PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT...

100
PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT HUKUM KELUARGA DALAM AL-QUR’AN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: FUAD ALI FIKRI NIM: 11140440000121 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H / 2019 M

Transcript of PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT...

Page 1: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT

HUKUM KELUARGA DALAM AL-QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

FUAD ALI FIKRI

NIM: 11140440000121

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H / 2019 M

Page 2: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT

HUKUM KELUARGA DALAM AL-QUR’AN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

FUAD ALI FIKRI

NIM: 11140440000121

Di Bawah Bimbingan:

Dr. Hj. Azizah, MA

NIP. 196304091989022001

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 3: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP

AYAT-AYAT HUKUM KELUARGA DALAM AL-QUR’AN” telah diujikan

dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 21 Januari 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum

Keluarga (Ahwal al-Syakhsiyyah).

Jakarta, 21 Januari 2019

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, MA

NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Dr. Abdul Halim, M.Ag (..…………………….)

NIP. 196706081994031005

Sekretaris : Indra Rahmatullah, SH, MH (......………………….)

NIP.

Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, MA (...……………………)

NIP. 196304091989022001

Penguji I : Dr. Mesraini, M.Ag (..…………………….)

NIP. 197602132003122001

Penguji II : Hj. Hotnidah Nasution, MA (..…………………….)

NIP. 197101311997032010

Page 4: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 01 Januari 2019

FUAD ALI FIKRI

NIM: 11140440000121

Page 5: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

v

ABSTRAK

Fuad Ali Fikri. NIM 11140440000121. PANDANGAN QURAISH

SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT HUKUM KELUARGA DALAM AL-

QUR’AN. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. xiv+85

halaman dan lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pemikiran Quraish Shihab

mengenai masalah-masalah hukum keluarga. Pembahasan dalam skripsi ini

menguraikan tentang komparasi pemikiran Quraish Shihab dan fuqaha mengenai

jenis-jenis atau instrumen yang ada dalam hukum keluarga guna untuk

mempertajam bagaiamana pemikiran Quraish Shihab tersebut, serta menggali

metode istinbath hukum yang digunakan oleh Quraish Shihab. Karena sebagai

seorang mufassir beliau dituntut untuk dapat menguasai seluruh cabang ilmu

termasuk yang berkaitan dengan hukum keluarga. Dengan meneliti pemikiran-

pemikirannya, diharapkan akan tergambar tentang bagaimana hukum keluarga

perspektif ahli tafsir.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

melalui pendekatan normatif (normatif-yuridis), karenanya tehnik pengumpulan

datanya menggunakan data kepustakaan (library research). Objek penelitian ini

adalah Quraish Shihab namun hanya terbatas pada pandangannnya tentang

menafsirkan ayat-ayat hukum keluarga dalam Al-Qur‟an. Sumber primer (primary

resources) penelitian ini adalah buku-buku karya Quraish Shihab yang relevan

dengan pembahasan, adapun sumber skunder dalam penelitian ini adalah buku-

buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan

permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran Quraish Shihab

mengenai permasalahan dalam hukum keluarga seperti Nusyuz, isteri bekerja,

Poligami, batas minimal mahar, status kawin hamil, Aborsi, nikah beda agama,

dan keluarga berencana(KB) masih relevan dengan pemikiran dan pandangan-

pandangan fuqaha klasik. Hanya saja pemikiran Quraish Shihab terlihat lebih

kontemporer dan berada pada posisi tengah-tengah atau bahkan keluar dari

pendapat jumhur ulama sehingga terlihat adanya perbedaan pandangan dengan

para fuqaha dalam memahami makna ayat-ayat hukum keluarga dalam al-Qur‟an.

Akan tetapi pemaknaan itu lebih bersandar pada konsep kemaslahatan dan kehati-

hatian dan tidak keluar dari esensi dan koridor ajaran-ajaran syariat Islam. Oleh

karena itu pendapat-pendapatnya dapat dijadikan sebagai pilihan atau alternatif

bagi masyarakat luas tetapi dengan tidak meninggalkan pendapat-pendapat ulama

yang lain.

Kata kunci :Quraish Shihab, Pandangan, Hukum Keluarga, Ahli Tafsir

Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, MA

Daftar Pustaka : 1939-2017 Tahun

Page 6: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

vi

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala yang telah memberikan

beribu nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan „inayah-Nya, sehingga tiada lain kata

yang pantas terucap secara tulus kecuali hanya dengan kalimat Alhamdulillahi

Rabbil‟alamin. Sungguh hanya dengan pertolongan dan petunjuk-Nya lah akhir

nya skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Kedua kalinya tak lupa shalawat

teriring salam senantiasa tercurah limpahkan kepada manusia terbaik, manusia

pemimpin ummat yaitu Baginda Nabi Muhammd Shallallahu „Alaihi Wasallam

dengan mengucapkan Allahumma Shalli „Ala Sayyidina Muhammad beserta para

keluarga, sahabat dan tabi‟in serta umatnya. Aamiin.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna. Namun demikian, skripsi ini adalah hasil usaha dan

upaya yang maksimal dari penulis. Masih banyak hal yang tidak dimuat oleh

penulis dalamnya karena keterbatasan pengetahuan penulis. Namun disamping

kekurangan tersebut, penulis mendapat banyak pengalaman dalam penulisan

skripsi ini.Kemudian penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah

semata-mata hasil usaha sendiri, akan tetapi sampai terbentuknya skripsi ini

banyak pihak yang membantu dan memotivasi serta membimbing penulis dalam

menulis skripsi ini dari semua pihak. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saifudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum beserta wakil-wakil Dekan termasuk para pembantu Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Abdul Halim, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum

Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H., selaku Sekretaris

Program Studi Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.

3. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M.A., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis

yang selalu mendukung penulis dalam menulis.

Page 7: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

vii

4. Ibu Dr. Hj. Azizah, M.A., selaku Dosen pembimbing skripsi yang selalu

bersedia menyisihkan waktunya untuk membimbing penulis, mengarahkan

penulis, memberi saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan

ilmunya serta mengajarkan akhlaknya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Zainal Abidin dan Ibunda Nur

Hidayati yang telah mendoakan penulis siang malam, yang telah bekerja

siang malam demi membiayai kuliah penulis, dan yang selalu memberikan

penulis motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi

ini. Semoga Allah selalu memberi kesehatan pada keduanya dan Allah

ampuni segala kesalahan mereka.

7. Kiyai sekaligus guru yang luar biasa, KH. Bahruddin, S.Ag, yang telah

menunjukkan kami untuk mempelajari ajaran-ajaran islam dan yang selalu

menanamkan ahlak yang baik pada kami. Semoga senantiasa dirahmati

Allah dunia dan akhiratnya.

8. Teman-temanku seperjuangan (Arianto Saiful Hak, Muklis Sah, Fadilah

Hakim, Wahyudin Sidik, Miftahul Huda, Amza Maulana) yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Kepada Sholihati, Karina Izza Nabila, Abda Ilma Rodiana, Mutiara

Abdussalam, sebagai sahabat-sahabat terbaik yang pernah singgah dihati

dan selalu menyemangati penulis.

10. Seluruh teman-teman yang tergabung dalam organisasi HIKMAT

(Himpunan Keluarga Mahasiswa Alumni Tebuireng) JABODETABEK,

organisasai yang telah menyediakan wadah bagi penulis untuk pertama

kalinya studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Seluruh Pengurus ISDAH 2017 yang telah membimbing dan membantu

penulis hingga akhirnya selesai.

Page 8: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

viii

12. Seluruh Santri-santri Daar- el Hikam yang telah menambah motivasi

penulis dalam belajar ilmu agama dan memperbaiki diri.

13. Teman- teman organisasi PMII Komfisip dan PMII Komfaksyahum serta

KBPA(Keluarga Besar Peradilan Agama) UIN Jakarta.

14. Seluruh teman-teman SAS 2014 yang telah menambah warna dalam hidup

penulis selama studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga akhirnya

selesai penulisan skripsi ini.

Pada akhirnya, penulis mengucapkan banyak terimakasih sebesar-besarnya

kepada seluruh pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam penulisan

skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para

pembaca umumnya serta menjadi amal kebaikan tersendiri di sisi Allah, akhirnya

semoga setiap bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari

Allah SWT.

Wassalamu‟alaikum, Wr. Wb.

Jakarta, 09 Januari 2019

Fuad Ali Fikri

Page 9: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………...xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................ 7

E. Kajian Terdahulu ............................................................................. 8

F. Metode Penelitian ............................................................................ 9

G. Sistematika Penulisan .................................................................... 12

BAB II HUKUM KELUARGA DAN PANDANGAN ULAMA MAZHAB

MENGENAI HUKUM KELUARGA

A. Pengertian Hukum Keluarga ......................................................... 13

B. Sejarah Perkembangan Hukum Keluarga ...................................... 18

C. Pandangan Ulama Mazhab Mengenai Hukum Keluarga .............. 22

1. Nusyuz ....................................................................................... 22

2. Isteri Bekerja ............................................................................. 23

3. Poligami. .................................................................................... 25

4. Mahar ......................................................................................... 26

5. Status Kawin Hamil ................................................................... 29

6. Aborsi ........................................................................................ 30

7. Pernikahan Beda Agama ........................................................... 31

8. Keluarga Berencana(KB) .......................................................... 33

Page 10: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

x

BAB III BIOGRAFI SINGKAT DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB

MENGENAI HUKUM KELUARGA

A. Biorgafi Quraish Shihab.................................................................36

1. Kehidupan Quraish Shihab ....................................................... 36

2. Guru-guru Quraish Shihab ....................................................... 39

3. Karya-karya Quraish Shihab ..................................................... 41

B. Pemikiran Quraish Shihab Mengenai Hukum Keluarga. .............. 45

1. Nusyuz. ...................................................................................... 45

2. Isteri Bekerja ............................................................................. 47

3. Poligami. .................................................................................... 49

4. Mahar ......................................................................................... 51

5. Status Kawin Hamil ................................................................... 52

6. Aborsi ........................................................................................ 53

7. Pernikahan Beda Agama ........................................................... 54

8. Keluarga Berencana(KB) .......................................................... 56

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PANDANGAN QURAISH

SHIHAB DAN ULAMA MAZHAB

A. Analisis Pemikiran ........................................................................ 57

1. Nusyuz ....................................................................................... 57

2. Isteri Bekerja ............................................................................. 59

3. Poligami. .................................................................................... 62

4. Mahar ......................................................................................... 65

5. Status Kawin Hamil ................................................................... 67

6. Aborsi ........................................................................................ 69

7. Pernikahan Beda Agama ........................................................... 71

8. Keluarga Berencana(KB) .......................................................... 73

B. Bagan Perbandingan Antara Pemikiran Quraish Shihab dan Ulama

Mazhab Mengenai Hukum Keluarga ............................................ 75

A. Corak Pemikiran Quraish Shihab .................................................. 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 80

B. Saran .............................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan

asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Di dalam skripsi ini banyak

dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab

dengan tulisan huruf Latin. Pedoman Transliterasi yang digunakan dalam skripsi

ini sebagai berikut:

a. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H ha dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

1 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017, h., 66-69

Page 12: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

xii

Sy es dan ye ش

S es dengan garis bawah ص

D de dengan garis bawah ض

T te dengan garis bawah ط

Z zet dengan garis bawah ظ

ع„

koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Qo ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ـه

Ap ء

Y Ya ي

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia,

memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong

yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dengan huruf. Untuk

Page 13: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

xiii

Transliterasi vokal tunggal atau monoftong dalam tulisan Latin

dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut:

Sedangkan Transliterasi vokal rangkap atau diftong dalam tulisan Latin

dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut:

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ـــــاـ

 a dengan topi di atas

ــــــيــ

Î i dengan topi di atas

ـــــوــ

Û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif

dan lam ( ال ), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

syamsiyyah atau huruf qamariyyah. Misalnya:

al-ijtihâd = اإلجتهاد

al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الرخصة

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

A Fathah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

U Dammah ـــــــــــ

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

Ai a dan i ـــــــــــ ي

Au a dan u ـــــــــــ و

Page 14: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

xiv

e. Ta‟ Marbutah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri atau diikuti oleh

kata sifat (na„t) maka huruf ta marbûtah tersebut transliterasinya dalam

tulisan Latin menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut transliterasinya dalam tulisan

Latin menjadi huruf “t” (te)

f. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf­huruf syamsiyyah. Misalnya:

al-syuf„ah, tidakditulis asy-syuf„ah = ةعفشال

No Kata Arab Alih Aksara

syarî„ah شسيعت 1

al-syarî„ah al-islâmiyyah الشسيعت إلاسالميت 2

muqâranat al-madzâhib مقازهاث املراهب 3

Page 15: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia dalam bermasyarakat

sehingga hukum sangat dibutuhkan oleh suatu kelompok manusia, baik yang

primitif maupun modern untuk mengatur kehidupan mereka agar terciptanya

keamanan dan ketertiban. Tidak dapat dibayangkan bagaimana perkumpulan atau

suatu kelompok manusia tanpa adanya hukum yang mengatur tata kehidupan1

Hukum keluarga adalah hukum yang paling awal dikenal oleh manusia ,

khususnya hukum perkawinan yang ditandai dengan perkawinan Adam Alaihi

Salam dengan isterinya, Hawa. Hukum pernikahan atau hukum keluarga

dilaksanakan oleh keturunan Adam dan Hawa secara terus menerus dari dulu

hingga sekarang dengan berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi

didalamnya.2

Di negara-negara yang penduduknya tergolong heterogen semacam Indonesia

dan Malaysia misalnya, berlakunya hukum yang pluralis merupakan sesuatu yang

tidak bisa dihindarkan. Sebagaimana sistem-sistem hukum lain yang berlaku di

negara manapun, sistem hukum keluarga Islam masih tetap eksis dan terus berlaku

di Dunia Islam. Dari sekian banyak negara Islam, atau negara-negara

berpenduduk mayoritas Muslim umumnya dan bahkan di negara-negara

berpenduduk muslim minoritas sekalipun, hukum keluarga Islam benar-benar

menjadi hukum yang hidup (living law) dan diamalkan oleh keluarga-keluarga

Muslim.3

1 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2004), h. 2 2 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 5

3 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam , h. 9

Page 16: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

2

Fenomena yang muncul pada dunia islam di abad ke-20 adalah adanya usaha

pembaruan hukum keluarga di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.

Misalnya Turki sebagai Negara pertama yang melakukan pembaruan hukum

keluarga yaitu pada tahun 1917, kemudian diikuti oleh Mesir pada tahun 1920,

Iran pada tahun 1930, Syiria pada tahun 1953, Tunisia pada tahun 1956, Pakistan

pada tahun 1961, dan Indonesia pada tahun 1974.4 Adapun bentuk

pembaharuannya berbeda antara satu negara dengan yang lainnya, ada yang

melakukan pembaharuan berdasarkan taqnin(pengundangan), putusan(dekrit),

kepala negara(raja dan presiden), maupun ketetapan-ketetapan hakim.5

Adanya pengundangan hukum islam tersebut hakikatnya bertujuan untuk

mempersatukan hukum islam atau biasa disebut unifikasi hukum. Dalam

perkembangannya, pengundangan yang dilakukan di negara-negara muslim

sebagian besar hanya terjadi dalam bidang hukum keluarga, karena bidang

tersebut dianggap bagian dari substansi dalam hukum islam, Penerapan hukum

keluarga yang tidak jauh dari adanya unsur hukum adat dan hukum yang

berkembang di masyarakat menjadikan hukum keluarga sensitif untuk

dilakukannya perubahan.6 Oleh karena itu hukum keluarga yang diadobsi dari

hukum islam diberlakukan secara universal di dalam negara Muslim.

Meskipun telah dilakukan pengundangan, namun dinamika terhadap

pemikiran dan penafsiran tentang nilai-nilai hukum keluarga berikut

perdebatannya masih terbuka di kalangan para ulama. Apalagi nilai-nilai tersebut

terambil dari ayat-ayat al-Qur‟an yang masih mungkin mengandung makna yang

umum, sehingga dapat menimbulkan berbagai interpretasi dikalangan masyarakat

maupun ulama.

Salah satu ulama yang intens mengkaji tentang hukum islam adalah Quraish

Shihab. Bahkan ia juga masuk ke dalam ranah pembahasan mengenai masalah-

4 Atho Muzdhar dan Khaeruddin Nasution, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern,

(Jakarta: Ciputat Pers, 2003), h. 1 5 Hilal Malarangan, Pembaruan Hukum Islam dalam Hukum Keluarga di Indonesia,

Jurnal Hunafa Vol. 5 No. 1, April 2008, h. 39. 6 Ahmad tholabi Karlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 13

Page 17: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

3

masalah yang ada dalam hukum keluarga. Ia tercatat sebagai penulis yang sangat

profilik. Buku-buku yang ia tulis antara lain berisi sekitar kajian epistimologi al-

Qur'an yang menyentuh permasalahan kehidupan dalam konteks masyarakat

Indonesia kontemporer7. Terlebih, ia adalah cendekiawan muslim yang termasuk

menjunjung tinggi hak-hak perempuan yang ditandai dengan adanya tulisan-

tulisan dan pemikirannya yang membahas tentang persamaan kedudukan laki-laki

dan perempuan. Hal ini sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh tujuan dari

adanya pembaruan hukum keluarga itu sendiri yaitu pengangkatan status wanita.

Penulis tertarik untuk menggali pemikirannya karena ia merupakan ulama

ahli tafsir yang sangat mumpuni keilmuannya dan terbilang produktif dalam

mengarang buku. Ia memiliki beberapa pandangan terhadap masalah hukum

keluarga kontemporer. Oleh karenanya, penulis ingin mengetahui bagaimana

perspektif secara umum tentang permasalahan hukum keluarga menurut ulama

tafsir melalui pemikiran Quraish Shihab. Mengingat ia adalah seorang

cendekiawan muslim yang telah banyak menyumbangkan pikirannya terhadap

masalah-masalah hukum islam melalui buku-bukunya.

Salah satu karya beliau tentang penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an (baik yang

ahkam maupun yang mutasyabih) ia jadikan satu dalam sebuah karya

fenomenalnya yang diberi judul Tafsir Al-Misbah, yang berjumlah lima belas jilid

dan selesai diterbitkan pada tahun 2003. Total karyanya secara keseluruhan

hingga saat ini yang telah dibukukan setidaknya sudah mencapai 50 buku lebih.

Sehingga hal ini yang membuat penulis tertarik untuk mengkajinya lebih jauh.

Diantara penjelasannya dalam kitab Tafsir Al-Misbah yang terkait dengan

masalah hukum keluarga adalah penafsirannya terhadap salah satu ayat tentang

nusyuz. Ia menjelaskan bahwa yang berhak melakukan pemukulan terhadap isteri

yang membangkang adalah pemerintah. Perintah pemukulan tersebut

kewenangannya tidak ditujukan pada suami, melainkan pemerintah yang berhak

7 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2005), h. 365

Page 18: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

4

melakukan pemukulan dengan segenap kebijakannya.8 Ayat tersebut menurutnya

turun berkaitan dengan pengaduan seorang perempuan kepada Rasulullah yang

baru saja dipukul oleh suaminya. Lalu rasul menyuruh untuk membalas pukulan

suaminya tersebut dengan pukulan yang sama.

Padahal telah disebutkan dengan jelas dalam surat An-Nisa‟ ayat 34 bahwa

tindakan pertama yang boleh dilakukan suami terhadap isterinya adalah

menasehatinya, dengan tetap mengajaknya tidur bersama. Apabila tindakan

pertama ini tidak membawakan hasil, boleh diambil tindakan kedua, yaitu

berpisah ranjang . Apabila dengan tindakan kedua isteri masih tetap tidak mau

berubah juga, suami diperbolehkan melakukan tindakan ketiga yaitu memukulya.9

Bagi penulis hal ini menarik untuk digali karena ketika ayat muhkam yang telah

jelas-jelas menunjukkan bahwa perintah memukul isteri yang nusyuz merupakan

kewenangan suami akan tetapi ditafsirkan berbeda oleh Quraish Shihab bahwa

kewenangan itu ada pad pemerintah.

Quraish Shihab juga mengatakan bahwa Islam tidak merinci pembagian kerja

antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya tugas pokok seorang suami adalah

mencari nafkah, dan tugas pokok seorang isteri adalah mengatur rumah tangga.

Namun dengan demikian tidak menutup kemungkinan bahwa seorang suami

boleh melakukan pekerjaan rumah tangga, dan seorang isteri bekerja mencari

nafkah, terutama bila penghasilan seorang suami tidak mencukupi kebutuhan

rumah tangga10

itu artinya Quraish Shihab memperbolehkan perempuan untuk

beraktifitas diluar rumah bahkan memperbolehkan untuk seorang isteri bekerja

mencari nafkah untuk keluarganya.

Sedangkan menurut KH. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya, menyebutkan

diantara adab-adab seorang perempuan diantaranya: berdiam dirumahnya,

8 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran,

(Jakarta:Lentera Hati, 2000), vol 1, h. 412 9 Amir syarifuddin, Hukum Perkainan Islam di Indonesia ( Jakarta: Kenacana, 2006), h.

192. 10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, vol 1

(Jakarta:Lentera Hati, 2000), h. 459

Page 19: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

5

menetap dengan kesibukan rumahnya, tidak banyak bicara dan mengunjungi

tetangga kecuali karena ada kepentingan, menghormati suami ketika ada atau

tidak adanya, yang mencari kebahagiaan suaminya dalam segala hal dan tidak

keluar rumah tanpa seizin suaminya”11

lalu Rasulullah pernah bersabda pada

putrinya yaitu Fatimah r.a :”apa saja perkara yang baik bagi perempuan? Fatimah

r.a menjawab : “Tidak memandang laki-laki dan membiarkan laki-laki

memandangnya” lalu Rasulullah SAW memeluknya yang artinya Rasulullah

membenarkannya. Jelas hal ini menggambarkan ada sedikit penafsiran berbeda

dari Quraish Shihab terhadap kedudukan seorang perempuan.

Selain itu, pandangan Quraish Shihab terhadap hukum berpoligami yang

berlandaskan surat an-Nisa‟ ayat 3 menurutnya ayat tersebut bukanlah berisi

tentang peraturan poligami, karena poligami sudah dulu dilakukan oleh

masyarakat jauh sebelum turunnya ayat tersebut. Ayat tersebut menurutnya hanya

menunjukkan sebatas pembolehan poligami dan bukan berisi tentang perintah

maupun anjuran untuk berpoligami.12

Itupun merupakan pintu kecil yang hanya

dapat dilalui oleh yang membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan.

Ia tidak terlalu keras dalam menentang poligami, namun ia juga tidak

menganjurkan untuk poligami, menurutnya poligami boleh dilakukan siapapun

jika kondisinya memang darurat. Sebagaimana pernyataan yang disampaikannya

ketika ditanya oleh wartawan republika. ''Poligami itu bukan anjuran, tetapi salah

satu solusi yang diberikan kepada mereka yang sangat membutuhkan dan

memenuhi syarat-syaratnya. Poligami mirip dengan pintu darurat dalam pesawat

terbang yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu,'' tandas

Quraish kepada Damanhuri Zuhri wartawan dari Republika di ruang kerjanya

Pusat Studi al Quran (PSQ) Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (5/12/2017)13

11 Hasyim Asy‟ari, Dau‟u Al-Misbah Fi Bayani Ahkami Al-Nikah,(Jombang: Maktabah

Turats Al-Islami, 2010), h. 21 12 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, vol 2 h.

324 13 https://www.republika.co.id/amp/23350. Diakses hari Minggu 23 September 2018

pukul 14:25

Page 20: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

6

Menurut penulis hal ini menarik ketika fi‟l amar (perintah) yang tertera di

dalam surat An-Nisa‟ ayat 3 dipandang oleh Quraish Shihab bukan lah suatu

anjuran atau bahkan perintah, akan tetapi hanya menjadi sebuah dalil kebolehan

berpoligami saja, itupun menurutnya pembolehan tersebut hanya bersifat darurat,

dan ketika suatu ayat menggunakan fi‟l amar(perintah) hanya dipandang sebagai

hukum rukhsah(keringanan) karena adanya hal yang darurat maka ini menjadi

menarik untuk diteliti.

Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut bagaiamana pemikiran-

pemikiran hukum keluarga Quraish Shihab, pendekatan metode istinbath

hukumnya, dan faktor yang mempengaruhi pemikirannya. Berdasarkan uraian di

atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pemikiran M. Quraish Shihab

sebagai suatu karya ilmiah dengan judul: “PANDANGAN QURAISH SHIHAB

TERHADAP AYAT-AYAT HUKUM KELUARGA DALAM AL-QUR’AN”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas penulis dapat mengidentifikasi

beberapa masalah yang ada dalam bahasan ini. Masalah-masalah tersebut

diantaranya adalah :

1. Bagaimana pemikiran Hukum Keluarga perspektif Quraish Shihab?

2. Bagaimana metode istibath hukum Islam Quraish Shihab?

3. Apa corak atau aliran pemikiran Hukum Islam Quraish Shihab?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Batasan masalah berfungsi sebagai pijakan awal dan landasan penelitian.

Batasan masalah dapat mempermudah peneliti dalam penelitian agar tetap fokus

terhadap penelitianya. Maka, masalah harus sudah diidentifikasi, dibatasi dan

dirumuskan secara jelas, sederhana dan tuntas saat memulai memikirkan

penelitian.14

Adapun fokus penelitian ini hanya terbatas pada masalah-masalah

14

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,

2006), h. 93

Page 21: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

7

hukum keluarga seperti Nusyuz, isteri bekerja, Poligami, Mahar, kawin hamil,

Aborsi, nikah beda agama, dan Keluarga Berencana (KB).

2. Perumusan Masalah

Dari pemaparan identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas maka fokus

dalam pembahasan ini adalah :

a. Bagaimana metode istinbath hukum Quraish Shihab dalam masalah hukum

keluarga?

b. Bagaimana perbandingan pemikiran Quraish Shihab dan fuqaha klasik dalam

masalah hukum keluarga?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan menjelaskan metode istinbath hukum menurut Quraish

Shihab dalam masalah hukum keluarga

2. Mengetahui dan menjelaskan perbandingan pemikiran Quraish Shihab

terhadap fuqaha klasik dalam masalah hukum keluarga

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah::

1. Bagi peneliti

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang pada akhirnya dapat digunakan

oleh peneliti ketika sudah berada dilingkungan akademisi dan lingkungan

masyarakat.

2. Bagi Masyarakat

Dapat bermanfaat sebagai pengetahuan bagi masyarakat tentang pemikiran

Hukum Keluarga oleh Quraish Shihab

3. Bagi Lembaga

Sebagai masukan yang konstruktif dan merupakan dokumen yang bisa

dijadikan kerangka acuan dalam penelitian selanjutnya

Page 22: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

8

E. Kajian Terdahulu

Kajian tentang pemikiran dan pandangan-pandangan Quraish Shihab terhadap

Ayat-ayat Hukum Keluarga penulis belum pernah menemukannya. Yang ada

hanyalah beberapa kajian yang membahas satu tema khusus yang ada dalam

Hukum Keluarga, sebagaimana yang telah penulis temukan sebagai berikut:

1. Karya Yulia Baidar dengan judul “PERKAWINAN AHLUL KITAB

MENURUT PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB”, Prodi Ilmu Syari‟ah

STAIN Zawiyah cot kala Langsa pada tahun 2013 dengan temuan

penelitiannya yaitu pemikiran Muhammad Quraish Shihab yang

membolehkan perkawinan beda agama, tetapi dengan catatan laki-laki

muslim boleh menikah dengan perempuan ahli kitab sesuai dengan al Quran

surat al-Maidah ayat 5, karena memang al-Quran tidak memberikan

pelarangan yang tegas mengenai hal tersebut, tetapi wanita muslimah tidak

boleh menikah dengan laki-laki Ahli kitab sesuai dengan al Quran surat al

Baqarah 221.

2. Karya Taufik Mubarok dengan judul “STUDI ANALISIS TERHADAP

PENDAPAT QURAISH SHIHAB TENTANG TIDAK ADA EWAJIBAN

SUAMI MEMBAYAR MAHAR TERHADAP ISTRI TALAK QOBLA

DUKHUL”, Prodi Ahwal Syahsiyah Fakultas Syariah IAIN Semarang, pada

tahun 2009 dengan temuan penelitiannya yaitu pendapat Quraish Shihab yang

mengatakan suami tidak berkewajiban membayar mahar terhadap isteri

disebabkan karena ketika terjadi perceraian isteri dalam keadaan qabla dukhul

dan mahar belum juga ditentukan tapi suami menggantinya dengan

membayar mut‟ah.

3. Karya Nurul Irfan dengan judul “PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB

TERHADAP WANITA PEKERJA”, Prodi Ahwal Syahsiyah Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010 dengan

temuan penelitiannya yaitu Skripsi ini membahas tentang pandangan Quraish

Shihab terhadap wanita pekerja baik dalam negeri maupun luar negeri. Dalam

hasil pembahasannya beliau memperbolehkan seorang wanita bekerja ketika

penghasilan seorang suami tidak mencukupi.

Page 23: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

9

4. Karya Rivaldi Fahlepi dengan judul “FATWA M. QURAISH SHIHAB

DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM (Studi Terhadap Metode

Istinbath Hukum dalam Bukunya M. Quraish Shihab Menjawab 1001

Macam Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui)”, Prodi Ahwal

Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tahun 2016 dengan temuan penelitiannya yaitu Pemahaman hukum

Islam Muhammad Qurasih Shihab dalam menjawab problematika hukum

keluarga Islam, selain dengan pemahaman terhadap tafsir ayat-ayat al-Qur‟an

dan Hadits adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip ushul fiqh yang telah

dirumuskan dan dikodifikasi oleh para ushuliyyin serta menggunakan prinsip-

prinsip Maqashid asy-Syari‟ah, yang biasa disebut dengan metode Bayani,

Ta‟lili, Istishlahi.

Perbedaannya dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian penulis lebih

difokuskan pada pandangan-pandangan Quraish Shihab tentang Hukum Keluarga

yang dibatasi pada pembahasannya yang meliputi jenis-jenis Hukum Keluarga

seperti Nusyuz, Isteri bekerja, Poligami, Aborsi, Nikah Beda Agama, Kawin

Hamil, dan Keluarga Berencana (KB) dengan tujuan untuk mengetahui

bagaimana perspektif ahli tafsir dalam memahami ayat-ayat tentang Hukum

Keluarga dan untuk mempertajam pembahasan, maka penulis membandingkannya

dengan pemikiran ulama mazhab.

Dari sekian judul skripsi terdahulu tentang pemikiran Quraish Shihab belum

ada yang membahas penelitian dengan judul : “PANDANGAN QURAISH

SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT HUKUM KELUARGA DALAM AL-

QUR’AN”.

F. Metode Penelitian

Untuk membahas masalah-masalah dalam penelitian ini, maka dibutuhkan

metode untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang

akan dibahas dengan baik, benar, dan tepat. Berikut beberapa metode yang

digunakan oleh penulis antara lain:

Page 24: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

10

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.15

Karenanya penelitian ini

dalam proses pengumpulan datanya menggunakan data kepustakaan ( library

research ), yaitu sebuah penelitian yang analisanya didasarkan pada sumber-

sumber pustaka seperti buku, makalah, artikel, jurnal dan bahan bahan lain yang

relevan dengan masalah yang sedang diteliti16

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam skripsi ini adalah dengan melakukan

pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan normatif adalah pendekatan dengan cara

mendekati masalah yang akan diteliti dengan memperhatikan dan melihat apakah

sesuatu itu lebih baik atau buruk, benar atau salah berdasarkan norma-norma

agama dan norma yang berlaku di masyarakat.

3. Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan normatif yang

bersifat deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan

analisa terhadap pemikiran tokoh.17

4. Objek Penelitian

Objek penelitian penulis dalam skripsi ini adalah pemikiran tokoh, yaitu

pemikiran Quraish Shihab dalam memahami ayat-ayat Hukum Keluarga dalam al-

Qur‟an melalui karyanya tafsir al-Misbah.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari studi pustaka tersebut diuraikan secara logis dan

sistematis selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian

masalah dengan cara berfikir deduktif, yaitu mengumpulkan dan mengolah data

yang bersifat umum yang kemudian untuk diambil kesimpulan yang khusus.

15

Penelitian Kualitatif merupakan suatu strategi penelitian yang menekankan pada

pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, symbol, gejala, maupun deskripsi tentang

suatu fenomena yang kemudian disajikan secara naratif.

Lihat: Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, (Jakarta:

Kencana, 2014), Cet. 1, h. 329 16 Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah

(Yogyakarta : IKFA PRESS, 1998), h. 7 17 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), h.

38

Page 25: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

11

6. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka sumber

data yang penulis gunakan yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asal, yang

dalam hal ini data primer penulis adalah buku Tafsir Al Misbah, Pesan,

Kesan, dan Keserasian Al-Quran karya Prof. M. Quraish Shihab.

b. Data Sekunder adalah semua bahan yang memberikan penjelasan mengenai

sumber data primer, Diantaranya:

1) Perempuan, dari cinta sampai seks, dari nikah mut‟ah sampai nukah

sunnah Dari Bias Lama Sampai Bias Baru karya Prof. M. Quraish Shihab

2) M. Quraish Shihab menjawab: 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda

Ketahui karya Prof. M. Quraish Shihab

3) M. Quraish Shihab menjawab: 101 Soal Keislaman yang Patut Anda

Ketahui karya Prof. M. Quraish Shihab

4) Cahaya, Cinta, dan Canda M. Quraish Shihab karya Mauluddin Anwar,

dkk

5) Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq

6) Al-fiqhul Islam wa Adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili

7) Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

7. Teknik Penulisan

Tehnik penulisan studi ini, merujuk pada pedoman penulisan skripsi, tesis,

dan disertai dengan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Jakarta 2017.

Page 26: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

12

G. Sistematika Penulisan

Agar penelitian ini lebih terarah penulis menjadikan sistematika penulisan

menjadi lima bab yang terdiri dari sub-sub bab pada masing-masing bab.

Sistematika penulisannya sebagai berikut:

BAB I, merupakan bab pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah,

Pembatasan masalah, dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian,

Metode penelitian, Studi review terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II, merupakan bab yang membahas landasan teori yang meliputi:

Pengertian Hukum Keluarga, Sejarah Perkembangan Hukum Keluarga, dan

Hukum Keluarga perspektif ulama‟ mazhab.

BAB III, merupakan bab yang menjelaskan Profil Quraish Shihab yang

meliputi: Biografi siangkat Quraish Shihab, guru-guru Quraish Shihab, karya-

karya Quraish Shihab dan Pemikiran Quraish Shihab terhadap jenis-jensi Hukum

Keluarga.

BAB IV, merupakan bab yang memaparkan tentang perbandingan Hukum

Keluarga menurut Quraish Shihab dan ulama mazhab yang meliputi: Komparasi

pemikiran ulama mazhab dan Quraish Shihab terhadap ayat-ayat Hukum Keluarga

serta analisis penulis.

BAB V, merupakan bab terakhir yang membahas penutup yang meliputi ;

Kesimpulan dan Saran

Page 27: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

13

BAB II

HUKUM KELUARGA DAN PANDANGAN ULAMA MAZHAB

MENGENAI HUKUM KELUARGA

A. Pengertian Hukum Keluarga

Istilah Hukum Keluarga terdiri dari dua kata yaitu Hukum dan Keluarga.

Secara penggunaannya hukum terbagi menjadi dua jenis yaitu hukum

konvensional dan hukum syara‟. Adapun definisi hukum yang pertama

adalah peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau timbul

berdasarkan adat yang berlaku bagi suatu masyarakat (Negara). Sedangkan

hukum syara‟ secara sin gkat biasa disebut dengan hukum islam.1

Namun penggunaan istilah hukum yang dikehendaki dalam pembahasan

hukum keluarga disini adalah hukum syara‟ yang memiliki definisi yang

berbeda dengan hukum umum. Hukum syara‟ adalah hukum yang bersumber

langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur

kehidupan manusia di muka bumi. Menurut ahli fiqih, hukum syara‟ adalah

efek yang dikehendaki oleh khitab syari‟ dalam hal perbuatan seperti wajib,

haram, dan mubah.2 Hukum secara bahasa artinya menetapkan sesuatu di atas

sesuatu yang lain ( يءا

ى ش يئ عل

ش

باث

ث ).3 Sedangkan definisi hukum syara‟

menurut ahli ushul fiqh diartikan :

فين

لكملعال ا

ف

ق با

عل

خ ملى ا

عال

اب هللا ح

اء خط

خض

و إق

ا أ يير

خ

و ج

ا أ وضع

Artinya: “Perintah Allah yang berhubungan dengan perbuatan seorang

mukallaf (orang yang sudah dibebani hukum atau cakap hukum baik berupa

tuntutan(iqtidha‟), kebebasan memilih untuk bertindak(takhyir), maupuan

dalam bentuk ketetapan(wadha‟)”4.

1 Tim Penyusun Kamus, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 314 2 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 2014), h. 173

3 Moh. Rifa‟i, Ushul Fiqh, Edisi Revisi, (Bandung: PT Alma‟arif, 1973), cet. 1, h. 11

4 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), h. 26

Page 28: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

14

Sedangkan istilah Keluarga itu sendiri mengandung pengertian yang

beragam. Diantaranya pengertian berdasarkan UU No. 10 tahun 1992 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pasal 1

ayat 10 yang menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau

ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Dalam undang-undang ini keluarga

masih didefinisikan dalam arti sempit.

Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-ekonomi

terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua

institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang

yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan

perkawinan, dan adopsi.5 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga

merupakan satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.

Selain itu keluarga juga merupakan suatu struktur yang bersifat khusus,

dimana antara satu sama lain memiliki ikatan, baik melalui hubungan darah

maupun pernikahan, dan masing-masing individu saling mempunyai ikatan

batin.6 Pengertian dari kata keluarga pada umumnya dikelompokkan menjadi

dua jenis, yaitu keluarga kecil dan keluarga besar. Keluarga kecil juga biasa

disebut dengan keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Sedangkan

keluarga besar mencakup seluruh anggota keluarga yang bertambah sebagai

akibat dari hubungan perkawinan yang meliputi ayah, ibu, dan mertua.

Adapun ayat tentang keluarga dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:

ا من أ

نا هب ل

ن زب

ىن

ىل

رين يق

وال

إماما

قين

مخ

ا لل

نعين واجعل

أ

ة س

ا ق

اجن ي ز

ا وذ

واجن

ش

Artinya: “Dan orang orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah

kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati

(kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”.

(Qs.Al-Furqon : 74)7

5 Herien Puspitawati, Konsep dan Teori Keluarga, Jurnal Departemen Ilmu Keluarga dan

Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor, 2013, h. 1

Lihat juga sumber Herien Puspitawati, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di

Indonesia. (Bogor: PT IPB Press, 2012) 6 Hammudah „Abd. Al-Ati, The Family Structure in Islam (Keluarga Muslim), (Surabaya:

Bina Ilmu, 1984), h. 29 7 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid VII, h. 45

Page 29: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

15

ة م مىد

ك

يها وجعل بين

ىا إل

نسك

ا لد واج

ش

م أ

سك

ف

هم من أ

ك

ق ل

ل خ

ن

ومن آياجه أ

وزحمت

سون

ك

ف

ىم يخ

لك آلياث لق

)١٢: ٣. السوم/( إن في ذ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesara)-Nya ialah Dia menciptakan

pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan

sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Qs.Ar-Ruum : 21)8

Suami dan isteri adalah dua manusia yang telah Allah

pasangkan. Dengan adanya manusia yang berpasang-pasangan, maka Allah

akan mendatangkan ketenteraman, rasa cinta, kasih-sayang, anugerah, karunia

dan rahmat dalam suatu binaan rumah tangga Islam.

Berdasarkan pemaparan definisi kedua istilah diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa definisi Hukum Keluarga adalah ketentuan Allah yang

bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang berhubungan dengan

mukallaf untuk mengatur perkara-perkara yang berkaitan dengan hubungan

kekeluaragaan baik dari adanya hubungan darah maupun hubungan ikatan

perkawinan.

Istilah Hukum Keluarga yang biasa digunakan di Indonesia antara lain

hukum perkawinan, hukum keluarga, hukum kekeluargaan dan hukum

perorangan.9 Menurut Asep Saepudin Jahar, yang disebut keluarga adalah

sanak saudara, kaum kerabat, kaum saudara atau satuan kekerabatan yang

sangat mendasar dalam masyarakat. Sementara kekeluargaan adalah sesuatu

yang bersifat keluarga yang berkaitan dengan sebagai anggota dalam satu

keluarga. Kedua istilah tersebut digunakan untuk menamai aturan yang

berkaitan dengan masalah keluarga, yaitu hukum keluarga dan hukum

kekeluargaan, meski memiliki definisi yang sama namun kata hukum

keluarga lebih tepat pemakaiannya dalam hal ini.10

8 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya, jilid VII, h. 477

9 Khoirudin Nasution, Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga Perdata Islam di

Indonesia, (Yogyakarta: Academia & Tazzafa, 2007), h. 7 10

Asep Saepudin Jahar, Hukum Keluarga, Pidana, dan Bisnis, (Jakarta: Kencana,

Cet,1,2013), h. 10

Page 30: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

16

Beberapa pakar hukum mendefinisikan istilah Hukum Keluarga secara

berbeda-beda namun maksudnya sama. Diantaranya Musthafa Hasan yang

mendefinisikan Hukum keluarga sebagai keseluruhan ketentuan yang

mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah

dan kekeluargaan karena adanya perkawinan antara seorang laki-laki dan

perempuan sebagai suami-istri11

. Menurut Subekti, Hukum Keluarga

merupakan hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang

timbul dari adanya hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta

hubungan dalam lingkup hukum kekayaan antara suami dan istri, hubungan

orang tua dan anak, perwalian, serta curatele.12

Menurut Abdul Wahhab Khallaf hukum keluarga adalah hukum yang

berkaitan dengan keluarga yang meliputi hubungan suami istri dan karib

kerabat. Dalam Al-qur‟an kira-kira ada 70 ayat dalil tentang hukum

keluarga.13

Menurut Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islami Wa

Adillatuhu mengatakan bahwa hukum keluarga adalah hukum yang mengatur

hubungan keluarga sejak dimasa-masa awal pembentukannya hingga dimasa-

masa akhir atau berakhirnya (keluarga) berupa nikah, talak, nasab, nafkah,

dan kewarisan.14

Dengan melihat beberapa definisi tersebut, maka dapat diketahui ruang

lingkup hukum keluarga diantaranya adalah mengatur tentang pembentukan

sebuah keluarga melalui akad nikah, hubungan dalam kekeluargaan, hak dan

kewajiban suami-istri dalam keluarga, hak dan kewajiban orang tua dan anak,

putusnya hubungan perkawinan, Keturunan (nasab), dan Kewarisan.

Hukum keluarga menjadi penting karena manusia tidak dapat hidup

menyendiri, manusia bersifat saling bergantung antara satu sama lain, sama

halnya dengan pria dan wanita. Oleh karena itu hukum keluarga menjadi

11

Musthafa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012),h. 4 12

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Internasa, 1991), h. 16 13

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Fajar Interpratama

Mandiri, 2016), cet. I, h. 4 14

Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 19

Page 31: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

17

penting untuk mengatur bagaimana hubungan kekeluargaan dalam berumah

tangga seorang pria dan wanita dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya

muslim. Oleh karena itu, hukum keluarga yang diterapkan di Indonesia

adalah hukum keluarga islam. Yang mana hukum keluarga islam memiliki

definisi tersendiri yaitu hukum yang mengatur hubungan internal anggota

keluarga dalam suatu keluarga muslim yang berkaitan dengan masalah-

masalah tertentu. Sedangkan menurut Amin Summa, Hukum Keluarga Islam

adalah seperangkat kaidah undang-undang yang mengatur hubungan personal

anggota keluarga dalam konteksnya yang khusus/spesifik dalam hubungan

hukum suatu keluarga muslim.15

Keluarga muslim yang dimaksud adalah keluarga yang anggota-anggota

keluarganya muslim atau paling tidak pemimpin keluarganya itu muslim

meski ada anggota keluarga yang lain yang bukan muslim. Apabila dalam

keluarga tersebut memenuhi kriteria sebagai keluarga muslim maka aturan

hukum keluarga yang berlaku baik itu dalam hal pernikahan, perceraian,

nafkah, kewarisan dan lain sebagainya adalah mengikuti pada aturan hukum

keluarga islam yang berlaku. Maka ruang lingkup dalam hukum keluarga

islam mencakup perkawinan (munakahat dan yang berkaitan dengannya),

perwalian, wasiat, dan kewarisan.

Dalam perkembangannya, negara-negara muslim melakukan unifikasi

hukum atau qanunisasi hukum yang sebagian besar hanya terjadi dalam

bidang hukum keluarga, karena bagian tersebut adalah bagian dari substansi

hukum islam.16

Seperti di Indonesia saja, perundang-undangan yang sudah

dipositifkan menjadi peraturan universal dan berlaku untuk seluruh

masyarakat Indonesia, tetapi dasar pembentukan hukum keluarganya lebih

banyak diambil dari aturan-aturan hukum islam seperti berlakunya undang-

undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Itu artinya Indonesia telah

15

M. Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004), h. 13 16

Ahmad Tholabi Karlie, Hukum Keluarga Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.13

Page 32: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

18

melakukan pembaharuan hukum sebagai mana yang di lakukan oleh Turki

sebagai negara yang pertama kali memperbarui hukum keluarganya.

Tujuan dari adanya pembaharuan hukum keluarga adalah sebagai

unifikasi hukum, pengangkatan status wanita, dan merespon perkembangan

zaman. Hasil dari pembaharuan hukum islam tersebut antara lain adanya

pencatatan pernikahan, pembatasan hak talak sepihak oleh suami, keharusan

pencatatan nikah, jaminan hak istri, dan jaminan hak anak yang orang tuanya

bercerai.17

Salah satu pembaruan itu diantaranya adalah pencatatan

pernikahan di Indonesia sejak diberlakukannya uu no 1 tahun 1974 tentang

perkawinan, sehingga pernikahan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah

oleh Negara. Seperti yang tertera dalam pasal 2 ayat 2 : “Tiap-tiap

perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”18

B. Sejarah Perkembangan Hukum Keluarga

Hukum keluarga adalah hukum yang paling awal dikenal oleh

manusia , khususnya masalah hukum perkawinan yang ditandai dengan

adanya perkawinan Adam a.s dengan isterinya, Hawa. Hukum pernikahan

atau hukum keluarga dilaksanakan oleh anak, cucu, cicit nabi Adam dan

Hawa secara terus menerus dari dulu hingga sekarang dengan berbagai

perubahan dan perkembangan yang terjadi di dalamnya.19

Sehingga dengan

begitu hukum keluarga sering mengalami perubahan legalisasi yang berlaku

di masing-masing daerah maupun negara.

Di negara-negara yang penduduknya tergolong heterogen semacam

Indonesia dan Malaysia misalnya, berlakunya hukum yang pluralis

merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Sebagaimana sistem-sistem

hukum lain yang berlaku di belahan bumi manapun, sistem hukum keluarga

Islam masih tetap ada dan terus berlaku di Dunia Islam. Dari sekian banyak

negara Islam, atau negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dan bahkan

17

Atho Mudzhar dan Khaeruddin Nasution, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern,

(Jakarta: Ciputat Pers, 2003), h. 10-11 18

Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta, 1975), h. 42 19

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 5

Page 33: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

19

di negara-negara berpenduduk muslim minoritas sekalipun, hukum keluarga

Islam benar-benar menjadi hukum yang hidup (living law) dan diamalkan

oleh keluarga-keluarga Muslim.20

Sesuai dengan sifatnya, hukum bisa berubah sesuai tuntutan zaman

dan keadaan dimana hukum itu berlaku. Sehingga di beberapa Negara yang

memberlakukan hukum keluarga melakukan pembaharuan hukum tersebut

agar sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan. Meskipun hasil penalaran

fuqaha dimasa lampau yang sesuai dan memenuhi kebutuhan masyarakat

muslim pada masa itu, tetapi tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman

dan kebutuhan masyarakat muslim sekarang.21

Isi dan kandungannya

berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya karena adanya perbedaan

pengetahuan diantara fuqaha sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum

dan membuat masyarakat muslim tidak puas dengan hal itu.

Oleh karena itu banyak fenomena yang muncul pada dunia islam di

abad ke-19 diantaranya adalah adanya usaha pembaruan hukum keluarga di

negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Misalnya Turki yang

melakukan pembaruan di tahun 1917, Mesir pada tahun 1920, Iran pada tahun

1930, Syiria pada tahun 1953, Tunisia pada tahun 1956, Pakistan pada tahun

1961, dan Indonesia pada tahun 1974.22

Adapun bentuk pembaharuannya

berbeda antara satu negara dengan yang lainnya, ada yang melakukan

pembaharuan berdasarkan taqnin, putusan(dekrit), kepala negara(raja dan

presiden), ada pula dengan ketetapan-ketetapan hakim.23

Dari situ kita bias

melihat bahwa yang melakukan pembaharuan hukum pertama kali adalah

Turki.

20 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 9 21

Kurniati, Hukum Keluarga di Mesir, Jurnal Al-Daulah, Vol. 3, No. 1, h. 26 22 Atho Muzdhar dan Khaeruddin Nasution, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Modern,

(Jakarta: Ciputat Pers, 2003), h. 1 23 Hilal Malarangan, Pembaruan Hukum Islam dalam Hukum Keluarga di Indonesia,

Jurnal Hunafa, Vol. 5 No. 1, April 2008, h. 39.

Page 34: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

20

Negara yang memiliki peranan penting dalam proses pembaharuan

hukum keluarga di Negara-negara muslim lainnya adalah Turki dan Mesir.24

Turki merupakan Negara yang pertama kali melakukan pembaharuan hukum

keluarga pada tahun 1917, sedangkan mesir merupakan Negara Arab yang

pertama kali melakukan pembaharuan hukum keluarga sekaligus Negara

kedua yang melakukan pembaharuan tersebut yaitu pada tahun 1920. Dengan

diadakannya pembaharuan tersebut, maka kedua Negara ini telah membuka

pintu perubahan sistem hukum keluarga yang dipakai untuk Negara-negara

muslim lainnya, diantara bentuk pembaharuannya adalah meninggalkan

kebiasaan lama yang selalu merujuk pada kitab fikih klasik setiap ada

permasalahan yang kemudian menggunakan peraturan yang sudah

diundangkan misalnya Turki dengan lahirnya the Ottoman Law Of Family

Rights pada tahun 1917 maka dari yang awalnya masih berbentuk kitab fikih

klasik menuju format baru yang berupa perundang-undangan.

The Ottoman Law Of Family Rights adalah kitab undang-undang yang

dipakai Turki sebagai rujukan dalam masalah hukum keluarga. Sebagai

tonggak awal yang menandai adanya pembaharuan hukum islam di Dunia

Islam, maka the Ottoman Law Of Family Rights tercatat pernah diadopsi oleh

Lebanon, Yordania, dan Syiria. Oleh karena itu setidaknya Turki telah

memberi pengaruh dan inspirasi terhadap Negara muslim lainnya yang

menerapkan legalitas hukum keluarga. Mesir termasuk negara kedua yang

melakukan pembaharuan hukum keluarga pada tahun 1920 yang ikut

terisnpirasi oleh pembaharuan yang dilakukan oleh Turki. Salah satu contoh

pembaharuan hukum keluarga yang kerap mengalami amandemen di Turki

adalah aturan-aturan tentang perceraian. Di Turki aturan-aturan tentang

perceraian mengalami perkembangan yang cukup pesat jika dibandingkan

dengan fikih konvensional.

24

Syaiful Bahri, Kontribusi Pemikiran Qasim Amin Dalam Pembaruan Hukum Keluarga

Islam, Jurnal Al-Ahwal, Vol. 6 No. 1, 2013, h. 20

Page 35: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

21

Menurut Taheer Mahmud ada empat konsep dan metode pembaharuan

hukum Islam di Negara-negara muslim antara lain:25

1. Intra-doctrinal Reform

Merupakan pembaharuan hukum Islam yang didasarkan pada mazhab

hukum Islam (fiqh), yang dianut oleh masyarakat disuatu Negara. Seperti

Indonesia yang menganut mazhab Sunny dan lebih banyak mengambil

doktrin Imam Syafi‟i, kemudian Mesir yang semula menganut

Syafi‟iyyah, kemudian setelah penyebaran melalui Dinasti Usmani beralih

kepada mazhab Hanafiyyah hingga sekarang, Saudi Arabia yang menganut

mazhab Hanbali, Yaman dengan mazhab Zaidi.

2. Extra-doctrinal Reform

Merupakan pembaharuan hukum Islam di beberapa Negara muslim yang

keluar dari pendapat-pendapat mazhab fiqh yang dianut oleh

masyarakatnya. Seperti adanya ijtihad hukum islam yang baru yang

mereka lakukan. Diantara ijtihad dalam pembaharuan itu contohnya adalah

tentang wasiat wajibah dalam hukum kewarisan, pelarangan poligami dan

sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh Mesir, Turki dan Albania.

3. Regulatory Reform

Merupakan pembaharuan hukum Islam yang dipengaruhi oleh berbagai

prosedur hukum barat karena adanya perkembangan masyarakat muslim

yang bersentuhan dengan barat seperti adanya system legislasi dan

administrasi modern. Contoh Negara yang melakukan pembaharuan ini

antara lain Pakistan, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura dan lain

sebagainya.

4. Codification

Merupakan pembaharuan hukum Islam dengan cara pembukuan materi

hukum secara lengkap dan sistematis yang dikenal dari hukum barat

terutama sistem eropa continental.

25

Syaiful Bahri, Kontribusi Pemikiran Qasim Amin Dalam Pembaruan Hukum Keluarga

Islam, Jurnal Al-Ahwal, Vol. 6 No. 1, 2013, h., 213

Page 36: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

22

Dalam perkembangannya, pengundangan yang dilakukan di negara-

negara muslim sebagian besar hanya terjadi dalam bidang hukum keluarga,

karena bidang tersebut dianggap bagian dari substansi dalam hukum islam,

Penerapan hukum keluarga yang tidak jauh dari adanya unsur hukum adat dan

hukum yang berkembang di masyarakat menjadikan hukum keluarga sensitif

untuk dilakukannya perubahan.26

Sehingga hukum keluarga mampu bertahan

ditengah-tengah hempasan gelombang westernisasi (barat) karena masyarakat

muslim yang lebih tertarik untuk menggunakan hukum adat yang turun

temurun berlaku di masyarakat dan berpaling dari system hukum barat yang

telah disusun secara sistematis. Adanya pengundangan hukum islam tersebut

bertujuan untuk mempersatukan hukum islam atau yang biasa disebut

unifikasi hukum dan menghasilkan kepastian hukum.

C. Pandangan Ulama Mazhab Mengenai Hukum Keluarga

1. Nusyuz

Menurut kesepakatan para ulama pukulan oleh suami terhadap isteri

yang nusyuz diperbolehkan bagi suami jika nasihat dan pisah ranjang tidak

berfaidah baginya.27 Berdasarkan surah An-nisa‟ ayat 34, suami boleh

memberlakukan sanksi dan hukuman terhadap istrinya yang berbuat nusyuz,

yaitu melalui tahap-tahap persuasif, menasihati dan pisah ranjang, yang

selanjutnya al-dharb atau memukul. Mengenai pemukulan ini para mufassir

dan fuqaha‟ telah menyepakati bahwa pukulan yang diberikan adalah pukulan

yang lemah dan tidak sampai melukainya.28 Dari keterangan tersebut bisa

dipahami bahwa menurut para ulama mazhab, suami tetap memiliki hak

untuk memukul isteri yang nusyuz.

Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa jika isteri benar-benar nusyuz maka

suami boleh memukul isterinya. Tetapi meskipun boleh memukul tetapi

26 Ahmad tholabi Karlie, Hukum Keluarga Indonesia, h. 13 27 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih Fikih

Sunnah, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017), h. 259 28

Muhammad Kamil Hasan Al Mahami, Wanita Dimata Dunia dan Al-Qur‟an, (Jakarta:

Mustaqim, 2004), h. 98

Page 37: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

23

hendaknya bagi suami tidak memukul dengan pukulan yang melukai atau

mengeluarkan darah, tidak boleh berulang-ulang, dan hindarkan pemukulan

pada wajah.. Imam Syafi‟i juga mengatakan: “Aku lebih suka tidak

memukulnya, karena Nabi Muhammad SAW bersabda: “lan yadhriba

khiyarukum (orang yang baik di antara kalian tidak akan memukul istri).

Dalam kesempatan lain sesudah Nabi mendengar ada tujuh puluh orang

perempuan yang mengadukan perlakuan kasar suami mereka, beliau

mengatakan :”wa ma tajiduna ula-ika bikhiyarikum (kalian perlu ketahui

bahwa mereka para suami yang berlaku kasar terhadap istri bukan orang-

orang yang baik di antara kalian)”.29

Mazhab Hanafi berpendapat suami boleh memukul istri dengan pukulan

yang ringan dan tidak melukai. Disini Syariat islam membatasi dengan

memberikan kriteria pemukulan tersebut yang diperbolehkan adalah

memukul selain muka, perut atau bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan

kematian atau kemudharatan, tidak memukul pada satu tempat, serta tidak

memukul dengan alat yang bisa melukai.30

Sedangkan Mazhab Hanbali berpendapat suami tidak boleh memukul

lebih dari 10 kali pukulan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW

yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Tak boleh memukul melebihi

sepuluh kali kecuali pada saat hukuman had yang Allah tetapkan.31

2. Isteri Bekerja

Berbicara masalah hak dan kewajiban suami isteri, penulis hanya

membatasi pada pembahasan tentang kewajiban memberi nafkah oleh suami.

Alasan yang sering dikemukakan ulama mengenai wajibnya suami menafkahi

isteri adalah karena terbatasnya ruang gerak bagi isteri yang telah menikah

29

Al- Nawawi, al-Majmu‟ Syarah al-Muhazzab. (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah ,

2007), Cet. VI, h. 325 30

MD. Nor Bin Muhammad, Skripsi tentang Konsep Nusyuz (Studi Komperatif Antara

Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i), (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2011), h. 58 31

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih Fikih

Sunnah, h. 260

Page 38: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

24

untuk mendapatkan penghasilan bagi dirinya sendiri. Dalam bahasa ulama

disebutkan isteri itu bagaikan al-mahbus (tawanan).32

Diantara perbuatan ketaatan isteri terhadap suami adalah tinggal dirumah

selama dia telah menerima mahar dari suaminya yang membuatnya

mendedikasikan dirinya untuk memperhatikan berbagai perkara rumah

tangga, mengurus rumah dan menjaga atau merawat anak-anaknya. Bahkan

disebutkan isteri tidak boleh keluar rumah walaupun untuk melaksanakan

ibadah haji kecuali dengan seizin suaminya. Disana suami berhak untuk

melarangnya. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a,

ia berkata: aku melihat seorang perempuan datang menemui nabi dan dia

berkata, “Ya Rasulullah apa hak suami yang harus di penuhi oleh isterinya?”,

Rasulullah menjawab: “Haknya yang harus dipenuhi oleh isterinya adalah

jangan sampai dia keluar dari rumahnya kecuali dengan izinnya, jika dia

melakukannya maka Allah, malaikat rahmat, dan malaikat marah

melaknatnya sampai dia bertobat atau kembali”.33

Masalah keluar rumah oleh isteri, ada beberapa pandangan dari ulama

mazhab diantaranya adalah mazhab Syafi‟i dan mazhab Hanafi. Bagi mazhab

Syafi‟i makruh hukumnya untuk melarang isteri mengunjungi bapaknya yang

sakit berat dan melarang isteri datang untuk melayatnya jika meninggal

dunia. Bagi mazhab Hanafi membolehkan isteri untuk keluar rumah tanpa

izin suaminya jika salah satu dari kedua orang tuanya sakit.

Menurut ulama Hanafiyyah, jika ia bekerja tanpa keridhoan suami maka

tidak wajib diberi nafkah, tetapi jika ia bekerja dengan ridanya, nafkah tetap

wajib. Ridha suami pada suatu waktu tidak otomatis menjadi keridaan di

setiap waktu dan tempat, baginya boleh mencegah istri. Jika tidak mau, ia

tergolong nusyu dan gugur nafkahnya.34

32

Hairul Hudaya, Jurnal Studi Gender dan anak Vol. 1, Hak Nafkah Isteri (Perspektif

Hadis dan Kompilasi Hukum Islam), 2013, h. 30 33

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 303 34

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,

terj. Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I, h. 216.

Page 39: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

25

Menurut Nasaruddin Umar, banyak juga Hadis Nabi yang membolehkan

perempuan bekerja di luar rumah, di antaranya Nabi membiarkan perempuan

aktif dalam profesi peternakan. Bahkan, Nabi pernah memberikan petunjuk

dalam praktik jual beli. Beliau bersabda “apabila kamu ingin membeli atau

menjual sesuatu, maka tetapkanlah harga yang kauinginkan untuk membeli

atau menjualnya, baik kemudian kamu diberi atau tidak”.35

Istri-istri nabi sendiri aktif dalam bidang ekonomi dalam beragam

profesi, seperti: Siti Khadijah, konglomerat yang berhasil dalam bidang usah

ekspor-impor, Safiyah bint Huyay, perias pengantin, dan Zainab bint Jahsh,

bekerja dalam bidang home industry pada proses menyamak kulit binatang.

Selain itu, menurut dia, perempuan-perempuan lain seperti Qilat Ummi banu

Ammar yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk mengenai

jualbeli. Raitah, istri „Abd Allâh ibn Mas„ûd, Sahabat Nabi yang aktif

berbisnis karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

3. Poligami

Sebab-sebab yang umum diantaranya adanya poligami adalah kebutuhan

umat terhadap bertambahnya jumlah penduduk, untuk melakukan peperangan

melawan musuh, atau untuk membantu pekerjaan pertanian, pabrik dan

lainnya. Agama Yahudi telah membolehkan sistem poligami dan di dalam

agama masehi tidak ada nash yang melarang praktik poligami.

Dalam Islam sendiri tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama

tentang kebolehan seorang laki-laki menikahi wanita lebih dari satu.

Perbedaan hanya terjadi pada status hukum kebolehan tersebut; azimah atau

rukhsah.36 Selain itu juga perbedaan terjadi dalam jumlah istri yang

dibolehkan dalam poligami. Dalam hal ini penulis hanya mengungkapkan

pendapat jumhur ulama yang di kutip oleh Ibrahim Hosen dalam bukunya

sebagai berikut:

35

Fatimah Mernisi, Women and Islam, (London: Bisal Blackwell, 1991), h. 45 36

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2003), h. 138

Page 40: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

26

Jumhur memandang kebolehan poligami hanya terbatas pada empat wanita

berdasarkan surat an-Nisa‟ ayat 3 bahwa huruf “wawu” dalam kata “wa

tsulatsa”, “wa ruba‟a” adalah bermakna “aw” yang artinya (atau), dan bukan

makna aslinya yaitu (dan). Demikian juga dengan kata “matsna, tsulatsa,

ruba‟a” yang dimaknai dua, tiga, dan empat, tidak dimaknai dua-dua, tiga-

tiga, empat-empat. Penyimpangan dari arti asal itu dibolehkan karena ada

qarinah hadis Nabi saw berikut ini:

متسل

ال : ا

ق

حازث

يس بن ال

بي عن ق

الك للنست ذ

ك

ر

مان نسىة ف

وعندي ج

زبعار منهن ا

تقال اخ

ه عليه وسلم ف

ى الل

)زواه داود وابن ماجه( صل

“Dari Qais bin al-Harits, ia berkata: „aku masuk Islam sedangkan aku

mempunyai delapan istri. Lalu aku datang mengunjungi Nabi saw dan

menyampaikan hal itu. Beliau bersabda: „Pilihlah diantara mereka itu

empat!‟” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah). 37

4. Mahar

Mahar adalah persyaratan dalam menikah, apabila ada pernikahan yang

dilakukan tanpa adanya mahar maka pernikahan tidak sah karena mahar

adalah sesuatu yang wajib diberikan pada saat pernikahan baik disebutkan

maupun tidak. Hal ini adalah pendapat madzhab Maliki, dan salah satu dari

pendapatnya Imam Ahmad bin Hanbal serta pendapat yang dipilih oleh Ibnu

taimiyah. Sedangkan jumhur ulama seperti Imam Abu Hanifah, Syafi‟i dan

Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa persyaratan nikah yang meniadakan

mahar tidak membatalkan suatu pernikahan dan pihak wanita berhak

mendapatkan mahar yang sepadan.38

Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan bahwa mahar merupakan

segala sesuatu yang bernilai dalam perniagaan.39 Mahar itu berupa harta, suci,

halal, mendatangkan kemanfaatan, dan bisa diserahterimakan seperti rumah

dan lain sebagainya. Pendapat Mazhab Syafi‟i dan Hanbali tentang kriteria

mahar yaitu setiap amal yang bisa diupahkan boleh dijadikan sebagai mahar

contohnya seperti mengajarkan Al-Qur‟an, kerajinan tangan, berkhidmat dan

37 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, h. 140-141.

38 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan , h. 132

39 Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid, jilid 2 (ttp: tt), h. 46

Page 41: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

27

lain sebagainya. Namun pendapat tersebut di tentang oleh Imam Abu Hanifah

dan dimakruhkan oleh Imam Malik.

Adapun batasan maksimal nilai mahar para ulama sepakat tidak ada

batasan maksimal nilai mahar yang harus diberikan pada isteri. Imam Ibnu

Taimiyah mengatakan “tidak masalah bagi orang yang diberikan kelapangan

oleh Allah dan ingin memberikan mahar yang banyak pada isterinya”.

Namun jika seseorang tidak mampu dan tidak mau melaksanakannya maka

hukumnya makruh bila dipaksakan.40

Sedang untuk batasan minimal nilai mahar menurut pendapat yang kuat

tidak ada batasan minimal mahar. Boleh memberikan mahar dengan setiap

sesuatu yang disebut dengan harta, atau yang bernilai harta apabila telah ada

keridhaan. Ini merupakan pendapat Mazhab Syafi‟i, Hanbali, Ishaq, Abu

Tsaur, Al-Auza‟i, Al-Laits, Ibnu Al-Musayyab dan lainnya. Bahkan Ibnu

Hazm membolehkan dengan segala sesuatu yang bernilai setengah dari suatu

barang walaupun dengan setengah dari sebiji gandum.41

Tidak adanya batasan minimal dalam menetapkan nilai mahar diperkuat

dengan keumuman firman Allah :

“Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu

jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk

berzina” (Q.S An-Nisa : 24).

Sabda Nabi Muhammad SAW kepada seorang laki-laki yang ingin

menikahi seorang wanita yang menghibahkan dirinya kepada Nabi, “Apakah

engkau memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar?, lelaki tersebut menjawab,

“Tidak”. Lalu Nabi berkata: “Pulanglah carilah dirumahmu apa yang engkau

miliki walaupun berupa cincin dan besi”. Hal ini menunjukkan bahwa mahar

boleh dengan segala sesuatu tetapi yang bernilai atau yang dinamakan

materi(harta).42

40

Majmu‟ Al-Fatawa (32/195) 41

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih Fikih

Sunnah, h. 158 42

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih Fikih

Sunnah, , h. 159

Page 42: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

28

Sedangkan Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya Fiqih Islam Wa

Adillatuhu menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai

masalah minimal mahar yang harus diberikan oleh laki-laki, yang terbagi

pada tiga pendapat, yaitu:43

Pertama, pendapat Mazhab Hanafi bahwa minimal mahar adalah sepuluh

dirham, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi

Muhammad SAW bersabda:

سة دزاهم

ل من عشق

مهس ا

ل

Artinya: “Tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham”

Kedua, pendapat Mazhab Maliki yang mengatakan bahwa standar mahar

yang paling rendah adalah seperempat dinar emas atau tiga dirham perak

murni yang sama sekali tidak mengandung kepalsuan. Atau dengan barang-

barang yang suci yang terbebas dari najis yang sebanding dengan harganya,

baik berupa barang, hewan, maupun bangunan yang dibeli secara legal dan

bermanfaat menurut syariat. Serta mampu diserahkan pada isteri yang barang

tersebut kadar, jenis dan macamnya jelas.

Ketiga, pendapat Mazhab Syafi‟i dan Hanbali yang menyebutkan bahwa tidak

ada batasan terendah bagi mahar. Sahnya mahar tidak ditentukan dengan

sesuatu. Oleh karena itu, sah jika mahar adalah harta yang sedikit ataupun

banyak. Batasannya adalah semua yang sah untuk dijual atau yang memiliki

nilai sah untuk menjadi mahar. Dan jika tidak memiliki nilai maka tidak bisa

dijadikan mahar.

5. Status Kawin Hamil

Mengenai ketentuan-ketentuan hukum perkawinan wanita hamil dalam

pendapat para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad bin

43 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 235

Page 43: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

29

Hanbal), mereka berbeda pendapat, pada umumnya dikelompokkan kepada

dua kelompok pendapat:44

a. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i mengatakan: Wanita hamil akibat

zina boleh melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang

menghamilinya atau dengan laki-laki lain.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa wanita hamil karena zina itu

tidak ada iddahnya, boleh mengawininya, tetapi tidak boleh melakukan

hubungan seks hingga dia melahirkan kandungannya”, hal ini didasarkan

pada Firman Allah Surah An-Nisa ayat 24 dan sabda Rasulullah SAW :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka jangan

sampai dia siramkan air spermanya kepada janin milik orang lain,

maksudnya menggauli perempuan yang sedang hamil”.45

Sementara Imam Syafi'i mengatakan: “hubungan seks karena zina itu

tidak ada iddahnya, wanita yang hamil karena zina itu boleh dikawini, dan

boleh melakukan hubungan seks sekalipun dalam keadaan hamil”. Mazhab

ini mendasarkan pada surah an-Nisa‟ ayat 24 dan Hadits yang

diriwayatkan oleh Aisyah : ”Perkara yang haram tidak membuat haram

sesuatu yang halal”46

Jadi, menurut mereka wanita zina itu tidak dikenakan ketentuan-

ketentuan hukum perkawinan sebagaimana yang ditetapkan dalam nikah.

Karena iddah itu hanya ditentukan untuk menghargai sperma yang ada

dalam kandungan isteri dalam perkawinan yang sah. Sperma hasil dari

hubungan seks di luar nikah tidak ditetapkan oleh hukum.

b. Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal mengatakan tidak boleh

melangsungkan perkawinan antara wanita hamil karena zina dengan laki-

laki lain sampai dia melahirkan kandungannya.

44

Jurnal Masalah - Masalah Hukum oleh Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah

Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Fiqih Islam di Kantor Urusan Agama (Studi

Kasus di Kota Kupang), Jilid 46 No. 3, Juli 2017, h. 239-248 45

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 145 46

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk , h. 146

Page 44: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

30

Menurut Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal perkawinan dalam

bentuk apapun memiliki akibat yang sama yaitu adanya iddah. Pendapat

yang mereka kemukakan didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW

yang artinya:

“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari

akhirat menyiramkan airnya (spermanya) kepada tanaman orang lain,

yakni wanita-wanita tawanan yang hamil, tidak halal bagi seorang yang

beriman kepada Allah dan hari akhirat mengumpuli wanita tawanan

perang sampai menghabiskan istibra'-nya (iddah) satu kali haid”.

Selain itu keduanya juga beralasan atas dasar sabda Nabi Muhammad

SAW yang lainya: “Jangan kamu menggauli wanita hamil sampai dia

melahirkan dan wanita yang tidak hamil sampai haid satu kali”.

Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengambil kesimpulan

dari kedua hadits tersebut, bahwa wanita hamil tidak boleh dikawini,

karena dia perlu iddah. Mereka memberlakukan sama adanya iddah baik

bagi wanita hamil dari perkawinan yang sah maupun wanita hamil dari

akibat perbuatan zina, maka wanita hamil dilarang melangsungkan

perkawinan kecuali setelah berakhirnya masa iddahnya yaitu ketika

seseorang melahirkan anaknya.

6. Aborsi

Menurut pandangan mayoritas fuqaha‟, melakukan aborsi bagi janin

yang telah berusia 120 hari hukumnya haram. Sedang usia sebelum 120 hari

terjadi khilafiyah (perbedaan). Ada yang berpendapat boleh, makruh, dan

haram. Alasan yang mengharamkan usia 120 hari dan membolehkan sebelum

120 hari adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibn Mas‟ud yang

menyatakan tentang penciptaan janin, dari nuthfah ke „alaqah, ke mudghah

dan sampai ditiupkannya ruh pada usia ke 40 hari.47

47

Dewani Ramli, Jurnal Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

(Suatu Kajian Komparatif), PPs. IAIN Ar-Raniri, Banda Aceh, Diakses 22 Oktober 2018 pukul

14:39. Lihat: https://media.neliti.com/media/publications/58382-ID-aborsi-dalam-perspektif-

hukum-positif-da.pdf

Page 45: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

31

Mayoritas fuqaha Syafî‟iyah, dan mayoritas fuqaha‟ Hanabilah serta

mayoritas fuqaha Hanafiyah, berpendapat bahwa jika pengguguran

kandungan (aborsi) atas persetujuan suami istri, tidak menggunakan alat yang

membahayakan, dan janin yang digugurkan tersebut belum berusia 40 hari,

maka hukumnya makruh. Alasan dari mahzab Hanafi adalah karena janin itu

belum berbentuk.48

Juga menurut para ulama Hanafiah boleh menggugurkan

kandungan sebelum berumur empat bulan sekalipun itu dilakukan tanpa

seizin suami.49

Para ulama Malikiah berpendapat bahwa jika rahim telah dibuahi sperma

maka tidak boleh mengganggunya, apalagi jika sperma tersebut sudah

terbentuk menjadi janin yang kemudian janin tersebut telah ditiupkannya ruh,

maka mereka sepakat bahwa itu adalah pembunuhan.50

7. Pernikahan Beda Agama

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menyebutkan bahwa semua

ulama sepakat seorang Muslim tidak boleh menikah dengan perempuan

musyrik karena memiliki perbedaan yang prinsipal yaitu islam dan

kesyirikan, sehingga dianggap sebagai dua kutub yang berlawanan.51 Dalam

kitab Fiqih al-Islam Wa Adillatuhu disebutkan bahwa perempuan musyrik

adalah perempuan yang menyembah Allah bersama sesuatu yang lain, seperti

berhala, bintang-bintang, api, dan binatang. Yang tergolong kedalamnya

antara lain perempuan atheis, materealis, majusiyyah (penyembah api),

watsaniyyah (penyembah berhala), serta orang yang murtad, dan lain-lain.52

48

Dewani Ramli, Jurnal Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

(Suatu Kajian Komparatif), PPs. IAIN Ar-Raniri, Banda Aceh 49

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 105 50

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 105 51 Ahmad Tholabi Karlie, Hukum Keluarga Indonesia, h. 241 52 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 147

Page 46: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

32

Para fuqaha‟ empat mazab memiliki pandangan masing-masing tentang

bagaimana hukumnya laki-laki muslim mengawini perempuan Ahli Kitab.

penjelasannya sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi: Imam Abu Hanifah membolehkan mengawini wanita ahli

kitab (Yahudi dan Nasrani), sekalipun ahli kitab tersebut meyakini trinitas,

karena menurut mereka yang terpenting adalah ahli kitab tersebut memiliki

kitab samawi. Menurut mazhab ini yang dimaksud dengan ahli kitab

adalah siapa saja yang mempercayai seorang Nabi dan kitab yang pernah

diturunkan Allah SWT, termasuk juga orang yang percaya kepada Nabi

Ibrahim As dan Suhufnya dan orang yang percaya kepada nabi Musa AS

dan kitab Zaburnya, maka wanitanya boleh dikawini.

Bahkan menurut mazhab Hanafi mengawini wanita ahli kitab dzimmi

atau wanita kitabiyah yang ada di Darul Harbi adalah boleh, hanya saja

hukumnya makruh tahrim, karena akan membuka pintu fitnah, dan

mengandung mafsadah yang besar, yakni seorang suami muslim yang

kawin dengan perempuan ahli kitab dikhawatirkan akan patuh terhadap

istrinya yang berjuang memperbolehkan anaknya beragama dengan selain

agamanya.53

b. Mazhab Maliki: Nikah dengan kitabiyah (ahli kitab) hukumnya makruh

mutlak baik dzimmiyah maupun harbiyah, namun makruh menikahi

wanita harbiyah lebih besar. Akan tetapi jika dikhawatirkan bahwa isteri

kitabiyah ini akan mempengaruhi agama anak-anaknya dan meninggalkan

agama ayahnya, maka hukumnya haram.54

c. Mazhab Syafi‟i: berpendapat sama dengan jumhur ulama tentang

makruhnya menikahi wanita ahli kitab. Meskipun terlihat dibolehkan

dengan dasar hukum makruh, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi,

ketika tidak memenuhi syarat-syaratnya maka hukumnya pun akan

berubah menjadi haram. Syarat yang dimaksud adalah wanita ahli kitab

53

Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2006),

h. 40 54

Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam, h. 41

Page 47: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

33

harus berasal dari keluarga Yahudi atau Nasrani sebelum ajaran mereka

diselewengkan. Artinya mereka harus berasal dari Ahli kitab yang masih

murni pada ajarannya. Jika dilihat pada kenyataannya untuk saat ini, maka

akan sangat sulit atau bahkan mustahil untuk menemukannya. Sehingga

secara tidak langsung mazhab Syafi‟i mengharamkan pernikahan dengan

ahli kitab untuk konteks saat ini.55

d. Mazhab Hanbali: mengemukakan bahwa haram menikahi wanita-wanita

musyrik, dan boleh menikahi wanita Yahudi dan Nasrani. Mazhab ini

banyak mendukung pendapat guru Imam Hanbali yaitu Imam Syafi‟i.

Tetapi tidak membatasi bahwa yang termasuk ahli kitab adalah Yahudi dan

Nasrani yang berasal dari Bangsa Israel saja, melainkan semua wanita-

wanita yang menganut Yahudi dan Nasrani sejak saat Nabi Muhammad

SAW belum diutus menjadi Rasul, baik dari bangsa Israel maupun tidak.

8. Keluarga Berencana(KB)

Salah satu cara untuk mengatur jumlah kelahiran adalah dengan cara

„Azl, yaitu mengeluarkan sperma diluar vagina.56 Dengan begitu sperma tidak

masuk kedalam sel telur. Para ulama sepakat bahwa melakukan „azl tanpa

seizin isteri yang merdeka hukumnya makruh, karena hubungan intim

merupakan sebab mendapatkannya anak. Sedangkan isteri berhak untuk

mendapatkan anak. Dengan melakukan „azl maka kesempatan untuk

mendapatkan anak menjadi sirna.

Dalil diperbolehkannya „azl adalah perkataan Jabir yang diriwayatkan

oleh Imam Muslim, “Dulu di zaman Rasulullah kami melakukan „azl, dan hal

itu sampai ke beliau, namun beliau tidak melarangnya.” Keempat madzhab

menyepakati pendapat yang memperbolehkan „azl berdasarkan hadits Abu

Sa‟id al-Khudri secara marfu‟ dari Ahmad,57 “kami menggauli isteri kami dan

55 Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam,h. 42 56

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 104 57

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 299

Page 48: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

34

kami suka menggauli mereka, maka apa pendapatmu tentang „azl? Beliau

menjawab:

“Perbuatlah apa yang menurut kalian baik, maka apa yang ditetapkan oleh

Allah itulah yang terjadi, dan tidak dari setiap air sperma lahir anak”

Sedangkan dalil yang memakruhkan „azl adalah hadits yang diriwayatkan

dari Judzamah binti Wahab al-Asadiyyah:

“Aku menghadiri Rasulullah ketika beliau berada di tengah-tengah manusia

seraya bersabda, “Sungguh aku berkeinginan untuk melarang al-ghiilah58.”

Kemudian aku melihat keadaan orang-orang Romawi dan Persia, ternyata

mereka melakukan al-ghiilah, dan itu tidak membahayakan anak-anak

mereka sedikitpun. Kemudian para sahabat bertanyakepada beliau mengenai

„azl, lantas Rasulullah menjawab, “Itu merupakan al-wa‟d59 yang

tersembunyi, yaitu: tatkala anak yang dikubur hidup-hidup ditanya.”

Menurut Ibnu Utsaimin tentang „azl dalam fatwanya menyebutkan tidak

boleh melakukan „azl pada isteri yang merdeka (bukan budak), kecuali atas

izinnya. Sebab isteri juga punya hak untuk mempunyai anak. Kemudian tapa

izin dari dia dapat mengurangi kepuasannya dalam melakukan hubungan

seksual. Maka melakukan „azl tanpa seizin isteri merupakan tindakan

menghilangkan kepuasan isteri dan juga menghilangkan proses terjadinya

anak, oleh karenanya „azl dilakukan setelah mendapatkan izin dari isteri.60

Berikut pandangan empat madzhab tentang keabsahan melakukan „azl

antara lain:61

a. Mazhab Hanafi : mayoritas ulama mazhab Hanafi mengizinkan al-„azl

sebagai tindakan kontrasepsi. Tetapi terjadi perbedaan mengenai

persetujuan isteri. Ada yang berpendapat boleh tanpa persetujuan isteri

apabila telah terjadinya kemunduran agama “zaman yang buruk” dan

kekhawatiran akan melahirkan anak-anak yang nakal.62

Kalangan ulama

58

Al-ghiilah adalah menggauli isteri ketika ia masih sedang menyusui. 59

Al-wa‟d adalah mengubur anak hidup-hidup. 60

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dkk, Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah,

Musthofa Aini, dkk, (Jakarta: Darul Haq, 2003), h. 433 61

„Abd al-Rahim „Umran, Islam dan KB, penerjemah, Muhammad Hasyim, (Jakarta:

Lentera, 1997), h. 181-194 62

„Abd al-Rahim „Umran, Islam dan KB, penerjemah, Muhammad Hasyim, h. 181-182

Page 49: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

35

Hanafiah menyebutkan: “Ada beberapa sebab seseorang boleh melakukan

„azl tanpa izin dari isteri, seperti ketika dalam perjalanan jauh, di dalam

area peperangan yang dikhawatirkan akan keselamatan anak, atau si isteri

berakhlak buruk sehingga ia ingin menceraikannya, dan itu dilakukan

karena takut akan terjadi kehamilan.”

b. Mazhab Maliki : mayoritas ulama Maliki menegaskan halalnya al-„azl

untuk mencegah kehamilan, dengan syarat adanya persetujuan isteri.63

Dalam akhir keterangan kitabnya al-Muwaththa‟, imam malik menyatakan

pendapatnya secara tegas tentang „azl, dan ini menjadi sikap mazhab

maliki, ia mengatakan “tak seorangpun boleh melaksanakan al‟-azl tanpa

persetujuan isteri yang merdeka.

c. Mazhab Syafi‟i: sikap khas mazhab Syafi‟i adalah al-„azl boleh dilakukan

dan boleh tanpa persetujuan isteri. Tetapi kebolehan tanpa izin isteri

tersebut paling tidak dihukumi sebagai makruh tanzih (makruh ringan),

karena wanita mempunyai hak akan hubungan kelamin tetapi tidak berhak

anak ejakulasi.64

d. Mazhab Hanbali: mayoritas mazhab Hanbali sependapat dengan mayoritas

mazhab yang lain bahwa al-„azl adalah halal dengan persetujuan isteri,

baik ia muda ataupun tua. Persetujuan itu boleh ditinggalkan disaat-saat

tertentu, bahkan beberapa ulama Hanabilah mewajibkan untuk

mempraktikkan al-„azl di wilayah musuh. Imam Ahmad bin Hanbal

sendiri telah mensahihkan dalam musnadnya banyak hadits tentang al-„azl,

ia mengizinkan melakukan itu tetapi harus dengan persetujuan isteri.65

63

„Abd al-Rahim „Umran, Islam dan KB, penerjemah, Muhammad Hasyim , h. 183 64

„Abd al-Rahim „Umran, Islam dan KB, penerjemah, Muhammad Hasyim, h. 189 65

„Abd al-Rahim „Umran, Islam dan KB, penerjemah, Muhammad Hasyim, h. 194

Page 50: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

36

BAB III

BIOGRAFI SINGKAT DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB

MENGENAI HUKUM KELUARGA

A. Biografi Quraish Shihab

1. Kehidupan M. Quraish Shihab1

Nama lengkap Quraish Shihab adalah Muhammad Quraish Shihab,

dilahirkan di Kabupaten Sindenreng Rappang (Sindrap)2 Provinsi Sulawesi

Selatan pada tanggal 16 Februari 1944. Ia berasal dari keluarga yang

sederhana tetapi sangat kuat dalam berpegangan terhadap ajaran agama. Ia

adalah anak keempat dari enam bersaudara. Tiga kakaknya bernama Nur, Ali,

Umar, dan dua adiknya bernama Wardah dan Alwi. Setelah lahir adiknya

yang terakhir, yaitu Alwi shihab, ayahnya memboyong keluarga besarnya ke

Makassar, persisnya di Jalan Sulawesi Lorong 194 nomor 7 yang lebih

dikenal dengan Kampung Buton. Disana kemudian lahir lagi tujuh adik

Quraish shihab bernama Nina, Sida, Nizar, Abdul Muthalib, Salwa, dan si

kembar Ulfa dan Latifah. Sehingga keluarga Quraish Shihab memiliki total

12 putra-putri.

Quraish Shihab lahir dari sang ayah bernama Habib Abdurrahman Shihab

yang lahir pada tahun 1905 dan wafat pada tahun 1986. Ayahnya tersebut

tinggal di Rappang selama 10 tahun sejak menikahi emma‟ (sebutan untuk

ibu Quraish Shihab). Ia Merupakan seorang ahli tafsir, mantan rektor Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Alaudin Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi

Selatan selama periode 1972 sampai 1977, dan ikut serta dalam mendirikan

Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Ujung Pandang sekaligus menjadi

1 Afrizal Nur, Jurnal Ushuluddin Vol. XVIII No. 1, Januari 2012, h. 22- 24

2 Luas wilayahnya mencapai 1.883,25 km2 , dengan 11 kecamatan, 38 kelurahan, dan 65

desa.

Page 51: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

37

ketuanya pada 1959-1965. Ternyata darah sebagai ahli tafsir dalam diri

Quraish shihab memang sudah ada dalam diri ayahnya.

Sejak kecil Quraish Shihab terpengaruh oleh ayahnya untuk mendalami

ilmu tafsir. Banih kecintaan terhadap ilmu tafsir ditanamkan di usia belia.

Ayahnya selalu mengajak anak-anaknya wirid setelah maghrib. Sejak kecil

pula ia sudah lancar membaca al-Qur‟an dan mampu menguraikan kisah-

kisah dalam kitab suci. Ketika beliau berumur enam tahun, ayahnya

mewajibkannya mengikuti pengajian al-Qur‟an yang diadakan oleh ayahnya

sendiri. Disamping itu juga ia belajar tentang kisah-kisah di dalam al-Qur‟an

yang diceritakan oleh ayahnya sehingga dari sinilah mulainya timbul benih-

benih kecintaanya terhadap kitab suci al-Quran.1

Pendidikan formal Quraish Shihab dimulai dari Sekolah Dasar (SD)

Lompobattang, Ujung Pandang, yang letaknya tak jauh dari rumahnya di

jalan Sulawesi. Ia tamat SD pada usia 11 tahun. Setelah tamat SD, ia

melanjutkan pendidikannya di SMP Muhammadiyyah Makassar. Namun tak

sampai lulus di SMP Muhammadiyah Makassar, tepatnya hanya setahun

mengenyam pendidikan di sana, ia terpikat oleh kepiawaian kakaknya yang

bernama Ali Shihab dalam berbahasa Arab setelah nyantri di pesantren Dar

al-Hadits al-Fiqhiyyah Malang. Oleh karena itu Quraish Shihab pindah

sekolah dari SMP Muhammadiyah Makassar ke pesantren Dar al-Hadits al-

Fiqhiyyah Malang.

Pada tahun 1958 setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya di

Malang. Quraish Shihab belajar di pondok tersebut hanya dua tahun,2 dia pun

berangkat ke Kairo, Mesir, menjadi wakil pelajar dari Sulawesi Selatan dalam

seleksi nasional yang diselenggarakan oleh Departemen Agama Republik

Indonesia. Ia juga berangkat bersama dua saudaranya Umar Shihab dan Alwi

Shihab. Di sana ia beserta saudaranya mendapat bantuan beasiswa dari

Pemerintah Daerah (Pemda) Sulawesi Selatan. Ia masuk pada jurusan Tafsir,

1 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, dari Hermeneutika Hingga Ideologi,

(Jakarta: ttp. 2002), h. 80 2 Miftahudin bin Kamil, Tafsir al-Misbah M.Quraish Shihab Kajian Aspek Metodologi,

(Malaysia: Universiti Malaya, 2007), h. 209

Page 52: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

38

Fakultas Usuluddin di Universitas al-Azhar. Tetapi ia menempuh pendidikan

Tsanawiyah di Al-Azhar terlebih dahulu sebelum masuk perguruan tinggi

Universitas al-Azhar.

Quraish Shihab di Mesir banyak belajar dengan Ulama-ulama besar

seperti Syaikh Abdul Halim Mahmud pengarang buku al-Tafsir al-Falsafi fi

al-Islam, al-Islam wa al-Aql, dan lainnya. Abdul Halim Mahmud juga

merupakan dosen Quraish Shihab sewaktu menuntut ilmu di Universitas al-

Azhar. Gurunya ini juga lulusan Universitas Al-Azhar kemudian melanjutkan

studinya ke Sorbon University dalam bidang falsafah. Quraish Shihab

menyatakan keberkesanannya terhadap sang guru: “ beliau adalah dosen saya

yang kemudian menjadi Syaikh Al-Azhar, saya sering naik bus bersama

beliau, beliau punya pengaruh yang besar”3

Pada tahun 1967 beliau meraih gelar Lc (S-1) di Fakultas Ushuluddin

Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar. Kemudian beliau

melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang sama dan pada tahun 1969

berhasil meraih gelar MA, dengan tesis yang berjudul “al I‟jaz al-Tasyri‟iy li

al-Qur‟an al-Karim .”4Meskipun telah mendapat gelar Master, ia merasa ilmu

yang dimilikinya masih belum cukup, pada tahun 1980 Quraish Shihab

kembali lagi ke Kairo, Mesir, untuk melanjutkan studinya di Universitas al-

Azhar setelah ia banyak berkiprah di Indonesia baik di pemerintahan maupun

di luar pemerintahan. Pada tahun 1982 akhirnya ia mendapatkan gelar Doktor

Falsafah (Ph.D) dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur‟an dengan tesisnya yang

berjudul “Nazham al-Durar Li al-Biqa‟i: “Tahqiq wa Dirasah”. Ia mendapat

predikat Summa cum Laude disertasi. Dengan keberhasilannya itu, Quraish

Shihab tercatat sebagai orang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar

Doktor Falsafah dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur‟an dari Universitas al-Azhar

Kairo, Mesir.

3 Miftahudin bin Kamil, Tafsir al-Misbah M.Quraish Shihab Kajian Aspek Metodologi,

h. 208 4 M. Quraish Shihab, Membumikan alQur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. kata

Pengantar

Page 53: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

39

Secara keseluruhan Quraish Shihab telah menjalani masa belajar dibawah

asuhan dan bimbingan Universitas Al-Azhar kurang lebih selama 13 tahun,

hampir dapat dipastikan bahwa sedikit banyaknya iklim dan tradisi serta

aliran keilmuan dalam studi Islam di lingkungan Universitas al-Azhar telah

mempengaruhi terhadap kecenderungan intelektual dan corak pemikiran

keagamaan Quraish Shihab, terkhusus pada dimensi metode penafsirannya.

Dalam menjalani hidup berumah tangga, beliau didampingi seorang isteri

bernama Fatmawati Assegaf. Keduanya menikah pada 2 Februari 1975 di

Solo dan dianugerahi 5 orang anak, masing-masingnya bernama Najeela

Shihab, Najwa Shihab, Nasywa Shihab, Nahla Shihab, dan Ahmad Shihab5 .

Secara adat walaupun beliau dilahirkan di luar Pulau Jawa, namun tradisi

Quraish Shihab sekeluarga adalah tradisi Nahdhiyyin.6

2. Guru-guru Quraish Shihab

a. Habib Abdul Qadir Bilfaqih

Nama lengkap beliau adalah Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih

al-Alawy, lahir di kota Tarim, Hadhramaut, Yaman, pada tahun 1896 atau

tepatnya 15 Shafar 1316 H, dan wafat di Malang Jawa Timur pada 21

Jumadil Akhir 1382H, bertepatan dengan 19 November 1962M, empat

tahun setelah Quraish Shihab meninggalkan kota Malang. Beliau adalah

salah satu guru Quraish Shihab ketika ia nyantri dan sekolah di Malang,

tepatnya di pesantren Dar al-Hadits al-Faqihiyyah. Ayahnya menamainya

dengan Abdul Qadir karena merujuk pada Syekh Abdul Qadir al-Jilani

yang merupakan waliyullah.

Sejak kecil Habib Abdul Qadir Bilfaqih sudah dikenal sebagai anak

yang cerdas, ia murid yang sangat ta‟dzim pada guru-gurunya. Kecerdasan

Habib Abdul Qadir Bilfaqih kian tampak ketika usianya yang baru

menginjak 10 tahun sudah hafal al-Qur‟an, dan pada usia 16 tahun

5 Muhammad Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi,Asma al-Husna dalam Perspektif

al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. kata pengantar 6 Nahdhiyyin adalah istilah yang digunakan kepada masyarakat yang menjadi warga NU,

yang mana baik pemikirannya maupun aktifitas dalam peribadatannya mengikuti tradisi-tradisi

yang dilakukan oleh NU seperti menjunjung tinggi konsep kemoderatan dan tahlilan dll.

Page 54: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

40

memperoleh ijazah untuk memberikan fatwa agama. Kemudian pada usia

23 tahun beliau mendirikan dua lembaga pendidikan dan sosial di Tarim,

yaitu Jam‟iyyat al-Ukhuwwah wa al-Mu‟awanah dan Jam‟iyyat an-Nasr

Wa al-Fadha‟il.

Ketika tahun 1919, dalam melakukan safari dakwahnya di luar

hadramaut, Habib Abdul Qadir Bilfaqih singgah di Surabaya dan langsung

didaulat sebagai direktur Madrasah al-Khairiyyah. Dua belas tahun

kemudian beliau pindah ke Solo dan mendirikan Madrasah ar-Rabithah.

Setelah melakukan ibadah haji yang kedua, beliau kembali ke

Indonesia dan memilih kota Malang sebagai basis dakwahnya. Di sinilah

beliau mendirikan Pondok Pesantren Dar al-Hadits al-Faqihiyyah pada 12

Februari 1945. Beliau menamakan pesantrennya dengan Dar al-Hadits

karena keinginannya untuk menularkan ilmu-ilmu hadits kepada santri-

santrinya. Karena Habib Abdul Qadir Bilfaqih sangat menguasai ilmu

hadits dan fiqh, di samping mahir ilmu kalam, nahwu-sharaf, dan sastra

arab.

Sejumlah ulama terkenal yang pernah berguru dengan Habib Abdul

Qadir Bilfaqih selain Quraish Shihab adalah Habib Ahmad al-Habsyi

(Pesantren ar-Riyadh, Palembang), Habib Muhammad Ba‟abud (Pesantren

Dar an-Nasyi‟in, Malang), Habib Syekh bin Ali al-Jufri (Pesantren al-

Khairat, Jakarta) dan KH. Alawy Muhammad (Pesantren at-Taroqy,

sampang, Madura).

b. Syeikh Abdul Halim Mahmud

Syeikh Abdul Halim Mahmud lahir 1 jumadil Awal 1328 hijriyah

yang bertepatan dengan 12 Mei 1910 Masehi di desa Al-Salam, 50

kilometer utara timur dari Kairo, Mesir. Pada usia dini ia sudah hafal al-

Qur‟an. Beliau memulai studinya di al-Azhar dan lulus pada tahun 1932.

Kemudian melanjutkan studinya di Prancis, Sorbonne University. Disana

beliau mendapat gelar Doktor dalam bidang Tasawwuf mengkaji

Tasawwufnya al-Haris al-Muhasabi pada tahun 1940 bertepatan 1359

hijriyah. Pernah menjabat sebagai Grand Imam Al-Azhar mulai dari tahun

Page 55: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

41

1973 hingga wafatnya, beliau wafat pada tahun 1978. Dia dikenal karena

pendekatan modernisasi mengajar di Al-Azhar, memberitakan moderasi

dan merangkul ilmu pengetahuan modern sebagai kewajiban agama.

Setelah pindah dari Malang ke al-Azhar, Mesir, untuk melanjutkan

masa studinya, Quraish Shihab diterima di Jurusan Tafsir dan Hadits

Fakultas Ushuluddin. Tetapi pada awalnya sebelum diterima di kampus al-

Azhar, ia masuk kelas dua I‟dadiyah yang setara dengan SMP atau

Tsanawiyah di Indonesia, pendidikan itu ia tempuh selama tiga tahun.

Ketika masuk Fakultas Ushuluddin, ia memiliki satu sosok guru yang ia

kagumi, yaitu Syeikh Abdul Halim Mahmud, yang merupakan salah satu

dosen al-Azhar dan menjadi dekan Fakultas Ushuluddin. Menurutnya,

gurunya itu adalah seorang sufi yang rasional, seorang pengagum imam al-

Ghazali.

Syekh Abdul Halim Mahmud adalah Imam Akbar dan Syekh Al-

Azhar, yaitu pemimpin tertinggi lembaga-lembaga Al-Azhar tahun 1970

hingga 1978. Syekh Abdul Halim juga digelari dengan Imam Al-Ghazali

Abad XIV H. Menurut Quraish Shihab, Syekh Abdul Halim Mahmud

merupakan tokoh yang sangat sederhana dan tulus. Meskipun sudah

menjadi imam kaum muslimin, dia tetap menghuni rumah yang begitu

sederhana. Bahkan menurutnya mengaku kerap berangkat naik bus umum

bersama Syekh Abdul Halim Mahmud menuju fakultas.

Syeikh Abd Halim Mahmud menuntut ilmu dengan beberapa

orang masyayeikh Azhar yang terkenal pada masa itu seperti Syeikh

Mahmud Shaltut, Syeikh Hamid Meheisen, Syeikh al-Zankaloni, Syeikh

Muhammad Abd-Allah Daraz, Syeikh Muhammad Mustafa al-Maraghi

dan Syeikh Mustafa Abdurraziq

3. Karya-karya Quraish Shihab

Salah satu karyanya yang sangat monumental adalah Tafsir al-

Misbah, setebal lebih dari 10.000 halaman, yang terbagi menjadi 15

volume (bagian). Sebanyak 14 volume ia selesaikan dalam waktu kurang

dari 3 tahun, saat ia menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia

Page 56: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

42

untuk Mesir, Somalia, dan Djibouti. Kemudian ia sempurnakan menjadi

15 volume ketika kembali ke Jakarta dan selesai ditulis pada tahun 2003.

Sebelum penulis paparkan apa saja karya buah pemikiran beliau

dalam menulis, semasa kuliah Quraish shihab setidaknya memiliki tiga

tokoh idola yang dijadikan panutan dalam menulis, di antaranya adalah

Abbas Mahmud al-Aqqad, Syeikh Abdul Halim Mahmud, dan Anis

Mansour.7

Berikut adalah buku-buku Quraish Shihab yang berhasil penulis

temukan :

a . Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang:

IAIN, 1984)

b . Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2003), 15 jilid

c . Membumikan al-Qur‟an: Fungsi Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat (Bandung: Mizan, 1996)

d . Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994)

e . Wawasan al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1996)

f . Untaian Permata Buat Anakku : Pesan al-Qur‟an Untuk Mempelai

(Bandung: Mizan, 1998)

g . Mukjizat al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1998)

h . Menyingkap Tabir Ilahi (Jakarta: Lentera Hati, 1998)

i . Pengantin al-Qur‟an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta:

Lentera Hati, 1999)

j . Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999)

k . Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999)

l . Shalat Bersama Quraish Shihab (Bandung: Abdi Bangsa)

m . Puasa Bersama Quraish Shihab (Bandung: Abdi Bangsa)

n . Fatwa-Fatwa (Bandung : Mizan, 1999), 4 Jilid.

o . Hidangan Ilahi: Tafsar Ayat-Ayat Tahlil (Jakarta: Lentera

Hati,1999)

7 Mauluddin Anwar, dkk, Cahaya, Cinta, dan Canda M. Quraish Shihab, (Tangerang:

Lentera Hati, 2015), Cet. II, h. 269-271

Page 57: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

43

p. Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga, dan Ayat-Ayat

Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 2000)

q. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Dalam Pandangan Ulama dan

Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004)

r. Dia di Mana-Mana: Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena (Jakarta:

Lentera Hati, 2004)

s. “Perempuan” Dari Cinta Sampai Seks, Dari Nikah Mut‟ah Sampai

Nikah Sunnah, Dari Bias Lama Sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera

Hati, 2005)

t. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal Dalam

Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005)

u. Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994)

v. Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2002)

w. Yang Tersembunyi, Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat dalam al-Qur‟an,

as-Sunnah, Serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini

(Jakarta: Lentera Hati, 2002)

x. Yang Sarat dan Yang Bijak (Jakarta: Lentera Hati, 2007)

y. Sunni Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (Jakarta: Lentera

Hati, 2007)

z. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987)

aa. Mahkota Tuntutan Ilahi (Tafsir Surat al-Fatihah), (Jakarta: Untagma,

1988)

bb. Menabur Pesona Ilahi, al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006)

cc. Ayat-ayat Fitna (Jakarta: Lentera Hati & PSQ, 2008)

dd. Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Lentera Hati, 2011)

ee. Do‟a Harian (Jakarta: Lentera Hati, 2009)

ff. Wawasan Al-Qur‟an Tentang Zikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati,

2006)

gg. Kematian Adalah Nikmat (Jakarta: Lentera Hati, 2013)

Page 58: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

44

hh. Bisnis Dengan Allah: Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat

(Jakarta: Lentera Hati, 2008)

ii. Lentera Al-Qur‟an, Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung, Mizan,

2008)

jj. Al-Lubab, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Al-Fatihah dan Juz

„Amma (Jakarta: Lentera Hati, 2008)

kk. Kumpulan Tanya Jawab Quraish Shihab, Mistik , Seks, dan Ibadah

(Republika: 2004)

ll. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

mm. Kehidupan Setelah Kematian, Surga yang Dijanjikan Al-Qur‟an

(Jakarta: Lentera Hati, 2001)

nn. Menjemput Maut, Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT (Jakarta:

Lentera Hati, 2002

oo. Menabur Pesan Ilahi, Al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006)

pp. Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah (Mizan, 1999)

qq. Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah Mahdhah (Mizan, 1999)

rr. Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama (Mizan, 1999)

ss. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang Patut Anda

Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2010)

tt. Al-Qur‟an dan Maknanya (Jakarta: Lentera Hati, 2010)

uu. Membumikan Al-Qur‟an Jilid 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2010)

vv. Ensiklopedia Al-Qur‟an : Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,

2007)

ww. Kaidah Tafsir (Jakarta: Lentera Hati, 2013)

xx. M. Quraish Shihab Menjawab Pertanyaan Anak Tentang Islam

(Jakarta: Lentera Hati, 2014)\

yy. Mutiara Hati, Mengenal Hakikat Iman, Islam, dan Ihsan (Jakarta:

Lentera Hati 2014)

zz. Islam Yang Saya Pahami (Jakarta: Lentera Hati, 2018)

aaa. Islam Yang Saya Anut (Jakarta: Lentera Hati, 2018)

Page 59: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

45

B. Pemikiran Quraish Shihab Mengenai Hukum Keluarga

Salah satu rujukan penulis untuk mengetahui pemikiran Quraish Shihab

tentang hukum keluarga adalah buku Tafsir Al-Misbah. Di dalam Tafsir Al-

Misbah ia menafsirkan seluruh ayat Al-Qur‟an yang berjumlah 6.236 ayat.8

Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Wahhab Kahallaf bahwa dalam Al-

Qur‟an terdapat sekitar 70 ayat yang berbicara tentang hukum keluarga,9 maka

sebanyak itu pula Quraish Shihab menafsirkan ayat-ayat tentang hukum keluarga,

karena didalamnya memuat tentang penafsiran beliau terhadap seluruh ayat-ayat

al-Qur‟an. Namun penulis tidak memaparkan keseluruhan ayat-ayat tersebut

melainkan hanya ingin menjelaskan beberapa contoh ayat-ayat yang khusus

membahas tentang hukum keluarga.

Berikut ini penulis paparkan sedikit beberapa contoh pandangan Quraish

Shihab tentang ayat-ayat hukum keluarga antara lain:

1. Nusyuz (Surat An-Nisa’ ayat 34).10

امون على النساء بما فضل اللو ب عضهم على ب عض وبما أن فقوا من أموالهم الرجال ق و

فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ اللو والالتي تخافون نشوزىن فعظوىن

غوا عليهن سبيال إن اللو كان عليا واىجروىن في المضاجع واضربوىن فإن أطعنكم فال ت ب

)٤٥: ٥النساء/( كبيرا

8 Meskipun banyak perbedaan jumlah ayat al-Qur‟an, tetapi pada Mushaf al-Qur‟an yang

diterbitkan di Indonesia, jumlah ayat al-Qur‟an sebanyak 6236 ayat. Dengan telah menghitung

basmalah pada surat al-Fatihah sebagai ayat pertama. Sedangkan setiap surat, selain surat 9

(AtTaubah), dimulai dengan basmalah tidak dihitung sebagai ayat.

Lihat : Jurnal Perbedaan Pendapat Para Ulama Tentang Jumlah Ayat Al-Qur‟an dan Implikasinya

Terhadap Penerbitan Mushaf Al-Qur‟an di Indonesia, oleh Mohd. Zahid (Dosen STAIN

Pamekasan) 9 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri,

2016), cet. II, h. 4 10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,

(Tangerang: Lentera Hati, 2000), cet.I, vol.2, h. 402

Page 60: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

46

Menurutnya ayat tersebut menyinggung tentang fungsi dan kewajiban

masing-masing jenis kelamin serta latar belakang perbedaan keduanya. Karena

tidak semua isteri taat kepada Allah, maka ayat ini memberikan tuntunan kepada

suami bagaimana seharusnya bersikap dan berlaku terhadap isteri yang

membangkang jangan sampai pembangkangan mereka berlanjut, dan jangan

sampai juga sikap suami berlebihan sehingga mengakibatkan runtuhnya

kehidupan rumahtangga.

Penulis ingin menyoroti tafsiran Quraish Shihab tentang bagian kata pukullah

mereka. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan kata ( (واضسبىهن

terambil dari kata dharaba yang memiliki banyak arti. Karena itu, perintah diatas

dipahami oleh para ulama berdasarkan penjelasan Rasul SAW bahwa yang

dimaksud memukul dalam ayat ini adalah memukul yang tidak menyakitkan

(mendidik). Ini merupakan upaya terakhir bagi pemimpin rumah tangga (suami)

dalam memelihara dan menjaga keutuhan rumah tangganya.

Pemecahan lain yang dapat dilakukan demi mepertahankan keharmonisan

rumah tangga adalah melakukan langkah ketiga yakni memukul, tetapi

kewenangannya ditujukan pada pemerintah. Quraish Shihab memahami perintah

menempuh dengan langkah pertama dan kedua berupa menasihati dan memisahi

ranjang adalah ditujukan pada suami. Sedangkan langkah ketiga yang berupa

memukul ditujukan kepada penguasa atau pemerintah.11

Quraish Shihab mengutip pendapat sejumlah ulama‟ yaitu Imam Atha‟ yang

berpendapat bahwa suami tidak boleh memukul isterinya, yang boleh hanya

memarahinya. Kemudian imam Ibn al-„Arabi mengomentari pendapat Imam

Atha‟ yang mengatakanan bahwa pemahamannya itu berdasar adanya kecaman

Nabi SAW kepada suami yang memukul isterinya. Sebagaimana sabda Nabi

SAW: “lan yadhriba khiyarukum (Orang-orang terhormat tidak memukul

isterinya)”

11

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran cet. I,

vol.2, h. 404

Page 61: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

47

Kendati dalam ayat tersebut perintah memukul isterinya yang membangkang

merupakan fiil amar, namun Quraish Shihab berpendapat: “Agaknya untuk masa

kini, dan di kalangan keluarga terpelajar pemukulan bukan lagi satu cara yang

tepat dilakukan”12

. Pendapatnya itu disertai dengan mengutip Thahir ibnu „Asyur

yang mengatakan jika pemerintah mengetahui bahwa suami tidak dapat

menempatkan sanksi-sanksi agama di tempat yang semestinya, dan tidak

mengetahui batas-batas yang wajar maka dibenarkan bagi pemerintah untuk

menghentikan sanksi ini dan mengumumkan bahwa siapa yang memukul

isterinya, maka dia akan dijatuhi hukuman. Hal ini agar tidak berkembang luas

tindakan-tindakan yang merugikan isteri, khusunya dikalangan mereka yang tidak

memiliki moral.

Dalam sikap suami terhadap isteri yang nusyuz inilah yang menjadi menarik

pembahasannya karena dalam menasihati isteri untuk mencegah perbuatannya

terulang lagi maka suami berhak menasihati dan memisahi ranjang (tempat

tidurnya) tetapi tidak berhak pada memukul isteri. Meskipun dalam ajaran islam

suami boleh memukul isterinya yang nusyuz tetapi pandangan Quraish Shihab

sebagaimana tertuang dalam Tafsir Al-Misbah bahwa yang berhak memukul isteri

yang nusyuz kewenangannya ada pada penguasa, pemerintah atau hakim dengan

menyertakan pendapat beberapa ulama yang mendukung sikapnya itu.

2. Isteri Bekerja (An-Nisa’: 34)

امون على النساء بما فضل اللو ب عضهم على ب عض وبماأن فقوا من أموالهم الرجال ق و

)٥: ٤٥النساء/( حافظات للغيب بما حفظ اللو فالصالحات قانتات

“Para lelaki adalah qawwamun atas para wanita, oleh karena Allah telah

melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka (laki-

laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang

saleh, ialah yang taat, memelihara diri ketika tidak di tempat, oleh karena Allah

telah memelihara mereka.

12

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran cet. I,

vol.2, h. 404

Page 62: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

48

Penulis ingin mengutip tafsiran Quraish Shihab pada kalimat ( بما أنفقىا من

(أمىالهم 13

yang ada dalam surat An-Nisa‟ ayat 34 yang artinya disebabkan karena

mereka telah menafkahkan sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja pada

kalimat tersebut menggunakan kata kerja masa lampau yang menunjukkan bahwa

memberi nafkah kepada wanita sudah menjadi kelaziman bagi laki-laki dari dulu

hingga sekarang. Bahkan ada satu ayat yang menggambarkan tentang kewajiban

suami untuk menafkahi isteri dengan baik. Dalam al- Quran disebutkan :

... : {٣٤٤}البقرة

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu

bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan

pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. (QS: Al-Baqarah 233)

Quraish Shihab tidak membatasi yang harus mencari nafkah adalah hanya

suami, ia memberi keleluasaan pada perempuan yang boleh mencari nafkah ketika

penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumah tangganya.14 Sedangkan

menurut sebagian ulama klasik seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali

dengan izin suami dan ia tidak boleh berinteraksi dengan laki-laki yang bukan

mahramnya.Dalam konteks hubungan suami-isteri, ayat ini menunjukkan bahwa

isteri mempunyai hak dan kewajiban terhadap suami, sebagaimana suamipun

mempunyai hak dan kewajiban terhadap isteri, keduanya dalam keadaan

seimbang, bukan sama, karena antara laki-laki dan wanita diberikan kodrat yang

berbeda baik secara fisik maupun psikis.

Dengan demikian, tuntutan ini menuntut adanya kerjasama yang baik antara

suami-isteri, pembagian kerja yang adil antara keduanya walaupun tidak ketat,

sehingga terjalinnya kerjasama yang baik dan harmonis. Walau bekerja mencari

13 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet.I,

vol.2, h. 407 14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet.I,

vol.1, h. 459

Page 63: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

49

nafkah adalah tugas utama pria, tetapi bukan berarti isteri tidak diharapkan

bekerja juga, khususnya bila penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan

rumah tangga.15 Walaupun isteri bertanggung jawab untuk mengurusi masalah

rumah tangga, kebersihan, penyiapan makanan, dan mengasuh anak, tetapi itu

bukan berarti suami membiarkannya sendiri tanpa dibantu. Diriwayatkan,

Rasulullah SAW menjahit sendiri pakaian beliau yang sobek, menaruh susu

kambing untuk sarapan, dan terlibat membantu isteri-isteri beliau dalam urusan

rumah tangga. Ini menunjukkan harus adanya hubungan timbal-balik untuk

keberhasilan sebuah perkawinan.

Quraish Shihab tidak membatasi yang harus mencari nafkah adalah hanya

suami, ia memberi keleluasaan pada perempuan yang boleh mencari nafkah ketika

penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumah tangganya.16

Sedangkan

menurut sebagian ulama klasik seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali

dengan izin suami. Dan itupun tidak boleh berinteraksi dengan laki-laki yang

bukan mahramnya. Dari situ kita dapat mencari tau lebih jauh pada pembahasan

tentang isteri yang boleh bekerja untuk mencari nafkah.

3. Poligami (An-nisa’ ayat 3)17

وإن خفتم أل ت قسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مث نى وثالث ورباع

لك أيمانكم ملكت ما أو ف واحدة ت عدلوا أل خفتم فإن )٤: ٥النساء/(نى أل ت عولوا أد ذ

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim),

maka nikahilah yang kamu senangi dari wanita-wanita (lain): dua, tiga, atau

empat. Lalu jika kamu takut tidak akan dapat belaku adil, maka seorang saja,

atau hamba sahaya wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih

dekat kepada tidak berbuat aniaya”

15 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet.I,

vol.1, h. 459 16 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet.I,

vol.1, h. 459 17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet.I,

vol.1, h. 321

Page 64: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

50

Menurut Quraish Shihab, ayat ini tidak membuat dan berisi peraturan tentang

poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut berbagai

syariat agama serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Ayat

tersebut tidak mewajibkan dan menganjurkan poligami, ia hanya berbicara tentang

bolehnya poligami dan merupakan hanya pintu kecil yang dapat dilalui oleh yang

sangat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan. Oleh karena itu

pembahasan tentang poligami dalam pandangan Al-Quran hendaknya tidak

ditinjau dari segi baik dan buruknya, akan tetapi harus dilihat dari sudut pandang

penetapan hukum dalam suatu kondisi tertentu.

Lebih lanjut lagi menurutnya, ayat ini tidak membuat dan berisi peraturan

tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut

berbagai syariat agama serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini.

Ayat tersebut tidak mewajibkan dan menganjurkan poligami, ia hanya berbicara

tentang bolehnya poligami dan merupakan hanya pintu kecil yang dapat dilalui

oleh yang sangat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan. Oleh karena

itu pembahasan tentang poligami dalam pandangan Al-Quran hendaknya tidak

ditinjau dari segi baik dan buruknya, akan tetapi harus dilihat dari sudut pandang

penetapan hukum dalam suatu kondisi tertentu.

Menurutnya, Poligami yang dilakukan oleh Rasulullah bukanlah sesuatu yang

sunnah dan ditauladani, karena semua yang wajib dan terlarang bagi Rasulullah

belum tentu itu berlaku bagi umatnya.18

Poligami dibenarkan agama dengan

syarat-syarat tertentu. Quraish Shihab menganalogikannya seperti pintu darurat di

pesawat. Tidak boleh dibuka kecuali atas izin pilot dalam situasi yang sangat

gawat. Yang duduk di kursi pintu darurat haruslah memenuhi syarat pula, yakni

yang mampu dan mengetahui cara-cara membukanya.19

18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet. I,

vol 2,h. 326 19

M. Quraish Shihab, Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang Patut Anda

Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 75

Page 65: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

51

4. Mahar (Surat An-Nisa’ ayat 4).20

ا فكلوه ىنيئا مريئا ن فس منو شيء عن لكم طبن فإن وآتوا النساء صدقاتهن نحلة )٥: ٥النساء/(

“Berikanlah maskawin-maskawin kepada wanita-wanita sebagai pemberian

dengan penuh kerelaan. Lalu jika mereka menyerahkan untuk kamu sebagian

darinya, maka makanlah pemberian itu! Sedap lagi baik akibatnya.”

Maskawin dinamai oleh ayat ini dengan shaduqat(صدقات) bentuk jamak dari

yang terambil dari akar kata kebenaran. Ini karena maskawin itu didahului (صدقة)

oleh janji.21 Demikian pula pendapat yang disampaikan oleh muhammad Thahir

bin „Asyur. Mahar menurut Quraish juga bukan saja merupakan lambang

kebenaran dan ketulusan hati untuk menikah dan untuk menanggung kebutuhan

isterinya, tetapi juga sebagai lambang janji untuk tidak membuka rahasia

kehidupan rumah tangga, khususnya rahasia terdalam yang tidak dibuka oleh

wanita kecuali kepada suaminya, dari segi kedudukan, maskawin sebagai lambang

kesediaan seorang suami menanggung kebutuhan kehidupan isteri, maka

maskawin hendaknya sesuatu yang bernilai materi, walau berupa cincin dari besi

sebagai mana sabda nabi Muhammada SAW dan sebagai lambang kesetiaan

suami isteri, maka maskawin boleh berupa pengajaran ayat-ayat al-Quran.

Meskipun demikian, pada kesempatan lain dalam acara narasi Shihab dan

Shihab pada tanggal 14 oktober 2018 juga Quraish Shihab menyampaikan bahwa

sebaiknya berikan maskawin yang memiliki nilai dan secara materi, karena

seandainya setelah menikah lalu mereka langsung berpisah atau bercerai yang

dirugikan adalah isterinya, oleh karena itu berikanlah mahar yang sekiranya

bernilai materi.

20 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet. I,

vol.1, h. 328 21

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet. I,

vol.2, h. 329

Page 66: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

52

Diperkuat lagi dengan kata (هحلت) dimaknai sebagai pemberian yang tulus

tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dapat berarti agama atau pandangan hidup,

sehingga diartikan sebagai maskawin yang diserahkan merupakan kebenaran yang

tulus dari hati seseorang yang di dorong oleh tuntunan agama dan pandangan

hidupnya.

Dari ayat ini dipahami adanya kewajiban suami membayar maskawin buat

isteri dan bahwa maskawin itu adalah hak isteri secara penuh. Dia bebas

menggunakannya dan bebas pula memberi seluruhnya atau sebagian darinya

kepada siapapun termasuk kepada suaminya.

5. Status Kawin Hamil

ك على الزاني ل ي نكح إل زانية أو مشركة والزانية ل ي نكحها إل زان أو مشرك وحرم ذل (٤: ٣٥النور /)المؤمنين

Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau

dengan perempuan musyrik, dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali

dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan bagi orang-orang mukmin.(Q.S. An-Nur:3)22

Implikasi dari ayat tersebut adalah perkawinan yang didahului oleh

kehamilan. Banyak ulama yang menilainya sah. Sahabat Nabi bernama Ibnu

„Abbas berpendapat bahwa hubungan dua jenis kelamin yang tidak didahului oleh

pernikahan yang sah, lalu dilaksanakan sesudahnya pernikahan yang sah,

menjadikan hubungan tersebut awalnya haram dan akhirnya halal.

Pendapat imam Syafi‟i dan imam Abu Hanifah serupa dengan apa yang di

sebutkan oleh Ibnu „Abbas tersebut. Menurut madzhab ini pernikahan semacam

ini diumpamakan seperti seseorang yang mencuri buah dari kebun orang lain,

kemudian dia membeli dengan sah kebun tersebut bersama seluruh buahnya. Apa

yang dicurinya haram dan setelah curian tadi dibelinya menjadi halal.

Sedangkan imam Malik berpendapat siapa yang berzina dengan seseorang

kemudian dia menikahinya, maka hubungan seks keduanya adalah haram. Kecuali

22

Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid VI, h. 561

Page 67: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

53

melakukan akad nikah yang baru dan setelah selesai iddah dari hubungan seks

yang tidak sah tadi. Menurut Quraish Shihab kalau ingin lebih tenang

pernikahannya, sehingga dipandang sah juga oleh madzhab maliki, maka

lakukanlah pernikahan ulang.23

6. Aborsi (Surah Al-An’am ayat 151).24

Hukum yang terkait dengan aborsi (menggugurkan kandungan) diantaranya

terdapat dalam surat Al-An‟am ayat 151:

وبالوالدين إحسانا ول ت قت لوا أولدكم قل ت عالوا أتل ما حرم ربكم عليكم أل تشركوا بو شيئاها وما بطن ول ت قت لوا ا فس من إمالق نحن ن رزقكم وإياىم ول ت قربوا الفواحش ما ظهر من لن

)١٦١: ٧الن عام/(و لعلكم ت عقلون التي حرم اللو إل بالحق ذلكم وصاكم ب “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan Tuhan kamu atas kamu,

yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, dan kepada kedua

orang ibu bapak berbuat baiklah , dan janganlah kamu membunuh anak-anak

kamu karena kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepada kamu dan kepada

mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik

yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali berdasar sesuatu yang benar".

Demikian itu yang diperintahkan-Nya kepada kamu, supaya kamu memahami.”

Ayat di atas berisi larangan mempersekutukan Allah, berbuat durhaka

terhadap kedua orang tua yang telah menjadi penyebab perantara lahirnya

manusia, membunuh anak-anak kamu karena kamu sedang ditimpa kemiskinan

dan membuat kamu menduga jika mereka lahir kamu akan memikul beban

tambahan, mendekati perbuatan-perbuatan keji seperti membunuh dan berzina

baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, membunuh jiwa yang

memang diharamkan Allah membunuhnya kecuali berdasar suatu sebab yang

benar yaitu berdasarkan hukum Allah.

Larangan membunuh jiwa oleh ayat diatas disertai dengan kata-kata

23

M. Quraish Shihab, Quraish Shihab Kenjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda

Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 545 24 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran , cet. I,

vol.2, h. 329

Page 68: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

54

yang artinya “yang diharamkan Allah kecuali berdasarkan (التي حرم اللو إل بالحق )

sesuatu yang dibenarkan”. Terjemahan tersebut berpijak pada kata haram yang

dipahami dalam arti diharamkan/dilarang. Kalimat ini berfungsi menjelaskan

bahwa larangan membunuh bukan sesuatu yang baru, tetapi sudah ada dalam

syariat seluruh agama sejak kelahiran manusia di muka bumi.

Menurut Quraish Shihab Penggalan ayat ini seakan-akan mengatakan:

janganlah membunuh jiwa, karena jiwa manusia telah dianugerahi Allah

kehormatan, sehingga tidak boleh disentuh kehormatan tersebut dalam bentuk

apapun. Ayat ini menyebutkan hal-hal yang haram yang bukan berkaitan dengan

masalah makanan, hal itu untuk mengisyaratkan bahwa menghindari kebejatan

moral terhadap Allah dan manusia jauh lebih penting dari pada berdiskusi tentang

halal dan haram.

Dalam ayat ini terdapat tiga kali pelarangan membunuh, pertama, larangan

membunuh anak, kedua, larangan melakukan kekejian seperti berzina dan

membunuh, dan ketiga, larangan membunuh selain yang dibenarkan agama.

Disimpulkan sebagai manusia harus mengesakan Allah, menghargai hak azasi,

penghormatan dan menjauhkan dari segala bentuk kekejian moral.

7. Pernikahan Beda Agama (Surah Al-Ma’idah : 5)25

Quraish Shihab membolehkan penikahan dengan wanita Ahlul Kitab atas

dasar tafsiran surat Al-maidah ayat 5 sebagai berikut:

حصنات الي وم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم والم

من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من ق بلكم إذا آت يتموىن أجورىن

يمان ف قد حبط عملو وىو في ر مسافحين ول متخذي أخدان ومن يكفر بال محصنين غي

(٦: ٦)المائدة/ الخرة من الخاسرين

25 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran , cet. I,

vol.3, h. 26

Page 69: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

55

“Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian

halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang

menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum

kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud

menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan gundik-

gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum

Islam), maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang

merugi.”

Menurutnya dalam ayat ini lafadz ( وطعامكم) untuk menggarisbawahi dalam

soal makanan ada timbal balik kebolehan antara muslim dan ahlul kitab, lain

halnya dengan soal pernikahan tidak ada timbal balik dalam arti pria muslim

boleh menikahi wanita non-muslim dalam hal ini wanita yang ahlul kitab tetapi

pria ahlul kitab tidak boleh menikahi wanita muslimah.

Larangan pernikahan antar pemeluk agama yang berbeda ini dilatarbelakangi

oleh keinginan untuk menciptakan keluarga yang “sakinah” dalam keluarga

sebagaimana tujuan dari pernikahan itu sendiri. Dan akan berlangsung lama atau

langgeng apabila adanya kesesuaian pandangan hidup antara suami dan isteri.

Jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya dan tingkat pendidikan saja

sering menjadi penyebab kesalahpahaman dalam suatu rumah tangga.

Meskipun ayat ini membolehkan pernikahan beda agama yaitu pria muslim

menikahi wanita ahlul kitab, tetapi izin ini adalah sebagai jalan keluar terhadap

kebutuhan mendesak ketika itu. Dimana kaum muslimin sering berpergian jauh

melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka. Sekaligus juga

untuk tugas dakwah karena pria yang biasanya menjadi pemimpin dalam rumah

tangga dapat mempengaruhi isterinya.

Ayat ini menunjukkan bahwa izin menikahi wanita ahlul kitab bertujuan

untuk menampakkan kesempurnaan islam serta keluhuran budi pekerti yang

diajarkan dan diterapkan oleh suami terhadap para isteri penganut agama yahudi

atau kristen itu, tanpa harus memaksanya untuk memeluk islam karena dalam ayat

ini umat islam telah memiliki kesempurnaan tuntunan agama. Oleh karena itu

tidak dibenarkan menjalin hubungan pernikahan dengan wanita ahlul kitab bagi

Page 70: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

56

yang tidak mampu menampakkan kesempurnaan ajaran islam, lebih-lebih yang

diduga akan terpengaruh oleh ajaran non-Muslim, yang dianut oleh calon isteri

atau keluarga calon isteri.

8. Keluarga Berencana (KB)

Quraish Shihab memulai penjelasan tentang bagaiamana mengatur kelahiran

dalam sebuah pernikahan atau yang biasa disebut “Keluarga Berencana” dengan

terlebih dahulu menyadarkan pada kita bahwa Islam memperkenalkan lima tujuan

pokok kehadirannya, yang kepadanya bertumpu seluruh tuntunannya. Lima tujuan

pokok tersebut adalah berkaitan dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal,

keturunan, dan harta yang kemudian dikenal dengan istilah Maqashid Syari‟ah.

Al-Qur‟an menegaskan bahwa alam semesta berjalan atas dasar keserasian

dan perhitungan yang tepat. Sama halnya dengan ibadah yang dilakukan harus

dijalankan sesuai dengan nilai-nilai keserasian dan perhitungan yang tepat seperti

dalam masalah shalat, zakat, puasa, dan haji. Semuanya akan mengantarkan

seorang muslim untuk menyadari perlunya perhitungan yang tepat dan keserasian

dalam kehidupannya, termasuk dalam kehidupan rumah tangga (keluarga) yang

harus diserasikan dengan kemampuan ekonomi.

Berdasarkan perhitungan tersebut, menurutnya membatasi kelahiran dengan

cara „Azl (mengeluarkan seperma diluar vagina) itu dibenarkan dengan melihat

prkatik „Azl yang dilakukan oleh sahabat nabi. Ia menambahkan bahwa Segala

macam bentuk dan cara kontrasepsi dapat dibenarkan oleh islam selama tidak

dipaksakan, tidak menggugurkan (aborsi), dan tidak mengakibatkan pemandulan

abadi.

Page 71: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

57

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN PANDANGAN QURAISH

SHIHAB DAN ULAMA MAZHAB

A. Analisis Pemikiran

1. Nusyuz.

Menurut kesepakatan para ulama, pukulan yang tidak menyakitkan dan

bersifat mendidik (litta‟dib) oleh suami terhadap isteri yang nusyuz

diperbolehkan bagi suami jika nasihat dan pisah ranjang tidak berfaidah

baginya.1 Secara tidak langsung hal itu menunjukkan bahwa menurut

mayoritas ulama mazhab kewenangan pemukulan terhadap isteri yang nusyuz

tetap dilakukan oleh seorang suami dan bukan oleh penguasa atau

pemerintah.

Perbedaan yang terjadi adalah menurut ulama mazhab pemukulan itu

dilakukan oleh suami dan tidak melibatkan pemerintah. Jika imam Syafi‟i

berpandangan bahwa jika isteri benar-benar nusyuz maka suami boleh

memukul isterinya. Tetapi meskipun boleh memukul hendaknya bagi suami

tidak memukul dengan pukulan yang melukai atau mengeluarkan darah, tidak

boleh berulang-ulang, dan hindarkan pemukulan pada wajah. Karena

berlandaskan pada perkataan Nabi Muhammad SAW yaitu: “lan yadhriba

khiyarukum (orang yang baik di antara kalian tidak akan memukul istri).

Dalam kesempatan lain sesudah Nabi mendengar ada tujuh puluh orang

perempuan yang mengadukan perlakuan kasar suami mereka, beliau

mengatakan :”wa ma tajiduna uläika bikhiyarikum (kalian perlu ketahui

bahwa mereka para suami yang berlaku kasar terhadap istri bukan orang-

orang yang baik di antara kalian)”.2

1 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih Fikih

Sunnah, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017), h. 259 2 Al- Nawawi, al-Majmu‟ Syarah al-Muhazzab. (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah ,

2007), Cet. VI, h. 325

Page 72: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

58

Mazhab Hanafi berpendapat suami boleh memukul istri dengan pukulan yang

ringan dan tidak melukai. Disini Syariat islam membatasi dengan

memberikan kriteria pemukulan tersebut yang diperbolehkan adalah memukul

selain muka, perut atau bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan kematian

atau kemudharatan, tidak memukul pada satu tempat, serta tidak memukul

dengan alat yang bisa melukai.1

Pendapat terakhir adalah pendapat menurut Mazhab Hanbali bahwa

suami tidak boleh memukul lebih dari 10 kali pukulan. Hal ini berdasarkan

hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Tak

boleh memukul melebihi sepuluh kali kecuali pada saat hukuman had yang

Allah tetapkan.2

Sedangkan menurut Quraish Shihab berdasarkan keterangan dan

penjelasan yang ada di dalam Tafsir Al-Misbah ia mengatakan bahwa

kewenangan pemukulan terhadap isteri yang nusyuz diserahkan kepada

pemerintah atau hakim agar kebijakannya lebih terarah dan tidak

menimbulkan kemudharatan yang lebih besar. Dengan mengutip pendapat

Imam Ibn „Arabi, Imam Atha‟ dan Thahir Ibnu Asyur sebagai argumentasi

pendukungnya, meskipun ia masih membenarkan praktik pemukulan yang

dilakukan dikalangan pendidikan kemiliteran dan lain sebagainya.

Menurut penulis pendapat Quraish Shihab lebih tepat, dan penulis setuju

dengan pendapatnya karena sesuai dengan kaidah fiqh sebagai berikut:

سزبا لض يصال

سز ل لض ا

Artinya:“Kemadharatan tidak dapat dihilangkan dengan kemadharatan”.3

Berdasarkan kaidah tersebut, menurut penulis sudah tepat jika Quraish Shihab

memaknai perintah memukul terhadap isteri yang nusyuz kewenangannya

ditujukan pada pemerintah atau penguasa, agar pemukulan tersebut terarah,

bijak, dan tidak menimbulkan madharat yang lebih besar bagi isteri yang

1 MD. Nor Bin Muhammad, Skripsi tentang Konsep Nusyuz (Studi Komperatif Antara

Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i), (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2011), h. 58 2 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih Fikih

Sunnah, h. 260 3 Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 38

Page 73: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

59

telah berbuat madharat tersebut. Hal ini senada dengan apa yang

dikatakannya bahwa di zaman sekarang sudah tidak relevan lagi pemukulan

dilakukan oleh seorang suami karena akan mengakibatkan bahaya yang

semakain luas.

Kemudian jika ditinjau dari segi Maqashid Syari‟ah, maka pendapat

Quraish Shihab itu sejalan dengan prinsip Hifdz al-Nafs, yang mana agar jiwa

isteri tersebut tidak terancam keselamatannya dan merasakan trauma akibat

pemukulan oleh suaminya, oleh karena itu untuk mereduksi dan menekan

dampak dari pemukulan yang tidak terarah maka pemukulan terhadap isteri

yang nusyuz kewenangannya diserahkan pada penguasa atau pemerintah.

Menurut penulis, pandangan Quraish Shihab juga sesuai dengan salah

satu sumber hukum islam yaitu Sadd al-Dzariah, yaitu merupakan salah satu

sumber hukum islam yang bersifat preventif (pencegahan) yang berarti

menutup jalan yang akan membawa kepada kebinasaan atau kejahatan.4

Dalam konteks ini kewenangan pemukulan yang bukan lagi diserahkan pada

suami adalah sebagai upaya pencegahan agar madharat tidak semakin luas.

Wahbah az-Zuhaili mengemukakan bahwa metode ini diterapkan pada

perbuatan yang pada dasarnya adalah mubah, namun adanya kemungkinan

yang akan membawanya kepada kebinasaan yang lebih besar dibandingkan

kemaslahatan yang di raih.5

2. Isteri Bekerja

Penulis membatasi masalah ini pada isteri yang ikut bekerja mencari

nafkah untuk keluarganya. Seorang isteri yang ikut mencari nafkah karena

penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumah tangganya, oleh

karenanya mau tidak mau isteri harus keluar rumah untuk bekerja. Meskipun

tidak adanya dalil secara pasti tentang izin suami, tetapi Mayoritas mazhab

secara tidak langsung berpendapat bahwa isteri tidak boleh keluar rumah

termasuk untuk bekerja kecuali hanya dengan izin suami. Mazhab Syafi‟i

4 Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. Ke 7, h. 158

5 Satria Effendi, Ushul Fiqih, Cet. Ke 7, h. 159

Page 74: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

60

mensyaratkan keluar rumah harus dengan izin suami kecuali makruh

hukumnya untuk melarang isteri mengunjungi bapaknya yang sakit berat dan

melarang isteri datang untuk melayatnya jika meninggal dunia. Mazhab

Hanafi membolehkan isteri untuk keluar rumah tanpa izin suaminya hanya

jika salah satu dari kedua orang tuanya sakit.6

Sedangkan Quraish Shihab berpandangan bahwa isteri diharapkan ikut

bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya jika penghasilan dari suami

tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga.7 Hal ini dilakukan untuk menjaga

keseimbangan dalam keluarga, karena menurutnya dalam pembagian

pelaksanaan hak dan kewajiban dalam rumah tangga tidak boleh terlalu ketat.

Hal ini berlandaskan pada apa yang dilakukan oleh nabi dalam rumah

tangganya. Nabi yang menyiapkan makanan sendiri, menjahit pakaiannya

sendiri dan terlibat dalam membantu pekerjaan isterinya didalam

kerumahtanggaan. Menurutnya hal ini menggambarkan bahwa tidak boleh

adanya pembagian hak dan kewajiban yang ketat karena dalam rumah tangga

yang dituntut hanya adanya kerjasama yang baik.

Penulis memandang pemikiran Quraish Shihab lebih tepat, karena para

ulama tidak menjelaskan dalil-dalil secara tegas yang melarang isteri bekerja

diluar rumah. Sebaliknya, fakta sejarah menyebutkan pada masa Nabi

Muhammad SAW banyak wanita-wanita yang bekerja seperti Ummu Salim

binti Malham, Qilat Ummi Bani Ammar, dan Asy-Syaffa‟. Bahkan isteri-

isteri nabi juga bekerja,8 diantaranya Siti Khadijah sebagai pengusaha yang

berhasil dalam bidang usahanya, Shafiyah binti Huyay sebagai perias

pengantin, dan Zainab binti Jahsh yang bekerja dalam bidang proses

menyamak kulit binatang dan lain sebagainya.

6 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 303 7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, cet.I,

vol.1, h. 459 8 B. Syafuri, Nafkah Wanita Karier dalam Perspektif Fikih Klasik , (Jurnal Ahkam: Vol.

XIII, No. 2, Juli 2013), h. 207

Page 75: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

61

Pemikiran Quraish Shihab ini menurut penulis ia menggunakan metode

istihsan dalam mengistinbathkan hukumnya.9 Hal ini terlihat dari

keterangannya yang menjelaskan bahwa bekerja bagi wanita dapat menjadi

wajib jika keadaan membutuhkannya. Artinya disini yang semula kewajiban

mencari nafkah adalah tugas suami dan bukan tugas isteri tetapi setelah

adanya alasan yang kuat untuk sama-sama mencukupi kebutuhan keluarga,

maka isteri wajib ikut mencari nafkah juga. Selain istihsan, ia mengambil

ibroh atau pelajaran yang terjadi dimasa Rasulullah yang mana ketika itu

Rasulullah tidak melarang wanita-wanita untuk beraktifitas diluar rumah

utamanya bekerja, bahkan ia tidak melarang isterinya sekalipun.

Ia menganalogikannya seperti adanya seseorang yang mau melahirkan

tetapi tidak ada bidan yang membantu kelahiran tersebut kecuali dia, maka

dia wajib untuk membantu kelahiran tersebut, sama ketika wanita bekerja

berarti ia sedang membutuhkan hal itu untuk memlihara kelangsungan

hidupnya dan hidup anak-anaknya.10

Harta yang dihasilkan dari jerih payah istri adalah hak sepenuhnya bagi

istri dan jika digunakan untuk menafkahi suami serta anak-anak maka hal

tersebut termasuk sedekah dan perbuatan yang mulia. Sebagaimana hadits

Nabi SAW:

ث نا شعبة عن عدى بن ثابت قال سمعت عبد اللو بن يزيد ث نا آدم بن أبى إياس حد حدصلى اهلل عليو -نصارى عن أبى مسعود النصارى ف قلت عن النبى ف قال عن النبى ال

رواه . ( إذا أن فق المسلم ن فقة على أىلو وىو يحتسب ها، كانت لو صدقة : قال –وسلم )٦٤٦١: البخاري

“Apabila seorang Muslim memberikan nafkah kepada keluarganya dan dia

mengharap pahala darinya maka itu bernilai sedekah.” (HR Bukhari)

9 Menurut Imam Abu Hasan al-Karkhi istihsan yaitu penetapan hukum terhadap suatu

masalah yang menyimpang dari ketetapan hukum yang diterapkan pada masalah-masalah yang

serupa, karena adanya alasan yang lebih kuat yang menghendaki dilakukannya penyimpangan itu

atau lebih singkatnya menghindarkan kesulitan demi kemudahan.

Lihat : Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h. 401 10

M. Quraish Shihab, M. Quraish Menjawab 1001 Keislaman Yang Patut Anda Ketahui,

(Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 653

Page 76: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

62

Kemudian dengan memperhatikan kaidah fiqh:

ى ليل عل ى يدل الد حت

باحت

ياء إلا

ش

صل فى لا

حسيملا

الخ

Artinya: “Hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh, sampai adanya dalil

yang mengharamkannya”11

Menurutnya, Islam tidak memerintahkan dan tidak melarang wanita untuk

bekerja. Hanya saja ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Ketika syarat

tersebut tidak dipenuhi maka jelaslah dalil keharaman atasnya untuk bekerja,

diantara syarat-syaratnya yaitu pekerjaan tersebut benar-benar dibutuhkan

karena penghasilan suami yang kurang, tidak menimbulkan dampak negatif

yang membahayakannya, pekerjaannya terhormat dan atas izin dari suami.

Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dalam pembagian

tugas dalam rumah tangga tidak begitu ketat termasuk dalam hal bekerjasama

untuk menutupi kebutuhan rumah tangga sehingga isteri berhak dan

diharapkan juga untuk membantu suami ketika kebutuhan lebih banyak

dibanding pemasukan. Hal ini mencontoh pada sikap Rasulullah dalam

menahkodai rumah tangganya bersama para isteri-isterinya.

3. Hukum Berpoligami

Perselisihan yang terjadi dikalangan ulama sebenarnya bukanlah

permasalahan kebolehan laki-laki yang boleh menikahi wanita lebih dari satu,

melainkan kebolehan tersebut berdasarkan hukum poligami menurut jumhur

fuqaha apakah statusnya „Azimah atau Rukhshah.12

Oleh karena itu terjadi

perbedaan pemahaman tentang hal kebolehan melakukan poligami dikalangan

ulama fiqih dan ulama tafsir terkait dengan memahami surat an-Nisa‟ ayat 3.

Menurut fuqaha‟ dalam memahami kebolehan poligami dalam ayat

tersebut adalah kebolehan yang muthlaq, artinya kebolehan untuk beristeri

lebih dari satu adalah „Azimah, karena berdasarkan melihat zahir ayat yang

11

Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 25 12

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, h. 138

Page 77: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

63

menjelaskan tentang kebolehan berpoligami secara apa adanya. Tetapi

sebaliknya dikalangan sebagian ulama tafsir berpandangan bahwa hukum

kebolehan berpoligami adalah Rukhshah dalam artian dilakukan secara

darurat. Jadi poligami menurut ulama tafsir hanya boleh dilakukan ketika

keadaan darurat dan sangat dibutuhkan saja serta mampu berlaku adil dan

memiliki kesanggupan untuk melakukan hal itu, dan yang demikian termasuk

pendapat Quraish Shihab yang membolehkan poligami dengan syarat ketika

darurat.

Menurut Quraish Shihab sebagai ulama tafsir, fi‟l amar yang tertera

dalam surat an-Nisa‟ ayat 3 menunjukkan bukan sebuah perintah, melainkan

hanya mengandung arti pembolehan dan bukan pewajiban. Sebab

menurutnya, sebenarnya yang berhak melakukan poligami hanya Rasulullah

dan yang dilakukan beliau belum tentu harus diikuti oleh umatnya.

Kebolehan tersebut hanya didasarkan pada kebutuhan yang mendesak (secara

darurat). Ia menganalogikannya dengan pintu pesawat yang hanya boleh

dibuka kapan saja ketika terjadi kecelakaan atau darurat serta yang paham

bagaimana cara membukanya. Ia menambahkan kalau poligami yang

dilakukan oleh Rasulullah adalah sunnah maka yang berpoligami juga harus

sama seperti Rasulullah yaitu menikahi para janda.

Meskipun demikian, penulis memahami bahwa pintu kebolehan

berpoligami tidak dapat ditutup karena tidak adanya dalil atau nash secara

tegas yang menyatakan terhadap larangan terhadap poligami dan dalil yang

menunjukkan poligami maupun pelakunya itu salah, karena dalam satu

kesempatan Quraish Shihab menyampaikan bahwa pintu berpoligami itu

memang ditutup tetapi tidak ditutup mati.13

Selain itu keadilan seorang laki-

laki(suami) menjadi pertimbangan dan kesepakatan bersama para ulama

sebagai syarat berpoligami agar keseimbangan dalam keluarga dapat terjaga.

Keadilan yang dituntut disini adalah keadilan yang dapat diukur seperti

dalam hal nafkah yang bersifat materi, pembagian waktu bermalam, dan lain

13

Disampaikan ketika dalam acara Narasi Shihab dan Shihab yang di moderatori oleh

Najwa Shihab dan diupload di youtube oleh Najwa Shihab pada tanggal 24 September 2018.

Page 78: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

64

sebagainya yang berupa materi. Sedangkan keadilan yang tidak bisa diukur

tidak menjadi tuntutan dalam poligami seperti masalah hati dan rasa, karena

Allah tidak menjadikan dua cinta dalam diri seseorang, oleh karena itu cinta

dalam hal pernikahan tidak dapat dibagi-bagi. Sebagaimana firman Allah

dalam Al-Qur‟an:

……. {٤: ٣٣ /}لاحصاب

Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati

dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar

itu sebagai ibumu(QS. Al-Ahzab:4)

Oleh karena itu penulis sependapat dengan pandangan Quraish Shihab

yang menyebutkan bahwa surat an-Nisa‟ ayat 3 adalah sekedar pembolehan

bukanlah suatu anjuran atau bahkan kewajiban untuk berpoligami, dan hanya

sebagai pintu darurat yang boleh digunakan dalam keadaan terdesak sebagai

hukum Rukhshah. Berdasarkan pemahamannya tentang kalimat perintah (fi‟l

amar) yang di artikan sebagai hukum boleh menurut penulis sesuai dengan

kaidah:

باحة الصل فى المر لل

Artinya: “Asal dari suatu perintah adalah untuk membolehkan” 14

Quraish Shihab menggunakan sumber hukum Sadd al-Dzariah dalam

hukum kebolehan berpoligami, dengan menganalogikan pintu darurat

pesawat yang boleh dibuka sewaktu-waktu ketika sudah mendesak, karena

jika tidak pinta itu dibuka maka dikhawatirkan akan menyebabkan

kemudharatan yang lebih besar, contohnya seperti perzinaan yang merajalela

dan lain sebagainya. Ia juga mengungkapkan dalam Tafsir Al-Misbah bahwa

menikahi selain anak yatim yang mengakibatkan ketidakadilan dan

mencukupkan pada satu orang isteri saja adalah lebih dekat kepada tidak

14

Moh. Rifa‟i, Ushul Fiqh, Edisi Revisi, (Bandung: PT Alma‟arif, 1973), cet. 1, h. 27

Page 79: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

65

berbuat aniaya yakni mengantarkan kepada keadilan dan kepada tidak

memiliki banyak anak yang harus ditanggung biaya hidupnya. Kiranya sesuai

dengan kaidah fiqih berikut :

م على جلب المصالح درء المفاسد مقد

Artinya: “Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan

mashlahat”15

4. Mahar

Para ulama sepakat bahwa hukum mahar dalam pernikahan adalah

termasuk dari salah satu syarat sahnya pernikahan. Dan tidak boleh

mengadakan persetujuan untuk meninggalkannya. para ulama berbeda

pendapat mengenai masalah minimal mahar yang harus diberikan oleh laki-

laki kepada mempelai wanita.

Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam bukunya perbedaan itu antara

lain:16

1. Mazhab Hanafi: minimal mahar adalah sepuluh dirham, berdasarkan hadits

yang diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi Muhammad SAW bersabda:

اقل من عشرة دراىم لمهر

Artinya: “Tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham”

2. Mazhab Maliki: standar mahar yang paling rendah adalah seperempat

dinar emas atau tiga dirham perak murni yang sama sekali tidak

mengandung kepalsuan. Atau dengan barang-barang yang suci yang

terbebas dari najis yang sebanding dengan harganya, baik berupa barang,

hewan, maupun bangunan yang dibeli secara legal dan bermanfaat

menurut syariat. Serta mampu diserahkan pada isteri yang barang tersebut

kadar, jenis dan macamnya jelas.

15

Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Al-Asybah Wan Nadho‟ir, (Indonesia: Syirkah

Nur Asia, t.th), h. 55 16

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 235

Page 80: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

66

3. Mazhab Syafi‟i dan Hanbali: tidak ada batasan terendah bagi mahar.

Sahnya mahar tidak ditentukan dengan sesuatu. Oleh karena itu, sah jika

mahar adalah harta yang sedikit ataupun banyak. Batasannya adalah yang

sah untuk dijual dan memiliki nilai serta yang sah untuk menjadi mahar.

Sedangkan pendapat Quraish Shihab yang tertera dalam Tafsir al-Misbah

tentang batasan minimal mahar, ia tidak membatasi jenis dan nilai mahar

dengan berlandaskan hadits nabi yang menyebutkan bahwa cincin dari besi

dan pengajaran ayat-ayat al-Quran dapat dijadikan mahar.17

Adapun hadits

yang pemahamannya mengandung arti tidak adanya pembatasan mahar, yaitu

hadits Sahal bin Sa‟d As-Sa‟idi yang disepakati keshahihannya:18

Menurutnya menetapkan mahar pada batas yang paling minimal mahar

yang berupa cincin dari besi dan pengajaran ayat-ayat al-Qur‟an itu karena

agar tidak memberatkan seseorang yang hendak menikah. Sehingga seseorang

tersebut tidak terhalangi atau terbebani oleh mahar yang mahal dan

memberatkannya itu, sebab mahar ditafsirkan sebagai suatu kebenaran yang

tulus dari hati seseorang.

Penulis lebih setuju dengan pendapat Quraish Shihab yang menetapkan

tidak adanya batasan minimal mahar bagi orang yang hendak menikah

dengan alasannya itu karena terdapat kaidah fiqh yang sesuai yaitu:

يسسجلب الخ

ج

ت

ق

ش

مل ا

Artinya: “Kesukaran itu akan menarik adanya kemudahan”.19

Merujuk juga pada firman Allah Surah Al-Baqarah ayat 185:

عسس . لايت...م ٱل

يسيد بك

يسس ول

م ٱل

ه بك

يسيد ٱلل

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Allah tidak

menghendaki kesulitan bagimu”

17

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Quran cet.I,

vol.1, h. 328 18

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Abu Usamah Fatkhur Rokhman, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2007), h. 35 19

Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, h. 29

Page 81: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

67

Kemudian jika dilihat dari sisi Maqashid Syari‟ah, hal ini tergolong

kepada hifdz al-Nasl, yaitu untuk menjaga keturunan. Jika seseorang

terhalang menikah di sebabkan oleh mahar yang memberatkannya, maka

seseorang yang hendak menikah tersebut bisa jadi batal untuk menikah,

sehingga ketika seseorang batal untuk menikah, maka untuk menjaga dan

melestarikan keturunan akan terhenti.

5. Status Kawin Hamil

Ada dua kelompok ulama mazhab tentang bolehnya mengawini wanita

yang hamil yaitu : Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i yang mengatakan

bahwa wanita hamil akibat zina boleh melangsungkan perkawinan dengan

laki-laki yang menghamilinya atau dengan laki-laki lain, sedangkan Imam

Malik dan Ahmad bin Hanbal berpendapat tidak boleh melangsungkan

perkawinan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki lain sampai dia

melahirkan kandungannya.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa wanita hamil karena zina itu

tidak ada iddahnya, boleh mengawininya, tetapi tetap tidak boleh melakukan

hubungan seks hingga dia melahirkan kandungannya”, hal ini didasarkan

pada Firman Allah Surah An-Nisa ayat 24 dan sabda Rasulullah SAW :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka jangan

sampai dia siramkan air spermanya kepada janin milik orang lain,

maksudnya menggauli perempuan yang sedang hamil”.20

Sementara Imam Syafi'i mengatakan: hubungan seks karena zina itu

tidak ada iddahnya, wanita yang hamil karena zina itu boleh dikawini, dan

boleh melakukan hubungan seks sekalipun dalam keadaan hamil. Mazhab ini

mendasarkan pada surah an-Nisa‟ ayat 24 dan Hadits yang diriwayatkan oleh

Aisyah : ”Perkara yang haram tidak membuat haram sesuatu yang halal”21

20

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie

Al-Kattani, dkk, h. 145 21

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 146

Page 82: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

68

Menurut Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal perkawinan dalam bentuk

apapun memiliki akibat yang sama yaitu adanya iddah. Pendapat yang mereka

kemukakan didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya:

“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat

menyiramkan airnya (spermanya) kepada tanaman orang lain, yakni wanita-

wanita tawanan yang hamil, tidak halal bagi seorang yang beriman kepada

Allah dan hari akhirat mengumpuli wanita tawanan perang sampai

menghabiskan istibra'-nya (iddah) satu kali haid”.

Dan atas dasar sabda Nabi Muhammad SAW yang lainya:

“Jangan kamu menggauli wanita hamil sampai dia melahirkan dan wanita

yang tidak hamil sampai haid satu kali”.

Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengambil kesimpulan dari

kedua hadits tersebut, bahwa wanita hamil tidak boleh dikawini, karena dia

perlu iddah. Keduanya memberlakukan sama antara iddah bagi wanita hamil

dari perkawinan yang sah maupun wanita hamil dari akibat perbuatan zina,

maka wanita hamil dilarang melangsungkan perkawinan kecuali setelah

berakhirnya masa iddahnya yaitu ketika seseorang melahirkan anaknya.

Sedangkan pandangan Quraish Shihab dalam masalah ini lebih cenderung

kepada pendapat Imam Malik yang menyebutkan menikahi wanita hamil dua

kali namun ciri khas pandangannya didasarkan konsep kehati-hatiannya

terhadap hukum menikahi wanita hamil yaitu dengan cara menikahi ulang

wanita hamil tersebut setelah pernikahan pertama dan setelah masa iddahnya

dari hubungan seks yang tidak sah tadi selesai.

Artinya, kendati mayoritas ulama madzhab menghukumi perkawinan

kawin hamil adalah sah ada juga yang mensyaratkan harus selesai masa

iddahnya dulu, tetapi Quraish Shihab menganjurkan untuk melakukan

pernikah dua kali demi menjaga kesucian pernikahan itu sendiri.22

Menurut penulis, pandangan Quraish Shihab lebih tepat karena

pendapatnya berada di tengah-tengah dan menggabungkan pandangan dua

kelompok mazhab tersebut meskipun lebih cenderung kepada pendapatnya

22

M. Quraish Shihab, Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda

Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 545

Page 83: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

69

Imam Malik dan Ahmad karena untuk menjaga kesucian pernikahan itu

sendiri maka ia menganjurkan untuk berhati-hati dengan cara menikahi

wanita hamil tersebut dua kali.

Menurut penulis hal ini berkaitan dengan Maqashid Syari‟ah yang

berupa Hifdz al-Nasl, dengan kata lain, dilakukannya pernikahan dua kali,

maka akan menjaga keturunan yang dilahirkannya, seperti jelasnya suatu

nasab serta tujuan kemaslahatan bersama yaitu agar nama baik seseorang

maupun keluarga dapat terpelihara.

6. Aborsi

Mayoritas Ulama Mazhab berpandangan bahwa haram hukumnya

melakukan aborsi bagi janin yang telah memasuki usia 120 hari. Tetapi

terjadi perbedaan sebelum usia janin memasuki 120 hari. Mayoritas fuqaha

Syafî‟iyah, dan mayoritas fuqaha‟ Hanabilah serta mayoritas fuqaha

Hanafiyah, berpendapat bahwa jika pengguguran kandungan (aborsi) atas

persetujuan suami-istri, tidak menggunakan alat yang membahayakan, dan

janin yang digugurkan tersebut belum berusia 40 hari, maka hukumnya

makruh. Alasan dari mahzab Hanafi adalah karena janin itu belum berbentuk.

Juga menurut para ulama Hanafiah boleh menggugurkan kandungan sebelum

berumur empat bulan sekalipun itu dilakukan tanpa seizin suami.23

Para

ulama Malikiah berpendapat bahwa jika rahim telah dibuahi sperma maka

tidak boleh mengganggunya, apalagi jika sperma tersebut sudah terbentuk

menjadi janin yang kemudian janin tersebut telah ditiupkannya ruh, maka

mereka sepakat bahwa itu adalah pembunuhan.

Putusan fatwa MUI Nomor 4 tahun 2005 menyebutkan bahwa

Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding

rahim ibu (nidasi) dan Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan

yang terjadi akibat zina.24

Tetapi ada Aborsi yang dibolehkan karena adanya

23

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, h. 105 24

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Bidang Sosial dan Budaya, (Jakarta:

Airlangga, 2015), h. 132

Page 84: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

70

uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Keadaan darurat seperti

perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut dan

kehamilan yang mengancam nyawa si ibu. Sedangkan keadaan hajat seperti

Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic, kalau lahir kelak

sulit disembuhkan, kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim

yang berwenang. Kebolehan aborsi tersebut harus dilakukan sebelum janin

berusia 40 hari.

Sedangkan Quraish Shihab berpendapat demi menjaga hukum kehati-

hatian maka ia secara tidak langsung melarang praktik aborsi, baik usia janin

yang belum mencapai 120 hari maupun setelah 120 hari, hal ini terlihat jelas

pada keterangannya yang menyebutkan membunuh jiwa yang memang

diharamkan Allah membunuhnya adalah haram hukumnya.

Selain itu pula ia mengecam keras dan menyayangkan terhadap wanita

yang melakukan aborsi karena menurutnya praktik aborsi itu adalah perilaku

orang-orang jahiliyah di zaman dahulu, oleh karena itu untuk saat ini sudah

banyak orang terpelajar maka tidak sepantasnya lagi aborsi ini dilakukan,

apalagi dengan tanpa bimbingan dokter.25

Itu artinya Quraish Shihab sangat

tidak setuju jika ada yang melakukan aborsi, karena kalau berdalih pada takut

untuk menanggung biaya kehidupan anak, maka tidak ada lagi orang yang

mau melahirkan di muka bumi ini sebab Allah sudah menjamin atas rizki

seseorang.

Penulis setuju dengan pendapat Quraish Shihab, karena baik usia janin

yang belum mencapai 120 hari maupun setelah mencapai 120 hari jika itu

dilakukan tanpa bimbingan dokter dan ketentuan medis, maka bisa

membahayakan dirinya sendiri. Maka hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan olehnya mengambil jalan tengah sebagai bentuk kehati-hatian.

Quraish Shihab tidak mencantumkan dalil-dalil pelarangan aborsi secara

rinci tetapi dapat kita kaitkan dengan prinsip Maqashid Syari‟ah yaitu

menjaga keturunan (Hifdz al-Nasl) dan menjaga jiwa (Hifdz al-Nafs). Ketika

25

Disampaikan ketika acara kajian Tafsir al-Misbah di salah satu stasiun televisi swasta

yang diadakan pada Ramadhan setiap sebelum sahur pada tahun 2009.

Page 85: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

71

seseorang melakukan aborsi berarti dia sama saja membahayakan diri sendiri

dan nyawa dalam kandungannya serta tidak melestarikan keturunan/memutus

keturunan. Sedangkan membahayakan diri sendiri dan orang lain itu dilarang

sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Ibnu Majah, dan

Ibnu Abbas:

لضرار ولضرار

Artinya: “Tidak boleh membuat kemadharatan pada diri sendiri dan

membuat kemadharatan pada orang lain”26

الضرر ي زال

Artinya: “sesuatu yang membahayakan itu harus dihilangkan”27

Dengan mengacu pada kaidah tersebut hendaknya manusia menjauhkan

diri dari perbuatan yang membahayakan, baik baginya maupun orang lain dan

tidak seharusnya ia menimbulkan bahaya tersebut.28

Selain itu perlu kiranya

memperhatikan kaidah fiqih berikut :

م على جلب المصالح درء المفاسد مقد

Artinya: “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik

kemashlahatan”29

Dengan melihat kaidah-kaidah itu, maka larangan untuk meggugurkan

kandungan yang ada dalam janin itu di dahulukan untuk menolak kerusakan

karena kebanyakan orang yang melakukan aborsi ingin terhindar dari aib,

sehingga terhindar dari aib dianggap sebagai sebuah mashlahat bagi mereka,

tetapi sesungguhnya hal itu yang dapat membahayakan dirinya sendiri.

7. Pernikahan Beda Agama

Semua ulama sepakat seorang muslim tidak boleh menikah dengan

perempuan musyrik karena memiliki perbedaan yang prinsipal yaitu islam

26

Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, h. 35 27

Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Al-Asybah Wan Nadho‟ir, (Indonesia: Syirkah

Nur Asia, t.th), h. 112 28

Nashir Farid Muhammad Washil dkk, Qowaid Fiqhiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.17 29

Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, h. 39

Page 86: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

72

dan kesyirikan. Tetapi sepakat jika laki-laki muslim boleh mengawini

perempuan yang termasuk ahli kitab dan mengharamkan pernikahan

muslimah dengan laki-laki kafir. Kebolehan menikahi wanita ahli kitab

tersebut menurut mayoritas ulama hanya sebatas hukum makruh, bahkan

menurut mazhab maliki hukumnya makruh mutlak.

Sedangkan pendapat Quraish Shihab sejalan dengan pendapat empat

mazhab. Namun ia lebih menganjurkan pernikahan tersebut untuk tidak

dilakukan karena menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, agar ajaran islam

yang dimiliki oleh laki-laki muslim dapat terjaga kemurniannya dan tidak

khawatir terbawa ajaran calon isterinya dan keluarga calon isterinya.

Penulis setuju dengan pendapat Quraish Shihab dalam masalah ini, karena

ini menyangkut keyakinan seseorang yang tidak bisa diukur kadar

keyakinannya, sehingga akan sangat dikhawatirkan bagi laki-laki muslim tadi

terjerumus pada ajaran isterinya yang non muslim tersebut. Kemudian ia

menambahkan bahwa bagi laki-laki yang hendak menikah dengan ahlu kitab

tapi tidak mampu menampakkan kesempurnaan ajaran islam, maka tidak

dibenarkan, karena hal itu dapat membuat dirinya terpengaruh oleh ajaran

non-Muslim yang dianut oleh calon isterinya dan mertuanya.

Oleh karena itu Quraish Shihab berpendapat lebih baik pernikahan yang

seperti ini tidak dilakukan. Dengan memperhatikan kaidah fiqih berikut:

بضاع التحريم الصل فى ال

Artinya:” Pada dasarnya hukum dalam masalah sex adalah haram”30

Berdasarkan masalah ini maka pada diri wanita ahlu kitab memiliki dua

perbedaan, yaitu boleh menikahinya dan haram menikahinya. Oleh karena itu

jika halal dan haram berkumpul, maka yang dimenangkan adalah yang haram,

sebagaimana yang dikatakan oleh kaidah fiqih yang lain:

30 Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, h. 27

Page 87: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

73

اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام اذا

Artinya: ”Apabila berkumpul antara yang halal dan yang haram, maka di

menangkan yang haram”

Jika melihat kaidah-kaidah di atas maka lebih baik pernikahan beda

agama tersebut tidak dilakukan sekalipun wanitanya berasal dari ahli kitab

demi menjaga kehati-hatian. Jika merujuk pada fatwa MUI tentang nikah

beda agama maka pernikahan beda agama hukumnya haram termasuk laki-

laki muslim dengan wanita ahlu kitab sekalipun, karena didasarkan pada

prinsip kemaslahatan.31

Tidak hanya fatwa MUI, didalam KHI (Kompilasi

Hukum Islam) juga memuat tidak diperbolehkannya pernikahan beda agama.

Serta dari sisi Maqashid Syari‟ah pendapat Quraish Shihab lebih tepat

karena mengandung prinsip Hifdz al-Din yaitu untuk menjaga agamanya.

Agar aqidah dari laki-laki muslim itu dapat terjaga kemurniannya.

8. Keluarga Berencana

Empat Mazhab membolehkan/menghalalkan „azl sebagai cara membatasi

dan mengatur kelahiran. Namun ada perbedaan pendapat dalam

mensyaratkannya dengan seizin isteri atau tidak, diantaranya adalah Mazhab

Hanafi mengemukakan ada yang berpendapat boleh tanpa persetujuan isteri

apabila telah terjadinya kemunduran agama “zaman yang buruk” dan

kekhawatiran akan melahirkan anak-anak yang nakal, Mazhab Maliki

mengemukakan boleh tetapi harus seizin isteri, mazhab Syafi‟i

mengemukakan boleh tanpa seizin isteri, dan mazhab Hanbali yang

mengemukakan harus dengan izin isteri tetapi persetujuan itu boleh

ditinggalkan disaat-saat tertentu, seperti ketika berada diwilayah musuh.

Quraish Shihab membenarkan dan memperbolehkan untuk mengatur

jumlah kelahiran dengan menggunakan cara kontrasepsi. Hal ini terlihat dari

penjelasannya bahwa ia berkesimpulan kalau Islam membenarkan

penggunaan kontrasepsi dan itu dipraktikkan oleh para sahabat Nabi dengan

31

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Bidang Sosial dan Budaya, (Jakarta:

Airlangga, 2015), h. 43-45

Page 88: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

74

cara yang mereka kenal yaitu „azl dengan catatan selama tidak dipaksakan,

tidak menggugurkan (aborsi), dan tidak mengakibatkan pemandulan abadi.32

Meskipun beliau tidak secara langsung menjelaskan dasar hukumnya,

namun kita bisa berpegang pada beberapa ucapan shahabat sebagai berikut:

ث نا يحيى بن سعيد عن ابن جريج عن عطاء عن جابر قال د حد ث نا مسد كنا ن عزل حد (٦٣٢٨صلى اهلل عليو وسلم )رواه البخارى: -على عهد النبى

Menceritakan padaku Musaddad dan Yahya Ibn Sa‟id dari Ibnu Juraih dari

„Atha dari Jabir berkata : “Dulu di zaman Rasulullah SAW kami melakukan

„Azl” (HR. Bukhori no. 5207)

-صلى اهلل عليو وسلم -وعن عمرو عن عطاء عن جابر قال كنا ن عزل على عهد النبى )٦٣٢٥: رواه البخارى(والقرآن ي نزل

Artinya: “Dari Amr dari „Atha‟ dari Jabir berkata: Kami dahulu pernah

melakukan „azl di masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan al-

Qur‟an turun ketika itu” (HR. Bukhari no. 5208(,

Dalam riwayat lain disebutkan:

صلى اهلل -ف ب لغ ذلك نبى اللو -صلى اهلل عليو وسلم-كنا ن عزل على عهد رسول اللو هنا -عليو وسلم (١٥٥)رواه المسلم : .ف لم ي ن

“Kami dahulu melakukan „azl di masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa

sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya” (HR.

Muslim no. 1440)

Penulis menyimpulkan bahwa pendapat Quraish Shihab sejalan

dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Tujuan utama dari dilakukannya „Azl

adalah untuk mengatur jumlah kelahiran, sebab menurutnya dalam

mengarungi kehidupan rumah tangga perlu adanya perhitungan yang tepat

dan keserasian dalam kehidupannya, sehingga tujuan dari pernikahan dapat

dicapai yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.33

32

M. Quraish Shihab, Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda

Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 457 33

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1

Page 89: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

75

B. Bagan Perbandingan Antara Pemikiran Quraish Shihab dan Ulama

Mazhab Mengenai Hukum Keluarga

No. Hukum

Keluarga

Mazhab Fiqh Quraish Shihab

1. Nusyuz Terhadap isteri yang

nusyuz, setelah melalui

tahapan menasehati, pisah

ranjang, kemudian

memukul(pemukulan)

seluruh Mazhab secara

tidak langsung menyatakan

kewenangan pemukulan

tetap dilakukan oleh suami,

tetapi dalam bentuk

pembelajaran(litta‟dib)

yang mereka dukung

argumennya dengan hadits-

hadits Nabi SAW.

Menyatakan sama seperti

ulama mazhab dalam hal

tahapan-tahapan

menasehati isteri yang

nusyuz, hanya saja dalam

tahapan pemukulan, ia

memahami kewenangan

pemukulan tersebut

dilakukan oleh penguasa

atau pemerintah, hal itu

didasarkan pada pendapat

Imam Ibn „Atha, Ibn

„Arobi, dan Thahir Ibn

„Asyur.

2. Hak dan

Kewajiban suami-

isteri dalam

rumah tangga.

Dalam hal isteri keluar

rumah untuk mencari

nafkah, Mayoritas mazhab

secara tidak langsung

berpendapat isteri tidak

boleh keluar rumah

termasuk untuk bekerja

kecuali hanya dengan

seizin suami. Mazhab

Syafi‟i mensyaratkan

keluar rumah harus dengan

izin suami dan Mazhab

Hanafi membolehkan isteri

untuk keluar rumah tanpa

izin suaminya jika salah

satu dari kedua orang

tuanya sakit.

Pemikiran quraish Shihab

tentang isteri bekerja

masih relevan dengan para

fuqaha mazhab, yang

mana salah satu syarat

diperbolehkannya isteri

bekerja adalah atas dasar

izin dari suami, ketika

tidak ada izin dari suami

maka pekerjaan terlarang.

Namun secara normatif

pembagian tugas dalam

rumah tangga menurutnya

jangan terlalu ketat,

karena yang dituntut

adalah saling kerjasama

maka ketika penghasilan

suami tidak mencukupi,

maka diharapkan juga

untuk isterinya bekerja

mencari nafkah untuk

keluarganya.

3. Hukum Poligami Fuqaha‟, dalam memahami

ayat poligami tersebut

adalah bahwa hukumnya

boleh. Kebolehannya

tersebut bersifat „Azimah

Dalam hal hukum

berpoligami Quraish

Shihab berpandangan

bahwa hukum kebolehan

berpoligami adalah

Page 90: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

76

yang merupakan hukum

asal dari sesuatu itu, karena

berdasarkan dengan

melihat dzahir ayat yang

secara apa adanya tertera

dengan jelas.

Rukhshah dalam artian

boleh dilakukan secara

darurat ketika keadaannya

sudah terdesak.

4. Mahar Para ulama sepakat bahwa

hukum mahar dalam

pernikahan adalah

termasuk dari salah satu

syarat sahnya pernikahan.

Adapun kriteria dan

batasan minimal atau

paling rendahnya mahar

yaitu menurut Mazhab

Hanafi adalah sepuluh

dirham emas, Mazhab

Maliki adalah seperempat

dinar emas atau tiga

dirham perak murni yang

sama sekali tidak

mengandung kepalsuan

Mazhab Syafi‟i dan

Hanbali adalah tidak ada

batasan terendah bagi

mahar

Dalam hal minimal nilai

mahar, Quraish Shihab

tidak membatasi jenis dan

nilai mahar itu sendiri,

dengan berlandaskan

hadits nabi yang

menyebutkan bahwa

cincin dari besi dan

pengajaran ayat-ayat al-

Quran dapat dijadikan

sebagai mahar.

5. Status Kawin

Hamil

Terhadap hukum kawin

hamil perbedaan pendapat

dikalangan ulama yaitu

Imam Syafi‟i dan Abu

Hanifah berpendapat

wanita hamil akibat zina

boleh melangsungkan

perkawinan dengan laki-

laki yang menghamilinya

atau yang tidak

menghamilinya.Sedangkan

menurut Imam Malik dan

Ahmad bin Hanbal

berpendapat tidak boleh

melangsungkan

perkawinan antara wanita

hamil karena zina dengan

laki-laki lain sampai dia

melahirkan kandungannya.

Quraish Shihab terhadap

status hukum kawin hamil

lebih cenderung pada

pendapat imam malik

yang berdiri pada prinsip

kehati-hatiannya terhadap

hukum menikahi wanita

hamil yaitu dengan cara

menikahi ulang wanita

hamil tersebut setelah

pernikahan pertama dan

setelah masa iddahnya

dari hubungan seks yang

tidak sah tadi selesai. Agar

kesucian pernikahan dapat

terjaga.

Page 91: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

77

6. Aborsi Terhadap hukum aborsi

mayoritas Ulama Fiqih

berpandangan bahwa

haram hukumnya

melakukan aborsi bagi

janin yang telah memasuki

usia 120 hari. Tetapi terjadi

perbedaan sebelum usia

janin memasuki 120 hari.

Menurut mazhab Hanafi,

Syafi‟i, dan Hanbali

makruh hukumnya

menggugurkan janin yang

belum berusia 120 hari.

Tetapi bagi ulama maliki

aborsi haram meskipun

usia janin belum mencapai

120.

demi menjaga hukum

kehati-hatian maka

Quraish Shihab secara

tidak langsung melarang

praktik aborsi, baik usia

janin yang belum

mencapai 120 hari

maupun setelah 120 hari,

hal ini terlihat jelas pada

keterangannya yang

menyebutkan membunuh

jiwa yang memang

diharamkan Allah

membunuhnya adalah

haram.

7. Pernikahan Beda

Agama

Dalam hal pernikahan beda

agama ini semua ulama

sepakat seorang Muslim

tidak boleh menikah

dengan perempuan

musyrik karena memiliki

perbedaan yang prinsipal

yaitu islam dan kesyirikan.

Tetapi sepakat jika laki-

laki muslim boleh

mengawini perempuan

yang ahli kitab dan

mengharamkan pernikahan

muslimah dengan laki-laki

kafir tetapi kebolehan

tersebut hanya sebatas

hukum makruh.

Quraish Shihab sejalan

dengan pendapat empat

mazhab. Namun ia lebih

menganjurkan pernikahan

tersebut untuk tidak

dilakukan karena

menjunjung tinggi prinsip

kehati-hatian, agar ajaran

islam yang dimiliki oleh

laki-laki muslim dapat

terjaga kemurniannya dan

tidak khawatir terbawa

ajaran calon isterinya dan

keluarga calon isterinya.

8. Keluarga

Berencana

Mengenai Keluarga

Berencana (KB), empat

Mazhab menghalalkan „azl

sebagai cara membatasi

dan mengatur kelahiran.

Mazhab Hanafi : Ada yang

berpendapat boleh tanpa

persetujuan isteri apabila

telah terjadinya

kemunduran agama dan

adanya kekhawatiran akan

Mengenai mengatur

kelahiran dengan cara

„Azl Quraish Shihab

masih relevan dengan

empat mazhab. Ia

membenarkan dan

memperbolehkan untuk

mengatur jumlah

kelahiran dengan

menggunakan cara

kontrasespsi. ia

Page 92: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

78

melahirkan anak-anak yang

nakal. Mazhab Maliki:

Harus seizin isteri. Mazhab

Syafi‟i: Boleh tanpa seizin

isteri, Mazhab Hanbali :

Harus dengan izin isteri

tetapi persetujuan itu boleh

ditinggalkan di saat-saat

tertentu, seperti ketika

berada diwilayah musuh.

menjelaskan bagainamana

praktik kontrasepsi

dengan cara „Azl yang

dibenarkan oleh islam dan

dilakukan oleh sahabat

dimasa Rasulullah.

Dengan catatan selama

tidak dipaksakan, tidak

menggugurkan (aborsi),

dan tidak mengakibatkan

pemandulan abadi.

C. Corak Pemikiran Quraish Shihab

Untuk melihat corak pemikiran Quraish Shihab dalam memahami ayat-ayat

hukum keluarga, maka penulis merujuk pada teori pembaharuan dalam hukum

Islam yang dikemukakan oleh Clifford Geertz bahwa ada dua corak dalam

pemikiran pembaharuan hukum Islam yaitu corak Traditionalism dan Modernism.

Untuk mengetahui lebih jelas kedua corak tersebut maka penulis akan

memaparkan secara singkat masing-masing corak tersebut.

1. Pemikiran Islam Traditionalism

Akar kata Traditional berasal dari bahasa inggris yaitu tradition jika di

Indonesia sering disebut tradisi. Tradisi adalah suatu adat atau kebiasaan secara

turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan hingga sekarang.34

Menurut Zamakhsyari Dhofier menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

pemikiran Islam tradisional adalah pikiran-pikiran keislaman yang masih terikat

kuat dengan pemikiran-pemikiran ulama fiqih, hadits, tasawuf, tafsir, dan tauhid

yang hidup antara abad ke VII sampai abad ke XIII.35

Dari pengertian singkat tentang tradisional diatas dapat kita pahami bahwa

corak traditionalism adalah kelompok orang yang menganut suatu paham yang

bersifat konservatif (kolot) dan masih terikat pada pemikiran-pemikiran yang lama

tanpa menghendaki adanya pembaharuan. Mereka menolak setiap pembaharuan

34

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 35

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982),.h. 1.

Page 93: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

79

yang didasarkan pada ide-ide, ilmu pengetahuan, maupun teknologi dari Barat dan

hanya cukup mengakui pada empat mazhab saja (Syafi‟i, Hanafi, Maliki dan

Hanbali).

Corak pemikiran tradisionalis didasarkan pada ayat-ayat atau dalil-dalil nash

yang tertera dalam Al-Quran maupun hadits. Akal dalam hal ini tidak begitu

menentukan dalam memahami nash Al-Quran dan hadits. Merka tidak terpaku

untuk menggunakan akal sebagai landasan berfikir mereka, sehingga kelompok

tradisionalis sulit sekali untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan

modern sebagai hasil dari filsafat, sains dan teknologi.36

2. Pemikiran Islam Moderenism

Lahirnya istilah modernisme Islam merupakan gerakan pembaruan atas

kemapanan aliran tradisional Islam yang telah terlebih dahulu mengakar dalam

masyarakat, meskipun secara institusional muncul lebih belakangan. Aliran

modernisme ini mendapat inspirasi dari gerakan purifikasi Muhammad Ibnu

Abdul Wahab di Jazirah Arabia dan Pan–Islamisme Jamaluddin al-Afqhani yang

kemudian mendapat kerangka idiologis dan teologis dari muridnya seperti

Muhammad Abduh dan Rasyid Rihda.

Modernisme dalam agama adalam sebuah keyakinan dalam berfikir bahwa

kemajuan ilmiah dan budaya modern mengharuskan adanya reinterpretasi

(penafsiran ulang) terhadap berbagai doktrin ajaran agama tradisional.

Moderenisme berarti pembaharuan berpikir, aliran atau gerakan yang berusaha

untuk mengubah paham-paham konservatif untuk disesuaikan dengan pendapat-

pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan

modern.37

Maka akal rasio sangat dibutuhkan dan menentukan dalam memahami

ajaran-ajaran maupun nash yang tertera dalam Al-Quran dan hadits.

Berdasarkan penjelasan diatas, menurut penulis corak berpikir Quraish

Shihab tergolong pada aliran Modernism, karena menghendaki adanya perubahan-

perubahan doktirn agama dengan cara mereinterpretasi ayat-ayat dalam al-Quran.

36

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,

(Bandung: Mizan, November, 1998), cet. V, h. 9 37

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,(Jakarta: UI-Pers, 1978), jilid 2,

h. 93

Page 94: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

80

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari uraian bab-bab terdahulu, penulis telah membahas

pemikiran Quraish Shihab yang merupakan salah satu ahli tafsir yang ada

di Indonesia mengenai masalah hukum keluarga, terdapat beberapa

pemikiran yang ia kemukakan sehingga dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pendekatan Istinbath hukum yang digunakan oleh Quraish Shihab

terhadap ayat-ayat hukum keluarga antara lain dengan cara penafsiran

secara kontekstual dan kontemporer. Sedangkan sumber hukum dalam

istinbath hukumnya berdasarkan dari dalil-dalil al-Quran, Hadits,

istihsan, maslahat dan ditinjau dari sisi Maqashid Syari‟ah beserta

prinsip mashlahat yang bersandar pada konsep kehati-hatian.

2. Secara umum terdapat perbedaan pemikiran Quraish Shihab terhadap

pandangan fuqaha klasik mengenai masalah hukum keluarga

diantaranya Nusyuz, persamaan hak dan kewajiban suami-isteri,

Poligami, Mahar, status kawin hamil, Aborsi, dan Keluarga Berencana

(KB), tetapi perbedaan tersebut tidak keluar dari esensi dan koridor

ajaran-ajaran yang telah disyariatkan oleh Islam karena dalam

pandangan-pandangannya, Quraish Shihab lebih sering

mempertimbangkan pada nilai-nilai kemaslahatan dan kehati-hatian

dalam memahami ayat-ayat hukum keluarga dalam al-Qur‟an sehingga

beliau mencitrakan dirinya sebagai ulama yang moderat dan tidak

memaksakan pada pendapat satu ulama saja bahkan di satu

pandangannya tidak jarang ia keluar dari jumhur ulama mazhab yang

empat. Sehingga Jawaban-jawaban yang di sampaikannya merupakan

pilihan alternatif bagi umat Islam dengan mempertimbangkan pula

pendapat-pendapat ulama yang lain.

Page 95: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

58

Page 96: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

81

B. SARAN

1. Kepada pemerintah agar lebih mensosialisasikan aturan-aturan terkait

hukum keluarga pada masyarakat

2. Kepada masyarakat agar proaktif dan ikut serta dalam mensukseskan

program pemerintah terkait sosialisasi aturan-aturan hukum keluarga

3. Kepada peneliti berikutnya agar lebih mendalami permasalahan tentang

hukum keluarga.

Page 97: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

82

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abdurrahman, Dudung, Pengantar Metode Penelitian dan Penulisan Karya

Ilmiah, Yogyakarta : IKFA PRESS, 1998

„Abd. Al-Ati, Hammudah, The Family Structure in Islam (Keluarga Muslim),

Surabaya: Bina Ilmu, 1984

Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005

Anwar, Mauluddin, dkk, Cahaya, Cinta, dan Canda M. Quraish Shihab,

Tangerang: Lentera Hati, 2015

Al-Asqalani, Hafidz Bin Hajar, Bulughul Marom Min Adillatil Ahkam, Al-Miftah,

Surabaya: ttp. tth

Asy‟ari, Hasyim, Dau‟u Al-Misbah Fi Bayani Ahkami Al-Nikah, Jombang:

Maktabah Turats Al-Islami, 2010

Azka, Darul, Dkk, terjemah kitab Jam‟u Al-Jawami‟ juz 1 Kajian dan Penjelasan

Ushul Fiqh, Kediri: Lirboyo Press, 2014

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh

Munakahat, terj. Abdul Majid Khon, Jakarta: Amzah, 2009

Beik, Muhammad Al-Khudhari, Ushul Fiqh, terjemahan Faiz el Muttaqien

Jakarta: Pustaka Amani, 2007

Al-Bigha, Musthofa Dib, Al-Tadzhib, Surabaya: Al-Hidayah, t.th

Dahlan, Abdul Rahman, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2011, cet. II

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Edisi yang

Disempurnakan), Jilid 9, Jakarta: Departemen Agama RI, 2009

Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid I, Jakarta: Lentara Abadi,

2010

Effendi, Satria, Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana, 2005, Cet. Ke 7

Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia, dari Hermeneutika Hingga Ideologi,

Jakarta: ttp. 2002

Page 98: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

84

Hasan, Musthafa, Pengantar Hukum Keluarga, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012

Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan, Jakarta, 1975

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2003)

Jahar, Asep Saepudin, Hukum Keluarga, Pidana, dan Bisnis, Jakarta: Kencana,

Cet,1,2013

Kamil, Miftahudin bin, Tafsir al-Misbah M.Quraish Shihab Kajian Aspek

Metodologi, Malaysia: Universiti Malaya, 2007

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 2014

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2006

Al-Mahami, Muhammad Kamil Hasan, Wanita Dimata Dunia dan Al-Qur‟an,

Jakarta: Mustaqim, 2004

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta: Airlangga,

2011

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: PT Fajar Interpratama

Mandiri, 2016, cet. II

Mudjib, Abdul, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, Jakarta: Kalam Mulia, 2001

Muzhar, Atho, dan Khaeruddin Nasution, Hukum Keluarga Di Dunia Islam

Modern, Jakarta: Ciputat Pers, 2003

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,(Jakarta: UI-Pers, 1978),

Nasution, Khoirudin, Pengantar dan Pemikiran Hukum Keluarga Perdata Islam

di Indonesia, Yogyakarta: Academia & Tazzafa, 2007

Nata, Abuddin, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Qaradhawi, Yûsuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, jilid II, Jakarta: Gema Insani Pres,

1995

Rifa‟i, Moh. Ushul Fiqh, Edisi Revisi, Bandung: PT Alma‟arif, 1973, cet. 1

Page 99: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

84

Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, penerjemah Abu Usamah Fatkhur Rokhman,

Jakarta: Pustaka Azzam, 2007

Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid, diterjemahkan oleh Darwis Dkk, Shahih

Fikih Sunnah, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017)

Shidiq, Sapiudin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2011

Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang: Lentera Hati, 2013

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda

Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008)

Shihab, M. Quraish, M. Quraish Shihab menjawab 101 Soal Perempuan yang

Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati, 2010

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Quran,

Tangerang: Lentera Hati, 2000, cet.I, vol.2

Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Quran, vol

II Jakarta:Lentera Hati, 2000

Shihab, M. Quraish, Membumikan alQur‟an, Jakarta: Lentera Hati, 2001

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Internasa, 1991

Suhadi, Kawin Lintas Agama Perspektif Kritik Nalar Islam, Yogyakarta: LKiS,

2006

Summa, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2004

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dkk, Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah,

Musthofa Aini, dkk, Jakarta: Darul Haq, 2003

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkainan Islam di Indonesia Jakarta: Kenacana, 2006

Tholabi Karlie, Ahmad, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013

Tim Penyusun Kamus, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

„Umran, „Abd al-Rahim, Islam dan KB, penerjemah, Muhammad Hasyim,

Jakarta: Lentera, 1997

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1

Page 100: PANDANGAN QURAISH SHIHAB TERHADAP AYAT-AYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44596/1/FUAD ALI FIKRI-FSH.pdf · Keluarga serta Bapak Indra Rahmatullah S.H, M.H.,

85

Washil, Nashir Farid Muhammad, dkk, Qowaid Fiqhiyyah, Jakarta: Amzah, 2009

Yusuf, Muri, Metode Penelitian, Jakarta: Kencana, 2014

Zein, Muhammad Ma‟shum, Ilmu Ushul Fiqh, Darul Hikmah, Jombang, 2008

Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Penerjemah, Abdul

Hayyie Al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani, 2011

Jurnal: Afrizal Nur, Jurnal Ushuluddin Vol. XVIII No. 1, Januari 2012,

Armansyah Matondang, Jurnal Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perceraian

dalam Perkawinan, (Program Studi Ilmu Kepemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Medan Area, Indonesia, 2014)

B. Syafuri, Nafkah Wanita Karier dalam Perspektif Fikih Klasik , (Jurnal Ahkam:

Vol. XIII, No. 2, Juli 2013)

Dewani Ramli, Jurnal Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

(Suatu Kajian Komparatif), PPs. IAIN Ar-Raniri, Banda Aceh, Diakses 22

Oktober 2018 pukul 14:39

Hilal Malarangan, Pembaruan Hukum Islam dalam Hukum Keluarga di

Indonesia, Jurnal Hunafa Vol. 5 No. 1, April 2008

Herien Puspitawati, Konsep dan Teori Keluarga, Jurnal Departemen Ilmu

Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor

Herien Puspitawati, Jurnal Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di

Indonesia. (Bogor: PT IPB Press, 2012)

Hairul Hudaya, Jurnal Studi Gender dan anak Vol. 1, Hak Nafkah Isteri

(Perspektif Hadis dan Kompilasi Hukum Islam), 2013

Jurnal Masalah - Masalah Hukum oleh Aladin, Pernikahan Hamil di Luar Nikah

Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Fiqih Islam di Kantor

Urusan Agama (Studi Kasus di Kota Kupang), Jilid 46 No. 3, Juli 2017

Kurniati, Hukum Keluarga di Mesir, Jurnal Al-Daulah, Vol. 3, No. 1

Internet:

https://www.republika.co.id/amp/23350. Diakses hari Minggu 23 September 2018

pukul 14:25

https://media.neliti.com/media/publications/58382-ID-aborsi-dalam-perspektif-

hukum-positif-da.pdfx