NILAI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM Q.S. AN-NAML...
Transcript of NILAI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM Q.S. AN-NAML...
i
NILAI KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
DALAM Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
(PERSPEKTIF TEORI INTERPRETASI
JORGE J. E. GRACIA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
WAHYU NUR HIDAYAH
NIM: 21514003
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
MOTTO
روا ما بأن فسهم ر ما بقوم حت ي غي إن اللو ل ي غي
“Sesungguhnya Allah Tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga
mereka mengubah diri mereka sendiri”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk
Kedua orang tuaku,
Mamakek yang selalu berjuang demi keberhasilan anaknya, berjuang lahir maupun
batin, kerja keras ditengah teriknya matahari, dan melantunkan doa di tengah
sunyinya malam
Bapakek, yang walaupun jauh, tapi ku yakin engkau selalu menyebut nama anakmu
ini dalam setiap doamu
Semoga karya ini bisa menjadi salah satu alasan kalian tersenyum
Guru-guruku
Yang telah membirakan ilmu. Ilmu yang ringan dibawa kemana-mana. Ilmu yang
seperti biji yang tumbuh menjadi pohon yang kemudian menghasilkan buah yang segar
dan bermanfaat. Ilmu yang bercahaya menyingkirkan duri dan gelapnya jalan menuju
tujuan sehingga kami akan tahu mana jalan yang benar dan mana yang salah.
Sahabat-sahabatku
Teman seperjuangan yang selalu ada, dan saling menyemangati.
Selalu membantu meski jalan terjal harus ditapaki
Dan terus menggenggam erat hingga akhir nanti
Almamater tercinta
Tempat ku menuntut ilmu
Tempat ku dipertemukan dengan orang-orang ahli ilmu
Dan memberiku semangat untuk menuntut ilmu
Institut Agama Islam Negeri (IAIN Salatiga)
vii
viii
ix
x
KATA PENGANTAR
الحمد لله رب العالمين
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih juga kepada Nabi Muhammad
yang telah mengajarkan kepada saya, cara bagaimana berusaha dengan keras
dan sungguh-sungguh. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untukmu.
Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi
dan rujukan utama dari beberapa literatur dalam buku Jorge J. E. Gracia dan
Sahiron Syamsuddin, maupun literatur pendukung lainnya. Penulis berusaha
sekuat mungkin dalam memaparkan nilai kepemimpinan perempuan dalam
Q.S. an-Naml ayat 29-35 perspektif teori interpretasi Jorge J. E. Gracia,
tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kekurangan di dalamnya. Karena
itu, penulis mohon maaf.
Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari
proposal, proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Apa yang menjadi ikhtiar kami ini,
mampu memberikan kontribusi bagi pembaca mengenai kepemimpinan
perempuan dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 perspektif teori interpretasi
Jorge J. E. Gracsia. Setelah melewati proses yang cukup panjang dan
melelahkan, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga. Untuk itu, kami
ingin menyampaikan ucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua, Bapakek dan Mamakek yang selalu mendoakan dan
mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Serta adikku satu-
satunya, Miftahul Jannah, serta keluarga yang sudah mau saya
repotkan dan yang selalu menyayangi dan mensuport penulis.
xi
2. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Bapak
Dr. Benny Ridwan, M. Hum., Bapak Dr. H.Sidqon Maesur, Lc.,
M.A., dan Bapak Dr. Mubasirun, M.Ag., Bapak Dr. M. Gufron,
M.Ag., yang telah memberi dorongan dan motivasi.
3. Bapak, Dr. Muh Irfan Helmy, Lc., M. A., selaku dosen pembimbing
dalam penelitian ini. Yang telah sudi kiranya melakukan proses
pembimbingan selama proses penelitian berlangsung berupa koreksi,
masukan, kritikan, dan saran yang kontruktif dalam melengkapi
penelitian ini.
4. Ibunda , Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-
Qur‟an dan Tafsir (IAT), yang telah memberi dorongan dan
motivasi.
5. Teman-teman sehimpunan-seperjuangan di jurusan IAT, baik
angkatan 2013, 2014 maupun 2015 yang menjadi patner akademis
dan teman diskusi. Untuk teman-teman yang selalu ada ketika saya
membutuhkan, mb Novita, mb Triyana dan mb Lida.
6. Serta kepada semua pihak yang barangkali belum tersebutkan, kami
ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran,
waktu, motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.
Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini,
bukanlah suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai
masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah
nutrisi bagi kami dalam rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan,
walaupun hal itu bersifat mustahil. Selamat membaca.
Salatiga, 12 September 2018
xii
ABSTRAK Persoalan gender merupakan persoalan aktual dewasa ini, di dalamnya
mencakup persoalan mengenai kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan
perempuan sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Sulaiman AS, akan
tetapi kepemimpinan perempuan ini seolah-olah tidak diindahkan bagi
sebagian muslim. Hal ini karena sistem relasi laki-laki dan perempuan yang
cenderung bias patriarki. Selain itu, dalil yang dipakai ketika memahami
kepemimpinan perempuan ini adalah ayat yang menjelaskan kepemimpinan
keluarga. Padahal kepemimpinan perempuan ini sebenarnya sudah dibahas
dalam al-Qur‟an secara gamlang dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35, yang
berkisah mengenai kepemimpinan Balqis.
Dalam rangka memperoleh pesan yang dimaksud al-Qur‟an, penulis
akan mengupasnya dengan teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia.
Sebenarnya pemakaian teori interpretasi teks dalam teks sakral masih
menjadi debatable, akan tetapi disini teori interpetasi teks Gracia memiliki
relevansi dengan ulumul qur‟an. Teori fungsi interpretasi teks Gracia ini
adalah, yang pertama historical function dimana dalam ulumul Qur‟an teori
ini relevan dengan asbab an-nuzul. Kemudian yang kedua meaning function
yang memiliki relevansi dengan kaidah kebahasaan dalam menafsirkan. Dan
yang ketiga implicatif function, yang memiliki relevansi dengan ilmu
munasabat dan ilmu sains dan humaniora. Dan ketiga teori fungsi inilah
yang akan dipakai untuk menganalisis maksud Q.S. an-Naml ayat 29-35.
Dengan teori historical function, ditemukan hasil bahwa
kepemimpinan itu dipilih bukan karena jenis kelamin, melainkan karena
kapabilitas intelektualnya. Kemudian dengan teori meaning function,
ditemukan nilai-nilai kepemimpinan dari pengembangan makna ayat. Nilai-
nilai kepemimpinan yang terkandung dalam ayat adalah sikap suka
musyawarah, tidak otoriter, mendengarkan aspirasi rakyat, memperhatikan
nasib rakyat, cinta perdamaian dan cerdas. Dengan teori implicative
function, maka penulis mengaitkan dengan keilmuan lain. Musyawarah,
sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur‟an, tidak otoriter masuk dalam
gaya kepemimpinan demokratik yang merupakan gaya kepemimpinan ideal,
mau mendengarkan aspirasi dari rakyatnya, ini selaras dengan teori
manajemen dan kepemimpinan yang disampaikan oleh Petter Drucker,
memperhatikan nasib rakatnya juga selaras dengan perintah Rasulullah
SAW serta merupakan cerminan kepemimpinan Umar bin Khaṭab dan
Muawiyyah, cerdas juga merupakan salah satu sifat wajib Rasulullah
xiii
sebagai utusan dan pemimpin umat, cinta damai sesuai dengan ajaran al-
Qur‟an dan Hadits, bahkan dalam ayat yang berisi perintah perangpun
sebenarnya mengandung perintah untuk damai.
Kemudian, nilai kepemimpinan yang dapat kita teladani dari kisah
Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut adalah apa yang bisa kita
pahami dari hasil aplikasi teori interpretasi teks dengan meaning function,
yakni kepemimpinan yang mau diskusi atau musyawarah, sikap pemimpin
yang tidak otoriter, mau mendengarkan aspirasi rakyatnya, pemimpin yang
memperhatikan nasib rakyatnya, pemimpin yang cerdas dan cinta damai.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN KEASLIAN TULISAN.......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUANPEMBIMBING........................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI............................................ vii
KATA PENGANTAR................................................................................... x
ABSTRAK...................................................................................................... xii
DAFTAR ISI.................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka................................................................................ 7
F. Kerangka Teori................................................................................... 10
G. Metode Penelitian............................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan......................................................................... 14
BAB II TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA DAN
RELEVANSINYA DENGAN ULUMUL QUR’AN
A. Sketsa Biografi Intelektual Jorge J. E.Gracia..................................... 16
xv
B. Pemikiran Jorge J. E. Gracia Mengenai Hakekat Interpretasi............ 19
1. Makna Teks.................................................................................. 19
2. Hakekat Interpretasi...................................................................... 21
C. Teori Fungsi Interpretasi Jorge J. E. Gracia....................................... 23
1. Historical Function...................................................................... 23
2. Meaning Function........................................................................ 24
3. Implicative Function................................................................ 25
D. Relevansi Teori Interpretasi Teks Gracia dengan Ulumul
Qur‟an................................................................................................. 27
1. Relevansi Historical Function dengan Asbab an-Nuzul.............. 27
2. Relevansi Meaning Function dengan Kaidah Kebahasaan.......... 28
3. Relevansi Implicative Function dengan Ilmu Munasabat dan
Teori Sain dan Humaniora............................................................ 30
BAB III DESKRIPSI Q.S. AN-NAML AYAT 29-35 DAN
PENAFSIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR
A. Deskripsi Q.S. an-Naml Ayat 29-35................................................... 32
B. Kisah Ratu Balqis dalam Pustaka Kontemporer................................. 33
C. Pandangan Para Ulama Tafsir............................................................ 38
1. Aṭ-Ṭhabari dalam Jami‘ul Bayan................................................. 38
2. Az-Zamakhsyari dalam al-Kasyaf................................................ 42
3. Ibnu Asyur dalam at-Taḥrir wa at- Tanwir.................................. 45
4. Al-Maragi dalam Tafsir al-Maragi.............................................. 48
5. M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah................................. 51
xvi
D. Poin Penafsiran Para Ulama Tafsir..................................................... 54
BAB IV APLIKASI TEORI FUNGSI INTERPRETASI JORGE J. E.
GRACIA TERHADAP Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
A. Aplikasi Interpretasi Historical Function pada Q.S. an-Naml Ayat
29-35................................................................................................... 56
1. Pemimpin Perempuan Pada Masa Kerajaan Saba‟....................... 56
2. Kapabilitas Intelektual Pemimpin Pada Masa Rasulullah
SAW............................................................................................. 58
B. Aplikasi Interpretasi Meaning Function pada Q.S. an-Naml Ayat
29-35................................................................................................... 62
1. Mau Diskusi atau Musyawarah.................................................... 62
2. Sikap Tidak Otoriter dan Mendengarkan Aspirasi Rakyat........... 64
3. Cermin Rakyat yang Patuh .......................................................... 66
4. Sikap Memperhatikan Rakyat ..................................................... 67
5. Sikap Cinta Damai ....................................................................... 69
C. Aplikasi Interpretasi Implicative Function pada Q.S. an-Naml Ayat
29-35……………………………....................................................... 71
1. Kapabilitas Intelektual Sebagai Standar Terpilihnya
Pemimpin...................................................................................... 72
2. Munasabah Ayat-Ayat Musyawarah............................................ 73
3. Mendengarkan Aspirasi Rakyat dalamTeori Manajemen............ 74
4. Gaya Kepemimpinan Ideal: Kepemimpinan Demokratik…….... 75
5. Memperhatikan Nasib Rakyat Cermin Kepemimpinan Para
Khalifah........................................................................................ 78
xvii
6. Cerdas Cermin Sifat Rasulullah................................................... 79
7. Cinta Damai dalam al-Qur‟an dan Hadits.................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 84
B. Saran................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………….. 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan gender merupakan salah satu isu aktual dari kelima isu
aktual dewasa ini, yaitu globalisasi, demokrasi, HAM, ekologi dan gender.1
Pembahasan mengenai pemaknaan gender sampai dampaknya pada
kehidupan di dunia ini sangat pelik. Apalagi perempuan sering kali dicap
sebagai the second class.2 Salah satu pembahasan yang menarik dari gender
ini adalah mengenai kepemimpinan seorang perempuan.
Kepemimpinan yang dipercayakan kepada perempuan ini, seolah-
olah tidak diindahkan oleh sebagian muslim. Hal ini dapat kita amati ketika
Indonesia mengangkat presiden seorang perempuan, yakni Megawati
Soekarno Putri yang ditolak oleh KUII (Kongres Umat Islam Indonesia)
tahun 1998. Selain itu, pengamatan dari peneliti sendiri, dimana pada saat
ada pemilihan gubernur Jawa Tengah, dengan pas-lon (pasangan calon)
Ganjar-Yasin dan Dirman-Ida, masyarakat desa Balaikambang berasumsi
agar tidak memilih pemimpin perempuan karena ditakutkan akan merusak
masa depan.
Padahal, kepemimpinan yang dipercayakan kepada perempuan telah
ada sejak zaman nabi Sulaiman AS, yakni seorang Ratu yang memimpim
negeri Saba‟. Kemudian, dalam sejarah Islam juga telah merekam para
pemimpin perempuan, diantaranya Sittu al-Mulk saudara perempuan al-
Hakim bin Amrillah al-Fatimi selama empat tahun pernah berkuasa di
1Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Persektif al-Qur‘an, (Jakarta:
Paramadina, 2001), hlm. 23 2Zulfikri, Konsep Kepemimpinan Perempan (Studi Komparasi atas Penafsiran
Nasaruddin Umar dan KH. Husein Muhammad), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2010), hlm. 2
2
Mesir, demikian pula Sharah ad-Dur istri al-Malik al-Shalih Ayyub yang
menjabat khalifah di Mesir hingga tahun 1357 H.3
Selain itu, lebih aktual lagi pada zaman modern ini, peran
perempuan dalam kepemimpinan saat ini semakin banyak bermunculan.
Sebagai contoh, Christina Lagarde pemimpin International Monotery Fund
(IMF) yang telah mendukung upaya partisipasi tenaga kerja perempuan
sebagai cara mengurangi kemiskinan; Joyce Banda presiden perempuan
pertama di negara Malawi yang giat menyuarakan hak perempuan.4
Kemudian kiprah perempuan semakin menonjol pada abad ke-21 ini.5
Kepemimpinan perempuan mulai bangkit dari tidur panjang sejak isu hak
asasi manusia dan persamaan gender secara lantang disuarakan oleh aktivis
feminisme. Di berbagai negara, sebagian besar perempuan mengalami
perkembangan dalam berbagai sisi kehidupan, diantaranya pada bidang
kepemimpinan publik.
Alasan kenapa kepemimpinan perempuan ini tidak diindahkan oleh
sebgaian muslim adalah karena umat muslim ketika membahas mengenai
kepemimpinan dalam bidang publik atau politik ini sering merujuk pada QS.
Al-Nisa‟ ayat 34 dan QS. Al-Baqarah ayat 228. Yang mana ayat-ayat
tersebut tidak menjelaskan kepemimpinan publik atau politik, melainkan
kepemimpinan keluarga.
Padahal dalam al-Qur‟an sudah membahas secara khusus mengenai
kepemimpinan perempuan ini dalam Q.S an-Naml ayat 29-35 yang
merekam kisah Ratu negeri Saba‟, yakni Ratu Balqis. Disini peneliti percaya
bahwa setiap kisah yang diceritakan dalam al-Qur‟an pasti memiliki ibroh
yang dapat kita ambil pelajaran darinya. Menurut M. Quraish Shihab, kisah
3Hasjim Abbas, Presiden Perempuan Perspsektif Hukum Islam (Yogyakarta:
Kutub, 2004), hlm. 173 4Ima Rahmania Aufa, Gaya Kepemimpinan Perempuan dalam Film Insurgent,
Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), hlm. 2 5Lita Mewengkang dkk, Peranan Kepemimpinan Perempuan dalam Jabatan
Publik (Studi Pada Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Minahasa Selatan), Journal, t.t,
t.t, hlm. 2
3
adalah salah satu cara al-Qur‟an mengatur manusia menuju arah yang
dikehendaki-Nya.6
Kisah tersebut terekam dalam al-Qur‟an sebagai berikut:
( إنو من سليمان وإنو بسم اللو الرحن 92قالت يا أي ها المل إن ألقي إل كتاب كريم )
أف تون ف أمري ما كنت قاطعة ( قالت يا أي ها المل 03( أل ت علوا علي وأتون مسلمين )03الرحيم )
( 00( قالوا نن أولو ق وة وأولو بأس شديد والمر إليك فانظري ماذا تأمرين )09أمرا حت تشهدون )
( وإن مرسلة 03لوا أعزة أىلها أذلة وكذلك ي فعلون )قالت إن الملوك إذا دخلوا ق رية أفسدوىا وجع
(03إليهم بدية ف ناظرة ب ي رجع المرسلون )
Artinya7:
29. Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah
disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.
30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman yang isi nya: "Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
31. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri".
32. Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah memutuskan
sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku".
33. Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang
luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada ditanganmu:
Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan".
34. Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila
menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan
6M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 319
7Departemen Agama RI Al-Qur‟an Dan Terjemahnya Special For Woman, (PT
Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 379
4
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pula
yang akan mereka perbuat.
35. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa
kembali oleh para utusan itu".
Ayat tersebut nyata bercerita mengenai kerajaan yang dipimpin oleh
seorang perempuan. Terbukti dalam ayat 29 kata قالت diakhiri dengan ta‘
ta‘nis yang menunjukkan bahwa fail dari fiil tersebut adalah perempuan.
Untuk lebih jelasnya dapat kita rujuk pada ayat 23 dalam surat yang
sama.Nama pemimpin perempuan tersebut tidak disebut jelas oleh al-
Qur‟an, akan tetapi dari cerita yang sudah menyebar dari generasi ke
generasi, ratu tersebut bernama Balqis yang berkuasa di kerajaan Saba‟ pada
zaman Nabi Sulaiman AS.
Ratu Bilqis atau Balqis ini merupakan ratu yang dibilang sukses,
karena selama masa kepemimpinannya, kerajaan Saba‟ berada pada
tingkatan makmur dan peradaban yang terhitung sangat tinggi.8 Selain itu,
Ratu negeri Saba‟ juga dikenal sebagai ratu yang adil dan bijaksana,
memiliki kekuasan yang besar, memiliki sumber kekayaan yang berlimpah,
sangat dicintai, dibela dan ditaati rakyatnya, karena Ratu sangat
memperhatikan dan membela nasib rakyatnya.9
Maka, disini peneliti merasa perlu mengkaji ayat tersebut, untuk
memahami maksud dari firman Allah tersebut. Apakah benar pemimpin
perempuan tidak diperbolehkan? Apakah dalam ayat tersebut ada maksud
lain yang ingin disampaikan Allah selain mengenai kebolehan atau
ketidakbolehan perempuan menjadi pemimpin? Ataukah dari kisah Balqis
dalam ayat tersebut akan kita temui nilai-nilai kepemimpinan yang
menjadikan kepemimpinannya makmur seperti yang dijelaskan diatas?
8M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat, tokoh, Nama dan
Istilah dalam al-Qur‘an, Jilid I (Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005), hlm. 99 9M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat,..., hlm. 99
5
Dalam rangka memperoleh pesan yang dimaksud oleh al-Qur‟an
surat an-Naml ayat 29-35 tersebut mengenai kepemimpinan perempuan,
maka peneliti berusaha mengupas ayat tersebut dengan menggunakan teori
interpretasi teks. Penggunaan teori interpretasi teks dalam memahami teks
yang sakral bagi umat muslim, sampai saat ini masih debatable.
Ada golongan muslim yang secara utuh menolaknya, sebagian lagi
menerimanya secara bersyarat, dan ada pula yang berasumsi bahwa sebagian
teori dan metode interpretasi teks (salah satunya metode hermeneutik barat)
sangat dimungkinkan untuk pengembangan Ulumul Qur‟an, sehingga dapat
digunakan dan dimungkinkan pula untuk aktivitas memahami atau menafsiri
ayat al-Qur‟an.
Dalam hal ini Sahiron Syamsudin memandang bahwa salah satu
tokoh hermeneutik Jorge J. E. Gracia memiliki signifikansi dan relevansi
dalam memperkuat Ulumul Qur‟an dan dapat digunakan untuk menafsirkan
al-Qur‟an.10 Jorge J. E. Gracia adalah seorang professor kenamaan pada
departemen Filsafat dan Sastra Perbandingan di Universitas Negeri New
York di Buffalo.11 Gracia juga ahli dalam beberapa bidang filsafat,
diantaranya metafisika/ontology, historiografi filosofis, filsafat
bahasa/hermeneutika, filsafat skolastik dan filsafat Amerika Latin.12
Gracia dalam beberapa pemikiran juga dipandang memiliki korelasi
dengan kaidah-kaidah penafsiran al-Qur‟an. Salah satu yang menjadi
bidikan pemikirannya adalah mengenai fungsi umum interpretasi, yaitu
menciptakan di benak audien kontemporer pemahaman terhadap teks yang
sedang diinterpretasikan melalui tiga macam kesadaran. Secara spesifik tiga
kesadaran tersebut erat kaitannya dengan teks yang ditafsirkan. Pertama,
10
M. Nur Kholis, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan
Hadits, Teori dan Aplikasi, cet. II, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga,
2011), hlm. 143 11
Khoirul Imam, Relevansi Hermeneutika Jorge J. E. Gracia dengan Kaidah-
Kaidah Penafsiran al-Qur‘an, Vol 177, No. 2, (Yogyakarta: ESENSIA, Oktober 2016),
hlm. 252 12
M. Nur Kholis, dkk,Upaya Integrasi Hermeneutik..., hlm. 145
6
fungsi historis (historical function), kedua, fungsi makna (meaning
function), ketiga fungsi implikatif (implicative function).13
Historical function, dipandang memiliki relasi dengan asbab an-
nuzul. Kemudian meaning function, dipandang memiliki relasi dengan
kaidah kebahasaan al-Qur‟an, serta implicative function dipandang memiliki
relasi dengan pola keterkaitan teks dengan keilmuan lainnya.14
Teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia ini termasuk unik. Dari sini,
penulis merasa tertarik dan bersemangat untuk membahas nilai
kepemimpinan yang tersirat dalam al-Qur‟an surat an-Naml ayat 29-35
dengan metode interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J. E. Gracia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.
E. Gracia?
2. Bagaimana aplikasi teori interpretasi teks Jorge J. E.Gracia
terhadap al-Q.S. al-Naml ayat 29-35?
3. Nilai-nilai kepemimpinan apa saja yang dapat kita teladani dari
kepemimpinan Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.
E. Gracia.
2. Mengetahui aplikasi teori interpretasi teks Jorge J. E.Gracia
terhadap al-Qur‟an surat al-Naml ayat 29-35.
13
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 256 14
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 260
7
3. Mengetahui nilai-nilai kepemimpinan yang dapat kita teladani
dari kepemimpinan Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35
tersebut.
D. Kegunaan Penelitian
1. Memberikan sebuah informasi tentang teori interpretasi teks
Jorge J.E. Gracia dan pengaplikasiannya dalam al-Qur‟an.
2. Memperoleh nilai-nilai yang konstruktif dari ayat-ayat al-
Qur‟an tersebut.
3. Menambah pengetahuan khususnya tentang dunia penafsiran al-
Qur‟an mengenai kepemimpinan perempuan surat al-Naml ayat
29-35 jika dilihat dengan menggunakan teori interpretasi teks
milik Jorge J. E. Gracia.
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dalam tema yang sama,
diantaranya adalah skripsi karya Abdul Wahid yang berjudul “Pemimpin
Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi‖ mengatakan bahwa
memahami pemimpin perempuan semestinya dikembalikan kepada prinsip
etis agama yang berkesetaraan dan berkeadilan, karena sejauh
pengematannya persoalan memimpin semata-mata tidak dilihat dari unsur
jenis kelamin, melainkan tergantung pada kesiapan, kemampuan serta bakat
yang dimilikinya, sehingga mampu menjalankan tugas dengan baik.15
Kemudian ada pula penelitian dengan judul ―Nilai Kepemimpinan
Islam Yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat
15-19‖. Merupakan karya skripsi dari Muchammad Agus Maulidi,
mahasiswa jurusan PAI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dari
karyanya, beliau memaparkan nilai-nilai kepemimpinan Nabi Sulaiman,
15
Abdul Wahid, Pemimpin Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi,
Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 76
8
yakni berilmu, syukur, memiliki kemampuan berkomunikasi, tegas dalam
memimpin dan murah senyum.16
Kemudian penelitian berjudul “Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah
Nabi Sulaiman Dengan Ratu Negeri Saba‘ dan Para Pembesar dalam al-
Qur‘an.‖ Karya skripsi Nur Padwisana mahasiswa IAT IAIN Surakarta.
Dalam penelitiannya, ia fokus pada gaya bahasa yang digunakan oleh Nabi
Sulaiman dalam mendakwahi kerajaan Saba‟. Gaya bahasa tersebut adalah
gaya kiasan simile, alegori, metonimia, ironi, sinisme, satire dan inuedo.17
Kemudian Farichatul Maftuchah dalam jurnal studi gender dan anak
Yin Yang PSG STAIN Purwokerto. ―Reposisi Perempuan Dalam
Kepemimpinan‖ menyatakan keterbukaan ruang bagi perempuan untuk
mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, dan telah memberikan
kesempatan melahirkan kemampuan-kemampuan perempuan dalam segala
sektor kehidupan yang sebelumnya hanya diklaim milik kaum laki-laki.
Realitas mengenai perempuan yang mampu memerankan fungsi
kepemimpinan dalam berbagai sektor menunjukkan adanya potensi yang
sama antara perempuan dan laki-laki.18
Banyak juga penelitian lapangan mengenai efektivitas
kepemimpinan perempuan di berbagai wilayah, diantaranya skripsi Suvidian
Elytasari yang berjudul Model Kepemimpinan Perempuan Dalam
Mengembangkan Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan.19 Kemudian
skripsi karya Istri Nursholikah yang berjudul Analisis Kepemimpinan
Kepala Desa Perempuan dalam Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di
16
Muchammad Agus Maulidi, Nilai Kepemimpinan Islam Yang Terkandung
Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat 15-19, Skipsi, (Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim, 2016) 17
Nur Padwasana, Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah Nabi Sulaiman Dengan Ratu
Negeri Saba‘ dan Para Pembesar Dalam Al-Qur‘an, Skripsi, (Surakarta: IAIN Surakarta,
2017) 18
Farichatul Maftuchah, Reposisi Perempuan dalam Kepemimpinan, Jurnal Studi
Gender dan Anak Yin Yang, t.t, t.t, hlm. 6 19
Suvidian Elytasari, Model Kepemimpinan Perempuan Dalam Mengembangkan
Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan, Skirpsi, (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga,
2014)
9
Desa Purworejo Kecamatan Wates Blitar.20Kemudian ada juga Sekar Cahyo
Laksanti termasuk penelitian studi kasus dengan judul Potret Kepemimpinan
Perempuan dari Sudut Pandang Laki-Laki (Studi Kasus pada Badan
Penanaman Model Daerah Provinsi Jawa Tengah).21
Dan beberapa tulisan yang membahas mengenai hermeneutika Jorge
J. E. Gracia dan beberapa artikel ilmiah yang membahas tentang teori
penafsiran diantaranya:
Pertama, “Hermeneutika Jorge J. E. Gracia “ sebuah sub bab yang
sudah dirangkum didalam sebuah buku kecil Hermeneutika dan
Pengembangan Ulumul Qur‟an karya Sahiron Syamsudin. Dalam buku
tersebut dijelaskan mengenai biografi Jorge J. E Gracia, pemikiran
hermeneutika serta karya-karyanya.22
Kedua, “Teori Penafsiran Jorge J. E. Gracia dan Aplikasinya
terhadap Surat al-Anfal ayat 45-47”, karya Asep Supriyanto salahseorang
mahasiswa Tafsir Hadits UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi
tersebut dijelaskan bahwa bigrafi, karya dan pemikirannya serta penerapan
teori penafsiran Jorge J. E. Gracia dalamsurat al-Anfal 45-47.23
Ketiga, skripsi dengan judul “Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah
ayat 51 (Aplikasi teori Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia)”, karya
M. Dani Habibi, mahasiswa fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga pada
tahun 2017. Karya ini hadir ketika terjadi kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh Pak Ahok yang menggunakan ayat al-Quran surat al-Maidah
ayat 51.24
20
Istri Nursolikah, Analisis Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan dalam
Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di Desa Purworejo Kecamatan Wates Blitar, Skripsi,
(Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2017). 21
Sekar Cahyo Laksanti, Potret Kepemimpinan Perempuan dari Sudut Pandang
Laki-Laki, Skirpsi, (Semarang: Universitas Diponegoro, 2014). 22
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan ..., hlm. 52-63 23
Asep Supriyadi, Terori Penafsiran Jorge J. E.Gracia dan Aplikasinya Terhadap
Surat Al-Anfal ayat 45-47, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013) 24
M. Dani Habibi, Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah ayat 51 (Aplikais Teori
Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2017)
10
Dan disini fokus penulis adalah pada penggalian makna bagaimana
kepemimpinan Balqis, seorang perempuan yang telah direkam dalam al-
Qur‟an surat al-Naml ayat 29-35, dengan menggunakan pisau analisis teori
interpretasi Jorge J. E. Gracia. Dan dari pencarian peneliti, penelitian ini
belum pernah ada yang melakukan.
F. Kerangka Teori
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pisau analisis
dengan menggunakan teori interpretasi teks. Adapun teori yang digunakan
penulis adalah teori interpretasi teks yang ditawarkan oleh Jorge J.E. Gracia
yang menitik beratkan pada hakikat teks25, setelah itu dalam konsep
pemahaman mendapatkan perhatian kedua setelah teks.
Sementara itu pendekatan interpretasi historical text dapat dilakukan
melalui tiga bentuk, yakni interpretasi yang sesuai dengan fungsi historis
(historical function), fungsi makna (meaning function) maupun fungsi
implikatif (implicative function). Interpretasi teks yang diperoleh dengan
mengusahakan agar contempory audiens dapat memahami teks sebagaimana
historical author dan historical audiens memahaminya, disebut oleh Gracia
sebagai fungsi historis teks (historical function).26
Sedang interpretasi yang dilakukan oleh contempory audiens dalam
bentuk makna umum dari maksud historical author dan historical
audiens,disebutnya sebagai fungsi makna (meaning function). Interpretasi
ini berfungsi menciptakan pemahaman dibenak audiens kontemporer,
sehingga ia dapat menangkap dan mengembangkan makna (meaning) dari
teks, atau dalam bahasanya―concordant with their overall generic function‖.
25
Syafa‟atun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (ed), Upaya Integrasi
Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan Hadits: Teori dan Aplikasi (buku 2 Tradisi
Barat), (Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2009), hlm.
147 26
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality: The Logic and Epistimology, (Albany:
State University of New York Press, 1995),hlm. 153
11
Terlepas dari apakah makna itu persis dengan apa yang dimaksudkan
pengarang dan audiens historis, atau tidak.27
Bentuk terakhir interpretasi bias berupa fungsi implikatif
(implicative function) dari teks tersebut, yaitu interpretasi yang fungsinya
adalah sebagai berikut:
―to produce in comtempory audiences acts of understanding
whereby those audiences understand the implications of the meaning
of text, regardless of wether in historical authors and the historical
audiences were not aware of those implications.‖
“untuk menghasilkan pemahaman di benak audiens kontemporer,
dimana mereka bisa memahami implikasi dari makna teks, terlepas
apakah pengarang historis dan audiens historis menyadari atau tidak,
implikasi yang dihasilkan ini.”
Di kedua fungsi terakhir ini (meaning function and implicative
function), contempory context sebagai keadaan yang mempengaruhi
pemahaman teks yang dilakukan oleh contemporya udiens sangat
berpengaruh terhadap interpretasi yang dilakukan olehnya. Dalam
contempory context, diharapkan contempory audiens dapat mengambil nilai-
nilai yang terdapat dalam teks historis dan mengejawantahkannya pada
masanya, sehingga tidak terjadi keterputusan interpretasi dengan sejarahnya.
Ketiga bentuk interpretasi diatas menunjukkan bahwa truth value (nilai
kebenaran) suatu interpretasi bersifat plural dan masing-masing dapat
mengklaim kebenarannya sendiri.
―textual interpretations have three different functions and these
functions lead ti different claims. It is one thing to claim that an
interpretation is true because it reproduces in an audience acts of
understanding similar to those of the historical author and the
27
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:…,hlm. 153
12
historical audience, another to claim that it is true because it causes
in the contempory audience acts of understanding of the meaning of
the text, and still another to claim that it is true because it
reproduces acts of understanding of the implications of the meaning
of the text. It would make no sense to speak about the truth of textual
interpretations without qualification, even if there were no another
objections to it.‖28
Sehingga dari sini Gracia berpendapat bahwa tidaklah relevan
menentukan bahwa suatu interpertasi itu benar (correct), dan interpretasi
yang lain salah (incorrect) yang tepat adalah mengatakan bahwa sebuah
interpretasi itu efektif dan kurang efektif.29
G. Metodologi Penelitian
Selanjutnya peneliti berupaya memfokuskan penelitian dengan jenis
library research dan cara penyajian deskriptif analitis. Dilanjutkan dengan
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kisah surat al-Naml
ayat 29-35sebagai historical text sekaligus sebagai historical context.
Kemudian menuju langkah yang berikutnya yakni menganalisa meaning
function, dan kemudian akan dinalisis pula implicative function sesuai
dengan sosio historis saat ini.
Pendekatan seperti ini perlu dilakukan guna mendapatkan
pemahaman yang sesuai mengenai nilai-nilai kepemimpinan perempuan
terkhusus pada surat al-Naml ayat 29-35 ini, dengan berbagai pertimbangan,
diantaranya: pertama, al-Qur‟an sebagai pedoman hidup umat Islam secara
khusus dan petunjuk bagi seluruh umat manusia secara umum, sebagai
hudan li al-nas, kedua, al-Qur‟an yang dapat diamati dari sisi teologis
maupun linguistik. Ketiga, al-Qur‟an yang senantiasa terbuka untuk
interpretasi baru.
1. Jenispenelitian
28
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:……hlm. 173 29
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:……hlm. 173
13
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research) yaitu penelitian yang menggunakan data dari karya-
karya kepustakaan, seperti buku, jurnal, hasil penelitian dan
media literatur lain yang relevan dengan permasalahan dalam
penelitian.30 Sehingga dalam pembahasan an-Naml ayat 29-35
ini akan dirujuk pada kitab-kitab tafsir sebagai tahap awal dan
melihat konteks historis dalam buku-buku sejarah.
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini menggunakan dua jenis
kepustakaan, yaitu kepustakaan primer dan sekunder. Data
primer dalam penelitian ini adalah al-Qur‟an dan buku karangan
Gracia yakni A Theory of Textuality. Sedangkan data
sekundernya adalah data dokumen tidak langsung yang
menjelaskan data primer yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Bahan penunjang penelitian ini adalah buku-buku tentang cerita
Balqis dan nabi Sulaiman, sejarah Islam, bahasa Arab dan
jurnal-jurnal studi Islam.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah metode atau cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian yang sistematik dan standar. Sedangkan data ialah
semua keterangan atau informasi mengenai suatu gejala atau
fenomena yang ada kaitannya dengan penelitian.31 Data yang
dikumpulkan dalam suatu penelitian harus relevan dengan pokok
permasalahan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini diperlukan suatu metode yang efektif dan efisien.
30
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 27 31
Tantang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press,
2995), hlm. 3
14
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh
dengan jalan dokumentasi terhadap buku-buku atau kitab-kitab
serta kajian yang masih ada kaitannya dengan penelitian ini.
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan agar dapat diperoleh suatu
kesimpulan yang valid mengenai persoalan yang sedang diteliti,
maka data yang akurat baik dari sumber primer atau sekunder
dianalisis dengan pola deduktif. Pola deduktif yaitu analisis
yang berangkat dari pengetahuan umum atau data yang bersifat
umum, untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang bersifat
khusus.
H. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat tersusun secara
sistematis, maka penulis akan menyajikannya dalam lima bab. Bab I berisis
pendahuluan yang terbagi dalam tujuh sub bab, yaitu; latarbelakang
masalah, dimana penulis akan memaparkan argumentasi pemilihan tema.
Diikuti dengan rumusan masalah yang berisibutir-butir pertanyaan yang
secara eksplisit menjelaskan problem akademis yang akan diteliti. Kemudian
tujuan penelitian, dimana penulis mempertegas focus dan manfaat bagi
kepentingan inten penulis maupun duniaak ademik pada umumnya.
Kemudian telaah pustaka, yang berisi uraian kajian dan penelitian yang
sudah dilakukan sebelumnya sekaligus untuk mempertegas posisi penulis
dalam bidang penelitian ini. Kemudian kerangka teori, yang berisi teori-teori
yang akan digunakan penulis sebagai acuan untuk membedah dan
menganalisis objek penelitian. Kemudian metode penelitian, yang
menjelaskan jenis penelitian, sumber data, objek dan pendekatan serta
metode pengumpulan data dan analisis yang akan digunakan dalam
penelitian. Dan sistematika pembahasan, berupa gambaran isi penelitian
secara terorganisir.
15
Bab II pembahasan diarahkan pada pemaparan teori interpretasi teks
milik Gracia. Dan tidak lupa kami paparan sekilas mengenai biografi
intelektual Gracia. Yang dilanjutkan dengan pemaparan karya-karyanya.
Bab III pembahasan diarahkan pada tinjauan mengenai gambaran
umum surat al-Naml ayat 29-35. Akan kami paparkan pula mengenai
pandangan atau penafsiran para ulama mengenai ayat tersebut. Disini
penulis akan memaparkan beberapa penafsiran karya aṭ-Ṭabari, az-
Zamakhsyari, Ibnu Asyur, al-Maraghi dan M. Quraish Shihab.
Bab IV membahas tentang penafsiran mengenai ayat tentang perang
yang terdapat pada Q.S al-Naml ayat 29-35 dengan interpretasi historical
function, meaning function dan implicative function.
Bab V berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan
yang diajukan dalam rumusan masalah bab I dan saran-saran yang lebih
bersifat dorongan akademis ditujukan untuk penelitian selanjutnya.
16
BAB II
TEORI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA
DAN RELEVANSINYA DENGAN ULUMUL QUR’AN
A. Sketsa Biografi Intelektual Jorge J. E. Gracia
Jorge J. E. Gracia lahir pada tahun 1924, di Kuba. Ia dilahirkan dari
pasangan Dr. Ignacio J.L. De La C.Gracia Dubie dan Leonila M. Otero
Munoz. Pada usia 24 tahun, Gracia menikah dengan seorang wanita yang
bernama Norma E. Silva Casabe pada tahun 1966. Pernikahan ini dikaruniai
2 orang anak yang cantik, yaitu Leticia Isabel dan Clarisa Raquel. Gracia
mempunyai empat orang cucu, yaitu James M. Griffin, Clarisa R. Griffin,
Sofia G. Taberski dan Eva L. Tabersk.32
Ia adalah seorang filosof yang secara antusias menekuni bidangnya
dengan sangat mendalam. Ia menempuh takdir pendidikannya dengan
menyelesaikan undergraduate program (B.A) dalam bidang filsafat di
Wheaton College pada tahun 1965. Selanjutnya ia melanjutkan
pendidikannya dengan menempuh graduate program (M. A) dalam bidang
yang sama pada tahun 1966 di University of Chicago. Pada tahun 1971, ia
menyelesaikan program doctoral di University of Toronto dalam bidang
filsafat.33
Selain menempuh pendidikannya di beberapa institusi formal,
seperti pendidikan Arsitektur dan pendidikan Escuela de Artes Plasticas de
San Alejandro di Universidad de La Habana, yaitu pada tahun 1960-1961.
Selain itu juga pernah belajar di pendidikan Study and Research di Institus
d‟Estudis Catalans, Barcelona, pada tahun 1969-1970.34
32
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018. 33
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur‘an, (ed.
Revisi dan Perluasan), (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2017), hlm. 89 34
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018.
17
Selain itu, Gracia juga menduduki posisi penting akademik, mulai
menjadi Asisten Profesor Filsafat pada State University of New York
(SUNY) di Buffalo dari 1971 sampai tahun 1976, hingga menjadi Profesor
Tamu Filsafat di Akademie Fur Internationale Philosophie, Liechtenstein
tahun 1998 dan Graduate Adjunct Professor dari Shandong University pada
tahun 2009. Ia juga telah menerima banyak penghargaan, misalnya dalam
studi Metafisika ia meraih John N. Findlay Prize yang diberikan oleh The
Metaphysical Society of America pada tahun 1992; Aquinas Medal dari
University of Dallas, pada 1 Februari 2002. Dalam bidang pendidikan, ia
meraih Teaching and Learning Award tahun 2003 dari University at Buffalo,
juga 67th Aquinas Lecture di Marquette University tahun 2003 dan lain
sebagainya.35
Kedalaman ilmunya mengenai filsafat mengantarkannya menjadi
seorang profesor di Departemen Filsafat Universitas Buffalo di Kota New
York. Di samping itu semua, ketertarikan pada bidang filsafat membuatnya
menguasai dengan mendalam berbagai hal dalam bidang filsafat, seperti
metafisika/ontologi, historiografi filosofis, filsafat bahasa/hermeneutika,
filsafat skolastik dan filsafat Amerika Latin/hispanik. Selain sebagai filosof,
Gracia juga memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah-
masalah etnisitas, identitas, nasionalisme dan lain sebagainya.36
Keahlian Gracia dalam bidang-bidang yang telah disebut diatas,
dibuktikan juga dengan karya-karya yang cukup banyak dalam bidang-
bidang tersebut, baik dalam bentuk buku, artikel dalam jurnal dan antologi,
maupun artikel seminar.Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut37:
1. A Theory Of Textuality: The Logic And Epistimology (Albani:
State University Of New York Press, 1995),
2. Text: Ontological Status, Identity, Author, Audience (Albani:
State University Of New York Press, 1996),
35
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 252 36
Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika J. E. Gracia (Sebuah Pengantar), (Al-
Bayan: Jurnal Studi al-Qur‟an dan Tafsir 1, Juni 2016), hlm. 71 37
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 89
18
3. Text And Their Interpretation, Review Of Metaphysics 43
(1990), 495-542,
4. Can There Be Texts Without Historical Authors? American
Philosophical Quarterly 31, 3 (1994), 254-253,
5. Can There Be Texts Without Audiences? The Identity And
Function of Audiences, Review Of Metaphisics 47, 4 (1994),
711-734,
6. Can There Be Definitive Interpretation? In European
Philosophy And The American Academy, Ed. B. Smith (La Salle,
Il: Hegeler Institute, 1994), hlm. 43-53,
7. Author And Repression, Contempory Philosophy 16, 4 (1994),
23-29,
8. Textual Identity, Sorites 2 (1995), 57-75,
9. Where Is Don Quixote? The Location Of Texts And Works,
Concordia 29 (1996), 95-107,
10. The Interpretation Od Revealed Texts: Do We Know What God
Means? (Presidential Address), Proceedings Of The American
Catholic Philosophical Association, Vol. 72 (Washington, DC:
Catholic University Of America Press, 1998), hlm. 1-19,
11. Individuality: An Essay on the Foundations od Metaphysics
(Albany, NY: State University of New York Press, 1998),
12. Metaphusics and Its Task: The Search for The Categoril
Foundation of Knowledge (Albany: State University of New
York Press,1999),
13. Relativism And The Interpretation Of Texts, Metaphilosophy
31,1/2 (2000), 43-62,
14. Borges‘ Pierre Menard: Philosophy Of Literture, Journal Of
Aesthetics And Art Criticsm 59, 1(2000), 45-57,
15. The Ethics Of Interpretation, In Volume Of International
Academy For Philosophy, Liechtenstein, Forthcoming?,
19
16. A Theory Of The Author, Dalam W. Irwin, (Ed), The Death And
Resurrection Of The Author (Westport, CN: Greewood Press,
2002), Hlm. 161-189,
17. The Uses And Abuses Of The Classics: Interpreting
Interpretation Of Philosophy, Dalam J. J. E. Gracia Dan Jiyuan
Yu (Eds). Uses And Abuses Of The Classics: Interpretation In
Philosophy,
18. Meaning, Dalam Dictionary For Theological Interpretation Of
Scriptures, Diedit Oleh Kevin J. Vanhoozer, Daniel J. Treier, Et
Al,
19. History/Historiography Of Philosophy, Dalam Encyclopedia Of
Philosophy (New York: Macmillan Dalam Persiapan),
20. From Horror To Hero: Film Interpretation Of Stoker‘s Dracula,
In William Irwin Dan Jorge J. E. Gracia, Eds., Philosophy And
The Interpretation Of Popular Culture
21. The Good And The Bad: The Quests Of Sam Gamgee And
Smeagol (Alias Gollum) For The Happy Life, Dalam G.
Bassham Dan Eric Bronson (Eds.), Philosophy And The Lord Of
The Rings, Lasalle, Il: Open Court, 2003).
B. Pemikiran Jorge J. E. Gracia Mengenai Hakekat Interpretasi
Sebelum melanjut pada hakekat interpretasi, penulis akan paparkan
terlebih dahulu makna teks menurut Gracia.
1. Makna Teks
Secara epistimologi, kata “Text‖ berasal dari bahasa latin textus,
yang mempunyai banyak arti, yakni tekstur, struktur, dan terkait
dengan bahasa berarti konstruksi, kombinasi dan
koneksi/hubungan. Kata kerjanya texto yang berarti membentuk.
Secara terminologi, text didefinisikan oleh Gracia dengan “a
group of entitas, used as signs, that are selected, arranged and
20
intended by an author in a certain context to convey some
specific meaning to an audience‖ (seperangkat entitas yang
digunankan sebagai tanda yang dipilih, ditata dan dimaksudkan
oleh seorang pengarang dalam konteks tertentu untuk
menyampaikan makna spesifik kepada audiens).38
Dalam tata bahasa Arab, definisi teks yang ditawarkan
Gracia mirip dengan definisi al-jumlah al-mufidah atau al-
kalam. „Ali al-Jarim dan Musthofa Amin, misalnya,
mendefinisikannya dengan al-tarkib alladzi yufidu fa‘idatan
tammatan (susunan kata yang memberikan arti yang sempurna).
Di dalam kitab Matan al—Jurumiyyah disebutkan bahwa
pengertian al-kalam adalah al-lafdz al-murakkabu al-mufidu bi
al-wadh‘i‖ (lafal yang tersusun (dari minimal 2 kata) dan telah
memberikan pengertian (yang sempurna secara minimal) (serta
diucapkan) dengan sengaja.39
Berdasarkan pada definisi teks diatas, maka menurut Gracia
ada 6 elemen penting, selain pengarang teks atau audiens yang
terkandung dalam definisi teks tersebut. Keenam elemen teks
yang dimaksud adalah:
a. Entities that constitute text (entitas-entitas/ bagian-agian
yang membentuk teks, artinya bahwa teks harus tersusun
dari dua atau lebih entitas.
b. Sign (tanda) artinya bahwa masing-masing entitas
mengandung arti.
c. Specific meaning (makna spesific) artinya bahwa
kumpulan entitas/kata itu mengandung makna khsusus
sesuai dengan struktur.
d. Intention (maksud pengarang).
e. Selection and arrangement (pilihan dan penataan kata).
38
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 94 39
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 95
21
f. Context (konteks).
Apabila dibandingkan dengan definisi al-kalam dalam ilmu
Nahwu, maka 4 elemen yang disebut pertama itu termuat dalam
al-lafdzu al-murakkabu al-mufidu, sedangkan 2 elemen
berikutnya itu paralel dengan bi al-Wadl‘i.40
2. Hakekat Interpretasi
Mengenai hakikat interpretasi, Gracia menjelaskan mengenai
pengertian interpretasi jika dilihat dari segi etimologi dan
terminologinya. Mengenai pengertian interpretasi secara
etimologi dia mengatakan sebagai berikut:
The term ‗interpretation‘ is the English translation of the
Latin interpretatio, from interpres, which etymologycally
meant ―to spread abroad‖. Accordingly, interpres came to
mean an agent between two parties, a broker or negotiator
and by extension an explainer, expounder and translator.
The Latin term interpretatio developed at least three
different meanings. Sometimes it meant ―meaning‖ so that to
give an interpretation was equivalent to give the meaning of
whatever was being interpreted. Interpretatio was also taken
to mean translation; the translation of a text into a different
language was called an interpretation. Finally, the term was
used to mean ―explanation‖, and by this an interpretation
was meant to bring out what was hidden and unclear, to
make plain what was irreguler, and to provide an account of
something or other.41
Istilah interpretation adalah terjemahan Inggris dari kata
Latin interpretatio yang berasal dari kata interpres yang secara
etimologi berarti “menyebar keluar”. Atas dasar itu, kata
interpres diartikan dengan agen antara dua pihak, dan lebih jauh
40
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 95 41
Jorge J. E. Gracia, A Theory of Textuality:…,hlm. 147
22
berarti penjelas atau penerjemah. Istilah Latin interpres paling
tidak mempunyai tiga makna. Ia terkadang bermakna ‗meaning‘
(arti), sehingga memberi interpretasi itu sama dengan memberi
arti sesuatu yang sedang ditafsirkan. Interpretatio juga diartikan
dengan „translation‘ (penerjemahan), jadi, menterjemahkan
sebuah teks ke dalam bahasa lain disebut dengan interpretation.
Terakhir, istilah tersebut dipakai untuk menunjukkan makna
„explanation‘ (penjelasan), dan dengan arti ini interpretasi berarti
menjelaskan sesuatu yang tersembunyi dan tidak jelas, membuat
sesuatu yang tidak teratur menjadi teratur, dan menyediakan
informasi tentang sesuatu atau yang lainnya.42
Sedangkan secara terminologi, terdapat tiga cara pokok
dimana istilah interpretasi itu digunakan dalam hubungannya
dengan teks. Gracia menyatakan bahwa interpretasi bisa
didefinisikan dalam bentuk pengertian. Pertama, istilah
interpretasi itu sama dengan pemahaman (understanding) yang
dimiliki seseorang terhadap makna teks. Terkadang interpretasi
itu digunakan sebagai satu bentuk pemahaman yang mungkin
dimiliki seseorang. Namun lebih sering lagi, interpretasi itu
ditandai oleh 2 hal, yakni bahwa pemahaman tertentu bukanlah
satu-satunya pemahaman yang mungkin dan valid terhadap teks
yang ditafsirkan, dan bahwa subyektivitas penafsir memainkan
peran kunci dalam penafsiran.43
Pada bagian kedua ini dijelaskan bahwa interpretasi itu juga
bisa digunakan untuk menunjuk pada proses atau aktivitas
dimana seseorang mengembangkan pemahaman terhadap teks.
Dalam hal ini, sebuah penafsiran melibatkan pengkodean
42
Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika
DalamTradisi Barat, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm.
120 43
Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika...,
hlm. 122
23
(decoding) terhadap teks untuk memahami pesannya, dan
pemahaman ini tidak harus identik dengan pesan itu sendiri.
Pada definisi interpretasi yang kedua ini, titik tekannya adalah
pada metodologi pengembangan pemahaman.44
Adapun definisi interpretasi yang ketiga dan yang dipakai
oleh Gracia, bahwa Interpretasi menurut Gracia melibatkan 3
hal: (a) teks yang ditafsirkan (interpretandum), (b) penafsir dan
(c) keterangan tambahan (interpretans). Interpretandum adalah
teks historis, sedangkan interpretans memuat tambahan-
tambahan ungkapan yang dibuat oleh interpreter sehingga
interpretandum lebih dapat dipahami. Dengan demikian,
interpretasi terdiri dari keduanya: interpretandum dan
interpretans.45
C. Teori Fungsi Interpretasi Jorge J. E.Gracia
Fungsi umum interpretasi, tegas Gracia adalah untuk menciptakan di
benak audiens kontemporer pemahaman terhadap teks yang sedang
diinterpretasikan. Hal ini, dibaginya dalam tiga macam fungsi spesifik,
yakni fungsi historis (historical function), fungsi makna (meaning function)
dan fungsi implikatif (implicative function).46
1. Historical Function
Interpretasi berfungsi menciptakan kembali di benak audiens
kontemporer pemahaman yang dimiliki oleh pengarang teks dan
audiens historis. Inilah yang dimaksud dengan historical
function.47 Parameter dari pemahaman dalam fungsi ini adalah
dengan tidak melampaui apa yang dipahami oleh pengarang dan
44
Syafa‟atun al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika...,
hlm. 123 45
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113 46
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 255 47
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113
24
audiens historis.48 Sehingga tugas interpreter disini adalah
membuat audiens kontemporer paham terhadap makna teks yang
dimiliki oleh pengarang dan audiens pada masanya. Dalam arti
ini, seolah-olah audiens kontemporer bisa merasakan seperti
berada dalam kondisi dan situasi yang dialami oleh audiens
historis. Oleh karena itu untuk melakukan hal ini perlu
menambah elemen teks sejarah yang akan memungkinkan untuk
menciptakan kembali tindakan-tindakan yang dapat
merefleksikan budaya dan konteks ketika teks itu muncul.
Dari sinilah dapat dilihat lebih jelas mengapa interpretasi
merupakan bagain integral dari pemahaman historical text untuk
memahami sebuah teks. Tujuannya ialah untuk menjembatani
kesenjangan dimana ia dibaca, didengar atau bahkan diingat. Hal
ini merupakan suatu yang tidak bisa dipungkiri karena perbedaan
budaya dan rentang waktu antara pencipta teks dengan pembaca
tentu saja akan melahirkkan konsep yang berbeda pula. Untuk
menyatukan makna dari suatu teks, di sinilah letak urgennya
sebuah kajian terhadap sejarah teks atau disebut historical
function dalam teori ini.
2. Meaning Function
Interpretasi yang menciptakan di benak audiens kontemporer
pemahaman dimana audiens kontemporer itu dapat menangkap
makna “meaning‖ dari teks, terlepas dari apakah makna tersebut
memang secara persis merupakan apa yang dimaksud oleh
pengarang teks dan audiens historis atau tidak.49 Di dalam fungsi
ini peran atau tugas seorang interpreter menjelaskan kepada
audiens kontemporer pemahaman tentang arti atau maksud dari
sebuah teks. Sehingga dalam mengembangkan makna ini
penafsir harus tahu tentang sejarah ketika teks itu muncul dan
48
Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika..., hlm. 71-78 49
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113
25
juga harus tahu tata bahasa ataupun kata-kata yang digunakan
dalam teks tersebut. Hal ini dimaksudkan karena dari waktu ke
waktu bahasa terus berkembang.
Dengan fungsi yang kedua ini, penafsir teks diharapkan
mampu memunculkan makna teks yang lebih luas dan mungkin
lebih mendalam kepada contempory audiens. Jelas dipahami
bahwa tujuan dari fungsi kedua ini bukanlah memunculkan
kembali di benak contempory audiens makna teks yang
sebenarnya ketika teks tersebut muncul dan dipahami oleh
historical audiens, akan tetapi penafsir dituntut untuk
mengembangkan makna dari teks yang ditafsirkan agar lebih
luas dan mendalam. Sehingga contempory audiens mampu
menangkap makna tersebut.
Perkembangan makna yang dimaksudkan adalah suatu
pemahaman tambahan dalam menginterpretasi suatu teks karena
kondisi yang dialami para interpreter yang berbeda-beda. Akan
tetapi bukan dalam artian interpreter tersebut hilang kendali dari
makna subtansi suatu teks, melainkan perkembangan makna
tersebut hanyalah suatu pengembangan dari makna subtansi
yang dikandung oleh teks sebagai upaya penyesuaian dengan
problematika yang sedang dialami para interpreter atau dengan
kata lain menghidupkan teks sesuai dengan permasalahannya.
3. Implicativ Function
Interpretasi yang memunculkan di benak audiens kontemporer
suatu pemahaman sehingga mereka memahami implikasi dari
makna teks yang diinterpretasikan.50 Di dalam fungsi ini
interpreter mencoba menghubungkan antara teks yang sedang
diinterpretasikan dengan bidang keilmuan lain yang masih ada
hubungannya atau ketertarikannya dengan teks yang sedang
ditafsirkan tersebut. Dengan mengkorelasikan dengan bidang
50
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan..., hlm. 113
26
keilmuan lain ini, diharapkan audiens kontemporer mampu
menangkap makna yang lebih luas dan di sisi lain dapat
menambah wawasan pengetahuan audiens kontemporer. Lebih
jelasnya, penafsir berhak mengembangkan makna, sehingga teks
tersebut mempunyai signifikansi dan bisa diaplikasikan sesuai
untuk masa dan tempat dimana interpretasi itu dilakukan.
Interpretasi pasti memuat keterangan tambahan bagi
interpretandum. Hal ini memunculkan apa yang disebut Gracia
dengan “interpreter‘s dilemma‖ , khususnya terkait dengan
fungsi penafsiran historis. Di satu sisi, penambahan keterangan
tersebut berarti melakukan distorsi terhadap teks yang
ditafsirkan, dan disisi lain, tanpa adanya penambahan
keterangan, interpretasi mungkin tidak dapat membuat audiens
kontemporer memahami teks yang ditafsirkan, karena mereka
secara kultural dan temporal/masa telah jauh dari teks tersebut.
Untuk mengatasi problem atau dilema ini, Gracia menawarkan
apa yang disebutnya dengan the Principle of Proportional
Understanding (prinsip pemahaman proporsional). Untuk bisa
keluar dari dilema yang berkepanjangan, para penafsir harus
paham terlebih dahulu akan apa itu fungsi-fungsi dari
interpretasi.51
Adapun cara kerja prinsip ini, pertama menghadirkan makna
objektif. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Abu Zaid bahwa
pemahaman objektif adalah pemahaman yang tidak
diperselisihkan, artinya pemahaman teks seperti yang dihadapi
atau yang ingin dipahami oleh penciptanya.52
Kemudian pengembangan dari makna objektif tersebut.
Dalam kaitannya dengan kaidah penafsiran maka pengembangan
tersebut bisa berupa kaidah ilmu pengetahuan. Sebuah upaya
51
Nablur Rahman Annibras, Hermeneutika..., hlm. 71-78 52
Nasr Hamid Abu Zaid, Hermeneutika al-Qur‘an, hlm. 9-10
27
penafsiran al-Qur‟an dengan mengaitkan keilmuan lainnya, baik
modern maupun klasik.
D. Relevansi Teori Interpretasi Jorge J. E. Gracia dengan Ulumul
Qur’an
Melihat teori dan metode interpretasi teks milik Gracia yang telah
dikemukakan diatas, dalam beberapa poin yang dapat membuktikan bahwa
teori dan metodenya bisa digunakan dalam mengembangkan dan
menguatkan performance Ulumul Qur‟an. Dalam hal ini akan dibahas
beberapa relevansi integrasi teori interpretasi teks Gracia dalam
pengembangan penafsiran al-Qur‟an. Berikut pembahasannya:
1. Relevansi Historical function dengan Asbab an-Nuzul
Gracia dalam hal ini merumuskan seorang penafsir haruslah
memaknai suatu teks dengan memahami konteks dimana teks itu
muncul pertama kalinya. Dengan metode ini historis teks dapat
tersampaikan kepada contemporary audiens, meskipun terdapat
jarak yang cukup jauh diantara keduanya. Dalam kajian al-
Qur‟an hal ini disebut dengan asbab al-nuzul. Arti sederhana
dari asbab al-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi
turunnya suatu ayat. Lebih jelasnya asbab al-nuzul bisa
dipahami dalam dua pengertian, pertama, suatu peristiwa yang
mendahului turunnya ayat, kedua, peristiwa yang terjadi setelah
turunya ayat. Oleh sebab itu, asbab al-nuzul disini memiliki
pengertian suatu peristiwa yang berkaitan dengan sebab
turunnya ayat, baik yang terjadi pada waktu sebelum ayat
tersebut diturunkan maupun sesudahnya.53 Sehingga asbab al-
nuzul akan memberikan gambaran setting historis dari sebuah
ayat al-Qur‟an yang menjelaskan konteks dimana ayat tersebut
53
Umar Shihab, Kontekstualisasi al-Qur‘an : Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat
Hukum dalam al-Qur‘an, (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm. 25
28
diturunkan sebagai respon terhadap problematika masyarakat
pada masa itu.
Oleh karena itu, dengan mengetahui historical function yang
meliputi historical text, historical author dan historical audiens
atau asbab an-nuzul dalam kajian al-Qur‟an tidak menutup
kemungkinan audien kontemporer dapat memahami apa yang
akan disampaikan oleh pencipta teks. Sehingga teks tersebut
tetap relevan meskipun dalam konteks dan kebudayaan yang
berbeda.
Dengan demikian, relevansi interpretasi teks milik Gracia
yang berkaitan dengan historical function dan teori asbab an-
nuzul ini memiliki implikasi bahwa pengetahuan tentang asbab
an-nuzul akan membantu seseorang memahami konteks
diturunkannya sebuah ayat suci. Konteks itu akan memberi
penjelasan tentang implikasi sebuah firman, dan memberi bahan
melakukan penafsiran dan pemikiran tentang bagaimana
mengaplikasikan sebuah firman itu dalam situasi yang berbeda.
2. Relevansi Meaning function dengan Kaidah Kebahasaan al-
Quran
Kajian tentang perkembangan makna tentunya sangat penting
untuk digali lebih dalam. Langkah ini dilakukan agar tidak
terlalu cepat mengklaim benar atau salah dalam memahami
makna-makna yang datang akibat dari pembacaan terhadap suatu
teks. Perkembangan makna yang dimaksud disini adalah suatu
pemahaman tambahan dalam menafsirkan suatu teks.
Pengembangan makna ini merupakan pengembangan terhadap
makna subtansi yang dikandung oleh teks sebagai upaya
penyesuaian dengan problematika yang sedang dialami para
penafsir, atau dengan kata lain menghidupkan teks sesuai dengan
permasalahannya.
29
Dalam meaning function ini, membuat penafsir harus
memperhatikan penggunaan bahasa Arab. Aspek kebahasaan
menempati posisi penting dalam menafsirkan al-Qur‟an karena
bahasa berkaitan erat dengan makna dari al-Qur‟an. Penekanan
ini sebagaimana diungkap Nasir Hamid Abu Zaid dalam
Isykaliyyat al-Qiro‘ah, dengan mengutip karya al-Qadhi Abd al-
Jabbar, teolog mu‟tazilah yang mengatakan:
Bahasa mengekspresikan kebermaknaan yang ada secara
praktis diantara segala sesuatu. Manusia pada hakikatnya
tidak menggunakan bahasa, tetapi bahasa itulah yang
berbicara melalui manusia. Alam terbuka bagi manusia
melalui bahasa karena bahasa adalah lahan pemahaman
dan penafsiran. Maka, alam mengungkapkan dirinya kepada
manusia melalui berbagai proses pemahaman dan
penafsiran berkesinambungan. Bukan manusia memahami
bahasa, tetapi lebih tepat dikatakan bahwa manusia
memahami alam dan manusia, tetapi ia merupakan
penampakan alam dan pengungkapannya setelah
sebelumnya ia tersembunyi karena bahasa adalah
pengejawantah eksistensi bagi alam.54
Fungsi makna ini sama dengan upaya kontekstualisasi makna
teks. Terlepas apakah makna tersebut memang diproduksi oleh
pengarang teks dan audiens historis pada saat itu atau tidak.
Pada dasarnya, makna objektif dalam penafsiran al-Qur‟an
bisa dirujuk melalui kaidah penafsiran al-Qur‟an secara makro
yang telah ditetapkan oleh para ulama, baik klasik maupun
kontemporer. Kaidah tersebut merupakan langkah untuk
memperoleh hasil maksimal dalam memahami makna al-Qur‟an,
54
Muhammad Nur Kholis S, Nashr Abu Zaid; Beberapa Pembacaan Terhadap
Turats Arab, Hermeneutika al-Qur‘an, terj. Muhammad Mansur dan Khoiran Nahdhiyin,
(Jakarta: ICIP, 2004), hlm. xvii
30
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, serta petunjuk-
petunjuk dalam rangka mendekati makna objektif.55
Kemudian ingat dengan pendapat Fazlur Rahman bahwa
pesan yang sesungguhnya yang ingin disampaikan al-Qur‟an
bukanlah makna yang ditujukan oleh ungkapan harfiah,
melainkan nilai moral yang berada di balik ungkapan literal
tersebut. Dengan kata lain, menggali makna tersirat yang sesuai
dengan ideal moral al-Quran, bukan semata-mata makna
tersurat.
3. Relevansi Implicative function dengan Ilmu Munasabat dan
Teori SaindanHumaniora
Ketiga, implicative function, pemaknaan terhadap sebuah teks
akan berpengaruh pada penerapannya, dalam hal ini disebut
dengan fungsi implikasi atau penerapan. Fungsi implikasi dalam
kaitannya dengan penafsiran al-Qur‟an, bahwa interpretasi tidak
lagi peduli hanya dengan memahami makna dari teks historis,
tetapi dengan lebih banyak lagi. Karena pemahaman makna teks
historis oleh penafsir umumnya merupakan syarat untuk
memenuhi fungsi ini. Sehingga tidak mungkin seorang penafsir
bisa menghasilkan pemahaman tentang implikasi dari makna
teks dalam benak audiens kontemporer tanpa memahami makna
teks.
Fungsi implikasi dalam hal ini yaitu titik persinggungan
antara teks historis dengan aspek-aspek kesejarahan maupun
kebahasaan yang mengantarkan audiens kontemporer untuk
memahami keterkaitan antara teks historis dengan teks
tambahan. Misalnya, keterkaitan antara keterangan hadits Nabi
dengan ayat-ayat al-Qur‟an, atau adanya teks-teks tambahan
55
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 256
31
yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an. Dengan kata lain, fungsi
implikatif ini bagian dari teori munasabah.56
Selain itu, fungsi implikatif ini bisa juga dipahami sebagai
keterkaitan dengan bidang keilmuan lainnya. Seperti para ahli
ilmu al-Qur‟an mulai mengadopsi keilmuan dan beberapa
metode dalam ilmu filsafat, kedokteran, sosiologi dan lain
sebagainya. Usaha ini tidak lain guna menyuarakan teks al-
Qur‟an agar sesuai dengan konteksnya, juga untuk membaca
teks al-Qur‟an sehingga dihasilkan cara-cara pembacaan baru
dalam memaknai al-Qur‟an.
Jika menilik bahasa Gracia dalam memaparkan interpretasi,
akan didapati dua bentuk interpretasi, yaitu tekstual dan non-
tekstual. Interpretasi tekstual sebagaimana dilakukan ulama
klasik dalam mendekati penafsiran al-Qur‟an dengan pendekatan
seputar kebahasaan, kaidah ushuliyyah, kaidah sunnah dan
kaidah qur‘aniyyah.
Hal ini senada dengan definisi interpretasi tekstual menurut
Gracia, yang meliputi tiga tujuan utama, pertama, menciptakan
pemahaman pengarang teks historis dan audien historis.
Mendekati makna sesuai yang dimiliki pengarang teks historis
dan audien historis. Kedua, menciptakan pemahaman dimana
makna teks itu dimengerti oleh audiens kontemporer, terlepas
apakah makna yang dipahami sama dengan makna yang dimiliki
pengarang teks dan audiens historis atau tidak. Ketiga,
menciptakan pemahaman dimana implikasi dari makna teks itu
dimengerti oleh audien kontemporer.57 Artinya bertujuan
menangkap implikasi dari makna teks tertentu.
Dari pemaparan di atas, maka penulis merasa bahwa teori fungsi
yang diusung oleh Gracia ini relevan dengan Ulumul Qur‟an, khususnya
56
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm.260 57
Khoirul Imam, RelevansiHermeneutika Jorge..., hlm. 260
32
dalam kaidah penafsiran untuk mengungkap makna ayat –ayat al-Qur‟an
secara komprehensif. Maksud secara komprehensif yaitu tidak hanya pada
konseptual dan kontekstual saja akan tetapi bagaimana memadukan antara
teks dengan konteksnya.
33
BAB III
DESKRIPSI Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
DAN PENAFSIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR
A. Deskripsi Q.S. an-Naml Ayat 29-35
Surat an-Naml termasuk golongan surat Makkiyah yang diturunkan
setelah surat asy-Syu‟araa‟. Surat an-Naml ini terdiri dari 98 ayat. Dinamai
dengan an-Naml, karena pada ayat 18 dan 19 terdapat perkataan an-Naml
(semut), dimana raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar masuk
ke dalam sarangnya masing-masing, supaya tidak terinjak oleh Nabi
Sulaiman AS dan tentaranya yang akan lewat di tempat itu.58
Kemudian di dalam surat ini, juga menceritakan mengenai kisah
yang sangat fenomenal, yakni kisah Nabi Sulaiman dan juga Ratu dari
kerajaan Saba‟. Terekam pada ayat 15 hingga ayat 44. Akan tetapi, disini
penulis hanya terfokus pada ayat 29 hingga ayat 35, yang secara rinci
menceritakan mengenai kepemimpinan Balqis. Berikut ayatnya: ( 03)مان وإنو بسم اللو الرحن الرحيم إنو من سلي (92)قالت يا أي ها المل إن ألقي إل كتاب كريم
قالت يا أي ها المل أف تون ف أمري ما كنت قاطعة أمرا حت ( 03)أل ت علوا علي وأتون مسلمين
قالت إن (00)بأس شديد والمر إليك فانظري ماذا تأمرين قالوا نن أولو ق وة وأولو( 09)تشهدون
وإن مرسلة إليهم بدية (43)الملوك إذا دخلوا ق رية أفسدوىا وجعلوا أعزة أىلها أذلة وكذلك ي فعلون
(03)ب ي رجع المرسلون ف ناظرة
58
Q.S.. An-Naml ayat 18-19
34
Artinya59:
29. Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah
disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.
30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman yang isi nya: "Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
31. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah
kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri".
32. Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah memutuskan
sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku".
33. Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang
luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada ditanganmu:
Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan".
34. Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila
menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pula
yang akan mereka perbuat.
35. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa
kembali oleh para utusan itu".
Dalam ayat tersebut diatas, penulis tidak menemukan riwayat
asbabun nuzulnya. Akan tetapi dalam tafsir aṭ-Ṭabari penulis menemukan
beberapa riwayat yang membahas ayat tersebut. Dan bahasan terhadap ayat
tersebut ialah bahasan mengenai makna atau pemahaman terhadap ayat.
Untuk lebih jelasnya, nanti akan kami bahas pada sub bab selanjutnya.
B. Kisah Ratu Balqis dalam Pustaka Kontemporer
Dalam memaparkan kisah Balqis ini, penulis merujuk pada dua
pustaka kontemporer terbit pada tahun 2014 dan 2017. Pustaka kontemporer
disini yang dimaksud oleh peneliti adalah pustaka yang sedang eksis hingga
59
Departemen Agama RI, Al-Qur‘an Dan Terjemahnya Special For Woman, (PT
Sygma Examedia Arkanleema, 2007), hlm. 379
35
saat ini. Dan pada kesempatan ini peneliti mengutip dari buku Kitab Sejarah
Terlengkap 25 Nabi Terkemukayang terbit pada tahun 2014 dan Kisah-kisah
Dalam Al-Qur‘anyang terbit pada tahun 2017. Selain karena buku ini
terbitan baru, buku ini pula yang sering ada di berbagai perpustakaan.
Setidaknya penulis sudah menemukan buku tresebut pada 5 perpustakaan di
kota Salatiga.
Berikut pemaparannya, Ratu Balqis merupakan salah satu figur
wanita yang berhasil menoreh tinta emas dalam catatan sejarah.
Bahkanceritanya pun diabadikandalam al-Qur‟an surat an-Namlayat 23-42.
Adanyasuratkhusus yang membahastentangRatuBalqis di dalam al-Qur‟an
menjadibuktibahwaiaadalahsosokistimewa.
Menurut sebuah riwayat, nama lengkap Ratu Balqis adalah Balqis
Binti Sarah bin Hudhud bin Syarahhil bin Adda dan seterusnya, hingga
berakhir pada Ya‟ab bin Qahthan.60 Sementara itu, Ibnu Katsir dalam
tafsirnya, menyatakan bahwa Ratu Balqis adalah anak seorang wazir
kerajaan Himyariyah yang ada di Ma‟rib Yaman. Buku-buku sejarah dan
kita-kitab tafsir menyebutkan bahwa ibunya Balqis adalah dari bangsa jin.
Dengan demikian, telah diketahui bahwa Ratu Balqis adalah keturunan jin
dan manusia.61
Adapun mengenai negeri Saba‟, menurut para ahli, Saba‟ merupakan
nama kerajaan pada zaman dahulu. Ibukotanya Ma‟rib yang letaknya di
dekat kota Shan‟a, ibukota Yaman.62 Dalam al-Qur‟an diberitakan bahwa
negeri Saba‟ adalah negeri yang makmur, penuh dengan kelimpahan rezeqi
dari Allah SWT.63
Suatu ketika, Nabi Sulaiman mengumpulkan seluruh balatentaranya
yang terdiri atas manusia, hewan, dan para jin. Mereka berkumpul
memenuhi undangan sang raja. Setelah semua diperiksa, maka nabi
60
Rizem Aizid, Kitab Sejarah Terlengkap 25 Nabi Terkemuka, (Yogyakarta:
Safirah, 2014), hlm. 476 61
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 476 62
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 477 63
Q.S. Saba‟ ayat 15-21
36
Sulaiman mengetahui bahwa burung Hud-hud ternyata tidak hadir.
Sebenarnya burung Hud-hud adalah mata-mata pasukan Nabi Sulaiman,
yang bertugas mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang apa saja yang
patut diketahui olehnya.
Melihat keterlambatan burung Hud-hud, Nabi Sulaiman terlihat agak
jengkel sambil bertanya, “Dimanakah burung Hud-hud? Mengapa belum
terlihat? Padahal tugasnya sangat penting, yakni mencari sumber mata air
baru.64
Manakala Raja Sulaiman berhenti berbicara, tiba-tiba burung Hud-
hud datang. Tampaknya, ia habis terbang jauh dengan kecepatan tinggi,
hingga ia tersengal-sengal. Kemudian bertanyalah Sulaiman: “Wahai burung
Hud-hud, tidakkah engkau sadari kesalahanmu? Apakah engkau tidak tahu
kalau sekarang aku mengadakan pertemuan, tapi engkau datang terlambat?
“Ampun Baginda, sesungguhnya, aku baru saja mengadakan
perjalanan jauh sampai ke suatu negeri yang engkau tidak pernah
mengetahuinya. Negeri ini bernama Saba‟. Kerajaan ini diperintah oleh
seorang perempuan. Keadaan negeri ini sangat makmur,” kata burung Hud-
hud.65
Kabar yang disampaikan Hud-hud belum menarik bagi Sulaiman,
sampai Hud-hud menceritakan bahwa bangsa Saba‟ dan ratu mereka yang
memiliki singgasana yang besar itu adalah orang kafir. Mereka bangsa
Sa‘ibah yang menyembah matahari.66
Namun, Raja Sulaiman tidak serta merta mempercayai kabar
tersebut. “Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu karena berita yang engkau
bawakan ini yang aku anggap penting untuk diperhatikan dan untuk
mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah suratku ini ke Saba dan
lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau maksudkan itu, kemudian
perhatikanlah apa yang akan mereka perbuat dan kembalilah secepat-
64
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 481 65
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 482 66
Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an,terj. Umar Mujtahid, cet.
I, (Jakarta: UmmulQura, 2017), hlm. 755
37
cepatnya, sambil kami menanti perkembangan selanjutnya bagaimana
jawaban ratu Saba‟ atas suratku ini.” kata Sulaiman.
Untuk membuktikan kebenaran dari ucapan burung Hud-hud, ia
menuliskan surat, dan meminta burung Hud-hud untuk mengirimkannya
kepada sang ratu penguasa negeri Saba‟ yang bernama Balqis.
Burung Hud-hud harus menerjang hembusan angin yang sangat
kencang agar bisa sampai ke negeri Saba‟. Oleh karena itu, burung Hud-hud
meminta kepada raja Sulaiman untuk membungkus surat tersebut di dalam
sampul emas yang tahan terhadap angin. Surat itu berisi ajakan kepada Ratu
Saba‟ untuk memeluk Islam.67
Tibalah burung Hud-hud di negeri Saba‟. Sesampainya disana, diam-
diam burung Hud-hud menjatuhkan surat itu tepat mengenai kepala sang
ratu hingga membuatnya terbangun. Ia membuka sampul surat itu dan
membacanya. 68
Saat membuka segel surat membaca isinya, ia terdiam. Pasalnya
sebelum itu ia tidak tahu ada seorang raja yang memiliki utusan seekor
burung. Selain itu ia juga belum pernah membaca tulisan yang tertuang
dalam isi surat yang dibawa oleh utusan paling aneh yang pernah ada itu.
Dia kemudian mengumpulkan para pemuka kerajaan.69 Kemudian Balqis
berkata:
“Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku
sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman
yang isinya, ‗Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan
datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.‖
Balqis diam beberapa saat, lalu mengarahkan pandangannya ke
wajah para pemuka istana yang hadir. Dia menatap raut muka sedih dan
67
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 482 68
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 482 69
Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an..., hlm. 757
38
bingung pada wajah mereka, lalu berkata: “Wahai para pembesar! Berilah
aku pertimbangan dalam perkaraku, aku tidak pernah memutuskan suatu
perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku.70
Begitulah, karena tidak ada iman dan tauhid, maka manusia terpaksa
mencari jawaban sesuai hukum dan undang-undang buatan mereka. Di sisi
lain, ketika ada syariat, kita tidak akan memerlukan keberadaan orang-orang
terkemuka untuk memberikan jawaban kepada kita. Ulamalah yang
berwenang untuk menjelaskan suatu persoalan yang terjadi dan hukum
syar‟inya. Akhirnya pada pembesar kaum berkata: “kita memiliki kekuatan
dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada
di tanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan.71
Si ratu mengetahui persoalan yang terjadi bahwa raja yang
mengirimkan surat tersebut adalah seorang Raja yang utusannya adalah
bangsa burung dan suratnya mulia. Melalui surat tersebut, ia mengajak
untuk beriman, bukan membayar pajak, harta atau pun menyampaikan
ancaman perang. Setelah berpikir panjang, menyusun rencana dan merasa
mampu, ia berkata “sesunguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu
negeri, mereka tentu membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang
mulia jadi hina, dan demikian yang akan mereka perbuat.‖
Inilah yang dikhawatirkan Balqis sebagai seorang wanita, sebelum
dalam kapasitasnya sebagai seorang ratu. Balqis ingin menggunakan cara
lain. Dia ingin menggunakan hadiah yang dapat menghilangkan amarah,
menyejukkan dada, melenyapkan dendam dan panas di dalam hati.
Sepertinya Balqis ingin memastikan seperti siapa sebenarnya Raja Sulaiman.
Dia berkata, “Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka
dengan (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan
dibawa kembali oleh para utusan itu.‖72
70
Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an..., hlm. 758 71
Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an..., hlm. 758 72
Hamid ahmadath-Thahir, Kisah-kisahDalam Al-Qur‘an..., hlm. 758
39
Akhirnya utusan dari negeri Saba‟ pun pergi ke kerajaan Sulaiman.
Utusan itu, disambut ramah oleh Suliaman. Setelah mendengar uraian utusan
itu, maka raja Sulaiaman pun berkata “Kembalilah kamu dengan hadiah-
hadiah ini kepada ratumu. Katakanlah kepadanya bahwa Allah telah
memberiku rezeqi dan kekayaan yang melimpah ruah, serta mengaruniaiku
nikmat yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Selain itu, aku telah
diutus sebagai Nabi dan Rosul-Nya, serta dianugerahi kerajaan yang luas,
dan kekuasaanku meliputi jin maupun hewan-hewan.73 Maka bagaimana
aku dapat dibujuk dengan harta benda dan hadiah serupa ini?
Singkatcerita, setelah itu utusan Balqis pulang dan melaporkan
semuanya kepadanya. Dan melaporkan bahwa Sulaiman akan mengirimkan
bala tentara yang sangat kuat yang tidak akan terkalahkan ke kerajaan Saba‟.
Mendengar hal itu, maka ratu khawatir dan memilih untuk mendatangi
langsung ke kerajaan Sulaiman. Setelah melihat kerajaan milik Sulaiman
dan mendengar ajakan Sulaiman, akhirnya ratu kerajaan Saba‟ masuk Islam.
C. Pandangan Para Ulama Tafsir
Dalam hal ini, penulis akan memaparkan beberapa pendapat ulama,
diantaranya adalah pendapat aṭ-Ṭabari, az-Zamakhsyari, Ibnu Asyur, al-
Maragi, kemudian M. Quraish Shihab.
1. Aṭ-Ṭabari dalam Jami’ul Bayan
Tafsir karya Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin
Katsir bin Ghalib al-Amali aṭ-Ṭabari, yang sering kita sebut
dengan Ibnu Jarir atau aṭ-Ṭabari, merupakan tafsir generasi
pertama yang dibukukan dan masih utuh sampai sekarang. Ia
mengungkap beragam makna al-Qur‟an dan kedahsyatan
susunan bahasanya seperti nahwu, balaghah dan lain
73
Rizem Aizid, KitabSejarahTerlengkap 25 NabiTerkemuka..., hlm. 484
40
sebagainya.74 Selain itu, untuk penafsirannya termasuk dalam
metode bil ma‘tsur, dan menurut penulis, inilah pilihan yang
tepat untuk memaparkan pemahaman mengenai ayat Balqis ini,
mengingat penulis tidak menemukan asbabun nuzul ayat
tersebut.
Pada ayat 29, aṭ-Ṭabari menjelaskan sebuah riwayat
bahwa, menceritakan kepada kami Ibnu Ḥumaid, Salamah
dari Ibnu Isḥaq dari sebagian ahli Ilmu, dari Wahab bin
Munbih berkata هم maksudnya adalah jadilah فألقو إليهم ث ت ول عن
dekat, kemudian فانظر ماذا ي رجعون dan perkataan ini serupa
dengan maksud ayat, karena sesungguhnya bentuk jamak dari
kalimat ي رجعون adalah ditujukan kepada mereka yang juga
menjadi kaumnya Balqis.75
Menyampaikan kepada kami Ibnu Ḥumaid, Salamah dari
Ibnu Isḥaq dari sebagian ahli Ilmu, dari Wahab bin Munbih
berkata : “Sulaiman Ibnu Daud menulis bersama Hud-hud بسم dari Sulaiman bin Daud untuk Balqis Binti Dzi الله الرحن الرحيم
Syarh dan kaumnya, dan janganlah kamu berlaku sombong
kepadaku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri.” Wahab berkata: ”Hud-hud mengambil surat
itu dengan kakinya kemudian berangkat hingga sampai di
Kerajaan Saba. Dan Hud-hud melihat bahwa dia (Balqis)
74
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur‘an
Periode Klasik Hingga Kontemporer, cet. I, (Yogyakarta: Nun Pustaka Yogyakarta, 2003),
hlm. 89 75
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
41
memiliki ceruk di rumahnya, ketika matahari terbit, dan dia
menatapnya kemudian sujud kepadanya (matahari).‖76
Hud-hud sampai pada ceruk itu dan menghancurkannya
dengan sayapnya hingga sang Ratu tidak tahu kapan matahari
terbit, dan kemudian Hud-hud melemparkan surat itu dan
kemudian Hud-hud memperhatikannya.77
Mengabarkan kepada kita al-Qosim, menceritakan kepada
kita Abu Sufyan dari Ma‟mar dari Qotadah berkata:
―disampaikan kepadaku bahwa sesungguhnya ―dia adalah
seorang perempuan‖dan dikatakan namanya adalah Balqis,
anak perempuan Syarahil, salah satu orang tuanya adalah
dari bangsa jin dan bagian belakang salah satu kakinya
seperti kuku burung. Dan dalam kerajaannya dia memiliki
312 ahli musyawarahnya, dan setiap seorang pemimpin
membawahi masing-masing sepuluh ribu.‖78
Wahab al-
Munbih menambahkan bahwa Balqis adalah perempuan yang
cerdas dan beradab dalam kerajaannya.
Dan yang dimaksud dengan kata المل dalam ayat قالت ياأي ها( orang yang paling والمل أشراف قومها adalah المل إن ألقي إل كتاب كريم(
dimulyakan dari kaumnya. Dan para ahli ilmu berselisih
mengenai sebab kitab/surat tersebut bersifat mulia. Sebagian
ulama berpendapat bahwa sifat itu karena kitab tersebut tersegel.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa karena surat itu berasal
dari Raja yang Mulia.79
Ibnu Zaid berkata bahwa maksud dari “apakah engkau
bersikap sombong kepadaku? Yang demikian itu terdapat
76
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 77
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 78
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 79
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
42
dalam surat Sulaiman untuk Balqis. Dan perkatan وأتون((مسلمين maknanya adalah “datanglah kepadaku dengan rasa
berserah diri kepada Allah serta tauhid dan taat‖.80
Selanjutnya riwayat Yunus yang diceritakan kepada ku,
“bahwa Aku (Balqis) tidak akan memustuskan suatu perkara
tanpa kalian.” Maka berkatalah para punggawa dari kaum
kerajaan Saba‟, “telah kami musyawarahkan tentang
perkaramu dan perintah dari Sulaiman: ―Kami memiliki
kekuatan untuk berperang, dan senjata yang kokoh untuk
berperang, dan keputusan sepenuhnya berada atas kuasamu,
apakah kita akan berperang atau meninggalkannya, maka
pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan. Dan
kami akan melaksanakan apa yang engkau perintahkan.81
Ratu Saba‟ berkata kepada punggawanya “kalian
berkehendak untuk memerangi Sulaiman, jika saya
perintahkan kalian, akan tetapi sesungguhnya raja apabila
akan memasuki sebuah desa niscaya akan merusaknya
dengan memperbudak mereka yang bebas dan berbuat
semena-mena kepadanya. Dan seperti itu pulalah yang akan
mereka lakukan‖.82
Bercerita bahwa Balqis mengirim utusan kepada
Sulaiman, untuk mengetahui siapa sebenarnya Sulaiman itu,
apakah ia seorang raja atau seorang nabi? Jika dia adalah
seorang nabi maka ia tidak akan menerima hadiah itu, dan dia
tidak akan ridlo kepada kita kecuali kita mengikuti agama
80
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 81
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 82
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
43
yang dibawanya. Dan jika dia adalah seorang raja maka dia
akan menerima hadiah itu dan pergi.83
Seperti riwayat berikut: Muhammad bin Sa‟ad berkata:
bercerita kepaku bapakku, pamanku, dari Ibnu Abbas berkata:
―Balqis berkata dan aku utus utusan kepadanya dan aku
pakaikan kepada mereka satu pakaian, sehingga tidak ada
yang tahu mana yang laki-laki dan mana yang perempuan,
kemudian jikadia menolak hadiah, maka sesungguhnya ia
adalah seorang nabi,dan baik bagi kita untuk meninggalkan
kerajaan kita dan mengikuti agamanya.”84
2. Az-Zamakhsyari dalam Al-Kasyaf
Tafsir al-Kasyaf karya Abu al-Qosim Mahmud bin
Muhammad bin Umar bin Muhammad bin Umar al-Khawarizmi
az-Zamakhsyari atau biasa dikenal dengan az-Zamakhsyari ini
merupakan salah satu bentuk tafsir bir ra‘yi (tafsir
mengedepankan penggunaan rasio). Jarang sekali ia
mendasarkan penafsirannya pada riwayat, baik hadits maupun
pandangan ulama.85 Ibnu khaldun, mengakui reputasi tafsir ini
dari segi pendekatan sastra ketimbang sejumah karya tafsir
ulama lainnya. Kemudian az-Zarqani dalam al-Burhan di Ulum
al-Qur‘an mencatat sejumlah keistimewaan tafsir al-Kasyaf ini,
diantaranya steril dari hikayat-hikayat israilliyyat, uraiannya
lugas dan tidak bertele-tele, menitiktekankan pada aspek-aspek
kesusastraan dan az-Zamakhsyari menempuh metode dialog86.87
83
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 84
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 85
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an..., hlm.75 86
Metode dialog ialah ketika hendak menjelaskan makna satu kata atau kalimat,
menggunakan kata in qulta. Kemudian ia menjelaskan makna dengan ungkapan qultu. Gaya
bahasa ini selalu digunakan seakan-akan ia berhadapan dan berdialog dengan seseorang. 87
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an..., hlm.78
44
Karena beberapa keistimewaan kitab tafsir az-Zamakhsyari,
maka penulis merasa tertarik untuk menambahkan pendapat
beliau di samping pendapat aṭ-Ṭabari.
Az-Zamakhsyari mengawali tafsirnya dalam ayat ini dengan
menjelaskan sifat mulia sebuah surat yang diterima Balqis. Ia
memaparkan bahwa sifat mulianya surat adalah karena surat itu
dari raja yang mulia pula, atau bisa juga karena surat itu masih
tersegel. Rosulullah SAW bersabda “mulianya surat itu karena
segelnya‖. Dan mereka menerima buku yang bersegel.88
Yang baru dari az-Zamakhsyari adalah pembahasan ayat
“sesungguhnya itu dari Sulaiaman‖ menunjukkan alamat surat
tersebut. Dan kalimat “sesungguhnya itu dengan Nama Allah
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang‖ adalah isi surat
tersebut.89
Dan Ibnu Abbas RA membaca: ―diriwayatkan bahwa
salinan kitab dari hamba Allah Sulaiman bin Daud kepada
Balqis ratu negeri Saba‘, keselamatan bagi orang yang
mengikuti petunjuk. Maka janganlah kamu sekalian berlaku
sombong kepadaku dan datanglah kepadaku sebagai orang-
orang yang berserah diri. Dan Nabi ketika menulis surat maka
tidak berkepanjangan dan tidak banyak-banyak, dan surat itu
dicetak dengan segel dan dicap dengan segelnya‖.90
Kemudian az-Zamakhsyari memaparkan bahwa Balqis
meminta isyarat kepada pembesar kerajaannya dimaksudkan
untuk mengajak mereka dan berkonsultasi dengan mereka. Dia
bermaksud untuk menundukkan mereka dan melembutkan jiwa-
jiwa mereka agar mereka mendukungnya dan berada di
pihaknya. Dan pada bacaan Ibnu Mas‟ud RA: “ Aku (Balqis)
88
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 89
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 90
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
45
tidak memutuskan perkara kecuali dengan kehadiran kalian.
Dan dikatakan bahwa ahli musyawarahnya itu ada 313 orang
dan setiap orang membawahi 10.000 orang‖.91
Kemudian mengenai jawaban para ahli musyawarahnya, az-
Zamakhsyari menjelaskan apa yang dimaksud kekuatan, yakni
kuat dalam hal jasmaniah, kuat dalam hal alat dan jumlah.
Ketangkasan dalam hal bala tentara berperang. Mereka berkata :
―Dan kita adalah orang-orang yang taat kepadamu, maka
perintahkanlah kita dengan perintahmu, maka kita akan
mematuhi dan tidak berselisih kepadamu.‖92
Seakan-akan mereka bermusyawarah untuk berperang atau
mereka bermaksud: ―kita dilahirkan dari para ahli perang,
bukan dari ahli pikir. Dan engkau adalah orang yang ahli
berpikir dan bertadabbur, maka pertimbangkanlah apa yang
akan engkau perintahkan, kita akan menaati perintahmu.‖93
Akan tetapi Balqis melihat dari pandangan kecenderungan
menuju rekonsiliasi dan mulai dengan yang terbaik. “Saya
(Balqis) memperhatikan apa yang kalian sebutkan dan yang
luput dari kalian adalah para raja, jika mereka memasuki desa
maka raja tersebut memaksanya dan menghancurkannya. Dan
kalian bisa saja dibunuh dan ditangkap”. Balqis mengingatkan
mereka tentang konsekuensi perang dan kemalangannya. Itu
adalah kebiasaan para raja terdahulu, dan Balqis mendengar
tentang hal itu dan melihatnya, dan kemudian Balqis
menyebutkan pembicaraan tentang karunia dari apa yang
dilihatnya.94
Sesuai dengan ayat selanjutnya, bahwa jalan yang ditempuh
oleh Balqis adalah dengan mengirim utusan untuk memberi
91
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 92
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 93
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 94
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
46
hadiah kepada Sulaiman. Diriwayatkan bahwa dia mengirim
lima ratus pemuda untuk mengenakan pakaian yang sama, dan
lima ratus anak laki-laki yang dimahkotai dengan yaqut dan
minyak misk, dan seribu blok emas dan perak serta beberapa
perawan. Kemudian dia berkata kepada al-Mundhir: “Jika dia
melihatmu dengan kemarahan, dia adalah seorang raja, jadi
dia tidak akan mempermalukan Anda. Jika Anda melihatmu
dengan baik, ia adalah seorang nabi‖.95
3. Ibnu Asyur dalam At-Taḥrir wa at-Tanwir
Ibnu Asyur dengan nama lengkap Muhammad Thahir bin
Muhammad bin Muhammad Thahir bin Muhammad bin
Muhammad Syazili bin „Abd al-Qodir bin Muhammad bin
Asyur menitikberatkan tafsirnya pada uraian tentang sisi
kemukjizatan al-Qur‟an, linguistik Arab dan gaya bahasa.96 Ia
menitiktekankan uraiannya pada makna-makna mufrodat untuk
selanjutnya menelusuri makna global sebuah surah. Nama kitab
tafsirnya adalah at-Taḥrir wa at-Tanwir min at-
Tafsir.97Kemudian Ibnu Asyur memiliki maksud agar hukum
Islam memiliki sejumlah al-Maqasid yang universal, yaitu
ketertiban, kesetaraan, kebebasan, kemudahan dan pelestarian
fitrah manusia. Dalam hal ini, kebebasan dalam hal pemikiran,
kepercayaan, pendapat dan aksi.98 Semangat mengenai
kesetaraan dan kebebasan adalah poin penting mengapa penulis
memilih pendapat beliau untuk memahami ayat tentang Balqis
tersebut.
95
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 96
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), hlm. 129 97
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an..., hlm. 131 98
Jaser „Audah, al-Maqasid Untuk Pemula, cet. I, (Yogayakarta: SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga), hlm. 17
47
Pendapat Ibnu Asyur tidak berbeda dengan pendapat ath-
Thabari mengenai maksud kata مل ال ,yakni والمل: الماعة من أشراف sekumpulan orang (jamaah) dari orang yangالقوم وىم أىل ملسها.
paling mulia dari kaumnya dan mereka adalah ahli majelis sang
ratu.99
Ibnu Asyur menyebutkan bahwa kemuliaan kitab tersebut
adalah karena segelnya. Karena apa yang ada di dalamnya
khusus untuk orang yang dituju dari orang yang mengirim, dan
dia akan membacanya untuk siapa saja yang ia sukai. Dikatakan
bahwa bahasa yang dipakai dalam surat tersebut adalah bahasa
Ibroni, dan Balqis menerjemahkannya. Karena Balqis adalah
orang yang pandai dalam bahasa Ibroni.100
Ibnu Asyur senada dengan az-Zamakhsari ketika memahami
isi surat tersebut. Perkataan “sesungguhnya surat itu dari
Sulaiman‖ adalah bahasa atau kalimat Ratu Balqis sebagai
pembuka ketika ia berkhutbah kepada ahli musyawarahnya,
sebelum isinya “dengan nama Allah yang Maha Pengasih Maha
Penyayang‖. Balqis tahu dengan jelas bahwa itu adalah surat
kerajaan dalam tradisi Bani Israil. Seperti pembukaan surat Nabi
Muhammad SAW kepada raja dengan kalimat “dari Muhammad
Rosulullah‖ dan pembukaan surat dengan “basmalah”
menunjukkan bahwa maksud surat tersebut khusus di tulis Nabi
Sulaiman dalam mengikuti asma‘ jalalah dengan sifat “ar-
Rahman ar-Rahim‖.101
Abu Daud meriwayatkan dalam kitab al-Maraasil “bahwa
Nabi Muhammad SAW ketika menulis surat “dengan asmaMu
ya Allah‖, sama seperti kaum Quraisy ketika menulis surat.
99
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 100
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 101
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
48
Maka ketika turun ayat ini, Nabi Muhammad SAW ketika
menulis surat menjadi ―dengan Nama Allah yang Maha
Pengasih Maha Penyayang‖.102
Surat Sulaiman ringkas, hal ini agar pembaca surat
memahami apa maksud isi yang disampaikan. Dan Balqis
memahami bahwa ini adalah peringatan kepada Ratu Saba‟
untuk tunduk kepada Sulaiman dan mematuhinya seperti halnya
raja-raja di dekatnya, di Mesir, Tirus dan Irak. Penggunaan
kalimat “sebagai seorang yang berserah diri‖ مسلميه
menunjukkan bahwa Sulaiman mengajak Ratu Saba‟ dan
kaumnya untuk meninggalkan kemusyrikan dan mulai mengakui
adanya Allah. Sulaiman tidak mengajak mereka untuk ikut
dalam syari‟at Taurat. Karena Taurat hanya ditujukan bagi kaum
Nabi Musa. Dan ajakan seperti ini adalah apa yang Tuhan
katakan kepada semua manusia dari zaman Adam AS, Nuh AS
dan Ibrohim AS. Sulaiman mengajak mereka untuk berdamai
dengannya, dan taat kepadanya adalah karena memang seperti
itu sifat Raja. Sedangkan seruan rakyatnya untuk mengikuti
agama Tauhid adalah tindakan berdasarkan nubuat. Dan inilah
sunnah Syariat yakni untuk membenarkan/kedamaian jiwa,
bukan karena cinta akan kemenangan.103
Dan perkara ―tidaklah aku memutuskan suatu perkara‖
adalah poin penting, karena maksudnya Balqis tidak akan
memutuskan sesuatu yang penting kecuali dari hasil
musyawarah. Hal ini menunjukkan bahwa itu adalah adab dan
adatnya Balqis bersama para punggawanya, maka Balqis
termasuk dalam orang yang berakal, bijaksana, suka
musyawarah, tidak tirani dengan kepentingan rakyatnya. ت شه دون
adalah kata kerja yang mewajibkan kehadiran dan juga
102
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 103
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
49
menunjukkan bahwa ―Anda setuju dengan saya‖. Baik dengan
mengatakan, atau keheningan dan non-penolakan karena
kehadiran jumlah syura di tempat musyawarah tidak diputuskan
dengan persetujuannya.104
Dan seperti itulah Utsman Bin Affan, apabila hendak
memutuskan sesuatu maka ia menghadirkan ahli ilmu, dan Umar
bin Khattab memusyawarahkannya apabila para ahli ilmu tidak
bisa hadir. Dan para fuqoha berkata: “Keheningan mereka
dengan kehadiran mereka melapor persetujuannya.”105
Walaupun ayat diatas menggambarkan musyawarah yang
dilakukan Balqis, ayat diatas tidak dapat dijadikan dasar untuk
menyatakan bahwa Islam menganjurkan musyawarah. Karena
ayat ini tidak berbicara dalam konteks hukum, tidak juga untuk
memujinya. Ia adalah uraian tentang peristiwa yang terjadi
ditengah suatu masyarakat yang tidak menganut ajaran berdasar
wahyu Ilahi. Namun demikian, perlu diingat bahwa al-Qur‟an
memaparkan satu kisah adalah agar dipetik dari kisahnya
pengajaran dan keteladanan dan atas dasar pertimbangan itu bisa
saja ditarik dari ayat-ayat ini kesan tentang baik dan perlunya
musyawarah.106
Kemudian, Ibnu Asyur memaparkan mengenai “hadiah”.
Yang mana قرب والت حبب فالدية ما ي عطى لقصد الت , yakni hadiah itu
adalah apa yang diberikan untuk tujuan atau maksud kedekatan
dan kecintaan.107
4. Al-Maragi dalam Tafsir al-Maragi
104
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 105
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 106
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 107
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
50
Di tangan al-Maragi, al-Qur‟an ditafsirkan dengan gaya
modern sesuai tuntutan masyarakat. Pilihan bahasa yang
disuguhkan kepada pembaca pun ringan dan mengalir lancar.108
Gaya penafsirannya mirip dengan strategi penulisan Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha. Karena memang keduanya
merupakan guru yang menyuntikan inspirasi kepada al-
Maragi.109 Menafsirkan dengan gaya modern yang terinspirasi
dari M. Abduh dan Rasyid Ridho merupakan alasan mengapa
penulis harus mencantumkan pendapat beliau.
Secara global menurut al-Maraghi, ayat ini menunjukkan
kepada beberapa perkara, yaitu:
a. Hud hud menyampaikan surat itu kepada mereka dengan
cepat.
b. Hud hud diberi kekuatan mengetahui, sehingga dapat
memahami pembicaraan mereka dengan mendengar.
c. Balqis menerjemahkan langsung surat
d. Di antara etika delegasi para raja ialah menghindari sedikit
dari penerima surat setelah menyampaikannya, agar mereka
memusyawarahkan surat itu.110
Secara ringkas, surat ini menunjukkan kepada beberapa
perkara, yaitu:
a. Surat mengandung penetapan Tuhan, keesaan dan keadaan-
Nya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
b. Larangan kepada mereka untuk mengetahui hawa nafsu dan
keharusan mengikuti yang haq
c. Perintah kepada mereka untuk datang kepada Sulaiman
dalam keadaan patuh dan tunduk
108
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an..., hlm.155 109
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an..., hlm.156 110
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 249
51
Dengan demikian, surat ini telah meringkas segala yang
seharusnya ada dalam urusan agama dan dunia.111
Balqis meminta agar mereka mengemukakan pendapat
mengenai perkara penting ini, karena dia tidak ingin
menetapkan perkara secara otoriter. Maka mereka bertukar
pandangan. Mereka berkata ‖menurut hendat kami, kita harus
memerangi mereka, karena kita adalah kaum yang kuat dan
pemberani. Namun demikian, keputusan diserahkan kepada
anda. Maka lakukanlah apa yang seharusanya menurut anda
dilakukan.‖ Balqis berkata ―menurut hemat saya, akibat perang
adalah kehancuran dan orang yang mulia akan jadi hina.
Sebaiknya kita memberi hadiah kepada mereka dan mengutus
utusan kepada Sulaiman untuk membawanya; kemudian kita
tunggu balasan apa yang akan dia berikan. Mudah-mudahan
dia menerima hadiah itu dari kita dan tidak memerangi kita
atau dia mewajibkan kita membayar pajak untuk kita bawa
kepadanya setiap tahun dan kita menaati hal itu. Dengan
demikian dia tidak akan memerangi kita.”112
Perkataan Balqis menunjukkan bahwa dia mengagungkan
dan memuliakan mereka, agar mereka mau memberinya nasehat
dan mengajukan pendapat yang benar, disamping menguji tekad
mereka untuk melawan musuh dan meluruskan urusan mereka,
serta kesetiaan mereka untuk menaatinya. Balqis mengetahui
bahwa jika mereka tidak mengorbankan jiwa, harta dan darah
mereka, mereka tidak akan mempunyai kekuatan untuk
melawan musuh. Dan jika perkara, tekad dan kesungguhan
mereka tidak terpadu, maka hal itu akan membantu musuh
untuk dapat mengalahkan mereka. Barangkali otoritasnya dalam
mengambil keputusan akan melemahkan ketaatan mereka
111
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 250 112
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 252
52
kepadanya dan menutupinya dari kadar keadaan mereka. Akan
tetapi, mengajak mereka bermusyawarah dan mengambil
pendapat mereka akan memberi nilai tambah pada kekuatan dan
kehebatan perlawanan mereka. Perhatikanlah jawaban mereka
―kita adalah orang –orang yang memiliki kekuatan dan
keberanian yang hebat (dalam berperang)‖ perkataan itu
mereka kemukakan, meskipun mereka orang-orang yang
berakal tajam dan memiliki kemahiran berbicara.113
Setelah kaumnya mengajukan diri untuk memerangi
Sulaiman, Balqis berkata kepada mereka, ―sesungguhnya jika
para raja memasuki suatu negeri untuk menaklukkannya,
mereka akan merusaknya dengan menghancurkan bangunan-
bangunan dan harta-hartanya, serta menghinakan penduduknya
dengan menawan dan mengusir mereka dari kampung halaman
atau membunuh mereka secara kejam, agar mereka memiliki
kekuasaan dan kerajaan serta ditakuti semua pihak.
Demikianlah apa yang akan mereka lakukan kepada kita.‖114
Disini terdapat peringatan yang keras terhadap kaumnya, bahwa
Sulaiman akan datang kepada mereka dan memasuki negeri
mereka.
Setelah menyadari bahwa dalam peperangan terdapat bahaya
yang besar, selanjutnya Balqis mengemukakan tekadnya untuk
mengadakan perdamainan dengan mengirim hadiah untuk
Sulaiman. Hadiah yang diberikan kepada raja Sulaiman,
sekaligus menjadi menguji siapa sebenarnya Sulaiman itu.
“sesungguhnya aku akan mengirim kepada Sulaiman hadiah
yang berharga mahal, agar aku menguji dan mengetahui
keadaannya: apakah dia seorang nabi ataukah seorang raja.
Jika seorang nabi, maka dia tidak akan menerimanya dan
113
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 253 114
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 254
53
menginginkan dari kita selain daripada mengikuti agamanya.
Tetapi jika dia seorang raja, maka dia akan menerima hadiah
itu lalu pergi. Sebab hadiah termasuk perkara yang dapat
melahirkan kecintaan dan menghilangkan permusuhan.115
5. M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah
Tafsir al-Misbah merupakan maha karya Quraish Shihab.
Tafsir ini telah membumbungkan nama beliau sebagai salah satu
mufasir Indonesia yang disegani, karena penulis mampu
menulis tafsir al-Qur‟an 30 juz dengan sangat akbar dan
mendetail hingga 15 jilid.116 Tafsir yang terbilang moderat dan
menusantara ini, menurut penulis wajib penulis paparkan
mengingat bahwa ayat tersebut ditafsirkan dalam konteks di
Indonesia.
Quraish Shihab menceritakan secara singkat mengenai cara
Hud-hud menyampaikan surat Sulaiman kepada Balqis. Dia
berkata kepada mereka “hai para pemuka pemerintahan!
Sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku dengan cara yang
luar biasa sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya ia, yakni
surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya ia
Bismillahirrohmanirrohim: Dengan Nama Allah Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu
sekalian berlaku sombong kepadaku dengan enggan memenuhi
ajakanku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri karena aku tidak melakukan sesuatu kecuali demi
karena Allah sebagai Tuhan penguasa Alam raya lagi satu-
satunya yang berhak disembah.117
115
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 255 116
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur‘an..., hlm. 239 117
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, cet.V,jilid 11, (Jakarta:Lentera Hati,
2012), hlm. 435
54
Setelah sang Ratu menyampaikan isi surat, sumber dan cara
penerimaannya, dia berkata: “hai para pemuka pemerintahan!
Berilah aku pertimbangan dalam urusanku yang sangat penting
ini, dan aku tidak pernah memutuskan suatu persoalan negara
sekecil apapun sebelum kamu menyaksikan, yakni berada dalam
majelis ini, apalagi menyangkut persoalan besar yag sedang kita
hadapi ini. Sulaiman sang Raja itu meminta kita datang untuk
tunduk patuh kepadanya.” Mereka menjawab ―kita adalah
bangsa penyandang kekuatan fisik dan militer, dan juga pemilik
ketangkasan dan keberanian yang kukuh dalam peperangan.
Namun demikian, soal ini kami pulangkan kepada
pandanganmu, sedang keputusan akhir terpulang kepadamu,
maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan dan
kami semua siap melaksanakan putusanmu.118
Setelah mengingatkan tentang bahaya perang dan akibat-
akibatnya, terlebih mengingat bahwa raja ketika memasuki desa
untuk menguasainya, mereka akan menjadikan rakyat jelitanya
sangat menderita. Sang Ratu melanjutkan bahwa:
―sesungguhnya aku akan menjawab suratnya dan
sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka, dan
membawa hadiah untuk masing-masing guna menunjukkan
keinginan kita untuk berhubungan baik. Dan selanjutnya aku
akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para
utusan yang kita utus untuk membawa hadiah-hadiah itu.
Dengan demikian, kita mengulur waktu melihat tanggapan
Sulaiman dan berpikir lebih jauh tentang langkah yang akan kita
ambil, apakah kita memerangi atau kita akan berdamai.119
Ucapan Ratu tentang raja-raja adalah berdasarkan
pengalaman sejarah masa lampau. Biasanya mereka membunuh
118
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..., hlm. 439 119
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..., hlm. 440
55
atau paling tidak menawan dan mengusir para pembesar
kerajaan atau pemerintahan yang mereka kalahkan, dengan
demikian mereka menghina atau mempermalukannya. Sesudah
itu, mereka mengubah peraturan perundangan atau
kebijaksanaan yang dapat menjamin kelangsungan kekuasaan
mereka. Disamping itu, peperangan pasti mengakibatkan
kehancuran bangunan, pengungsian penduduk, atau
pembunuhan. Nah, ini terjadi secara umum jika yang menyerang
itu adalah raja yang biasanya bersifat diktator dan sewenang-
wenang. Apa yang diketahui oleh sang Ratu mengenai
pengalaman masa lalu itu dianalogikannya jika Nabi Sulaiman
AS Menyerang mereka. Karena itu dia menyatakan bahwa
demikian pulalah yang akan mereka perbuat.120
Quraish Shihab menambahkan bahwa ayat ini tidak dapat
dijadikan dasar untuk menyatakan tentang boleh tidaknya
seorang perempuan menjadi kepala pemerintahan. Karena ayat
ini tidak dikemukakan dalam konteks itu.
D. Poin Penafsiran Para Ulama Tafsir
Setelah dipaparkan pandangan para ulama tafsir dalam karya
tafsirnya diatas, maka pada kesempatan kali ini, penulis akan meringkas
agar lebih mudah untuk dipahami.
Dalam pembahasan awal setiap penafsiran, hal yang dibahas adalah
sifat mulia dari surat yang dijatuhkan kepada Balqis. Aṭ-Ṭabari, Az-
Zamakhsyari dan Ibnu Asyur berpendapat bahwa sifat mulia surat itu karena
tersegel. dalam arti bahwa surat tersebut hanya dapat dibaca oleh yang
dituju dari orang yang mengirim. Atau dari sisi lain, surat itu mulia karena
dari seorang raja yang mulia pula, yakni nabi Sulaiman AS.
Kemudian, dalam pemaparan mengenai komunikasi yang terjadi
diantara Balqis dan para pembesarnya, hanya Ibnu Asyur dan al-Maragi
120
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..., hlm. 440
56
yang memandang bahwa itu adalah suatu bentuk dari musyawarah yang baik
untuk kita tiru. Quraish Shihab tidak memberi komentar dalam hal ini, hanya
saja beliau memasukkan pendapat Ibnu Asyur ini dalam karyanya. Aṭ-Ṭabari
tidak memberikan penjelasan mengenai sikap Balqis ini, dan az-
Zamakhsyari berpendapat bahwa sikap yang dilakukan oleh Balqis tersebut
adalah karena Balqis ingin para pembesarnya berada dipihaknya dan
membelanya.
Al-Maragi lebih rinci lagi menjelaskan, bahwa sikap Balqis tersebut,
yang mengajak para pembesar kerajaannya untuk diskusi adalah sebagai
salah satu cara untuk menguji kesetiaan para pembesarnya kepadanya,
sehingga Balqis bisa menentukan sikap untuk menghadapi surat dari raja
Sulaiman.
Jawaban dari para pembesar kerajaan, dipandang oleh Balqis, sesuai
apa yang dipaparkan oleh kelima ulama tafsir diatas, bahwa mereka
cenderung untuk berperang dengan mengutarakan kemampuan dan
kelebihannya dalam militer. Akan tetapi, dari pengamatan Balqis terhadap
pengalaman terdahulu, maka Balqis tidak sependapat dengan mereka. Balqis
memilih jalan yang lebih baik daripada berperang, yakni dengan mengirim
hadiah. Aṭ-Ṭabari, az-Zamakhsyari dan al-Maragi menjelaskan bahwa
dengan hadiah tersebut, Balqis menguji siapa sebenarnya raja Sulaiman itu,
seorang raja, atau lebih dari itu, yakni seorang Nabi?
Dari kelima penafsiran diatas, tidak ada penafsiran yang membahas
mengenai sifat dan sikap Balqis dalam kepemimpinannya, kecuali hanya
satu yakni tentang musyawarah. Dan dari pustaka terkini, yang menceritakan
kisah Balqis justru memandang negatif sekali kepemimpinan Balqis ini.
―karena tidak ada iman dan tauhid, maka manusia terpaksa mencari
jawaban sesuai hukum dan undang-undang buatan mereka. Dan
peranglah yang dikhawatirkan Balqis sebagai seorang wanita,
sebelum dalam kapasitasnya sebagai seorang ratu. Balqis ingin
menggunakan cara lain. Dia ingin menggunakan hadiah yang dapat
57
menghilangkan amarah, menyejukkan dada, melenyapkan dendam
dan panas di dalam hati.‖121
Untuk itu, dalam pembahasan berikutnya penulis berusaha untuk
menemukan nilai kepemimpinan Balqis melalui sikapnya yang dikisahkan
dalam al-Qur‟an.
121
Lihat pada hlm. 33
58
BAB IV
APLIKASI TEORI FUNGSI INTERPRETASI JORGE J. E. GRACIA
TERHADAP Q.S. AN-NAML AYAT 29-35
Sebagaimana yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya
mengenai interpretasi, yaitu bahwa sebuah interpretasi pasti memuat
interpretans (keterangan tambahan dari penafsir). Hal ini terjadi karena
memang fungsi umum interpretasi adalah menciptakan di benak audiens
kontemporer pemahaman terhadap teks yang sedang diinterpretasikan.
Sehingga tanpa adanya interpretans, tujuan penafsiran tidak akan
tersampaikan. Untuk itu, pada bagian ini penulis akan menjelaskan
interpretans dari ketiga fungsi interpretasi yang diusung oleh Gracia terkait
dengan kepemimpinan perempuan dalam surat an-Naml ayat 29-35, yaitu:
fungsi historis (historical function), fungsi pengembangan makna (meaning
function) dan fungsi implikatif (implicative function).
A. Aplikasi Interpretasi Historical Function pada Q.S. an-Naml 29-
35
Pada bagian historical function (fungsi historis) akan dijelaskan
konteks historis dari surat an-Naml ayat 29-35 yang membahas mengenai
kepemimpinan perempuan. Perempuan sebagai pemimpin, perlu menambah
elemen teks sejarah yang akan memungkinkan untuk menciptakan kembali
tindakan-tindakan yang akan dapat merefleksikan budaya dan konteks saat
itu dan tindakannya pada masa sekarang.
Pada surat an-Naml ayat 29-35 tersebut penulis tidak menemukan
asbabun nuzul, maka pada kesempatan ini penulis berupaya mengupas
keadaan sosio-historis pada masa Ratu Balqis dengan menganalisis dari sifat
tokoh yang terlibat, yakni ratu Balqis dan para pembesar kerajaannya. Yang
selanjutnya akan dipaparkan bagaimana kepemimpinan seorang perempuan
pada masa Rasulullah SAW.
59
1. Pemimpin Perempuan Pada Masa Kerajaan Saba’
Ratu kerajaan Saba‟ atau yang sering dikenal dengan Ratu
Balqis adalah pemimpin perempuan yang legendaris, hingga al-
Qur‟an pun mengabadikan ceritanya dalam surat an-Naml.
Walaupun di dalam al-Qur‟an, tidak disebutkan secara jelas
bahwa pemimpin perempuan tersebut bernama Balqis. Pada
surat an-Naml hanya ditampilkan dengan lafadz imro‘atan122
yang menunjukkan tokoh seorang perempuan yang memerintah
serta memimpin kerajaan Saba‟.
Pada bab III, sudah disampaikan mengenai suatu riwayat
yang menyebutkan bahwa ratu tersebut bernama Balqis. Hal ini
dapat dilihat dalam kitab tafsir Jami‘ul Bayan karya aṭ-Ṭabari.123
Wahab al-Munbih menambahkan bahwa Balqis adalah
perempuan yang cerdas dan beradab dalam kerajaannya.
Kemudian, diketahui pula bahwa Balqis dan kaumnya tidak
menyembah Allah, melainkan menyembah matahari. Inilah
alasan mengapa kerajaan Saba‟ diperingatkan Allah melalui
Nabi Sulaiman, bukan karena pemimpinnya seorang perempuan.
Menurut penafsiran Quraish Shihab dalam al-Misbah, Balqis
juga merupakan orang yang cerdas dan berpengalaman. Hal ini
disampaikan Quraish ketika menafsirkan ayat 34 surat an-Naml.
Quraish menjelaskan bahwa apa yang dikatakan oleh Balqis
adalah berdasarkan pengalaman yang ia amati dari waktu ke
waktu.124 Inilah kecerdasan yang dimiliki Balqis, ia menjadikan
pengalaman masa lalu sebagai pelajaran yang luar biasa,
sehingga ia tidak ingin nasib kerajaannya termasuk rakyatnya
bernasib sama seperti pada kerajaan yang sudah-sudah.
122
Q.S. An-Naml ayat 23 123
http://www.shamela.ws/index.php/book/43 124
Lihat BAB III, hlm. 62
60
Kemudian keadaan para pembesar kerajaannya, ini terlihat
jelas dari penjelasan dalam tafsir al-Kasyaf karya az-
Zamakhsyari. Beliau memaparkan ―kita (para pembesar)
dilahirkan dari para ahli perang, bukan dari ahli pikir. Dan
engkau adalah orang yang ahli berpikir dan bertadabbur, maka
pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan, kita
akan menaati perintahmu.‖
Dari penjelasan az-Zamakhsyari tersebut dapat kita ketahui
bahwa Balqis, ratu kerajaan Saba‟, memiliki kelebihan yakni
ahli pikir dan tadabbur, yang berarti bahwa Balqis adalah orang
yang cerdas. Dan para pembesarnya adalah ahli perang. Dan
kedudukan ahli pikir ini lebih tinggi dibanding dengan ahli
perang.
Kemudian para pembesarnya adalah orang-orang yang taat
kepada pemimpinnya. Hal ini juga disampaikan oleh az-
Zamakhsyari, Mereka berkata : ―Dan kita adalah orang-orang
yang taat kepadamu, maka perintahkanlah kita dengan
perintahmu, maka kita akan mematuhi dan tidak berselisih
kepadamu.‖
Sampai di sini, jelaslah kenapa waktu kerajaan Saba‟,
Balqislah yang menjadi pemimpin. Alasannya karena Balqis
memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya, yakni
kecerdasan dan pengalaman. Dan kepemimpinan ini tidak
ditentukan atas jenis kelamin, melainkan kapabilitas intelektual.
2. Kapabilitas Intelektual Pemimpin Pada Masa Rasulullah
SAW
Pada kesempatan kali ini, nantinya penulis akan berfokus
pada 2 hadits yang fenomenal ketika membahas pemimpin
perempuan. Yang pertama yakni hadits yang melarang
kepemimpinan itu dipercayakan kepada seorang perempuan.
61
لن ي فلح ق وم ولوا أمرىم امرأة :صلى الله عليو وسلم عن أب بكرة، قال النب
Dari Abu Bakrah radhiyallahu „anhu, telah berkata Nabi
Shallallahu „alaihi wa sallam: ―Tidak akan beruntung suatu
kaum (bangsa) manakala menyerahkan urusan
(kepemimpinan) nya kepada seorang perempuan.‖125
Secara singkat, asbabul wurud dari hadits tersebut adalah
karena tidak adanya laki-laki lain yang dapat menggantikan
posisisang raja, saat sang raja Persia meninggal dunia. Berikut
selengkapnya:
Kisra adalah raja Persia. Ia mempunyai anak laki-laki
bernama Syairawaih. Syairawaih mempunyai anak perempuan
bernama Buran. Adapun sebab diangkatnya Buran sebagai raja
adalah ketika terjadi pemberontakan terhadap Kisra yang
dipimpin oleh putranya sendiri (Syairawaih) hingga dia bangkit
melawan ayahnya dan membunuhnya, lalu merebut
kekuasaannya. Dan Syairawaih tidak dapat bertahan hidup lama
setelah ayahnya meninggal kecuali enam bulan saja. Ketika
Syairawaih meninggal, tidak ada seorang pun saudara laki-
lakinya yang menggantikan kedudukan raja, karena ia telah
membunuh semua saudara laki-lakinya tersebut atas dasar
ketamakan untuk menguasai tahta kerajaan Persia. Sehingga
tidak ada seorang laki-laki pun yang menjadi pewaris kerajaan.
Mereka juga tidak menginginkan tahta kekuasaan kerajaan jatuh
kepada pihak lain, sehingga mereka mengangkat seorang
125
Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-nya
no. 19507, 19547, 19556, 19573, 19603, 19612; Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam
Kitabul Maghazi BAB Kitabi Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam ila Kisra wa Qaishar no.
4425, Kitabul Fitan no. 7099, Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu dalam Kitabul Fitan an
Rasulillah no. 2188, Al-Imam An-Nasa`i rahimahullahu dalam kitab Adabul Qudhah no.
5293.
62
perempuan yang bernama Buran, anak Syairawaih, atau cucu
Kisra. Dan ketika Rasulullah SAW mengetahuinya, kemudian
beliau bersabda sebagaimana hadits diatas.
Dari asbabul wurud diatas, dapat kita ketahui bahwa
pengangkatan Buran, seorang perempuan menjadi pemimpin
adalah karena ketamakan Syairawaih terhadap kekuasaan,
sehingga mau tidak mau, harus mengangkat 1-1 nya anggota
keluarga yang tersisa, walaupun itu seorang perempuan. Jadi
pengangkatan pemimpin perempuan ini dikarenakan ketamakan
terhadap kekuasaan belaka, bukan karena kecakapan Buran,
sehingga Rasulullah bersabda sebagaimana hadits di atas.
Dan juga, kita sudah sama mengetahui bahwa posisi
perempuan ketika masa jahiliyyah sangatlah terbelakang. Hadits
tersebut kiranya menjadi gambaran situasi politik pada masa
Rasulullah SAW, dimana perempuan yang terjun ke dunia
politik sangat langka, bahkan pendidikan perpolitikan juga
belum merambah di kalangan perempuan. Jadi wajar saja kalau
perempuan tidak diperkenankan menjadi pemimpin. Menurut
penulis, ini akan berbeda cerita ketika pada zaman Rasulullah
SAW, perempuan sudah mengenal ilmu perpolitikan.
Disamping itu, ada riwayat hadits pula yang menerangkan
bahwasanya Rasulullah SAW pernah memerintahkan seorang
perempuan menjadi imam sholat, yang mana jama‟ahnya bukan
hanya perempuan saja. Berikut haditsnya:
حدثنا الحسن حادالحضرمى حدثنا محمد بن الفضيل عن الوليد بن جميع عن عبد
الرحن خلاد عن ام ورقة بنت عبدالله بن الحارث قال: وكانرسول الله صلى الله عليو
ؤم اىل دارىا قال وسلم يزورىا فى بيتها وجعل لا مؤذنا يؤذن لا وأمرىا ان ت
عبدالرحن: قال رأيت مؤذنها شيخا كببيرا
63
“Rasulullah saw. biasa berkunjung ke rumahnya Ummu
Waraqah beliau mengangkat muazzin untuk dia dan
menyuruhnya untuk menjadi imam keluarga rumahnya.
Abdurrahman berkata muazzinnya adalah seorang pria yang
lebih senior‖ Hadits tersebut maqbul, dan bisa diterima sebagai hujjah, hal
ini sesuai dengan hasil penelitian rekan seangkatan penulis
dalam mata kuliah kritik matan hadits.126
Dari hadits di atas, setidaknya diperoleh gambaran, bahwa
Ummu Waraqah diperbolehkan menjadi imam shalat bagi
keluarganya, dimana terdapat seorang laki-laki yang sudah tua.
Disebutkan alasan kenapa Ummu Waraqah ditunjuk oleh
Rasulullah untuk menjadi imam sholat adalah karena kapabilitas
beliau dalam bidang agama. Di samping pengamalan ajaran
agama yang gigih, beliau juga seorang ahli dalam membaca al-
Qur'an.127
Dengan adanya hadis ini, seolah-olah Rasulullah menetapkan
posisi demokratik perempuan dalam shalat. Artinya, pemilihan
imam shalat dilakukan lewat prosedur musyawarah-demokratis,
dengan mempertimbangkan kapabilitas dan kredibilitas calon
imam, walaupun nantinya yang terpilih adalah perempuan.
Inilah salah satu bukti, bahwa tidak ada diskriminasi dalam
Islam.
Dari pemaparan bagaimana sosio-historis pemimpin
perempuan, pada masa kerajaan Saba‟ dan masa Rasulullah
SAW, ditemukan benang merah, bahwasanya kepemimpinan itu
dipilih bukan karena jenis kelaminnya, melainkan karena
kemampuan, kelebihan, kecerdasan atau dengan kata lain
ditentukan dengan kapabilitas intelektualnya.
126
M. Nur Hasan Mudda‟i dan Lailatul Qodariyah, Kritik Matan Hadits terhadap
Hadits Imam Perempuan, Makalah, (IAT IAIN Salatiga, 2016), hlm. 10 127
M. Nur Hasan Mudda‟i dan Lailatul Qodariyah, Kritik Matan Hadits..., hlm. 7
64
B. Aplikasi Interpretasi Meaning Function pada Q.S. an-Naml 29-
35
Pada bagian ini akan diulas mengenai kepemimpinan perempuan
dalam surat an-Naml ayat 29-35. Pengembangan makna yang dimaksud
adalah suatu pemahaman tambahan dalam menginterpretasi suatu teks
karena kondisi yang dialami para interpreter yang berbeda-beda. Akan
tetapi, bukan dalam artian interpretasi tersebut hilang kendali dari maksud
substansi suatu teks, melainkan pengembangan makna disini adalah suatu
pengembangan dari makna subtansi yang dikandung oleh teks, yaitu sebagai
upaya penyesuaian dengan problematika yang sedang dialami para penafsir.
Dan hal ini akan penulis lakukan dengan cara mengupas makna dari setiap
ayatnya.
1. Mau Diskusi atau Musyawarah
إنو بسم اللو الرحن ( إنو من سليمان و 92قالت يا أي ها المل إن ألقي إل كتاب كريم )
(03( أل ت علوا علي وأتون مسلمين )03الرحيم )
Artinya:
29. ―Berkata ia (Balqis): "Wahai para pembesar!
Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat
yang mulia.‖30. Sesungguhnya (surat) itu, dari SuIaiman
yang isi nya: "Dengan nama Allah yang Maha Pengasih
Maha Penyayang. 31. Janganlah engkau berlaku sombong
terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang
yang berserah diri".
Pada kesempatan ini, penulis akan terfokus pada Balqis dan
pembesarnya, jadi pembahasan mengenai isi surat dari Sulaiman
dapat dilihat di bab III. Berikut pemaparan dari penulis.
65
Ratu Balqis berkata “Sesungguhnya telah dijatuhkan
kepadaku sebuah surat yang mulia‖, kalimat cerita seperti ini
menunjukkan awal dimulainya sebuah percakapan yang
kemudian meminta timbal balik dari yang diajak bicara. Atau
dengan kata lain, perkataan Balqis tersebut adalah awal
dimulainya diskusi. Diketahui pula, bahwa sebelumnya Balqis
mengumpulkan para pembesar kerajaan, lalu kemudian Balqis
membuka perkumpulan tersebut dengan kalimat cerita.
Ini menunjukkan kepada kita bahwa Balqis adalah pemimpin
yang suka berdiskusi. Untuk memutuskan suatu perkara, Balqis
mengumpulkan terlebih dahulu para pembesar kerajaannya yang
dalam riwayat dikatakan ada 313 orang. Riwayat ini ditemukan
dalam al-Kasyaf karya az-Zamakhsyari, berikut riwayatnya:
Dan pada bacaan Ibnu Mas‟ud RA: “Aku (Balqis) tidak
memutuskan perkara kecuali dengan kehadiran kalian. Dan
dikatakan bahwa ahli musyawarahnya itu ada 313 orang
dan setiap orang membawahi 10.000 orang‖.128
Walaupun Balqis adalah seorang ratu, penguasa tertinggi di
kerajaan tersebut, yang sekali ia berkata maka rakyatnya akan
mematuhinya, tapi disini Balqis tidak sewenang-wenang dengan
kekuasaannya. Balqis justru mengumpulkan para pembesar
kerajaannya dari berbagai kaum untuk berdiskusi terlebih
dahulu.
313 pembesar kerajaan itu bukanlah jumlah yang sedikit, dan
pasti membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk bisa
berkumpul menjadi satu dalam satu tempat. Pada zaman
sekarang saja, yang sudah canggih dengan teknologinya, jika
ada rapat mendadak, yang mana kabar rapat bisa di share lewat
whatsapp, perjalanan menuju tempat rapat bisa dijangkau
dengan pesawat, mobil dan kendaraan lainnya. Yang seperti ini,
128
Lihat BAB III, hlm. 49
66
masih saja memakan waktu berjam-jam untuk dapat berkumpul,
apalagi waktu zaman Balqis. Dimana teknologi belum ada,
untuk mengabarkan adanya perkumpulan dengan Ratu Balqis
saja sudah menghabiskan beberapa jam bahkan hari, baru
kemudian para pembesar kerajaannya dapat berkumpul. Akan
tetapi, menunggu para penasehatnya untuk berdiskusi
menemukan jalan keluar adalah jalan yang Balqis pilih. Ini
menegaskan pula bahwa Balqis adalah pemimpin yang tidak
sewenang-wenang dan suka berdiskusi/ bermusyawarah.
Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan dalam at-Taḥrir
wa at-Tanwir yang menyebutkan bahwa al-Qur‟an memaparkan
satu kisah adalah agar dipetik dari kisahnya pengajaran dan
keteladanan dan atas dasar pertimbangan itu bisa ditarik dari
ayat-ayat ini kesan tentang baik dan perlunya musyawarah.129
Jika dicermati lebih dalam lagi dengan metode Paul Recoeur,
maka akan kita temukan 1 point yang menjadi kekuatan dari ayat
tersebut.130 Begitupun ketika kita memahaminya dengan metode
Fazlurrahaman, kita akan menemukan 1 ideal moral. Kekuatan
menurut Paul Ricoeur dan ideal moral menurut Fazlurrahman,
yakni mengenai contoh musyawarah/diskusi.
2. Sikap Tidak Otoriter dan Mendengarkan Aspirasi Rakyat
(09قالت يا أي ها المل أف تون ف أمري ما كنت قاطعة أمرا حت تشهدون )
129
Lihat di BAB III, hlm. 54 130
Paul Ricoeur lebih menekankan pada makna objektif yang dikandung oleh suatu
teks. Karenanya tugas hermenutika hanyalah dua, yakni mencari dinamika yang terdapat
dalam teks, dan mencari kekuatan yang dimiliki teks itu agar kekuatan itu dapat muncul ke
permukaan. Dapat dilihat dalam Dadang Darmawan,Analisa Kisah Yusuf Dalam al-Quran
Dengan Pendekatan Hermeneutika, Al-Bayan: Jurnal Studi al-Qur‘an dan Tafsir 1,1, (Juni
2016), hlm. 13
67
Artinya:
―Dia (Balqis) berkata: "Wahai Para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam perkaraku (ini) aku tidak pernah
memutuskan sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam
majelisku".
Ayat ini bercerita ketika Balqis meminta nasehat dan
pertimbangan dalam perkara atau masalah yang sedang
dihadapinya. Ini adalah salah satu kekuatan bagi seorang
pemimpin, yakni komunikasi dengan rakyatnya, adanya
transparansi dari pemimpin kepada rakyatnya, juga dari
rakyatkepada pemimpinnya. Komunikasi inilah yang nantinya
akan menjadi dampak positif dari rakyat kepada pemimpinnya.
Dalam penjelasan Ibnu Asyur ayat ini menjadi sorotan
utama, ―tidaklah aku memutuskan suatu perkara‖ adalah poin
penting, karena maksudnya Balqis tidak akan memutuskan
sesuatu kecuali dari hasil musyawarah.131 Al-Maragi senada
dengan Ibnu Asyur, menyebutkan bahwa Balqis meminta agar
mereka mengemukakan pendapat mengenai perkara penting ini,
karena dia tidak ingin menetapkan perkara secara otoriter. Maka
mereka bertukar pandangan.132
Balqis tetap mendengarkan pendapat dari para pembesarnya,
walaupun apa yang disampaikan oleh para pembesarnya ini tidak
sependapat dengannya, atau justru pendapat dari pembesarnya
ini tidak lebih baik dari pendapatnya. Akan tetapi, Balqis tetap
mendengarkan hingga akhir apa yang disampaikan oleh para
pembesarnya.
Kemudian dilanjut dengan perkataan Balqis “aku tidak
pernah memutuskan sesuatu perkara sebelum kamu hadir dalam
majelisku‖. Dari ayat ini, kita tahu bahwa Balqis adalah sosok
131
Lihat di BAB III, hlm. 53 132
Lihat di BAB III, hlm. 56
68
pemimpin yang tidak otoriter dan tidak sewenang-wenang.
Sifatnya ini terlihat jelas dari ayat tersebut. Perkataan Balqis
menunjukkan bahwa dia mengagungkan dan memuliakan
mereka, agar mereka mau memberinya nasehat dan mengajukan
pendapat yang benar, disamping menguji tekad mereka untuk
melawan musuh dan meluruskan urusan mereka, serta kesetiaan
mereka untuk menaatinya. Balqis mengetahui bahwa jika mereka
tidak mengorbankan jiwa, harta dan darah mereka, mereka tidak
akan mempunyai kekuatan untuk melawan musuh.
Dari beberapa penjelasan diatas, sari dari ayat tersebut, atau
dalam bahasa Fazlurrahaman disebut ideal moral, adalah sifat
seorang pemimpin yang mau mendengar aspirasi rakyat dan
tidak otoriter dalam mengambil keputusan.
3. Cermin Rakyat yang Patuh
(00قالوا نن أولو ق وة وأولو بأس شديد والمر إليك فانظري ماذا تأمرين )
Mereka menjawab: "Kita memiliki kekuatan dan keberanian
yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada
ditanganmu: Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau
perintahkan". Melihat akhir dari jawaban para pembesar “tetapi keputusan
berada ditanganmu: Maka pertimbangkanlah apa yang akan
engkau perintahkan‖, terlihat bahwa para pembesar menyadari
ketidakberdayaannya dalam memutuskan atau memaksa
keputusan, padahal mereka memiliki kekuatan untuk berperang.
Dalam beberapa karya tafsir, sudah banyak yang menjelaskan
bahwa kekuatan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah
kekuatan berperang.
Aṭ-Ṭabari menjelaskan kekuatan yang dimaksud adalah
“kekuatan untuk berperang, dan senjata yang kokoh untuk
69
berperang.‖133 Sedang menurut al-Maragi, para pembesar
kerajaan itu berkata: “kita harus memerangi mereka, karena kita
adalah kaum yang kuat dan pemberani.‖134Quraish Shihab
dalam tafsirnya menjelaskan bahwa para pembesar kerajaan
berkata ―kita adalah bangsa penyandang kekuatan fisik dan
militer, dan juga pemilik ketangkasan dan keberanian yang
kukuhdalam peperangan‖.135
Walaupun mereka memiliki kekuatan yang luar biasa,
mereka tetap menyerahkan keputusan akhir kepada Balqis, hal
ini menurut analisis penulis karena beberapa hal. Yang pertama,
walaupun kekuatan luar biasa yang dimiliki para pembesar,
kalau tidak diimbangi dengan startegi yang luar biasa pula,
maka kekuatan itu tidaklah berarti. Maka, mereka menyerahkan
keputusan kepada Balqis yang cerdas, bagaimana baiknya.
Kedua, karena para pembesar kerajaan tersebut memiliki
sifat patuhnya terhadap pemimpinnya. Balqis dengan sifat suka
berdiskusinya, membuat para pembesar merasa ada, dianggap
keberadaannya dan dibutuhkan oleh Balqis. Dua alasan tersebut,
menurut penulis cukup untuk mewakili alasan kenapa para
pembesar menyerahkan kembali keputusan kepada
pemimpinnya. Dan sari dari ayat ini, menurut penulis adalah
sifat patuh rakyat terhadap pemimpinnya, sebagai dampak positif
dari nilai kepemimpinan yang suka berdiskusi.
4. Sikap Memperhatikan Rakyat
(03) قالت إن الملوك إذا دخلوا ق رية أفسدوىا وجعلوا أعزة أىلها أذلة وكذلك ي فعلون
133
Lihat BAB III, hlm. 46 134
Lihat BAB III, hlm. 56 135
Lihat BAB III, hlm. 61
70
Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila
menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya,
dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan
demikian pula yang akan mereka perbuat.
Az-Zamakhsyari menerangkan apa yang disampaikan Balqis,
bahwa Balqis mengingatkan mereka tentang konsekuensi perang
dan kemalangannya. dan Balqis menyebutkan pembicaraan
tentang karunia dari apa yang dilihatnya.136 Al-Maragi
memaparkan perkataan Balqis kepada para pembesarnya
―sesungguhnya jika para raja memasuki suatu negeri untuk
menaklukkannya, mereka akan merusaknya dengan
menghancurkan bangunan-bangunan dan harta-hartanya, serta
menghinakan penduduknya dengan menawan dan mengusir
mereka dari kampung halaman atau membunuh mereka secara
kejam, agar mereka memiliki kekuasaan dan kerajaan serta
ditakuti semua pihak. Demikianlah apa yang akan mereka
lakukan kepada kita.‖137
Ucapan Ratu tentang raja-raja adalah berdasarkan
pengalaman sejarah masa lampau. Peperangan pasti
mengakibatkan kehancuran bangunan, pengungsian penduduk,
atau pembunuhan. Nah, ini terjadi secara umum jika yang
menyerang itu adalah raja yang biasanya bersifat diktator dan
sewenang-wenang. Apa yang diketahui oleh sang Ratu
mengenai pengalaman masa lalu itu dianalogikannya jika Nabi
Sulaiman AS menyerang mereka. Karena itu dia menyatakan
bahwa demikian pulalah yang akan mereka perbuat.138
Jika kita kaji ayat tersebut dengan hermeneutika Dilthey,
yang mana menurutnya pengalaman hidup seseorang yang
136
Lihat BAB III, hlm. 50 137
Ahmad Musthofa al-Maragi, Tafsir al-Maragi...,hlm. 254 138
Lihat BAB III, hlm. 62
71
dialami dan akhirnya membentuk jati diri seseorang. „Dengan
pengalamanku dimasa lalu aku pahami kejadian hari ini,
dengan pengalamanku hari ini aku tinjau kembali
masalaluku‟139, kiranya seperti ini juga yang dirasakan oleh
Balqis, maka Balqis memperingatkan para pembesar
kerajaannnya untuk tidak berperang. Perkataan Balqis ini
menguatkan pendapat para penafsir yang menyebutkan bahwa
Balqis adalah dari ahli fikir, ahli analisis dan cerdas.
Kemudian jika kita lihat isi dari perkataanya, Balqis adalah
sosok pemimpin yang memperhatikan nasib rakyatnya. Dimana
Balqis tidak menginginkan nasib kerajaan dan rakyatnya
berakhir menderita, seperti kerajaan yang sudah-sudah. Dua
sifat inilah yang menjadikan kepemimpinan Balqis sukses
duniawi, yakni sifatnya yang cerdas dan memperhatikan nasib
rakyatnya.
5. Sikap Cinta Damai
(03ظرة ب ي رجع المرسلون )وإن مرسلة إليهم بدية ف نا Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka
dengan (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa
yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu". Sesuai dengan ayat ini, bahwa jalan yang ditempuh oleh
Balqis adalah dengan mengirim utusan untuk memberi hadiah
kepada Sulaiman. Al-Maragi menambahkan bahwa setelah
menyadari dalam peperangan terdapat bahaya yang besar,
selanjutnya Balqis mengemukakan tekadnya untuk mengadakan
perdamaian dengan mengirim hadiah untuk Sulaiman.140
139
Dadang Darmawan,Analisa Kisah Yusuf Dalam al-Quran..., hlm. 13 140
Lihat BAB III, hlm. 58
72
Sedang Quraish Shihab, menjelaskannya lebih rinci, Sang
Ratu melanjutkan bahwa: ―sesungguhnya aku akan menjawab
suratnya dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada
mereka, dan membawa hadiah untuk masing-masing guna
menunjukkan keinginan kita untuk berhubungan baik. Dan
selanjutnya aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali
oleh para utusan yang kita utus untuk membawa hadiah-hadiah
itu. Dengan demikian, kita mengulur waktu melihat tanggapan
Sulaiman dan berpikir lebih jauh tentang langkah yang akan kita
ambil, apakah kita memerangi atau akan kita akan berdamai.141
Pemberian hadiah, pada zaman dahulu adalah simbol
perdamaian dan berhubungan baik bagi para raja.142
Dari beberapa riwayat, hadiah yang diberikan kepada raja
Sulaiman, sekaligus menjadi penguji siapa sebenarnya Sulaiman
itu. Seorang raja ataukah seorang nabi?
Dengan demikian, kita akan mengetahui bahwa sikap
tersebut adalah cerminan dari pemimpin perempuan yang
menyukai perdamaian. Daripada mengambil jalan untuk
berperang dan berakibat yang sifatnya merugikan bagi semua
pihak, Balqis memilih cara yang lebih halus.
Jadi maksud yang sebenarnya dari kisah Balqis ini adalah
menunjukkan sikap seorang pemimpin yang cerdas dan
menyukai perdamaian.
Dari pemaparan diatas, maka penulis akan menyampaikan intisari
dari setiap ayat. Ayat 29-31 secara keseluruhan, menunjukkan bahwa Balqis
adalah pemimpin yang menyukai diskusi/musyawarah. Kemudian ayat 32
menunjukkan kepemimpinan Balqis yang tidak otoriter dalam memutuskan
dan menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin yang mendengarkan aspirasi
141
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..., hlm. 440 142
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Dan Pengembangan Ulumul Quran..., hlm.
160
73
rakyatnya. Ayat 33 menunjukkan bahwa rakyat yang dipimpin oleh Balqis
memiliki sikap patuh terhadap pemimpinnya. Pada ayat 34 menunjukkan
bahwa sebagai pemimpin Balqis dalam mengambil tindakan memperhatikan
nasib rakyatnya. Dan ayat 35 meceritakan kepada kita mengenai cerminan
sikap cinta perdamaian dari jalan yang ditempuh oleh Balqis, yakni dengan
mengirim hadiah.
Ada satu inti sari yang mewakili dari semua sikap Balqis menjadi
pemimpin ini, yakni kecerdasan. Dalam setiap tindakan yang dilakukan
oleh Balqis mencerminkan kecerdasan yang dimilikinya. Balqis
mengumpulkan pembesarnya untuk diskusi, yang berdampak pada patuhnya
rakyat kepadanya, tidak pernah memutuskan suatu perkara tanpa
kesepakatan, dan kemudian memilih untuk mengirim hadiah kepada
Sulaiman sebagai tanda perdamaian dan juga sebagai alat penguji siapa
sebenarnya Sulaiman itu, ini adalah sikap yang cerdas. Kepemimpinan
seperti ini adalah kepemimpinan yang sempurna jika kita melihatnya dari
kacamata duniawi, akan tetapi jika kita melihatnya dengan kacamata
ukhrowi, maka ada kekurangan yang dimiliki oleh Balqis, yakni Tauhid.
C. Aplikasi Interpretasi Implicative Function pada Q.S. an-Naml
29-35
Pada histortical function telah dipaparkan mengenai kepemimpinan
perempuan pada masa kerajaan Balqis dan pada masa Rasulullah SAW,
ditemukan benang merah bahwa kepemimpinan itu dipilih bukan karena
jenis kelaminnya, melainkan mengenai kapabilitas intelektualnya. Pada
meaning function, penulis menemukan adanya nilai-nilai kepemimpinan
yang menjadi sari dari setiap ayatnya. Kemudian pada implicative
functionini penulis akan mencoba mencari keterkaitan dari hasil historical
function dan meaning function dengan ilmu-ilmu lainnya.
74
1. Kapabilitas Intelektual Sebagai Standar Terpilihnya
Pemimpin
Kaitannya dengan kapabilitas intelektual yang menjadi
standar dalam terpilihnya pemimpin, dan bukan karena jenis
kelamin, penulis menemukan munasabahnya dengan surat al-
Nisaa ayat 32 berikut:
ول ت تمن وا ما فضل اللو بو ب عضكم على ب عض للرجال نصيب ما اكتسبوا وللنساء
(09كان بكل شيء عليما )نصيب ما اكتسب واسألوا اللو من فضلو إن اللو
Artinya:. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak
dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi
Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Ayat di atas menandaskan, bahwa perbedaan kualitas laki-
laki dan perempuan tidak ditentukan oleh perbedaan jenis
kelamin. Perbedaan kualitas laki-laki dan perempuan ditentukan
oleh usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip
kesetaraan gender dalam al-Qur'an dilihat dari kedudukannya
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya yang sama-sama
memiliki potensi untuk berprestasi atau untuk gagal.
Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa kualitas
seseorang tidak ditentukan oleh kualitas kelamin, tetapi oleh
kualitas keimanan dan prestasi yang diraih orang tersebut.
Begitu pula dengan kepemimpinan. Seorang menjadi pemimpin
tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan oleh kapasitas
dan kapabilitas seseorang. Walaupun seorang perempuan, tetapi
75
jika memiliki kapabilitas untuk menjadi pemimpin maka hal itu
tidaklah menjadi masalah.
2. Munasabah Ayat-Ayat Musyawarah
Apa yang dilakukan oleh Balqis pada cerita diatas, sesuai
dengan cara yang diajarkan dalam Islam, Allah berfirman dalam
surat Ali Imran ayat 159 berikut:
وشاورىم فى المر
“Dan bermusyawarhlah dengan mereka dalam urusan itu.‖
ن هم وامرىم شورى ب ي
―Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
diantara mereka.‖143
Qurthubi dalam mengkaji ayat tersebut mengutip pendapat
bahwa:‖syura adalah salah satu fondasi syariat dan salah satu
aturan hukum yang paling penting. (jika seorang penguasa)
tidak bermusyawarah dengan para pakar dan ulama, ia wajib
diasingkan. Dan dalam hal ini tidak ada keraguan‖144
Jika syura kita pahami sebagaimana yang disampaikan oleh
imam Qurthubi diatas, maka sikap Balqis ketika mengumpulkan
para pembesar kerajaannya dan meminta fatwa darinya adalah
praktik yang sesuai dengan ayat tersebut diatas.
Menambahkan dari apa yang dijelaskan oleh Ibnu Ayur
dalam kitab tafsirnya;
“Dan seperti itulah Utsman Bin Affan, apabila hendak
memutuskan sesuatu maka ia menghadirkan ahli ilmu, dan Umar
bin Khattab memusyawarahkannya apabila para ahli ilmu tidak
143
Q.S. Asy-Syura ayat 38 144
Abdullah Saeed, Al-Qur‘an Abad 21 Tafsir Kontekstual, terj. Ervan Nurtawab,
cet. I, (Bandung: Mizan, 2016), hlm. 21
76
bisa hadir. Dan para fuqoha berkata: “Keheningan mereka
dengan kehadiran mereka melapor persetujuannya.”145
Menurut Hasibuan, diskusi adalah visi dari dua orang atau
lebih yang berinteraksi secara verbal dan dengan saling bertatap
muka tentang tujuan atau target yang telah diberikan dengan cara
pertukaran informasi atau mempertahankan.146 Jadi dapat
dipahami bahwa diskusi adalah interaksi verbal atau dengan kata
lain bisa kita sebut dengan musyawarah.
Mengutip pendapat hermeneutika Habermas, yang
menjelaskan bahwa komunikasi/ tindakan komunikatif adalah
tindakan yang paling ideal untuk membentuk masyarakat yang
merdeka, independen dan bebas dalam menentukan tujuan
hidupnya sendiri. Maka di sinilah harus ada ruang publik yang
bebas bagi semua pihak untuk berkomunikasi dengan baik
untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya,
sehingga dengan demikian masyarakat memiliki kesadaran yang
benar dan terhindar dari pola komunikasi yang dimonopoli oleh
pihak yang kuat dan berkuasa.147
3. Mendengarkan Aspirasi Rakyat dalam Teori Manajemen
Dalam menjalankan kewajiban sebagai pemimpin,
mendengarkan merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan dan diterapkan. Menurut Peter Drucker, 60% dari
setiap persoalan manajemen disebabkan oleh komunikasi yang
tidak lancar. Maka, kehadiran seorang pemimpin yang tidak
mendengarkan dengan baik, akan memberikan dampak pada
145
Lihat BAB III, hlm. 56 146
Malayu Hisbuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2000) 147
Dadang Darmawan,Analisa Kisah Yusuf Dalam al-Quran..., hlm. 8
77
komunikasi yang kurang baik juga.148 Maka mendengarkan bisa
dikatakan sebagai pemegang kunci dari sebuah komunikasi
yang efektif dalam membangun sebuah organisasi.
Orang yang selalu mendengarkan, dalam komunikasi, selalu
membahas hal-hal yang bermanfaat dan tepat sasaran bagi orang
lain. Dan orang seperti itulah yang memiliki kerendahan hati.
Dengan memiliki kerendahan hati, seseorang siap untuk menjadi
pemimpin yang didambakan banyak orang. Dan apabila banyak
orang yang mau mengikutinya, maka perubahan akan tercipta.
Untuk itu dengan mendengarkan seseorang siap untuk
mengubah dirinya dan mengubah orang lain.
Menyerahkan diri untuk mendengarkan bukanlah sesuatu
yang mudah bagi setiap pemimpin. Hal ini karena dalam setiap
pelatihan kepemimpinan, seringkali dan paling banyak dilatih
adalah ketrampilan untuk melakukan public speaking, daripada
mendengarkan. Hal ini membuat banyak pemimpin lebih pandai
dalam berbicara.
Pemimpin, selain mendengarkan dengan aktif, pemimpin
juga perlu mendengar dengan melibatkan emosional dan
spiritual yang akan membangkitkan perasaan empatik. Perasaan
empatik ini agar pendengar memahami dan mengerti dari sudut
pandang orang lain, maka pendengar harus hadirkan dirinya
secara utuh untuk menilik ke dalam hati pembicara, sehingga ia
memahami maksud dan arti dibalik perkataan yang diucapkan.
Seorang pendengar harus mampu merespon secara tepat
komunikasi yang diberikan oleh si pembicara dan
menyimpulkan perkataan yang diucapkannya.
Maka, mendengarkan aspirasi rakyat, bagi seorang
pemimpin adalah bentuk tanggung jawab dari
148
Peter F Drucker, Manajemen: Tugas, Tanggung Jawab dan Praktek, (Jakarta: PT
Gramedia, 1999)
78
kepemimpinannya dan merupakan salah satu cara untuk
mendapat kepercayaan dari rakyatnya.
4. Gaya Kepemimpinan Ideal: KepemimpinanDemokratik
Pada penjelasan kali ini, penulis akan memaparkan teori
macam-macam gaya kepemimpinanterlebihdahulu, yakni:
a. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis merupakan pemimpin
yang memiliki kriteria atau ciri yang selalu menganggap
organisasi sebagai milik pribadi, mengidentikan tujuan
pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan
sebagai alat semata, tidak mau menerima kritik dan
saran, terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya,
dalam tindakan pergerakannya sering mempergunakan
pendekatan paksaan dan bersifat menghukum.149
Seorang pemimpin yang menganut gaya ini,
menganggap semua kewajiban dalam mengambil
keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan,
memberi motivasi dan mengawasi bawahan terpusat
ditangannya. Dan alhasil dari gaya kepemimpinan seperti
ini cenderung tidak disukai oleh bawahannya, karena
adanya unsur paksaan. Manusia siapa yang suka
dipaksa? Manusia siapa yang suka dikendalikan?
Manusia siapa yang suka dimanfaatkan saja? Penulis
yakin, jawabannya mayoritas manusia tidak suka tiga
sikap tersebut, yakni dipaks, dikendalikan dan
dimanfaakan saja.
Hal ini, sesuai dengan hasil penelitian dari
Ardiansyah yang menyatakan gaya kepemimpinan
149
Suprayogi Sugandi, Administrasi Publik, edisi pertama, cetakan pertama,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm 140
79
otokratis kurang berpengaruh terhadap iklim
organisasi.150
b. Gaya Kepemimpinan Demokratik
Gaya Kepemimpinan Demokratik, yaitu gaya
kepemimpinan yang memiliki karakteristik sebagai
berikut, dalam proses pergerakan bawahan selalu bertitik
tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk
yang termulia di dunia; selalu berusaha
mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dalam kepentingan dan tujuan pribadi dari pada
bawahannya; senang menerima saran, pendapat bahkan
kritik dari bawahan; selalu berusaha menjadikan
bawahannya sukses dan berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadi sebagai pemimpin.151
Gaya kepemimpinan demokratik banyak
menekankan pada partisispasi anggotanya daripada
kecenderungan pemimpin untuk menentukan diri sendiri.
Ia tidak menggunakan wewenangnya untuk membuat
keputusan. Pemimpin akan lebih sportif dalam menerima
masukan-masukan dari para bawahannya, meskipun
wewenang terakhir berada pada pemimpin. Gaya
kepemimpinan ini adalah yang ideal menurut penulis.
Dan hampir semua negara di seluruh dunia
menginginkan pemimpin yang demokrasi ini. Dan secara
kinerja, bawahan akan memilih pemimpin ini, yang
mana mau menerima saran, sehingga bawahannya
merasa bahwa dirinya dianggap ada.
150
Ardiansyah, Analisis Gaya KepemimpinanSituasional (Situational Leadership),
Sebagai Model Kepemimpinan di Era Modern, (Kalimantan Timur:
SekolahTinggiIlmuPerawatBerau, 2012), hlm. 8 151
SuprayogiSugandi, AdministrasiPublik..., hlm. 141
80
c. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire, yaitu gaya
kepemimpinan yang lebih mengutamakan relation
oriented (Orientasi hubungan) dari pada result oriented
(Penyelesaian tugas).152
Gaya kepemimpinan seperti ini, memberikan
kebebasan yang mutlak pada kelompok. Menurut
penulis, kepemimpinan ini mempunyai dua sisi yakni sisi
baik, dan ada pula sisi buruknya. Dari sisi baik,
pemimpin yang friendly tentu disukai oleh banyak orang,
baik bawahannya maupun atasannya. Dari segi
buruknya, pemimpin yang seperti ini sering dianggap
remeh oleh bawahannya yang mengakibatkan kurang
meningkatnya kinerja suatu organisasi. Hal ini terjadi
karena result oriented tidak menjadi tujuannya.
Jika dilihat dari teori gaya kepemimpinan diatas, maka gaya
kepemimpinan yang ideal adalah gaya kepemimpinan
demokratik, yang mana pemimpin tidak berbuat semena-mena
dan mau mendengarkan masukan, ide dan saran dari
bawahannya.
5. Memperhatikan Nasib Rakyat Cermin Kepemimpinan Para
Khalifah
Pemimpin sejati adalah pemimpin yang merasakan besarnya
tanggung jawab kepemimpinan yang diembannya. Pemimpin
sejati adalah pemimpin yang menghormati amanah sebagai tugas
suci. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang rela berkorban dan
berjuang demi kesejahteraan rakyatnya. Pemimpin sejati adalah
152
SyamsirTorang, OrganisasidanManajemen, cetakanpertama, (Bandung:
Alfabeta, 2013), hlm. 67
81
pemimpin yang selalu mengedepankan kepentingan rakyat diatas
ambisi pribadinya.
Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin
Khaṭab, ketika beliau menjabat sebagai khalifah. Walaupun
beliau sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
mensejahterakan rakyatnya, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan masih ada sebagian masyarakat yang luput dari
kebijakannya tersebut sehingga tidak merasakan dampak
kebaikannya. Oleh karena itu, jika Umar bin Khaṭab mengetahui
masih ada rakyatnya yang menderita, maka ia bersegera
memberikan bantuan. Hal ini terbukti dari cerita Umar bin
Khaṭab dengan pengemis tua, yang sudah fenomenal dikalangan
umat muslim. Beliaulah salah satu cerminan sosok pemimpin
yang didambakan oleh rakyatnya.
Selain khalifah Umar Bin Khaṭab, ada sebuah riwayat pula
yang menceritakan sikap yang sama dengna Umar, yakni
memperhatikan nasib rakyatnya. Riwayat yang dicatat oleh at-
Tirmidzi, al-Hakim dan Ahmad meriwayatkan bahwa:
Dari Ali bin al-Hakim, Abul Hasan menuturkan kepadaku,
Amr bin Murrah berkata kepada Mu‟awiyah, aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda: ―Tidak seorangpun pemimpin
yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan,
orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah
akan tutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan
kemiskinannya. Lalu Allah pun menjadikan Mu‘awiyah
orang yang memperhatikan kebutuhan rakyat‖.153
153
At-Tirmidzi pada nomor 249, al-Hakim pada nomor 94, dan Ahmad pada nomor
231, derajat hadits ini terhitung lemah, akan tetapi hadit ini memiliki syahid, dengan sanad
yang shohih.
82
Dari hadits tersebut, maka kita akan mengetahui bahwa
menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk memperhatikan
nasib rakyatnya. Dan sikap ini pula yang sudah dilakukan oleh
Balqis.
6. Cerdas Cermin Sifat Rosulullah
Kaitannya dengan kecerdasan yang menjadi nilai penting
dalam kepemimpinan, penulis akan memaparkan satu ayat yang
bisa kita jadikan sebagai rujukan, berikut ayatnya:
ناه الحكمة وفصل الطاب ) (93وشددنا ملكو وآت ي
Dan kami kuatkan kerajaannya dan kami berikan kepadanya
hikmah dan kebijkasanaannya dalam menyelesaikan
perselisihan.154
Pemimpin ideal menurut ayat ini, disamping memiliki
kemampuan emosional dan sikap mental yang baik, juga harus
memiliki kecerdasan intelektual yang mumpuni agar dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Karena bagaimana
bisa seseorang memimpin suatu kaum, sedang ia tidak
mengetahui perkara politik sebagai bekal menghadapi
problematika pemerintahan. Karena menyerahkan suatu urusan
kepada yang bukan ahlinya akan berakibat kehancuran.
Sifat ini adalah menjadi salah satu sifat mulia yang harus
dimiliki oleh Rasulullah sebagai pemimpin umat dan suri
tauladan bagi semua umat manusia. Seperti yang sudah kita
ketahui bahwa seorang nabi setidaknya memiliki 4 sifat, yakni
sifat shiddiq (jujur), amanah, tabligh (menyampaikan dalam kata
lain memiliki kemampuan komunikasi) dan fathonah (cerdas).
Fathonah dalam arti cerdas, haruslah menjadi standar terpilihnya
154
Q.S. Shad ayat 20
83
seorang pemimpin. Orang yang cerdas pasti ia berilmu.
Keutamaan ilmu bagi seorang pemimpin dapat dilihat dari segi
dampak yang ditimbulkan. Pemimpin yang berilmu akan
membuat terobosan-terobosan baru yang meskipun pada
masanya tidak terlaksana tetapi masih dapat digunakan oleh
generasi sesudahnya. Beda halnya dengan pemimpin bodoh yang
tidak punya terobosan sehingga berdampak kepada mundurnya
beberapa generasi.
Urgensi mengedepankan ilmu daripada akhlak bagi seorang
pemimpin adalah karena membina pemimpin yang berilmu
supaya berakhlak baik lebih mudah, daripada mencerdaskan
pemimpin yang bodoh.
7. Cinta Damai dalam al-Qur’an dan Hadits
Kaitannya dengan cinta damai, penulis akan mengaitkannya
dengan ayat-ayat al-Quran yang banyak membicarakan
mengenai larangan membunuh. Bahkan, menurut Sahiron, pesan
tersirat dibalik adanya ayat mengenai perintah perangpun,
khususnya dalam surat al-Hajj ayat 39-40 adalah pesan
mengenai penghapusan penindasan dan perdamaian.155
Selain itu, dalam hadits Rasulullah SAW juga menjelaskan
bahwa “Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam
lain selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang
berhijrah adalah orang-orang yang meninggalkan apa-apa yang
dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhori)156
Walaupun Balqis ketika itu belumlah menjadi seorang
muslim, akan tetapi sifat dan sikapnya sudah bercermin pada
ajaran Islam. Teringat akan filsafat Islamnya Muh Hatta, beliau
155
Sahiron Syamsudin, Hermeneutika Dan Pengembangan Ulumul Qur‘an...,hlm.
175 156
M. Mashiruddin Albani, Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhori, terj. As‟ad
Yasmin, (Jakarta: Gema Insani, 2003)
84
mengatakan bahwa Islam itu ada Islam garam dan Islam gincu.
Islam garam adalah orang yang beragama Islam dapat kita
ketahui dari rasanya atau sikapnya, walaupun dari
penampilannya ia tidak mencerminkan seorang muslim. Berbeda
dengan Islam gincu, yang mana orang muslim bisa kita ketahui
dari penampilannya saja, akan tetapi tidak bisa kita rasakan,
dengan kata lain sikapnya tidak mencerminkan bahwa ia adalah
seorang muslim.157
Selain itu, secara garis besar, sikap Balqis sudah sesuai dengan teori
milik Effendy Onong Uehjara yang menjelaskan bahwa setiap pemimpinn
sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yaitu :
a) Persepsisosial (social perception)
Kecakapan dalam melihat dan memahami sikap dan kebutuhan
anggota-anggota lainnya dalam suatu kelompok. Sikap ini
seperti sikap Balqis yang memperhatikan akibat dari peperangan
yang membahayakan sekaligus merugikan bagi rakyat dan
kerajaannya. Yang kemudian Balqis memilih jalan yang lebih
baik, yakni mengirimkan hadiah.
b) Kemampuan Berpikir Abstrak
Pemimpin mempunyai kecerdasan tinggi, dan kecakapan untuk
berpikir secara abstrak. Terbukti dari setiap tindakan Balqis,
bahwa Balqis ini memiliki kecerdasan dan dengan alasan itu,
para pembesarnya bisa patuh dan tunduk kepadanya.
c) Keseimbangan Emosional
Pemimpin memiliki alam perasaan yang seimbang. Seorang
pemimpin memiliki kematangan emosional yang berdasarkan
kesadaran yang mendalam akan kebutuhan-kebutuhan,
keinginan-keinginan, cita-cita dan alam perasaan serta
157
Postingan Instagram dari akun Pongkengsuu
85
pengintegrasian kesemuanya ke dalam suatu kepribadian yang
harmonis.158
Hal ini juga yang dilakukan Balqis, ketika para pembesarnya
mengutarakan maksudnya untuk berperang, akan tetapi Balqis memilih jalan
yang lebih harmonis tetapi tidak lemah dan bodoh, yakni memberi hadiah.
Karena dibalik pemberian hadiah tersebut, sebenarnya Balqis sedang
menguji dengan siapa sebenarnya dia berhadapan, raja atau nabi?
Demikian pemaparan mengenai aplikasi teori interpretasi teks milik
Jorge J. E. Gracia terhadap Q.S. an-Naml ayat 29-35 yang membicarakan
mengenai kepemimpinan perempuan. Penulis sudah mencoba
memaparkannya melalui tiga fungsi yang disebutkan dalam bab II, yakni
dari fungsi historis, fungsi pengembangan makna dan fungsi implikatif.
158
Efendy Onong Uehjara, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Bandung: Alumni,
1981), hlm. 9-11
86
BAB V
PENUTUP
Setelah melalui proses perjalanan yang cukup panjang, akhirnya
penulis sampailah kepada bagian penutup. Pada bagian penutup ini penulis
akan menerangkan dua hal, yakni mengenai kesimpulan dan mengenai
saran.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan oleh penulis tentang
teori interpretasi teks Jorge J. E. Gracia dan aplikasinya terhadap al-Qur‟an
surat an-Naml ayat 29-35, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni:
1. Teori interpretasi teks Gracia masuk ke dalam kategori
penafsiran yang terfokus pada bagaimana seorang yang
menginterpretasi mampu melakukan interpretasi yang objektif
dan seimbang. Hal ini karena tiga teori fungsinya yang relevan
dengan ulumul qur‟an, yakni historical function dengan asbab
an-nuzul, meaning function dengan kaidah kebahasaan,
implicativ function dengan ilmu munasabat dan teori sains dan
humaniora.
2. Sesuai dengan teori yang diusung oleh Gracia dalam
menginterpretasi teks dengan teori fungsinya, maka akan
ditemukan tiga ringkasan sebagai berikut:
a. Ditinjau dengan historical function, Q.S. An-Naml ayat 29-
35 yang berbicara mengenai kepemimpinan perempuan,
mengungkapkan bahwa kepemimpinan itu dipilih karena
kapabilitas intelektualnya, bukan karena jenis kelaminnya.
b. Ditinjau dengan meaning function, Q.S. An-Naml ayat 29-35
yang berbicara mengenai kepemimpinan perempuan,
mengungkapkan bahwa ada nilai kepemimpinan dibalik ayat
tersebut, yakni nilai kepemimpinan yang mau diskusi atau
87
musyawarah, sikap pemimpin yang tidak otoriter, mau
mendengarkan aspirasi rakyatnya, pemimpin yang
memperhatikan nasib rakyatnya, pemimpin yang cerdas dan
cinta damai.
c. Ditinjau dengan implicative function, yang merupakan
lanjutan dari hasil meaning function, disini penulis
mengaitkan nilai-nilai kepemimpinan yang terkandung
dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 dengan dimunasabahkan
dengan ayat lain ataupun dikaitkan dengan keilmuan lainnya.
Musyawarah, sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur‟an,
tidak otoriter masuk dalam gaya kepemimpinan demokratik
yang merupakan gaya kepemimpinan ideal, mau
mendengarkan aspirasi dari rakyatnya ini selaras dengan
teori manajemen dan kepemimpinan, memperhatikan nasib
rakatnya juga selaras dengan perintah Rasulullah SAW serta
merupakan cerminan kepemimpinan Umar bin Khaṭab dan
Muawiyyah, cerdas juga merupakan salah satu sifat wajib
Rasulullah sebagai utusan, pemimpin umat dan suri tauladan
bagi umat manusia, cinta damai sesuai dengan ajaran al-
Qur‟an dan Hadits, bahkan dalam ayat yang berisi perintah
perangpun sebenarnya mengandung perintah untuk damai.
Dan secara keseluruhan, nilai kepemimpinan tersebut sesuai
dengan keilmuan lain, tidak ada yang menyalahi ataupun
bertolak belakang dengan teori keilmuan yang lain.
3. Nilai-nilai kepemimpinan yang dapat kita ambil dari kisah
Balqis dalam Q.S. an-Naml ayat 29-35 tersebut adalah apa yang
bisa kita pahami dari hasil aplikasi teori interpretasi teks dengan
meaning function, yakni kepemimpinan yang mau diskusi atau
musyawarah, sikap pemimpin yang tidak otoriter, mau
mendengarkan aspirasi rakyatnya, pemimpin yang
88
memperhatikan nasib rakyatnya, pemimpin yang cerdas dan
cinta damai.
Jangan hanya fokus kepada kisah Balqis yang ditegur oleh Allah
melalui Nabi Sulaiman karena tidak beriman dan menyembah
matahari, karena jika diteliti ternyata kisah Balqis tersebut dapat
memberikan pelajaran kepada kita mengenai nilai kepemimpinan
yang luar biasa.
B. Saran
Dalam bagian ini, penulis akan menyampaikan beberapa saran
tentang hal yang sekiranya menurut penulis penting untuk diketahui oleh
para pembaca. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dari teori penafsiran yang diusung oleh Gracia tersebut
menunjukkan sebuah informasi tentang dikembangkannya
sebuah penafsiran terhadap al-Qur‟an dan Hadits, agar hasil
penafsiran tersebut tidak terpaku pada pemaknaan.
2. Dari hasil pengaplikasian teori yang diusung oleh Gracia di atas,
keseluruhan memiliki sebuah pesan moral yang ingin
disampaikan oleh pengarang (Allah SWT), sehingga pesan
tersebut dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.
3. Hasil integrasi tersebut diatas, bisa menjadi pengetahuan bagi
masyarakat, agar tidak terlalu tenggelam dalam bias patriakhi
yang menganggap bahwa perempuan tidak diperbolehkan
menjadi pemimpin.
4. Dari hasil analisa kepemimpinan perempuan (dalam hal ini
Balqis) mengenai nilai-nilai kepemimpinan, bisa menjadi tolak
ukur setiap pemimpin, agar kepemimpinannya sukses layaknya
kepemimpinan Balqis yang makmur dan sejahtera. Terkhusus
untuk pasangancalon presiden dan wakil presiden Indonesia
2019 nanti, yakni pas-lon Bapak Jokowi-Ma‟ruf dan pas-lon
Bapak Prabowo-Sandi.
89
DAFTAR PUSTAKA
„Audah, Jaser, t.t, al-Maqasid Untuk Pemula, cet. I, Yogayakarta: SUKA-
Press UIN Sunan Kalijaga
Abdillah, Mujiyono, Agama Ramah Lingkungan Persektif al-Qur‘an,
Jakarta: Paramadina, 2001
Aizid, Rizem, Kitab Sejarah Terlengkap 25 Nabi Terkemuka, Yogyakarta:
Safirah, 2014
Albani, M. Mashiruddin,Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhori, terj. As‟ad
Yasmin, Jakarta: Gema Insani, 2003
Almirzanah, Syafa‟atun dan Sahiron Syamsuddin, Upaya Integrasi
Hermeneutika dalam Kajian al-Qur‘an dan Hadits: Teori dan
Aplikasi (buku 2 Tradisi Barat), Yogyakarta: Lembaga Penelitian
Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2009
_________, Syafa‟atun dan Sahiron Syamsuddin, Pemikiran Hermeneutika
Dalam Tradisi Barat, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2011
Annibras, Nablur Rahman, Hermeneutika J. E. Gracia (Sebuah Pengantar),
Al-Bayan: Jurnal Studi al-Qur‟an dan Tafsir 1, Juni 2016
Ardiansyah, Analisis Gaya Kepemimpinan Situasional (Situational
Leadership), Sebagai Model Kepemimpinan di Era Modern,
Kalimantan Timur: Sekolah Tinggi Ilmu Perawat Berau, 2012
Arifin, Tantang M., Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Rajawali Press,
1995
Aufa, Ima Rahmania, Gaya Kepemimpinan Perempuan dalam Film
Insurgent, Skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2017
Darmawan, Dadang, Analisa Kisah Yusuf Dalam al-Quran Dengan
Pendekatan Hermeneutika, Al-Bayan: Jurnal Studi al-Qur‘an dan
Tafsir 1,1, Juni 2016,
Departemen Agama RI, Al-Qur‘an Dan Terjemahnya Special For Woman,
PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007
90
Drucker, Peter F, Manajemen: Tugas, Tanggung Jawab dan Praktek,
Jakarta: PT Gramedia, 1999
el-Saha, M. Ishom dan Saiful Hadi, Sketsa al-Qur‘an: Tempat, tokoh, Nama
dan Istilah dalam al-Qur‘an, Jilid I, Jakarta: Lista Fariska Putra,
2005
Elytasari, Suvidian, Model Kepemimpinan Perempuan Dalam
Mengembangkan Budaya Organisasi di SMP Negeri 1 Kalasan,
Skirpsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014
Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir al-Qur‘an, Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani. 2008
Gracia, Jorge J. E., A Theory of Textuality: The Logic and Epistimology,
Albany: State University of New York Press, 1995
Habibi, M. Dani, Penafsiran al-Qur‘an Surat al-Maidah ayat 51 (Aplikais
Teori Penafsiran Hermeneutika Jorge J. E. Gracia), Skripsi,
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017
Hasjim Abbas, Presiden Perempuan Perspsektif Hukum Islam, Yogyakarta:
Kutub, 2004
Hisbuan, Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi, Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2000
Ibn Asyur, Muhammad al-Thahir, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Tunis: al-
Dar al-Tunisiyah, 1984
Imam, Khoirul, Relevansi Hermeneutika Jorge J. E. Gracia dengan Kaidah-
Kaidah Penafsiran al-Qur‘an, Vol 177, No. 2, Yogyakarta:
ESENSIA, Oktober 2016
Kholis, Muhammad Nur S, Nashr Abu Zaid; Beberapa Pembacaan Terhadap
Turats Arab, Hermeneutika al-Qur‘an, terj. Muhammad Mansur dan
Khoiran Nahdhiyin, Jakarta: ICIP, 2004
_____, Muhammad Nur S, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam
Kajian al-Qur‘an dan Hadits, Teori dan Aplikasi, cet. II,
Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2011
91
Laksanti, Sekar Cahyo, Potret Kepemimpinan Perempuan dari Sudut
Pandang Laki-Laki, Skirpsi, Semarang: Universitas Diponegoro,
2014
Maftuchah, Farichatul, Reposisi Perempuan dalam Kepemimpinan, Jurnal
Studi Gender dan Anak Yin Yang, t.t, t.t
al-Maragi, Ahmad Musthofa, Tafsir al-Maragi, terj. Bahrun Abu Bakar,
dkk, Semarang: PT KaryaToha Putra, 1993
Maulidi, Muchammad Agus, Nilai Kepemimpinan Islam Yang Terkandung
Dalam Kisah Nabi Sulaiman Surat an-Naml Ayat 15-19, Skipsi,
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016
Mewengkang, Lita, dkk, Peranan Kepemimpinan Perempuan dalam
Jabatan Publik (Studi Pada Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten
Minahasa Selatan), Journal, t.t, t.t
Mudda‟i, M. Nur Hasan dan Lailatul Qodariyah, Kritik Matan Hadits
terhadap Hadits Imam Perempuan, Makalah, IAT IAIN Salatiga,
2016
Mustaqim, Abdul, Madzahibut Tafsir Peta Metodologi Penafsiran Al-
Qur‘an Periode Klasik Hingga Kontemporer, cet. I, Yogyakarta:
Nun Pustaka Yogyakarta, 2003
Nazir, M., Metode Penelitian, Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2003
Nursolikah, Istri, Analisis Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan dalam
Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di Desa Purworejo
Kecamatan Wates Blitar, Skripsi, Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2017
Padwasana, Nur, Gaya Bahasa Komunikasi Dakwah Nabi Sulaiman Dengan
Ratu Negeri Saba‘ dan Para Pembesar Dalam Al-Qur‘an, Skripsi,
Surakarta: IAIN Surakarta, 2017
Pinem, Saroha, Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Jakarta: Trans
Media, 2009
Saeed, Abdullah, Al-Qur‘an Abad 21 Tafsir Kontekstual, terj. Ervan
Nurtawab, cet. I, Bandung: Mizan, 2016
92
Shihab, Umar, Kontekstualisasi al-Qur‘an : Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat
Hukum dalam al-Qur‘an, Jakarta: Penamadani, 2005
_____, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, cet.V, jilid 11, Jakarta: Lentera Hati,
2012
_____,M. Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang: Lentera Hati, 2013
Sugandi, Suprayogi, Administrasi Publik, edisi pertama, cetakan pertama,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011
Supriyadi, Asep, Terori Penafsiran Jorge J. E.Gracia dan Aplikasinya
Terhadap Surat Al-Anfal ayat 45-47, Skripsi, Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2013
Syamsuddin, Sahiron, Hermeneutika dan Perkembangan Ulumul Qur‘an,
Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009
ath-Thahir, Hamid ahmad, Kisah-kisah Dalam Al-Qur‘an, terj. Umar
Mujtahid, cet. I, Jakarta: Ummul Qura, 2017
Torang, Syamsir, Organisasi dan Manajemen, cetakan pertama, Bandung:
Alfabeta, 2013
Uehjara, Efendy Onong, Kepemimpinan dan Komunikasi, Bandung: Alumni,
1981
Wahid, Abdul,Pemimpin Perempuan Menurut Pandangan Fatima Mernisi,
Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga, 2008
Yusron, M. dkk, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, Yogyakarta, UIN Sunan
Kalijaga: TH Press, 2006
Zulfikri, Konsep Kepemimpinan Perempan (Studi Komparasi atas
Penafsiran Nasaruddin Umar dan KH. Husein Muhammad), Skripsi,
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018.
http://www.acsu.buffalo.edu/~gracia/cv.html , diakses pada 26 April 2018.
http://www.shamela.ws/index.php/book/43
Postingan Instagram dari akun Pongkengsuu
93
RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyu Nur Hidayah
Tempat, tanggal lahir : Kab. Semarang, 24 Januari 1997
Alamat : Balekambang RT. 01/RW. 03,
Kel. Kandangan,Kec. Bawen,
Kab. Semarang.
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : ISLAM
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
1. RA Manggis
2. SD N Kandangan 04
3. SMP Islam Plus Bina Insani
4. MAN 1 Semarang
5. IAIN Salatiga
Riwayat Pendidikan Non Formal
1. Pondok Pesantren Bina Insani Susukan
2. Pondok Pesantren Tarbiyatul Muballighin Suruh