
kemungkinan yang jauh lebih besar untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan
kemampuannya dibandingkan dengan anak yang ditolaknya atau diabaikan oleh
teman sekelasnya.
Perhatian orang tua dan guru terhadap penyesuaian sosial anak dapat
dibenarkan karena dua alasan:
a. Pola perilaku dan sikap. Yang dibentuk pada masa awal kehidupan,
cenderung menetap.
b. Jenis penyesuaian sosial yang akan dilakukan anak-anak meninggalkan ciri
konsep diri mereka.
33
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Penyesuaian sosial diartikansebagai keberhasilan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok
pada khususnya.
Menurut Nugraha dan Rachmawati (2004:1.9) dalam perkembangan
keterampilan sosial terdapat pula istilah individu yang disebut introvert dan
extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari
lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil
selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-
orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan
orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa terpenuhi sendiri. Sedangkan
extrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar
dirinya sehingga segala minat, sikap dan keputusan-keputusan yang diambilnya
lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang
extrovert biasanya cenderung aktif, suka berteman, dan ramah tamah. Seorang ahli
menyatakan introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe yang ditunjukkan
seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus menerus seperti itu atau
sudah menjadi suatu kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe
kepribadiaannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang
sehat atau seimbang haruslah memiliki dua kecenderungan ini. Dengan demikian,
kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan
prestasi dan refleksi diri dari keduanya bisa terpuaskan.
34
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5. Karakteristik Perkembangan Keterampilan Sosial Anak Taman
Kanak-kanak
Menurut Nugraha (2004) perkembangan keterampilan sosial individu
mengikuti suatu pola, yaitu urutan perilaku sosial yang yang teratur. Pada
dasarnya semua anak menempuh tahapan sosialisasi. Kurangnya kesempatan anak
untuk bergaul secara baik dengan orang lain dapat menghambat perkembangan
keterampilan sosialnya. Adapun ciri-ciri keterampilan sosial anak usia prasekolah
adalah sebagai berikut:
a. Membuat kontak sosial dengan orang di luar rumahnya.
b. Dikenal dengan istilah pregangage. Dikatakan pregang karena anak
parsekolah berkelompok belum mengikuti arti dari sosialisasi yang
sebenarnya. Mereka mulai belajar menyesuaikan diri dengan harapan
lingkungan sosial.
c. Hubungan dengan orang dewasa. Melanjutkan hubungan dan selalu ingin
dekat dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru. Mere
akan selalu berusaha untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang
dewasa.
d. Hubungan dengan teman sebaya.3-4 tahun mulai bermain bersama
(cooperativ play). Mereka tampak mulai mengobrol selama bermain
memilih teman untuk bermain, mengurangi tingkah laku bermusuhan.
Minat anak anak terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi
keikutsertaannya pada aktivitas keluarga. Mereka membentuk kelompok (gang)
35
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sehingga periode ini disebut gang age. Peranan teman sebaya pada tahap ini
sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Diantara
pengaruh yang ditimbulkannya pada keterampilan sosial anak diantaranya:
a. Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan bertingkah
laku yang dapat diterima oleh kelompoknya.
b. Membantu anak mengembangkan nilai-nila sosial lain di luar nilai-nilai
orang tua.
c. Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan
mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan.
(Snowman, Patmono Dewo 1995:29) dalam Nugraha dan Rachnawati
(2004:2.18) mengemukakan beberapakarakteristik perilaku sosial pada
anak usia pra sekolah, diantaranya sebagai berikut:
d. Pada umumnya anak pada usia dini memiliki satu atau dua sahabat. Akan
tetapi, sahabat ini cepat berganti. Mereka pada umumnya dapat cepat
menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya dari jenis
kelamin yang sama, kemudian berkembang menjadi bersahabat dangan
anak jenis kelamin yang berbeda.
e. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu
terorganisasi secara baku sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
f. Anak yang lebih kecil seringkali mengamati anak yang lebih besar.
g. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan
kelas sosial dan gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain
36
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
asosiatif, kooperatif, dan konstruktif, sedangkan anak perempuan lebih
banyak bermain soliter, konstruktif, paralel, dan dramatik. Anak laki-laki,
lebih banyak bemain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis,
h. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka
berbaikan kembali. Anak laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan
menantang.
i. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis
kelamin telah berkembang. Anak laki-laki senang bermain di luar, bermain
kasar dan bertingkah laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka
bermain yang bersifat kesenian, bermain boneka atau menari.
Sementara itu menurut Hurlock (1978) dalam Nugraha dan Rachmawati
(2004:2.19) mengemukakan beberapa pola pada perilaku daam situasi sosial pada
awal masa kanak-kanak, yaitu sebagai berikut:
a. Kerjasama
Anak belajar bermain atau bekerjasama hingga usia mereka emapat tahun.
Semakin banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melatih
keterampilan ini, semakin cepat mereka belajar dan menerapkannya secara
nyata dalam kehidupannya.
b. Persaingan
Persaingan ini dapat mengakibatkan perilaku baik pada anak. Jika anak
melakukannya karena merasa terdorong untuk melakukan sesuatu sebaik
mungkin maka hal ini dapat berakibat baik pada prestasi dan pengolahan
37
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
motivasinya, namun jika persaingan diangap sebagai pertengkaran dan
kesombongan maka hal ini dapat mengakibatkan timbulnya sosialisasi
yang buruk.
c. Kemurahan Hati
Kemurahan hati ini merupakan perilaku kesediaan untuk berbagi dengan
anak lain. Jika hal ini meningkat maka perilaku mementingkan diri sendiri
akan berkurang. Perilaku kemurahan hati ini sangat disukai oleh
lingkungan sehingga menghasilkan penerimaan sossial yang baik.
d. Hasrat Akan Penerimaan sosial
Jika anak memiliki hasrat yang kuat akan penerimaan sosial, hal ini akan
mendorong anak untuk melakukan penyesuaian sosial secara baik.
e. Simpati
Seorang anak belum mampu melakukan simpati sehingga mereka pasti
mengalami situasi yang mirip dengan duka cita. Merka mengekspresikan
simpati dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang sedang
bersedih.
f. Empati
Merupakan kemampuan meletakkan diri sendiridalam posisi orang lain
serta menghayati posisi orang tersebut. Hal ini hanya akan berkembang
jika anak memahami ekspresi wajah orang lain atau maksud pembicaraan
orang alain.
g. Ketergantungan
38
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kebutuhan anak akan bantuan, perhatian, dan dukungan orang lain
membuat anak memperhatikan cara-cara berperilaku yang dapat diterima
lingkungannya. Namun berbeda dengan anak yang bebas, ia cenderung
mengabaikan ini.
h. Sikap ramah
Seorang anak memperhatikan sikap ramah dengan cara melakukan sesuatu
dengan orang lain, membantu teman, dan menunjukkan kasih sayang.
i. Meniru
Anak-anak melakukan peniruan terhadap orang-orang yang diterima baik
oleh lingkungannya. Dengan meniru anak-anak mendapatkan respon
penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
j. Perilaku Kelekatan
Berdasarkan pengalamannya pada masa bayi, tatkala akan merasakan
kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih bersama ibunya, anak
mengembangkan sikap ini untuk membina persahabatan dengan anak lain.
Menurut Nugraha dan Rachmawati (2004:2.21) salah satu pengalaman
sosial yang dialami anak adalah proses penerimaan sosial. Pengalaman ini akan
membekali anak dalam melakukan peneyesuaian diri di lingkungan sosialnya.
Fungsi teman sangat penting dalam mengembangkan keterampilan ini. Menurut
Hetherington (1987) dalam Nugraha dan Rachmawati (2004:2.21) fungsi teman
ini diantaranya adalah membantu anak belajar mematuhi aturan-aturan melalui
39
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bermain, menjadi sumber informasi, teman berfungsi sebagai pendorong perilaku
positif atau negatif bagi anak.
Berkenaan dengan permainan sosial ini, Hurlock (1991) dalam Nugraha dan
Rachmawati mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam penerimaan oleh
kelompok teman sebaya, adalah sebagai berikut:
a. A Reward-Cost Stage
Pada stage ini ditandai oleh harapan yang sama, akativitas yang sama dan
kedekatan. Biasanya pada anak kelas 2 dan 3, tetapi belum mendalam.
b. A Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilikinya nilai yang sama, sikap terhadap
aturan, dan sanksi yang diberikan. Biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan5
c. An Empetik Stage
Pada stage ini dimilikinya pengertian, pembagian minat, self
disclosureadanya kedekatan yang mulai mendalam biasanya di atas kelas
6.
Mengukur kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dan melibatkan diri
serta berperilaku dalam situasi sosial yang dihadapinya, termasuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya dalam situasi sosial sehari-hari uyaitu:
a. Kemampuan berhubungan antar manusia yaitu: menunjukkan minat dan
kemampuannya dalam berhubungan dengan orang lain.
40
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Kemampuan dalam menggunakan waktu luang yaitu: menunjukkan minat
terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada waktu luang,
kemampuan memanfaatkan waktu luang.
c. Kemampuan mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapi sehari-hari /
corping skill yitu: memahami tanggung jawabnya, menunjukkan kepekaan
terhadap kebtuhan orang lain Sari (1996:103).
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keterampilan
Sosial Anak.
Menurut Sutarno (1989) dalam Nugraha dan Rachmawati (2004:4.15-426)
bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu
faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Ke dua
faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock 91978) dengan faktor ke tiga, yaitu faktor
pengalaman awal yang diterima anak.
a. Faktor linkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial
anak. Didalam keluarga yang berinteraksi sosial berdasarkan simpati inilah
manusia pertama kali belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain,
belajar bekerjasama, belajar membantu orang lain. Pengalaman-pengalaman
berinteraksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap
orang lain dalam kehidupan sosial di luar keluarga.
41
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Diantara faktor yang terkait dengan kelurga dan yang berpengaruh
terhadap perkembangan sosial anak - anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan
orang tua yaitu:
1. Status sosial ekonomi keluarga
Keadaan sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap
faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan
sosial anak juga tergantung pada sikap orang tua dan corak interaksi dalam
keluarga itu. Walaupu keadaan sosial ekonomi orang tua memuaskan jika
mereka jika mereka tidak memperhatikan pendidikan anak atau seringkali
bertengkar, perkembangan sosial anak akan terganggu.
2. Kerukunan Keluarga
Keluarga adalah hadirnya ayah, ibu dan anak-anak dalam satu keluarga.
Apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga
dianggap sudah tidak utuh lagi.
3. Sikap dan Kebiasaan orang tua.
Tingkah laku orang tua sebagai pemimpin kelompok dalam keluarga
sangat mempengaruhi interaksi keluarga dan dapat merangsang
perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi anak. Orang tua yang otoriter
dapat mengakibatkan anak yang tidak taat, takut, pasif, tidak memiliki
inisiatif, tak dapat merencanakan sesuatu, serta mudah menyerah. Orang
tua yang terlalu melindungi anak dan menjaga anak secara berlebihan
akan membuat anak sangat tergantung pada orang tua. Orang tua yang
42
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menunjukkan sikap menolak, yang menyesali kehadiran anak akan
menyebabkan anak menjadi agresif dan memusuhi, suka berdusta, dan
suka mencuri.
b. Faktor dari luar rumah
Pengalaman sosial awal dari luar rumah melengkapi pengalaman awal di
dalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola
perilaku anak.
Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk
berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat
terhadap pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa anak-
anak, pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibadingkan dengan sewaktu
masa sekolah
c. Faktor pengaruh pengalaman sosial awal
Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku pribadi selanjutnya.
Kekuatan sosia awal sebagai pola perilaku anak pada situasi perilaku yang
cenderung menetap mampu mempengaruhi perilaku anak pada situasi sosial
selanjutnya. Oleh karena itu, pengalaman sosial awal anak harus difasilitasi
dengan situasi sosial dan dapat diterima secara positif dan dapat diterima oleh
lingkungan yang luas. Jika lingkungan tidak mampu menyediakan situasi sosial
yang kondusif maka akan menimbulkan kerugian yang sosial bagi anak juga dapat
mencemaskan orangtua dan guru. Situasi sosial yang dikemas oleh orang tua dan
43
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
guru hendaklah mencerminkan kesinambungan dan konsistensi sehingga perilaku
sosial anak terjaga secara terus-menerus. Artinya jika telah diciptakan situasi
sosial yang ideal bagi anak di sekolah maka hendaklah diikiuti dengan penciptaan
lingkungan sosial yang senada di rumah maupun dalam kelompok bermainnya.
Pengalaman sosial awal juga menentukan dan berpengaruh terhadap
partisipasi sosial anak. Jika pilihan dan variasi kegiatan sosial yang diikuti anak
sebagaimana yang disajikan di atas menyenangkan maka selanjutnya anak akan
lebih aktif untuk mengikuti aktivitas sosial karena dianggap memenuhi
kepuasannya. Apabila anak dihadapkan pada pengalaman sosial awal yang tidak
menyenangkan, bahkan merasa tertekan maka pada perkembangan selanjutnya ia
akan menghindari berpartisipasi, bahkan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Hal tersebut tentunya mencemaskan, apalagi sampai muncul sikap dan perilaku
antisosial dari anak. Hal ini perlu diwaspadai oleh guru maupun orang tua, juga
perlu mengevaluasi serta memperbaiki atau mencari kegiatan/lingkungan
pengganti secepatnya sehingga hal-hal yang lebih buruk terhadap perilaku sosial
anak dapat dihindari, impliksi dari kondisi tersebut adalah betapa pentingnya para
guru menampilkan cara-cara yang menyenangkan bagi anak dalam mengenalkan
sikap dan perilaku sosial yang positif. Dalam konteks ini, anjuran dalam
meggunakan pendekatan belajar sambil bermain (learning troungh play) atau
dalam konteks pembelajaran prasekolah di Indonesia dikenal dengan istilah 3B
(Bercerita, Bernyanyi, dan Bermain) merupakan pilihan pendekatan yang bijak.
Perkenalkanlah sikap dan perilaku sosial melalui berbagai cara yang diketahui
44
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
guru, yaitu bercerita, bernyanyi, dan bermain. Jenis permainan yang dianggap
tepat juga cukup banyak, seperti bermain sosiodrama, bermain peran (role
playing) bermain yang melibatkan kelompok.
Menurut Hadis (1996:117) anak yang ramah umumnya mempeunyai orang
tua yang demikian pula, karena bayi terpengaruh oleh sikap orang-orang yang
berada di sekelilingya. Dan dengan makin bertambahnya usia, kegiatan sosialisasi
anak makin luas, tidak terbatas dalam keluarga saja. Pada masa ini maka
keterampilan sosial makin penting artinya.
7. Metode Pengembangan Keterampilan Sosial di Taman Kanak-kanak
Salah satu kemampuan yang dituntut dari seorang guru adalah
kompetensinya dalam memilih metode pengajaran yang tepat untuk bahan
pelajaran yang akan diajarkan. Ketepatan pemilihan meteode mengajar ini sangat
penting karena akan membantu pencapaian tujuan pembelajaran. Jika pemilihan
metode pembelajaran kurang tepat maka tujuan pembelajaranpun menjadi samar
dan tidak fokus pada sasaran. Oleh karena itu Nugraha dan
Rachmawati(2004:9.17) mengemukakan:
Beberapa metode pengembangan keterampilan sosial yang dapat
dilakukan guru TK adalah sebagai berikut:
1. Pengelompokan anak:
45
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pengembangan keterampiln sosial dengan cara mengelompokan anak di TK
dirasakan sangat efektif. Melalui pengelompokan, anak akan saling mengenal
dan berinteraksi secara intensif dengan anak lain.
2. Modeling dan Imitating
Imitasi adalah peniruan sikap tingkah laku, serta cara pandang orang lain
yang dilakukan secara sengaja.
Proses peniruan ini sangat wajar pada anak bahkan mungkin terjadi di
masa dewasa, namun sekalipun namanya meniru, objek yang ditiru pun
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tingkah laku yang ditiru merupakan tingkah laku yang mendapat
penguatan, yaitu mendapat respon positif atau negatif dari lingkungannya
b. Umumnya anak meniru tingkah laku orang dewasa ketimbang tingkah laku
anak sebayanya.
3. Bermain kooperatif.
Bermain kooperatif adalah permainan yang melibatkan sekelompok anak,
dimana setiap anak mendapatkan peran dan tugas masing-masing yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama
4. Belajar berbagi (sharing)
Belajar berbagi (sharing) merupakan keterampilan sosial yang sangat
dibutuhkan oleh anak. melalui sharing anak akan terlatih untuk membaca
situasi lingkungan, belajar berempati terhadap kebutuhan anak lain, belajar
bermurah hati, melatih bersikap lebih sosial, serta bertahap meninggalkan
perilaku egosentrismenya.
46
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5. Bermain peran
Menurut Pamela A. Coughlin dalam Gunarti dkk (2008:10.37), bermain
peran berdampak pada beberapa aspek perkembangan anak, dengan
bermain peran, anak saling memberikan kontribusi satu sama lain, anak
menempatkan dirinya pada posisi orang lain, memahami arti hubungan
sosial, bekerja sama hal ini mendukung perkembangan sosial.
A. Hakikat Metode Bermain Peran
1. Pengertian Metode
Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode merupakan cara
yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Metode
menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan.
Sesuai dengan tujuan dan program kegiatan, metode yang dipergunakan
berkaitan erat dengan dimensi perkembangan anak dengan aspek-aspek
perkembangan anak.
2. Jenis-jenis Metode
Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus sesuai dengan aspek
perkembangan yang akan dikembangkan sesuai dengan karakteristik dan usia
anak. Berukut di bawah ini merupakan metode-metode pembelajaran untuk anak
usia dini dalam Gunarti dkk (2008)
a. Bemain
47
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin
pertumbuhan anak (Gordon & Browne). Melalui bermain anak
memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan.
b. Karyawisata
Metode ini bertujuan agar anak memperoleh kesempatan untuk
mengobservasi, memperoleh informasi, atau mengkaji segala sesuatu
secara langsung
c. Bercakap-cakap
Bercakap-cakap berarti saling mengkomunikasikan pikiran dan dan
perasaan secara verbal atau mewujudkan kemampuan bahasa represif dan
bahasa ekspresif.
d. Metode Bercerita
Bercerita marupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari satu
generasi berikutnya. Bercerita dapat menjadi media untuk menyampaikan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah pengembangan yang efektif di mana seseorang
memerankan karakter orang lain dan mencoba berpikir/ berbuat dengan
cara/sudut pandang sosok yang diperankannya.
f. Metode Demonstrasi
Demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan. Dalam
demonstrasi keita menunjukkan, dan menjelaskan cara-cara mngerjakan
sesuatu.
48
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
g. Metode Proyek
Metode proyek adalah suatu metode yang digunakan untuk melatih
kemampuan anak dalam kehidupan sehari-hari. Cara ini dapat
menggerakkan anak untuk melakukan kerjasama sepenuh hati untuk
mencapai tujuan bersama.
h. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas merupakan pekerjaan tertentu yang dengan se-
ngaja dikerjakan oleh anak yang mendapat tugas.
3. Pengertian Bermain
„Bermain‟ (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga
arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan
hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan
dari luar atau kewajiban. Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas
tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungdional.”menurut
Bettleheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang tidak mempunyai aturan lain
kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang
dimaksudkan realitas luar Hurlock (1978:320)
Menurut Anggani S (1995:1) bermain merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat atau yang menghasilkan
49
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mngembangka imajinasi anak .
Tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, Frobel lebih melihat bermain
sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis, artinya bermain digunakan
sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada
anak Mayke (1995:5)
4. Pengertian Metode Bermain Peran
Asmawati dkk (2008:8.10) Main peran sangat penting untuk
perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak. Main peran menjadi landasan bagi
dasar perkembangan daya cipta, daya ingat, kerjasama kelompok, penyerapan
kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan
memahami sapsial dan afeksi. Tujuan terakhir dari bermain peran adalah belajar
bermain dan bekerja dengan orang lain, sebagai latihan untuk menghadapi
pengalaman di dunia nyata.
Bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya
kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau khayal ini,
misalnya anak tampak menyuapi boneka, mengajaknya berbicara dan bermain,
mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak
dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam permainan ini.
Chaterine Garvey (1977, dalam Stasen Berger 1983 dan dalam Mayke Sugianto T
50
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1995) menemukan bahwa pada umumnya anak –anak menyukai bermain peran
(dramatik), mulai dari main ibu-ibuan dengan bonekanya, main sekolah-
sekolahan atau menjadi ayah dan ibu. Dewasa ini kita juga dapat menjumpai anak
-anak bermain menjadi penari, pilot, ksatria baja hitam atau pawer rengers.
Bermain dramatik semacam ini membantu anak mencobakan berbagai peran
sosial yang diamatinya, memantapkan peran sesuai jenis kelaminnya, melepaskan
ketakutan atau kegembiraannya, mewujudkan khayalannya, selain belajar bekerja
sama dan bergaul dengan anak lainnya (Garvey, 1990; Singer dan Singer, 1990
dalam Berk, 1994) dalam Sugianto: 1995).
Selain Kathleen Stassen Barger maka Turner dan Helms (1993) (dalam
Sugianto,1995:25) lebih menyoroti kegiatan bermain sebagai sasaran sosialisasi
anak. Kegiatan bermain memberi kesempatan pada anak untuk bergaul dengan
anak lain dan belajar mengenal bergai aturan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Secara garis besar, kegiatan bermain dibedakan menjadi 3
kategori besar yaitu:
1. Exploratory and manipulative play (bermain menjelajah dan manipulatif)
2. Destructive play (bermain menghancurkan)
3. Imaginative atau make-bilieve play (bermain berkhayal atau pura-pura).
Dahlan (1990:123) masalah-masalah yang dipecahkan melalui bermai
peran berbeda dengan masalah-masalah yang dipecahkan melalui metode tanya
jawab, discovery, inquiry, atau diskusi kelas. Bermain peran diarahkan pada
51
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar – manusia
(human relation problems) terutama yang berkaitan dengan kehidupan siswa.
Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksplorasi masalah-
masalah hubungan antar-manusia dengan cara memperagakannya. Hasil peragaan
tersebut didiskusikan dalam kelas, sehingga secara bersama-sama mereka dapat
mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai strategi
pemecahan masalah.
Sebagai suatu model mengajar, bermai peran berakar pada dimensi pribadi
dan dimensi sosial pendidikan. Dari dimensi pribadi, model ini berusaha
membantu para siswa menemukan makna dari lingkungan sosialnya, yang
bermanfaat bagi dirinya. Selain itu melalui model ini para siwa diajak untuk
belajar memecahkan dilema-dilema pribadi yang (sedang) mngungkungnya
dengan bantuan kelompok sosial yang anggota-anggotanya adalah teman-teman
mereka sendiri. Dengan kata lain dilihat dari dimensi pribadi, model ini berupaya
membantu individu melalui proses kelompok sosial Dahlan (1990:123).
Supriyanti dalam Gunarti dkk (2008) berpendapat bahwa metode bermain
peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar
anak sehingga dapat menegembangkan daya khayal (imajinasi) dan perhayatan
terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Bermain perean berati menjalankan
fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai dokter, ibu
guru, nenek tua renta.
52
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Peran diartikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan
individu yang ditunjukan kepada orang orang lain. Peran seseorang dalam
kehidupan dipengaruhi persepsi dan penilaian dirinya dan orang lain. Untuk dapat
berperan dengan baik, diperlukan pemahaman tentang peran sendiri mencakup
apa yang tampak dan tindakan yang tersebunyi dalam perasaan persepsi dan sikap.
Esensi bermain peran ditunjukan untuk membantu individu untuk memahami
perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sekaligus berupaya
memahami perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang mendasarnya.
Pada dasarnya ide utama dari bermain peran adalah untuk menjadi “sosok”
individu yang diperankan dan untuk mendapatkan pemahaman tentang peran
tersebut dan motivasi yang berkaitan. Kegiatan ini dapat melibatkan jumlah anak
yang terbatas dalam interaksi berpasangan atau beberapa anak dalam kelompok
kecil.
Bermain peran sering digunakan untuk mengajarkan masalah tanggung
jawab warga negara, kehidupan sosial atau konseling kelompok. Metode ini
memberikan kesempatan pada anak untuk mempelajari tingkah laku manusia.
Anak dapat mengeksplorasi perasaan mereka, menghayati persepsi dan tingkah
laku orang lain dan belajar terlibat dan berinteraksi dalam proses pembuatan
keputusan. Metode ini mengajarkan pada anak untuk belajar melalui dramatisasi.
Pengertian bermain peran menurut buku Didaktik Metodik di Taman
Kanak-kanak (Depdikbud 1998) adalah memerankan tokoh-tokoh atau benda-
benda di sekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal
53
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan penegembangan yang dilakasanakan.
Dengan demikian metode bermain peran, artinya mendaramatisasikan cara
tingkah laku dalam hubungan sosial.
1. Tujuan dan Manfaat Bermain Peran.
Mengenai manfaat metode bermain peran , Fieldman J.R (1997)
mengatakan:
“In the dramatic play area children have the opportunity to role-play
real-life situation, release emotion, practice language, develop sicial
skill, and express themselves creatively.”
Wonderful Rooms Where Children Can Bloom.
Fieldman (1997) berpendapat bahwa di dalam area drama, anak-anak
memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupan yang
sebenarnya, melepaskan emosi, mempraktikan kemampuan berbahasa,
membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengan kreatif.
Menurut Vigotsky (Gunarti dkk 2008:10.11) bermain peran mendukung
munculnya kemampuan penting yaitu:
a. Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda.
b. Kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang
diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel.
Bermain peran mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia
dini karena dapat:
a. Mengembangkan daya khayal ( imajinasi) anak
b. Menggali kreatvitas anak
54
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Melatih motorik kasar anak untuk bergerak
d. Melatih penghayatan anak terhadap peran tertentu
e. Menggali perasaan anak.
Penggunaan metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial
dan melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Penggunaan
metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya
sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya. Mereka menjalankan perannya
berdasarkan pengalamannya terdahulu. Mereka belajar memutuskan dan memilih
berbagai informasi yang relevan. Hal tersebut sangat membantu mereka dalam
mengembangkan kemampuan intelektualnya. Mereka juga banyak belajar dari
temannya tentang cara-cara berkonsentrasi dalam kondisi sosiodramatik. Selain
itu, mereka juga belajar berkonsentrasi dalam satu tema drama dalam waktu
tertentu. Area ini juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan
kemampuan sosial dan emosionalnya dalam, seperti mengatasi rasa takut dengan
memerankan berbagai tokoh yang sebenarnya bagi mereka menakutkan. Misalnya
seorang anak yang takut disuntik memerankan tokoh sebagai pasien sehinngga
metode ini juga berfungsi sebagai katharis (pelepasan emosi) dan terapis .
Muhibin Syah (1999: 196) mendefinisikan bermain peran sebagai upaya
pemecahan masalah yang khususnya yang berkaitan dengan kehidupan sosial
melalui peragaan tindakan. Sedangkan Nana Sujana (2000 : 84) mendefinisikan
bermain peran sama artinya dengan sosio drama yang dalam pemakaiannya sering
55
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
disilih gantikan. Sosiodrama pada dasarnya yaitu mendramatisasikan tingkah laku
dalam hubungannya dengan masalah sosial.
Bermain peran adalah suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk membatu
siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema
dengan bantuan kelompok. Djawad Dahlan (1990:12) mengemukakan peran
dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, lelucon dan tindakan, peran
merupakan suatu pola hubungan unik dan membiasa yang ditunjukan individu
kepada individu lain.
Menurut Gunarti dkk (2008 : 111) manfaat dari bermain peran adalah:
1. Mengembangkan daya khayal
2. Menggali kreativitas.
3. Melatih motorik kasar anak untuk bergerak
4. Melatih penghayatan anak terhadap peran.
5. Menggali perasaan anak.
Penggunaan metode ini juga memupuk adanya pemahaman peran sosial
dan melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Penggunaan
metode ini membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya
sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya. Mereka menjalankan perannya
berdasarkan pengalamannya yang terdahulu. Mereka belajar memutuskan dan
memilih berbagai informasi yang relevan. Hal tersebut sangat membantu mereka
dalam mengembangkan kemampuan intelektualnya. Mereka juga banyak belajar
56
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dari temannya tentang cara - cara berinteraksi dalam kondisi sosiodramatik. Selain
itu, mereka juga belajar berkonsentrasi dalam satu tema drama untuk waktu
tertentu. Area ini juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan
kemampuan sosial dan emosionalnya, seperti mengatasi rasa takut dengan
memerankan berbagai tokoh sebagai yang sebenarnya bagi mereka yang
menakutkan..
Tujuan bermain peran menurut Gunarti dkk (2008:10.11) diantaranya
adalah
1. Anak dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2. Memperoleh wawasan tentang sikap, nilai-nilai, dan persepsinya.
3. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
4. Mengembangkan kreatiitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif
anak.
5. Melatih daya tangkap
6. Melatih daya konsentrasi
7. Melatih membuat kesimpulan
8. Membantu mengembangkan kognitif
9. Membantu perkembangam fantasi
10. Memciptakan suasana yang menyenangkan
11. Memcapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/ berbicara lancar
12. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis
57
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Membangun sikap positif dalam diri anak
13. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita
14. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk stimulasi
miniatur kehidupan.
15. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembanga.
Menurut Piaget dalam (Winda Gunarti dkk:2008:112) bermain peran
merupakan suatu aktivitas anak yang alamiah karena sesuai dengan cara berfikir
anak usia dini, yaitu berikir simbolik.
Di samping manfaat dan tujuan bermain peran yang telah di bahas di atas,
terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan metode bermain peran dalah;
a. Kelebihan metode bermain peran:
1. Melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang dibangunnya
sendiri
2. Anak memperoleh umpan balik yang cepat/ segera
3. Memungkinkan anak mempraktikan keterampilan berkomunikasi
4. Sangat menarik minat dan antusiasme anak
5. Membuat guru dapat mengajar pada ruang lingkup yang luas dalam
mengoptimalkan kemampuan banyak anak pada waktu yang bersamaan
6. Mendukung anak untuk berfikir kritis dan analitis
7. Menciptakan percobaan situasi kehidupan dengan model lingkungan yang
nyata.
b. Kelemahan metode bermain peran
58
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Perlu dibangun imajinasi yang sama antara guru dan anak, dan hal ini tidak
mudah.
2. Sulit menghadirkan elemen situasi yang penting seperti yang sebenarnya,
misalnya suara hiruk pikuk pasar, air terjun, ributnya suara kemacetan
lalulintas, tanpa bantuan pendukung, misalnya suara rekaman atau
dubbing.
3. Jalan cerita biasanya berlangsung singkat, dan karenamemungkinkan tidak
adanya kesinambungan adegan demi adegan dapat terpotong-potong
sehingga tidak integral menampakkan suatu jalan cerita yang utuh, hal ini
karena metode bermain peran yang lebih menekankan pada imajinasi,
kreativitas, inisiatif dan spontanitas dari anak sendiri.
Kelemahan-kelemahan itu dapat diatasi dengan perencanaan yang matang.
Guru berperan penting dalam metode ini, namun tentunya keberhasilan terletak
pada pada peran anak dalam membangun simulasi adegan ini.
4. Teknik Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Melalui
Metode Bermain Peran.
Menurut Pamela A. Coughlin (dalam Gunarti, 2008:10.54) bermain peran
berdampak pada beberapa aspek perkembangan anak yaitu:
a. Perkembangan sosial
59
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dengan metode bermain peran, anak salain memberikan kontribusinya
satu sama lain, anak menempatkan dirinya pada posisi orang lain,
memahami arti hubungan sosial, bekerja sama hal ini mendukung
perkembangan sosial.
b. Perekembangan emosional
Dengan memainkan suatu peranan, akan tumbuh rasa percaya diri anak,
mengenal bentuk-bentuk emosi, seperti berharap, takut marah, anak
menghayati perasaan dirinya dan orang lain, menghargai jasa sesama,
mngenal kekuatan dan kelemahan dirinya.
c. Perkembangan intelektual
Dalam bermain peran, anak belajar untuk membuat hubungan-hubungan,
mengorganisasi informasi, memahami pola, menguji idenya melalui proses
coba ralat (trial and error) atau eksperimen (percobaan).
Di samping itu bermain peran juga dapat mengembangkan hal-hal berikut:
1. Perkembangan bahasa
Di dalam bermain peran, anak berlatih menggunakan bahasa ekspresif (
berbicara) dan bahasa reseptif (mendengarkan), berkomunikasi dan
berbicara laincar.
60
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Seni
Dalam kegiatan bermain peran, terdapat nyanyian-nyanyian, musik latar,
rekaman dan bunyi dari alat musik yang dimainkan (misalnya perkusi), hal
ini menimbulkan minat anak pada seni musik
3. Perkembangan fisik
Kegiatan bermain peran mendukung perkembangan motorik kasar,
misalnya anak harus melompat, berlari, berputar, dan motorik halus
misalnya mengancingkan baju boneka, membedong bayi.
4. Moral agama
Moral dan agama merupakan nilai-nilai dan pesan yang tercermin dalam
kegiatan bermain peran.
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mendukung aspek-aspek
perkembangan di atas dapat digunakan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Sediakan variasi alat-alat dan media pendukung yang memberikan
inspirasi.
Dengan adanya beragam mainan maka anak akan bereksplorasi
menggunakan mainan-mainan tersebut sesuai dengan peran yang
dibawakannya sehingga imajinasi dan kreativitas anak juga akan
berkembang.
b. Berikan kesempatan dan waktu yang luas utuk anak bereksplorasi,
terutama di area bermain drama. Kegiatan bermain peran akan lebih
61
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
optimal apabila anak diberi kesempatan untuk bermain dan bereksplorasi
dengan alat-alat yang ada, terutama di area drama sehingga kegiatan ini
akan efektif apabila membebaskan anak untuk menentukan jalan cerita
secara spontan, bebas menggunakan alat-alat, bebas memerankan apa saja,
bebas berdialog dan bebas menentukan teman bermain. Dengan demikian,
kreativitas anak akan lebih terasah.
c. Mendukung tindakan anak dengan memberikan komentar atau pertanyaan-
pertanyaan pancingan dari guru.
Untuk anak-anak yang lebih kecil di mana kemampuan berbicara belum
begitu optimal, guru mungkin perlu bertanya, atau membuat pertanyaan
yang menegaskan teindakan yang dilakukan anak pada saat itu, teknik ini
juga bertujuan memperkaya ide-ide anak dalam bermain peran. Perhatian
guru dapat mendukng perilakunya dalam bermain peran.
d. Guru mendampingi dan bermain bersama anak.
Dengan kebersamaan guru dalam bemain, guru dapat memprkaya ide
anak, memberikan contoh secara tidak langsung, menjalin hubungan
akrab dan bergembira bersama anak.
e. Menggunakan musik
Bergerak bebas sesuai irama musik, marching dan parade, melompat
berayun sesuai dengan irama musik.
f. Menggunakan boneka dan wayang
Dalam kegiatan ini anak menjadi sang sutradara atau dalang, di mana anak
bebas menentukan jalan cerita, dialog dan tokoh-tokohnya.
62
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
g. Teka-teki dengan story telling
Bermain teka-teki di sini adalah dimana beberapa anak berperan
menggambarkan sebuah kisah / cerita terkenal yang terpenggal ketika
dibacakan buku cerita oleh guru.
h. Meniru/mimetics
Mimetics adalah latihan fisik dengan meniru gerakan yang sudah dikenal
tanpa peralatan yang biasanya dipakai untuk aktivitas tersebut. Melalui
mimeticsanak meniru gerakan orang lain, binatang atau mesin. Anak perlu
menggunakan imajinasi mereka.
5. Implikasi pengembangan perilaku dan Kemampuan dasar melalui
metode bermain peran.
1. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan bermain peran
a) Pilihlah sebuah tema yang akan dimainkan
b) Buatlah rencana /skenario/naskah jalan cerita
c) Buatlah skenario kegiatan yang fleksibel, dapat diubah sesuai dengan
dinamika yang terjadi
d) Sediakan media, alat kostum yang diperlukan dalam kegiatan
e) Apabila memungkinkan buatlah media/alat dari daur ulang
f) Guru menerangkan teknik bermain peran dengan cara yang sederhana
g) Guru memberi kebebasan bagi anak untuk memilih peran yang
disukainya.
63
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
h) Jika bermain peran untuk pertamakali dilakukan, sebaiknya guru
sendirilah memilih siswa yang kiranya dapat melaksanakan peran-
peran itu.
i) Guru menetapkan peran pendengar (anak-anak yang tidak turut
bermain peran)
j) Dalam diskusi perencanaan, gutu memberikan kesempatan pada anak
untuk merancang jalan cerita dan ending cerita.
k) Guru menyarankan kalimat pertama yang baik diucapkan pemain
untuk mulai
l) Anak bermain peran
m) Diakhir kegiatan, adakan diskusi untuk kembli mengulas nilai-nilai
pesan yang terkandung dalam bermain peran
n) Setinglah tempat bermain peran dengan gambar-gambar dan dekorasi
yang mendukung jalan cerita.
2. Contoh Lembaran Perencanaan Kegiatan Bermain Peran
64
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Rencana kegiatan bermain peran
a. Judul
b. Tujuan
1) Pengembangan kognitif
2) Pengembangan fisik
3) Pengembangan sosial
c. Alat-alat yang dibutuhkan
d. Kegiatan
1) Tema
2) Keaksaraan
3) Matematika
e. Penilaian siswa
f. Penilaian kegiatan secara keseluruhan
3. Contoh Kegiatan Bermain
a. Kemampuan yang diharapkan dicapai (bicara lancar dengan kalimat
sederhana)
b. Metode/teknik (bermain peran)
c. Alat peraga (alat-alat sesuai dengan yang diperlukan)
d. Langkah-langkah pelaksanaan
1) Guru menyediakan alat yang diperlukan
2) Guru memberikan penjelasan pada anak tentang kegiatan yang hendak
dilakukan oleh anak
65
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3) Anak diberi kesempatan untuk bermain peran sesuai dengan
keinginannya
4) Anak-anak melakukan main peran dengan cara dan percakapannya
sendiri.
5) Guru memperhatikan anak-anak yang sedangberbicara dengan teman-
temannya pada waktu bermain peran.
6) Bagi anak yang sudah berbicara lancar diberi pujian dan yang belum
diberi dorongan/motivasi.
B. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Lilik Mukminah Dewi Hastuti (2009)
tentang penggunaan metode bermain metode bermain peran sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak TK Wonogiri di kelompok B.
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mngetahui penerapan
metode bermain peran sebagai upaya meningkatkan kemampuan interaksi sosial
anak. Dari hasil pelaksanaan terlihat bahwa metode bermain peran sangat efektif
dalam mengebangkan kemampuan keterampilan sosial anak, hal ini terlihat dari
anak sudah mampu melakukan percakapan dengan orang lain tanpa rasa malu, dan
dapat membantu temannya yang mengalami kesulitan, ikut serta dalam kegiatan
kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh Nuraisa (2006) tentang penerapan bermain
peran untuk meningkatkan kemampuan apresiasi drama. Penelitian tindakan kelas
66
Sri Handayani, 2012
Meningkatkan Ketermpilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga hasil belajar anak
semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa metode
bermain peran mampu meningkatkan apresiasi drama dan pengalaman akspresif
siswa. Dalam hal peningkatan aktivitas dalam proses pembelajaran, siswa
memiliki keberanian bermain peran, anak berani mengemukakan pendapat,
menghargai pendapat teman, mematuhi etika bermain peran, dapat bekerja sama,
dan memiliki rasa tanggung jawab.