Mp Rth_laporan Akhir_bab 3
-
Upload
boyke-p-sirait -
Category
Documents
-
view
158 -
download
2
description
Transcript of Mp Rth_laporan Akhir_bab 3
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-1
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
BAB 3
GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG
Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak
pada dataran tinggi Jawa Barat dengan ketinggian 675-1050 meter di atas
permukaan laut, dengan titik koordinat 6° 50’ 38” – 6° 58’ 50” LS dan 107° 33’ 34”
– 107° 43’ 50” BT. Secara geografis, Kota Bandung memiliki jarak yang relatif
dekat dengan Ibukota DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat
perdagangan. Kota Bandung juga dinilai strategis karena dilalui oleh dua poros
utama kegiatan pembangunan nasional di Pulau Jawa, yaitu:
a. Barat – Timur, dengan hubungan utama dengan Ibukota DKI Jakarta
b. Utara – Selatan, dengan hubungan lalu lintas dengan daerah perkebunan
strategis di Subang dan Pangalengan
3.1 BATAS WILAYAH PERKEMBANGAN KOTA BANDUNG
Dalam dekade 1980-2010, Kota Bandung telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat, baik dalam aspek ekonomi dan sosial, maupun dalam aspek
populasi penduduk kota dan pemanfaatan ruang kota. Perluasan wilayah kota dan
area terbangun merupakan salah satu indikatornya. Menurut RTRW Kota
Bandung 2011/2031 dengan luas 16,729,65 hektar, dan memiliki batas-batas
wilayah administratif sebagai berikut :
Sebelah Utara Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat
Sebelah Timur Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung
Sebelah Barat Kota Cimahi
Sebelah Selatan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten
Bandung.
Lingkup wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung meliputi batas
administrasi kota Bandung, mencakup seluruh wilayah daratan seluas 16.729,650
Ha dan wilayah udara Kota Bandung. Secara administratif, wilayah perencanaan
mencakup delapan Sub Wilayah Kota (SWK), yaitu SWK Bojonegara, SWK
Cibeunying, SWK Tegallega, SWK Karees, SWK Arcamanik, SWK Ujungberung,
SWK Kordon, dan SWK Gedebage.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-2
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
3.2 GAMBARAN SINGKAT PERKEMBANGAN KOTA BANDUNG
Kota Bandung telah memiliki rencana kota yang modern sejak awal abad ke-20.
Kota Bandung semula disusun oleh Thomas Karsten pada tahun 1930-an pada
area seluas 8098 hektar untuk menampung sekitar 750.000 penduduk (Gambar
3.3). Pada saat ini luasan wilayah Kota Bandung telah meluas hingga mencapai
dua kali luas asalnya, yaitu sekitar 17000 hektar dan telah memiliki populasi
penduduk sejumlah 1,6 juta jiwa (2010).
Berjalannya proses perubahan kekuasaan pemerintahan dari Pemerintahan
Kolonial Belanda ke tangan Pemerintahan RI dan kegiatan pembangunan di Pulau
Jawa yang ekstensif dan pesat melatarbelakangi perubahan pada rencana Kota
Bandung sehingga rencana yang dibuat oleh Karsten dianggap tidak lagi sesuai.
Pada tahun 1971, disusun Rencana Induk Kota Bandung (RIK Bandung) yang
ditetapkan dengan SK DPRD No.8339/1971.
Gambar 3.1 Pertumbuhan Fisik Kota Bandung Tahun 1825 – 1981
(sumber: Siregar, 1990 dalam Noviantari, 2012)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-3
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Sejalan dengan perkembangan aktivitas kota, wilayah Kota Bandung terus
berkembang sehingga mengalami perluasan sehingga RIK Bandung mengalami
perubahan pada 1987 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.16 Tahun
1987 tentang Perubahan Batas Wilayah DT II Bandung dengan Kabupaten
Kabupaten DT II Bandung dari 8.098 Ha menjadi 16.729,65 Ha, maka RIK
Bandung tahun 1986 (Gambar 2.1) tersebut perlu direvisi lagi. Rencana kota baru
akibat perubahan tersebut adalah Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Tahun 1990/1991 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kotamadya DT II
Bandung No. 2 Tahun 1992 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Bandung.
Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 24 Tahun 1992, RUTRK Bandung
berlaku selama 10 tahun sampai dengan tahun 2001. Perlu diketahui pula, bahwa
RUTRK tersebut telah dijabarkan ke dalam rencana yang lebih rinci, yaitu
Rencana Detail Tata Ruang 6 Wilayah Pengembangan (Bojonegara, Cibeunying,
Karees, Tegalega, Ujungberung dan Gedebage) yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kotamadya DT II Bandung No. 2 Tahun 1996 tentang Rencana Detail
Tata Ruang Kota Bandung. Gambaran perkembangan Kota Bandung hingga
Tahun 1996 terdapat dalam Gambar 3.2 berikut ini :
Gambar 3.2 Perluasan Wilayah Administratif Kota Bandung 1906-1996
(sumber: RTRW Kota Bandung 2013)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-4
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
3.3 KEDUDUKAN KOTA BANDUNG TERHADAP WILAYAH LAINNYA
Kota Bandung diharapkan mampu berperan sebagai pintu gerbang kawasan
internasional, dengan fungsi sebagai pusat jasa, simpul transportasi, serta
Kawasan Wisata Umum (KWU) Perkotaan dan Pendidikan dengan skala
pelayanan nasional (Kajian Metropolitan Bandung Departemen Pekerjaan Umum
RI, 2010 dan RIPPDA Jawa Barat, 2005).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan sebagai bagian
dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya atau
juga dikenal sebagai Kawasan Metropolitan Bandung (Bandung Metropolitan
Area), bersama-sama dengan Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten
Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang. Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat
dan bagian dari Kawasan Metropolitan Bandung, Kota Bandung berperan
sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Pulau Jawa, bersama-sama
dengan PKN DKI Jakarta dan PKN Surabaya. Posisi dan peran strategis Kota
Bandung dalam Kawasan Jawa Barat dan Metropolitan Bandung dapat dilihat
dalam Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.
Gambar 3.3 Peta Orientasi Kota Bandung dalam Metropolitan Bandung
(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-5
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3.4 Peta Orientasi Kota Bandung di Jawa Barat
(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-6
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
3.4 KONDISI BIOGEOFISIK KOTA BANDUNG
3.4.1 Kondisi Geomorfologi
Secara geomorfologis, Kota Bandung terletak pada area dataran yang dikelilingi
oleh pegunungan, sehingga membentuk cekungan yang dahulu dikenal sebagai
Kawasan Cekungan Bandung. Cekungan Bandung merupakan suatu cekungan
(basin) yang dikelilingi oleh gunung api dengan ketinggian 650 m sampai lebih dari
2.000 meter.
Batasan Cekungan Bandung adalah daerah yang memiliki karakter yang sesuai
dengan kriteria bentukan dan sebaran endapan danau Bandung purba yang
secara morfologis membentuk Dataran Danau Bandung dan daerah sekelilingnya,
yang merupakan sumber asal endapan danau (Brahmantyo, 2005). Berdasarkan
pemahaman tersebut, maka Kawasan Cekungan Bandung mencakup kawasan
dengan dimensi luas 233,000 Ha, yang terdiri atas daerah perbukitan di bagian
Utara dan daerah dataran di bagian Selatan, yang mencakup wilayah administrasi
pada Kota Bandung, kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota
Cimahi, dan lima kecamatan dari Kabupaten Sumedang (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Konfigurasi Pegunungan di Kawasan Cekungan Bandung
(sumber: Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung,2012)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-7
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Barisan pegunungan sebagai batas alam Kawasan Cekungan Bandung adalah :
Sebelah Utara Gunung Tangkuban Perahu (Kabupaten Bandung
Barat dan Subang) dan Gunung Manglayang
(Kabupaten Sumedang)
Sebelah Timur Gunung Bukit Jarian, Gunung Mandalawangi dan
Gunung Kasur (Kabupaten Sumedang)
Sebelah Selatan Gunung Puntang, Gunung Malabar, Gunung Rakutak
dan Gunung Bubut (Kabupaten Bandung)
Sebelah Barat Bukit Kidang Pananjung, Gunung Lagadar dan Gunung
Bohong (Kota Cimahi).
3.4.2 Kondisi Bentang Alam
Untuk identifikasi satuan bentang alam, Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi
beberapa satuan bentang alam (Sampurno, 2004), yaitu Satuan Dataran Danau
Bandung, Satuan Kerucut Gunung Api, Satuan Pematang Homoklin, dan Satuan
Perbukitan Isolasi, sebagaimana dijelaskan dalam paparan berikut ini.
a. Satuan Dataran Danau Bandung
Merupakan dataran endapan danau Bandung purba yang telah mengering
ribuan tahun yang lalu, yang kini berkembang menjadi daerah Kota
Bandung.
Memiliki luas 750 km persegi (20% dari Cekungan Bandung), yang
memanjang ke arah Barat-Timur, terletak pada ketinggian sekitar 700 m
dpl.
Sungai utama dari dataran ini adalah Citarum yang membelah dataran
danau sehingga Ci Tarum terletak pada titik terendah pada Cekungan
Bandung. Citarum mengalir di Dataran Danau Bandung dengan pola
meander berkelok-kelok khususnya di sebelah Utara Ciparay hingga Curug
Jompong (sebelah Selatan Cimahi).
Terdapat Dataran Kipas Aluvial yang menempati seperlima luas Dataran
Danau Bandung. Dataran Kipas Aluvial menyebar hingga meliputi daerah
Cimahi-Dago sebagai batas Utara menuju Cicaheum dan Buah Batu.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-8
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
b. Satuan Kerucut Gunung Api
Merupakan pagar yang mengelilingi dataran danau.
Menempati sekitar 70% dari seluruh luas daerah Cekungan Bandung.
Terdiri dari badan gunung api kuarter dengan ketinggian sekitar 2.000m.
Di sebelah Utara berjajar deretan gunung api Burangrang, Tangkuban
Perahu (2.076 m), Bukit Tunggul, Canggak, Manglayang.
Di sebelah Timur terdapat kerucut-kerucut gunung api kecil-kecil antara lain
Mandalawangi (1.650 m), Mandalagiri, Gandapura dan lain sebagainya.
Di bagian Selatan terdapat dataran danau berjajar gunung api Malabar
(2.343 m), Patuha (2.434 m) dan lain sebagainya.
Banyak ditemui endapan-endapan vulkanik seperti breksi vulkanik, tufa,
beberapa lidah-lidah lava. Tufa di daerah Lembang dan Dago kaya akan
batu apung dan bersifat tras.
Ke arah Satuan Dataran Danau, kerucut gunung api melandai membentuk
kaki gunung api dimana kemiringan lahannya berkisar 5 - 15%.
c. Satuan Pematang Homoklin
Adalah perbukitan memanjang yang membentuk daerah perbukitan
Rajamandala-Padalarang, memanjang kurang lebih dengan arah Timur
Timur Laut- Barat Barat Daya.
Kedudukan satuan ini berada di dinding Barat dari Cekungan Bandung
dimana terdapat celah aliran Ci Tarum yang membelah perbukitan.
Memiliki ketinggian sekitar 800 - 1.000 m dpl.
Seluas kurang lebih 7 % dari luas total Cekungan Bandung.
d. Satuan Perbukitan Isolasi
Merupakan bukit-bukit yang terpisah satu sama lain atau berkelompok
menjadi jajaran perbukitan yang terisolasi di sebelah Selatan Cimahi dan
Dayeuhkolot.
Berketinggian sekitar 800 - 900 m.
Mencakup antara lain Gunung Bohong (878 m), Gunung Pangaten,
Gunung Koromong, Gunung Geulis dan lain sebagainya.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-9
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Sungai-sungai yang berada di kaki perbukitan kerucut gunung api maupun
yang berada di dataran danau mengandung berbagai jenis pasir untuk
bahan bangunan.
Dari data-data tersebut, diketahui dalam hasil interpretasi data (Gambar 3.6 )
bahwa Kota Bandung terletak pada Satuan Bentang Alam Dataran Danau
Bandung. Sebagai bagian dari suatu dataran bekas dasar Danau Purba Bandung,
maka Kota Bandung masih memiliki sifat dan karakteristik dataran banjir
(floodplain), yaitu terdapat aliran beberapa sungai yang mengalir dari dataran
tinggi dan pegunungan di sekitarnya dan juga memiliki Dataran Kipas Aluvial yang
menempati seperlima luas Dataran Danau Bandung. Dataran Kipas Aluvial
menyebar hingga meliputi daerah Cimahi-Dago sebagai batas Utara menuju
Cicaheum dan Buah Batu.
Gambar 3.6 Formasi Satuan Bentang Alam Cekungan Bandung dan Kota Bandung
(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012 –
interpretasi dari Sampurno, 2004)
3.4.3 Kondisi Geologis
Cekungan Bandung terdiri atas berbagai formasi morfologi yang dapat
dikelompokkan dalam beberapa formasi (Sampurno, 2004 dan Hutasoit, 2009),
yaitu: Formasi Cibeureum, Formasi Kosambi, Formasi Cikapundung, Endapan
Batuan Vulkanik (Kuarter), Endapan Danau Purba, dan Endapan Aluvial, yang
sebarannya dapat diketahui dalam Gambar 3.7 berikut ini.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-10
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3.7 Formasi Geologi Cekungan Bandung dan Kota Bandung
(sumber: Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012
– digambar ulang dari Brahmantyo, 2005)
Sifat masing-masing formasi geologis Cekungan Bandung adalah :
a. Formasi Cibeureum
Merupakan lapisan akifer utama dengan sebaran berbentuk kipas yang bersumber
dari Gunung Tangkubanparahu. Formasi ini terdiri atas perulangan breksi dan tuf
serta beberapa sisipan lava basal, dengan umur Plistosen Akhir-Holosen. Breksi
dalam formasi ini adalah breksi vulkanik yang disusun oleh fragmen-fragmen
skoria batuan beku andesit basal dan batu apung.
b. Formasi Kosambi
Formasi Kosambi terdapat pada permukaan Cekungan Bandung bagian tengah.
Litologinya terutama terdiri atas batu lempung, batu lanau dan batu pasir yang
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-11
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
belum kompak dengan umur Holosen. Formasi ini mempunyai hubungan
menjemari dengan Formasi Cibeureum bagian atas. Berdasarkan sifat litologinya,
formasi ini berperan sebagai akuintar di kawasan Cekungan Bandung.
c. Formasi Cikapundung
Formasi ini adalah satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian
(Koesoemadinata dan Hartono, 1981) dan terdiri atas konglomerat dan breksi
kompak, tuf dan lava andesit. Umur formasi ini diperkirakan Plistosen Awal.
Kekompakan litologi penyusun formasi ini dapat digunakan sebagai salah satu
pembeda dengan formasi Cibeureum serta dasar untuk menentukan peran
formasi ini sebagai batuan dasar hidrogeologi di kawasan Cekungan Bandung.
c. Endapan Batuan Vulkanik (Kuarter)
Berbagai endapan batuan vulkanik dapat dipisahkan antara lain berdasarkan umur
maupun komposisi. Umumnya terdiri dari breksi vulkanik, tufa, lidah-lidah lava,
endapan lahar dan aglomerat. Tufa dari Gunung Tangkuban Perahu yang
menyebar hingga Lembang, beberapa tempat di Dago, dan Kipas Aluvial Bandung
Utara, sebagian besar mengandung batu apung yang bersifat berpori dan
permeabel. Tufa yang membentuk daerah Gunung Burangrang, Gunung Sunda,
Gunung Bukit Tunggul, Gunung Canggak dan perbukitan Dago Utara hingga
Maribaya terdiri atas breksi vulkanik berselingan dengan endapan lahar, tufa halus
dan lidah-lidah lava. Sifat batuan umumnya sedikit kompak daripada tufa berbatu
apung tetapi masih cukup permeabel. Lapisan endapan vulkanik di sebelah Utara
umumnya menunjukkan kemiringan ke arah Selatan sekitar 5 - 7 derajat. Pada
permukaannya, endapan vulkanik menunjukkan tanah hasil pelapukan yang
bersifat gembur dan mudah terkikis tetapi subur.
d. Endapan Danau Purba
Terdiri dari lapisan-lapisan kerakal, batu pasir, batu lempung, tersemen, lemah,
gembur, dan terkadang kenyal. Beberapa lapisan bersifat permeabel dan menjadi
akifer yang baik. Beberapa lapisan lain bersifat lembek, organik, serta mempunyai
daya dukung rendah dan air tanah yang dikandungnya dapat bersifat agak asam
atau berbau sulfur. Kedudukan lapisan umumnya horizontal dengan hubungan
antar lapisan yang kadang-kadang berbentuk silang jari.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-12
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
e. Endapan Aluvial
Terdiri dari kerikil, pasir, lanau dari endapan sungai atau endapan banjir pada
umumnya bersifat lepas sampai tersemen lemah, atau plastis bahkan dapat
bersifat mengalir bila jenuh air. Pasir lepas dan kerakal endapan sungai masih
mengandung cukup banyak lumpur.
Dari Gambar 3.7 tersebut diketahui bahwa Kota Bandung memiliki kurang lebih
dua formasi geologis yang dominan, yaitu Formasi Kosambi dan Formasi
Cikapundung, serta ada pula sisipan Formasi Cibeureum di bagian Utara. Formasi
Kosambi terdapat pada Kota Bandung bagian Selatan dan Timur, Formasi
Cikapundung terdapat pada Kota Bandung bagian Timur dan Utara, sedangkan
Formasi Cibeureum terdapat pada sebagian Kota Bandung bagian Utara. Data
tersebut mendasari pengetahuan bahwa terdapat perbedaan karakteristik material
geologis antara kota Bandung bagian Utara, kota Bandung bagian tengah, dan
kota Bandung bagian Barat dengan kota Bandung bagian Selatan dan kota
Bandung bagian Timur. Kota Bandung bagian Selatan dan Timur yang disusun
oleh Formasi Kosambi tersusun oleh batu lempung, batu lanau dan batu pasir dan
mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Cibeureum bagian atas.
Sedangkan Kota Bandung bagian Utara dan Timur yang tersusun atas Formasi
Cikapundung terdiri atas konglomerat dan breksi kompak, tuf dan lava andesit dan
berperan sebagai batuan dasar hidrogeologi di kawasan Cekungan Bandung.
Beberapa area dalam Kota Bandung bagian Utara disusun atas Formasi
Cibeureum, yang terdiri atas perulangan breksi dan tuf serta beberapa sisipan
lava basal, yang disusun oleh fragmen-fragmen skoria batuan beku andesit basal
dan batu apung.
Dari formasi geologis yang ada pada Gambar 3.7 dapat diketahui formasi tanah
Cekungan Bandung dan Kota Bandung, seperti dalam Gambar 3.8 berikut ini :
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-13
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3.8 Formasi Lapisan Tanah Cekungan Bandung dan Kota Bandung
(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012 – digambar ulang dari data)
Jenis material di bagian Utara umumnya merupakan jenis andosol, di bagian
Selatan serta di bagian Timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan
bahan endapan liat, sedangkan di bagian tengah dan Barat tersebar jenis tanah
andosol (Gambar 3.8). Berikut ini adalah sifat beragam jenis tanah yang
menyusun Metropolitan Bandung menurut Hardjowigeno (1992) :
a. Tanah Aluvial
Tanah aluvial merupakan tanah yang berasal dari endapan lumpur yang dibawa
oleh aliran sungai. Tanah aluvial biasanya memiliki sifat yang subur karena
berasal dari unsur hara yang terbawa oleh aliran air larian permukaan (runoff) dan
aliran air sungai dari dataran yang lebih tinggi. Karena sifatnya yang subur, area
dengan kandungan tanah aluvial banyak dimanfaatkan sebagai area bercocok
tanam (Hardjowigeno, 1992).
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-14
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
b. Tanah podsol merah kuning / ultisol
Tanah podsol merah kuning, yang dikenal juga dengan ultisols, merupakan tanah
yang berasal dari pelapukan batuan pasir kuarsa dan tuf vulkanik. Tanah ini
umumnya berada pada daerah dengan iklim basah dengan curah hujan 2.500 -
3.500 mm/tahun. Tanah podsol merah kuning ini bersifat memiliki solum yang
dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal dan melekat, bersifat
agak masan (pH kurang dari 5,5), kesuburan rendah hingga sedang. Kendala
pengolahan tanah ini adalah pada sifat asam dan kurangnya unsur hara.
Pengelolaan tanah podsol merah kuning diarahkan pada upaya penetralan sifat
asam tanah dan pemupukan dengan unsur Kalium dan Posfat (Hardjowigeno,
1992).
c. Tanah Latosol / alfisol
Tanah latosol, yang disebut juga sebagai alfisol, merupakan tanah yang berasal
dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa, sehingga biasa
ditemukan di daerah pegunungan lipatan, topografi karst dan lereng vulkanik
dengan ketinggian dibawah 400 mdpl. Tanah latosol memiliki perkembangan profil
dengan ciri penimbunan liat di horizon bawah (terdapat korizon argilik. Sifat umum
tanah latosol ini antara lain berwarna coklat hingga merah, tekstur geluh hingga
lempung, pH netral hingga basa, mempunyai kejenuhan basa tinggi (35%) pada
kedalaman 180cm dari permukaan, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang
dan peka erosi. Kendala pengolahan tanah latosol ini adalah pada rendahnya
kandungan Nitrogen, Posfat, dan bahan organik (Hardjowigeno, 1992).
d. Tanah andosol / inceptisol
Tanah andosol, yang disebut juga sebagai inceptisol, merupakan tanah muda
yang sudah lebih berkembang daripada regosol/entisol. Tanah andosol memiliki
horison kambik. Tanah andosol/inceptisol memiliki kandungan Kalium yang
rendah, memiliki pH yang rendah (asam), namun cukup subur untuk digunakan
bercocok tanam atau budidaya. Upaya pengolahan tanah andosol/inceptisol ini
diutamakan pada penambahan unsur Kalium dan penetralan keasaman tanah
(Hardjowigeno, 1992).
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-15
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
e. Tanah regosol / entisol
Tanah regosol merupakan tanah yang masih sangat muda, yaitu pada tingkat
permulaan pembentukan tanah. Tanah regosol ini, berasal dari abu vulkanik,
sehingga banyak terdapat di sekitar gunung berapi dan biasanya ditandai dengan
dominasi pasir. Tanah regosol memiliki warna dominan kelabu kehitaman, lapis
olah yang dangkal, memiliki drainase serta aerasi yang baik, namun miskin bahan
organik (karena berasal dari tanah yang paling muda) dan unsur Nitrogen.
Pengolahan yang perlu dilakukan adalah dengan cara memperbaiki struktur tanah
yang sangat berpori dan memperkaya bahan organiknya (Hardjowigeno, 1992).
Berdasarkan data dan Gambar 3.8 tersebut, maka diketahui bahwa Kota Bandung
didominasi oleh lapisan tanah aluvial yang berasal dari kikisan tanah pegunungan
yang dahulu terbawa oleh aliran sungai-sungai yang melalui Kota Bandung.
Karena sifat tanah aluvial di Kota Bandung yang subur, maka dahulu di Kota
Bandung banyak dimanfaatkan penduduknya sebagai area bercocok tanam
(Hardjowigeno, 1992). Kondisi tersebut merupakan keuntungan bagi perencanaan
Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung ini karena akan lebih mudah mengolah tanah
dalam persiapan pengembangan ruang terbuka hijau.
3.4.4 Kondisi Topografis
Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 Meter di atas
permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter
dan terendah di sebelah Selatan 675 Meter di atas permukaan laut. Di wilayah
Kota Bandung bagian Selatan sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah
relatif datar sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit.
Secara topografis, kawasan cekungan Bandung merupakan daerah dengan
kemiringan yang bervariasi. Sebagian besar kawasan cekungan Bandung
merupakan daerah datar (kemiringan 0 – 8%), 21% merupakan daerah landai
(kemiringan 8 – 15%), 20% bergelombang (kemiringan lereng 15 - 25%), 12%
merupakan daerah curam (kemiringan lereng 25 - 40%), dan 5% merupakan
daerah sangat curam (kemiringan lereng > 40%).
Gambaran kondisi topografi Cekungan Bandung dan Kota Bandung dapat diamati
dalam Gambar 3.9 dan Gambar 3.10 berikut ini.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-16
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3.9 Kondisi Topografis Cekungan Bandung dan Kota Bandung
(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)
Gambar 3.10 Daerah Cekungan Bandung dan Kota Bandung
(sumber: Kota Bandung Dalam Angka, 2010)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-17
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Sebagai suatu daerah yang didominasi oleh daerah dataran pada suatu dasar
Cekungan Bandung, Kota Bandung memiliki potensi panorama alam yang
menarik karena dikelilingi pemandangan pegunungan di sekelilingnya dan juga
memiliki potensi Sumber Daya Air yang melimpah, yaitu sejumlah 15 sungai ( sub
bab 3.3.5 dan Gambar 3.11).
Walaupun demikian kondisi tersebut juga memiliki ‘kerugian’, yaitu :
Memiliki kecenderungan untuk memiliki daerah genangan air, baik berupa
dataran basah (wetland) maupun dataran banjir (floodplain) apabila daerah
dataran yang lebih tinggi sudah tidak mampu lagi meresapkan air hujan dan
muka tutupan lahan Satuan Bentang Alam Dataran Danau Bandung sudah
tidak mampu lagi meresapkan aliran air larian hujan.
Memiliki kecenderungan untuk memerangkap udara dan untuk
mengakumulasi polusi udara, air, dan tanah yang lebih tinggi sehingga ada
kemungkinan mengalami kenaikan suhu udara yang lebih cepat dan
ekstrim (urban heat island).
3.4.5 Kondisi Hidrologis
Kondisi hidrologi di Cekungan Bandung dan Kota Bandung dipengaruhi oleh
kondisi aliran air tanah/akifer, kondisi aliran air permukaan, serta curah hujan.
Ketiga faktor hidrologi tersebut masing-masing berpotensi untuk dimanfaatkan dan
sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan air bersih untuk kehidupan warga.
Dalam dokumen Bandung Dalam Angka Tahun 2010 terdapat data pemakaian air
PDAM tahun 2010 di Kota Bandung berdasarkan Kecamatan yang menunjukkan
jumlah total air yang terpakai oleh penduduk Kota Bandung adalah 31.324.440
m3/tahun. Tabel 3.1 menunjukkan sumber air baku dan kapasitas produksi PDAM
di Kota Bandung.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-18
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Tabel 3.1 Sumber Air Baku dan Kapasitas Produksi PDAM di Kota Bandung
Kab/Kota Sumber Air Baku Produksi/Tahun
(m3 / tahun)
Sumber Air Baku
Tambahan
Kota Bandung Sungai:
Cikapundung,
Cibeureum, Cikalong,
Cipanjalu, dan
Cisangkuy
Mata Air:
Cikendi dan Cikareo
Sumur Bor:
Cigentur, Ciliang,
Ciwangun, Cisalakah,
Cicariuh, Bantar Aur, dan
Cipedes
77.902.342 S. Cipanjalu
Waduk Cidadap,
Gedebage, Saguling,
Cirata
Ujungberung
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2002; dalam Kajian Metropolitan Bandung Departemen Pekerjaan Umum, 2010
Gambar 2.11 berikut menunjukkan pembagian sub DAS di wilayah Metrpolitan
Bandung di mana terlihat bahwa Kota Bandung merupakan bagian dari Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum. Elemen hidrologi Kota Bandung terdiri dari beberapa
sungai dan anak sungai yang membentang dari wilayah Utara ke Selatan yang
seluruhnya bermuara ke Sungai Citarum. Sungai yang ada di Kota Bandung,
terdiri dari 15 sungai sepanjang 265,05 km, diantaranya yaitu Sungai
Cikapundung, Cipamokolan, Cidurian, Cidadas, Cinambo, Ciwastra, Citepus,
Cibedung, Curug Dog-dog, Cibaduyut, Cikahiyangan, Cibuntu, Cigondewah,
Cibereum, dan Cinanjur.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-19
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3.11 Pembagian Sub DAS di Metropolitan Bandung
(Sumber: Wikimapia, 2010 dan Balai Informasi Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2010, peta digambar ulang)
Arah aliran air sungai dan anak-anak sungai di Kota Bandung tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.12 berikut.
Gambar 3.12 Tata Hidrologi Kota Bandung
(Sumber : Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-20
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Sungai-sungai tersebut dipergunakan sebagai saluran induk dalam pengaliran air
hujan dan juga sebagian kecil penduduk masih dipergunakan untuk keperluan
MCK. Sungai utama yang menampung air hujan Kota Bandung adalah Sungai
Cikapundung dengan panjang 62,10 km yang memiliki anak sungai yang mengalir
dari Utara ke Selatan.
3.4.6 Kondisi Iklim dan Cuaca
Kondisi Iklim dan cuaca suatu wilayah dipengaruhi oleh letak geografis, bentukan
bumi / geomorfologis, jenis tutupan lahan, serta faktor kondisi ekologis kawasan.
Menurut letak geografis, kota Bandung terletak pada zona iklim tropis basah
dengan curah hujan yang tinggi, sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun,
serta temperatur udara sedang hingga tinggi. Faktor geomorfologis Kota Bandung
yang dipengaruhi oleh pegunungan di sekitarnya menjadikan iklim tropis basah
dengan kondisi cuaca khas lingkungan sekitar pegunungan yang sejuk dan
lembab. Namun beberapa waktu belakangan ini temperatur rata-rata Kota
Bandung meningkat tajam, hingga mencapai 30,2oC dengan temperatur tertinggi
yaitu pada bulan April. Hal tersebut diduga terutama disebabkan oleh polusi udara
akibat kendaraan bermotor dan dampak dari pemanasan global. Pada Gambar
3.13 terlihat fluktuasi perkembangan temperatur rata-rata di kota Bandung.
Gambar 3.13 Perkembangan Temperatur Rata-Rata di Kota Bandung (2006-2010)
(Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-21
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Pada gambar 3.14 terlihat sebaran titik –titik panas (heat island) di Kota Bandung,
yang ditunjukkan dengan warna biru, kini terlihat cukup merata di seluruh wilayah
perkembangan kota. Titik dingin (cool island) merupakan area yang masih tertutup
dengan vegetasi misalnya berupa hutan dan budidaya pertanian atau berupa
RTH.
Gambar 3.14 Sebaran heat island di Kota Bandung pada 2010
(sumber: Dokumentasi Tim Masterplan RTH Kota Bandung, 2012)
3.5 KONDISI KEPENDUDUKAN KOTA BANDUNG
Penduduk Kota Bandung berdasarkan Sensus Penduduk 2011 adalah 2.394.873
jiwa (penduduk laki-laki 1.215.348 jiwa dan perempuan 1.179.525 jiwa). Rata-rata
kepadatan penduduk Kota Bandung 14,314 jiwa/Km2. Menurut kepadatan
penduduk per Kecamatan, Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah
terpadat dengan kepadatan penduduk 38,686 jiwa/Km2.
Kepadatan penduduk di wilayah perkotaan merupakan salah satu fokus
permasalahan Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi
tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar
Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian
Jaya.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-22
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3. 15 Peta Sebaran Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2011 (sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-23
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
3.6 KONDISI EKONOMI KOTA BANDUNG
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator perekonomian
yang dapat digunakan sebagai bahan penentuan kebijakan pembangunan
khususnya dalam bidang perekonomian dan bahan evaluasi pembangunan
ekonomi regional.
PDRB Kota Bandung didasarkan atas harga berlaku dan harga konstan tahun
2000. PDRB Kota Bandung yang dihitung atas dasar harga berlaku dari tahun
2009 sampai tahun 2010 menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Nilai
absolut PDRB Kota Bandung atas dasar harga berlaku tahun 2009 sebesar Rp
70.281.163 juta dan tahun 2010 meningkat menjadi Rp 82.022.176 juta. Dengan
demikian secara nominal terjadi peningkatan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
sebesar 16.68%.
Sedangkan PDRB Kota Bandung tahun 2009 yang dihitung atas dasar harga
konstan tahun 2000 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu dari Rp
29.228.272 juta pada tahun 2009 menjadi Rp 31.697.282 juta pada tahun 2010.
Maka secara riil terjadi kenaikan produksi di Kota Bandung sebesar 8,45%.
Struktur ekonomi ditunjukan oleh distribusi persentase PDRB. Secara berlaku
ditunjukkan bahwa distribusi persentase sektor perdagangan, hotel dan restoran
merupakan sektor ekonomi yang mempunyai peranan terbesar terhadap
penciptaan PDRB Kota Bandung. Kemudian disusul oleh sektor industri
pengolahan.
Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 8,45 persen. Jika dibandingkan
dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 8,34 persen, pertumbuhan
ekonomi tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 0,11 persen.
Gambar 3. 16 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Bandung Tahun 2008-
2010 atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam persen).
(Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-24
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Gambar 3. 17 Sebaran Kegiatan Ekonomi di Kota Bandung
(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)
3.7 SARANA DAN PRASARANA KOTA BANDUNG
3.7.1 Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di Kota Bandung berupa sarana pendidikan tingkat
TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi (IAIN, ITB, UNPAD, UPI dan
Perguruan Tinggi Swasta). Jumlah sekolah negeri dan swasta sampai dengan
tahun 2010 terdiri dari 435 unit TK, 721 unit SD, 189 unit SLTP, dan 112 unit
SMU dan 120 SMK.
Tabel 3. 2 Banyaknya Sekolah Negeri dan Swasta Menurut Jenis Sekolah
Di Kota Bandung Tahun 2010
No. Sekolah Negeri Swasta Jumlah
1 Taman Kanak-kanak (TK) 3 432 435
2 Sekolah Dasar (SD) 544 177 721
3 SLTP / Junior High School 55 134 189
4 SMU / Senior High School 25 87 112
5 SMK / Vocational High School 17 103 120
Jumlah / Total 2010 644 933 1.577
Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-25
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Dilihat dari jumlah sarana pendidikan per kecamatan yang paling tinggi: TK berada
di Kecamatan Rancasari dan Kiaracondong yaitu sebanyak 25 unit, SD berada di
Kecamatan Coblong dan Babakan Ciparay yaitu sebanyak 40 unit, SLTP berada
di Kecamatan Andir yaitu sebanyak 15 unit, SMU berada di kecamatan Andir yaitu
sebesar 13 unit, dan SMK berada di kecamatan Lengkong yaitu sebesar 17 unit.
3.7.2 Kesehatan
Sarana kesehatan di Kota Bandung banyak dikelola oleh pihak swasta baik itu
praktek dokter, bidan, apotik maupun bidang farmasi lain. Jumlah sarana
kesehatan di Kota Bandung meliputi 30 Rumah Sakit Umum, 29 Rumah Sakit
Bersalin, 73 Puskesmas, 257 Balai Kesehatan, dan 1.938 Pos Yandu.
Berdasarkan klasifikasinya, di Kota Bandung belum terdapat rumah sakit umum
kelas A.
Terlepas dari persebaran rumah sakit di Kota Bandung yang belum merata, bila
dilihat dari ratio yang ada sekarang yaitu ratio 1 Tempat Tidur (TT) Rumah sakit
untuk 516 penduduk, maka jumlah tempat tidur di Kota Bandung masih
mencukupi, karena ratio TT per penduduk standar Departemen Kesehatan yaitu 1
TT RS : 1000 penduduk.
Tabel 3. 3 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Bandung Menurut Kecamatan Tahun 2012
No. Kecamatan Jenis Sarana Kehatan (Unit)
Puskesmas Posyandu Balai Pengobatan RS RS Bersalin
1. Bandung Kulon 3 92 11 0 2
2. Babakan Ciparay 3 91 7 0 -
3. Bojongloa Kaler 2 70 7 2 1
4. Bojongloa Kidul 1 54 5 0 -
5. Astanaanyar 4 71 11 1 1
6. Regol 3 73 11 0 1
7. Lengkong 4 70 12 1 3
8. Bandung Kidul 3 39 7 0 1
9. Buah Batu 2 57 17 0 2
10. Rancasari 2 52 8 1 1
11. Gedebage 2 42 3 0 -
12. Cibiru 3 61 4 0 1
13. Panyileukan 2 36 10 0 -
14. Ujung Berung 1 60 5 0 -
15. Cinambo 1 26 0 1 -
16. Arcamanik 2 52 5 0 3
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-26
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Lanjutan Tabel 3.3
No. Kecamatan Jenis Sarana Kehatan (Unit)
Puskesmas Posyandu Balai Pengobatan RS RS Bersalin
17. Antapani 3 65 4 1 -
18. Mandalajati 5 63 6 0 -
19. Kiaracondong 2 110 13 1 4
20. Batununggal 3 109 16 0 2
21. Sumur Bandung 2 33 6 3 -
22. Andir 2 77 22 3 2
23. Cicendo 1 75 14 2 -
24. Bandung Wetan 2 26 4 5 -
25. Cibeunying Kidul 2 92 10 1 -
26. Cibeunying Kaler 1 50 9 0 -
27. Coblong 4 98 12 0 2
28. Sukajadi 2 76 10 3 -
29. Sukasari 4 68 6 0 3
30. Cicadap 2 50 2 2 -
Jumlah 73 1.938 257 30 29
Sumber: Bandung Dalam Angka, 2010
3.7.3 Transportasi
Sarana dan prasarana transportasi Kota Bandung terdiri dari angkutan darat jalan
raya dan rel, dan angkutan udara. Prasarana transportasi di Kota Bandung terdiri
atas:
Terminal penumpang dan halte penumpang yang berjumlah 15 unit
dengan tipe terminal A, B, dan C (sesuai dengan Kepmen Perhubungan
No.31 Tahun 1995) dan terdapat 20 pangkalan angkutan umum (kota) dan
halte (pemberhentian angkutan umum) sekitar 144 unit, yaitu 89 unit
dengan bangunan dan 55 unit tanpa bangunan. Halte ini terdistribusi di
beberapa ruas jalan, baik yang berstatus jalan nasional, propinsi, maupun
kabupaten/kota;
Fasilitas pejalan kaki tersedia dalam bentuk trotoar yang sebagian trotoar
masih dalam keadaan sedang dan rusak (32,27%);
Fasilitas Bandar Udara Husein Sastranegara yang terletak di WP
Bojonegara dan menempati area lahan 145 hektar dengan luas terminal
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-27
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
2.411,85 m2. Bandara ini dilengkapi dengan satu terminal yang melayani
penerbangan domestik dan internasional;
Prasarana perparkiran di Kota Bandung terbagi menjadi dua, yaitu parkir di
badan jalan (on street parking) dan parkir di luar jalan (off street parking).
Parkir di badan jalan di Kota Bandung terbagi dalam empat kategori
tempat, yaitu jalan umum, jalanumum di tempat tertentu, parkir langganan,
dan parkir di pasar (Badan Pengelola Parkir, Kota Bandung). Sedangkan
parkir di luar jalan di Kota Bandung terbagi menjadi pelataran parkir,
bangunan parkir, parkir di lantai dasar (basement); dan
Stasiun kereta api yang berjumlah delapan stasiun antara lain Stasiun
Cimindi, Stasiun Andir, Stasiun Ciroyom, Stasiun Bandung, Stasiun
Cikudapateuh, Stasiun Kiaracondong, Stasiun Gedebage, dan Stasiun
Cimekar.
Gambar 3. 18 Peta Jaringan Rel dan Stasiun Kereta Api
(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-28
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Stasiun Bandung dan Kiaracondong merupakan stasiun utama dalam konteks
Metropolitan Bandung. Dalam wilayah Metropolitan Bandung, Kota Bandung
dilayani oleh jaringan kereta api jalur ganda dan jalur tunggal. Beberapa jaringan
kereta api yang ada di Kota Bandung tidak dioperasikan, yaitu jaringan menuju
Kecamatan Tanjungsari (Kabupaten Sumedang) dan menuju Kecamatan Ciwidey
seperti tampak pada gambar berikut.
Gambar 3. 19 Jalur Jaringan Kereta Api yang Dioperasikan dan Tidak Dioperasikan
(sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031)
Stasiun Gedebage sudah tidak dioperasikan lagi sebagai stasiun penumpang dan
pada saat ini diperuntukkan sebagai stasiun terminal peti kemas. Jaringan kereta
api Kota Bandung ini dilayani oleh sarana kereta api kelas ekonomi dan patas,
baik dalam skala regional Metropolitan Bandung maupun daerah-daerah di Pulau
Jawa lainnya. Keberadaan jaringan kereta api ini cukup signifikan memberikan
tarikan pergerakan menuju Kota Bandung.
PEMERINTAH KOTA BANDUNG 3-29
PENYUSUNAN MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANDUNG LAPORAN AKHIR
Adapun sarana transportasi umum di Kota Bandung terdiri atas:
A. Bis
Angkutan bus di Kota Bandung dioperasikan oleh Damri. Terdapat 12 trayek yang
pada saat ini dioperasikan dengan 243 kendaraan bus. Bus yang digunakan oleh
Damri merupakan bus besar dengan kapasitas 40-62 tempat duduk. Seringkali
terlihat pada jam sibuk pagi dan sore, bus kota Damri memuat penumpang yang
cukup banyak. Selain Damri, terdapat satu trayek bus sedang yang dioperasikan
oleh koperasi angkutan umum yaitu trayek Antapani – KPAD yang dioperasikan
oleh Kobutri. Pada saat ini, Kobutri mengoperasikan 12 bus sedang.
B. Angkutan Kota
Jumlah trayek angkutan kota resmi di Kota Bandung berjumlah 38 trayek dengan
4.695 kendaraan (Dinas Perhubungan dalam Rencana Induk Transportasi, 2006).
Angkutan kota yang beroperasi di Kota Bandung selama 5 tahun terakhir belum
pernah mengalami penambahan baik dari sisi jumlah kendaraan maupun jumlah
trayek. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan kota dan pertumbuhan
demand yang cukup pesat. Dampaknya adalah tumbuhnya angkutan tidak resmi
serta ojeg khususnya pada daerah-daerah yang baru berkembang.
Jumlah kendaraan angkutan kota yang beroperasi di Kota Bandung tidak sesuai
dengan jumlah kendaraan yang ditetapkan dalam SK Walikota Bandung.
Menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian dengan jumlah kendaraan menurut
SK Walikota. Jumlah kendaraan yang beroperasi di lapangan adalah 4.695
kendaraan, sementara jumlah kendaraan yang ditetapkan oleh SK Walikota
adalah 5.436 kendaraan.
C. Kereta
Pelayanan jasa kereta api (KA) perkotaan di wilayah Kota Bandung hanya
tersedia 2 jurusan pinggiran kota yakni ke Padalarang (8 KA/hari) dan ke
cicalengka (17 KA/hari). Di masa datang direncanakan akan dioperasikan jaringan
kereta api ringan (KAR) yang melayani koridor Timur – Barat di wilayah Kota
Bandung. Angkutan jalan rel di Kota Bandung yang merupakan sistem
transportasi sub urban dioperasikan oleh PT. KAI dengan menggunakan kereta
api diesel (KRD). Stasiun utama adalah Kiaracondong dan terminal akhir di
Padalarang dan Cicalengka. Angkutan jalan rel inimerupakan angkutan kommuter
yang melayani koridor barat-timur yaitu antara Padalarang-Bandung-Cicalengka.