new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

20
MAKALAH LEGALISASI DAN KODIFIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA Disusun Guna Memenuhi Tugas Fiqh dan Ushul Fiqh Dosen Pengampu: Fatma Amalia, S.Ag. Disusun Oleh: 1. Umi Rusiani (090800 2. Gita Rahmawati (10670018) 3. Muhammad Ainul Imdad (10670041) 4. Aprilia Ike Nurwijayanti (10670054) PRODI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

Transcript of new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

Page 1: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

MAKALAH

LEGALISASI DAN KODIFIKASI HUKUM ISLAM

DI INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Fiqh dan Ushul Fiqh

Dosen Pengampu: Fatma Amalia, S.Ag.

Disusun Oleh:

1. Umi Rusiani (090800

2. Gita Rahmawati (10670018)

3. Muhammad Ainul Imdad (10670041)

4. Aprilia Ike Nurwijayanti (10670054)

PRODI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2012/2013

Page 2: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT  yang telah melimpahkan rahmat,

taufiq, hidayah, serta inayah-Nya sehingga makalah dengan judul: LEGALISASI

DAN KODIFIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA dapat terselesaikan tepat

pada waktunya tanpa mengalami hambatan. Makalah ini disusun sebagai salah satu

tugas kelompok Fiqh dan Ushul Fiqh.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan ataupun masukan

dari berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat terealisasikan. Untuk itu penulis

menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Fatma Amilia, S.Ag. selaku dosen

pengampu mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh sebab itu, apabila terdapat kekurangan dan kekhilafan kami

memohon maaf karena kami insan biasa.

Yogyakarta, 17 Desember 2012

Penulis

Page 3: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

PENDAHULUAN

Di Indonesia berlaku hukum Adat, hukum Islam, dan hukum Barat. Hukum

Islam yang berlaku di Indonesia dapat dibagi dua. Pertama hukum Islam yang berlaku

secara yuridis formal, yang kedua hukum Islam yang berlaku secara normatif.

Hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal adalah (sebagian) dari

hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda

dalam masyarakat yang dirangkum dalam istilah muamalah. Bagian hukum Islam ini

menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-

undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan, hukum kewarisan, dan hukum

wakaf. Hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal memerlukan bantuan

penyelenggara negara untuk menjalankan secara sempurna, misalnya mendirikan

peradilan agama yang menjadi salah satu unsur sistem peradilan di negara kita.

Hukum Islam yang berlaku normatif adalah (bagian) hukum Islam yang

mempunyai sanksi atau padahan hukum masyarakat muslim mengenai norma hukum

Islam yang bersifat normatif itu. Untuk melaksanakan hukum Islam yang beersifat

normatif yang pada umumnya tidak memerlukan bantuan penyelenggara negara. Di

antaranya adalah kaidah-kaidah hukum Islam mengenai pelaksanaan ibadah shalat,

puasa, zakat, dan haji, yakni yang termasuk dalam kategori hukum Islam bidang

ibadah murni. Hampir semua bagian hukum Islam yang mengatur manusia dengan

Tuhan berlaku secara normatif di tanah air kita. Namun, karena sifatnya yang unik,

ada juga hukum Islam bidang ibadah murni ini yang memerlukan bantuan

penyelenggara negara untuk melaksanakannya secar sempurna yakni hukum Islam

mengenai ibadah ahaji dan zakat misalnya.

Di samping itu, keinsafan akan halal haramnya suatu perbuatan atau benda,

merupakan landasan kesadaran hukum bangsa Indonesia yang beragama Islam untuk

tidak melakukan suatu perbuatan seperti judi, mencuri berzina, dan memakan sesuatu

benda hasil produksi bahan makanan yang diragukan kehalalannya. Dijalankan

tidaknya hukum Islam yang bersifat normatif itu tergantung pada tingkatan iman dan

takwa serta akhlak umat Islam sendiri.

Page 4: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

PEMBAHASAN

A. Legalisasi Hukum Islam di Indonesia

Untuk menegakkan hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal

dalam Negara Republik Indonesia, pada tanggal 18 Desember 1988 Presiden

Republik Indonesia menyampaikan Rancangan Undang-undang Peradilan Agama

pada DPR untuk dibicarakan dan disetujui sebagai undang-undang menggantikan

semua peraturan perundang-undangan tentang Peradilan Agama yang tidak sesuai

lagi dengan Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 14

Kehakiman.

Setelah dibicarakan secara mendalam, dibahas dan diuji dengan

berbagai wawasan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara

kita, akhirnya pada hari kamis tanggal 4 Desember 1989 rancangan undang-undang

itu disetujui oleh DPR menjadi Undang-undang Republik Indonesia tentang

Peradilan Agama. Pada tanggal 29 Desember 1989, Undang-undang tersebut

disahkan menjadi Undang-undang No.7 Tahun 1989 oleh presiden RI,

diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Sekretaris Negara dan dimuat

dalam Lembaran Negara No.49 Tahun 1989.

Pengesahan Undang-undang Peradilan Agama itu merupakan peristiwa

penting bukan hanya bagi pembangunan perangkat hukum nasional, tetapi juga

bagi umat Islam di Indonesia. Sebabnya adalah dengan disahkannya Undang-

undang itu, semakin mantaplah kedudukan peradilan agama sebagai salah satu

pelaksana kekuasaan, kehakiman yang mandiri di tanah air kita dalam menegakkan

hukum, berdasarkan hukum Islam bagi pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perkara-perkara di bidang perkawinan, pewarisan, wasiat, hibah, wakaf

dan shadaqah yang telah menjadi hukum positif di tanah air.

B. Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia

Dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia, perlu dicatat bahwa

hukum Islam telah berhasil dikodifikasikan dalam bentuk aturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia atau bisa dikatakan bahwa hukum Islam telah

berhasil memasuki fase taqmin (fase pengundangan). Fase ini dimulai sejak

disahkannya UU Perkawinan No 1/ 1974, karena banyak sekali ketentuan fiqih

Page 5: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

tentang perkawinan yang telah ditransformasikan ke dalam undang-undang

tersebut meskipun dengan beberapa modifikasi.

Undang-undang Perkawinan yang diundangkan dalam lembaran negara RI

No.1 tahun 1974 ini berisi 14 bab 67 pasal. Berikut ini akan dipaparkan muatan

bab yang ada dalam UU No.1/ 1974:

Bab I : Dasar Perkawinan

II : Syarat-syarat Perkawinan

III : Pencegahan Perkawinan

IV : Batalnya Perkawinan

V : Perjanjian Perkawinan

VI ; Harta Benda dalam Perkawinan

VII : Hak dan Kewajiban Suami

VIII : Putusnya Perkawinan serta Akibatnya

IX : Kedudukan Anak

X : Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

XI : Perwalian

XII : Ketentuan-ketentuan Lain

Bagian Pertama : Pembuktian asal-usul anak

Bagian Kedua : Perkawinan di luar Indonesia

Bagian Ketiga : Perkawinan campuran

Bagian Keempat : Pengadilan

XIII : Ketentuan Peralihan

XIV : Ketentuan Penutup

Keluarnya Undang-undang Perkawinan itu diikuti oleh PP No.9/ 1975

tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1/ 1974 dan PP No.10/ 1983 tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Beberapa tahun kemudian

tepatnya pada tahun 1989 telah dikeluarkan Undang-undang yang menjadikan

perubahan mendasar bagi kehidupan umat Islam terutama dalam lingkungan

Peradilan Agama.Undang-undang itu adalah UU N0.7/ 1989 tentang Peradilan

Agama.

Adapun perubahan penting dan mendasar dengan disahkannya UU ini

antara lain:

1. Peradilan Agama telah menjadi Peradilan yang mandiri, sejajar dengan

peradilan lainnya.

Page 6: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

2. Nama, susunan dan wewenang serta hukum acaranya telah seragam di

seluruh Indonesia. Hal ini akan memudahkan terwujudnya ketertiban dan

kepastian hukum di lingkungan Peradilan Agama.

3. Lebih memantapkan upaya penggalian berbagai asas dan kaidah hukum

Islam sebagai salah satu bahan baku dalam penyusunan dan pembinaan

hukum nasional melalui yurisprudensi.

Undang-undang Peradilan Agama yang diundangkan dalam lembaran negara RI

No.49 Tahun 1989 ini berisi 7 bab 108 pasal. Adapun muatan babnya adalah

sebagai berikut:

Bab I : Ketentuan Umum

II : Susunan Pengadilan

III : Kekuasaan Pengadilan

IV : Hukum Acara

Bagian Pertama : Umum

Bagian Kedua : Pemeriksaan Sengketa Perkawinan

Bagian Ketiga : Biaya Perkara

V : Ketentuan Lain

VI : Ketentuan Peralihan

VII : Ketentuan Penutup

Dengan disahkannya UU No.7 Tahun 1989 ini, maka dibutuhkan referensi atau

kitab materi yang sama guna memenuhi bagian dari perangkat peradilan. Berkaitan

dengan hal tersebut maka dikeluarkanlah Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991

kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

yang terdiri dari:

Buku I : Hukum Perkawinan terdiri dari 19 bab.

II : Hukum Kewarisan terdiri dari 6 bab.

III : Hukum Perwakafan terdiri dari 5 bab.

Menindaklanjuti instruksi tersebut, Menteri Agama pada tanggal 22 Juli 1991

mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991. Selanjutnya melalui

Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam tanggal 25 Juli

1991 No. 3694/ EV/ HK.003/ AZ/ 91 KHI disebarluaskan kepada semua Ketua

Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia.

Page 7: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

C. Contoh Hukum Islam yang Sudah Dilegalkan

1. Hukum Perkawinan

Berdasarkan konsepsi perkawinan menurut pasal 1 ayat (1) UU No.1 Tahun

1974 bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

(rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

a. Unsur-unsur Perkawinan menurut UU No.1/ 1974

Ada beberapa unsur di dalam perkawinan, yaitu:

1) Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang artinya bahwa secara

formal (lahiriyah) adalah merupakan suami istri dan kedua-duanya

betul-betul mempunyai niat (batin) untuk hidup bersama sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

2) Merupakan ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

suami istri, ini berarti UUP menganut monogami meskipun beberapa

pengecualian.

3) Bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal dan

bahagia, ini berarti pada prinsipnya perkawinan hendaknya

berlangsung seumur hidup sehingga perceraian harus dihindarkan.

Namun demikian UUP juga tidak menutup kemungkinan terjadi

perceraian, hanya dipersukar.

4) Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, ini berarti bahwa norma-

norma agama dan kepercayaan harus bercermin dan menjiwai

keseluruhan peraturan yang menyangkut perkawinan, bahkan norma/

agama kepercayaan itu menentukan sah atau tidaknya suatu

perkawinan.

b. Asas dan Prinsip Perkawinan menurut UU No.1/ 1974

Di dalam UUP ini terdapat pula asas-asas atau prinsip-prinsip mengenai

perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan

dan tuntutan zaman. Asas dan prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal,

untuk itu suami istri harus saling membantu dan melengkapi satu sama

lain, agar dapat mengembangkan kepribadiannya dalam mencapai

kesejahteraan spiritual dan material berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.

Page 8: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

2) Bahwasanya perkawinan adalah bilamana dilakukan menurut hukum

masing-masing agama dan kepercayaan.

3) Bahwa tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan dan

perundangan yang berlaku.

4) Asas perkawinan adalah monogami, kecuali bagi suami yang

agamanya memperbolehkan dapat kawin lebih dari satu dengan seijin

peradilan.

5) Perkawinan harus atas persetujuan kedua belah pihak tanpa ada

paksaan.

6) Calon istri haruslah masak jiwa dan raganya.

7) Hal dan kedudukan antara suami dan istri adalah seimbang.

c. Sahnya Perkawinan menurut Hukum Islam

Syarat Umum: perkawinan tidak dilakukan yang bertentangan dengan

larangan perkawinan yang berbeda agama.

Syarat Khusus:

1) Adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan.

2) Kedua mempelai harus beragama Islam, aqil baligh dan sehat jasmani

rohani.

3) Harus ada wali nikah.

4) Harus membayar mahar/ mas kawin.

5) Harus ada dua orang saksi yang Islam, dewasa dan adil.

6) Adanya ijab dan qabul.

d. Sahnya Perkawinan menurut UU No.1/ 1974

Mengenai hal ini secara tegas pasal 2 ayat 1 UU No.1/ 1974 menyatakan

menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Dan pasal 2 ayat

2 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-

undangan yang berlaku. Terhadap pasal 2 UUP tersebut, terdapat dua

macam penafsiran, yaitu:

Pertama: terdapat yang memisahkan pasal 2 ayat 1 dengan ayat 2,

sehingga sudah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agama dan kepercayaan, sedangkan pendaftaran hanyalah merupakan

syarat administrasi. Ini berarti bahwa perkawinan antara orang-orang yang

beragama Islam sudah sah apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya.

Page 9: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

Kedua: pendapat yang menyatakan antara pasal 2 ayat 1 dan 2 merupakan

satu kesatuan yang menentukan sahnya suatu perkawinan. Pendapat ini

didasarkan pada penafsiran sosiolog dan dikaitkan dengan akibat hukum

dari perkawinan.

2. Hukum Kewarisan

Persoalan yang berkembang dalam hal kewarisan ini, jika diperhatikan

berkisar antara dua sistem hukum yang saling berkompetisi yaitu antara

hukum adat yang sering disebut sebagai hukum asli masyarakat Indonesia

yang lebih mencerminkan rasa keadilan, dan di lain pihak hukum Islam

dengan hukum yang lebih adil karena buatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Di

Indonesia dijumpai tiga macam sistem kewarisan, yaitu:

a. Sistem kewarisan individual, yang cirinya bahwa harta peninggalan dapat

dibagi-bagikan kepada pemiliknya di antara para ahli waris, seperti pada

masyarakat bilateral di Jawa dan masyarakat patrilial di Tanah Batak.

b. Sistem kewarisan kolektif yang cirinya bahwa harta peninggalan itu

diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang merupakan semacam badan

hukum yang disebut harta pusaka yang tidak boleh dibagi-bagikan

pemiliknya di antara ahli waris, dan hanya boleh dibagi-bagikan

pemakaiannya kepada mereka, seperti pada masyarakat patrilinial di

Minangkabau.

c. Sistem kewarisan mayorat, di mana anak tertua pada saat matinya si

pewaris tunggal berhak untuk mewarisi sejumlah harta pokok dari satu

keluarga, seperti dalam masyarakat patrilinial di Bali.

Ayat-ayat di dalam Al-Quran mengandung prinsip-prinsip bagi

kewarisan dengan system individual, yaitu para ahli waris yang masing-

masing berhak atas suatu bagian yang pasti dan bagian-bagian tersebut wajib

dibagikan kepada mereka. Menurut hasil ijtihad, Prof.Dr. Hazairin membagi

ahli waris menurut Al-Quran menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Dzawul faro’id

Ahli waris langsung mendapat bagian tetap tetentu yang tidak berubah-

ubah, yang terdiri dari:

Page 10: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

1) Anak perempuan yang tidak didampingi oleh anak laki-laki atau

mewakili mendiang anak laki-laki faro’idnya ½ jika hanya seorang,

dan 2/3 jika lebih.

2) Ayah faro’idnya 1/6 jika si pewaris berketurunan.

3) Ibu faro’idnya 1/3 jika si pewaris tidak berketurunan dan 1/6 jika si

pewaris berketurunan.

4) Saudara laki-laki atau perempuan jika seorang faro’idnya 1/6, jika

lebih bersama-sama 1/3.

5) Saudara perempuan jika seorang faro’idnya ½, jika lebih dari seorang

2/3 yaitu jika si pewaris mati punah dan tidak ada ayah saudara laki-

laki atau keturunannya.

b. Dzawul Qoroat

Yaitu ahli waris langsung, dengan bagian terbuka dan terdiri:

1) Anak laki-laki dan perempuan yang didampingi oleh anak laki-laki

atau keturunannya.

2) Ayah jika si pewaris mati punah.

3) Saudara laki-laki dan saudara perempuan yang didampingi oleh

saudara laki-laki atau keturunannya jika si pewaris mati punah.

4) Datuk dan nenek.

c. Mawali

Yaitu waris pengganti, dengan bagian terbuka dan terdiri dari:

1) Mawali untuk mendiang dzawul faro’id.

2) Mawali untuk mendiang dzawul karabat.

Meskipun hukum waris di Indonesia masih menjadi persoalan yang

berkepanjangan antara hukum Islam dan hukum adat, namun secara diam-

diam hukum waris Islam telah banyak diterapkan bagi yang beragama Islam,

meskipun dengan berbagai variasi dari adatnya masing-masing. Berdasarkan

hasil penelitan yang dilakukan oleh beberapa instansi maupun perorangan,

menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama

Islam cenderung untuk menerapkan hukum waris Islam. Beberapa hasil

penelitian itu antara lain:

a. Penelitian yang dilakukan oleh BPHN, bekerja sam dengan FH UI pada

tahun 1977/1978 di Aceh, Jambi, Palembang, DKI Jakarta dan Jabar.

Page 11: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

b. Penelitian oleh instansi yang sama pada tahun 1978/1989 di Jakarta Barat,

kota Cirebon, kota Serang, kota Pekalongan, kota Semarang, kota

Surabaya, kota Malang, kota Mataram dan sekitarnya, NTB dan

Banjarmasin.

c. Laporan pewarisan di KalSel IAIN Antasari Banjarmasin (1980)

Dari ketiga penelitian tersebut terdapat kesimpulan:

a. Masyarakat Islam pada lokasi tersebut sebagian besar keinginan

menerapkan hukum kewarisan Islam.

b. Jika terjadi perkara pewarisan mereka cenderung ke Pengadilan Agama.

c. Sebagian besar masyarakatnya menginginkan pengangkatan anak tetapi

dalam pengertian anak pemeliharaan yang tidak berhak mendapatkan

warisan, hanya sekedar pemberian.

3. Hukum Perwakafan

Perwakafan tanah merupakan salah satu masalah yang penting dalam

rangka hubungan antara Islam dengan hukum nasional (agraria). Dikatakan

penting, karena wakaf adalah salah satu lembaga keagamaan di bdan agrarian

yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kehidupan

keagamaan, khususnya umat Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan

masyarakarat, baik spiritual maupun materil menuju masyarakat yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Mengingat betapa pentingnya masalah perwakafan tanah milik

tersebut, UUPA dengan UU No.5/ 1960 mengatur masalah khusus. Masalah

ini dalam pasal 49 ayat (3) yang berbunyi bahwa perwakafan tanah milik

dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Pemerintah-pemerintah

yang dimaksud baru keluar dalam waktu yang lama yaitu pada tahun 1977

dengan PP No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah. Dengan

dikeluarkannya PP No.28/ 1977, bahwa yang dimaksud dengan perwakafan

tanah dalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan

sebgaian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

melembagakannya untuk selama-lamanya demi kepentingan dan keperluan

umum.

Kata wakaf berasal dari bahasa Arab wakf yang menurut bahasa

berarti menahan. Menurut istilah wakaf berarti menahan harta yang dapat

Page 12: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang

mubah, serta dimaksudkan untuk ridho Allah SWT. Dengan demikian, yang

dinamakan wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang hasilnya

dipergunakan untuk keselamatan umum.

Menurut hukum Islam, untuk adanya wakaf harus dipenuhi empat

unsur, yakni sebagai berikut:

a. Ada yang berwakaf (wakif).

b. Ada harta yang diwakafkan.

c. Ada tempat di mana diwakafkan harta itu atau tujuan dari wakaf itu.

d. Adanya saksi sebagai pernyataan wakaf (sighot) dan dapat merupakan

timbang terima harta wakaf dari tangan si wakaf kepada orang atau tempat

berwakaf (simauqul alaihi).

Page 13: new Kodifikasi Hukum Islam di Indonesia.docx

KESIMPULAN

Pada tanggal 29 Desember 1989 Undang-undang No.7 Tahun 1989

disahkan oleh presiden RI, diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri

Sekretaris Negara dan dimuat dalam Lembaran Negara No.49 Tahun 1989.

Pengesahan Undang-undang Peradilan Agama itu merupakan peristiwa penting

bukan hanya bagi pembangunan perangkat hukum nasional, tetapi juga bagi umat

Islam di Indonesia.

Dengan disahkannya UU No.7 Tahun 1989 ini, maka dibutuhkan

referensi atau kitab materi yang sama guna memenuhi bagian dari perangkat

peradilan. Berkaitan dengan hal tersebut maka dikeluarkanlah Instruksi Presiden

No.1 Tahun 1991 kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang terdiri dari:

Buku I : Hukum Perkawinan terdiri dari 19 bab.

II : Hukum Kewarisan terdiri dari 6 bab.

III : Hukum Perwakafan terdiri dari 5 bab

Adapun contoh hukum Islam yang telah dilegalkan adalah hukum perkawinan,

hukum Kewarisan dan hukum Perwakafan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Daud. 1998. Hukum Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia.

Bandung: Logos.

Sumitro, Warkum, K.N Sofyan Hasan. 1994. Dasar-dasar Memahami Hukum Islam

di Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.

Yusuf, Muhammad. 2005. Fiqih dan Ushul Fiqh. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN

SUKA.