Modul LKK Blok 13
-
Upload
zukhruful-muzakkie -
Category
Documents
-
view
128 -
download
1
description
Transcript of Modul LKK Blok 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran
akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang
akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami.
Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah blok XII
mengenai sistem gastrointestinal yang ditinjau dari berbagai aspek. Latihan Keterampilan Klinik
di blok XII ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP melakukan beberapa keterampilan
yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, yaitu:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien dewasa dengan kasus non bedah.
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan
4). Oleh karena itu dalam LKK 1 Blok Sistem Digestif ini, mahasiswa FK UMP akan
dilatih bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama gastrointestinal,
pada pasien dewasa non bedah.
2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dengan kasus bedah.
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan
4). Oleh karena itu di blok Sistem Digestif ini, mahasiswa FK UMP akan dilatih
bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama abdomen, pada pasien
dengan indikasi tindakan bedah.
1
3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien anak dengan kasus non bedah.
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan
4). Oleh karena itu dalam LKK 3 Blok Sistem Digestif ini, mahasiswa FK UMP akan
dilatih bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama gastrointestinal,
pada pasien anak non bedah.
4. Pemasangan Nasogastric Tube (NGT).
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
memiliki pengetahuan teoritis mengenai pemasangan nasogastric tube, sehingga dapat
menjelaskan kepada teman sejawat, pasien, maupun klien tentang konsep, teori, prinsip,
maupun indikasi serta cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya (tingkat
kemampuan 1).
2
1.2 TUJUAN UMUM
Tujuan umum dari latihan keterampilan klinik di blok XII ini adalah:
1. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
anamnesis mengenai kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah.
2. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa dengan kasus non bedah.
3. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
anamnesis mengenai kelainan gastrointestinal pada pasien dengan kasus bedah.
4. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dengan kasus bedah.
5. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
heteroanamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien anak non bedah.
6. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien anak non bedah secara runtut dan
benar.
7. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemasangan NGT dengan benar.
1.3 METODE INSTRUKSIONAL
Metode instruksional dalam pelaksanaan latihan keterampilan klinik di blok XII ini
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai topik LKK.
2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang
instruktur.
3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan keterampilan klinik sesuai
dengan langkah kerja yang tercantum dalam penuntun LKK.
4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang teknik LKK.
5. Diskusi antara mahasiswa dan instruktur.
3
BAB II
PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK
2.1 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DEWASA NON
BEDAH
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah:
a. Menanyakan keluhan utama
b. Menanyakan keluhan tambahan
c. Menanyakan riwayat penyakit dahulu
d. Menanyakan faktor-faktor risiko
e. Menanyakan riwayat keluarga
f. Menetapkan diagnosis banding
2. Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah secara
runtut dan benar.
a. Melakukan pemeriksaan fisik umum
- Tanda vital
- Tinggi badan (TB)
- Berat badan (BB)
b. Melakukan pemeriksaan fisik khusus
- Melakukan pemeriksaan kulit
- Melakukan pemeriksaan mata dan mulut
- Melakukan pemeriksaan leher
- Melakukan pemeriksaan thoraks
- Melakukan pemeriksaan abdomen
- Melakukan pemeriksaan ektremitas4
c. Melakukan pemeriksaan spesifik
- Pemeriksaan asites (shifting dullness)
- Pemeriksaan hati
- Pemeriksaan limpa
- Pemeriksaan abdomen bawah
- Pemeriksaan perineum
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN ABDOMEN PADA PASIEN
DEWASA NON BEDAH
1.1 Landasan Teori
Anamnesis pada pasien dengan gangguan gastrointestinal (GI) mempunyai beberapa
komponen penting. Waktu timbulnya gejala dapat menunjukkan etiologi yang spesifik.
Gejala yang timbul dalam waktu singkat biasanya disebabkan oleh infeksi akut, terpapar
racun, inflamasi atau iskemia. Gejala yang timbul dalam jangka waktu lama menunjukkan
adanya inflamasi kronis, gangguan fungsi usus, dan kondisi neoplastik. Gejala yang timbul
akibat obstruksi mekanis, iskemia, inflammatory bowel disease (IBD), dan gangguan fungsi
usus biasanya menjadi bertambah buruk dengan pemasukan makanan. Sebaliknya, gejala
pada ulkus menjadi berkurang bila diberi makan atau minum antasida.
Pola gejala dan durasinya dapat menunjukkan kondisi penyebabnya. Nyeri pada ulkus
peptikum bersifat intermiten, yang berlangsung selama seminggu atau sebulan. Sementara
kolik bilier timbul mendadak dan hanya berlangsung selama beberapa jam. Nyeri akibat
inflamasi akut, misalnya pancreatitis, berlangsung dalam hitungan hari sampai minggu dan
sangat berat. Makanan terkadang menimbulkan diare pada IBD dan IBS, dan defekasi
mengurangi ketidaknyamanan akibat kondisi tersebut. Gangguan fungsi usus biasanya
ditimbulkan oleh stress. Diare akibat malabsorpsi biasanya membaik dengan disuruh puasa,
sementara diare sekretorik tetap berlangsung meskipun berpuasa.
5
Gejala yang timbul setelah bepergian (travelling) mengindikasikan infeksi usus.
Beberapa obat menyebabkan nyeri perut, gangguan fungsi pencernaan, bahkan menyebabkan
perdarahan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna bagian bawah biasanya terjadi akibat
adanya neoplasma, divertikel, lesi vascular pada orang tua, malformasi anorektal atau IBD
pada usia yang lebih muda.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang periksa dokter
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.
4. Menanyakan keluhan utama.
5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.
7. Menanyakan riwayat keluarga
CONTOH:
i. Susah menelan dan muntah
a. Onset
b. Frekuensi
c. Menetap atau periodik
d. Isi dan pengaruh konsistensi makanan
e. Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang,
DM, dll.
6
ii. Nyeri perut
a. Lokasi nyeri
b. Onset nyeri
c. Penyebaran
d. Kualitas nyeri
e. Hilang timbul atau terus-menerus
f. Kronologis lamanya nyeri.
g. Faktor yang menimbulkan nyeri
h. Faktor yang menghilangkan nyeri
i. Gejala penyerta
j. Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.
iii. Diare
a. Sejak kapan.
b. Frekuensi, warna, bau.
c. Bercampur darah atau lendir.
d. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.
e. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.
f. Terjadi secara massal/tidak.
g. Ada/tidak penurunan berat badan.
iv. Perut kembung (distensi abdomen)
a. Onset
b. Nyeri perut
c. Mual/muntah
d. Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)
e. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK
7
v. Kulit kuning
a. Onset
b. Gejala penyerta (gatal, demam, nyeri perut, dll)
c. Warna BAK dan BAB
d. Riwayat konsumsi obat, minuman beralkohol, jamu
e. Riwayat hepatitis, DM
f. Riwayat keluarga
g. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi
h. Gejala penyerta lain: sesak nafas, jantung berdebar, penurunan BB,
demam, dll.
1.4 Kesimpulan
Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien
berdasarkan hasil anamnesis.
2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DEWASA NON
BEDAH
2.1 Landasan Teori
Pemeriksaan fisik melengkapi anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya. Tanda vital
yang abnormal memberikan petunjuk perlu tidaknya intervensi segera. Demam
mengindikasikan adanya inflamasi atau neoplasma. Orthostasis biasanya ditemukan dengan
kehilangan banyak darah, dehidrasi, sepsis, atau neuropati otonomik. Pemeriksaan leher
dengan pemeriksaan menelan dapat melihat adanya disfagia (susah menelan). Penyakit
kardiopulmoner dapat menimbulkan nyeri perut atau mual, sehingga pemeriksaan paru dan
jantung tetap penting pada keluhan GI. Pemeriksaan rectum atau pelvis diperlukan untuk
melihat sumber penyebab nyeri abdomen. Kondisi metabolik dan gangguan motorik usus
biasanya dikaitkan dengan neuropati perifer.
8
Inspeksi abdomen dapat membedakan distensi akibat obstruksi, tumor, asites, atau
abnormalitas pembuluh darah akibat penyakit hati. Ekimosis timbul pada pankreatitis berat.
Auskultasi dapat mendeteksi adanya bruit (bising pembuluh darah) atau friction rub pada
penyakit vascular atau tumor hati. Menurunnya bising usus menandakan ileus, sedangkan
meningkatnya bising usus dengan nada tinggi menandakan ostruksi usus. Perkusi dapat
menentukan ukuran hepar dan mendeteksi adanya cairan pada asites dengan pemeriksaan
shifting dullness. Palpasi dilakukan untuk menilai hepatosplenomegali, tumor, ataupun massa
akibat inflamasi.
Pemeriksaan fisik abdomen berguna dalam mengevaluasi nyeri yang tidak dapat
dijelaskan. Pasien dengan nyeri dinding abdomen mungkin akan menunjukkan nyeri yang
timbul akibat maneuver Valsava atau mengangkat tungkai lurus. Pasien dengan nyeri visceral
dapat menunjukkan rasa tidak nyaman pada seluruh abdomen, sementara nyeri parietal atau
peritonitis menunjukkan rasa nyeri yang langsung pada dinding abdomen dengan cara
mengeraskan dinding abdomen (defence mechanism).
2.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Tempat tidur pemeriksaan
5. Stetoskop dewasa
6. Termometer
7. Timbangan badan
8. Pengukur tinggi badan
9
2.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik.
4. Meminta izin pasien.
5. Melakukan pemeriksaan fisik umum:
a. Kesadaran
b. Keadaan umum
c. Tanda vital
d. Tinggi badan dan berat badan
6. Melakukan pemeriksan kulit .
a. Melihat adanya warna kuning atau pucat pada kulit
b. Melihat adanya pigmentasi pada kulit
c. Melihat adanya spider nevi pada dada, bahu, dan punggung.
d. Melihat adanya lesi pada kulit, misalnya pada herpes zoster.
Gambar 1. Spider nevi
Sumber: www.drugline.org
7. Melakukan pemeriksaan kepala.
a. Melakukan pemeriksaan konjungtiva, apakah pucat atau normal, atau merah.
b. Melakukan pemeriksaan sklera, apakah putih atau kuning.
10
8. Melakukan pemeriksaan leher
a. Melakukan pemeriksaan JVP
b. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening.
9. Melakukan pemeriksaan thoraks.
a. Melakukan pemeriksaan jantung.
b. Melakukan pemeriksaan paru-paru.
10. Melakukan pemeriksaan abdomen.
a. Inspeksi abdomen
i. Memperhatikan apakah abdomen simetris pada posisi pasien telentang.
ii. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen, apakah datar, cembung,
cekung, ada tonjolan.
iii. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa, pulsasi,
darm contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar), darm steifung
(gambaran gerak peristaltik usus terlihat dari luar).
iv. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput medusa,
dan striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen bekas peregangan
yang lama).
b. Auskultasi abdomen
i. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu
menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal,
meningkat, menurun, metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus
terdengar kurang lebih 3 kali/menit.
ii. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran
abdomen.
11
c. Palpasi abdomen
i. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
ii. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau dua
tangan. Palpasi dilakukan hati-hati pada daerah yang dikeluhkan pasien.
iii. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau saat
dilepas (nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien sewaktu
dilakukan palpasi abdomen.
- Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk
orientasi dan perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.
iv. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan memeriksa
organ dalaman abdomen (hati, limpa).
v. Pemeriksaan hepar:
- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan
bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.
- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta
pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah
parabolik.
- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.
- Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan
dengan berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari,
bagaimana pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar,
adanya nyeri dan fluktuasi.
vi. Pemeriksaan limpa (spleen):
- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio
iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui
umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.
- Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa
(terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya
nyeri.
12
vii. Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut, terutama pada kasus-
kasus sirosis dengan hipertensi porta, dengan cara menekan vena dinding
abdomen pada dua titik. Lalu lepaskan satu titik, bila vena di antara kedua
titik tadi kosong berarti pengisian vena dari arah sisi satu lagi.
d. Perkusi abdomen
i. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan
adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman
abdomen.
- Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan
hepar.
- Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela
iga ke-11 di garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas
pekak bagian bawah, maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.
ii. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan apakah
cairan banyak atau tidak:
- Posisi pasien telentang.
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen dan tangan
kanan mengetuk dinding abdomen sisi kanan.
Gambar 2. Cara pemeriksaan gelombang cairan asites (fluid wave)
Sumber: www. meded.ucsd.edu
13
iii. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:
- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian,
dengarkan adanya bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping
perut. Biasanya daerah umbilicus akan terdengar timpani (tidak
pekak) karena cairan mengumpul di bagian terendah tubuh, yaitu sisi
kanan dan kiri.
- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan
abdomen. Bunyi pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen
sekarang menghilang. Hal ini terjadi karena cairan berpindah ke
bagian terendah tubuh yaitu sisi kiri.
- Lakukan sebaliknya, pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri
abdomen. Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.
Gambar 3. Perpindahan cairan abdomen pada saat perkusi
Sumber: www.depts.washington.edu
14
Gambar 4. Cara melakukan shifting dullness
Sumber: www.biology-forums.com
iv. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan):
- Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada kedua
siku dan lututnya.
- Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling rendah
menggantung.
- Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan suara
ketukan lewat stetoskop.
Gambar 5. Cara memeriksa Puddle Sign
Sumber: www.biology-forums.com
15
v. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien
tegak. Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga
abdomen.
vi. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan
meragukan.
- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.
- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi
merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar redup.
11. Melakukan pemeriksaan perineum (pemeriksaan colok dubur (rectal toucher))
i. Pasien dalam posisi berbaring miring ke kiri (lateral dekubitus kiri), kedua
lutut terlipat ke arah dada.
ii. Menggunakan sarung tangan, oleskan vaselin/jeli pada jari telunjuk kanan.
iii. Melakukan inspeksi perineum dengan mengangkat bokong kanan sedikit ke
atas.
iv. Jari telunjuk tangan kanan yang sudah diolesi vaselin/jeli diusapkan mulai dari
depan perineum, memutar di pinggir anus, baru dimasukkan ke dalam anus.
v. Menilai keadaan sfingter anus eksterna, mukosa rektum, massa dalam lumen,
adanya rasa nyeri.
vi. Mengeluarkan jari dari anus, lalu memperhatikan adanya darah, lendir, dan
feses pada sarung tangan.
12. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.
i. Memperhatikan apakah ada palmar eritema pada bagian tenar atau hipotenar
telapak tangan.
ii. Memperhatikan apakah ada edema atau atrofi otot pada tungkai.
16
2.4 Interpretasi Hasil
Pada pasien ditemukan pemeriksaan fisik yang khas pada gangguan abdomen, yaitu:
1. Inspeksi: sklera ikterik, spider nevi, venektasi abdomen, caput medusa, perut
cembung (perut kodok).
2. Auskultasi: bunyi peristaltik (meningkat, menurun, metallic sound), bruit (+) pada
hepar atau aorta abdominalis.
3. Palpasi: hepatomegali, splenomegali, massa (+), cairan (+)
4. Perkusi: shifting dullness (+), puddle sign (+), perubahan batas bawah limpa.
17
2.2 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN BEDAH
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis mengenai kelainan pada abdomen pada pasien dengan indikasi
tindakan bedah.
a. Menanyakan keluhan utama
b. Menanyakan keluhan tambahan
c. Menanyakan riwayat penyakit dahulu
d. Menanyakan faktor-faktor risiko
e. Menanyakan riwayat keluarga
f. Menetapkan diagnosis banding
2. Melakukan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien dengan indikasi tindakan bedah
secara runtut dan benar.
a. Melakukan inspeksi abdomen
- Memahami pembagian regio abdomen
b. Melakukan palpasi abdomen
c. Melakukan perkusi abdomen
d. Melakukan auskultasi abdomen
e. Melakukan pemeriksaan spesifik
- Palpasi titik Mc Burney
- Murphy’s sign
- Rovsing sign
- Psoas sign
- Obturator sign
- Hernia
18
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN ABDOMEN PADA PASIEN
DENGAN INDIKASI TINDAKAN BEDAH
1.1 Landasan Teori
Nyeri, anoreksia, mual, muntah, dan demam merupakan manifestasi khas suatu
kelainan abdomen akut. Tanda penting pada pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan
defence musculair dan perubahan dalam peristalsis usus. Tetapi pembeda kritis atau tidak
kritis bukanlah pada abdomen akut atau non akut tetapi abdomen bedah atau non bedah.
Untuk mengidentifikasi abdomen bedah terdiri atas tiga komponen diagnostik dasar yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes penunjang.
Anamnesis dapat dibagi dalam beberapa kategori utama:
a. Usia
Usia sangat tua dan sangat muda, masing-masing menampilkan sekitar 10% pasien
nyeri abdomen akut. Pasien di atas usia 65 tahun mempunyai dua kali insidens
penyakit bedah (30 %) sebagai penyebab nyeri abdomen, dibandingkan pasien di
bawah usia 65 tahun. peradangan pelvis, infeksi traktus urinarius, dismenore, dan
kehamilan ektopik.
b. Jenis kelamin
Pada kelompok usia dewasa, wanita lebih mungkin tampil dengan nyeri abdomen
dibanding pria. Tetapi pria yang menampilkan gejala ini mempunyai insidens
penyakit bedah yang lebih tinggi. Sistem genitourinarius lazim menyebabkan nyeri
abdomen pada wanita, meliputi penyakit
19
c. Nyeri abdomen
Ada tiga jenis mulainya nyeri abdomen, yaitu eksplosif, cepat dan bertahap.
Pasien yang mendadak dicekam nyeri eksplosif lebih mungkin menderita akibat
pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritonealis bebas atau menderita
vascular accident berkelanjutan. Kolik yang berasal dari ginjal atau kandung empedu
dapat timbul mendadak tetapi jarang menimbulkan nyeri yang parah. Pasien dengan
nyeri bersifat cepat mulai dan cepat memburuk mungkin menderita pankreatitis akut,
trombosis mesenterika, atau strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang dimulai
bertahap mungkin menderita radang peritoneum, seperti yang terlihat pada apendisitis
atau divertikulitis.
Keparahan nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau kolik. Nyeri
menyiksa tak berespon terhadap narkotika menggambarkan suatu lesi vascular akut
seperti ruptur aneurisma abdominalis atau infark usus. Pasien infark usus khas
menderita nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium. Nyeri yang parah
tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis akibat viskus yang pecah atau
pankreatitis akut. Nyeri tumpul, samar-samar yang sukar dilokalisasi menggambarkan
suatu proses peradangan dan merupakan presentasi awal apendisitis. Nyeri kolik yang
ditandai sebagai kram dan dorongan menggambarkan gastroenteritis. Nyeri akibat
obstruksi usus halus mekanik juga bersifat kolik, tetapi mempunyai pola berirama
dengan interval bebas nyeri, bergantian dengan kolik parah.
Gambaran klinik bermanfaat berhubungan dengan lokasi distribusi nyeri pada
keterlibatan organ. Tempat nyeri abdomen merupakan cermin jenis rangsangan syaraf
dan asal embriologi organ. Sensasi nyeri yang sukar dilokalisasi diperantarai melalui
susunan saraf otonom yang berhubungan dengan visera intraabdomen. Serabut n.
spinalis memberikan persarafan berlokalisasi, baik dari peritoneum parietalis,
diafragma dan dinding pelvis. Nyeri berlokalisasi buruk biasanya dapat dihubungkan
ke tiga daerah, yaitu epigastrium, periumbilicus, dan hypogastrium.
20
Iritasi diafragma bisa menyebabkan nyeri pada daerah distribusi nervus spinalis
C4, sehingga proses peradangan hati atau limpa atau kumpulan cairan subdiafragma
akibat ulkus perforate bisa mengalihkan nyeri ke bahu (reffered pain).
d. Gejala sistemik
Mendapatkan riwayat cermat bagi gejala sistemik penting dalam evaluasi
abdomen akut. Anoreksia, mual, dan muntah sering menyertai penyakit abdomen akut
karena dapat membedakan penyakit medis dari penyakit bedah. Jika mual dan muntah
mendahului mulainya nyeri abdomen, maka kurang mungkin penyakit tersebut adalah
penyakit bedah.
Penilaian gejala diare, konstipasi, dan obstipasi merupakan bagian kritis
anamnesis bagi nyeri abdomen. Jika dapat dipastikan bahwa pasien tidak
mengeluarkan gas per rectum dan tidak mempunyai gerakan usus selama 24 jam,
maka tinggi probabilitas obstruksi usus. Diare lazim menyertai gastroenteritis tapi ia
bisa menyertai apendisitis.
Riwayat penyakit dahulu, termasuk riwayat operasi, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga juga perlu ditanyakan.
Penyebab lazim nyeri abdomen akut dapat dibagi ke dalam tiga kelompok utama,
yaitu: lesi peradangan, lesi obstruktif, dan kelainan vascular. Lesi peradangan tampil
dengan nyeri yang dimulai bertahap, tumpul dan sulit dilokalisasi. Lesi obstruktif tampil
dengan nyeri kram seperti kolik yang berseling dengan interval bebas nyeri. Lesi vaskular
tampil dengan gejala yang eksplosif atau cepat, nyeri menyiksa, yang tidak dapat
dihilangkan dengan narkotika.
21
Skor Alvarado untuk appendicitis akut (MANTRELS)
Gejala Skor
Migratory right illiac fossa pain 1
Nausea/vomitting 1
Anorexia 1
Signs
Tenderness in right iliac fossa 2
Rebound tenderness in right iliac fossa 1
Elevated temperature 1
Laboratory findings
Leucocytosis 2
Shift to the left of neutrophils 1
Total 10
Keterangan:
Skor 5-6 possible
Skor 7-8 probable
Skor >9 very probable
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 2 Blok XII FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang periksa dokter
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
22
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.
4. Menanyakan keluhan utama pasien.
5. Menanyakan keluhan tambahan pasien.
6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu pasien.
7. Menanyakan faktor-faktor risiko.
8. Menanyakan riwayat keluarga
9. Menetapkan diagnosis banding
Contoh anamnesis kasus-kasus bedah:
a. Muntah (biasanya menyertai gangguan pasase usus)
- Onset
- Frekuensi
- Menetap atau periodik
- Isi dan pengaruh konsistensi makanan
- Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang,
DM, dll.
b. Nyeri perut (misalnya apendisitis, peritonitis, perforasi organ visera abdomen)
- Lokasi nyeri
- Onset nyeri
- Penyebaran nyeri
- Kualitas nyeri
- Hilang timbul atau terus-menerus
- Kronologis lamanya nyeri.
- Faktor yang menimbulkan nyeri
- Faktor yang menghilangkan nyeri
- Gejala penyerta
- Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.
c. Diare dan konstipasi (biasanya keganasan di usus besar)
- Sejak kapan
23
- Frekuensi, warna, bau
- Bercampur darah atau lendir
- Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas
- Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare
- Terjadi secara massal/tidak
- Penurunan berat badan
d. Perut kembung (biasanya akibat gangguan pasase usus, misalnya volvulus,
invaginasi)
- Onset
- Nyeri perut
- Mual/muntah
- Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)
- Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK
e. Benjolan di daerah inguinal, skrotum, umbilikal (hernia inguinalis, hernia
femoralis, hernia skrotalis, hernia umbilikalis)
- Onset
- Nyeri atau tidak
- Ada muntah atau tidak
- Hilang timbul atau menetap
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Riwayat operasi
1.4 Kesimpulan
Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien
berdasarkan hasil anamnesis.
2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN DENGAN
INDIKASI TINDAKAN BEDAH
24
2.1 Landasan Teori
Bila pasien tampil dengan nyeri abdomen, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik
memegang peranan penting dalam penegakan diagnosis. Langkah-langkah pemeriksaan fisik
dalam gangguan abdomen di bagian bedah adalah:
a. Inspeksi
Penampilan umum pasien bisa memberikan petunjuk tentang sifat penyakit. Perubahan
dalam keadaan mental, warna dan turgor kulit, serta mata yang cekung bisa menunjukkan
adanya hipovolemia parah dengan ancaman kolaps kardiovaskular. Pasien dengan nyeri
visera terisolasi, misalnya obstruksi usus, akan sering mengubah posisi. Tetapi jika nyeri
terlokalisasi atau ada iritasi peritoneum generalisata, maka pasien sering menghindari
gerakan. Abdomen harus diinspeksi bagi tanda distensi. Pada individu kurus dengan
obstruksi usus yang lama, maka akan terlihat dorongan usus pada dinding abdomen anterior.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan sebelum palpasi karena palpasi bisa mengubah sifat bising usus.
Teknik auskultasi memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat di atas dinding
abdomen anterior, dimulai dari kuadran kiri bawah kemudian berputar ke kuadran lainnya.
Auskultasi dilakukan selama 2-3 menit untuk menentukan bahwa tak ada bising usus.
Waktu ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengobservasi wajah pasien.
c. Palpasi
Dari semua segi pemeriksaan fisik, palpasi mungkin yang terpenting bagi ahli bedah.
Tempat hernia inguinalis, femoralis, dan ventralis harus diperiksa dengan cermat pada tiap
pasien nyeri abdomen. Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri dan ia
harus dilakukan dengan lembut dengan satu jari tangan. Secara bertahap jari tangan
seharusnya bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum. Kemudian perlu menentukan
adanya “defence musculair” atau spasme. Perasat ini sering menegakkan diagnosis
peritonitis. Jika lesi terletak di dalam dinding abdomen, maka akan ada nyeri tekan. Tetapi
jika lesi intraperitoneum, maka nyeri tekan akan menurun selama musculus rectus tetap
25
tegang. Pada pasien tua yang lemah, rigiditas otot mungkin tidak ada meskipun pasien
tersebut menderita peritonitis.
d. Perkusi
Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam menilai
jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk menyingkirkan
adanya distensi vesica urinaria sebagai penyebab nyeri abdomen akut.
e. Pemeriksaan rectum dan pelvis
Pada pria, penting untuk melakukan palpasi isi skrotum yang meliputi testis dan epididymis.
Pada wanita, penting dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mencari nyeri tekan cervix
menyertai penyakit peradangan pelvis. Setelah pemeriksaan rectum, jari tangan seharusnya
diperiksa bagi adanya darah atau pus dan sedikit contoh tinja harus dites untuk darah samar.
f. Tes khusus dan tanda
Dua tes yang mempunyai kepentingan klinis primer dalam mengkonfirmasi diagnosis yang
telah dibuat dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tes ini mencakup tes iliopsoas dan tes
obturator. Tes iliopsoas digunakan untuk mengkonfirmasi adanya focus peradangan dalam
musculus psoas. Ada tiga tanda yang lazim menyertai pemeriksaan abdomen akut, yaitu:
- Tanda Cullen: sering tidak terbukti meskipun pasien menderita perdarahan
intraperitoneum yang serius.
- Tanda Murphy: untuk mendiagnosis vesica biliaris meradang akut.
- Tanda Rovsing: sering menyertai apendisitis.
2.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 2 Blok XII FK UMP
26
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Stetoskop
5. Tempat tidur pemeriksaan
6. Sarung tangan
7. Manikin pemeriksaan rektum
2.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik.
4. Meminta izin pasien.
5. Memperhatikan keadaan umum:
- Kesadaran
- Pemeriksaan tanda vital
- Cara berjalan atau cara berbaring
6. Inspeksi abdomen
Amati apakah pasien sering berubah posisi atau malah diam karena menghindari
gerakan. Amati juga apakah pasien menekuk lututnya untuk mengurangi nyeri
abdomen, atau memfleksikan paha pada iritasi m. psoas. Pada pasien pancreatitis,
pasien dalam posisi duduk sambil menarik lututnya ke dada dan bergerak maju
mundur pada saat serangan nyeri. Perhatikan pula apakah ada distensi abdomen
(perut cembung dan keras).
Pada inspeksi abdomen ditentukan pula pembagian regio abdomen
7. Auskultasi abdomen
a. Tempatkan bagian bell stetoskop dengan lambat pada dinding abdomen
anterior dimulai dari kuadran kiri bawah, lalu ke kuadran kiri atas, kanan atas
dan kanan bawah.
b. Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus dalam 2-3 menit.
27
Perhatikan juga apakah ada metallic sound atau bruit.
8. Palpasi abdomen
a. Palpasi dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri, lakukan dengan lembut
dengan satu jari tangan.
b. Secara bertahap, jari tangan bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum.
c. Tentukan apakah ada defence musculair atau spasme dinding abdomen.
d. Tempatkan tangan dengan lembut di atas m. rectus abdominis dan tekan sedikit
serta minta pasien menarik nafas dalam.
e. Lakukan penekanan pada semua kuadran abdomen karena lesi yang terletak di
dalam dinding abdomen akan menimbulkan nyeri tekan.
9. Perkusi abdomen
a. Fenomena papan catur: lakukan perkusi pada semua region/kuadran abdomen
dan perhatikan apakah ada bunyi pekak, berselang-seling dengan bunyi
timpani, seperti pola papan catur.
b. Perhatikan juga adanya nyeri ketok.
10. Tes khusus
a. Tes iliopsoas
- Tungkai pada sisi yang nyeri diangkat ke atas dengan posisi tungkai lurus.
- Perhatikan apakah ada nyeri abdomen atau tidak.
Gambar 2. Tes Iliopsoas
Sumber: American Academy of Family Physician, www.aafp.org.
28
b. Tes obturator
- Pasien dalam posisi berbaring terlentang.
- Lutut salah satu tungkai ditekuk.
- Gerakkan articulation coxae ke arah rotasi interna.
- Lalu gerakkan articulation coxae ke arah rotasi eksterna.
- Perhatikan apakah ada nyeri hipogastrium pada rotasi eksterna.
Gambar 3. Tes obturator
Sumber: American Academy of Family Physician, www.aafp.org
11. Tanda spesifik
a. Tanda McBurney
- Menentukan titik McBurney yaitu dengan menarik garis imajiner dari SIAS
ke umbilikus. Lalu garis tersebut dibagi menjadi 3 bagian sama besar. Titik
McBurney adalah titik pada 1/3 lateral.
- Lakukan penekanan pada titik McBurney dan perhatikan apakah pasien
merasa nyeri tekan.
Gambar 4. Menentukan titik McBurney
Sumber: www. medical-dictionary.thefreedictionary.com
29
b. Tanda Cullen
- Memperhatikan apkah ada warna kebiruan akibat ekimosis pada daerah
periumbilikus.
Gambar 5. Tanda Cullen
Sumber: www.thelancet.com
c. Tanda Murphy
- Menekan kuadran kanan atas abdomen dan pasien diminta menarik nafas
dalam.
- Perhatikan apakah ada nyeri yang timbul dan usaha inspirasi berhenti.
Gambar 6. Cara melakukan pemeriksaan Tanda Murphy
Sumber: www. mastcellactivation.blogspot.com
d. Tanda Rovsing
- Menekan kuadran kiri bawah abdomen.
30
- Menanyakan apakah timbul nyeri di kuadran kanan bawah abdomen.
Gambar 7. Cara melakukan pemeriksaan Tanda Rovsing
Sumber: www.herryyudha.com
e. Pemeriksaan hernia inguinalis
- Inspeksi daerah inguinalis: apakah ada benjolan dalam lipat paha.
- Palpasi dengan menggunakan jari telunjuk yang diletakkan pada sisi lateral
kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang funikulus spermatikus sampai
ujung jari mencapai annulus inguinalis profundus. Jika jari tangan tidak
dapat mencapai annulus inguinalis akibat adanya massa, maka
diindikasikan adanya hernia.
- Hernia indirek lebih sering turun sampai ke skrotum. Hernia direk biasanya
hanya tampak sebagai benjolan pada annulus inguinalis superfisialis, yang
dapat direposisi kembali ke dalam rongga peritoneal.
Gambar 8. Macam-macam Hernia (Sumber: www.herryyudha.com)
2.4 Interpretasi Hasil
Nyeri kuadran kanan atas mungkin disebabkan oleh:
31
a. Kolesistitis akut
b. Apendisitis pada posisi apendiks tinggi.
Nyeri kuadran kiri atas mungkin disebabkan oleh:
a. Pancreatitis
b. Diverticulitis
c. Cedera limpa
Nyeri kuadran kanan bawah mungkin disebabkan oleh:
a. Apendisitis
b. Kolesistitis
c. Intususepsi usus
d. Divertikulum
e. Neoplasma usus
f. Penyakit radang pelvis
g. Endometriosis
h. Kehamilan ektopik terganggu
i. Abses tuba falopii
Nyeri kuadran kiri bawah mungkin disebabkan oleh:
a. Divertikulitis
b. Penyakit radang pelvis
c. Endometriosis
Tanda McBurney (+) bila timbul nyeri tekan pada titik McBurney. Tanda ini
mengindikasikan adanya apendisitis.
32
Tanda Murphy (+) bila timbul nyeri akibat inspirasi pada saat abdomen ditekan.
Tanda Rovsing (+) bila timbul nyeri pada kudran kanan bawah abdomen akibat penekanan
kuadran kiri bawah abdomen. Tanda ini mengindikasikan adanya apendisitis.
Tanda Cullen (+) bila ada warna kebiruan pada daerah periumbilikus.
33
2.3 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN PASIEN ANAK NON
BEDAH
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan heteroanamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien anak non bedah:
a. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien.
b. Menanyakan keluhan utama.
c. Menanyakan keluhan tambahan.
d. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit.
e. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.
f. Menanyakan riwayat keluarga termasuk membuat pedigree (untuk kasus-kasus
tertentu).
g. Menanyakan riwayat perinatal.
h. Menanyakan riwayat makan.
i. Menayakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
j. Menanyakan riwayat imunisasi.
k. Melakukan anamnesis sistem
34
2. Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien anak non bedah secara
runtut dan benar.
a. Menilai keadaan umum anak.
a. Menilai kesadaran
b. Mengukur tanda vital.
c. Mengukur BB dan TB
b. Melakukan pemeriksaan kepala.
a. Menilai keadaan ubun-ubun besar dan ubun-ubun kecil
b. Menilai kelopak mata
c. Menilai air mata saat anak menangis
d. Menilai mukosa bibir dan mulut
c. Melakukan inspeksi abdomen.
d. Melakukan perkusi abdomen.
e. Melakukan auskultasi abdomen.
f. Melakukan palpasi abdomen.
a. Menilai turgor kulit
g. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.
a. Menilai Cappilary Refill Time (CRT)
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN GASTROINTESTINAL PADA
PASIEN ANAK NON BEDAH
1.1 Landasan Teori
Fungsi saluran pencernaan bervariasi sesuai tingkat kematangannya. Keadaan Gi pada bayi
dan anak-anak dapat dikatakan abnormal bila dibandingkan dengan usia dewasa. Beberapa
gejala gangguan GI pada bayi dan anak-anak yang sering dijumpai adalah:
a. Diare
Diare adalah pengeluaran cairan dan elektrolit berlebih dalam feses. Normalnya,
seorang anak mengeluarkan feses 5 g/kg berat badan per hari. Gangguan penyerapan
35
makanan di usus halus menyebabkan diare dengan volume feses yang banyak, sementara
gangguan penyerapan makanan di colon menyebabkan diare dengan volume feses yang
sedikit. Disentri (volume sedikit, feses berlendir bercampur darah, tenesmus, dan
urgensi) adalah gejala yang paling sering dari colitis. Diare sekretorik biasanya
disebabkan oleh toksin kolera, yang menimbulkan diare dengan banyak air dan volume
feses yang besar. Diare sekretorik biasanya tetap berlanjut meskipun sang anak tidak
makan sama sekali.
Diare osmotik timbul setelah memakan makanan dengan zat yang sulit diabsorpsi,
misalnya magnesium, fosfat, laktulosa, atau sorbitol. Diare osmotik tidak menghasilkan
banyak feses seperti pada diare sekretorik, dan dapat berhenti bila si anak berpuasa.
Gangguan motilitas usus biasanya tidak dikaitkan dengan diare bervolume besar.
Motilitas usus melambat biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan berlebih bakteri
sebagai penyebab diare.
b. Muntah
Muntah pada infant biasanya disebabkan oleh gastroenteritis, refluks gastroesofageal,
makan berlebihan, obstruksi anatomi saluran cerna, infeksi sistemik, sindrom pertusis,
dan otitis media. Muntah pada anak biasanya disebabkan oleh gastroenteritis, gastritis,
infeksi sistemik, tertelan racun, sindrom pertusis, habis minum obat, GERD, sinusitis,
dan otitis media.
c. Tidak nafsu makan
Pusat lapar dan kenyang terletak di hypothalamus. Rasa kenyang timbul akibat adanya
stimulasi dari distensi gaster atau usus halus bagian atas. Sinyal tersebut kemudian
dihantarkan oleh serabut saraf aferen sensorik ke hypothalamus.
d. Susah menelan
Susah menelan (disfagia) mungkin disebabkan oleh defek struktur esofagus atau
gangguan motilitas orofaring atau esofagus. Disfagia selama fase orofaringeal disebut
disfagia transfer. Disfagia transfer ini biasanya dikaitkan dengan gangguan
neuromuskuler (misal: cerebral palsy). Penyebab disfagia nontransfer pada anak-anak
biasanya bukan karena achalasia, tetapi karena esophageal web, tracheobronchial
36
remnant, atau cincin vascular.
e. Regurgitasi
Regurgitasi adalah suatu pergerakan isi perut ke esophagus dan mulut tanpa memerlukan
usaha. Regurgitasi pada infant biasanya disebabkan oleh lemahnya sfingter bawah
esophagus. Regurgitasi perlu dibedakan dengan muntah. Pada muntah, diperlukan usaha
untuk mengeluarkan isi perut sementara pada regurgitasi tidak.
f. Konstipasi
Definisi konstipasi bervariasi, tergantung pada konsistensi feses, frekuensi feses, dan
kesulitan dalam mengeluarkan feses. Seorang anak dengan feses keras dan sulit
dikeluarkan setiap 3 hari dapat dikatakan sebagai konstipasi. Konstipasi dapat timbul
akibat defek pada pengisian atau pengosongan rectum. Gangguan pengisian rectum
terjadi ketika peristalsis colon tidak efektif. Stasis colon menimbulkan pengeringan feses
yang berlebihan dan kegagalan untuk menginisiasi refleks rectum yang biasanya
memicu evakuasi.
g. Nyeri perut
Nyeri perut pada anak sulit diidentifikasi karena mereka biasanya tidak kooperatif dalam
anamnesis. Penggolongan nyeri abdomen pada anak terbagi 2, yaitu:
- Nyeri visceral
Biasanya sesuai dermatome dari persarafan organ yang terganggu. Nyeri yang
ditimbulkan akibat stimulasi dari hepar, pakreas, ductus biliaris, gaster, atau usus
halus bagian atas biasanya terasa di epigastrium. Nyeri akibat stimulasi dari bagian
distal usus halus, caecum, appendiks, atau colon proksimal biasanya terasa di
sekitar umbilicus. Nyeri pada bagian distal colon, traktus urinarius, atau organ
pelvis biasanya terasa di suprapubis.
- Nyeri parietal
Impuls pada nyeri parietal berjalan melalui serabut saraf C dari nervus yang
berhubungan dengan dermatom T6-L1. Nyeri ini bersifat lebih terlokalisir dan
lebih intens dibandingkan nyeri visceral.
h. Pembesaran abdomen
37
Abdomen dapat membesar karena adanya massa atau distensi akibat menurunnya tonus
otot atau meningkatnya cairan/gas/benda padat di dalam rongga abdomen. Asites
merupakan kumpulan cairan di rongga peritoneal, menyebabkan pembesaran abdomen
di bagian pinggang dan anterior apabila dalam jumlah besar.cairan ini berpindah apabila
pasien bergerak. Pembesaran organ viscera abdomen juga dapat menimbulkan
pembesaran abdomen.
i. Jaundice (ikterik)
Ikterik pada neonatus dapat disebabkan oleh infeksi, genetik, metabolik, atau
abnormalitas dari fungsi ekskretori hati atau obstruksi mekanis.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 3 Blok XII FK UMP
2. Pasien simulasi (berperan sebagai orang tua)
3. Ruang periksa dokter
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien (pada anak atau orang tuanya).
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien atau orang tuanya.
4. Menanyakan keluhan utama anak.
5. Menanyakan keluhan tambahan.
6. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit.
7. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.
8. Menanyakan riwayat keluarga termasuk membuat pedigree (untuk kasus-kasus
tertentu).
9. Menanyakan riwayat perinatal.
10. Menanyakan riwayat makan.
11. Menayakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
12. Menanyakan riwayat imunisasi.
38
Contoh anamnesis kasus-kasus gangguan abdomen pada anak:
1. Susah menelan dan muntah
a. Onset
b. Frekuensi
c. Menetap atau periodik
d. Muntah menyemprot atau tidak
e. Riwayat makan makanan yang tidak biasa.
f. Riwayat tertelan bahan korosif.
g. Riwayat keluhan yang sama
2. Nyeri perut
a. Lokasi nyeri
b. Onset nyeri
c. Penyebaran nyeri
d. Kualitas nyeri
e. Episodic nyeri (Hilang timbul atau terus-menerus)
f. Kronologis lamanya nyeri.
g. Faktor yang menimbulkan nyeri
h. Faktor yang menghilangkan nyeri
i. Gejala penyerta
3. Diare
a. Sejak kapan.
b. Frekuensi, warna, bau.
c. Bercampur darah atau lendir.
d. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.
e. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.
f. Terjadi secara massal/tidak.
39
g. Rewel atau terlalu diam (tidak aktif).
h. Ada airmata saat menangis.
i. Masih mau minum/menetek (rasa haus)
j. Riwayat BAK terakhir (waktu, jumlah, warna)
4. Perut kembung (distensi abdomen)
a. Onset
b. Gejala penyerta lain: nyeri perut, mual, muntah, sesak nafas.
c. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK.
d. Anak rewel atau tidak.
e. Riwayat keluhan serupa sebelumnya.
f. Riwayat penyakit lainnya.
1.4 Kesimpulan
Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien
berdasarkan hasil anamnesis.
2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK GASTROINTESTINAL PASIEN
ANAK NON BEDAH
40
2.1 Landasan Teori
Prosedur pemeriksaan fisik pada anak sama dengan dewasa namun pemeriksaan fisik
pada anak sebaiknya ditemani dengan berbagai mainan yang dapat menarik perhatian si anak
pada saat kita hendak melakukan pemeriksaan.
Inspeksi abdomen pada anak biasanya tampak agak menonjol pada saat berdiri. Hal ini
dianggap normal. Namun bila bentuk perut seperti pot (pot-belly appearance) mungkin
terjadi malabsorpsi akibat penyakit celiac, cystic fibrosis, konstipasi, atau aerophagia.
Pada saat palpasi abdomen, anak biasanya merasa kegelian. Untuk mengatasinya dapat
dilakukan dengan meletakkan tangan anak di bawah tangan pemeriksa, di abdomen. Setelah
si anak tidak merasa kegelian lagi, tangan anak dapat dipindahkan. Pemeriksa juga dapat
memfleksikan lutut dan paha si anak agar dinding abdomen menjadi rileks. Palpasi dilakukan
secara perlahan dan ringan di semua regio atau kuadran lalu dilanjutkan dengan palpasi
dalam. Cara memeriksa ukuran liver pada anak adalah dengan scratch test. Ukuran limpa
pada anak biasanya dapat diraba dengan mudah. Teraba lembut dengan tepi tajam. Limpa
dapat digerakkan, tidak melampaui 1-2 cm di bawah margin kosta terbawah. Pulsasi aorta
dapat teraba dengan mudah di epigastrium, dengan palpasi dalam.
2.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 2 Blok XII FK UMP
2. Manikin anak
3. Ruang periksa dokter
4. Tempat tidur pemeriksaan
5. Stetoskop pediatrik/neonatus
6. Termometer
7. Timbangan badan anak/bayi
8. Pengukur tinggi badan
2.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien dan orang tua pasien.
41
2. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik gastrointestinal pada anak.
4. Meminta izin kepada pasien dan orang tua pasien untuk melakukan pemeriksaan.
5. Menilai keadaan umum anak:
a. Kesadaran
b. Status gizi: tinggi badan, berat badan
2. Mengukur tanda vital:
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah
c. Tekanan nadi: angka sistol dikurang angka diastol.
d. Kecepatan respirasi
e. Suhu tubuh
3. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik kepala:
a. Ubun-ubun besar (UUB): datar, cekung
b. Mata dan air mata: mata cekung atau tidak, airmata ada atau tidak.
c. Mukosa bibir: basah, kering
4. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik thoraks:
a. Inspeksi keadaan thoraks: simetris atau tidak, retraksi sela iga.
b. Palpasi: menilai ictus cordis
c. Perkusi: menentukan batas jantung
d. Auskultasi: mendengarkan bunyi jantung dan suara paru.
5. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik abdomen:
a. Melakukan inspeksi abdomen: perhatikan apakah perut cembung atau datar.
b. Melakukan auskultasi abdomen: dengarkan bising usus normal, menurun, atau
meningkat.
c. Melakukan perkusi abdomen untuk menentukan batas hepar dan limpa, ada
massa atau tidak, ada cairan asites atau tidak.
42
d. Melakukan palpasi abdomen: menilai batas hepar dan limpa, menilai turgor
kulit abdomen dengan cara mencubit kulit abdomen perlahan, lalu lepaskan.
Perhatikan apakah kulit bekas cubitan tersebut cepat kembali ke bentuk semula
atau lambat kembali. Bila lambat kembali berarti turgor kulit menurun tanda
dehidrasi, dengan interpretasi:
- Kurang dari 1 detik kembali cepat
- 1 – 2 detik kembali lambat
- Lebih dari 2 detik sangat lambat
6. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik ekstremitas:
a. Palpasi ujung-ujung jari tangan dan kaki, apabila akral dingin berarti terjadi
vasokonstriksi perifer yang dapat ditimbulkan oleh keadaan syok.
b. Menilai Cappilary Refill Time (CRT) dengan cara menekan kuku dan
melepaskan secara mendadak sambil melihat apakah warna merah aliran darah
cepat penuh atau tidak
2.4 Interpretasi Hasil
Pasien mengalami gangguan gastrointestinal, waktu kejadian penyakit
(akut/kronis/persisten) dengan dehidrasi atau tanpa dehidrasi (derajat dehidrasi)
2.4 PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemasangan nasogastric tube:
1. Mempersiapkan alat dan pasien.
43
2. Memasukkan NGT.
3. Memastikan NGT masuk ke dalam lambung.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE
1.1 Landasan Teori
Pemasukan selang nasogastrik (NGT insertion) melalui saluran hidung adalah suatu
prosedur yang biasa dilakukan untuk menyediakan akses ke lambung. Hal ini dilakukan
untuk terapi atau untuk menegakkan diagnosis. Pemasangan NGT ini sangat tidak nyaman
bagi pasien apabila tidak disertai anestesi yang baik pada saluran hidung dan instruksi yang
benar bagi pasien agar berkooperasi selama pemasangan NGT.
Indikasi pemasangan NGT adalah:
1. Tindakan diagnostik.
2. Evaluasi adanya perdarahan saluran pencernaan bagian atas.
3. Aspirasi (pengambilan) cairan lambung.
4. Identifikasi letak esophagus dan lambung pada foto ronsen.
5. Administrasi (pemasukan) cairan kontras ke dalam saluran cerna pada pemeriksaan
radiografi.
6. Tindakan pengobatan.
7. Dekompresi gaster, termasuk pemeliharaan suasana dekompresi setelah pemasangan
selang endotracheal (ETT), biasanya dipasang melalui orofaring.
8. Mengurangi gejala dan mengistirahatkan usus pada kasus obstruksi usus kecil
9. Aspirasi cairan lambung setelah masuknya material beracun
10. Administrasi obat-obatan.
11. Untuk memberi nutrisi.
12. Irigasi usus.
Berikut ini beberapa kontraindikasi pemasangan NGT, yaitu:
a. Kontraindikasi absolut
- Trauma wajah yang berat.
44
- Adanya operasi hidung baru-baru ini.
b. Kontraindikasi relatif
- Abnormalitas koagulasi darah.
- Varises esophagus atau striktur esophagus.
- Adanya pengikatan atau kauterisasi varises esophagus baru-baru ini.
- Terminum cairan alkaline (basa).
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 4 Blok XII FK UMP
2. Manikin pemasangan NGT
3. Ruang periksa dokter
4. NGT No. 14 atau 16 (nomor untuk anak lebih kecil)
5. Jeli NGT
6. Spatula lidah (tongue spatel)
7. Sarung tangan
8. Spuit ukuran 5 cc
9. Plester
10. Stetoskop
11. Bengkok
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan NGT.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemasangan NGT (informed consent)
5. Mempersiapkan alat dan bahan.
6. Pasien diminta berbaring pada posisi high fowler. Pasang handuk di dada pasien.
7. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
8. Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien untuk rileks dan bernafas normal
45
dengan menutup satu hidung kemudian mengulanginya dengan menutup hidung yang
lain.
9. Mengukur selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan (pilih salah satu):
a. Metode tradisional
Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga bawah dan prosesus
xifoideus di sternum.
Gambar 1. Cara tradisional mengukur panjang NGT
Sumber: www.note3.blogspot.com
b. Metode Hanson
Mula-mula selang NGT ditandai sepanjang 50 cm menggunakan plester
(plester 1). Kemudian lakukan pengukuran dengan metode tradisional seperti
di atas, lalu tandai juga dengan plester (plester 2). Batas selang NGT yang
akan dimasukkan adalah pertengahan antara plester 1 dan plester 2.
12. Beri tanda pada selang yang sudah diukur dengan menggunakan plester.
13. Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.
14. Ingatkan pasien bahwa selang akan segera dimasukkan dan instruksikan klien untuk
mengatur posisi kepala ekstensi, masukkan selang melalui lubang hidung yang telah
ditentukan.
15. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika agak tertahan, putarlah
selang dan jangan dipaksakan untuk dimasukkan.
46
16. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring. Setelah melewati
nasofaring 3-4 cm anjurkan pasien untuk menekuk leher dan menelan.
17. Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air minum (jika perlu).
Tekankan pentingnya bernafas lewat mulut.
18. Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada hambatan atau pasien tersedak,
sianosis, hentikan mendorong selang, periksa posisi selang di belakang tenggorok
dengan menggunakan spatula lidah dan senter.
19. Jika telah selesai memasang selang sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan
pasien rileks dan bernapas normal.
20. Periksakan letak selang dengan:
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma stetoskop
pada perut di kuadran kiri atas pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc
udara bersamaan dengan auskultasi abdomen.
ATAU
b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung
ATAU
c. Memasukkan ujung bagian luar selang ke dalam mangkuk yang berisi air.
Jika terdapat gelembung udara berarti selang masuk ke dalam paru-paru. Jika
tidak terdapat gelembung udara, berarti selang masuk ke dalam lambung.
47
Gambar 2. Posisi NGT setelah terpasang dengan benar.
Sumber: www.nursingfile.com
21. Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai kering.
22. Fiksasi selang dengan plester pada puncak hidung dan hindari penekanan pada
hidung.
1.4 Interpretasi
NGT terpasang dengan benar di lambung apabila terdengar bunyi seperti letupan di lambung
pada saat spuit berisi udara ditekan, atau isi lambung keluar dari NGT. Isi lambung dapat
berupa sisa makanan, darah, air.
48
BAB III
EVALUASI
Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam
bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.
3.1 EVALUASI FORMATIF
3.1.1 Metode Evaluasi
Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa
selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.
3.1.2 Indikator Pencapaian
Indikator pencapaian berupa pencapaian tujuan pembelajaran yang diperoleh mahasiswa
pada setiap kegiatan latihan keterampilan klinik.
3.1.3 Umpan Balik
Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan latihan
keterampilan klinik setiap mahasiswa.
3.2 EVALUASI SUMATIF
Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada ujian LKK
menggunakan daftar penilaian (checklist). Evaluasi dilakukan dalam bentuk station dimana satu
station akan menguji satu keterampilan klinik. Satu ujian LKK akan menguji 2-4 station, sesuai
dengan banyaknya LKK yang telah dilakukan dalam blok tersebut.
49
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok XII ini disusun sedemikian rupa
agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga
dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK
ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai
panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.
50
51
DAFTAR REFERENSI
1. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
3. Bickley, L.S. 2007. Bates’s Guide To Physical Examination and History Taking Ninth
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Kasper, D.L. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th ed. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
5. Burnside-McGlym, 1995. Adam’s Diagnosis Fisik. Jakarta:EGC.
6. Sabiston, D.C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. 1995. Jakarta: EGC.
7. Grace, P.A., Borley, N.R. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. 2006. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
8. Kliegman, RM. Behrman, RE. Jenson HB. Stanton BF. 2007. Nelson Textbook of
pediatrics 18th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
9. Markum, AH. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FK UI.
10. Shlamovitz GZ. Nasogastric Tube [monograph on the internet]. New York: eMedicine;
2011 [cited 2012 Jul 10]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/80925-
overview#a01.
52
LAMPIRAN 1
Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah
No Aktivitas yang dinilai 0 1 2
1 Mengucapkan Salam
2 Memperkenalkan diri
3 Menanyakan identitas pasien
4 Memohon izin untuk melakukan anamnesis
5 Menanyakan keluhan utama.
6 Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
7 Menanyakan keluhan tambahan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
8 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan/residivitas.
9 Menanyakan faktor-faktor risiko.
10 Menanyakan riwayat keluarga.
11 Kesimpulan
Total Skor
53
Keterangan:
0:tidak menyatakan atau tidak melakukan
1:hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna
2:menyatakan dan melakukan dengan sempurna
54
LAMPIRAN 2
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah
No Aktivitas yang dinilai Menyebut
kan benar
Melakukan
benar
1 Etika dan sopan santun
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
d. Meminta izin pasien.
2 Melakukan pemeriksaan kepala.
a. Menilai warna sklera dan konjungtiva pasien.
b. Menyebutkan interpretasi hasil.
3 Melakukan pemeriksaan abdomen.
Inspeksi
a. Memperhatikan kesimetrisan abdomen pada posisi pasien
telentang.
b. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen.
c. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa,
pulsasi, darm contour (ganbaran bentuk usus terlihat dari luar),
darm steifung (gambaran gerak peristaltik usus terlihat dari luar).
d. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput
medusa, dan striae alba (garis-garis putih pada kulit abdomen
bekas peregangan yang lama).
Auskultasi
a. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama
minimal satu menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik
(bising usus normal, meningkat, menurun, metallic sound).
b. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua
kuadran abdomen.
Palpasi
a. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan
pasien.
55
b. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau
dua tangan pada daerah yang dikeluhkan pasien.
c. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau
saat dilepas (nyeri tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien
sewaktu dilakukan palpasi abdomen.
d. Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk
orientasi dan perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.
e. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan
memeriksa organ dalaman abdomen (hati, limpa).
f. Pemeriksaan hepar:
- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari
tangan bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari
jempol terlipat.
- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra,
minta pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan
arah parabolik.
- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke
bawah.
- Menilai kondisi hepar.
g. Pemeriksaan limpa (spleen):
- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio
iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui
umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.
- Interpretasi bentuk limpa
h. - Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut dengan cara
menekan vena dinding abdomen pada dua titik. Lalu lepaskan satu
titik.
- Interpretasi
Perkusi
a. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk
menentukan adanya nyeri ketok, adanya cairan, massa, atau
pembesaran organ dalaman abdomen.
b. Menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.
c. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan
56
apakah cairan banyak atau tidak:
- Posisi pasien telentang.
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen
dan tangan kanan mengetuk dinding abdomen sisi kanan.
d. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:
- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian
- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi
kanan abdomen.
- Minta pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen.
- Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.
e. Melakukan pemeriksaan puddle sign (tanda genangan):
- Pasien diminta mengubah posisinya menjadi bertumpu pada
kedua siku dan lututnya.
- Menempelkan stetoskop pada bagian perut yang paling
rendah menggantung.
- Mengetuk sisi-sisi abdomen sambil didengarkan perbedaan
suara ketukan lewat stetoskop.
f. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi
pasien tegak. Akan terdengar suara redup bila terdapat cairan
dalam rongga abdomen.
g. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat
sedikit dan meragukan.
- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.
- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam
posisi merangkak. Bila terdapat cairan maka akan terdengar
redup.
4 Menyimpulkan seluruh hasil pemeriksaan fisik.
TOTAL SKOR
57
LAMPIRAN 3
Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pada Pasien
Dengan Indikasi Tindakan Bedah
No Aktivitas yang dinilai 0 1 2
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2 Menanyakan identitas pasien.
3 Memohon izin untuk melakukan anamnesis
4 Menanyakan keluhan utama .
5 Menanyakan keluhan tambahan.
6 Menanyakan riwayat menstruasi (bila pasien perempuan).
7 Menanyakan riwayat penyakit yang sama yang pernah diderita.
8 Menanyakan riwayat penyakit keluarga.
9 Menanyakan riwayat pengobatan.
10 Menanyakan faktor risiko.
Total Skor
Keterangan:
0:tidak menyatakan atau tidak melakukan
1:hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna
2:menyatakan dan melakukan dengan sempurna
58
LAMPIRAN 4
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pada Pasien
Dengan Indikasi Tindakan Bedah
No Aktivitas yang dinilai Menyebut
kan benar
Melakukan
benar
1 Etika dan sopan santun
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
b. Mengonfirmasi data pasien.
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik.
d. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik.
2 Persiapan alat:
a. Stetoskop
3 Memperhatikan keadaan umum:
59
a. Kesadaran
b. Tanda vital
c. Cara berjalan atau cara berbaring
4 Melakukan inspeksi abdomen.
a. Amati apakah pasien sering berubah posisi atau malah diam.
b. Amati apakah pasien menekuk lututnya atau memfleksikan paha.
c. Perhatikan pula apakah ada distensi abdomen.
d. Mengamati adanya perubahan permukaan abdomen seperti
gambaran usus yang bergerak, venektasi
5 Auskultasi abdomen
a. Tempatkan bagian bell stetoskop dengan lambat pada dinding
abdomen anterior dimulai dari kuadran kiri bawah, lalu ke kuadran
kiri atas, kanan atas dan kanan bawah.
b. Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus dalam 2-3
menit.
c. Menyebutkan interpretasi hasil.
6 Palpasi abdomen
a. Palpasi dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri, lakukan dengan
lembut dengan satu jari tangan.
b. Secara bertahap, jari tangan bergerak ke arah area nyeri tekan
maksimum.
c. Tentukan apakah ada defence musculair atau spasme dinding
abdomen.
d. Tempatkan tangan dengan lembut di atas m. rectus abdominis dan
tekan sedikit serta minta pasien menarik nafas dalam.
e. Lakukan penekanan pada semua kuadran abdomen karena lesi
yang terletak di dalam dinding abdomen akan menimbulkan nyeri
tekan.
7 Perkusi abdomen
a. Fenomena papan catur: lakukan perkusi pada semua
region/kuadran abdomen dan perhatikan apakah ada bunyi pekak,
berselang-seling dengan bunyi timpani, seperti pola papan catur.
b. Perhatikan juga adanya nyeri ketok.
8 Tes khusus
60
a. Tes iliopsoas
- Tungkai pada sisi yang nyeri diangkat ke atas dengan posisi
tungkai lurus.
- Perhatikan apakah ada nyeri abdomen atau tidak.
b. Tes obturator
- Pasien dalam posisi berbaring terlentang.
- Lutut salah satu tungkai ditekuk.
- Gerakkan articulation coxae ke arah rotasi interna.
- Lalu gerakkan articulation coxae ke arah rotasi eksterna.
- Perhatikan apakah ada nyeri hipogastrium pada rotasi
eksterna.
9 Tanda spesifik
b. Tanda McBurney
- Menentukan titik McBurney yaitu dengan menarik garis
imajiner dari SIAS ke umbilikus. Lalu garis tersebut dibagi
menjadi 3 bagian sama besar. Titik McBurney adalah titik
pada 1/3 lateral.
- Lakukan penekanan pada titik McBurney dan perhatikan
apakah pasien merasa nyeri tekan.
c. Tanda Cullen
- Memperhatikan apakah ada warna kebiruan akibat ekimosis
pada daerah periumbilikus.
c. Tanda Murphy
- Menekan kuadran kanan atas abdomen dan pasien diminta
menarik nafas dalam.
- Perhatikan apakah ada nyeri yang timbul dan usaha inspirasi
berhenti.
d. Tanda Rovsing
- Menekan kuadran kiri bawah abdomen.
- Menanyakan apakah timbul nyeri di kuadran kanan bawah
abdomen.
e. Pemeriksaan hernia inguinalis
- Inspeksi daerah inguinalis: apakah ada benjolan dalam lipat
61
paha.
- Palpasi dengan menggunakan jari telunjuk yang diletakkan
pada sisi lateral kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang
funikulus spermatikus sampai ujung jari mencapai annulus
inguinalis profundus.
- Menyebutkan interpretasi hasil.
10 Menyimpulkan seluruh hasil pemeriksaan fisik
TOTAL SKOR
LAMPIRAN 5
Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pada Pasien Anak Non Bedah
No Aktivitas yang dinilai 0 1 2
1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien dan orang tuanya.
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan identitas orang tua pasien
4 Memohon izin untuk melakukan anamnesis
5 Menanyakan keluhan utama anak.
6 Menanyakan keluhan tambahan.
7 Menanyakan riwayat perjalanan penyakit (termasuk pengobatan sebelumnya).
8 Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita anak.
9 Menanyakan riwayat penyakit keluarga.
10 Menanyakan riwayat kehamilan dan perinatal anak.
62
12 Menanyakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak.
13 Menanyakan riwayat makan
14 Menanyakan riwayat imunisasi.
Total Skor
Keterangan:
0 : tidak menyebutkan dan tidak melakukan
1 : menyebutkan dan melakukan dengan tidak sempurna
2 : menyebutkan dan melakukan dengan sempurna
63
LAMPIRAN 6
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Abdomen Pada Pasien Anak Non Bedah
No Aktivitas yang dinilai Menyebut
kan benar
Melakukan
benar
1
Etika dan sopan santun:
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
b. Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien.
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan.
d. Meminta izin untuk melakukan tindakan.
2
Persiapan alat:
a. Stetoskop pediatrik atau neonatus
b. Sphygmomanometer dengan manset pediatrik
c. termometer
d. Timbangan badan
e. Pengukur tinggi badan
3
Menilai keadaan umum
a. Kesadaran
b. Status gizi
4
Mengukur tanda vital:
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah
c. Tekanan nadi
d. Kecepatan respirasi
e. Suhu tubuh
5
Menilai keadaan kepala:
a. Menilai keadaan ubun-ubun besar.
b. Menilai mata, cekung atau tidak.
c. Bila anak menangis, perhatikan apakah ada airmata atau tidak.
d. Menilai sklera dan konjungtiva.
e. Menilai keadaan mukosa mulut, basah atau kering.
6 Memeriksa abdomen:
64
INSPEKSI
a. Memperhatikan bentuk dan kesimetrisan abdomen.
b. Memperhatikan warna kulit abdomen.
c. Menyebutkan interpretasi hasil.
AUSKULTASI
a. Mendengarkan bising usus.
b. Menyebutkan interpretasi hasil.
PERKUSI
a. Melakukan pemeriksaan shifting dullness.
b. Menentukan ada massa atau tidak.
c. Menyebutkan interpretasi hasil.
PALPASI
a. Melakukan palpasi untuk menentukan batas hepar dan limpa.
b. Menilai turgor kulit abdomen dengan cara mencubit kulit
abdomen perlahan, lalu lepaskan.
c. Menyebutkan interpretasi hasil.
7 Melakukan palpasi ujung-ujung jari tangan dan kaki.
8 Menyimpulkan interpretasi hasil pemeriksaan secara keseluruhan.
TOTAL SKOR
LAMPIRAN 7
Instrumen Evaluasi Pemasangan Nasogastric Tube
NOAKTIVITAS YANG DINILAI
Menyebut
kan benar
Melakukan
benar
1 Etika dan Sopan Santun
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan NGT.
d. Memohon izin untuk melakukan pemasangan NGT.
2 Persiapan Alat
a. NGT no. 14 atau 16
b. Jeli
c. Spatula lidah
65
d. Sarung tangan
e. Spuit ukuran 5 cc berisi udara
f. Plester
g. Stetoskop
h. Bengkok
3 Persiapan pasien:
a. Pasien diposisikan dalam posisi Fowler dan rileks.
b. Memasangkan handuk di dada pasien.
c. Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien bernafas
normal dengan menutup satu hidung kemudian
mengulanginya dengan menutup hidung yang lain.
4 Langkah Kerja
1. Mencuci tangan lalu memakai sarung tangan.
2. Mengukur selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan
(pilih salah satu):
a. Metode tradisional
Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga
bawah dan prosesus xifoideus di sternum.
ATAU
b. Metode Hanson
Mula-mula selang NGT ditandai sepanjang 50 cm
menggunakan plester (plester 1). Kemudian lakukan
pengukuran dengan metode tradisional seperti di atas, lalu
tandai juga dengan plester (plester 2). Batas selang NGT
yang akan dimasukkan adalah pertengahan antara plester 1
dan plester 2.
3. Beri tanda pada selang yang sudah diukur dengan
menggunakan plester.
4. Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.
5. Ingatkan pasien bahwa selang akan segera dimasukkan dan
instruksikan klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi,
masukkan selang melalui lubang hidung yang telah ditentukan.
6. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika
agak tertahan, putarlah selang dan jangan dipaksakan untuk
66
dimasukkan.
7. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring.
Setelah melewati nasofaring 3-4 cm anjurkan pasien untuk
menekuk leher dan menelan.
8. Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air
minum (jika perlu). Tekankan pentingnya bernafas lewat
mulut.Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada
hambatan atau pasien tersedak, sianosis, hentikan mendorong
selang, periksa posisi selang di belakang tenggorok dengan
menggunakan spatula lidah dan senter.
9. Jika telah selesai memasang selang sampai ujung yang telah
ditentukan, anjurkan pasien rileks dan bernapas normal.
10. Periksakan letak selang dengan:
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian
diafragma stetoskop pada perut di kuadran kiri atas
pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc udara
bersamaan dengan auskultasi abdomen.
ATAU
b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi
lambung.
ATAU
c. Memasukkan ujung bagian luar selang ke dalam
mangkuk yang berisi air. Jika terdapat gelembung
udara berarti selang masuk ke dalam paru-paru. Jika
tidak terdapat gelembung udara, berarti selang masuk
ke dalam lambung.
11. Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai
kering.
12. Fiksasi selang dengan plester pada puncak hidung dan hindari
penekanan pada hidung.
TOTAL SKOR
67
68