Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

29
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-1 PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada dataran tinggi Jawa Barat dengan ketinggian 675-1050 meter di atas permukaan laut, dengan titik koordinat 6° 50’ 38” – 6° 58’ 50” LS dan 107° 33’ 34” 107° 43’ 50” BT. Secara geografis, Kota Bandung memiliki jarak yang relatif dekat dengan Ibukota DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat perdagangan. Kota Bandung juga dinilai strategis karena dilalui oleh dua poros utama kegiatan pembangunan nasional di Pulau Jawa, yaitu: a. Barat Timur, dengan hubungan utama dengan Ibukota DKI Jakarta b. Utara Selatan, dengan hubungan lalu lintas dengan daerah perkebunan strategis di Subang dan Pangalengan 3.1 BATAS WILAYAH PERKEMBANGAN KOTA BANDUNG Dalam dekade 1980-2010, Kota Bandung telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam aspek ekonomi dan sosial, maupun dalam aspek populasi penduduk kota dan pemanfaatan ruang kota. Perluasan wilayah kota dan area terbangun merupakan salah satu indikatornya. Menurut RTRW Kota Bandung 2011/2031 dengan luas 16,729,65 hektar, dan memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut : Sebelah Utara Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat Sebelah Timur Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung Sebelah Barat Kota Cimahi Sebelah Selatan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Lingkup wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung meliputi batas administrasi kota Bandung, mencakup seluruh wilayah daratan seluas 16.729,650 Ha dan wilayah udara Kota Bandung. Secara administratif, wilayah perencanaan mencakup delapan Sub Wilayah Kota (SWK), yaitu SWK Bojonegara, SWK Cibeunying, SWK Tegallega, SWK Karees, SWK Arcamanik, SWK Ujungberung, SWK Kordon, dan SWK Gedebage.

description

laporan

Transcript of Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

Page 1: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-1

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

BAB 3

GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak

pada dataran tinggi Jawa Barat dengan ketinggian 675-1050 meter di atas

permukaan laut, dengan titik koordinat 6° 50’ 38” – 6° 58’ 50” LS dan 107° 33’ 34”

– 107° 43’ 50” BT. Secara geografis, Kota Bandung memiliki jarak yang relatif

dekat dengan Ibukota DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat

perdagangan. Kota Bandung juga dinilai strategis karena dilalui oleh dua poros

utama kegiatan pembangunan nasional di Pulau Jawa, yaitu:

a. Barat – Timur, dengan hubungan utama dengan Ibukota DKI Jakarta

b. Utara – Selatan, dengan hubungan lalu lintas dengan daerah perkebunan

strategis di Subang dan Pangalengan

3.1 BATAS WILAYAH PERKEMBANGAN KOTA BANDUNG

Dalam dekade 1980-2010, Kota Bandung telah mengalami perkembangan yang

sangat pesat, baik dalam aspek ekonomi dan sosial, maupun dalam aspek

populasi penduduk kota dan pemanfaatan ruang kota. Perluasan wilayah kota dan

area terbangun merupakan salah satu indikatornya. Menurut RTRW Kota

Bandung 2011/2031 dengan luas 16,729,65 hektar, dan memiliki batas-batas

wilayah administratif sebagai berikut :

Sebelah Utara Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat

Sebelah Timur Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung

Sebelah Barat Kota Cimahi

Sebelah Selatan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten

Bandung.

Lingkup wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung meliputi batas

administrasi kota Bandung, mencakup seluruh wilayah daratan seluas 16.729,650

Ha dan wilayah udara Kota Bandung. Secara administratif, wilayah perencanaan

mencakup delapan Sub Wilayah Kota (SWK), yaitu SWK Bojonegara, SWK

Cibeunying, SWK Tegallega, SWK Karees, SWK Arcamanik, SWK Ujungberung,

SWK Kordon, dan SWK Gedebage.

Page 2: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-2

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

3.2 GAMBARAN SINGKAT PERKEMBANGAN KOTA BANDUNG

Kota Bandung telah memiliki rencana kota yang modern sejak awal abad ke-20.

Kota Bandung semula disusun oleh Thomas Karsten pada tahun 1930-an pada

area seluas 8098 hektar untuk menampung sekitar 750.000 penduduk (Gambar

3.3). Pada saat ini luasan wilayah Kota Bandung telah meluas hingga mencapai

dua kali luas asalnya, yaitu sekitar 17000 hektar dan telah memiliki populasi

penduduk sejumlah 1,6 juta jiwa (2010).

Berjalannya proses perubahan kekuasaan pemerintahan dari Pemerintahan

Kolonial Belanda ke tangan Pemerintahan RI dan kegiatan pembangunan di Pulau

Jawa yang ekstensif dan pesat melatarbelakangi perubahan pada rencana Kota

Bandung sehingga rencana yang dibuat oleh Karsten dianggap tidak lagi sesuai.

Pada tahun 1971, disusun Rencana Induk Kota Bandung (RIK Bandung) yang

ditetapkan dengan SK DPRD No.8339/1971.

Gambar 3.1 Pertumbuhan Fisik Kota Bandung Tahun 1825 – 1981

(sumber: Siregar, 1990 dalam Noviantari, 2012)

Page 3: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-3

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Sejalan dengan perkembangan aktivitas kota, wilayah Kota Bandung terus

berkembang sehingga mengalami perluasan sehingga RIK Bandung mengalami

perubahan pada 1987 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.16 Tahun

1987 tentang Perubahan Batas Wilayah DT II Bandung dengan Kabupaten

Kabupaten DT II Bandung dari 8.098 Ha menjadi 16.729,65 Ha, maka RIK

Bandung tahun 1986 (Gambar 2.1) tersebut perlu direvisi lagi. Rencana kota baru

akibat perubahan tersebut adalah Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

Tahun 1990/1991 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kotamadya DT II

Bandung No. 2 Tahun 1992 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Bandung.

Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 24 Tahun 1992, RUTRK Bandung

berlaku selama 10 tahun sampai dengan tahun 2001. Perlu diketahui pula, bahwa

RUTRK tersebut telah dijabarkan ke dalam rencana yang lebih rinci, yaitu

Rencana Detail Tata Ruang 6 Wilayah Pengembangan (Bojonegara, Cibeunying,

Karees, Tegalega, Ujungberung dan Gedebage) yang ditetapkan dalam Peraturan

Daerah Kotamadya DT II Bandung No. 2 Tahun 1996 tentang Rencana Detail

Tata Ruang Kota Bandung. Gambaran perkembangan Kota Bandung hingga

Tahun 1996 terdapat dalam Gambar 3.2 berikut ini :

Gambar 3.2 Perluasan Wilayah Administratif Kota Bandung 1906-1996

(sumber: RTRW Kota Bandung 2013)

Page 4: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-4

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

3.3 KEDUDUKAN KOTA BANDUNG TERHADAP WILAYAH LAINNYA

Kota Bandung diharapkan mampu berperan sebagai pintu gerbang kawasan

internasional, dengan fungsi sebagai pusat jasa, simpul transportasi, serta

Kawasan Wisata Umum (KWU) Perkotaan dan Pendidikan dengan skala

pelayanan nasional (Kajian Metropolitan Bandung Departemen Pekerjaan Umum

RI, 2010 dan RIPPDA Jawa Barat, 2005).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan sebagai bagian

dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya atau

juga dikenal sebagai Kawasan Metropolitan Bandung (Bandung Metropolitan

Area), bersama-sama dengan Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten

Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang. Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat

dan bagian dari Kawasan Metropolitan Bandung, Kota Bandung berperan

sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Pulau Jawa, bersama-sama

dengan PKN DKI Jakarta dan PKN Surabaya. Posisi dan peran strategis Kota

Bandung dalam Kawasan Jawa Barat dan Metropolitan Bandung dapat dilihat

dalam Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.

Gambar 3.3 Peta Orientasi Kota Bandung dalam Metropolitan Bandung

(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)

Page 5: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-5

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3.4 Peta Orientasi Kota Bandung di Jawa Barat

(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 6: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-6

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

3.4 KONDISI BIOGEOFISIK KOTA BANDUNG

3.4.1 Kondisi Geomorfologi

Secara geomorfologis, Kota Bandung terletak pada area dataran yang dikelilingi

oleh pegunungan, sehingga membentuk cekungan yang dahulu dikenal sebagai

Kawasan Cekungan Bandung. Cekungan Bandung merupakan suatu cekungan

(basin) yang dikelilingi oleh gunung api dengan ketinggian 650 m sampai lebih dari

2.000 meter.

Batasan Cekungan Bandung adalah daerah yang memiliki karakter yang sesuai

dengan kriteria bentukan dan sebaran endapan danau Bandung purba yang

secara morfologis membentuk Dataran Danau Bandung dan daerah sekelilingnya,

yang merupakan sumber asal endapan danau (Brahmantyo, 2005). Berdasarkan

pemahaman tersebut, maka Kawasan Cekungan Bandung mencakup kawasan

dengan dimensi luas 233,000 Ha, yang terdiri atas daerah perbukitan di bagian

Utara dan daerah dataran di bagian Selatan, yang mencakup wilayah administrasi

pada Kota Bandung, kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota

Cimahi, dan lima kecamatan dari Kabupaten Sumedang (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Konfigurasi Pegunungan di Kawasan Cekungan Bandung

(sumber: Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung,2012)

Page 7: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-7

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Barisan pegunungan sebagai batas alam Kawasan Cekungan Bandung adalah :

Sebelah Utara Gunung Tangkuban Perahu (Kabupaten Bandung

Barat dan Subang) dan Gunung Manglayang

(Kabupaten Sumedang)

Sebelah Timur Gunung Bukit Jarian, Gunung Mandalawangi dan

Gunung Kasur (Kabupaten Sumedang)

Sebelah Selatan Gunung Puntang, Gunung Malabar, Gunung Rakutak

dan Gunung Bubut (Kabupaten Bandung)

Sebelah Barat Bukit Kidang Pananjung, Gunung Lagadar dan Gunung

Bohong (Kota Cimahi).

3.4.2 Kondisi Bentang Alam

Untuk identifikasi satuan bentang alam, Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi

beberapa satuan bentang alam (Sampurno, 2004), yaitu Satuan Dataran Danau

Bandung, Satuan Kerucut Gunung Api, Satuan Pematang Homoklin, dan Satuan

Perbukitan Isolasi, sebagaimana dijelaskan dalam paparan berikut ini.

a. Satuan Dataran Danau Bandung

Merupakan dataran endapan danau Bandung purba yang telah mengering

ribuan tahun yang lalu, yang kini berkembang menjadi daerah Kota

Bandung.

Memiliki luas 750 km persegi (20% dari Cekungan Bandung), yang

memanjang ke arah Barat-Timur, terletak pada ketinggian sekitar 700 m

dpl.

Sungai utama dari dataran ini adalah Citarum yang membelah dataran

danau sehingga Ci Tarum terletak pada titik terendah pada Cekungan

Bandung. Citarum mengalir di Dataran Danau Bandung dengan pola

meander berkelok-kelok khususnya di sebelah Utara Ciparay hingga Curug

Jompong (sebelah Selatan Cimahi).

Terdapat Dataran Kipas Aluvial yang menempati seperlima luas Dataran

Danau Bandung. Dataran Kipas Aluvial menyebar hingga meliputi daerah

Cimahi-Dago sebagai batas Utara menuju Cicaheum dan Buah Batu.

Page 8: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-8

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

b. Satuan Kerucut Gunung Api

Merupakan pagar yang mengelilingi dataran danau.

Menempati sekitar 70% dari seluruh luas daerah Cekungan Bandung.

Terdiri dari badan gunung api kuarter dengan ketinggian sekitar 2.000m.

Di sebelah Utara berjajar deretan gunung api Burangrang, Tangkuban

Perahu (2.076 m), Bukit Tunggul, Canggak, Manglayang.

Di sebelah Timur terdapat kerucut-kerucut gunung api kecil-kecil antara lain

Mandalawangi (1.650 m), Mandalagiri, Gandapura dan lain sebagainya.

Di bagian Selatan terdapat dataran danau berjajar gunung api Malabar

(2.343 m), Patuha (2.434 m) dan lain sebagainya.

Banyak ditemui endapan-endapan vulkanik seperti breksi vulkanik, tufa,

beberapa lidah-lidah lava. Tufa di daerah Lembang dan Dago kaya akan

batu apung dan bersifat tras.

Ke arah Satuan Dataran Danau, kerucut gunung api melandai membentuk

kaki gunung api dimana kemiringan lahannya berkisar 5 - 15%.

c. Satuan Pematang Homoklin

Adalah perbukitan memanjang yang membentuk daerah perbukitan

Rajamandala-Padalarang, memanjang kurang lebih dengan arah Timur

Timur Laut- Barat Barat Daya.

Kedudukan satuan ini berada di dinding Barat dari Cekungan Bandung

dimana terdapat celah aliran Ci Tarum yang membelah perbukitan.

Memiliki ketinggian sekitar 800 - 1.000 m dpl.

Seluas kurang lebih 7 % dari luas total Cekungan Bandung.

d. Satuan Perbukitan Isolasi

Merupakan bukit-bukit yang terpisah satu sama lain atau berkelompok

menjadi jajaran perbukitan yang terisolasi di sebelah Selatan Cimahi dan

Dayeuhkolot.

Berketinggian sekitar 800 - 900 m.

Mencakup antara lain Gunung Bohong (878 m), Gunung Pangaten,

Gunung Koromong, Gunung Geulis dan lain sebagainya.

Page 9: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-9

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Sungai-sungai yang berada di kaki perbukitan kerucut gunung api maupun

yang berada di dataran danau mengandung berbagai jenis pasir untuk

bahan bangunan.

Dari data-data tersebut, diketahui dalam hasil interpretasi data (Gambar 3.6 )

bahwa Kota Bandung terletak pada Satuan Bentang Alam Dataran Danau

Bandung. Sebagai bagian dari suatu dataran bekas dasar Danau Purba Bandung,

maka Kota Bandung masih memiliki sifat dan karakteristik dataran banjir

(floodplain), yaitu terdapat aliran beberapa sungai yang mengalir dari dataran

tinggi dan pegunungan di sekitarnya dan juga memiliki Dataran Kipas Aluvial yang

menempati seperlima luas Dataran Danau Bandung. Dataran Kipas Aluvial

menyebar hingga meliputi daerah Cimahi-Dago sebagai batas Utara menuju

Cicaheum dan Buah Batu.

Gambar 3.6 Formasi Satuan Bentang Alam Cekungan Bandung dan Kota Bandung

(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012 –

interpretasi dari Sampurno, 2004)

3.4.3 Kondisi Geologis

Cekungan Bandung terdiri atas berbagai formasi morfologi yang dapat

dikelompokkan dalam beberapa formasi (Sampurno, 2004 dan Hutasoit, 2009),

yaitu: Formasi Cibeureum, Formasi Kosambi, Formasi Cikapundung, Endapan

Batuan Vulkanik (Kuarter), Endapan Danau Purba, dan Endapan Aluvial, yang

sebarannya dapat diketahui dalam Gambar 3.7 berikut ini.

Page 10: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-10

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3.7 Formasi Geologi Cekungan Bandung dan Kota Bandung

(sumber: Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012

– digambar ulang dari Brahmantyo, 2005)

Sifat masing-masing formasi geologis Cekungan Bandung adalah :

a. Formasi Cibeureum

Merupakan lapisan akifer utama dengan sebaran berbentuk kipas yang bersumber

dari Gunung Tangkubanparahu. Formasi ini terdiri atas perulangan breksi dan tuf

serta beberapa sisipan lava basal, dengan umur Plistosen Akhir-Holosen. Breksi

dalam formasi ini adalah breksi vulkanik yang disusun oleh fragmen-fragmen

skoria batuan beku andesit basal dan batu apung.

b. Formasi Kosambi

Formasi Kosambi terdapat pada permukaan Cekungan Bandung bagian tengah.

Litologinya terutama terdiri atas batu lempung, batu lanau dan batu pasir yang

Page 11: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-11

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

belum kompak dengan umur Holosen. Formasi ini mempunyai hubungan

menjemari dengan Formasi Cibeureum bagian atas. Berdasarkan sifat litologinya,

formasi ini berperan sebagai akuintar di kawasan Cekungan Bandung.

c. Formasi Cikapundung

Formasi ini adalah satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian

(Koesoemadinata dan Hartono, 1981) dan terdiri atas konglomerat dan breksi

kompak, tuf dan lava andesit. Umur formasi ini diperkirakan Plistosen Awal.

Kekompakan litologi penyusun formasi ini dapat digunakan sebagai salah satu

pembeda dengan formasi Cibeureum serta dasar untuk menentukan peran

formasi ini sebagai batuan dasar hidrogeologi di kawasan Cekungan Bandung.

c. Endapan Batuan Vulkanik (Kuarter)

Berbagai endapan batuan vulkanik dapat dipisahkan antara lain berdasarkan umur

maupun komposisi. Umumnya terdiri dari breksi vulkanik, tufa, lidah-lidah lava,

endapan lahar dan aglomerat. Tufa dari Gunung Tangkuban Perahu yang

menyebar hingga Lembang, beberapa tempat di Dago, dan Kipas Aluvial Bandung

Utara, sebagian besar mengandung batu apung yang bersifat berpori dan

permeabel. Tufa yang membentuk daerah Gunung Burangrang, Gunung Sunda,

Gunung Bukit Tunggul, Gunung Canggak dan perbukitan Dago Utara hingga

Maribaya terdiri atas breksi vulkanik berselingan dengan endapan lahar, tufa halus

dan lidah-lidah lava. Sifat batuan umumnya sedikit kompak daripada tufa berbatu

apung tetapi masih cukup permeabel. Lapisan endapan vulkanik di sebelah Utara

umumnya menunjukkan kemiringan ke arah Selatan sekitar 5 - 7 derajat. Pada

permukaannya, endapan vulkanik menunjukkan tanah hasil pelapukan yang

bersifat gembur dan mudah terkikis tetapi subur.

d. Endapan Danau Purba

Terdiri dari lapisan-lapisan kerakal, batu pasir, batu lempung, tersemen, lemah,

gembur, dan terkadang kenyal. Beberapa lapisan bersifat permeabel dan menjadi

akifer yang baik. Beberapa lapisan lain bersifat lembek, organik, serta mempunyai

daya dukung rendah dan air tanah yang dikandungnya dapat bersifat agak asam

atau berbau sulfur. Kedudukan lapisan umumnya horizontal dengan hubungan

antar lapisan yang kadang-kadang berbentuk silang jari.

Page 12: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-12

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

e. Endapan Aluvial

Terdiri dari kerikil, pasir, lanau dari endapan sungai atau endapan banjir pada

umumnya bersifat lepas sampai tersemen lemah, atau plastis bahkan dapat

bersifat mengalir bila jenuh air. Pasir lepas dan kerakal endapan sungai masih

mengandung cukup banyak lumpur.

Dari Gambar 3.7 tersebut diketahui bahwa Kota Bandung memiliki kurang lebih

dua formasi geologis yang dominan, yaitu Formasi Kosambi dan Formasi

Cikapundung, serta ada pula sisipan Formasi Cibeureum di bagian Utara. Formasi

Kosambi terdapat pada Kota Bandung bagian Selatan dan Timur, Formasi

Cikapundung terdapat pada Kota Bandung bagian Timur dan Utara, sedangkan

Formasi Cibeureum terdapat pada sebagian Kota Bandung bagian Utara. Data

tersebut mendasari pengetahuan bahwa terdapat perbedaan karakteristik material

geologis antara kota Bandung bagian Utara, kota Bandung bagian tengah, dan

kota Bandung bagian Barat dengan kota Bandung bagian Selatan dan kota

Bandung bagian Timur. Kota Bandung bagian Selatan dan Timur yang disusun

oleh Formasi Kosambi tersusun oleh batu lempung, batu lanau dan batu pasir dan

mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Cibeureum bagian atas.

Sedangkan Kota Bandung bagian Utara dan Timur yang tersusun atas Formasi

Cikapundung terdiri atas konglomerat dan breksi kompak, tuf dan lava andesit dan

berperan sebagai batuan dasar hidrogeologi di kawasan Cekungan Bandung.

Beberapa area dalam Kota Bandung bagian Utara disusun atas Formasi

Cibeureum, yang terdiri atas perulangan breksi dan tuf serta beberapa sisipan

lava basal, yang disusun oleh fragmen-fragmen skoria batuan beku andesit basal

dan batu apung.

Dari formasi geologis yang ada pada Gambar 3.7 dapat diketahui formasi tanah

Cekungan Bandung dan Kota Bandung, seperti dalam Gambar 3.8 berikut ini :

Page 13: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-13

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3.8 Formasi Lapisan Tanah Cekungan Bandung dan Kota Bandung

(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012 – digambar ulang dari data)

Jenis material di bagian Utara umumnya merupakan jenis andosol, di bagian

Selatan serta di bagian Timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan

bahan endapan liat, sedangkan di bagian tengah dan Barat tersebar jenis tanah

andosol (Gambar 3.8). Berikut ini adalah sifat beragam jenis tanah yang

menyusun Metropolitan Bandung menurut Hardjowigeno (1992) :

a. Tanah Aluvial

Tanah aluvial merupakan tanah yang berasal dari endapan lumpur yang dibawa

oleh aliran sungai. Tanah aluvial biasanya memiliki sifat yang subur karena

berasal dari unsur hara yang terbawa oleh aliran air larian permukaan (runoff) dan

aliran air sungai dari dataran yang lebih tinggi. Karena sifatnya yang subur, area

dengan kandungan tanah aluvial banyak dimanfaatkan sebagai area bercocok

tanam (Hardjowigeno, 1992).

Page 14: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-14

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

b. Tanah podsol merah kuning / ultisol

Tanah podsol merah kuning, yang dikenal juga dengan ultisols, merupakan tanah

yang berasal dari pelapukan batuan pasir kuarsa dan tuf vulkanik. Tanah ini

umumnya berada pada daerah dengan iklim basah dengan curah hujan 2.500 -

3.500 mm/tahun. Tanah podsol merah kuning ini bersifat memiliki solum yang

dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal dan melekat, bersifat

agak masan (pH kurang dari 5,5), kesuburan rendah hingga sedang. Kendala

pengolahan tanah ini adalah pada sifat asam dan kurangnya unsur hara.

Pengelolaan tanah podsol merah kuning diarahkan pada upaya penetralan sifat

asam tanah dan pemupukan dengan unsur Kalium dan Posfat (Hardjowigeno,

1992).

c. Tanah Latosol / alfisol

Tanah latosol, yang disebut juga sebagai alfisol, merupakan tanah yang berasal

dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa, sehingga biasa

ditemukan di daerah pegunungan lipatan, topografi karst dan lereng vulkanik

dengan ketinggian dibawah 400 mdpl. Tanah latosol memiliki perkembangan profil

dengan ciri penimbunan liat di horizon bawah (terdapat korizon argilik. Sifat umum

tanah latosol ini antara lain berwarna coklat hingga merah, tekstur geluh hingga

lempung, pH netral hingga basa, mempunyai kejenuhan basa tinggi (35%) pada

kedalaman 180cm dari permukaan, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang

dan peka erosi. Kendala pengolahan tanah latosol ini adalah pada rendahnya

kandungan Nitrogen, Posfat, dan bahan organik (Hardjowigeno, 1992).

d. Tanah andosol / inceptisol

Tanah andosol, yang disebut juga sebagai inceptisol, merupakan tanah muda

yang sudah lebih berkembang daripada regosol/entisol. Tanah andosol memiliki

horison kambik. Tanah andosol/inceptisol memiliki kandungan Kalium yang

rendah, memiliki pH yang rendah (asam), namun cukup subur untuk digunakan

bercocok tanam atau budidaya. Upaya pengolahan tanah andosol/inceptisol ini

diutamakan pada penambahan unsur Kalium dan penetralan keasaman tanah

(Hardjowigeno, 1992).

Page 15: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-15

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

e. Tanah regosol / entisol

Tanah regosol merupakan tanah yang masih sangat muda, yaitu pada tingkat

permulaan pembentukan tanah. Tanah regosol ini, berasal dari abu vulkanik,

sehingga banyak terdapat di sekitar gunung berapi dan biasanya ditandai dengan

dominasi pasir. Tanah regosol memiliki warna dominan kelabu kehitaman, lapis

olah yang dangkal, memiliki drainase serta aerasi yang baik, namun miskin bahan

organik (karena berasal dari tanah yang paling muda) dan unsur Nitrogen.

Pengolahan yang perlu dilakukan adalah dengan cara memperbaiki struktur tanah

yang sangat berpori dan memperkaya bahan organiknya (Hardjowigeno, 1992).

Berdasarkan data dan Gambar 3.8 tersebut, maka diketahui bahwa Kota Bandung

didominasi oleh lapisan tanah aluvial yang berasal dari kikisan tanah pegunungan

yang dahulu terbawa oleh aliran sungai-sungai yang melalui Kota Bandung.

Karena sifat tanah aluvial di Kota Bandung yang subur, maka dahulu di Kota

Bandung banyak dimanfaatkan penduduknya sebagai area bercocok tanam

(Hardjowigeno, 1992). Kondisi tersebut merupakan keuntungan bagi perencanaan

Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung ini karena akan lebih mudah mengolah tanah

dalam persiapan pengembangan ruang terbuka hijau.

3.4.4 Kondisi Topografis

Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 Meter di atas

permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter

dan terendah di sebelah Selatan 675 Meter di atas permukaan laut. Di wilayah

Kota Bandung bagian Selatan sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah

relatif datar sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit.

Secara topografis, kawasan cekungan Bandung merupakan daerah dengan

kemiringan yang bervariasi. Sebagian besar kawasan cekungan Bandung

merupakan daerah datar (kemiringan 0 – 8%), 21% merupakan daerah landai

(kemiringan 8 – 15%), 20% bergelombang (kemiringan lereng 15 - 25%), 12%

merupakan daerah curam (kemiringan lereng 25 - 40%), dan 5% merupakan

daerah sangat curam (kemiringan lereng > 40%).

Gambaran kondisi topografi Cekungan Bandung dan Kota Bandung dapat diamati

dalam Gambar 3.9 dan Gambar 3.10 berikut ini.

Page 16: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-16

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3.9 Kondisi Topografis Cekungan Bandung dan Kota Bandung

(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)

Gambar 3.10 Daerah Cekungan Bandung dan Kota Bandung

(sumber: Kota Bandung Dalam Angka, 2010)

Page 17: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-17

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Sebagai suatu daerah yang didominasi oleh daerah dataran pada suatu dasar

Cekungan Bandung, Kota Bandung memiliki potensi panorama alam yang

menarik karena dikelilingi pemandangan pegunungan di sekelilingnya dan juga

memiliki potensi Sumber Daya Air yang melimpah, yaitu sejumlah 15 sungai ( sub

bab 3.3.5 dan Gambar 3.11).

Walaupun demikian kondisi tersebut juga memiliki ‘kerugian’, yaitu :

Memiliki kecenderungan untuk memiliki daerah genangan air, baik berupa

dataran basah (wetland) maupun dataran banjir (floodplain) apabila daerah

dataran yang lebih tinggi sudah tidak mampu lagi meresapkan air hujan dan

muka tutupan lahan Satuan Bentang Alam Dataran Danau Bandung sudah

tidak mampu lagi meresapkan aliran air larian hujan.

Memiliki kecenderungan untuk memerangkap udara dan untuk

mengakumulasi polusi udara, air, dan tanah yang lebih tinggi sehingga ada

kemungkinan mengalami kenaikan suhu udara yang lebih cepat dan

ekstrim (urban heat island).

3.4.5 Kondisi Hidrologis

Kondisi hidrologi di Cekungan Bandung dan Kota Bandung dipengaruhi oleh

kondisi aliran air tanah/akifer, kondisi aliran air permukaan, serta curah hujan.

Ketiga faktor hidrologi tersebut masing-masing berpotensi untuk dimanfaatkan dan

sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan air bersih untuk kehidupan warga.

Dalam dokumen Bandung Dalam Angka Tahun 2010 terdapat data pemakaian air

PDAM tahun 2010 di Kota Bandung berdasarkan Kecamatan yang menunjukkan

jumlah total air yang terpakai oleh penduduk Kota Bandung adalah 31.324.440

m3/tahun. Tabel 3.1 menunjukkan sumber air baku dan kapasitas produksi PDAM

di Kota Bandung.

Page 18: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-18

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Tabel 3.1 Sumber Air Baku dan Kapasitas Produksi PDAM di Kota Bandung

Kab/Kota Sumber Air Baku Produksi/Tahun

(m3 / tahun)

Sumber Air Baku

Tambahan

Kota Bandung Sungai:

Cikapundung,

Cibeureum, Cikalong,

Cipanjalu, dan

Cisangkuy

Mata Air:

Cikendi dan Cikareo

Sumur Bor:

Cigentur, Ciliang,

Ciwangun, Cisalakah,

Cicariuh, Bantar Aur, dan

Cipedes

77.902.342 S. Cipanjalu

Waduk Cidadap,

Gedebage, Saguling,

Cirata

Ujungberung

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2002; dalam Kajian Metropolitan Bandung Departemen Pekerjaan Umum, 2010

Gambar 2.11 berikut menunjukkan pembagian sub DAS di wilayah Metrpolitan

Bandung di mana terlihat bahwa Kota Bandung merupakan bagian dari Daerah

Aliran Sungai (DAS) Citarum. Elemen hidrologi Kota Bandung terdiri dari beberapa

sungai dan anak sungai yang membentang dari wilayah Utara ke Selatan yang

seluruhnya bermuara ke Sungai Citarum. Sungai yang ada di Kota Bandung,

terdiri dari 15 sungai sepanjang 265,05 km, diantaranya yaitu Sungai

Cikapundung, Cipamokolan, Cidurian, Cidadas, Cinambo, Ciwastra, Citepus,

Cibedung, Curug Dog-dog, Cibaduyut, Cikahiyangan, Cibuntu, Cigondewah,

Cibereum, dan Cinanjur.

Page 19: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-19

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3.11 Pembagian Sub DAS di Metropolitan Bandung

(Sumber: Wikimapia, 2010 dan Balai Informasi Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2010, peta digambar ulang)

Arah aliran air sungai dan anak-anak sungai di Kota Bandung tersebut dapat

dilihat pada Gambar 3.12 berikut.

Gambar 3.12 Tata Hidrologi Kota Bandung

(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)

Page 20: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-20

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Sungai-sungai tersebut dipergunakan sebagai saluran induk dalam pengaliran air

hujan dan juga sebagian kecil penduduk masih dipergunakan untuk keperluan

MCK. Sungai utama yang menampung air hujan Kota Bandung adalah Sungai

Cikapundung dengan panjang 62,10 km yang memiliki anak sungai yang mengalir

dari Utara ke Selatan.

3.4.6 Kondisi Iklim dan Cuaca

Kondisi Iklim dan cuaca suatu wilayah dipengaruhi oleh letak geografis, bentukan

bumi / geomorfologis, jenis tutupan lahan, serta faktor kondisi ekologis kawasan.

Menurut letak geografis, kota Bandung terletak pada zona iklim tropis basah

dengan curah hujan yang tinggi, sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun,

serta temperatur udara sedang hingga tinggi. Faktor geomorfologis Kota Bandung

yang dipengaruhi oleh pegunungan di sekitarnya menjadikan iklim tropis basah

dengan kondisi cuaca khas lingkungan sekitar pegunungan yang sejuk dan

lembab. Namun beberapa waktu belakangan ini temperatur rata-rata Kota

Bandung meningkat tajam, hingga mencapai 30,2oC dengan temperatur tertinggi

yaitu pada bulan April. Hal tersebut diduga terutama disebabkan oleh polusi udara

akibat kendaraan bermotor dan dampak dari pemanasan global. Pada Gambar

3.13 terlihat fluktuasi perkembangan temperatur rata-rata di kota Bandung.

Gambar 3.13 Perkembangan Temperatur Rata-Rata di Kota Bandung (2006-2010)

(Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010)

Page 21: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-21

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Pada gambar 3.14 terlihat sebaran titik –titik panas (heat island) di Kota Bandung,

yang ditunjukkan dengan warna biru, kini terlihat cukup merata di seluruh wilayah

perkembangan kota. Titik dingin (cool island) merupakan area yang masih tertutup

dengan vegetasi misalnya berupa hutan dan budidaya pertanian atau berupa

RTH.

Gambar 3.14 Sebaran heat island di Kota Bandung pada 2010

(sumber: Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)

3.5 KONDISI KEPENDUDUKAN KOTA BANDUNG

Penduduk Kota Bandung berdasarkan Sensus Penduduk 2011 adalah 2.394.873

jiwa (penduduk laki-laki 1.215.348 jiwa dan perempuan 1.179.525 jiwa). Rata-rata

kepadatan penduduk Kota Bandung 14,314 jiwa/Km2. Menurut kepadatan

penduduk per Kecamatan, Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah

terpadat dengan kepadatan penduduk 38,686 jiwa/Km2.

Kepadatan penduduk di wilayah perkotaan merupakan salah satu fokus

permasalahan Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi

tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar

Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian

Jaya.

Page 22: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-22

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3. 15 Peta Sebaran Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2011 (sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 23: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-23

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

3.6 KONDISI EKONOMI KOTA BANDUNG

Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator perekonomian

yang dapat digunakan sebagai bahan penentuan kebijakan pembangunan

khususnya dalam bidang perekonomian dan bahan evaluasi pembangunan

ekonomi regional.

PDRB Kota Bandung didasarkan atas harga berlaku dan harga konstan tahun

2000. PDRB Kota Bandung yang dihitung atas dasar harga berlaku dari tahun

2009 sampai tahun 2010 menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Nilai

absolut PDRB Kota Bandung atas dasar harga berlaku tahun 2009 sebesar Rp

70.281.163 juta dan tahun 2010 meningkat menjadi Rp 82.022.176 juta. Dengan

demikian secara nominal terjadi peningkatan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

sebesar 16.68%.

Sedangkan PDRB Kota Bandung tahun 2009 yang dihitung atas dasar harga

konstan tahun 2000 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu dari Rp

29.228.272 juta pada tahun 2009 menjadi Rp 31.697.282 juta pada tahun 2010.

Maka secara riil terjadi kenaikan produksi di Kota Bandung sebesar 8,45%.

Struktur ekonomi ditunjukan oleh distribusi persentase PDRB. Secara berlaku

ditunjukkan bahwa distribusi persentase sektor perdagangan, hotel dan restoran

merupakan sektor ekonomi yang mempunyai peranan terbesar terhadap

penciptaan PDRB Kota Bandung. Kemudian disusul oleh sektor industri

pengolahan.

Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 8,45 persen. Jika dibandingkan

dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 8,34 persen, pertumbuhan

ekonomi tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 0,11 persen.

Gambar 3. 16 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Bandung Tahun 2008-

2010 atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam persen).

(Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010)

Page 24: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-24

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Gambar 3. 17 Sebaran Kegiatan Ekonomi di Kota Bandung

(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)

3.7 SARANA DAN PRASARANA KOTA BANDUNG

3.7.1 Pendidikan

Sarana pendidikan yang ada di Kota Bandung berupa sarana pendidikan tingkat

TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi (IAIN, ITB, UNPAD, UPI dan

Perguruan Tinggi Swasta). Jumlah sekolah negeri dan swasta sampai dengan

tahun 2010 terdiri dari 435 unit TK, 721 unit SD, 189 unit SLTP, dan 112 unit

SMU dan 120 SMK.

Tabel 3. 2 Banyaknya Sekolah Negeri dan Swasta Menurut Jenis Sekolah

Di Kota Bandung Tahun 2010

No. Sekolah Negeri Swasta Jumlah

1 Taman Kanak-kanak (TK) 3 432 435

2 Sekolah Dasar (SD) 544 177 721

3 SLTP / Junior High School 55 134 189

4 SMU / Senior High School 25 87 112

5 SMK / Vocational High School 17 103 120

Jumlah / Total 2010 644 933 1.577

Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010

Page 25: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-25

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Dilihat dari jumlah sarana pendidikan per kecamatan yang paling tinggi: TK berada

di Kecamatan Rancasari dan Kiaracondong yaitu sebanyak 25 unit, SD berada di

Kecamatan Coblong dan Babakan Ciparay yaitu sebanyak 40 unit, SLTP berada

di Kecamatan Andir yaitu sebanyak 15 unit, SMU berada di kecamatan Andir yaitu

sebesar 13 unit, dan SMK berada di kecamatan Lengkong yaitu sebesar 17 unit.

3.7.2 Kesehatan

Sarana kesehatan di Kota Bandung banyak dikelola oleh pihak swasta baik itu

praktek dokter, bidan, apotik maupun bidang farmasi lain. Jumlah sarana

kesehatan di Kota Bandung meliputi 30 Rumah Sakit Umum, 29 Rumah Sakit

Bersalin, 73 Puskesmas, 257 Balai Kesehatan, dan 1.938 Pos Yandu.

Berdasarkan klasifikasinya, di Kota Bandung belum terdapat rumah sakit umum

kelas A.

Terlepas dari persebaran rumah sakit di Kota Bandung yang belum merata, bila

dilihat dari ratio yang ada sekarang yaitu ratio 1 Tempat Tidur (TT) Rumah sakit

untuk 516 penduduk, maka jumlah tempat tidur di Kota Bandung masih

mencukupi, karena ratio TT per penduduk standar Departemen Kesehatan yaitu 1

TT RS : 1000 penduduk.

Tabel 3. 3 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Bandung Menurut Kecamatan Tahun 2012

No. Kecamatan Jenis Sarana Kehatan (Unit)

Puskesmas Posyandu Balai Pengobatan RS RS Bersalin

1. Bandung Kulon 3 92 11 0 2

2. Babakan Ciparay 3 91 7 0 -

3. Bojongloa Kaler 2 70 7 2 1

4. Bojongloa Kidul 1 54 5 0 -

5. Astanaanyar 4 71 11 1 1

6. Regol 3 73 11 0 1

7. Lengkong 4 70 12 1 3

8. Bandung Kidul 3 39 7 0 1

9. Buah Batu 2 57 17 0 2

10. Rancasari 2 52 8 1 1

11. Gedebage 2 42 3 0 -

12. Cibiru 3 61 4 0 1

13. Panyileukan 2 36 10 0 -

14. Ujung Berung 1 60 5 0 -

15. Cinambo 1 26 0 1 -

16. Arcamanik 2 52 5 0 3

Page 26: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-26

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Lanjutan Tabel 3.3

No. Kecamatan Jenis Sarana Kehatan (Unit)

Puskesmas Posyandu Balai Pengobatan RS RS Bersalin

17. Antapani 3 65 4 1 -

18. Mandalajati 5 63 6 0 -

19. Kiaracondong 2 110 13 1 4

20. Batununggal 3 109 16 0 2

21. Sumur Bandung 2 33 6 3 -

22. Andir 2 77 22 3 2

23. Cicendo 1 75 14 2 -

24. Bandung Wetan 2 26 4 5 -

25. Cibeunying Kidul 2 92 10 1 -

26. Cibeunying Kaler 1 50 9 0 -

27. Coblong 4 98 12 0 2

28. Sukajadi 2 76 10 3 -

29. Sukasari 4 68 6 0 3

30. Cicadap 2 50 2 2 -

Jumlah 73 1.938 257 30 29

Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010

3.7.3 Transportasi

Sarana dan prasarana transportasi Kota Bandung terdiri dari angkutan darat jalan

raya dan rel, dan angkutan udara. Prasarana transportasi di Kota Bandung terdiri

atas:

Terminal penumpang dan halte penumpang yang berjumlah 15 unit

dengan tipe terminal A, B, dan C (sesuai dengan Kepmen Perhubungan

No.31 Tahun 1995) dan terdapat 20 pangkalan angkutan umum (kota) dan

halte (pemberhentian angkutan umum) sekitar 144 unit, yaitu 89 unit

dengan bangunan dan 55 unit tanpa bangunan. Halte ini terdistribusi di

beberapa ruas jalan, baik yang berstatus jalan nasional, propinsi, maupun

kabupaten/kota;

Fasilitas pejalan kaki tersedia dalam bentuk trotoar yang sebagian trotoar

masih dalam keadaan sedang dan rusak (32,27%);

Fasilitas Bandar Udara Husein Sastranegara yang terletak di WP

Bojonegara dan menempati area lahan 145 hektar dengan luas terminal

Page 27: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-27

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

2.411,85 m2. Bandara ini dilengkapi dengan satu terminal yang melayani

penerbangan domestik dan internasional;

Prasarana perparkiran di Kota Bandung terbagi menjadi dua, yaitu parkir di

badan jalan (on street parking) dan parkir di luar jalan (off street parking).

Parkir di badan jalan di Kota Bandung terbagi dalam empat kategori

tempat, yaitu jalan umum, jalanumum di tempat tertentu, parkir langganan,

dan parkir di pasar (Badan Pengelola Parkir, Kota Bandung). Sedangkan

parkir di luar jalan di Kota Bandung terbagi menjadi pelataran parkir,

bangunan parkir, parkir di lantai dasar (basement); dan

Stasiun kereta api yang berjumlah delapan stasiun antara lain Stasiun

Cimindi, Stasiun Andir, Stasiun Ciroyom, Stasiun Bandung, Stasiun

Cikudapateuh, Stasiun Kiaracondong, Stasiun Gedebage, dan Stasiun

Cimekar.

Gambar 3. 18 Peta Jaringan Rel dan Stasiun Kereta Api

(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Page 28: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-28

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Stasiun Bandung dan Kiaracondong merupakan stasiun utama dalam konteks

Metropolitan Bandung. Dalam wilayah Metropolitan Bandung, Kota Bandung

dilayani oleh jaringan kereta api jalur ganda dan jalur tunggal. Beberapa jaringan

kereta api yang ada di Kota Bandung tidak dioperasikan, yaitu jaringan menuju

Kecamatan Tanjungsari (Kabupaten Sumedang) dan menuju Kecamatan Ciwidey

seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar 3. 19 Jalur Jaringan Kereta Api yang Dioperasikan dan Tidak Dioperasikan

(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)

Stasiun Gedebage sudah tidak dioperasikan lagi sebagai stasiun penumpang dan

pada saat ini diperuntukkan sebagai stasiun terminal peti kemas. Jaringan kereta

api Kota Bandung ini dilayani oleh sarana kereta api kelas ekonomi dan patas,

baik dalam skala regional Metropolitan Bandung maupun daerah-daerah di Pulau

Jawa lainnya. Keberadaan jaringan kereta api ini cukup signifikan memberikan

tarikan pergerakan menuju Kota Bandung.

Page 29: Mp Rth_laporan Akhir_bab 3

PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-29

PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR

Adapun sarana transportasi umum di Kota Bandung terdiri atas:

A. Bis

Angkutan bus di Kota Bandung dioperasikan oleh Damri. Terdapat 12 trayek yang

pada saat ini dioperasikan dengan 243 kendaraan bus. Bus yang digunakan oleh

Damri merupakan bus besar dengan kapasitas 40-62 tempat duduk. Seringkali

terlihat pada jam sibuk pagi dan sore, bus kota Damri memuat penumpang yang

cukup banyak. Selain Damri, terdapat satu trayek bus sedang yang dioperasikan

oleh koperasi angkutan umum yaitu trayek Antapani – KPAD yang dioperasikan

oleh Kobutri. Pada saat ini, Kobutri mengoperasikan 12 bus sedang.

B. Angkutan Kota

Jumlah trayek angkutan kota resmi di Kota Bandung berjumlah 38 trayek dengan

4.695 kendaraan (Dinas Perhubungan dalam Rencana Induk Transportasi, 2006).

Angkutan kota yang beroperasi di Kota Bandung selama 5 tahun terakhir belum

pernah mengalami penambahan baik dari sisi jumlah kendaraan maupun jumlah

trayek. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan kota dan pertumbuhan

demand yang cukup pesat. Dampaknya adalah tumbuhnya angkutan tidak resmi

serta ojeg khususnya pada daerah-daerah yang baru berkembang.

Jumlah kendaraan angkutan kota yang beroperasi di Kota Bandung tidak sesuai

dengan jumlah kendaraan yang ditetapkan dalam SK Walikota Bandung.

Menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian dengan jumlah kendaraan menurut

SK Walikota. Jumlah kendaraan yang beroperasi di lapangan adalah 4.695

kendaraan, sementara jumlah kendaraan yang ditetapkan oleh SK Walikota

adalah 5.436 kendaraan.

C. Kereta

Pelayanan jasa kereta api (KA) perkotaan di wilayah Kota Bandung hanya

tersedia 2 jurusan pinggiran kota yakni ke Padalarang (8 KA/hari) dan ke

cicalengka (17 KA/hari). Di masa datang direncanakan akan dioperasikan jaringan

kereta api ringan (KAR) yang melayani koridor Timur – Barat di wilayah Kota

Bandung. Angkutan jalan rel di Kota Bandung yang merupakan sistem

transportasi sub urban dioperasikan oleh PT. KAI dengan menggunakan kereta

api diesel (KRD). Stasiun utama adalah Kiaracondong dan terminal akhir di

Padalarang dan Cicalengka. Angkutan jalan rel inimerupakan angkutan kommuter

yang melayani koridor barat-timur yaitu antara Padalarang-Bandung-Cicalengka.